Anda di halaman 1dari 55

Refleksi Kasus Maret 2023

“Dengue Syok Sindrom”

Nama : Akbar
No. Stambuk : N 111 22 001
Pembimbing : dr. Rahma, M.Kes., Sp. A

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TADULAKO
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH UNDATA
PALU
2023
LEMBAR PENGESAHAN

Nama : Akbar

Stambuk : N 111 22 001

Fakultas : Kedokteran

Program Studi : Profesi Dokter

Universitas : Tadulako

Bagian : Ilmu Kesehatan Anak

Judul : “Dengue Syok Sindrom"

Bagian Ilmu Kesehatan Anak

RSUD Undata Palu

Program Studi Profesi Dokter

Fakulas Kedokteran Universitas Tadulako

Palu, Februari 2022

Mengetahui

Pembimbing Dokter Muda

dr. Rahma, M.Kes., Sp.A Akbar


BAB I
PENDAHULUAN
1.2 Latar Belakang
Demam Dengue (DD) atau dapat disebut juga Dengue Fever dan Demam
Berdarah Dengue (DB) atau Dengue Hemorragic Fever (DHF) masih menjadi
masalah kesehatan yang membutuhkan perhatian di Indenesia dan hingga saat ini
masih menjadi masalah bagi kesehatan masyarakat dan menimbulkan dampak sosial
dan ekonomi (Kemenkes RI,2018). World Health Oeganization (WHO) telah
memperkirakan lebih dari 2,5 milyar penduduk berisiko terinfeksi virus dengue.
Dilaporkan setiap tahunnya terdapat 100 juta kasus demam dengue dan 0.5 juta kasus
demam berdarah dengue (DBD) terjadi di seluruh dunia, dimana 90% terjadi pada
anak-anak dibawah usia 15 tahun (WHO, 2011; Gwee et al, 2021). Terdapat
penurunan signifikan kasus DBD yang terjadi di Indonesia dengan jumlah kasus
68.407 tahun 2017 dari sebelumnya tahun 2016 sebanyak 204.171 kasus. Provinsi
dengan jumlah kasus tertinggi terjadi di 3 (tiga) provinsi di Pulau Jawa (Kemenkes
RI, 2018).
DBD secara epidemiologi di dunia berubah secara cepat. Selama tiga dekade
terakhir secara global, DBD terus mengalami peningkatan baik frekuensi maupun

insiden penyakit. Estimasi terbaru WHO menunjukkan sekitar 390 juta infeksi
Dengue pertahunnya dan 96 juta diantaranya merupakan manifestasi klinis infeksi
Dengue. Jumlah kasus DBD juga terus mengalami peningkatan dari 2,2 juta kasus

pada tahun 2010 menjadi 3,2 juta kasus pada tahun 2015. Sekitar 500.000 orang yang
menderita DBD dirawat inap setiap tahunnya. Proporsi terbesar (90%) adalah anak –
anak berusia kurang dari lima tahun dan kurang lebih 2,5% dari mereka meninggal

dunia. Berdasarkan data WHO tahun 2012, jumlah kematian yang disebabkan oleh
DBD pada negara – negara berpenghasilan rendah, berpenghasilan menengah ke
bawah dan berpenghasilan menengah ke atas masing-masing berkisar 297 per juta
penduduk, 873 per juta penduduk, dan 159 per juta penduduk serta jumlah kematian
yang lebih rendah pada negara – negara berpenghasilan tinggi yaitu berkisar 38 per
juta penduduk.
Demam Dengue (DD) adalah salah satu penyakit tropis yang disebabkan oleh
infeksi virus dengue yang mempunyai 4 jenis serotipe yaitu DEN-I, DEN-2, DEN-3,
DEN-4 melalui perantara vector nyamuk Aedes aegypti (Stegomiya aegipty) atau
Aedes albopictus (Stegomiya albopictus). Berdasarkan WHO manifestasi klinis DD
ditandai dengan adanya demam tinggi, mendadak, kontinua berlangsung antara 2 - 7
hari disertai dengan gejala lain seperti nyeri abdomen, atralgia, myalgia, anoreksia,
baik dengan atau tanpa manifestassi perdarahan. DBD dan DD dibedakan berdasarkan
adanya tanda kebocoran plasma. Demam dengue di hari keempat setelah gigitan
nyamuk harus menjadi perhatian penting, karena secara umum demam dengue itu
infeksi terjadi di hari ke-4 sampai hari ke-6, itu masuk fase kritis yang bisa rawan
hingga menyebabkan kematian, apabila tidak diberikan cairan obat yang cukup.
Dengue Syok Sindrom (DSS) adalah kasus demam berdarah dengue yang disertai
dengan manifestasi syok/renjatan. Dengue syok sindrom (DSS) adalah sidrom syok
yang terjadi pada penderita demam berdarah dengue menyebar dengan luas dan tiba-
tiba, tetapi juga merupakan manifestasi permasalahan klinis sebab hal ini dapat
menyebab kematian bila tidak ditangani secara dini dan adekuat. Kewaspadaan
terhadap DSS ini perlu diperhatikan karena angka kematian pada DSS sepuluh kali
lebih tinggi dibandingkan DBD tanpa adanya syok. Pasien DSS akan menghadapi
risiko kematian apabila tidak ditangani secara dini dan secara cepat. Pada temuan
penelitian yang dialakukan oleh Tantracheewathorn dkk menemukan bahwa faktor
risiko terjadinya DSS adalah perdarahan, infeksi dengue sekunder dan
hemokonsentrasi yang lebbih dari 22%. Selain itu pada penelitian lainnya juga
ditemukan bahwa kadar hematkrit dan kadar trombosit memiliki hubungan yang
signifikan terhadap kejadian DSS pada pasien DBD (Gerald, 2021)
Virus dengue ditularkan oleh nyamuk Aedes dari subgenus Stegomya. Aedes
aegypty merupakan vektor epidemik yang paling penting disamping spesies lainnya
seperti Aedes albopictus, Aedes polynesiensis yang merupakan vektor sekunder dan
epidemi yang ditimbulkannya tidak seberat yang diakibatkan Aedes aegypty. DD
dibedakan dari DBD berdasarkan adanya peningkatan permeabilitas vaskuler dengan
adanya tanda kebocoran plasma dan bukan dari adanya perdarahan. Pasien DD dapat
mengalami perdarahan berat walaupun tidak memenuhi kriteria DBD menurut WHO.
Virus nyamuk Aedes Aegypti berpotensi menyerang sel pada organ hepar sehingga
hepar meradang membengkak, dan fungsi hati terganggu, dan terjadi pendarahan yang
hebat. Peningkatan enzim transaminase serta hepatomegali merupakan tanda yang
sering ada pada penderita DBD, sehingga hal ini memperkuat dugaan bahwa
perjalanan penyakit DBD dapat mempengaruhi organ Hepar atau hati. Adanya
kejadian tersebut sehingga akan meningkatkan kadar Serum Glutamic Pyruvic
Transaminase (SGPT) dan Serum Glutamic Oxaloacetic Transaminase (SGOT) dalam
tubuh seseorang yang menderita DBD.
1.2 Tujuan
Penulisan refleksi kasus ini bertujuan untuk membahas kasus terkait dengan
Dengue Syok Syndrom.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
a) Demam dengue (DD)
Umumnya demam dengue merupakan penyakit saat sesaat terinfeksi oleh salh
satu serotipe virus dengue untuk pertama kalinya. Misalnya, DEN-1 atau DEN-2.
Hal ini terjadi paling tidak 6 bulan sampai 5 tahun sebelum seseorang terinfeksi
virus DBD. Demam dengue adalah akibat paling ringan yang ditimbulkan virus
dengue. Orang yang tidak mengerti sering menyebutnya sebagai gejala demam
berdarah . Hal ini dikarenakan gejala yang ditimbulkan hampir serupa , seperti
demam tinggi secara mendadak, sakit kepala berat, nyeri persendian dan otat, mual,
muntah, dan dapat menimbulkan ruam. Biasanya ruam timbul saat penderita mulai
merasa sakit. Ruam pertama kali muncul disekitar dada, tubuh, dan perut.
Selanjutnya menyebar ke anggota gerak (tangan dan kaki), lalu ke bagian muka.
Ruam yang timbul biasanya akan hilang tanpa adanya bekas. Pada penderita
demam dengue juga dapat menimbulkan trombositopenia (penurunan jumlah
trombosit) meskipun tidak separah demam dengue. Pada kondisi ini biasanya
kembali normal dalam waktu satu minggu. Hanya perlu dilakukan istirahat yang
cukup dan obat penurun panas untuk menyembuhkannya. Cairan elektrolit dapat
diberikan jika penderita mengalami demam tinggi (>40 ) dan disertai dengan
adanya muntah, diare , atau pengeluaran yang berlebihan (Frida,2020)
b) Demam Berdarah Dengue (DBD)
Sebelum seseorang terkena DBD , di dalam tubuhnya telah ada satu jenis
serotipe virus dengue ( serangan pertama kali). Biasanya serangan pertama kali
menimbulkan demam dengue. Seseorang yang pernah terinfeksi akan kebal
terhadap serotipe yang menyerang pertama kali. Namun hanya akan kebal
maksimal selama 6 bulan sampai 5 tahun akan kebal terhadap DEN-2, DEN-3,
DEN-4. Serangan yang kedua menyebabkan demam berdarah dengue. Masa
inkubasi DBD dimulai dari gigitan sampai menimbulkan gejala, yang dapat
berlangsung selama dua minggu. Darah penderita yang telah mengandung virus,
yaitu sekitar 1-2 hari sebelum terserang demam. Virus tersebut berada dalam darah
selama 5-8 hari. Jika daya tahan tubuh tidak cukup kuat melawan virus dengue
maka orang tersebut akan mengalami berbagai gelaja DBD. Biasanya demam
berlangsung selama 2-7 hari. Penderita juga merasa sering mual, muntah, sakit
kepala, nyeri otot, nyeri persendian, nyeri tulang, dan perut terasa kembung. Pada
bayi, demam yang tinggi dapat menimbulkan kejang atau step (Frida,2020)
Selain itu gejala khas dapat dilihat dari tampilan wajah yang cenderung
memerah, terjadi pembesaran hati, dan tinja yang berwarna hitam atau
mengandung darah. Jika gejala tersebut telah muncul, biasanya penderita harus
dirawat denganlebih serius agar tidak memasuki fase kritis. Pada penderita DBD
selalu terjadi trombositopenia yang mulai ditemukan pada hari ketiga dan berakhir
pada hari kedelapan sakit. Umumnya jumlah trombosit <100.000/mm3. Selain itu
terjadi peningkatan hematokrit yang diakibatkan adanya kebocoran pembuluh
darah. Jika hal ini tidak ditangani dengan baik maka dapat menimbulkan
perdarahan saluran cerna yang ditandai dengan warna tinja yang hitam. Pada
stadium akhir dapat terjadi muntah darah segar. Sebelum muncul gejala tersebut,
tebuh akan bereaksi terhadap virus, tubuh akan melawan virus dengan reaksi
menetralisir virus. Ruam merupakan bentuk netralisir. Namun jika tidak berhasil
dengan baik maka virus akan mengganggu fungsi pembekuan darah. Hal ini akibat
penurunan jumlah dan kualitas komponen-komponen beku darah yang
menimbulkan manifestasi perdarahan. Jika kondisi ini semakin memberat, maka
akan timbul kebocoran plasma darah. Plasma dari dalam pembuluh darah akan
memasuk rongga perut dan paru-paru. Keadaan bisa berakibat fatal. Hal tersebutlah
yang membuatnya dikatakan sebagai demam berdarah dengue. Dan jika demam
berdarah dengue tidak mendapat penanganan yang tepat maka dapat menjadi
dengue syok sindrom (Frida,2020)
c) Dengue Syok Sindrom (DSS)
Dengue Shock Syndrome (DSS) merupakan fase ketiga dan keempat dari
perkembangan penyakit Demam Berdarah Dengue, dimana sudah terjadi syok pada

