Disusun oleh:
Kelompok 2
BAB II
ISI
2.1 Tinjauan Pustaka
2.1.1 Tinjauan Pustaka Umum
2.1.1.1. Pengertian Penyakit Demam Berdarah Dengue ( DBD )
Demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit yang sudah
tersebar luas di sebagian besar wilayah tropis dan sub tropis terutama Asia
Tenggara. Host alami demam berdarah dengue adalah manusia, lalu agent
DBD adalah virus dengue yang ditularkan ke manusia melalui gigitan
nyamuk yang terinfeksi, biasanya yaitu gigitan nyamuk Aedes aegypti dan
Ae. albopictus yang dapat ditemukan hampir di seluruh daerah Indonesia.
Masa inkubasi virus dengue dalam tub uh manusia (inkubasi intrinsik)
kurang lebih antara 3-14 hari sebelum munculnya gejala DBD, gejala
klinis pada umumnya muncul di hari ke-4 sampai ke-7, sedangkan masa
inkubasi ekstrinsik (di dalam tubuh nyamuk) berlangsung kurang lebih 8-
10 hari. [ CITATION Can10 \l 1033 ]
Infeksi virus dengue merupakan infeksi yang disebabkan oleh virus
dengue kelompok arbovirus, yang bergejala klinis dari yang paling ringan
(mild undifferentiated febrile illness), demam dengue (DD), demam
berdarah dengue (DBD) hingga demam berdarah dengue disertai syok
(sindrom syok dengue = SSD) (Devi Yanuar, 2015). DBD merupakan
penyakit infeksi yang disebabkan virus dengue yang memiliki gejala klinis
seperti demam, perdarahan (terutama di kulit), hepatomegali, dan
kegagalan sirkulasi darah. Pada demam berdarah dengue terjadi
hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit) akibat perembesan plasma.
[ CITATION Per12 \l 1033 ]
Infeksi virus Dengue ini termasuk dalam salah satu penyebab
utama kesakitan dan kematian di negara tropis dan sub tropis di seluruh
dunia. Hanya sebagian orang yang dapat menunjukkan gejala DBD yang
berat (tidak semua memiliki gejala yang sama). Ada yang menderita DBD
dengan gejala demam ringan yang nantinya dapat sembuh dengan
sendirinya atau bahkan ada yang tidak bergejala sakit sama sekali
(asimtomatik). Sebagian lagi dapat menderita DBD saja namun tidak
mengakibatkan kebocoran plasma hingga kematian. [ CITATION Uta15 \l
1033 ]
2.1.1.2. Gejala yang Berhubungan dengan Keadaan Gizi
DBD memiliki tanda-tanda klinis yang mirip dengan demam
dengue, tetapi disertai dengan tanda kegagalan sirkulasi dan perdarahan
yang dapat mengakibatkan kematian. Gejala klinik menderita DBD yakni
demam tinggi, nyeri kepala berat (retroorbital), kemerahan di wajah, nyeri
otot, nyeri sendi, mual dan muntah, nafsu makan menurun dan nyeri
abdomen akut. Tanda-tanda perdarahan yang serius bisa berupa epistaksis,
perdarahan gusi, petekie, ekimosis, hematemesis, melena, dan perdarahan
vagina. Ciri khas DBD utama adalah kebocoran plasma yang terlihat
dengan gangguan sirkulasi berupa hipotensi, takikardi, sempitnya tekanan
nadi dan tertundanya pengisian kembali kapiler. Dapat terjadi efusi pleura
dan asites. Selain itu juga terdapat komplikasi yang jarang terjadi pada
penderita DBD, yakni adalensefalopati, ensefalitis, gagal hati, miokarditis,
dan DIC (disseminated intravascular coagulation). [ CITATION Lor13 \l
1033 ]
Tanda gejala klinis dari infeksi virus dengue sangat beranekaragam
mulai dari flu-like syndrome atau penyakit ringan yang dikenal sebagai
klasik Demam Berdarah (DF) hingga ke bentuk yang lebih parah yaitu
Demam Berdarah Dengue (DBD) dan berpotensi besar menjadi Dengue
Shock Syndrome (DSS) yang disertai dengan koagulopati, dan
peningkatan permeabilitas pembuluh darah kapiler. [ CITATION Cuc15 \l
1033 ]
Demam tinggi mendadak tidak terdapat sebab yang jelas dan
berlangsung terus menerus selama 2-7 hari
Terdapat gejala perdarahan yang ditandai dengan :
1. Uji bendung positif
2. Petekie, ekimosis, purpura
3. Perdarahan mukosa, epistaksis, perdarahan gusi
4. Hematemesis atau melena
Pembesaran hati
Syok, ditandai frekuensi denyut nadi yang dapat dirasakan berdenyut
cepat dan lemah sampai tidak dapat dirasakan sama sekali,
penyempitan tekanan nadi ( ≤ 20 mmHg), hipotensi sampai tidak dapat
diukur, kaki dan tangan dingin, kulit lembab, capillary refill
timememanjang (> 2 detik), dan pasien terlihat gelisah [ CITATION
Per12 \l 1033 ]
Kematian pasien DBD sering kali dikarenakan oleh diagnosis yang
terlambat dilakukan. Diagnosis DBD umumnya sukar untuk dilakukam
pada awal penyakit terutama pada DBD yang memiliki tanda dan gejala
yang tidak spesifik. Gejala awal DBD mulanya hampir sama dengan
penyakit lain, seperti demam tifoid, faringitis akut, ensefalitis, campak, flu
atau infeksi saluran nafas akut lainnya yang disebabkan oleh virus. Dokter
yang menangani DBD ini diwajibkan ketelitiannya saat mendiagnosis
infeksi virus dengue, menilai gejala penyakit, kecermatan pengamatan
klinis dan interpretasi laboratorium yang tepat. Adanya pemeriksaan klinis
yang benar dan lengkap disertai dengan pemeriksaan penunjang
laboratorium diyakini dapat membantu terutama apabila terdapat gejala
klinis yang kurang memadai. Patokan untuk menetapkan diagnosis DBD
yaitu dengan menggunakan kriteria yang dibuat oleh World Health
Organization (WHO) tahun 2009 yang terdiri atas kriteria klinis dan
laboratorium. Standar gejala klinis DBD yaitu seperti demam tinggi
mendadak terus menerus tanpa sebab yang jelas, adanya manifestasi
perdarahan, hepatomegali, serta adanya syok. Sedangkan standar gejala
laboratorium terdiri dari trombositopenia (trombosit <100.000/mm³) dan
adaya kebocoran plasma atau hemokonsentrasi (hematokrit >20%).
