Anda di halaman 1dari 44

MAKALAH DIETETIK INFEKSI DAN DEFISIENSI

"DEMAM BERDARAH DENGUE"


Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah : Dietika Penyakit Infeksi dan Defisiensi
Dosen Pengampu : Zana Fitriana Octavia, S.Gz.,M.Gizi

Disusun oleh:
Kelompok 2

Aisyatul Isnaini 1807026004


Nurul Khosiat 1807026005
Fajrin Nabatah B 1807026006
Fitrotul Kamila 1807026007
Imas Ilaika P.U 1807026015
Nabilah Putri M 1807026019
Pucang Cendani P.K 1807026031

PROGRAM STUDI ILMU GIZI


FAKULTAS PSIKOLOGI DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2021
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) telah dikenal di Indonesia sebagai
penyakit yang endemis di masyarakat, terutama sangat berbahaya bagi kalangan anak-
anak. Penyebab penyakit ini adalah virus Dengue dan ditularkan melalui gigitan nyamuk
Aedes aegypty sebagai faktor utama, disamping nyamuk Aedes albopictus. Demam
dengue dapat menyebabkan demam tinggi, ruam, dan nyeri otot dan sendi. Sedangkan
demam berdrah dengue (DBD) dapat menyebabkan kebocoran plasma yang
mengakibatkan perdarahan serius, penurunan tekanan darah tiba-tiba (syok), hingga
bahkan kematian.[ CITATION War09 \l 1033 ]
Indonesia penyakit DBD masih merupakan masalah kesehatan karena masih
banyak daerah yang endemik. Daerah endemik DBD pada umumnya merupakan sumber
penyebaran penyakit ke wilayah lain. Setiap kejadian luar biasa (KLB) DBD umumnya
dimulai dengan peningkatan jumlah kasus wilayah tersebut. Penyakit DBD mempunyai
perjalanan yang sangat cepat dan sering menjadi fatal karena banyak pasien yang
meninggal akibat penanganannya yang terlambat. Demam berdarah dengue disebut juga
dengan dengue hemorragic fever (DHF), dengue fever (DF), demam dengue (DD), dan
dengue shock syndrome (DSS).[ CITATION War09 \l 1033 ]
Penyakit demam berdarah yang disebabkan oleh virus ini dapat menyerang siapa
saja, dari tingkat anak- anak hingga orang dewasa. Pada umumnya penderita demam
berdarah sebelumnya mengalami gejala yang sangat bervariasi. Mulai demam ringan
sampai gejala yang paling berat, seperti penderita mengalami muntah-muntah atau berak
darah. Biasanya penderita demam berdarah dialami oleh bayi atau anak-anak, ditandai
dengan ruam-ruam pada kulit. [ CITATION War09 \l 1033 ]
Demam Berdarah Dengue (DBD) dalam beberapa tahun terakhir telah menjadi
masalah kesehatan internasional yang terjadi pada daerah tropis dan subtropik di seluruh
dunia terutama daerah perkotaan dan pinggiran kota. Distribusi geografis demam berdarah,
frekuensi dan jumlah kasus DBD telah meningkat tajam selama dua dekade terakhir.
Frekuensi menunjukkan kepada besarnya masalah kesehatan yang terdapat pada kelompok
masyarakat sedangkan jumlah kasus adalah jumlah mereka yang terkena atau terserang
penyakit DBD. Diperkirakan 2,5 milyar penduduk (sekitar 2/5 dari populasi penduduk
dunia) sangat berisiko terinfeksi DBD. [ CITATION WHO12 \l 1033 ]
DBD masih menjadi prioritas utama masalah kesehatan Indonesia untuk penyakit
menular. Demam berdarah merupakan salah satu penyebab kematian terbesar pada usia
sekolah dan remaja di Indonesia. DBD merupakan penyakit menular yang berpotensi
menimbulkan Kejadian Luar Biasa (KLB). [ CITATION Kem15 \l 1033 ]
Berdasarkan laporan Direkotar jenderal pengendalian penyakit dan penyehatan
lingkungan, ada beberapa faktor yang menyebabkan permasalahan DBD yang selalu
meningkat yaitu: 1) kurangnya peran serta masyarakat dalam pengendalian DBD, terutama
pada kegiatan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) meskipun pada umumnya
pengetahuan tentang DBD dan cara-cara pencegahannya cukup tinggi, 2) kurangnya jumlah
dan kualitas SDM pengelola program DBD disetiap jenjang administrasi, 3) kurangnya
kerjasama serta komitmen lintas sektor dalam pengendalian DBD. [ CITATION Kem111 \l
1033 ]
Dalam makalah ini penulis akan bahas lebih mendalam mengenai Demam Berdarah
Dengue termasuk strategi, etika dan hukum dalam pemberantasan penyakit menular
tersebut.