penderita demam berdarah. Demam Berdarah Dengue adalah salah satu penyakit
yang disebabkan oleh infeksi salah satu atau beberapa serotipe dari 4 jenis virus
dengue, yaitu: Den-1, Den-2, Den-3, dan Den-4 yang ditularkan melalui gigitan
nyamuk Aedes sp. yaitu Aedes aegypti atau Aedes albopictus yang sudah terdapat
virus di dalam tubuhnya. Dengue Syok Sindrom (DSS) adalah kasus deman
berdarah dengue disertai dengan manifestasi kegagalan sirkulasi/ syok/ renjatan.
Dengue Shok Syndrome (DSS) adalah sindroma syok yang terjadi pada penderita
Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) atau Demam Berdarah Dengue (DBD)
menyebar dengan luas dan tiba-tiba, tetapi juga merupakan permasalahan klinis.
Karena 30 – 50% penderita demam berdarah dengue akan mengalami renjatan dan
berakhir dengan suatu kematian terutama bila tidak ditangani secara dini dan
adekuat (Dias,2017)
Faktor risiko DSS yaitu umur, jenis kelamin, status gizi, lama mendapatkan

layanan kesehatan, infeksi dengue ulangan, dan jenis serotipe virus. Penelitian
Rahayu dan Kalayanaroj, et al, juga menyebutkan bahwa golongan darah AB

merupakan faktor risiko dari kejadian DSS. Secara klinis, faktor yang berhubungan
dengan DSS yaitu mual, muntah, hipotensi, nyeri abdominal, perdarahan pada
sistem gastrointestinal, hemokonsentrasi, efusi pleura, hipoalbuminemia,
hipoproteinemia, hepatomegali, trompositopenia, tingkat fibrinogen, protrombin

dan tromboplastin time, serta tingkat alanine transaminase. Namun dalam faktor-
faktor yang berhubungan masih terdapat hasil yang saling bertolak belakang antara
beberapa hasil penelitian, misalnya variabel umur, jenis kelamin perempuan, dan
golongan darah. Selain faktor klinis yang terbukti sebagai faktor risiko DSS, juga
terdapat faktor lingkungan dan sosio demografik yang besar kemungkinan juga
menjadi faktor risiko DSS yaitu akses terhadap pelayanan kesehatan, pengetahuan

dan kesadaran orangtua penderita mengenai DBD. Persepsi individu yang kurang
baik dalam memahami penyakit DBD yang dianggap seperti demam pada

umumnya, sehingga akhirnya ada keterlambatan dibawa ke fasilitas kesehatan dan


dirujuk ke rumah sakit, dan menyebabkan tingkat keparahan penyakit DBD
meningkat dan terjadi syok (Dias,2017)

2.2 Epidemiologi
World Health Organization (WHO) memperkirakan lebih dari 2,5 milyar
penduduk berisiko menderita infeksi virus dengue. Dilaporkan setiap tahunnya
terdapat 100 juta kasus demam dengue dan 0.5 juta kasus demam berdarah dengue
(DBD) terjadi di seluruh dunia, dimana 90% terjadi pada anak-anak dibawah usia 15
tahun. Terdapat penurunan signifikan kasus DBD yang terjadi di Indonesia dengan
jumlah kasus 68.407 tahun 2017 dari sebelumnya tahun 2016 sebanyak 204.171
kasus. Berdasarkan data Kementerian Kesehatan (2017), kasus DBD berjumlah
68.407 kasus dengan jumlah kematian sebanyak 493 orang. Jumlah tersebut
menurun cukup drastis dari tahun 2016, yaitu 204.171 kasus dengan jumlah
kematian sebanyak 1.598 orang. Prevalensi DBD tahun 2017 juga menurun jika
dibandingkan dengan tahun 2016, yaitu dari 78,85 menjadi 26,10 per 100.000
penduduk. Namun, penurunan Case Fatality Rate (CFR) dari tahun sebelumnya tidak
terlalu tinggi, yaitu 0,78% pada tahun 2016 menjadi 0,72% pada tahun 2017.
2.3 Etiologi
Penyebab penyakit demam dengue maupun demam berdarah adalah sama
yaitu disebabkan oleh virus dengue family flaviviridae dengan genusnya adalah
flavivirus. Virus mempunyai empat serotip yang dikenal dengan DEN-1, DEN-2,
DEN-3, dan DEN-4 yang ditularkan melalui gigitan nyamuk genus A.aegepty dan A.
Albopictus. Nyamuk Aedes aegypti bersifat antropolifik yang senang sekali kepada
manusia. nyamuk ini suka memngigit berulang kali . Nyamuk betina yang membawa
virus dengue biasanya sangat suka memngigit manusia. Sedangkan nyamuk jantan
hanya tertarik pada cairan yang mengandung gula seperti pada bungan atau tumbuh-
tumbuhan. Nyamun betina membutuhkan protein yang terdapat dalam darah manusia
untuk mematangkan telurnya atau untuk dibuahi oleh sperma nyamuk jantannya.
Sedangkan itu nyamuk jantan akan segera mati setelah melakukan perkawinan. Rata-
rata usia nyamuk jantan 6-7 hari, sedangkan usia nyamuk betina rata-rata 10 hari,
bahkan dapat mencapai 3 bulan , bergantung pada suhu dan kelembapan udara di
habitatnya (Frida, 2020)
Gigitan A.Aegypti tidak selamanya menyebabkan DBD . Hanya nyamuk yang
mengandung virus dengue yang dapat menimbulkan penyakit. Selain itu virus dengue
yang sudah masuk kedalam tubuh tidak selalu menimbulkan infeksi. jika daya tahan
tubuh cukup kuat maka dengan sendirinya virus tersebut dapat dilawan oleh tubuh
(Frida,2020)
2.4 Patofisiologi
Peningkatan permeabilitas pembuluh darah dapat disebabkan oleh beberapa
faktor, yaitu vaskular dan kebocoran plasma yang lebih besar. Penelitian
menunjukkan bahwa sel endotel vaskular dapat menjadi target infeksi virus dengue.
Sel endotel berperan penting dalam mengatur permeabilitas pembuluh, serta
mempertahankan hemostasis dan juga berperan dalam produksi sitokin. Virus dengue
dapat menginduksi produksi IL-6 dan IL-8 oleh sel endotel yang berkontribusi pada
patogenesis DHF. Semakin banyak sel yang terinfeksi, lebih banyak interleukin
dihasilkan yang akan meningkatkan permeabilitas kapiler sehingga meningkatkan
risiko DSS. Trombositopenia mengindikasikan terjadinya kebocoran plasma.
Trombosit adalah sel yang mengandung semua jenis mediator. Kerusakan endotel
menyebabkan agregasi trombosit dan trombosit yang teraktivasi akan melepaskan
histamine like substance dan 5-hydroxytryptamine yang dapat meningkatkan
permeabilitas pembuluh darah.
Virus dengue yang ganas berpotensi menyerang sel retikuloendotelial system
termasuk organ hepar dan sel endotel, akibatnya hepar meradang, membengkak, dan
faal hati terganggu dan akan terjadi perdarahan yang hebat disertai kesadaran
menurun. Analisis secara Immunohistochemistry dari beberapa kasus pada bagian hati
si penderita yang terinfeksi virus dengue yang fatal menunjukkan adanya antigen
virus didalam hepatosilia, sel kupffer dan di sel endotel.
Infeksi virus dengue pada tubuh seseorang dapat menyebabkan kerusakan sel
hati, hal ini dikarenakan virus tersebut dapat berkembang dalam sel hati manusia dan
meninggalkan hepatoseluler. Virus ini juga menginduksi mitokondria dan kematian
sel dalam tubuh sehingga dapat berinteraksi dengan mitokondria mengakibatkan
mitokondria muncul ayng berlebihan. Hal ini mengakibatkan terjadinya nekrosis
hepatoseluler yaitu kematian sel pada zona tengah dan perifer hati. Hati merupakan
pusat metabolisme seluruh tubuh, 25% sumber energy tubuh berasal dari hati 20-25%
oksigen darah digunakan hati. Aliran darah menuju hati berkisar 1500 cc. darah yang
mengalir dalam arteri kurang lebih 25% dan divena aorta 75% dari aliran darah ke
hati. Sehingga jika ada gangguan dengan hati karena virus khususnya dengue
ditakutkan akan terjadinya perdarahan dan mengancam jiwa seseorang. Demam
berdarah dengue yang menyebabkan kerusakan faal hati dapat dilihat dari kadar SGPT
dan SGOT.
2.5 Manifestasi Klinis
Gejala klinis demam dengue dibagi menjadi 3 fase, yaitu fase demam, fase
kritis, dan fase recovery. Pada fase demam, demam berlangsung 1-3 hari dengan suhu
yang tinggi. Pada fase kritis ,demam masih berlangsung pada hari ke 3-7 namun
temperatur sedikit menurun yaitu 37,5-38 derajat celcius atau lebih rendah dan
peningkatan permeabilitas kapiler dengan level hematokrit yang meningkat. Pada
akhir fase demam , ada kecenderungan terjadi syok hipovolemik akibat kebocoran
plasma. Efusi pleura dan acites dapat terdeteksi berdasar dari tingkat keparahan
kebocoran plasma tersebut. Tingkat efusi pleura berkorelasi positif dengan tingkat
keparahan penyakit. klinis pasien pada kasus sesuai dengan gejala yang dapat
ditemukan pada fase kritis. Fase terakhir adalah fase penyembuhan. Setelah pasien
bertahan selama 24-48 jam fase kritis, reabsorbsi kompartemen ekstravaskuler
bertahap terjadi selama 48-72 jam. Fase ini ditandai dengan keadaan umum membaik,
nafsu makan kembali normal, gejala gastrointestinal membaik dan status
hemodinamik stabil (Andi,2020)
Kebocoran plasma pada DBD terjadi mulai hari demam ke-3 hingga ke-7 dan
tidak lebih dari 48 jam sehingga fase kritis DBD yaitu dari saat demam turun hingga
48 jam kemudian. Perlu dilakukan observasi tanda vital, kadar hematokrit, trombosit
dan jumlah urin 6 jam sekali (minimal 12 jam sekali). Pada Dengue Shock Syndrome
(DSS) dijumpai pada DBD derajat III dan IV (Khaidir, 2022)
Kriteria demam dengue menurut WHO yaitu demam 2-7 hari dengan dua atau
lebih manifestasi; nyeri kepala, nyeri retroorbital, mialgia, ruam kulit, manifestasi