[ CITATION Lis16 \l 1033 ]
2.1.1.3. Faktor Risiko dan Faktor Penyebab
Tidak sedikit faktor yang mempengaruhi tingkat keseriusan DBD
yaitu status imun tiap individu, strain / serotipe virus yang menginfeksi,
umur, latar belakang genetik pasien, dan infeksi sekunder dengue. Khusus
pada keadaan gizi buruk, fungsi dari semua organ atau sistem dalam tubuh
akan menurun, termasuk sistem kekebalan tubuh yang mengakibatkan
munculnya gangguan fungsi hati. [ CITATION Per12 \l 1033 ]
Faktor risiko kejadian DBD selain dipengaruhi oleh cuaca juga
dikarenakan rendahnya perilaku masyarakat akan pentingnya hidup bersih
dalam lingkungan yang sehat, serta semakin menurun kepedulian
masyarakat terhadap lingkungan. Faktor perilaku sangat berpengaruh
dalam memaksimalkan derajat kesehatan masyarakat, untuk itu perilaku
meningkatkan pengetahuan, kepedulian dapat menumbuhkan kesadaran
dan ketertarikan pada masyarakat yang nantinya dapat menumbuhkan
sikap untuk berperilaku hidup sehat. Terdapat beberapa faktor yang
berkaitan dengan perilaku untuk mencegah kejadian DBD pada
masyarakat, yakni faktor predisposisi (pengetahuan dan sikap), faktor
pendukung (ketersediaan informas) dan faktor penguat (peran petugas
kesehatan). [ CITATION Sya18 \l 1033 ]
Nyamuk yang menularkan Demam Berdarah Dengue (DBD)
memang dapat dijumpai hampir di seluruh pelosok Indonesia, namun tidak
dapat ditemukan di tempat-tempat dengan ketinggian >1000 meter di atas
permukaan laut (Gita et al, 2007). Di Indonesia penyakit DBD merupakan
masalah kesehatan masyarakat yang sering ditemukan setiap tahunnya,
karena jumlah penderitanya sangat tinggi dan penyebarannya semakin
luas. Kondisi ini juga mendapat mengaruh akibat budaya masyarakat yang
sering sekali membuat penampungan air untuk keperluan rumah tangga
dan kebersihan dirinya. Dari banyaknya tempat penampungan air, bak
mandi merupakan tempat penampungan air yang paling banyak terdapat
larva nyamuk Aedes aegypti. Ini disebabkan karena kamar mandi di
rumah masyarakat Indonesia umumnya keadaannya lembab, kurang
bahkan tidak mendapat sinar matahari, serta sanitasi / kebersihannya
kurang terjaga. [ CITATION Uta20 \l 1033 ]
Faktor penyebab utama DBD yaitu virus dengue yang termasuk
kategori B Arthropod Borne Virus (Arboviroses) yang sekarang dikenal
sebagai genus Flavivirus, famili Flaviviridae. Di dalam katergori tersebut
memiliki 4 jenis serotipe virus dengue, yakni; DEN-1, DEN-2, DEN-3,
dan DEN-4. Serta terdapat 3 faktor yang memiliki peranan utama dalam
penularan infeksi virus dengue, yaitu manusia, virus, dan vektor perantara.