BAB II
ISI
2.1 Tinjauan Pustaka
2.1.1 Tinjauan Pustaka Umum
2.1.1.1. Pengertian Penyakit Demam Berdarah Dengue ( DBD )
Demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit yang sudah
tersebar luas di sebagian besar wilayah tropis dan sub tropis terutama Asia
Tenggara. Host alami demam berdarah dengue adalah manusia, lalu agent
DBD adalah virus dengue yang ditularkan ke manusia melalui gigitan
nyamuk yang terinfeksi, biasanya yaitu gigitan nyamuk Aedes aegypti dan
Ae. albopictus yang dapat ditemukan hampir di seluruh daerah Indonesia.
Masa inkubasi virus dengue dalam tub uh manusia (inkubasi intrinsik)
kurang lebih antara 3-14 hari sebelum munculnya gejala DBD, gejala
klinis pada umumnya muncul di hari ke-4 sampai ke-7, sedangkan masa
inkubasi ekstrinsik (di dalam tubuh nyamuk) berlangsung kurang lebih 8-
10 hari. [ CITATION Can10 \l 1033 ]
Infeksi virus dengue merupakan infeksi yang disebabkan oleh virus
dengue kelompok arbovirus, yang bergejala klinis dari yang paling ringan
(mild undifferentiated febrile illness), demam dengue (DD), demam
berdarah dengue (DBD) hingga demam berdarah dengue disertai syok
(sindrom syok dengue = SSD) (Devi Yanuar, 2015). DBD merupakan
penyakit infeksi yang disebabkan virus dengue yang memiliki gejala klinis
seperti demam, perdarahan (terutama di kulit), hepatomegali, dan
kegagalan sirkulasi darah. Pada demam berdarah dengue terjadi
hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit) akibat perembesan plasma.
[ CITATION Per12 \l 1033 ]
Infeksi virus Dengue ini termasuk dalam salah satu penyebab
utama kesakitan dan kematian di negara tropis dan sub tropis di seluruh
dunia. Hanya sebagian orang yang dapat menunjukkan gejala DBD yang
berat (tidak semua memiliki gejala yang sama). Ada yang menderita DBD
dengan gejala demam ringan yang nantinya dapat sembuh dengan
sendirinya atau bahkan ada yang tidak bergejala sakit sama sekali
(asimtomatik). Sebagian lagi dapat menderita DBD saja namun tidak
mengakibatkan kebocoran plasma hingga kematian. [ CITATION Uta15 \l
1033 ]
2.1.1.2. Gejala yang Berhubungan dengan Keadaan Gizi
DBD memiliki tanda-tanda klinis yang mirip dengan demam
dengue, tetapi disertai dengan tanda kegagalan sirkulasi dan perdarahan
yang dapat mengakibatkan kematian. Gejala klinik menderita DBD yakni
demam tinggi, nyeri kepala berat (retroorbital), kemerahan di wajah, nyeri
otot, nyeri sendi, mual dan muntah, nafsu makan menurun dan nyeri
abdomen akut. Tanda-tanda perdarahan yang serius bisa berupa epistaksis,
perdarahan gusi, petekie, ekimosis, hematemesis, melena, dan perdarahan
vagina. Ciri khas DBD utama adalah kebocoran plasma yang terlihat
dengan gangguan sirkulasi berupa hipotensi, takikardi, sempitnya tekanan
nadi dan tertundanya pengisian kembali kapiler. Dapat terjadi efusi pleura
dan asites. Selain itu juga terdapat komplikasi yang jarang terjadi pada
penderita DBD, yakni adalensefalopati, ensefalitis, gagal hati, miokarditis,
dan DIC (disseminated intravascular coagulation). [ CITATION Lor13 \l
1033 ]
Tanda gejala klinis dari infeksi virus dengue sangat beranekaragam
mulai dari flu-like syndrome atau penyakit ringan yang dikenal sebagai
klasik Demam Berdarah (DF) hingga ke bentuk yang lebih parah yaitu
Demam Berdarah Dengue (DBD) dan berpotensi besar menjadi Dengue
Shock Syndrome (DSS) yang disertai dengan koagulopati, dan
peningkatan permeabilitas pembuluh darah kapiler. [ CITATION Cuc15 \l
1033 ]
 Demam tinggi mendadak tidak terdapat sebab yang jelas dan
berlangsung terus menerus selama 2-7 hari
 Terdapat gejala perdarahan yang ditandai dengan :
1. Uji bendung positif
2. Petekie, ekimosis, purpura
3. Perdarahan mukosa, epistaksis, perdarahan gusi
4. Hematemesis atau melena
 Pembesaran hati
 Syok, ditandai frekuensi denyut nadi yang dapat dirasakan berdenyut
cepat dan lemah sampai tidak dapat dirasakan sama sekali,
penyempitan tekanan nadi ( ≤ 20 mmHg), hipotensi sampai tidak dapat
diukur, kaki dan tangan dingin, kulit lembab, capillary refill
timememanjang (> 2 detik), dan pasien terlihat gelisah [ CITATION
Per12 \l 1033 ]
Kematian pasien DBD sering kali dikarenakan oleh diagnosis yang
terlambat dilakukan. Diagnosis DBD umumnya sukar untuk dilakukam
pada awal penyakit terutama pada DBD yang memiliki tanda dan gejala
yang tidak spesifik. Gejala awal DBD mulanya hampir sama dengan
penyakit lain, seperti demam tifoid, faringitis akut, ensefalitis, campak, flu
atau infeksi saluran nafas akut lainnya yang disebabkan oleh virus. Dokter
yang menangani DBD ini diwajibkan ketelitiannya saat mendiagnosis
infeksi virus dengue, menilai gejala penyakit, kecermatan pengamatan
klinis dan interpretasi laboratorium yang tepat. Adanya pemeriksaan klinis
yang benar dan lengkap disertai dengan pemeriksaan penunjang
laboratorium diyakini dapat membantu terutama apabila terdapat gejala
klinis yang kurang memadai. Patokan untuk menetapkan diagnosis DBD
yaitu dengan menggunakan kriteria yang dibuat oleh World Health
Organization (WHO) tahun 2009 yang terdiri atas kriteria klinis dan
laboratorium. Standar gejala klinis DBD yaitu seperti demam tinggi
mendadak terus menerus tanpa sebab yang jelas, adanya manifestasi
perdarahan, hepatomegali, serta adanya syok. Sedangkan standar gejala
laboratorium terdiri dari trombositopenia (trombosit <100.000/mm³) dan
adaya kebocoran plasma atau hemokonsentrasi (hematokrit >20%).
[ CITATION Lis16 \l 1033 ]
2.1.1.3. Faktor Risiko dan Faktor Penyebab
Tidak sedikit faktor yang mempengaruhi tingkat keseriusan DBD
yaitu status imun tiap individu, strain / serotipe virus yang menginfeksi,
umur, latar belakang genetik pasien, dan infeksi sekunder dengue. Khusus
pada keadaan gizi buruk, fungsi dari semua organ atau sistem dalam tubuh
akan menurun, termasuk sistem kekebalan tubuh yang mengakibatkan
munculnya gangguan fungsi hati. [ CITATION Per12 \l 1033 ]
Faktor risiko kejadian DBD selain dipengaruhi oleh cuaca juga
dikarenakan rendahnya perilaku masyarakat akan pentingnya hidup bersih
dalam lingkungan yang sehat, serta semakin menurun kepedulian
masyarakat terhadap lingkungan. Faktor perilaku sangat berpengaruh
dalam memaksimalkan derajat kesehatan masyarakat, untuk itu perilaku
meningkatkan pengetahuan, kepedulian dapat menumbuhkan kesadaran
dan ketertarikan pada masyarakat yang nantinya dapat menumbuhkan
sikap untuk berperilaku hidup sehat. Terdapat beberapa faktor yang
berkaitan dengan perilaku untuk mencegah kejadian DBD pada
masyarakat, yakni faktor predisposisi (pengetahuan dan sikap), faktor
pendukung (ketersediaan informas) dan faktor penguat (peran petugas
kesehatan). [ CITATION Sya18 \l 1033 ]
Nyamuk yang menularkan Demam Berdarah Dengue (DBD)
memang dapat dijumpai hampir di seluruh pelosok Indonesia, namun tidak
dapat ditemukan di tempat-tempat dengan ketinggian >1000 meter di atas
permukaan laut (Gita et al, 2007). Di Indonesia penyakit DBD merupakan
masalah kesehatan masyarakat yang sering ditemukan setiap tahunnya,
karena jumlah penderitanya sangat tinggi dan penyebarannya semakin
luas. Kondisi ini juga mendapat mengaruh akibat budaya masyarakat yang
sering sekali membuat penampungan air untuk keperluan rumah tangga
dan kebersihan dirinya. Dari banyaknya tempat penampungan air, bak
mandi merupakan tempat penampungan air yang paling banyak terdapat
larva nyamuk Aedes aegypti. Ini disebabkan karena kamar mandi di
rumah masyarakat Indonesia umumnya keadaannya lembab, kurang
bahkan tidak mendapat sinar matahari, serta sanitasi / kebersihannya
kurang terjaga. [ CITATION Uta20 \l 1033 ]
Faktor penyebab utama DBD yaitu virus dengue yang termasuk
kategori B Arthropod Borne Virus (Arboviroses) yang sekarang dikenal
sebagai genus Flavivirus, famili Flaviviridae. Di dalam katergori tersebut
memiliki 4 jenis serotipe virus dengue, yakni; DEN-1, DEN-2, DEN-3,
dan DEN-4. Serta terdapat 3 faktor yang memiliki peranan utama dalam
penularan infeksi virus dengue, yaitu manusia, virus, dan vektor perantara.
Virus dengue ditularkan ke tubuh manusia melewati gigitan nyamuk
Aedes aegypti. [ CITATION Per12 \l 1033 ]
Penyakit infeksi virus akut ini disebabkan oleh virus Dengue yang
ditunjukkan dengan demam 2–7 hari disertai dengan tanda-tanda lain
seperti perdarahan, penurunan trombosit (trombositopenia), adanya
hemokonsentrasi yang disertai dengan kebocoran plasma (peningkatan
hematokrit, asites, efusi pleura, hipoalbuminemia), serta dapat juga
ditandai dengan gejala- gejala tidak khas seperti nyeri kepala, nyeri otot
dan tulang, ruam kulit atau nyeri belakang bola mata (Rahmawati Sari,
2015). WHO, 2010 menyebutkan bahwa penyakit DBD ini memiliki
gejala berupa demam ringan sampai berat, yang dapat disertai dengan
sakit kepala, nyeri pada mata, otot dan persendian, hingga perdarahan
spontan. [ CITATION Mus19 \l 1033 ]
2.1.1.4. Konsekuensi yang Berhubungan dengan Gizi
1. Malnutrisi
Gangguan untuk keperluan memenuhi kebutuhan nutrisi yang
kurang dari kebutuhan tubuh berkaitan dengan penurunan nafsu
makan. Biasanya manifestasi yang sering muncul pada penderita DBD
adalah mual, muntah, dan rasa sakit saat menelan. Hal inilah yang
mengakibatkan asupan nutrisi yang masuk ke tubuh menjadi
berkurang. Untuk memberikan asupan nutrisi pada penderita baisanya
bentuk makanan yang dikonsumsi harus mudah dikunyah, lembut,
bentuknya menarik berhatian dan bervariasi, serta kandungan gizi
harus sesuai dengan AKG tubuh pemderita. Keseimbangan cairan di
tubuh manusia dapat dipengaruhi oleh banyak sedikitnya asupan
nutrisi dan cairan yang masuk dan keluar, asupan tersebut dapat
berasal dari sumber makanan dan minuman yang dikonsumsi. Apabila
jumlah asupan pasien tersebut tidak adekuat selama rawat inap di RS,
akibatnya dapat terjadi peningkatan morbiditas dan mortalitas lamanya
rawat inap pasien. Kandungan nutrisi dan cairan tersebut sebenarnya
berguna untuk membantu tubuh meningkatkan pembentukan kadar
hemoglobin, kadar trombosit dan untuk mempertahankan sel agar
tidak nekrousis sehingga sangat penting untuk tiap pasien
menghabiskan makanan yang diberikan dari RS. Karna makanan
tersebut sudah dibuat sesuai dengan kebutuhan pasien sehingga jika
pasien menolak untuk konsumsi makan rentang waktu penyembuhan
juga akan berlangsung lebih lama.[CITATION Pus \l 1033 ]
Malnutrisi dapat terjadi karena beberapa sebab yang ditimbulkan
akibat DBD, yaitu [ CITATION Zei15 \l 1033 ] :
a. Nyeri Abdomen
Nyeri abdomen adalah tanda bahaya yang tidak jarang
ditemui pada DBD. Nyeri perut biasanya ditemui titik
kesakitannya di ulu hati dan di daerah bawah lengkung iga sebelah
kanan. Nyeri perut di bawah lengkung iga sebelah kanan lebih
menju pada penyakit DBD dibandingkan nyeri perut di ulu hati.
Penyebab terjadinya nyeri perut di bagian bawah lengkung perut
sebelah kanan adalah adanya pembesaran hati sehingga
menjadikan terjadinya perenggangan selaput yang membungkus
hati. Sedangkan nyeri di ulu hati yang sama dengan gejala sakit
maag (lambung), terjadi dikarenakan oleh rangsangan obat
penurun panas seperti aspirin atau asetosal.
Pemeriksaan fisik sangat dibutuhkan untuk membedakan
nyeri perut yang sedang dirasakan yaitu misalnya dilakukan
palpasi dengan penekanan di daerah ulu hati dan di bawah
lengkung iga sebelah kanan. Nyeri abdomen berat dan muntah
yang persisten adalah indikasi awal dari kebocoran plasma dan
bisa semakin memperburuk keadaan ketika gejala pasien sudah
berkembang ke keadaan syok. Maka dari itu nyeri abdomen yang
disertai dengan gejala demam tinggi harus diwaspadai. Nyeri
abdomen inilah yang mengakibatkan menurunan nafsu makan
sehingga pasien bisa menjadi malnutrisi jika berlansung dalam
jangka waktu yang lama.
b. Muntah Parsisten
Muntah merupakan keadaan dimana proses traktus
gastroinstestinal membersihkan dirinya sendiri dikarenakan adanya
rangsangan seperti iritasi organ gastrointestinal secara luas,
berlebihan, dan non iritasi (obstruksi saluran nafas), penggunaan
obat tertentu seperti opiad, kemoterapi, toksin bakteri, virus, serta
kehamilan yang bisa merangsang zona kemoreseptor pencetus.