perdarahan (petekie, epistaksis, purpura) dan leukopenia <4.000/mm 3,


trombositopenia <100.000/ mm. Awal penyakit biasanya mendadak dengan adanya
trias yaitu demam tinggi, nyeri pada anggota badan dan ruam. Pada DD suhu tubuh

biasanya mencapai 390C sampai 400C dan demam bersifat bifasik yang berlangsung
sekitar 5-7 hari. Ruam kulit pada DD berupa kemerahan atau bercak bercak merah
yang menyebar dapat terlihat pada wajah, leher dan dada selama separuh pertama
periode demam dan kemungkinan makulopapular maupun menyerupai demam
skalartina yang muncul pada hari ke 3 atau ke 4. Ruam berlangsung 3- 4 hari dan
timbul pada 6-12 jam sebelum suhu naik pertama kali (Anindya,2022)
Tidak terdapat manifestasi perdarahan spontan, namun saat dilakukan uji
tourniquet didapatkan hasil positif pada perhitungan jumlah ptekie di bawah fossa
cubiti. Petekia halus tersebar di anggota gerak, muka, aksila sering kali ditemukan
pada masa dini demam. Epistaksis dan perdarahan gusi jarang dijumpai sedangkan
perdarahan saluran pencernaan hebat lebih jarang lagi dan biasanya timbul setelah
renjatan tidak dapat diatasi. Pemeriksaan laboratorium selama DD akut antara
lain,nilai leukosit biasanya normal saat permulaan demam kemudian leukopeni hingga
periode demam berakhir, nilai trombosit normal, demikian pula komponen lain dalam
mekanisme pembekuaan darah. Pada beberapa epidemi biasanya terjadi
trombositopeni, Serum biokimia/enzim biasanya normal, kadar enzim hati mungkin
meningkat (Anindya, 2022)
Diagnosis banding DD yang paling dekat adalah DBD. Kriteria diagnosis
DBD/DHF (Case definition) berdasarkan WHO antara lain; Demam tinggi mendadak
tanpa sebab jelas terus menerus selama 2-7 hari, terdapat manifestasi perdarahan
termasuk uji tornikuet positif, petekie, ekimosis, epistaksis, perdarahan gusi,
hematemesis dan melena, pembesaran hati, syok ditandai nadi cepat dan lemah serta
penurunan tekanan nadi. Kriteria laboratorium: Trombositopenia (≤100.000/UI),
hemokonsentrasi dengan peningkatan hematokrit lebih dari 20% (Anindya,2022)
Demam selama 2-7 hari dengan dua atau lebih gejala seperti sakit kepala,
nyeri retroorbital, mialgia, arthralgia dengan atau tanpa leukopenia, trombositopenia
dan tidak ada tanda kebocoran plasma adalah gambaran klasik dengue.
a) DBD I: Kriteria di atas ditambah tes tourniquet positif dan adanya tanda
kebocoran plasma. Trombositopenia dengan jumlah trombosit kurang dari
100.000/cu mm dan hematokrit meningkat 20% dari baseline.
b) DBD II: Kriteria di atas ditambah adanya tanda perdarahan spontan pada kulit
atau organ lain (tinja berwarna hitam, epistaksis, gusi berdarah) dan nyeri
perut. Trombositopenia dengan jumlah trombosit kurang dari 100.000/m3 dan
hematokrit meningkat 20% dari baseline.
c) DBD III (DSS): Kriteria diatas ditambah dengan adanya kegagalan sirkulasi
(nadi cepat lemah, tekanan nadi kecil <20 mmHg. Hipotensi, kulit dingin dan
lembap, gelisah). Trombositopenia dengan jumlah trombosit kurang dari
100.000/m3 dan hematokrit meningkat 20% dari baseline.
d) DHF IV (DSS): Adanya syok berat dengan tekanan darah atau denyut nadi
tidak terdeteksi atau teraba. Trombositopenia dengan jumlah trombosit kurang
dari 100.000/cu mm dan hematokrit meningkat 20% dari baseline.
2.6 Pemeriksaan Penunjang
a) Pemeriksaan Darah lengkap
Pemeriksaan darah rutin dilakukan untuk memeriksa kadar
hemoglobin, hematokrit, jumlah trombosit. Peningkatan nilai hematokrit yang
selalu dijumpai pada DBD merupakan indikator terjadinya perembesan
plasma, Selain hemokonsentrasi juga didapatkan trombositopenia, dan
leukopenia.
b) Identifikasi virus
Adanya pertumbuhan virus dengue dapat diketahui dengan melakukan
fluorescence antibody technique test secara langsung atau tidak langsung
dengan menggunakan cunjugate. Untuk identifikasi virus dipakai
flourensecence antibody technique test secara indirek dengan menggunakan
antibodi monoklonal .
c) IgM elisa
Pada tahun terakhir ini, mac elisa merupakan uji serologi yang banyak sekali
dipakai. Sesuai namanya test ini akan mengetahui kandungan IgM dalam
serum pasien. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam uji mac elisa adalah :
 Pada perjalanan penyakit hari 4 – 5 virus dengue, akan timbul IgM
yang diikuti oleh IgG.
 Dengan mendeteksi IgM pada serum pasien, secara cepat dapat
ditentukan diagnosis yang tepat.
 Ada kalanya hasil uji terhadap masih negatif, dalam hal ini perlu
diulang.
 Apabila hari ke 6 IgM masih negatif, maka dilaporkan sebagai negatif.
 IgM dapat bertahan dalam darah sampai 2 – 3 bulan setelah adanya
infeksi. Untuk memeperjelas hasil uji IgM dapat juga dilakukan uji
terhadap IgG. Untuk itu uji IgM tidak boleh dipakai sebagai satu –
satunya uji diagnostik untuk pengelolaan kasus.
 Uji mac elisa mempunyai sensitifitas sedikit dibawah uji HI, dengan
kelebihan uji mac elisa hanya memerlukan satu serum akut saja dengan
spesifitas yang sama dengan uji HI.
d) IgE elisa
Pada saat ini juga telah beredar uji IgG elisa yang sebanding dengan uji
HI , hanya sedikit lebih spesifik. Beberapa merek dagang kita uji untuk infeksi
dengue IgM / IgG dengue blot, dengue rapid IgM, IgM elisa, IgG elisa, yang
telah beredar di pasaran. Pada dasarnya, hasil uji serologi dibaca dengan
melihat kenaikan titer antibodi fase konvalesen terhadap titer antibodi fase
akut (naik empat kali kelipatan atau lebih.
e) Pemeriksaan radiologi
 Dilatasi pembuluh darah paru
 Efusi pleura
 Kardiomegali atau efusi perikard
 Hepatomegali
 Cairan dalam rongga peritoneum
 Penebalan dinding vesika felea
2.7 Diagnosis
WHO membuat kriteria diagnosis DBD yang dapat ditegakkan jika memenuhi 2
kriteria klinis ditambah dengan dua kriteria laboratorium.
Kriteria diagnosis infeksi dengue dibagi menjadi kriteria diagnosis klinis dan
kriteria diagnosis laboratoris. Kriteria diagnosa klinis penting dalam penapisan kasus,
tatalaksana kasus, memperkirakan prognosis kasus, dan surveilans. Diagnosis DBD di
Sulawesi Tengah sebagian besar dan pada umumnya menggunakan kriteria diagnosa
klinis. Kriteria diagnosa laboratoris dengan menggunakan NS1 atau pemeriksaan IgG
dan IgM jarang digunakan karena ketersediaan bahan yang terbatas walaupun ada
beberapa kasus yang juga dikonfirmasi dengan pemeriksaan IgG dan IgM ataupun
NS1 (Hayani, 2018). Manifestasi klinis infeksi dengue sangat bervariasi dan sulit
dibedakan dari penyakit infeksi lain terutama pada fase awal penyakit. Kewaspadaan
masyarakat terhadap infeksi dengue menyebabkan pasien demam sudah dibawa
berobat pada fase awal yang menyebabkan kesulitan tenaga kesehatan dalam

mendiagnosis. Oleh karena itu, Kementerian Kesehatan RI mengeluarkan petunjuk


tanda dan gejala klinis serta pemeriksaan laboratorium. Definisi kasus DBD di
Indonesia masih harus mengikuti definis kasus DBD yang telah ditetapkan oleh