Virus dengue ditularkan ke tubuh manusia melewati gigitan nyamuk
Aedes aegypti. [ CITATION Per12 \l 1033 ]
Penyakit infeksi virus akut ini disebabkan oleh virus Dengue yang
ditunjukkan dengan demam 2–7 hari disertai dengan tanda-tanda lain
seperti perdarahan, penurunan trombosit (trombositopenia), adanya
hemokonsentrasi yang disertai dengan kebocoran plasma (peningkatan
hematokrit, asites, efusi pleura, hipoalbuminemia), serta dapat juga
ditandai dengan gejala- gejala tidak khas seperti nyeri kepala, nyeri otot
dan tulang, ruam kulit atau nyeri belakang bola mata (Rahmawati Sari,
2015). WHO, 2010 menyebutkan bahwa penyakit DBD ini memiliki
gejala berupa demam ringan sampai berat, yang dapat disertai dengan
sakit kepala, nyeri pada mata, otot dan persendian, hingga perdarahan
spontan. [ CITATION Mus19 \l 1033 ]
2.1.1.4. Konsekuensi yang Berhubungan dengan Gizi
1. Malnutrisi
Gangguan untuk keperluan memenuhi kebutuhan nutrisi yang
kurang dari kebutuhan tubuh berkaitan dengan penurunan nafsu
makan. Biasanya manifestasi yang sering muncul pada penderita DBD
adalah mual, muntah, dan rasa sakit saat menelan. Hal inilah yang
mengakibatkan asupan nutrisi yang masuk ke tubuh menjadi
berkurang. Untuk memberikan asupan nutrisi pada penderita baisanya
bentuk makanan yang dikonsumsi harus mudah dikunyah, lembut,
bentuknya menarik berhatian dan bervariasi, serta kandungan gizi
harus sesuai dengan AKG tubuh pemderita. Keseimbangan cairan di
tubuh manusia dapat dipengaruhi oleh banyak sedikitnya asupan
nutrisi dan cairan yang masuk dan keluar, asupan tersebut dapat
berasal dari sumber makanan dan minuman yang dikonsumsi. Apabila
jumlah asupan pasien tersebut tidak adekuat selama rawat inap di RS,
akibatnya dapat terjadi peningkatan morbiditas dan mortalitas lamanya
rawat inap pasien. Kandungan nutrisi dan cairan tersebut sebenarnya
berguna untuk membantu tubuh meningkatkan pembentukan kadar
hemoglobin, kadar trombosit dan untuk mempertahankan sel agar
tidak nekrousis sehingga sangat penting untuk tiap pasien
menghabiskan makanan yang diberikan dari RS. Karna makanan
tersebut sudah dibuat sesuai dengan kebutuhan pasien sehingga jika
pasien menolak untuk konsumsi makan rentang waktu penyembuhan
juga akan berlangsung lebih lama.[CITATION Pus \l 1033 ]
Malnutrisi dapat terjadi karena beberapa sebab yang ditimbulkan
akibat DBD, yaitu [ CITATION Zei15 \l 1033 ] :
a. Nyeri Abdomen
Nyeri abdomen adalah tanda bahaya yang tidak jarang
ditemui pada DBD. Nyeri perut biasanya ditemui titik
kesakitannya di ulu hati dan di daerah bawah lengkung iga sebelah
kanan. Nyeri perut di bawah lengkung iga sebelah kanan lebih
menju pada penyakit DBD dibandingkan nyeri perut di ulu hati.
Penyebab terjadinya nyeri perut di bagian bawah lengkung perut
sebelah kanan adalah adanya pembesaran hati sehingga
menjadikan terjadinya perenggangan selaput yang membungkus
hati. Sedangkan nyeri di ulu hati yang sama dengan gejala sakit
maag (lambung), terjadi dikarenakan oleh rangsangan obat
penurun panas seperti aspirin atau asetosal.
Pemeriksaan fisik sangat dibutuhkan untuk membedakan
nyeri perut yang sedang dirasakan yaitu misalnya dilakukan
palpasi dengan penekanan di daerah ulu hati dan di bawah
lengkung iga sebelah kanan. Nyeri abdomen berat dan muntah
yang persisten adalah indikasi awal dari kebocoran plasma dan
bisa semakin memperburuk keadaan ketika gejala pasien sudah
berkembang ke keadaan syok. Maka dari itu nyeri abdomen yang
disertai dengan gejala demam tinggi harus diwaspadai. Nyeri
abdomen inilah yang mengakibatkan menurunan nafsu makan
sehingga pasien bisa menjadi malnutrisi jika berlansung dalam
jangka waktu yang lama.
b. Muntah Parsisten
Muntah merupakan keadaan dimana proses traktus
gastroinstestinal membersihkan dirinya sendiri dikarenakan adanya
rangsangan seperti iritasi organ gastrointestinal secara luas,
berlebihan, dan non iritasi (obstruksi saluran nafas), penggunaan
obat tertentu seperti opiad, kemoterapi, toksin bakteri, virus, serta
kehamilan yang bisa merangsang zona kemoreseptor pencetus.
Setelah zona kemoreseptor pencetus, rangsangan akan berlanjut ke
pusat muntah di sistem saraf pusat. Lalu rangsangan di pusat
muntah dilanjutkan ke diafragma (suatu sekat antara dada dan
perut) dan otot-otot lambung, yang menyebabkan turunnya
diafragma dan kontriksi (pengerutan) otot-otot lambung. Hal itu
kedepannya mengakibatkan naiknya tekanan di dalam perut
khususnya lambung dan menyebabkan keluarnya isi lambung
sampai ke mulut.
Muntah pada DBD lebih sering ditemui di lima hari
pertama sakit. Muntah persisten sendiri adalah muntah yang terjadi
setiap kali penderita mencoba untuk minum selama 24 jam
sehingga penderita tidak dapat menahan makanan atau cairan
keluar dari mulut. Muntah persisten dapat diartikan muntah dengan
jumlah keluaran dan kekuatannya besar sehingga keinginan utnuk
mengasup makanan dan minuman menjadi menurun dan ini bisa
menyebabkan pasien menjadi malnutrisi.
c. Pendarahan Mukosa
Trombosit (platelet) merupakan komponen penting dari
plug pembuluh darah yang tersusun selama hemostasis untuk
menghambat kehilangan darah sekunder akibat kerusakan
pembuluh darah. Trombositopenia diartikan sebagai gangguan
hematologi yang dicirikan oleh turunnya jumlah trombosit darah.