Setelah zona kemoreseptor pencetus, rangsangan akan berlanjut ke
pusat muntah di sistem saraf pusat. Lalu rangsangan di pusat
muntah dilanjutkan ke diafragma (suatu sekat antara dada dan
perut) dan otot-otot lambung, yang menyebabkan turunnya
diafragma dan kontriksi (pengerutan) otot-otot lambung. Hal itu
kedepannya mengakibatkan naiknya tekanan di dalam perut
khususnya lambung dan menyebabkan keluarnya isi lambung
sampai ke mulut.
Muntah pada DBD lebih sering ditemui di lima hari
pertama sakit. Muntah persisten sendiri adalah muntah yang terjadi
setiap kali penderita mencoba untuk minum selama 24 jam
sehingga penderita tidak dapat menahan makanan atau cairan
keluar dari mulut. Muntah persisten dapat diartikan muntah dengan
jumlah keluaran dan kekuatannya besar sehingga keinginan utnuk
mengasup makanan dan minuman menjadi menurun dan ini bisa
menyebabkan pasien menjadi malnutrisi.
c. Pendarahan Mukosa
Trombosit (platelet) merupakan komponen penting dari
plug pembuluh darah yang tersusun selama hemostasis untuk
menghambat kehilangan darah sekunder akibat kerusakan
pembuluh darah. Trombositopenia diartikan sebagai gangguan
hematologi yang dicirikan oleh turunnya jumlah trombosit darah.
Penurunan kadar jumlah trombosit / fungsi disini dapat terjadi
melalui berbagai jenis mekanisme, antara lain termasuk kerusakan
autoimun, sekuestrasi limpa, infiltrasi sel-sel tumor pada sumsum
tulang, infeksi (misalnya infeksi dengue), dan efek samping obat.
Gangguan trombosit nyata dalam gejala-gejala yang paling sering
adalah perdarahan kulit di lokasi pungsi vena berupa petechiae,
purpura, dan perdarahan membran mukosa (mulut, hidung dan
genital) namun sistem ginjal dan pencernaan juga dapat
memperlihatkan tanda-tanda perdarahan. Akibat dari pendarahan
mukosa ini membuat penderita kekurangan zat gizi hingga efek
terburuknya yaitu menghambat organ dalam mengasup zat gizi
yang dikonsumsi oleh penderita.
2. Syok dan Kematian
Terdapat sebagian besar penderita DBD yang tidak menunjukan
gejala, atau hanya ditandai dengan demam yang tidak khas. Dapat juga
terjadi adanya beberapa gejala demam dengue (DD) yang klasik
seperti demam tinggi yang terjadi secara tiba-tiba, sakit pada kepala,
nyeri dibagian belakang bola mata (retro-orbital), rasa sakit di otot dan
tulang, badan lemah dan lemas, muntah, sakit pada tenggorokan, serta
ruam kulit makulopapuler. Tingkat berat dan tidaknya nyeri otot dan
tulang yang dialami dapat mengakibatkan demam dengue disebut
sebagai demam patah tulang (breakbone fever). Kemudian sebagian
kecil penderita DBD jika mengalami infeksi yang kedua oleh serotipe
lainnya dapat mengakibatkan perdarahan dan kerusakan endotel atau
vaskulopati. Kebocoran vaskuler ini dapat mengakibatkan
terbentuknya hemokonsentrasi dan efusi cairan yang dapat
menimbulkan kolaps sirkulasi. Keadaan ini dapat memicu kejadian
sindrom syok dengue pada penderita (dengue shock syndrome: DSS),
serta pemicu kejadian kematian yang lebih tinggi dibandingkan dengan
perdarahan itu sendiri.[ CITATION Hud16 \l 1033 ]
2.1.2 Pengobatan
2.1.2.1 Medika Mentosa ( Interaksi Obat dan Makanan )
Pada penyakit demam berdarah dengue, pengobatan yang digunakan
pada penderita nya dibedakan menjadi 2, yaitu pengobatan pendeita demam
berdarah dengue tanpa shock dan pengobatan penderita demam berdarah
disertai shock [ CITATION Rah09 \l 1033 ] :
a. Pengobatan Penderita Demam Berdarah Dengue Tanpa Shock.
1. Penggantian Cairan
Penderita DBD diberi minum sebanyak 1,5 - 2 liter dalam
waktu 24 jam. Jika keadaan pasien masih terus muntah atau
hematocite terut meningkat, maka pasien diberikam infus dengan
ringer’s lactate atau Nacl 0,9%- glukosa 10%.
2. Pemberian Obat-Obatan
 Antipiretika dengan golongan acetaminopen dan dosis
pemberiannya sesuai dengan umur pasien.
 Antikonvulsan ( obat antikejang )
3. Pengamatan Penderita
Pengamatan penderita meliputi pengamatan keadaan umum,
denyut nadi, tekanan darah, suhu, pernafasa, dan monitoring
Hemoglobin (Hb) serta trombosit.
b. Pengobatan Penderita Demam Berdarah Dengue Disertai Shock.
1. Penggantian Cairan
Cairan yang digunakan dalam pengobatan ini caitu cairan
rinfer’s lactate atau Nacl 0,9% - glukosa 10% dengan masing-
masing kecepatan tetesan 20 ml/kg BB/ jam. Apabila sudah teratasi,
lalu diberikan cairan 10ml/kgBB.
2. Oksigen.
Pemberian pengobatan jenis oksigen ini diberikan kepada
semua penderita DBD disertai shock.
3. Pemberian Obat-Obatan
 Antibiotika, obat ini tidak diindikasi kecuali pada shock yang
berkepanjangan atau diduga ada infeksi bakteri.
 Kortikosteroid, obat ini masih memerlukan penyesuaian, sebab
perlu tidaknya obat ini diberikan pada pasien pengobatan DBD
disertai shock.
 Heparin, obat ini diberikan kepada penderita kadar trombosit
dan fibrinogen yang rendah dan disertai peninggian pada kadar
Fibrin-Fibrinogen Degradation Product dan adanya kelainan
hemostatik, penggunaan heparin perlu dipertimbangkan.
4. Pengamatan
Adanya observasi penderita dengan keadaan umum setiap
0.5 jam, memeriksa Hb dan HT setiap 6 jam dan mengawasi cairan
secara teliti.
Pada pengobatan penyakit Demam Berdarah Dengue terdapat Drug
Related Problems, meskipun kejadian ini tidak diharapkan dari pengalaman
pasien akibat terapi obat, maka jenis jenis DRP antara lain [ CITATION Rah09
\l 1033 ] :
a. Indikasi tidak tepat
b. Obat yang tidak efektif
c. Pemberian obat yang tidak aman
d. Ketidakpatuhan
Interaksi obat ini mewakili 1 dari 9 kategori drug related problems
yang termasuk dalam identifikasi sebagai kejadian dari drug therapy.
Interaksi obat yang terjadi ketika farmakodinamika dari obat dalam tubuh
berubah karena adanya satu atau lebih interaksi antar substansi. Selain
interaksi obat antar obat, obat juga dapat berinterkasi dengan makanan,
minuman, nutrisi (vitamin dan mineral), pengobatan interaktif ( produk
herbal), formulasi obat ( exipiens), asap rokok.[ CITATION Can10 \l 1033 ]
Beberapa jenis obat antibiotik yang memiliki interaksi pada makanan yaitu
[ CITATION Wib18 \l 1033 ] :
 Antibiotik ( Siprofloksasin, Tetrasiklin, Azitromosin) jenis ini tidak
boleh diminum bersamaan dengan susu atau produk susu manapun.
Karena akan menyebabkan senyawa khealat yang dapat membentuk
antibiotik yang sulit untuk diserap dalam tubuh sehingga menyebabkan
gagal terapi.
 Pada antibiotik golongan Fliorokuinolon tidak boleh dikonsumsi
dengan makanan yang mengandung zat besi ( sayur bayam/ daging)
karena dapat menurunkan kinerja antibiotik tersebut.
 Konsumsi kopi bersamaan dengan obat antibiotik juga dapat memicu
susunan syaraf pusat seperti menungkatkan denyut jantung,
menimbulkan rasa cemas, dan menyebabkan gangguan tidur.
 Seperti pada umumnya konsumsi obat, saat konsumsi antibiotik pasien
tidak diperkenankan meminum teh bersamaan. Karena hal ini
menghambat penyerapan obat yang mengandung zat besi dan senyawa
lainnya.
2.1.2.2 Terapi Diet secara teori
Terapi diet adalah pengobatan dengan makanan yang ditentukan
dan dikendalikan untuk tujuan tertentu. Terapi diet ini diberikan pada
pasien yang menderita penyakit, seperti penyakit infeksi. Pada penyakit
infeksi sering disertai penurunan berat badan, serta adanya penungkatan
resiko dehisrasi dan demam. Sehingga pemberian asupan makanan dan
cairan yang cukup sangat diperlukan untuk mengurangi keparahan penyakit
infeksi. Pada penderita penyakit DBD, tidak ada diet khusus atau
pantangan, namun hanya memerlukan makanan yang memiliki kandungan
gizi tinggi agar daya tahan tubuh lebih kuat. Pada intinya semua penyakit
yang disebabkan oleh virus hanya perlu untum memperkuat ketahanannya.
Maka penatalaksanaan terapi diet yanh diberikan kepada pasie DBD adalah
diet Tinggi Energi Tinggi Protein (TETP).[ CITATION SRH06 \l 1033 ]
Diet Tinggi Energi Tinggi protein (TETP) atau tinggi kalori tinggi
protein adalah diet yang memiliki kandungan energi dan protein diatas
kebutuhan normal. Diet ini diberikan dalam bentuk makanan biasa
ditambah bahan makanan yang mengandung sumber protein seperti susu,
telur, dan daging atau dalam bentuk minuman enteral. Diet ini diberikan
pada pasien yang telah mempunyai cukup nafsu makan dan dapat
menerima makanan lengkap.[ CITATION Alm06 \l 1033 ]
 Tujuan Diet Tinggi Energi Tinggi Protein
Diet tinggi energi tinggi protein (TETP) memiliki tujuan untuk
memenuhi kebutuhan energi dan protein yang mengingkatkan untuk
mencegah dan mengurangi kerusakan jaringan tubuh. Selain itu,
pemberian diet ini juga berguna untuk menambah berat badan
hinggamencapai berat badan normal.[ CITATION SRH06 \l 1033 ]
 Syarat dan Pinsip Diet Tinggi Energi Tinggi Protein
Adapun syarat dan prinsip diet tinggi energi tinggi protein yaitu :
a. Energi tinggi , yaitu 40-45kkal/kg BB
b. Protein tinggi , yaitu 2,0-2,5 gr/kg BB
c. Lemak cukup, yairu 10-25% dari kebutuhan energi total.
d. Karbohidrat cukup, yaitu sisa dari kebutuhan energi total.
e. Vitamin dan mineral cukup, sesuai kebutuhan normal.
f. Makanan diberikan dalam bentuk mudah cerna.[ CITATION SRH06 \l
1033 ]
 Jenis Diet Tinggi Energi Tinggi Protein
Pada penelitian yang dilakukan [ CITATION Alm06 \l 1033 ] di
beberpa RSU di Jakarta yang menunjukan bahwa ada 20-60% pasien
menderita kurang gizi pada saat dirawat di RS. Menurut kandungan
protein dan kalori, diet tinggi energi tinggi protein memiliki 2 jenis,
yaitu :
a. Diet tinggi energi tinggi protein I ( 2600kkal/hari, 100 gr
protein/hari)
b. Diet tinggi energi tinggi protein II ( 3000 kkal/hari, 125 gr
protein/hari)
Maka diperoleh bahwa kandungan zat gizi pada diet tinggi energi
tinggi protein digunakan kurang lebih 10% dari standart yang telah
ditentukan.
 Indikasi Pemberian Diet Tinggi Energi Tinggi Protein
Diet tinggi energi tinggi protein dapat diberikan kepada beberapa
jenis pasien dalam kondisi tertentu yaitu :
a. Gizi kurang, defisiensi kalori, protein , dan anemia
b. Hyperthyroid
c. Sebelum dan sesuai oprasi tertentu
d. Baru sembuh dari penyakiy dengan panas tinggi atau penyakit
yang berlangsung lama dan telah dapat menerima makanan dengan
lengkap.
e. Trauma, combutio, mengalami pendarahan banyak.
f. Pasien hamil dan post partum.[ CITATION Nai13 \l 1033 ]
 Manfaat Pemberian Diet Bagi Proses Penyembuhan.
Pemberian diet yang merupakan upaya dalam memenuhi
kebutuhan gizi pasien yang dilakukan melalui pelayanan gizi rawat
inap. Pelayanan gisi rawat inap adalah serangkaian kegiatan terapi diet
gizi yang dilakukan di institusi kesehatan seperti rumah sakit untuk
pemenuhan kebutuhan gizi pasien untuk keperluan metabolisme tubuh,
peningkatan kesehatan, maupun mengjoreksi kelainan metabolisme
dalam upaya promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif. [ CITATION
Dep05 \l 1033 ]
Manfaat lain pemberian diet tinggi energi tinggi protein untuk
memenuhi kebutuhan energi dan protein yang semakin meningkat
akibat proses penyakit. Pemberian protein yang adekuat penting untuk
membantu proses penyembuhan dan sel kekebalan aktif.[ CITATION
Nai13 \l 1033 ]
2.2 Asuhan Gizi
2.2.1 Assessment
Assessmen gizi merupakan langkah awal dalam pelaksanaan suatu asuhan
gizi, dimana tahap assesmen merupakan suatu langkah yang sistematis dengan tujuan
mendapatkan,memverifikasi dan menginterpretasikan data yang dibutuhkan dalam
mengidentifikasi masalah terkait gizi, penyebab dan implikasi pada pasien.
[ CITATION Han19 \l 1033 ] data yang di dapat pada assemen, dimana data tersebut
yang nantinya digunakan sebagai dasar dalam menegakkan diagnose gizi dan
intervensi gizi. [CITATION Han15 \l 1033 ]
2.2.1.1. Pengukuran Atropometri
Antropometri merupakan suatu dimensi fisik dan tubuh manusia
pada berbagai tingkat usia dan dan tingkat gizi, pengukuran antropometri
merupakan salah satu penilaian status gizi pada pasien secara langsung.
[ CITATION Han15 \l 1033 ]
1. Pengukuran BBI [ CITATION Han15 \l 1033 ]
 Pengukuran Berat Badan Ideal ( BBI ) pada anak menurut WHO :
Tabel 1. Pengukuran BBI
Usia Rumus BBI
0 – 11 bulan (n+2)/2
1 – 6 tahun 2n + 8
7 – 12 tahun ( 7n – 5 ) /2
Sumber : [ CITATION Han15 \l 1033 ]