Kementerian Kesehatan, yaitu kriteria trombosit ≤ 100.000/mm3 dan hematokrit ≥


20%. Walaupun hal ini tidak didukung oleh banyak klinisi termasuk di luar negeri

terutama dalam hal peningkatan hematokrit. Akan tetapi, kriteria trombosit ≤

3
100.000/mm merupakan kriteria yang sangat penting yang harus dipenuhi untuk
diagnosis kasus DBD.
2.8 Faktor Risiko
a) Usia
Usia dikaitkan pada kejadian Dengue Shock Syndrome karena berhubungan
dengan daya tahan tubuh yang masih belum maksimal. Kerentanan untuk terjadi
syok relatif konstan antara umur 4 sampai 12 tahun dan menurun pada usia remaja
(Hikmatul Islamiyah,2018). Penelitian Sarah Buntubantu,Eggi Arguni,dkk (2015)
menunjukkan 68,2% kasus SSD terjadi pada usia ≥5 tahun, Kejadian DBD lebih
sering pada usia >5 tahun disebabkan karena mikrovaskular dan permeabilitas yang
lebih besar pada usia >5 tahun. Hal ini diperkuat oleh penelitian Budi Hernawan
dan Adheelah Rachmah Afrizal (2018) didapatkan jumlah usia terbanyak pada
pasien DBD anak yang mengalami DSS terbanyak pada rentang usia 5-8 tahun.
Penelitian dari Riana Pujiarti (2016) juga menyatakan bahwa ada hubungan antara
usia anak dengan kejadian Dengue Shock Syndrome (DSS) pada anak di Rumah
Sakit Umum Daerah Tugurejo Kota Semarang. Peneliti berasumsi bahwa pada usia
5-10 tahun lebih rentan terhadap penyakit karena daya tahan tubuh yang belum
stabil. Kelompok umur tersebut lebih rentan terkena DBD karena faktor daya tahan
tubuh yang rendah dan cenderung mengalami syok.
Usia berpengaruh terhadap penyakit Demam Berdarah Dengue, karena anak
yang usianya lebih muda memiliki faktor daya tahan tubuh yang belum sempurna
bila dibandingkan dengan dewasa sehingga anak beresiko terkena penyakit lebih
tinggi termasuk terkena penyakit yang di sebabkan oleh virus dengue (Khaidir,
2022)
b) Jenis Kelamin
Jenis kelamin seringkali menjadi faktor yang mempengaruhi kesehatan
seseorang karena disebabkan oleh perbedaan genetika dalam memproduksi
antibodi. Pada kasus demam berdarah dengue pasien yang berjenis kelamin laki-
laki ternyata lebih rentan terkena dibandingkan dengan perempuan dikarenakan
secara genetika dan hormonal perempuan lebih efisien dalam memproduksi
immunoglobulin dan antibodi daripada laki-laki (Setiawati, 2015) Hasil penelitian
Budi Hernawan dan Adheelah Rachmah Afrizal (2018) menunjukkan bahwa pasien
demam berdarah dengue (DBD) anak yang mengalami DSS lebih banyak pada
jenis kelamin laki- laki, dibandingkan dengan jenis kelamin perempuan. Hal ini
juga diperkuat oleh penelitian dari Ridha Hanifa (2018) didapatkan persentase pada
penderita SSD, jenis kelamin laki-laki memiliki jumlah yang lebih banyak yaitu 37
orang (51,4%) dibandingkan jenis kelamin perempuan yaitu 28 orang (48,3%).
Distribusi ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Permatasari (2015) yang
mendapatkan bahwa distribusi jenis kelamin pada laki- laki 51 orang lebih banyak
dibandingkan dengan anak perempuan 47 orang dari 98 kasus. Peneliti berasumsi
bahwa anak laki-laki lebih rentan terkena infeksi dibandingkan perempuan karena
produksi immunoglobulin dan antibodi. secara genetika dan hormonal perempuan
lebih efisien dalam memproduksi immunoglobulin daripada laki-laki.
c) Status Gizi
Pada status gizi obesitas terjadi peningkatan ekspresi TNF α dan IL-6,
sedangkan pada Dengue Shock Syndrome juga terjadi produksi TNF α dan IL-6.
Akibat peningkatan ekspresi TNF α dan IL-6 maka obesitas berperan dalam
menyebabkan DBD menjadi DSS (Sutaryo,2015). Hasil penelitian Ridha Hanifah
(2018) didapatkan bahwa status gizi lebih 4,791 kali lebih berisiko menyebabkan
SSD pada anak dibandingkan dengan status gizi tidak lebih. Hal ini menunjukkan
status nutrisi mempengaruhi derajat berat ringannya suatu penyakit berdasarkan
teori imunologi dimana gizi baik dapat meningkatkan respon antibodi. Penelitian
ini sejalan dengan penelitian Ni Putu Indah Karika Putri dan I Made Gede Dwi
Lingga Utama (2016) dimana pada penelitiannya didapatkan hasil yang bermakna
antara hubungan status gizi dengan kejadian SSD pada anak. Anak dengan obesitas
memiliki risiko 2,44 kali lebih tinggi untuk mengalami SSD dibandingkan dengan
pasien anak bukan obesitas. Peneliti berasumsi bahwa anak dengan status gizi
lebih memiliki cadangan lemak yang lebih banyak. Kurangnya kandungan air yang
lebih sedikit pada anak dengan gizi lebih, apabila terjadi perdarahan, dapat lebih
cepat mengalami syok.
d) Jumlah Leukosit
Leukopenia terjadi pada sebagian besar pasien yang mengalami SSD karena
pada pasien SSD terjadi kebocoran plasma yang luas. Pada saat kebocoran plasma
terjadi sangat luas pada endotel pembuluh darah, akan terjadi migrasi leukosit yang
diaktivasi dari aliran darah ke jaringan inflamasi. (Soedarto,2015) Berdasarkan
hasil penelitian Devita Febriani Putri dan Tusy Triwahyuni (2017) didapatkan ada
hubungan positif jumlah leukosit dengan kejadian SSD pada anak di RSUD Dr.H.
Abdul Moeleok Bandar Lampung. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian
Risniati,Tarigan dan Tjitra (2011) yang menyebutkan hasil pemeriksaan
laboratorium menunjukkan penderita DBD anak dengan leukopenia berisiko 2 kali
lebih besar mengalami SSD dibandingkan yang tidak leukopenia.
Peneliti berasumsi bahwa leukopenia merupakan salah satu faktor terjadinya DSS
pada pasien demam berdarah karena ketika jumlah sel darah putih terlalu rendah
maka tubuh akan mulai terserang penyakit dan infeksi.
2.9 Tatalaksana
Tatalaksana DBD bersifat suportif simptomatik dengan tujuan memperbaiki
sirkulasi dan mencegah timbulnya renjatan dan timbulnya Koagulasi Intravaskuler
Diseminata (KID). Penatalaksanaan kasus DD bersifat simptomatis dan suportif
meliputi; tirah baring selama fase demam akut, Antipiretik atau sponging untuk
menjaga suhu tubuh tetap dibawah 40 derajat celcius, sebaiknya diberikan
paracetamol, analgesik atau sedatif ringan mungkin perlu diberikan pada pasien
yang mengalami nyeri yang parah, terapi elektrolit dan cairan secara oral
dianjurkan untuk pasien yang berkeringat lebih atau muntah (Anindya,2022)
Sekitar 60% kasus DBD dirumah sakit berhasil diatasi hanya dengan larutan
kristaloid, 20% memerlukan cairan koloid dan 15% memerlukan transfusi darah.
Cairan kristaloid yang direkomendasikan WHO untuk resusitasi awal syok ialah
Ringer laktat, Ringer asetat atau NaCL 0,9%. Ringer memiliki kelebihan karena
mengandung natrium dan sebagai base corrector untuk mengatasi hiponatremia dan
asidosis yang selalu dijumpai pada DBD. Untuk DBD stadium IV perlu
ditambahkan base corrector disamping pemberian cairan Ringer akibat adanya
asidosis berat. Saat pasien berada dalam fase demam, pemberian cairan hanyalah
untuk rumatan bukan cairan pengganti karena kebocoran plasma belum terjadi.
Jenis dan jumlah cairan harus disesuaikan. Pada DD tidak diperlukan cairan
pengganti karena tidak ada perembesan plasma (Anindya,2022)
Bila pada syok DHF tidak berhasil diatasi selama 30 menit dengan resusitasi
kristaloid maka cairan koloid harus diberikan (ada 3 jenis; dekstan, gelatin dan
hydroxy ethyl starch) sebanyak 10-30 ml/kgBB. Berat molekul cairan koloid lebih
besar sehingga dapat bertahan dalam rongga vaskular lebih lama (3-8 jam)
daripada cairan kristaloid dan memiliki kapasitas mempertahankan tekanan onkotik
vaskular lebih baik. Pada syok berat (lebih dari 60 menit) pasca resusitasi kristaloid
(20ml/kgBB/30menit) dan diikuti pemberian cairan koloid tetapi belum ada
perbaikan maka diperlukan pemberian transfusi darah minimal 100 ml dapat segera
diberikan. Obat inotropik diberikan apabila telah dilakukan pemberian cairan yang
memadai tetapi syok belum dapat diatasi. Setelah fase krisis terlampau, cairan
ekstravaskular akan masuk kembali dalam intravaskular sehingga perlu dihentikan
pemberian cairan intravena untuk mencegah terjadinya oedem paru. Pada fase
penyembuhan (setelah hari ketujuh) bila terdapat penurunan kadar hemoglobin,
bukan berarti perdarahan tetapi terjadi hemodilusi sehingga kadar hemoglobin akan
kembali ke awal seperti saat anak masih sehat. Pada anak yang awalnya menderita
anemia akan tampak kadar hemoglobin rendah, hati-hati tidak perlu diberikan
transfusi.
Kriteria memulangkan pasien antara lain,tidak demam selama 24 jam tanpa
antipiretik, nafsu makan membaik, tampak perbaikan secara klinis, hematokrit
stabil, Tiga hari setelah syok teratasi, jumlah trombosit diatas 50.000/μl, tidak
dijumpai adanya distress pernafasan (akibat efusi pleura atau asidosis) (WHO,
2011; Pudjiadi dkk, 2019). Pada hari keempat perawatan febris hari ke 8 pasien
tidak demam dalam 24 jam, nafsu makan dan minum pasien sudah membaik, dan
tampak adanya perbaikan klinis, kemudian pasien dipulangkan (Anindya, 2022)
2.10 Pencegahan
a) Menguras tempat penampungan air
Menguras tempat penampungan air adalah salah satu cara yang
dialkukan mencegah penyakit DBD dengan cara membersihkan tempat
perkembangbiakan nyamuk aedes aegypti. Pencegahan ini banyak dilakukan di
tingkat rumah tangga tetapi juga dapat dilakukan di perkantoran maupun tempat
umum lainnya. Menguras TPA tersebut minimal sekali seminggu dapat
mengurangi tempat perkembangbiakan jentik aedes aegypti . Tempat
penampungan yang seringdibersihkan dapat menekan populasi jentiksehingga
tidak tumbuh dan berkembang menjadi nyamuk dewasa. Jentik nyamuk
biasanya diletakkan di dinding tempat penampungan air saatn yamuk dewasa
bertelur. Pengurasan tempatpenampungan air dilakukan teratur minimal
seminggu sekali dapat ditekan serendah-rendahnya, sehingga penularan DBD
tidak terjadi (Agung, 2021)
b) Pengendalian Vektor
 Pengendalian Cara Kimiawi Pada pengendalian kimiawi digunakan
insektisida yang ditujukan pada nyamuk dewasa atau larva. Insektisida
yang dapat digunakan adalah dari golongan organoklorin, organofosfor,
karbamat, dan pyrethoid. Bahan-bahan insektisida dapat diaplikasikan
dalam bentuk penyemprotan (spray) terhadap rumah-rumah penduduk.
Insektisida yang dapat digunakan terhadap larva Aedes aegypti yaitu dari
golongan organofosfor (Temephos) dalam bentuk sand granules yang larut
dalam air di tempat perindukan nyamuk atau sering disebut dengan
abatisasi.
 Pengendalian biologik Pengendalian hayati atau sering disebut dengan
pengendalian biologis dilakukan dengan menggunakan kelompok hidup,
baik dari golongan mikroorganisme hewan invertebrate atau vertebrata.
Sebagai pengendalian hayati dapat berperan sebagai patogen, parasit dan
pemangsa. Beberapa jenis ikan kepala timah (Panchaxpanchax), ikan gabus
(Gambusia affinis) adalah pemangsa yang cocok untuk larva nyamuk.
Beberapa jenis golongan cacing nematoda seperti Romanomarmis iyengari
dan Romanomarmis culiforax merupakan parasit yang cocok untuk larva
nyamuk.
 Pengendalian Lingkungan, Pengendalian lingkungan dapat digunakan
beberapa cara antara lain dengan mencegah nyamuk kontak dengan
manusia yaitu memasang kawat kasa pada pintu, lubang jendela, dan
ventilasi di seluruh bagian rumah. Hindari menggantung pakaian di kamar
mandi, di kamar tidur, atau di tempat yang tidak terjangkau sinar matahari
 Gearakan pemberantasan sarang nyamuk, Gerakan PSN adalah keseluruhan
kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat dan pemerintah untuk mencegah
penyakit DBD yang disertai pemantauan hasilhasilnya secara terus
menerus. Gerakan PSN DBD merupakan bagian terpenting dari
keseluruhan upaya pemberantasan penyakit DBD, dan merupakan bagian
dari upaya mewujudkan kebersihan lingkungan serta prilaku sehat dalam
rangka mencapai masyarakat dan keluarga sejahtera. Dalam membasmi
jentik nyamuk penularan DBD dengan cara yang dikenal dengan istilah 3M,
yaitu Menguras bak mandi, bak penampungan air, tempat minum hewan
peliharaan minimal sekali dalam seminggu, Menutup rapat tempat
penampungan air sedemikian rupa sehingga tidak dapat diterobos oleh
nyamuk dewasa dan Mengubur barang-barang bekas yang sudah tidak
terpakai, yang semuanya dapat menampung air hujan sebagai tempat
berkembangbiaknya nyamuk Aedes aegypti.
c) Dokter atau unit kesehatan yang melakukan pemeriksaan atau diagnosis dan
pengobatan segera melaporkan kasus DBD tersebut kepada puskesmas.
Kemudian pihak puskesmas yang menerima laporan segera melakukan
penyelidikan epidemiologi dan pengamatan penyakit di lokasi penderita dan
rumah disekitarnya untuk mencegah kemungkinan adanya penularan lebih
lanjut.
2.11 Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi berupa syok berulang, kegagalan pernafasan
akibat edema paru atau kolaps paru, efusi pleura, acssites, ensefalopati dengue,
kegagalan jantung dan sepsis.
2.12 Prognosis
Secara umumnya, prognosis dengue syok sindrom adalah buruk.Tetapi
tergantung dari beberapa faktor seperti lama dan beratnya renjatan, waktu, metode,
adekuat tidaknya penanganan, ada tidaknya syok yang terjadi terutama dalam 6
jam pertama pemberian infus dimulai, panas selama renjatan dan tanda-tanda
serebral.
BAB III
LAPORAN KASUS
A. Identitas Pasien
Nama : An. B
Jenis kelamin : Perempuan
Tanggal lahir / usia : 01/01/2022 (1 tahun 2 bulan)
Tanggal masuk : 29/01/2023
Nama orangtua : Tn. M
Pekerjaan : Pemadam kebakaran
Alamat : Jl. Soekarno Hatta
Ruangan : ICU RS Madani