Penurunan kadar jumlah trombosit / fungsi disini dapat terjadi
melalui berbagai jenis mekanisme, antara lain termasuk kerusakan
autoimun, sekuestrasi limpa, infiltrasi sel-sel tumor pada sumsum
tulang, infeksi (misalnya infeksi dengue), dan efek samping obat.
Gangguan trombosit nyata dalam gejala-gejala yang paling sering
adalah perdarahan kulit di lokasi pungsi vena berupa petechiae,
purpura, dan perdarahan membran mukosa (mulut, hidung dan
genital) namun sistem ginjal dan pencernaan juga dapat
memperlihatkan tanda-tanda perdarahan. Akibat dari pendarahan
mukosa ini membuat penderita kekurangan zat gizi hingga efek
terburuknya yaitu menghambat organ dalam mengasup zat gizi
yang dikonsumsi oleh penderita.
2. Syok dan Kematian
Terdapat sebagian besar penderita DBD yang tidak menunjukan
gejala, atau hanya ditandai dengan demam yang tidak khas. Dapat juga
terjadi adanya beberapa gejala demam dengue (DD) yang klasik
seperti demam tinggi yang terjadi secara tiba-tiba, sakit pada kepala,
nyeri dibagian belakang bola mata (retro-orbital), rasa sakit di otot dan
tulang, badan lemah dan lemas, muntah, sakit pada tenggorokan, serta
ruam kulit makulopapuler. Tingkat berat dan tidaknya nyeri otot dan
tulang yang dialami dapat mengakibatkan demam dengue disebut
sebagai demam patah tulang (breakbone fever). Kemudian sebagian
kecil penderita DBD jika mengalami infeksi yang kedua oleh serotipe
lainnya dapat mengakibatkan perdarahan dan kerusakan endotel atau
vaskulopati. Kebocoran vaskuler ini dapat mengakibatkan
terbentuknya hemokonsentrasi dan efusi cairan yang dapat
menimbulkan kolaps sirkulasi. Keadaan ini dapat memicu kejadian
sindrom syok dengue pada penderita (dengue shock syndrome: DSS),
serta pemicu kejadian kematian yang lebih tinggi dibandingkan dengan
perdarahan itu sendiri.[ CITATION Hud16 \l 1033 ]
2.1.2 Pengobatan
2.1.2.1 Medika Mentosa ( Interaksi Obat dan Makanan )
Pada penyakit demam berdarah dengue, pengobatan yang digunakan
pada penderita nya dibedakan menjadi 2, yaitu pengobatan pendeita demam
berdarah dengue tanpa shock dan pengobatan penderita demam berdarah
disertai shock [ CITATION Rah09 \l 1033 ] :
a. Pengobatan Penderita Demam Berdarah Dengue Tanpa Shock.
1. Penggantian Cairan
Penderita DBD diberi minum sebanyak 1,5 - 2 liter dalam
waktu 24 jam. Jika keadaan pasien masih terus muntah atau
hematocite terut meningkat, maka pasien diberikam infus dengan
ringer’s lactate atau Nacl 0,9%- glukosa 10%.
2. Pemberian Obat-Obatan
Antipiretika dengan golongan acetaminopen dan dosis
pemberiannya sesuai dengan umur pasien.
Antikonvulsan ( obat antikejang )
3. Pengamatan Penderita
Pengamatan penderita meliputi pengamatan keadaan umum,
denyut nadi, tekanan darah, suhu, pernafasa, dan monitoring
Hemoglobin (Hb) serta trombosit.
b. Pengobatan Penderita Demam Berdarah Dengue Disertai Shock.
1. Penggantian Cairan
Cairan yang digunakan dalam pengobatan ini caitu cairan
rinfer’s lactate atau Nacl 0,9% - glukosa 10% dengan masing-
masing kecepatan tetesan 20 ml/kg BB/ jam. Apabila sudah teratasi,
lalu diberikan cairan 10ml/kgBB.
2. Oksigen.
Pemberian pengobatan jenis oksigen ini diberikan kepada
semua penderita DBD disertai shock.
3. Pemberian Obat-Obatan
Antibiotika, obat ini tidak diindikasi kecuali pada shock yang
berkepanjangan atau diduga ada infeksi bakteri.
Kortikosteroid, obat ini masih memerlukan penyesuaian, sebab
perlu tidaknya obat ini diberikan pada pasien pengobatan DBD
disertai shock.
Heparin, obat ini diberikan kepada penderita kadar trombosit
dan fibrinogen yang rendah dan disertai peninggian pada kadar
Fibrin-Fibrinogen Degradation Product dan adanya kelainan
hemostatik, penggunaan heparin perlu dipertimbangkan.
4. Pengamatan
Adanya observasi penderita dengan keadaan umum setiap
0.5 jam, memeriksa Hb dan HT setiap 6 jam dan mengawasi cairan
secara teliti.