Keterangan :
n ( untuk 0 - 11 bulan ) = usia dalam bulan
n ( untuk 1 - 12 tahun ) = usia menurut tahun
 Pengukuran Berat Badan Ideal ( BBI ) pada orang dewasa :
a) Pedoman pelayanan dietetika RS, Depkes RI
BBI perempuan = TB2 x 21
BBI laki – laki = TB2 x 22,5
b) Rumus Brocca modifikasi
BBI = ( TB – 100 ) – 10%
Untuk umur lebih 40 tahun, TB wanita kurang dari 150 cm, dan
TB pria kurang dari 160 cm, maka menggunakan :
BBI = TB – 100
Keterangan :
TB : Tinggi badan
2. Konversi BB/TB estimasi [ CITATION Han15 \l 1033 ]
Konversi BB/TB estimasi menggunakan Lingkar Lengan Atas
( LILA )
LILA Aktual
% deviasi dari standar = x 100 %
Nilai Standart ( buku Hardvard )
Kriteria status gizi berdasarkan LILA

Tabel 2. Kriteria Status Gizi berdasarkan LILA


Kriteria Nilai
Obesitas > 120 % standar
Overweight 110 – 120 % standar
Normal 90 – 110 % standar
Kurang 60 – 90 % standar
Buruk < 60 % standar
Sumber : [ CITATION Han15 \l 1033 ]

3. Rumus estimasi BB [ CITATION Han15 \l 1033 ]


 Estimasi berat badan pada saat kondisi berbaring
Berdasarkan Tinggi badan ( the Hamwi Menthod )
Tinggibadan (cm)
Frame Size =
Lingkar Pergelangan tangan (cm)

Tabel 3.Frame Size


Frame size Laki – laki Wanita
( bangun
tubuh )
Sedang 48 kg untuk 152 cm 45,5 kg untuk 152 cm
yang pertama, yang pertama,
selanjutnya ditambahkan selanjutnya tambahkan
2,7 kg untuk setiap 2,5 2,3 kg untuk setiap 2,5
cm tambahan. Dikurangi cm tambahan. Kurangi
1,13 kg untuk setiap cm 1,13 kg untuk setiap
bila TB < 152 cm cm bila TB < 152 cm
Besar Tambahkan 10 % Tambahkan 10 %
Kecil Kurangi 10% Kurangi 10 %
Sumber : [ CITATION Han15 \l 1033 ]

Keterangan :
Tabel 4. Keterangan Frame Size
Frame size R
Laki - laki Perempuan

Kecil > 10,4 > 11,0


Sedang 9,6 – 10,4 10,1 – 11,0
Besar < 9,6 < 10,1
Sumber : [ CITATION Han15 \l 1033 ]

 Estimasi berat badan saat kondisi amputasi


BB Sekarang
BB estimasi == x 100
100−%amputasi

Tabel 5. Persentase Bagian Tubuh amputasi


Bagian Tubuh Persentase
Bagian lengan 5
Bagian bawah 2,3
Tangan 0,7
Bagian kaki 16
Kaki bagian bawah 5,9
Kaki 1,5
Sumber : [ CITATION Han15 \l 1033 ]

 Estimasi berat badan saat kondisi odema / acites


BB estimasi = BB aktual – koreksi odema atau acites
Estimasi kelebihan cairan pada oedema
Tabel 6. Estimasi cairan pada odema
Tingkatan Koreksi odema
Ringan ( bengkak pada tangan atau kaki -1kg atau 10 %
)
Sedang ( bengkak pada wajah, tangan, -5 kg atau 20 %
atau kaki )
Berat ( bengkak pada wajah, tangan, dan -14 kg atau 30 %
kaki )
Sumber : [ CITATION Han15 \l 1033 ]

Estimasi kelebihan cairan acites


Tabel 7. Estimasi kelebihan cairan acites
Tingkatan Koreksi
Acites Ringan 3 – 5 kg
Acites Sedang 7 – 9 kg
Acites Berat 14– 15 kg
Sumber : [ CITATION Han15 \l 1033 ]

 Estimasi berat badan pada populasi lansia ( > 60 tahun )


Pada lansia berat badan estimasi dapat dihitung menggunakan
calf circumference ( calf circa tau lingkar pergelangan tangan ),
knee height ( knee ht atau tinggi lutut ), mid upper
armcircumference (MUAC atau lingkar lengan atas ) dan
subscapular skinfold (subscap atau tebal lemak subscapular)
a) BB estimamsi laki – laki = ( 0,98 x calf circl ) + ( 1,16 x knee
ht ) + ( 1,73 x MUAC ) + ( 0,37 x subscap ) – 81,69
b) BB estimasi Perempuan =
c) ( 1,27 x calf circ ) + ( 10,87 x knee ht ) + ( 0,98 x MUAC ) +
( 0,4 x subscap ) – 62,35
4. Rumus estimasi TB(Dian and Olivia, 2015)
 Estimasi TB berdasarkan Panjang Badan
Apabila anak umur 24 bulan tidak dapat berdiri sehingga tidak
dapat diukur TB, maka digunakan panjang badan atau di ukur
secara telentang
TB estimasi = PB – 0,7 cm
 Estimasi TB berdasarkan Tinggi Lutut
Tinggi lutut digunakan apabila pasien dalam keadaan bed rest
total :
a) Perempuan = 84,88 + ( 1,83 x TL ) –
( 0,2 x U )
b) Laki – laki = 64,19 + ( 2,02 x TL ) – ( 0,04 x U )
Keterangan :
TL : Tinggi lutut
U : Usia
Pengukuran Tinggi Lutut
Tabel 8. Cara pengukuran Tinggi Lutut
No Langkah
1 Subjek tidur atau duduk tegak
2 Pengukuran dilakukakn pada kaki kiri
3 Tungkai bawah dan tungkai atas membentuk sudut 90º
4 Fixed part diletakkan dibagian telapak kaki, moved part
diletakkan dibagian lutut
5 Pembacaan dilakukan dengan pandangan mata pengukur lurus
dengan tanda baca
6 Pembacaan dilakukan 2x
Sumber : [ CITATION Han15 \l 1033 ]

 Estimasi TB berdasarkan pendekatan panjang rentang lengan


TB estimasi menggunakan arm span :
a) Perempuan = 28,312 + 0,784 x arm span
b) Laki – laki = 23,247 + 0,826 x arm span

Pengukuran rentang lengan ( arm span )

Tabel 9. Cara pengukuran rentang lengan ( arm span )


No Langkah
1 Pasien berdiri membelakangi dinding sembari merentangkan
kedua tangannya semaksimal mungkin
2 Pengukuran dilakukan dari ujung jari tengah tangan kanan
hingga ujung ari tengah tangan kiri
3 Pengukuran melihat angka yang ditunjukkan oleh meteran
4 Pembacaan dilakukan 2x
Sumber : [ CITATION Han15 \l 1033 ]

 Estimasi TB berdasarkan pendekatan Panjang Rentang Tangan


Kanan ( demi span )
Tabel 10.Estimasi Tb berdasarkan Rentang Lengan
Demi Tinggi Badan
span Laki – laki Perempuan
16 – 54 th > 54 th 16 – 54 th > 54 th
( cm )
66 1,54 1,50 1,48 1,46
67 1,55 1,51 1,49 1,47
68 1,56 1,53 1,50 1,49
69 1,58 1,54 1,52 1,50
70 1,59 1,55 1,53 1,51
71 1,60 1,56 1,54 1,52
72 1,62 1,57 1,56 1,54
73 1,63 1,59 1,57 1,55
74 1,64 1,60 1,58 1,56
Dst
Sumber : [ CITATION Han15 \l 1033 ]

Pengukuran demi span


Tabel 11. Cara pengukuran rentang lengan ( demi span )
No Langkah
1 Subjek duduk atau berdiri tegak tanpa sandaran
2 Subbjek merentangkan salah satu tangan
3 Pengukuran dilakukan titik tengah dibawah leher sampai titik
dasar jari manis dengan titik nol di dasar jari
4 Pembacaan dilakukan 2x
Sumber : [ CITATION Han15 \l 1033 ]

 Estimasi TB berdasarkan panjang lengan bawah ( ulna )


Alat yang digunakan ialah metlin.