B. Anamnesis

Keluhan Utama : Demam


Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien anak perempuan usia 1 tahun 2 bulan diantar oleh orang tuanya ke RS
Madani dengan keluhan demam yang dialami sejak 1 hari sebelum masuk rumah
sakit. Keluhan demam tersebut naik turun yang dimana demam pasien naik saat
menjelang magrib dan turun saat pagi hari. Selain keluhan demam pasien juga sempat
mengalami kejang 1 hari sebelum masuk rumah sakit. Keluhan kejang tersebut
dialami sebanyak 1 x dan berlangsung kurang dari 15 menit. Keluhan lainnya yaitu
pasien sempat muntah sebanyak 3 x dan mual. Batuk (-), Flu(-), sesak (-), BAB
normal dan BAK normal.
Riwayat Penyakit Dahulu
Tidak terdapat riwayat penyakit dahulu
Tidak terdapat riwayat kejang sebelumnya
Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada keluarga yang mengalami keluhan serupa
Riwayat Kehamilan
G1P1A0
Riwayat Sosial-Ekonomi
Keluarga pasien termasuk golongan sosial ekonomi menengah

Riwayat Kebiasaan dan Lingkungan


Pasien tinggal bersama keluarganya di rumahnya sendiri dengan sanitasi
lingkungan yang baik. Ibu pasien mengatakan tidak pakai kelambu saat tidur dan
terdapat beberapa penampungan air dirumahnya.
Anamnesis Makanan
0-6 bulan : Susu formula
6-12 bulan : Susu formula + Makanan pendamping
12-sekarang : Makanan rumahan
Riwayat Imunisasi
Imunisasi lengkap sesuai dengan usia
C. Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum : Sakit Berat
Kesadaran : E4M6V5 (Compos mentis)
Antropometri
a. BB : 6,8 kg
b. TB : 72 cm
Status Gizi
a. BB/U : BB Cukup
b. TB/U : Normal
c. BB/TB : Gizi normal
Tanda Vital

a. TD : 120/70 mmHg
b. Denyut Nadi : 98 x/menit
c. Suhu : 36,6oC
d. Respirasi : 36 x/menit
e. Saturasi Oksigen : 98%

Kepala
a. Bentuk : Normocephal
b. Kulit : Turgor <2 detik, sianosis (-)
c. Mata : Cekung (-/-), Anemis (+/+), Edema Palpebra (-/-), Refleks
pupil (+/+)
d. Telinga : Otorrhea (-/-), tinnitus (-/-)
e. Hidung : Rhinorrhea (-/-), epitaksis (-/-)
f. Mulut : Sianosis (-), lidah kotor (-), stomatitis (-)
Leher
a. Kelenjar Getah Bening : Tidak ada pembesaran
b. Kelenjar Tiroid : Tidak ada pembesaran
c. Kaku Kuduk : Positif (-)
Thoraks
I : Simetris bilateral (+/+), retraksi dada (-/-)
P : Fremitus taktil Kanan=Kiri
P : Sonor (+/+)
A : Vesikular (+/+), Wheezing (-/-), Rhonki (-/-)
Jantung
I : Ictus cordis terlihat (-)
P : Ictus cordis teraba (+)
P : Batas jantung normal
A : BJ S1/S2 murni (+) regular, murmur (-)
Abdomen
I : Tanpak cembung (+), jejas (-)
A : Peristaltik (+), kesan normal
P : Pekak (+) pada region hepar,Timpani (+) seluruh abdomen
P : Nyeri tekan (-), hepatomegali (-)
Ekstremitas
a. Punggung : Dalam batas normal
b. Genitalia : Dalam batas normal
c. Anggota gerak
Ekstremitas atas : Akral hangat (+/+), edema (-/-)
Ekstremitas bawah : Akral hangat (+/+), edema (-/-)
Neuro
a. Aktivitas : Aktif
b. Kesadaran : Compos mentis
c. Kejang : Tidak ada
d. Rangsang meningeal : Negatif
D. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium
29/01/2023