Pada pengobatan penyakit Demam Berdarah Dengue terdapat Drug
Related Problems, meskipun kejadian ini tidak diharapkan dari pengalaman
pasien akibat terapi obat, maka jenis jenis DRP antara lain [ CITATION Rah09
\l 1033 ] :
a. Indikasi tidak tepat
b. Obat yang tidak efektif
c. Pemberian obat yang tidak aman
d. Ketidakpatuhan
Interaksi obat ini mewakili 1 dari 9 kategori drug related problems
yang termasuk dalam identifikasi sebagai kejadian dari drug therapy.
Interaksi obat yang terjadi ketika farmakodinamika dari obat dalam tubuh
berubah karena adanya satu atau lebih interaksi antar substansi. Selain
interaksi obat antar obat, obat juga dapat berinterkasi dengan makanan,
minuman, nutrisi (vitamin dan mineral), pengobatan interaktif ( produk
herbal), formulasi obat ( exipiens), asap rokok.[ CITATION Can10 \l 1033 ]
Beberapa jenis obat antibiotik yang memiliki interaksi pada makanan yaitu
[ CITATION Wib18 \l 1033 ] :
Antibiotik ( Siprofloksasin, Tetrasiklin, Azitromosin) jenis ini tidak
boleh diminum bersamaan dengan susu atau produk susu manapun.
Karena akan menyebabkan senyawa khealat yang dapat membentuk
antibiotik yang sulit untuk diserap dalam tubuh sehingga menyebabkan
gagal terapi.
Pada antibiotik golongan Fliorokuinolon tidak boleh dikonsumsi
dengan makanan yang mengandung zat besi ( sayur bayam/ daging)
karena dapat menurunkan kinerja antibiotik tersebut.
Konsumsi kopi bersamaan dengan obat antibiotik juga dapat memicu
susunan syaraf pusat seperti menungkatkan denyut jantung,
menimbulkan rasa cemas, dan menyebabkan gangguan tidur.
Seperti pada umumnya konsumsi obat, saat konsumsi antibiotik pasien
tidak diperkenankan meminum teh bersamaan. Karena hal ini
menghambat penyerapan obat yang mengandung zat besi dan senyawa
lainnya.
2.1.2.2 Terapi Diet secara teori
Terapi diet adalah pengobatan dengan makanan yang ditentukan
dan dikendalikan untuk tujuan tertentu. Terapi diet ini diberikan pada
pasien yang menderita penyakit, seperti penyakit infeksi. Pada penyakit
infeksi sering disertai penurunan berat badan, serta adanya penungkatan
resiko dehisrasi dan demam. Sehingga pemberian asupan makanan dan
cairan yang cukup sangat diperlukan untuk mengurangi keparahan penyakit
infeksi. Pada penderita penyakit DBD, tidak ada diet khusus atau
pantangan, namun hanya memerlukan makanan yang memiliki kandungan
gizi tinggi agar daya tahan tubuh lebih kuat. Pada intinya semua penyakit
yang disebabkan oleh virus hanya perlu untum memperkuat ketahanannya.
Maka penatalaksanaan terapi diet yanh diberikan kepada pasie DBD adalah
diet Tinggi Energi Tinggi Protein (TETP).[ CITATION SRH06 \l 1033 ]
Diet Tinggi Energi Tinggi protein (TETP) atau tinggi kalori tinggi
protein adalah diet yang memiliki kandungan energi dan protein diatas
kebutuhan normal. Diet ini diberikan dalam bentuk makanan biasa
ditambah bahan makanan yang mengandung sumber protein seperti susu,
telur, dan daging atau dalam bentuk minuman enteral. Diet ini diberikan
pada pasien yang telah mempunyai cukup nafsu makan dan dapat
menerima makanan lengkap.[ CITATION Alm06 \l 1033 ]
Tujuan Diet Tinggi Energi Tinggi Protein
Diet tinggi energi tinggi protein (TETP) memiliki tujuan untuk
memenuhi kebutuhan energi dan protein yang mengingkatkan untuk
mencegah dan mengurangi kerusakan jaringan tubuh. Selain itu,
pemberian diet ini juga berguna untuk menambah berat badan
hinggamencapai berat badan normal.[ CITATION SRH06 \l 1033 ]
Syarat dan Pinsip Diet Tinggi Energi Tinggi Protein
Adapun syarat dan prinsip diet tinggi energi tinggi protein yaitu :
a. Energi tinggi , yaitu 40-45kkal/kg BB
b. Protein tinggi , yaitu 2,0-2,5 gr/kg BB
c. Lemak cukup, yairu 10-25% dari kebutuhan energi total.
d. Karbohidrat cukup, yaitu sisa dari kebutuhan energi total.
e. Vitamin dan mineral cukup, sesuai kebutuhan normal.
f. Makanan diberikan dalam bentuk mudah cerna.[ CITATION SRH06 \l
1033 ]
Jenis Diet Tinggi Energi Tinggi Protein
Pada penelitian yang dilakukan [ CITATION Alm06 \l 1033 ] di
beberpa RSU di Jakarta yang menunjukan bahwa ada 20-60% pasien
menderita kurang gizi pada saat dirawat di RS. Menurut kandungan
protein dan kalori, diet tinggi energi tinggi protein memiliki 2 jenis,
yaitu :
a. Diet tinggi energi tinggi protein I ( 2600kkal/hari, 100 gr
protein/hari)
b. Diet tinggi energi tinggi protein II ( 3000 kkal/hari, 125 gr
protein/hari)
Maka diperoleh bahwa kandungan zat gizi pada diet tinggi energi
tinggi protein digunakan kurang lebih 10% dari standart yang telah
ditentukan.