Tabel 12. Estiasi Tb berdasarkan panjang ulna


Ulna Tinggi Badan
Laki – Laki Perempuan
16 – 54 th > 54 th 16 – 54 th > 54 th
( CM )
18,5 1,46 1,45 1,47 1,40
19,0 1,48 1,46 1,48 1,42
19,5 1,49 1,47 1,50 1,44
20,0 1,51 1,49 1,51 1,45
20,5 1,53 1,51 1,52 1,47
21,0 1,55 1,52 1,54 1,48
21,5 1,57 1,54 1,55 1,50
22,0 1,58 1,56 1,56 1,52
22,5 1,60 1,57 1,58 1,53
Dst
Sumber : [ CITATION Han15 \l 1033 ]

5. Status Gizi [ CITATION Han15 \l 1033 ]

 Status gizi dewasa [ CITATION Han15 \l 1033 ]


a) Berdasarkan IMT
Digunaka untuk umur ≥ 18 tahun, bisa diukur dengan TB dan
BB ( tidak kondisi hamil )

IMT = BB ( Kg )
¿¿
Klasifikasi Berat Badan berdasarkan IMT untuk orang Asia
Dewasa
Tabel 12.Kalsifikasi IMT
Kriteria Nilai IMT
Underweight < 18,5
Normal 18, 5 – 22,9
Overweight ( berisiko ) 23,0 – 24,9
Obesitas 1 25,0 – 29,9
Obesitas 2 > 30,0
Sumber : [ CITATION Han15 \l 1033 ]

b) Berdasarkan Lingkar Lengan Atas ( LILA )


% deviasi dari standar =

LILA Aktual
x 100 %
Nilai Standart ( buku Hardvard )
Kriteria status gizi berdasarkan LILA :
Tabel 13. Status gizi berdasarkan LILA
Kriteria Nilai
Obesitas > 120 % standar
Overweight 110 – 120 % standar
Normal 90 – 110 % standar
Kurang 60 – 90 % standar
Buruk < 60 % standar
Sumber : [ CITATION Han15 \l 1033 ]

 Status gizi anak [ CITATION Han15 \l 1033 ]


Nilai IMT −Nilai median buku rujukan
Z – Score =
Niali Simpang baku rujukan
Kategori dan ambang batas status gizi anak berdasarkan WHO,
menggunakan Z-score.
Tabel 14. Kategori dan ambang batas status gizi pada anak
Indeks Kategori status gizi Ambang batas ( z-score )
Berat badan menurut umur ( BB/U ) Gizi buruk < - 3 SD
Pada anak umur 0 – 60 bulan Gizi kurang - 3 SD sampai dengan < - 2 SD
Gizi baik - 2 SD sampai dengan 2 SD
Gizi lebih > 2 SD
Panjang badan menurut umur Sangat pendek < - 3 SD
( PB/U ) atau Pendek - 3 SD sampai dengan < - 2 SD
Tinggi badan menurut umur Normal - 2 SD sampai dengan 2 SD
Tinggi > 2 SD
( TB/U ) atau
Anak umur 0 – 60 bulan
Indeks massa tubuh menurut umur ( Sangat kurus < - 3 SD
IMT/U ) Kurus - 3 SD sampai dengan < - 2 SD
Normal - 2 SD sampai dengan 2 SD
Anak usia 0 – 60 bulan Gemuk > 2 SD
Indeks massa tubuh menurut umur Sangat kurus < - 3 SD
Kurus - 3 SD sampai dengan < - 2 SD
( IMT/U )
Normal - 2 SD sampai dengan 1 SD
Anak umur 5 – 18 tahun Gemuk > 1 SD sampai dengan 2 SD
Obesitas > 2 SD
Sumber : [ CITATION Han15 \l 1033 ]

2.2.1.2. Pengkuran Biokimia


Pemeriksaan biokimia, dimana merupakan data yang di ambil dari
laboraturium, yang digunakan untuk mendiagnosa suatu
penyakit,mendukung diagnosa gizi, mengawasi efektivitas intervensi
medis, dan mengevaluasi intervensi dalam NCP. [ CITATION Han15 \l 1033 ]
Pemeriksaan biokimia pada penyakit DBD yaitu [ CITATION Sut08 \l 1033 ] :
Tabel 15. Pemeriksaan biokimia pada DBD
Tes Nilai Normal

Hematokrit Laki- laki : 39 – 49 %

Wanita : 33 – 43%

Ibu hamil : 33%

Bayi : 44 – 64%

Hemoglobin Laki- laki : 14,0 – 17,0 mg/dL

Wanita : 12 – 15 mg/dL

Ibu hamil : 11 mg/dL

Bayi : 14 – 14 mg/dL

Trombosit 150-400 ribu/ml

Leukosit 5-10 ribu/mm³

Eritrosit 4,5-5,5 juta/ml

PDW (platelet 9,0-17,0 %


distribution widht)

igM anti dengue Negatif

igG anti dengue Negatif

Sumber : [ CITATION Sut08 \l 1033 ]

 Berikut tabel Pemeriksaan laboraturium pada darah [ CITATION Han15 \l


1033 ]
Tabel 16. Pemeriksaan laboratorium pada darah
No Tes Nilai Normal
1 Albumin (Alb) 3,5 – 5,0
2 C-reactive Protein < 1,0 mg/l
( CRP )
3 Hematocrit Laki- laki : 39 – 49 %
Wanita : 33 – 43%
Ibu hamil : 33%
Bayi : 44 – 64%
4 Hemoglobin Laki- laki : 14,0 – 17,0 mg/dL

Wanita : 12 – 15 mg/dL
Ibu hamil : 11 mg/dL
Bayi : 14 – 14 mg/dL
5 Total kolesterol < 200 mg/dl
6 Transferrin 215 – 380 mg/dl
7 Trigliserida < 160 mg/dl
8 Eritrosit 4,5 – 5,5 juta/ml
9 Trombosit 150 – 400 ribu/ml
10 Leukosit 5 – 10 ribu/ml
11 SGOT < 37 U/I
12 SGPT < 42 U/I
13 BUN 7 – 20 mg/dl
14 Ureum 10 – 50 mg/dl
Sumber : [ CITATION Han15 \l 1033 ]

 Berikut tabel Pemeriksaan laboraturium pada urin [ CITATION Han15 \l


1033 ]
Tabel 17. Pemeriksaan laboratorium pada urin
No Tes Nilai normal

1 Kreatin 5 -20 mg/dL


2 Protein Laki – laki : 0,6 – 1,2 mg/dl
Wanita : 0,5 – 1,1 mg/dl
3 Urea urinary nitrogen 3– 6 g/24 jam
( UUN )
Sumber : [ CITATION Han15 \l 1033 ]

2.2.1.3. Pengukuran Klinis / Fisik


Pemeriksaan klinis merupakan suatu evaluasi dari kondisi fisik
pasien dan prognosis berdasarkan suatu informasi yang dihimpun dari
pemeriksaan fisik, laboratorium serta riwayat medis pasien.[ CITATION
Han15 \l 1033 ]
Pemeriksaan klinis dari penyakit DBD yaitu [ CITATION Sug14 \l
1033 ] :
 Keadaan umum pasien: berupa demam tinggi yang terjadi mendadak,
sakit kepala, nyeri dibelakang bola mata (retroorbital), rasa sakit pada
otot dan tulang, lemah badan, muntah, sakit tenggorokan, ruam kulit
makulopapuler. Beratnya nyeri otot dan tulang yang dialami penderita
menyebabkan demam dengue dikenal sebagai demam patah tulang
(breakbone fever).
 Pemeriksaan klinis : pengukuran tekanan darah, suhu tubuh, nadi atau
denyut jantung, pernapasan
a) Nadi Berbagai Usia
Tabel 18. Pengukuran nadi menurut usia
Kelompok Rentang Nadi
Usia Nadi Rata – Rata
(kali/menit) (kali.menit)

0 -1 tahun 120 – 160 140

1 – 3 tahun 90 – 140 115

3 – 6 tahun 80 – 110 95

6 – 12 tahun 75 - 105 90

12 – 18 tahun 60 -100 80

≥18 tahun 60 - 100 80

≥60 tahun 67 - 80 74

Atlet 40 - 60 50

Sumber : [ CITATION Han15 \l 1033 ]

b) Tekanan darah berbagai Usia


Tabel 18. Pengukuran tekanan darah menurut usia
Kelompok Usia Tekanan Darah

Bayi baru lahir 40 (Rata-rata)

1 bulan 85/54

1 tahun 95/65

6 tahun 105/65

10 – 13 tahun 110/65

14 – 17 tahun 120/75

Dewasa <120/80

Sumber : [ CITATION Han15 \l 1033 ]

c) Indikasi Suhu Tubuh


Tabel 19. Pengukuran Suhu tubuh
Suhu Indikasi

>43 °C Fatal

41 – 43 °C Hyperpirexia

3 – 40 °C Pyrexia

37,2 – 38 °C Low Grade Fever

36,1 – 37.2 °C Normal

34 – 36 °C Hypotermia

<34 °C Fatal

Sumber : [ CITATION Han15 \l 1033 ]