Nama Test Hasil Satuan Nilai Rujukan


Hematology
Leukosit (WBC) 17.440 Ribu/uL 4000-10.000
Eritrosit (RBC ) 5.0 Juta/uL 3.9-5.6
Hemoglobin
10,9 mg/dl 11.7-15.5
(HGB)
Hematocrit (HCT) 34 % 37-43
Thrombosit (PLT) 112.000 Ribu/uL 150.000-
400.000
b. Pemeriksaan Radiologi

c. Ct-Scan :

E. RESUME
Pasien anak perempuan usia 1 tahun 2 bulan diantar oleh orang tuanya ke RS
Madani dengan keluhan demam yang dialami sejak 1 hari sebelum masuk rumah
sakit. Keluhan demam tersebut naik turun yang dimana demam pasien naik saat
menjelang magrib dan turun saat pagi hari. Selain keluhan demam pasien juga
sempat mengalami kejang 1 hari sebelum masuk rumah sakit. Keluhan kejang
tersebut dialami sebanyak 1 x dan berlangsung kurang dari 15 menit. Keluhan
lainnya yaitu pasien sempat muntah sebanyak 3 x dan mual (+). Batuk (-), Flu(-),
sesak (-), BAB normal dan BAK normal. Pada riwayat penyakit terdahulu pasien
belum pernah mengalami penyakit yang sama sebelumnya.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum sakit sedang, compos
mentis, GCS E4V5M6. Pada pemeriksaan tanda-tanda vital didapatkan TD : 120/70
mmHg, Nadi : 98 x/menit, Respirasi : 36 x/menit, Suhu : 36,6 oC, SpO2 : 98%. Pada
pemeriksaan kepala didapatkan anemis (+/+) dan pada pemeriksaan ekstremitas atas
dan bawah didapatkan akral hangat (+/+)
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan WBC : 17.440 ribu/uL ↑ , PLT :
112.000 ribu/uL ↓, HGB: 10.9 Juta/uL ↓, HCT: 34% ↓.

F. DIAGNOSIS

Dengue Syok Sindrome (DSS)

Kejang Demam Sederhana

G. TERAPI
- IVFD Asering 100 cc/kgBB/jam
- Inj Paracetamol 70 mg/8j/Iv
- Inj Dexametason 1.5 mg/8 j/Iv
- Inj Ranitidin 10 mg/12 j/Iv
- Apialys drops 1 x 0,6 cc
- Diazepam 3 x1 mg jika demam
H. FOLLOW UP
Tanggal Follow Up
Senin,30/01/2023 S : Pasien demam sejak 2 hari (+), kejang (-), mual (-), muntah (-)
KU : Lemah
GCS : E4M6V5 Compos mentis
O : TTV
N : 112 x/menit
S : 39 oC
R : 22 x/menit
Spo2 : 97%

Pemeriksaan Fisik
Kepala : Normocephal
Mata : Anemis (+/+), Ikterik (-/-), Reflex Pupil (+/+)
Hidung : Rhinnorea (-)
Telinga : Otorhea (-/-)
Mulut : Sianosis (-), lidah kotor (-), stomatitis (-)
Faring : Hiperemis (-/-)

Paru-Paru
Inspeksi : Simetris bilateral (+/+), retraksi dada (-/-)
Palpasi : Fremitus taktil kanan = kiri
Perkusi : Sonor seluruh lapang paru (+/+)
Auskultasi : Vesikular (+/+), Rhonki (-/-), Wheezing (-/-)

Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis teraba pada SIC V Midclavicularis
Perkusi : Batas jantung normal
Auskultasi : Bunyi jantung S1/S2 murni regular, Murmur (-)
Abdomen
Inspeksi : Tampak datar, jejas (-)
Auskultasi : Peristaltik (+), kesan normal
Palpasi : Nyeri tekan (-), hepatomegaly (-)
Perkusi : Pekak pada region hepar (+), timpani seluruh
abdomen (+)

Extremitas
Atas : Akral hangat (+/+), Edema (-/-)
Bawah : Akral hangat (+/+), Edema (-/-)

Pemeriksaan Lab (29/01/2023)


Darah lengkap
WBC : 7.570 ribu/uL
RBC : 4.4 juta/uL
HGB : 9.6 g/dl
HCT : 28 %
PLT : 197.000 ribu/uL
GDS : 108 mg/dl

A : Kejang demam sederhana


Anemia defisiensi besi
P:
-IVFD Asering 8 tpm
-Paracetamol 70 mg/8 j/Iv
-Diazepam 2 mg/Iv (Saat kejang)
-Dexametason 1.5 mg /8 j/Iv

Per Oral
-Diazepam 3 x1 mg
Selasa,31/01/2023 S : Pasien demam sejak 3 hari (+), kejang (-), mual (-), muntah (-)
KU : Lemah
GCS : E4M6V5 Compos mentis
O : TTV
N : 149 x/menit
S : 39.4 oC
R : 28 x/menit
Spo2 : 98%

Pemeriksaan Fisik
Kepala : Normocephal
Mata : Anemis (+/+), Ikterik (-/-), Reflex Pupil (+/+)
Hidung : Rhinnorea (-)
Telinga : Otorhea (-/-)
Mulut : Sianosis (-), lidah kotor (-), stomatitis (-)
Faring : Hiperemis (-/-)

Paru-Paru
Inspeksi : Simetris bilateral (+/+), retraksi dada (-/-)
Palpasi : Fremitus taktil kanan = kiri
Perkusi : Sonor seluruh lapang paru (+/+)
Auskultasi : Vesikular (+/+), Rhonki (-/-), Wheezing (-/-)

Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis teraba pada SIC v midclavicularis
Perkusi : Batas jantung normal
Auskultasi : Bunyi jantung S1/S2 murni regular, Murmur (-)

Abdomen
Inspeksi : Tampak datar, jejas (-)
Auskultasi : Peristaltik (+), kesan normal
Palpasi : Nyeri tekan (-), hepatomegaly (-)
Perkusi : Pekak pada region hepar (+), timpani seluruh
abdomen (+)

Extremitas
Atas : Akral hangat (+/+), Edema (-/-)
Bawah : Akral hangat (+/+), Edema (-/-)

Pemeriksaan Lab 29/01/2023)


Darah lengkap
WBC : 7.570 ribu/uL
RBC : 4.4 juta/uL
HGB : 9.6 g/dl
HCT : 28 %
PLT : 197.000 ribu/uL
GDS : 108 mg/dl

A : Kejang demam sederhana


Anemia defisiensi besi
P:
-IVFD Asering 8 tpm
-Paracetamol 70 mg/8 j/Iv
-Diazepam 2 mg/Iv (Saat kejang)
-Dexametason 1.5 mg /8 j/Iv

Per Oral
-Diazepam 3 x1 mg
Rabu,01/02/2023 S : Pasien demam sejak 4 hari (+), kejang (-), mual (-), muntah (-)
KU : Lemah
GCS : E4M6V5 Compos mentis
O : TTV
N : 102 x/menit
S : 37.8 oC
R : 22 x/menit
Spo2 : 99%

Pemeriksaan Fisik
Kepala : Normocephal
Mata : Anemis (+/+), Ikterik (-/-), Reflex Pupil (+/+)
Hidung : Rhinnorea (-)
Telinga : Otorhea (-/-)
Mulut : Sianosis (-), lidah kotor (-), stomatitis (-)
Faring : Hiperemis (-/-)

Paru-Paru
Inspeksi : Simetris bilateral (+/+), retraksi dada (-/-)
Palpasi : Fremitus taktil kanan = kiri
Perkusi : Sonor seluruh lapang paru (+/+)
Auskultasi : Vesikular (+/+), Rhonki (-/-), Wheezing (-/-)

Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis teraba pada SIC v midclavicularis
Perkusi : Batas jantung normal
Auskultasi : Bunyi jantung S1/S2 murni regular, Murmur (-)

Abdomen
Inspeksi : Tampak datar, jejas (-)
Auskultasi : Peristaltik (+), kesan normal
Palpasi : Nyeri tekan (-), hepatomegaly (-)
Perkusi : Pekak pada region hepar (+), timpani seluruh
abdomen (+)

Extremitas
Atas : Akral hangat (+/+), Edema (-/-)
Bawah : Akral hangat (+/+), Edema (-/-)

Pemeriksaan Lab (01/02/2023)


Darah lengkap
WBC : 1.590 ribu/uL
RBC : 4.4 juta/uL
HGB : 9.7 g/dl
HCT : 30 %
PLT : 148.000 ribu/uL

A : Kejang demam sederhana


Anemia defisiensi besi
P:
-IVFD Asering 8 tpm
-Paracetamol 70 mg/8 j/Iv
-Diazepam 2 mg/Iv (Saat kejang)
-Dexametason 1.5 mg /8 j/Iv

Per Oral
-Diazepam 3 x1 mg
Kamis,02/02/2023 S : Pasien demam sejak 5 hari (+), kejang (-), mual (-), muntah 3x
(+)
KU : Lemah
GCS : E4M6V5 Compos mentis
O : TTV
N : 149 x/menit
S : 37.7 oC
R : 24 x/menit
Spo2 : 99%

Pemeriksaan Fisik
Kepala : Normocephal
Mata : Anemis (+/+), Ikterik (-/-), Reflex Pupil (+/+)
Hidung : Rhinnorea (-)
Telinga : Otorhea (-/-)
Mulut : Sianosis (-), lidah kotor (-), stomatitis (-)
Faring : Hiperemis (-/-)

Paru-Paru
Inspeksi : Simetris bilateral (+/+), retraksi dada (-/-)
Palpasi : Fremitus taktil kanan = kiri
Perkusi : Sonor seluruh lapang paru (+/+)
Auskultasi : Vesikular (+/+), Rhonki (-/-), Wheezing (-/-)

Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis teraba pada SIC v midclavicularis
Perkusi : Batas jantung normal
Auskultasi : Bunyi jantung S1/S2 murni regular, Murmur (-)