Indikasi Pemberian Diet Tinggi Energi Tinggi Protein
Diet tinggi energi tinggi protein dapat diberikan kepada beberapa
jenis pasien dalam kondisi tertentu yaitu :
a. Gizi kurang, defisiensi kalori, protein , dan anemia
b. Hyperthyroid
c. Sebelum dan sesuai oprasi tertentu
d. Baru sembuh dari penyakiy dengan panas tinggi atau penyakit
yang berlangsung lama dan telah dapat menerima makanan dengan
lengkap.
e. Trauma, combutio, mengalami pendarahan banyak.
f. Pasien hamil dan post partum.[ CITATION Nai13 \l 1033 ]
Manfaat Pemberian Diet Bagi Proses Penyembuhan.
Pemberian diet yang merupakan upaya dalam memenuhi
kebutuhan gizi pasien yang dilakukan melalui pelayanan gizi rawat
inap. Pelayanan gisi rawat inap adalah serangkaian kegiatan terapi diet
gizi yang dilakukan di institusi kesehatan seperti rumah sakit untuk
pemenuhan kebutuhan gizi pasien untuk keperluan metabolisme tubuh,
peningkatan kesehatan, maupun mengjoreksi kelainan metabolisme
dalam upaya promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif. [ CITATION
Dep05 \l 1033 ]
Manfaat lain pemberian diet tinggi energi tinggi protein untuk
memenuhi kebutuhan energi dan protein yang semakin meningkat
akibat proses penyakit. Pemberian protein yang adekuat penting untuk
membantu proses penyembuhan dan sel kekebalan aktif.[ CITATION
Nai13 \l 1033 ]
2.2 Asuhan Gizi
2.2.1 Assessment
Assessmen gizi merupakan langkah awal dalam pelaksanaan suatu asuhan
gizi, dimana tahap assesmen merupakan suatu langkah yang sistematis dengan tujuan
mendapatkan,memverifikasi dan menginterpretasikan data yang dibutuhkan dalam
mengidentifikasi masalah terkait gizi, penyebab dan implikasi pada pasien.
[ CITATION Han19 \l 1033 ] data yang di dapat pada assemen, dimana data tersebut
yang nantinya digunakan sebagai dasar dalam menegakkan diagnose gizi dan
intervensi gizi. [CITATION Han15 \l 1033 ]
2.2.1.1. Pengukuran Atropometri
Antropometri merupakan suatu dimensi fisik dan tubuh manusia
pada berbagai tingkat usia dan dan tingkat gizi, pengukuran antropometri
merupakan salah satu penilaian status gizi pada pasien secara langsung.
[ CITATION Han15 \l 1033 ]
1. Pengukuran BBI [ CITATION Han15 \l 1033 ]
Pengukuran Berat Badan Ideal ( BBI ) pada anak menurut WHO :
Tabel 1. Pengukuran BBI
Usia Rumus BBI
0 – 11 bulan (n+2)/2
1 – 6 tahun 2n + 8
7 – 12 tahun ( 7n – 5 ) /2
Sumber : [ CITATION Han15 \l 1033 ]
Keterangan :
n ( untuk 0 - 11 bulan ) = usia dalam bulan
n ( untuk 1 - 12 tahun ) = usia menurut tahun
Pengukuran Berat Badan Ideal ( BBI ) pada orang dewasa :
a) Pedoman pelayanan dietetika RS, Depkes RI
BBI perempuan = TB2 x 21
BBI laki – laki = TB2 x 22,5
b) Rumus Brocca modifikasi
BBI = ( TB – 100 ) – 10%
Untuk umur lebih 40 tahun, TB wanita kurang dari 150 cm, dan
TB pria kurang dari 160 cm, maka menggunakan :
BBI = TB – 100
Keterangan :
TB : Tinggi badan
2. Konversi BB/TB estimasi [ CITATION Han15 \l 1033 ]
Konversi BB/TB estimasi menggunakan Lingkar Lengan Atas
( LILA )
LILA Aktual
% deviasi dari standar = x 100 %
Nilai Standart ( buku Hardvard )
Kriteria status gizi berdasarkan LILA
Keterangan :
Tabel 4. Keterangan Frame Size
Frame size R
Laki - laki Perempuan
IMT = BB ( Kg )
¿¿
Klasifikasi Berat Badan berdasarkan IMT untuk orang Asia
Dewasa
Tabel 12.Kalsifikasi IMT
Kriteria Nilai IMT
Underweight < 18,5
Normal 18, 5 – 22,9
Overweight ( berisiko ) 23,0 – 24,9
Obesitas 1 25,0 – 29,9
Obesitas 2 > 30,0
Sumber : [ CITATION Han15 \l 1033 ]
LILA Aktual
x 100 %
Nilai Standart ( buku Hardvard )
Kriteria status gizi berdasarkan LILA :
Tabel 13. Status gizi berdasarkan LILA
Kriteria Nilai
Obesitas > 120 % standar
Overweight 110 – 120 % standar
Normal 90 – 110 % standar
Kurang 60 – 90 % standar
Buruk < 60 % standar
Sumber : [ CITATION Han15 \l 1033 ]
Wanita : 33 – 43%
Bayi : 44 – 64%
Wanita : 12 – 15 mg/dL
Bayi : 14 – 14 mg/dL
Wanita : 12 – 15 mg/dL
Ibu hamil : 11 mg/dL
Bayi : 14 – 14 mg/dL