2.2.1.4. Pengukuran Dietary History


Pengukuran dietary history merupakan suatu pengukuran untuk
menggali data terkait asupan makanan, pola makan. Terdapat dua metode
dietary assessment yang dapat digunkan untuk menilai konsumsi makan,
dimana baik untuk individual mapun untuk kelompok tertentu ataupun
pada masyarakat, yaitu [ CITATION Han15 \l 1033 ] :
1. Metode kuantitatif
Pemilihan pada metode kuantitif, terdiri dari dua metode yaitu,
metode food record dan food recall 24 jam. Setlah di dapat data asupan
makanan yang sudah di konsumsi oleh pasien, maka akan di lakukan
analisa zat gizi dari seluruh makanan yang di konsumsinya dengan
merujuk pada daftar bahan makanan penukar atau pada daftar
komposisi zat gizi makanan.
2. Metode kualitatif
Pada metode kualitatif, yaitu dengan penggalian informasi pada
masa lampau, metode yang digunakan yaitu, Food Frequency
Questationaire dan dietary history
Asupan makanan yang berhubungan dengan DBD yaitu, pada pola
makan berupa bentuk makan, konsistensi makanan, jadwal, dan
frekuensi. Pada asupan makanan per oral berupa gizi makro, gizi
mikro,serat serta cairan. Asupan lainya yang berhubungan dengan
DBD seperti asupan suplemen, jangka waktu penurunan berat badan
atau besar penurunan berat badan, akses makan, kemampuan fisik
dalam mengkonsumsi makanan baik secara mandiri atau
membutuhkan pendamping, daya terima makanan rumah sakit,
pendamping pasien, pengetahuan dan presepsi gizi pasien atau
keluarga, akses pasien atau keluarga, kemampuan sosial ekonomi
dalam hal daya beli makanan, daya mengolah makanan, maupun
kemampuan dalam menjaga higien dan sanitasi makanan tersebut.
[CITATION Feb19 \l 1033 ]
2.2.1.5. Riwayat Personal
Data riwayat pasien yaitu meliputi data riwayat penyakit pasien yaitu:
1. data sosial ekonomi
dimana data tersebut meliputi pekerjaan pasien atau keluarga atau
wali pasien yang bertanggung jawab terkait kepentingan pada pasien
2. pola hidup pasien
pola hidup pasien meliputi : riwayat merokok, alcohol, dan gangguan
pola makan
3. riwayat penyakit pada pasien
dimana riwayat penyakit yang diderita pada pasien sebelumnya.
(Persatuan Ahli Gizi Indonesi dan Asosiasi Dietisien Indonesia, 2019)
2.2.2 Diagnosa Gizi
Diagnosis gizi adalah kegiatan mengindetifikasi dan memberi nama
masalah gizi yang aktual atau beresiko menyebabkan masalah gizi yang merupakan
tanggung jawab dietisien untuk menanganinya secara mandiri. Diagnosis gizi dan
diagnosis medis berbeda, baik dari sifat maupun penulisannya. Diagnosis gizi dapat
berubah sesuaidengan respon pasien, Khususnya terhadap intervensi gizi yang
dilakukan. Sementara diagnosis medias lebih menggambarkan kondisi penyakit atau
patologi dari suatu organ tertentu, dan tidak berubah selama kondisi patologi tersebut
ada[ CITATION Sum11 \l 1033 ]
Diagnosis gizi ditujukan untuk menjelaskan dan menggambarkan masalah gizi
spesifik yang ditemukan pada individu, faktor penyebab atau etiologi, serta
dibuktikan dengan adanya gejala/tanda yang terjadi pada individu [ CITATION Nur17 \l
1033 ]
Diagnosis gizi ditulis dalam format PES yang merupakan singkatan dari Problem,
Etiology dan Sign – symptom [ CITATION Han19 \l 1033 ] :
a. Problem
Problem adalah suatu penyataan yang menumjukan adanya problem gizi.
Problem gizi disebut juga dengan nutrition diagnosis label. Problem ini adalah
permasalahan terkait gizi yang ditemui pada pasien / klien/ kelompok masyarakat
b. Etiology
Etiologi adalah faktor yang berkontribusi akan keberadaan atau faktor
yang menunjukan keberadaan suatu problem. Etiologi dapat berasal dari kondisi
patofisiologi, psyco sosial, situasional, developmental, cultural, dan atau
lingkungan. Etiologi merupakan akar penyebab munculnya penyebab problem
gizi
c. Sign-Symtom
Sign / simptomp disebut juga tanda atau gejala adalah subyektif dan
obyektif yang dapat menentukan tingkat keakuratan problem gizi yang telah
ditetapkan oleh seorang ahli gizi
Dalam penulisan kalimat diagnosis gizi yaitu Problem terkait dengan Etiologi di
tandai dengan (tanda / gejala). Untuk Domain diagnosis gizi terdapat 3 domain
problem dimana setiap domain problem memiliki kelas – kelas diagnosis yang
berbeda. 3 domain problem diagnosis gizi yang utama [CITATION Han15 \l 1033 ] :
a. Domain Intake (NI)
Problem terkait masalah asupan energi, zat-zat gizi, cairan, substansi
bioaktif melalui oral ataupun jalur lainnya (enteral-parenteral). Domain Intake ini
dalam penulisan kodefikasinya ditulis dengan "NI", selanjutnya penomoran
sesuai dengan sub domain dan sub kelas [CITATION Han15 \l 1033 ]
Pada pasien DBD diagnosis gizi yang keluar yaitu asupan oral tidak
adekuat (NI-2.1), karena biasanya pada pasien DBD mengalami panas tinggi,
pendarahan mukosa, epistakis, pendarahan gusi, dan hematemesis (muntah
darah) sehingga pasien mengalami gangguan dalam mengasup makanan. Terjadi
peningkatan protein (NI-5.1) dan peningkatan kebutuhan energy (NI-1.1) karena
untuk mengurangi peningkatan resiko dehidrasi, demam, dan keparahan penyakit
DBD.
b. Domain Clinic (NC)
Permasalahan gizi yang terkait dengan masalah medis atau kondisi fisik
pasien. Domain clinic ditulis dengan "NC", selanjutnya penomoran
menggunakan urutan sub domain dan sub kelas yang sesuai [CITATION Han15 \l
1033 ]
Pada pasien DBD terjadi perubahan data labolatorium (NC-2.2) domain
ini dapat dikeluarkan karena kadar trombosit pasien DBD menurun. Dan
kehilangan berat badan yang tidak diinginkan (NC-3.2) hal ini berkaitan dengan
nafsu makan pasien DBD yang menurun.
c. Domain Beharvior (NB)
Merupakan problem gizi terkait dengan pengetahuan, tingkah laku,
kepercayaan, terhadap hal-hal tertentu dan lingkungan pasien yang
mempengaruhi pola makan, akses pasien terhadap makanan dan keamanan
pangan [CITATION Han15 \l 1033 ]
Pada pasien DBD biasanya memiliki keterbatasan mendapatkan sarana
dan prasarana (NB-3.1) hal ini dikarenakan karena lingkungan yang kurang
bersih. Missal bak mandi yang jarang dikuras sehingga menjadi sarang nyamuk
dan menyebabkan pasien terkena DBD.
2.2.3 Intervensi Gizi
2.2.3.1. Tujuan
 Tujuan Umum
1. Memberikan makanan untuk memenuhi kebutuhan energi dan
protein yang meningkat
2. Mencegah dan mengurangi kerusakan jaringan tubuh
3. Mengupayakan agar status gizi pasien segera kembali normal
4. Mempercepat proses penyembuhan
5. Meningkatkan Daya Tahan Tubuh Pasien.[ CITATION Per19 \l 1033 ]
 Tujuan Khusus
1. Memberikan Kebutuhan Dasar (Cairan, Energi dan Protein) yang
meningkat untuk mencegah dan mengurangi kerusakan jaringan
tubuh
2. Mengganti kehilangan protein, glikogen, zat besi dan zat gizi lain.
3. Memperbaiki Ketidakseimbangan elektrolit dan cairan
4. Menambah berat badan hingga mencapai berat badan normal
5. Memberikan informasi dan motivasi kepada pasien agar
melakukan pola hidup sehat dan mengubah kebiasaan makannya
sesuai dengan anjuran diet,supaya tidak lebih parah lagi kondisinya
[ CITATION Per19 \l 1033 ]
2.2.3.2. Prinsip dan syarat diet
1. Energi tinggi, yaitu 40-45 kkal/kg BB
2. Protein tinggi, yaitu 2,0-2,5 g/kg BB
3. Lemak cukup, yaitu 10-25% dari kebutuhan energi total
4. Karbohidrat cukup, yaitu sisa dari total energi (protein dan lemak)
5. Vitamin dan mineral cukup, sesuai kebutuhan gizi atau angka
kecukupan gizi yang dianjurkan
6. Cairan diberikan 25-30 ml/kg BB.
7. Serat diberikan rendah hingga sedang. Kebutuhan serat rendah sebesar
4 gram/hari.
8. Makanan diberikan dalam bentuk mudah dicerna
9. Untuk kondisi tertentu diet dapat diberikan secara bertahap sesuai
kondisi/status metabolic.
10. Menurut keadaan, pasien dapat diberikan satu dari dua macam diet
protein tingi energi tinggi (ETPT) yaitu diet ETPT I dan diet ETPT II.
11. Diet energi tinggi protein tinggi I memiliki jumlah energi 2700 kkal
dan protein 100gram (2 gr/kg BB)
12. Diet energi tinggi dan protein tinggi II memiliki jumlah energi 3000
kkal dan protein 125gram (2,5g/kg BB).[ CITATION Per19 \l 1033 ]
2.2.3.3. Jenis diet, bentuk makanan, frekuensi makanan dan cara
pemberian/rute
 Jenis Diet : Diet Tinggi energi Tinggi Protein
 Bentuk Makanan : Makanan Biasa atau Lunak
 Frekuensi Makan : 3x makan utama dan 2x makan selingan
 Cara Pemberian/ Rute : Oral
2.2.3.4. Makanan yang dianjurkan dan tidak dianjurkan
Tabel 20. Makanan yang dianjurkan dan tidak dianjurkan pad diet TETP
Sumber Bahan Makanan yang Bahan Makanan yang
Dianjurkan Tidak Dianjurkan
Karbohidrat Nasi, roti, dan hasil olah -
tepungtepungan lain, seperti
cake, tarcis, puding, ubi,
karbohidrat sederhana
seperti gula pasir.
Protein hewani Daging sapi, ayam, ikan, Dimasak dengan banyak
dan hasil olah seperti keju minyak atau kelapa/santan
dan yoghurt custard dan es kental.
krim
Protein nabati Semua jenis kacang- Dimasak dengan banyak
kacangan dan hasil olahnya, minyak atau kelapa/santan
seperti tempe, tahu kental.
Sayuran Semua jenis sayuran, Dimasak dengan banyak
terutama jenis B, seperti minyak atau kelapa/santan
bayam, dan wortel rebus, kental.
dikukus, dan ditumis.
Buah-buahan Semua jenis buah segar, -
buah kaleng, buah kering,
dan jus buah.
Lemak dan minyak Minyak goreng, mentega, Santan kental
margarin, santan encer,
salad dressing
Minuman Soft drink, madu, sirup, teh, Minuman energi rendah
dan kopi encer.
Bumbu Bumbu tidak tajam, seperti Bumbu yang tajam, seperti
bawang merah, bawang cabe, merica, cuka, MSG
putih, salam, dan kecap.
Sumber : [ CITATION Sun10 \l 1033 ]
2.2.3.5. Konseling gizi
 Tema
“Diet Tinggi Energi dan Tinggi Protein (TETP)”
 Sasaran
Sasaran pada penyuluhan dan konsultasi gizi yaitu pasien dan keluarga
pasien.
 Waktu
09.00 WIB
 Durasi
Antara 30 – 60 menit, 30 menit pertama untuk menggali data dan
selebihnya untuk diskusi serta pemecahan masalah.
 Tujuan
1. Memberikan pengetahuan kepada pasien dan keluarga pasien
tentang penyakit Demam Berdarah dan diet TETP
2. Memberikan informasi pemilihan bahan makanan yang sesuai
dengan diet tinggi energi tinggi protein
3. Memberikan contoh bahan makanan dan contoh menu makan
sehari sesuai dengan diet tinggi energi dan tinggi protein
4. Memberikan semangat kepada pasien untuk mau melakukan diet.
 Tempat/Waktu
Pelaksanaan penyuluhan dan konsultasi gizi dilakukan di ruang rawat
inap di Rumah Sakit.
 Metode
Metode yang dilakukan pada penyuluhan dan konsultasi gizi ini yaitu
ceramah, diskusi dan tanya jawab.
 Instrumen
Instrumen yang digunakan pada konseling ini yaitu leaflet diet TETP,
daftar bahan makanan penukar, food model
 Tanggal pelaksanaan
Pada awal pasien masuk rumah sakit
 Materi
1. Pengertian mengenai penyakit Demam Berdarah dan diet TETP
2. Tujuan, syarat dan prinsp diet tinggi energi dan tinggi protein
3. Contoh menu sehari
4. Bahan makanan penukar
5. Bahan makanan yang dianjurkan dan tidak dianjurkan
 Strategi
Konselingnya menggunakan strategi Transtheoretical Model (TM),
or Stages of Change Model dan bisa dengan family therapy karena
butuh dukungan keluarga agar pasien mau merubah pola hidupnya
menjadi lebih sehat. Tahapan strateginya sebagai berikut :
1. Precontemplation : Pada tahap ini klien belum menyadari adanya
permasalahan ataupun kebutuhan untuk melakukan perubahan.
Oleh karena itu, Ahli gizi atau konselor memberikan informasi
secara bertahap mengenai Diet Tinggi Energi Tinggi Protein
kepada pasien atau anggota keluarga pasien
2. Contemplation : Tahap ini pasien akan diberi informasi mengenai
keuntungan dan kerugian dalam perubahan kebiasaanyasupaya
pasien menajadi lebih sadar akan kesehatannya. Ahli gizi atau
konselor menjelaskan beberapa tujuan pemberian Diet Tinggi
Energi Tinggi Protein, salah satunya ialah memberikan makanan
untuk memenuhi kebutuhan energi dan protein yang meningkat.
Selain menjelaskan hal tersebut, anggota keluarga pasien diajak
berdiskusi dan meningkatkan motivasi kepada pasien untuk
bersedia menerapkan diet tersebut.
3. Preparation : Tahap ini pasien diberikan strategi dan tujuan
ataupun rencana untuk merubah perilakunya menjadi lebih sehat.
Ketika pasien sudah mau menjalankan Diet Tinggi Energi Tinggi
Protein dan merubah perilaku makan terutama gaya hidup dan
asupan makanan, maka ahli gizi atau konselor menentukan strategi
keberhasilan diet dengan berdiskusi atas kesepakatan bersama
4. Action : Pada tahap ini dilakukan observasi terhadap pasien apakah
sudah ada perubahan perilakunya atau kebiasaannya menjadi lebih
baik. Ahli gizi atau konselor dapat memantau dari perilaku, pada
tahap ini diharapkan adanya perubahan perilaku pasien terutama
mengenai asupan makanan sesuai dengan Diet Tinggi Energi
Tinggi Protein.
5. Maintance : Pada tahap ini apabila pasien sudah ada action nya dan
berhasil melakukan perubahan perilaku menjadi kebiasaan yang
menetap ( lebih dari 6 bulan) dan tahap menghindari resiko
kambuh lagi. Kemudian pasien akan terbiasa dan konsisten dalam
menjalankan diet tersebut, selanjutnya akan dilakukan maintenance
untuk menjaga agar tidak terjadi kekambuhan penyakit DBD
6. Termination : Perubahan pasien sudah menetap (tanpa disadari)
7. Relaps : Tahap ini dilakukan apabila pasien terjadi kambuh lagi
maka akan dimulai dari awal lagi.[ CITATION Per13 \l 1033 ]