Abdomen
Inspeksi : Tampak datar, jejas (-)
Auskultasi : Peristaltik (+), kesan normal
Palpasi : Nyeri tekan (-), hepatomegaly (-)
Perkusi : Pekak pada region hepar (+), timpani seluruh
abdomen (+)

Extremitas
Atas : Akral hangat (+/+), Edema (-/-)
Bawah : Akral hangat (+/+), Edema (-/-)

Pemeriksaan Lab (02/02/2023)


Darah lengkap
WBC : 2.780 ribu/uL
RBC : 4.4 juta/uL
HGB : 9.8 g/dl
HCT : 29 %
PLT : 103.000 ribu/uL

A : Kejang demam sederhana


Susp DBD
P:
-IVFD Asering 8 tpm
-Paracetamol 70 mg/8 j/Iv
-Diazepam 2 mg/Iv (Saat kejang)
-Dexametason 1.5 mg /8 j/Iv
-Onancentron 1 mg/8 j/iv (Jika muntah)

Per Oral
-Diazepam 3 x1 mg
-Apialys drops 1 x 0.6 cc
Jumat,03/02/2023 S : Pasien demam sejak 6 hari (+), kejang (-), mual (-), muntah (-),
perdarahan spontan (-)
KU : Lemah
GCS : E4M6V5 Compos mentis
O : TTV
TD : 80/50 mmHg
N : 154 x/menit
S : 37.7 oC
R : 28 x/menit
Spo2 : 99%

Pemeriksaan Fisik
Kepala : Normocephal
Mata : Anemis (+/+), Ikterik (-/-), Reflex Pupil (+/+)
Hidung : Rhinnorea (-)
Telinga : Otorhea (-/-)
Mulut : Sianosis (-), lidah kotor (-), stomatitis (-)
Faring : Hiperemis (-/-)

Paru-Paru
Inspeksi : Simetris bilateral (+/+), retraksi dada (-/-)
Palpasi : Fremitus taktil kanan = kiri
Perkusi : Sonor seluruh lapang paru (+/+)
Auskultasi : Vesikular (+/+), Rhonki (-/-), Wheezing (-/-)

Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis teraba pada SIC v midclavicularis
Perkusi : Batas jantung normal
Auskultasi : Bunyi jantung S1/S2 murni regular, Murmur (-)

Abdomen
Inspeksi : Tampak datar, jejas (-)
Auskultasi : Peristaltik (+), kesan normal
Palpasi : Nyeri tekan (-), hepatomegaly (-)
Perkusi : Pekak pada region hepar (+), timpani seluruh
abdomen (+)

Extremitas
Atas : Akral hangat (+/+), Edema (-/-)
Bawah : Akral hangat (+/+), Edema (-/-)

Pemeriksaan Lab (03/02/2023)


Darah lengkap
WBC : 5.690 ribu/uL
RBC : 5.0 juta/uL
HGB : 11,0 g/dl
HCT : 33 %
PLT : 48.000 ribu/uL

A : Kejang demam sederhana


DHF Grade 1
P:
-IVFD Asering 35 cc/jam siring pump
-Paracetamol 70 mg/8 j/Iv
-Dexametason 1.5 mg /8 j/Iv
-Ranitidin 7 mg/12 j/Iv

Per Oral
-Diazepam 3 x1 mg
-Apialys drops 1 x 0.6 cc
Sabtu,04/02/2023 S : Demam (-) , kejang (-), mual (-), muntah (-), perdarahan spontan
(-)
KU : Lemah
GCS : E4M6V5 Compos mentis
O : TTV
TD : 90/palpasi
N : 142 x/menit
S : 36.5 oC
R : 22 x/menit
Spo2 : 99%

Pemeriksaan Fisik
Kepala : Normocephal
Mata : Anemis (+/+), Ikterik (-/-), Reflex Pupil (+/+)
Hidung : Rhinnorea (-)
Telinga : Otorhea (-/-)
Mulut : Sianosis (-), lidah kotor (-), stomatitis (-)
Faring : Hiperemis (-/-)

Paru-Paru
Inspeksi : Simetris bilateral (+/+), retraksi dada (-/-)
Palpasi : Fremitus taktil kanan = kiri
Perkusi : Sonor seluruh lapang paru (+/+)
Auskultasi : Vesikular (+/+), Rhonki (-/-), Wheezing (-/-)

Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis teraba pada SIC v midclavicularis
Perkusi : Batas jantung normal
Auskultasi : Bunyi jantung S1/S2 murni regular, Murmur (-)

Abdomen
Inspeksi : Tampak datar, jejas (-)
Auskultasi : Peristaltik (+), kesan normal
Palpasi : Nyeri tekan (-), hepatomegaly (-)
Perkusi : Pekak pada region hepar (+), timpani seluruh
abdomen (+)

Extremitas
Atas : Akral hangat (+/+), Edema (-/-)
Bawah : Akral hangat (+/+), Edema (-/-)

Pemeriksaan Lab (04/02/2023)


Darah lengkap
WBC : 6.220 ribu/uL
RBC : 5.5 juta/uL
HGB : 12,1 g/dl
HCT : 36 %
PLT : 33.000 ribu/uL

A : Dengue Syok Syndrome


Kejang demam sederhana
P:
-IVFD Asering 70 cc/jam (10 cc/KgBB/jam)
Pantau KU, jika ttv membaik tutunkan perlahan
7 cc/KgBB/jam (2-3 jam)
Jika terdapat perbaikan
5 cc/KgBB/jam
-Paracetamol 70 mg/8 j/Iv
-Dexametason 1.5 mg /8 j/Iv
-Ranitidin 10 mg/12j/Iv
Per Oral
-Diazepam 3 x1 mg
-Apialys drops 1 x 0.6 cc
Minggu,05/03/202 S : Demam (-) , kejang (-), mual (-), muntah (-), perdarahan spontan
3 (-)
KU : Lemah
GCS : E3M5V5 somnolen
O : TTV
TD : 80/40 palpasi
N : 141 x/menit
S : 36.6 oC
R : 24 x/menit
Spo2 : 95%

Pemeriksaan Fisik
Kepala : Normocephal
Mata : Anemis (+/+), Ikterik (-/-), Reflex Pupil (+/+)
Hidung : Rhinnorea (-)
Telinga : Otorhea (-/-)
Mulut : Sianosis (-), lidah kotor (-), stomatitis (-)
Faring : Hiperemis (-/-)

Paru-Paru
Inspeksi : Simetris bilateral (+/+), retraksi dada (-/-)
Palpasi : Fremitus taktil kanan = kiri
Perkusi : Sonor seluruh lapang paru (+/+)
Auskultasi : Vesikular (+/+), Rhonki (-/-), Wheezing (-/-)

Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis teraba pada SIC v midclavicularis
Perkusi : Batas jantung normal
Auskultasi : Bunyi jantung S1/S2 murni regular, Murmur (-)

Abdomen
Inspeksi : Tampak datar, jejas (-)
Auskultasi : Peristaltik (+), kesan normal
Palpasi : Nyeri tekan (-), hepatomegaly (-)
Perkusi : Pekak pada region hepar (+), timpani seluruh
abdomen (+)

Extremitas
Atas : Akral hangat (+/+), Edema (-/-)
Bawah : Akral hangat (+/+), Edema (-/-)

Pemeriksaan Lab (05/02/2023)


Darah lengkap 1 Pagi
WBC : 8.090 ribu/uL
RBC : 5.6 juta/uL
HGB : 12,4 g/dl
HCT : 37 %
PLT : 14.000 ribu/uL
Darah lengkap 2 siang
WBC : 10.900 ribu/uL
RBC : 4.7 juta/uL
HGB : 10,4 g/dl
HCT : 31 %
PLT : 56.000 ribu/uL
Darah lengkap 3 sore
WBC : 12.770 ribu/uL
RBC : 4.7 juta/uL
HGB : 10,3 g/dl
HCT : 31 %
PLT : 57.000 ribu/uL

A : Dengue Syok Syndrome


Kejang demam sederhana

P:
-IVFD Asering 30 cc/jam
-Paracetamol 70 mg/8 j/Iv
-Dexametason 1.5 mg /8 j/Iv
-Ranitidin 10 mg/12j/Iv
Per Oral
-Diazepam 3 x1 mg
-Apialys drops 1 x 0.6 cc
Senin,06/02/2023 S : Demam (-) , kejang (-), mual (-), muntah 2 x (+), perdarahan
spontan (-)
KU : Lemah
GCS : E4M6V5 Compos mentis
O : TTV
TD : 110/60 mmHg
N : 78 x/menit
S : 36.5 oC
R : 24 x/menit
Spo2 : 99%

Pemeriksaan Fisik
Kepala : Normocephal
Mata : Anemis (+/+), Ikterik (-/-), Reflex Pupil (+/+)
Hidung : Rhinnorea (-)
Telinga : Otorhea (-/-)
Mulut : Sianosis (-), lidah kotor (-), stomatitis (-)
Faring : Hiperemis (-/-)

Paru-Paru
Inspeksi : Simetris bilateral (+/+), retraksi dada (-/-)
Palpasi : Fremitus taktil kanan = kiri
Perkusi : Sonor seluruh lapang paru (+/+)
Auskultasi : Vesikular (+/+), Rhonki (-/-), Wheezing (-/-)

Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis teraba pada SIC v midclavicularis
Perkusi : Batas jantung normal
Auskultasi : Bunyi jantung S1/S2 murni regular, Murmur (-)

Abdomen
Inspeksi : Cembung (+) , jejas (-)
Auskultasi : Peristaltik (+), kesan normal
Palpasi : Nyeri tekan (-), hepatomegaly (-)
Perkusi : Pekak pada region hepar (+), timpani seluruh
abdomen (+)

Extremitas
Atas : Akral hangat (+/+), Edema (-/-)
Bawah : Akral hangat (+/+), Edema (-/-)

Pemeriksaan Lab (06/02/2023)


Darah lengkap
WBC : 17.320 ribu/uL
RBC : 5.0 juta/uL
HGB : 11 g/dl
HCT : 32 %
PLT : 77.000 ribu/uL