5 Total kolesterol < 200 mg/dl
6 Transferrin 215 – 380 mg/dl
7 Trigliserida < 160 mg/dl
8 Eritrosit 4,5 – 5,5 juta/ml
9 Trombosit 150 – 400 ribu/ml
10 Leukosit 5 – 10 ribu/ml
11 SGOT < 37 U/I
12 SGPT < 42 U/I
13 BUN 7 – 20 mg/dl
14 Ureum 10 – 50 mg/dl
Sumber : [ CITATION Han15 \l 1033 ]
3 – 6 tahun 80 – 110 95
6 – 12 tahun 75 - 105 90
12 – 18 tahun 60 -100 80
≥60 tahun 67 - 80 74
Atlet 40 - 60 50
1 bulan 85/54
1 tahun 95/65
6 tahun 105/65
10 – 13 tahun 110/65
14 – 17 tahun 120/75
Dewasa <120/80
>43 °C Fatal
41 – 43 °C Hyperpirexia
3 – 40 °C Pyrexia
34 – 36 °C Hypotermia
<34 °C Fatal
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Demam Berdarah Dengue atau yang biasa disebut dengan DBD yang merupakan
penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue. Demam berdarah dengue sendiri
merupakan salah satu penyebeb utama kesakitan serta kematian di negara tropis dan sub
tropis di seluruh dunia. Masa inkubasi virus dengue dalam tubuh manusia (inkubasi
intrinsik) kurang lebih antara 3-14 hari sebelum munculnya gejala DBD, gejala klinis pada
umumnya muncul di hari ke-4 sampai ke-7, sedangkan masa inkubasi ekstrinsik (di dalam
tubuh nyamuk) berlangsung kurang lebih 8-10 hari. tanda dan gejala yang terjadi pada
seseorang yang mengalami demam berdarah dengue yaitu seperti demam tinggi selama 2
sampai 7 hari, perdarahan yang ditandai dengan uji bending positif, petekeie, ekimosis,
purpura, perdarahan mukosa, epistaksis, perdarahan gusi, hematemesis atau melena.
Pembesaran hati serta terjadi syok. Faktor risiko terjadinya DBD dipengarhi oleh cuaca,
rendahnya prilaku hidup bersih dan sehat. Untuk faktor penyebab terjadinya DBD yaitu
adanya virus dengue yang termasuk dalam kategori B Arthropod Borne Virus
(Arboviroses)
Konsekuensi dalam terjadinya penyakit DBD yang dihadapi oleh seseorang yaitu
dapat terjadi malnutrisi serta dapat terjadi syok dan kematian. Pada penyakit demam
berdarah dengue (DBD) dapat diberikan terapi diet TETP yaitu Tinggi Energi Tinggi
Protein, atau yang biasa kita ketahui dengan sebutan TKTP. Diberikan diet TETP untuk
dapat memenuhi kebutuhan energi serta protein yang meningkatkan untuk mencegahserta
mengurangi kerusakan yang trejadi pada jaringan tubuh. Pemberian diet TKTP atau TETP
ini diberikan kepada pasien daam kondisi tertentu sperti gizi kurang, defisien kalori,
defisiensi protein, anemia, hyperthyroid, danlain – lain.
Asuhan gizi yang dilakukan pada penderita DBD yaitu dengan melakukan
Assesment yaitu dengan pengukuran antropometri, biokimia, fisik klinis, dietary history,
dan riwayat personal, Diagnosa gizi yaitu dengan melakukan pemberian nama pada
masalah gizi secara aktual, intervensi dengan melakukan pemberian diet pada penyakit
DBD yaitu diet TETP atau TKTP, dan melakukan monitoring terkait dengan penyakit
Dema Berdarah Dengue terkait dengan data antropometri, asupan makanan, biokimia serta
fisik klinis yang telah di dapatkan hasilnya untuk mencapai keadaan atau nilai yang
optimal.
DAFTAR PUSTAKA
Almatsier, S. (2006). Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Pustaka Utama.
Almatsier, S. (2010). Penuntut Diet (Edisi baru). Jakarta: PT.Gramedia Pustaka Umum.
Candra, A. (2010). Demam Berdarah Dengue : Epidemiologi, Patogenesis, dan Faktor
risiko penularan. Aspirator, II, 110 - 119.
Cucunawangsih. (2015). Diagnosis Klinis Dini Penyakit Dengue Pada Pasien Dewasa.
Febrianti, U. C., Permatasari, A., A, T. A., A, E. N., Andriyanti, F., P, A. A., et al.
(2019). Pedoman Asuhan Gizi Tersandart (PAGT) Pada Pasien Demam Berdarah Kasus
2 (DengueHemorragic Fever).
Handayani, D., & Kusumastuty, I. (2019). Diagnosis Gizi. Malang: UB Press.
Handayani, D., Anggraeny, O., Dini, C. Y., Kurniasari, F. N., Kusumastuty, I., Tritisari,
K. P., et al. (2015). Nutrition Care Process (NCP). Yogyakarta: Graha Ilmu.
Huda, A. K. (2016). Upaya Peningkatan Kebutuhan Nutrisi Pada Anak Dengan Dengue
Haemorrhagic Fever.