2.3 Rencana Monev


Tahap terakhir dalam nutrition care proses adalah monitoring dan evaluasi.
Monitoring gizi merupakan kegiatan dalam mengukur indikaor-indikator yang
menunjukkan keberhasilan dari interverensi gizi. Sedangkan evaluasi gizi merupakan
kegiatan membandingkan indicator-indikator gizi yang didapatkan dengan status gizi
sebelumnya, tujuan intervensi gizi, keefektifan dari asuhan gizi keseluruhan atau standar
referensi yang ada. Sehingga dengan adanya monitoring dan evaluasi, maka diharapkan
dapat mengidentifikasi hasi yang sesuai dengan diagnose gizi yang telah ditegakkan,
rencana dan tujuan intervensi gizi.[CITATION Han15 \l 1033 ]
Terdapat empat kelompok atau domain dalam monitoring dan evaluasi yang sama
dengan domain pengkajian status gizi yang berbeda hanya dalam monitoring dan evalusi
tidak terdapat domain riwayat klien/pasien dikarenakan data pada domain tersebut
berisikan riwayat klien/pasien dan keluarga, jenis kelamin, bahasa, suku, pendidikan dan
peran pasien dalam keluarga, data-data tersebut tidak akan berubah dengan intervensi gizi
yang diberikan. Adapun domain yang ada pada monitoring dan evaluasi yaitu (1) riwayat
terkait makan dan gizi, (2) data biokimia,pemeriksaan medis dan prosedur, (3) pengukuran
antropometri, dan (4) pemeriksaan fisik terkait problem gizi. Berikut penjelasan mengenai
keempat domain tersebut [ CITATION Han19 \l 1033 ] :
1. Data antropometri/ Hasil pengukuran antropometri
Pada tahap monitoring antropometri ini biasanya pasien dipantau
perkembangannya dilihat dari data terkait pengukuran tubuh termasuk didalamnya
persen lemak, otot, komponen tulang dan pertumbuhan. Dalam pendokumentasian
proses asuhan gizi, domain ini ditulis dengan kodefikasi AD menurut IDNT. [ CITATION
Han19 \l 1033 ]
Monitoring antropometri pada pasien Deam Berdarah Dengue (DBD) dengan
melakukan pengukuran berat badan untuk mengetahui apakah interverensi gizi berhasil
dengan menjaga status gizi tetap optimal dan pengkuran LILA untuk mengetahui
apakah terjadi kekurangan energi kronis pada pasien terutama untuk zat gizi protein.
Monitoring ini bisa dilakukan dengan pengukuran, BB, status gizi dan LILA setiap
seminggu sekali dengan tujuan untuk menaikkan, menurunkan, atau mempertahankan
berat badan dan indek masa tubuh pada pasien DBD. Evaluasi atau tindak lanjut dalam
kegiatan ini adalah dengan melakukan konseling untuk mendapatkan komitmen pasien
dalam menjalankan diet. [ CITATION Han19 \l 1033 ]
2. Asupan makan/Hasil riwayat makan dan gizi
Hasil dalam domain ini adalah data-data yang meliputi asupan makan dan
gizi,jalur pemberian makan dan gizi, penggunaan obat atau pengobatan alternative,
kepercayaan atau kebiasaan atau dari perilaku terkait gizi, ketersediaan pangan,
aktifitas fisik, dan fungsi serta persepsi pasien terkait dengan dampak gizi terhadap
kesehatannya. Menurut IDNT kodefikasi untuk domain ini adalah FH. [ CITATION Han19
\l 1033 ]
Pada pasien DBD terkait dietary history ini bisa dipantau dengan cara menargetkan
pola makan yang baik pada pasien dengan memberikan makanan sesuai kebutuhan
pasien dan menargetkan makanan terasup 80% dalam waktu 3 hari dan jangka
panjangnya yaitu terasup 100%. Kegiatan ini bisa dilakukan dengan cara recall serta
perhitungan sisa makanan pasien. Evaluasi dalam kegiatan ini dengan melihat makanan
yang diasup pasien (minimal 50-80%), sehingga bisa ditindak lanjuti mengenai diet
TETP yang diberikan untuk penyakit DBD pada pasien dan juga bisa dievaluasi
dengan melihat adanya perubahan kebiasaan makan pasien dan juga ditindak lanjunti
dengan memberikan konseling pada pasien dalam menjalankan diet TETP atau TKTP
tersebut.
3. Data laboratorium/ Hasil data biokimia
Pada domain ini hasil yang dimaksudkan berupa data laboratorium dan tes medis
yang sesuai dengan pasien, seperti elektrolit, glukosa darah, kolestrol darah dan
pemeriksaan waktu pengosongan lambung. Dalam proses asuhan gizi, domain ini
dikodefikasikan BD menurut IDNT. [CITATION Han15 \l 1033 ]
Pada tahap monitoring dan evaluasi biokimia pada pasien DBD bisa dilakukan
dengan cara menargetkan data pemeriksaan laboratorium seperti Hemoglobin,
Hematokrit, Trombosit, Leukosit, Eritrosit, IgM anti dengue, IgG anti dengue, dan data
biokimia lainya yang tertera pada assesment dimana harus ditargetkan menjadi normal
kembali. Kegiatan ini dilakukan dengan melakukan pemeriksaan rutin untuk data
laboratorium untuk mencapai nilai normal. Tindak lanjut atau evaluasi dari kegiatan ini
adalah dengan pemberian diet yang sesuai yaitu TKTP atau TETP dan konseling untuk
mendapatkan komitemen pasien dalam menjalankan diet yang diberikan.
4. Data klinis/Hasil pemeriksaan fisik terkait gizi
Pada tahap monitoring dan evaluasi hasil pemeriksaan fisik terkait (problem) gizi
merupakan data hasil dari pemeriksaan fisik, sistem tubuh, tanda Vital, kesehatan
mulut, kemampuan menghisap, menelan, pernafasan serta nafsu makan. Dalam proses
asuhan gizi kodefiaksi untuk domain ini adalah PD menurut IDNT. [CITATION Han15 \l
1033 ]
Monitoring terkait pemeriksaan klinis pada pasien DBD bisa dengan cara melakukan
pengecekan terkait dengan tekanan darah, pernapasan, suhu tubuh, serta denyut nadi
yang dilakukan secara berkala hingga mencapai nilai normal. Tindak lanjut dari klinis /
fisik ini bisa dengan konseling atau memberikan edukasi kepada pasien.