Kesehatan, D. (2005). Pedoman Umum Gizi Seimbang. Jakarta: Direktorat Jendral
Pembinaan Kesehatan Masyarakat, Direktorat Bina Gizi Masyarakat.
Lisa, V. (2016). Karakteristik Hematologi Pasien Demam Berdarah Dengue Di Bagian
Penyakit Dalam RSUD Arifin Achmad Provinsi Riau Periode 1 Januari - 31 Desember
2013. jom FK, III.
Lordo, S. (2013). Penatalaksanaan Demam Berdarah Dengue Dengan Penyulit CDK-208.
Mustari, R., & Yuniarti. (2019). Hubungan Penyuluhan Kesehatan Dengan Pengetahuan
Remaja Tentang Demam Berdarah Dengue (DBD) Pada Siswa Kelas VII Di SMP Negeri
27 Kota Makassar. Jurnal Ilmiah Media Bidan.
Naigollon, H. (2013). Analisis Diet Tinggi Kalori Tinggi Protein (TKTP) Pada penderita
TB Paru rawat Inap Di Rumah Sakit Martha Friska Pulo Brayan pada tahun 2012.
Nuraini, & dkk. (2017). Dietetika Penyakit Infeksi. Ppsdm Kemenkes.
Permatasari, A. P. (2012). Pngaruh Status Gizi Terhadap Demam Berdarah Dengue Di
Instalasi Rawat Inap Anak RSUD Tangerang Tahun 2011. Skripsi.
Persatuan Ahli Gizi Indonesia & Asosiasi Ditesien Indonesia. (2019). Penuntut Diet dan
Terapi Gizi. Jakarta: EGC.
Persatuan Ahli Gizi Indonesia. (2013). Konseling Gizi. Jakarta: Penebar Plus.
Puspta, Dhanang, Nugroho, K. P., & sari, N. K. (2018). Dukungan Perawat Dan Keluarga
Dalam Pemberian Asupan Nutrisi Cairan Pada Pasien Penderita Demam Berdarah Di
Rumah Sakit Paru Dr. Ario Wirawan, Salatiga. Jurnal Kesehatan Kusuma Husada.
Rahmawati, R. D. (2009). Identifikasi DRUG RELATED PROBLEMS Pada Pasien
Anak Demam Berdarah Di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Umum Boyolali Tahun
2007. Skripsi, 1 -19.
RI, K. K. (2011). Promosi Kesehatan di Daerah Bermasalah Kesehatan Panduan Bagi
Petugas di Puskesmas. Jakarta.
RI, K. K. (2015). Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2014. Jakarta.
SR, H., S, S., S, W., & Sutroso. (2006). Tatalaksana Demam Berdarah Dengue Di
Indonesia. Jakarta: Direktorat Jendral Pemberantas Penyakit Menular Dan Penyehatan
Lingkungan.
Sugiarto, & Christine. (2014). Hubungan Tekanan Darah Dan Frekuensi Denyut Nadi
Dengan Jumlah Trombosit Dan Hematokrit Pada Hari Keempat Setelah Onset Demam
Pasien Dengue Haemorrhagic Fever Di Rumah Sakit Umum Daerah Cibabat Periode
Oktober.
Sumapradja, M. G., fayakun, Y., & Widyastuti, D. (2011). Proses Asuhan Gizi
Terstandart in : Iwaningsih, S., Utami, S., dan Moviana Y. (eds.) Proses Asuhan Gizi
Terstandart (PAGT). Jakarta: Abadi Publishing & Printin.
Sutedjo. (2008). Mengenal Penyakit Melalui Pemeriksaan Laboratorium. Yogyakarta:
Medika Fakultas Kedokteran UGM.
Syahrias, L. (2018). Faktor Prilaku Pencegahan Demam Berdarah Dengue (DBD) Di
Kelurahan Mangsang, Kota Batam. Jurnal Dunia Kesmas, VII, 134 - 139.
Utami, R. S. (2015). Hubungan Pengetahuan Dan Tindakan Masyarakat Dengan Kejadian
Demam Berdarah Dengue (DBD) (Studi Di Kelurahan Putat Jaya Surabaya Tahun 2010 -
2014). Jurnal Berkala Epidemiologi.
Utami, T., Sukendi, & Agrina. (2020). Startegi Penurunan Kejadian Penyakit Demam
Berdarah Dengue di Wilayah Kerja Puskesmas Gajah Mada Tembilahan. III, 49 - 53.
Warsidi, E. (2009). bahaya Dan Pencegahan DBD. Bekasi: Mitra Utama.
WHO. (2012). Panduan Lengkap Pencegahan Dan Pengendalian Dengue & DBD.
Jakarta: EGC.
Wibowo, M. I., Pratiwi, R. A., & Sundhani, E. (2018, Desember). Studi Prospektif
Potensi Interaksi Obat Golongan Antibiotik Pada pasien Pediatri Di RRumah Sakit
Ananda Purwokerto. Jurnal Farmasi Indonesia, XV, 243 - 256.
Zein, D. A. (2015). GAMBARAN KARAKTERISTIK WARNONG SIGN WHO 2009
PADA PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) ANAK DAN DEWASA.