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Demam Berdarah Dengue atau yang biasa disebut dengan DBD yang merupakan
penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue. Demam berdarah dengue sendiri
merupakan salah satu penyebeb utama kesakitan serta kematian di negara tropis dan sub
tropis di seluruh dunia. Masa inkubasi virus dengue dalam tubuh manusia (inkubasi
intrinsik) kurang lebih antara 3-14 hari sebelum munculnya gejala DBD, gejala klinis pada
umumnya muncul di hari ke-4 sampai ke-7, sedangkan masa inkubasi ekstrinsik (di dalam
tubuh nyamuk) berlangsung kurang lebih 8-10 hari. tanda dan gejala yang terjadi pada
seseorang yang mengalami demam berdarah dengue yaitu seperti demam tinggi selama 2
sampai 7 hari, perdarahan yang ditandai dengan uji bending positif, petekeie, ekimosis,
purpura, perdarahan mukosa, epistaksis, perdarahan gusi, hematemesis atau melena.
Pembesaran hati serta terjadi syok. Faktor risiko terjadinya DBD dipengarhi oleh cuaca,
rendahnya prilaku hidup bersih dan sehat. Untuk faktor penyebab terjadinya DBD yaitu
adanya virus dengue yang termasuk dalam kategori B Arthropod Borne Virus
(Arboviroses)
Konsekuensi dalam terjadinya penyakit DBD yang dihadapi oleh seseorang yaitu
dapat terjadi malnutrisi serta dapat terjadi syok dan kematian. Pada penyakit demam
berdarah dengue (DBD) dapat diberikan terapi diet TETP yaitu Tinggi Energi Tinggi
Protein, atau yang biasa kita ketahui dengan sebutan TKTP. Diberikan diet TETP untuk
dapat memenuhi kebutuhan energi serta protein yang meningkatkan untuk mencegahserta
mengurangi kerusakan yang trejadi pada jaringan tubuh. Pemberian diet TKTP atau TETP
ini diberikan kepada pasien daam kondisi tertentu sperti gizi kurang, defisien kalori,
defisiensi protein, anemia, hyperthyroid, danlain – lain.
Asuhan gizi yang dilakukan pada penderita DBD yaitu dengan melakukan
Assesment yaitu dengan pengukuran antropometri, biokimia, fisik klinis, dietary history,
dan riwayat personal, Diagnosa gizi yaitu dengan melakukan pemberian nama pada
masalah gizi secara aktual, intervensi dengan melakukan pemberian diet pada penyakit
DBD yaitu diet TETP atau TKTP, dan melakukan monitoring terkait dengan penyakit
Dema Berdarah Dengue terkait dengan data antropometri, asupan makanan, biokimia serta
fisik klinis yang telah di dapatkan hasilnya untuk mencapai keadaan atau nilai yang
optimal.
DAFTAR PUSTAKA
 Almatsier, S. (2006). Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Pustaka Utama.
 Almatsier, S. (2010). Penuntut Diet (Edisi baru). Jakarta: PT.Gramedia Pustaka Umum.
 Candra, A. (2010). Demam Berdarah Dengue : Epidemiologi, Patogenesis, dan Faktor
risiko penularan. Aspirator, II, 110 - 119.
 Cucunawangsih. (2015). Diagnosis Klinis Dini Penyakit Dengue Pada Pasien Dewasa.
 Febrianti, U. C., Permatasari, A., A, T. A., A, E. N., Andriyanti, F., P, A. A., et al.
(2019). Pedoman Asuhan Gizi Tersandart (PAGT) Pada Pasien Demam Berdarah Kasus
2 (DengueHemorragic Fever).
 Handayani, D., & Kusumastuty, I. (2019). Diagnosis Gizi. Malang: UB Press.
 Handayani, D., Anggraeny, O., Dini, C. Y., Kurniasari, F. N., Kusumastuty, I., Tritisari,
K. P., et al. (2015). Nutrition Care Process (NCP). Yogyakarta: Graha Ilmu.
 Huda, A. K. (2016). Upaya Peningkatan Kebutuhan Nutrisi Pada Anak Dengan Dengue
Haemorrhagic Fever.
 Kesehatan, D. (2005). Pedoman Umum Gizi Seimbang. Jakarta: Direktorat Jendral
Pembinaan Kesehatan Masyarakat, Direktorat Bina Gizi Masyarakat.
 Lisa, V. (2016). Karakteristik Hematologi Pasien Demam Berdarah Dengue Di Bagian
Penyakit Dalam RSUD Arifin Achmad Provinsi Riau Periode 1 Januari - 31 Desember
2013. jom FK, III.
 Lordo, S. (2013). Penatalaksanaan Demam Berdarah Dengue Dengan Penyulit CDK-208.
 Mustari, R., & Yuniarti. (2019). Hubungan Penyuluhan Kesehatan Dengan Pengetahuan
Remaja Tentang Demam Berdarah Dengue (DBD) Pada Siswa Kelas VII Di SMP Negeri
27 Kota Makassar. Jurnal Ilmiah Media Bidan.
 Naigollon, H. (2013). Analisis Diet Tinggi Kalori Tinggi Protein (TKTP) Pada penderita
TB Paru rawat Inap Di Rumah Sakit Martha Friska Pulo Brayan pada tahun 2012.
 Nuraini, & dkk. (2017). Dietetika Penyakit Infeksi. Ppsdm Kemenkes.
 Permatasari, A. P. (2012). Pngaruh Status Gizi Terhadap Demam Berdarah Dengue Di
Instalasi Rawat Inap Anak RSUD Tangerang Tahun 2011. Skripsi.
 Persatuan Ahli Gizi Indonesia & Asosiasi Ditesien Indonesia. (2019). Penuntut Diet dan
Terapi Gizi. Jakarta: EGC.
 Persatuan Ahli Gizi Indonesia. (2013). Konseling Gizi. Jakarta: Penebar Plus.
 Puspta, Dhanang, Nugroho, K. P., & sari, N. K. (2018). Dukungan Perawat Dan Keluarga
Dalam Pemberian Asupan Nutrisi Cairan Pada Pasien Penderita Demam Berdarah Di
Rumah Sakit Paru Dr. Ario Wirawan, Salatiga. Jurnal Kesehatan Kusuma Husada.
 Rahmawati, R. D. (2009). Identifikasi DRUG RELATED PROBLEMS Pada Pasien
Anak Demam Berdarah Di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Umum Boyolali Tahun
2007. Skripsi, 1 -19.
 RI, K. K. (2011). Promosi Kesehatan di Daerah Bermasalah Kesehatan Panduan Bagi
Petugas di Puskesmas. Jakarta.
 RI, K. K. (2015). Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2014. Jakarta.
 SR, H., S, S., S, W., & Sutroso. (2006). Tatalaksana Demam Berdarah Dengue Di
Indonesia. Jakarta: Direktorat Jendral Pemberantas Penyakit Menular Dan Penyehatan
Lingkungan.
 Sugiarto, & Christine. (2014). Hubungan Tekanan Darah Dan Frekuensi Denyut Nadi
Dengan Jumlah Trombosit Dan Hematokrit Pada Hari Keempat Setelah Onset Demam
Pasien Dengue Haemorrhagic Fever Di Rumah Sakit Umum Daerah Cibabat Periode
Oktober.
 Sumapradja, M. G., fayakun, Y., & Widyastuti, D. (2011). Proses Asuhan Gizi
Terstandart in : Iwaningsih, S., Utami, S., dan Moviana Y. (eds.) Proses Asuhan Gizi
Terstandart (PAGT). Jakarta: Abadi Publishing & Printin.
 Sutedjo. (2008). Mengenal Penyakit Melalui Pemeriksaan Laboratorium. Yogyakarta:
Medika Fakultas Kedokteran UGM.
 Syahrias, L. (2018). Faktor Prilaku Pencegahan Demam Berdarah Dengue (DBD) Di
Kelurahan Mangsang, Kota Batam. Jurnal Dunia Kesmas, VII, 134 - 139.
 Utami, R. S. (2015). Hubungan Pengetahuan Dan Tindakan Masyarakat Dengan Kejadian
Demam Berdarah Dengue (DBD) (Studi Di Kelurahan Putat Jaya Surabaya Tahun 2010 -
2014). Jurnal Berkala Epidemiologi.
 Utami, T., Sukendi, & Agrina. (2020). Startegi Penurunan Kejadian Penyakit Demam
Berdarah Dengue di Wilayah Kerja Puskesmas Gajah Mada Tembilahan. III, 49 - 53.
 Warsidi, E. (2009). bahaya Dan Pencegahan DBD. Bekasi: Mitra Utama.
 WHO. (2012). Panduan Lengkap Pencegahan Dan Pengendalian Dengue & DBD.
Jakarta: EGC.
 Wibowo, M. I., Pratiwi, R. A., & Sundhani, E. (2018, Desember). Studi Prospektif
Potensi Interaksi Obat Golongan Antibiotik Pada pasien Pediatri Di RRumah Sakit
Ananda Purwokerto. Jurnal Farmasi Indonesia, XV, 243 - 256.
 Zein, D. A. (2015). GAMBARAN KARAKTERISTIK WARNONG SIGN WHO 2009
PADA PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) ANAK DAN DEWASA.

Anda mungkin juga menyukai