A : Dengue Syok Syndrome


Kejang demam sederhana
P:
-IVFD Asering 100 cc/jam
-Paracetamol 70 mg/8 j/Iv
-Dexametason 1.5 mg /8 j/Iv (Stop)
-Ranitidin 10 mg/12j/Iv
Per Oral
-Apialys drops 1 x 0.6 cc
Selasa,07/02/2023 S : Demam (+) , kejang (-), mual (-), muntah 2 x (+), perdarahan
spontan (-)
KU : Lemah
GCS : E4M6V5 Compos mentis
O : TTV
TD : 110/80 mmHg
N : 98 x/menit
S : 36.4 oC
R : 24 x/menit
Spo2 : 99%

Pemeriksaan Fisik
Kepala : Normocephal
Mata : Anemis (-/-), Ikterik (-/-), Reflex Pupil (+/+)
Hidung : Rhinnorea (-)
Telinga : Otorhea (-/-)
Mulut : Sianosis (-), lidah kotor (-), stomatitis (-)
Faring : Hiperemis (-/-)

Paru-Paru
Inspeksi : Simetris bilateral (+/+), retraksi dada (-/-)
Palpasi : Fremitus taktil kanan = kiri
Perkusi : Sonor seluruh lapang paru (+/+)
Auskultasi : Vesikular (+/+), Rhonki (-/-), Wheezing (-/-)

Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis teraba pada SIC v midclavicularis
Perkusi : Batas jantung normal
Auskultasi : Bunyi jantung S1/S2 murni regular, Murmur (-)

Abdomen
Inspeksi : Cembung , jejas (-)
Auskultasi : Peristaltik (+), kesan normal
Palpasi : Nyeri tekan (-), hepatomegaly (-)
Perkusi : Pekak pada region hepar (+), timpani seluruh
abdomen (+)
Extremitas
Atas : Akral hangat (+/+), Edema (-/-)
Bawah : Akral hangat (+/+), Edema (-/-)

Pemeriksaan Lab (07/02/2023)


Darah lengkap
WBC : 17.440 ribu/uL
RBC : 5.0 juta/uL
HGB : 10.9 g/dl
HCT : 34 %
PLT : 112.000 ribu/uL

A : Dengue Syok Syndrome


Kejang demam sederhana
P:
-IVFD Asering 100 cc/jam
-Paracetamol 70 mg/8 j/Iv
-Dexametason 1.5 mg /8 j/Iv (Stop)
-Ranitidin 10 mg/12j/Iv
Per Oral
-Apialys drops 1 x 0.6 cc
Rabu,08/02/2023 S : Demam (-) , kejang (-), mual (-), muntah (-)
KU : Lemah
GCS : E4M6V5 Compos mentis
O : TTV
TD : 100/70 mmHg
N : 80 x/menit
S : 36.8 oC
R : 24 x/menit
Spo2 : 99%

Pemeriksaan Fisik
Kepala : Normocephal
Mata : Anemis (-/-), Ikterik (-/-), Reflex Pupil (+/+)
Hidung : Rhinnorea (-)
Telinga : Otorhea (-/-)
Mulut : Sianosis (-), lidah kotor (-), stomatitis (-)
Faring : Hiperemis (-/-)

Paru-Paru
Inspeksi : Simetris bilateral (+/+), retraksi dada (-/-)
Palpasi : Fremitus taktil kanan = kiri
Perkusi : Sonor seluruh lapang paru (+/+)
Auskultasi : Vesikular (+/+), Rhonki (-/-), Wheezing (-/-)

Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis teraba pada SIC v midclavicularis
Perkusi : Batas jantung normal
Auskultasi : Bunyi jantung S1/S2 murni regular, Murmur (-)

Abdomen
Inspeksi : Tampak datar , jejas (-)
Auskultasi : Peristaltik (+), kesan normal
Palpasi : Nyeri tekan (-), hepatomegaly (-)
Perkusi : Pekak pada region hepar (+), timpani seluruh
abdomen (+)

Extremitas
Atas : Akral hangat (-/-), Edema (-/-)
Bawah : Akral hangat (-/-), Edema (-/-)

Pemeriksaan Lab (07/02/2023)


Darah lengkap
WBC : 17.440 ribu/uL
RBC : 5.0 juta/uL
HGB : 10.9 g/dl
HCT : 34 %
PLT : 112.000 ribu/uL

A : Dengue Syok Syndrome


Kejang demam sederhana
P:
-IVFD Asering 100 cc/jam
-Paracetamol 70 mg/8 j/Iv
-Dexametason 1.5 mg /8 j/Iv (Stop)
-Ranitidin 10 mg/12j/Iv
Per Oral
-Apialys drops 1 x 0.6 cc
BAB IV
DISKUSI KASUS
Assesmen IGD
Pasien anak perempuan usia 1 tahun 2 bulan diantar oleh orang tuanya ke RS
Madani pada tanggal 29/01/2023 dengan keluhan demam yang dialami sejak 1
hari sebelum masuk rumah sakit. Keluhan demam tersebut naik turun yang
dimana demam pasien naik saat menjelang magrib dan turun saat pagi hari. Selain
keluhan demam pasien juga sempat mengalami kejang 1 hari sebelum masuk
rumah sakit. Keluhan kejang tersebut dialami sebanyak 1 x dan berlangsung
kurang dari 15 menit. Keluhan lainnya yaitu pasien sempat muntah sebanyak 3 x
dan mual (+). Batuk (-), Flu(-), sesak (-), BAB normal dan BAK normal. Pada
riwayat penyakit terdahulu pasien belum pernah mengalami penyakit yang sama
sebelumnya.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum sakit sedang, compos
mentis, GCS E4V5M6. Pada pemeriksaan tanda-tanda vital didapatkan TD : 90/60
mmHg, Nadi : 176 x/menit, Respirasi : 36 x/menit, Suhu : 37,6 oC, SpO2 : 98%. Pada
pemeriksaan kepala didapatkan anemis (+/+) dan pada pemeriksaan ekstremitas atas
dan bawah didapatkan akral hangat (+/+)
Pada pemeriksaan laboratorium 29/01/2023 didapatkan WBC : 7.570 ribu/uL
, PLT : 197.000 ribu/uL , HGB: 9,6 mg/dl, HCT: 28%.
Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium
pasien didiagnosis obs kejang demam sederhana. Kejang demam merupakan hal
yang sering ditemukan pada anak. Kejang demam merupakan bangkitan kejang yang
berkaitan dengan demam dan usia, serta tidak didapatkan infeksi ataupun kelainan
intrakranial. Dapat dikatakan demam jika terjadi kenaikan suhu rektal diatas 38 0C
atau suhu aksila di atas 37,8 0C. Kejang biasanya dapat terjadi pada anak di usia
antara 3 bulan sampai dengan 5 tahun, dan terbanyak pada anak-anak berusia 14-18
bulan. Kejang demam dibagi menjadi dua kelompok, yaitu kejang demam sederhana
dan kejang demam kompleks. Faktor utama terjadinya kejang dipengaruhi oleh
beberapa faktor yaitu umur, faktor risiko saat hamil atau persalinan yang dapat
menyebabkan trauma pada otak, suhu badan, faktor genetik, infeksi berulang, dan
ketidakseimbangan neurotransmiter inhibitor dan eksitator (Pararibu, 2013). Kejang
demam sederhana berdurasi tidak lebih dari 15 menit , bersifat umum, bentuk kejang
berupa tonik atau klonik, akan berhenti sendiri, tanpa gerakan fokal dan tidak
berulang dalam kurung waktu 24 jam. Sedangkan kejang demam kompleks
durasinya lebih dari 15 menit, fokal atau kejang umum yang didahului kejang
parsial, serta berulang atau lebih dari satu kali dalam 24 jam (Maghfirah, 2022).
Pada kasus ini ditegakkan diagnosis kejang demam sederhana sebab pasien
mengalami demam terlebih dahulu kemudia di ikuti dengan kejadian kejang yang
durasinya kurang dari 15 menit dan tidak berulang dalam kurung waktu 24 jam.
Tatalaksan kejang demam dilakukan pemberian diazepam secara intravena atau
rectal. Dosis diazepam untuk anak yaitu 0,3-0,5 mg/KgBB. Tatalaksana selanjutnya
yaitu pemberian antipiretik seperti paracetamol. Pada kasus ini tatalaksana yang
didapat oleh pasien selama di IGD yaitu IVFD Asering 12 tmp, Diazepam 2 mg/8
jam/ iv (jika kejang) , Pct 70 mg/8 jam/iv, ranitidin 10 mg/12 jam/iv, dexametason
1,5 mg/8 jam/iv dan apialys 1x 0,6 cc.
Perawatan per 30/01/2022 dan 31/01/2023 (Rambutan)

Pada tanggal 30/01/2023 pasien telah dipindahkan ke ruangan perawatan anak.


Keluhan dari pasien masih sama yaitu demam yang masih berlangsung. kemudian
untuk pemeriksaan KU; lemah,KS: compos mentis dan TTV O : TTV N : 112
x/menit,S : 39 oC,R : 22 x/menit,Spo2 : 97%. Untuk pemeriksaan fisik didapatkan
mata anemis (+/+) dan ekstremitas atas dan bawah yaitu akral hangat. Pada
pemeriksaan laboratorium masih menggunakan hasil pada tanggal 29/01/2023 WBC
: 7.570 ribu/uL , PLT : 197.000 ribu/uL , HGB: 9,6 mg/dl, HCT: 28%.
Selanjutnya ditegakkan diagnosis berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan laboratorium yaitu kejang demam sederhana dan anemia defisiensi
besi. Dari hasil tersebut terdapat penambahan diagnosis yaitu anemia defisiensi besi.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Fallah et all pada tahun 2013, anemia
defisiensi besi banyak terdapat pada anak dengan kejang demam dan anemia
defisiensi besi menjadi faktor penting dalam perkembangan kejang demam. Hal ini
sesuai dengan temuan kasus dimana pasien sebelumnya mengalami kejang demam
kemudian dilakukan pemeriksaan lab dan didapatkan hasil dibawah normal yaitu
HGB: 9,6 mg/dl sehinggal hal inilah yang menjadi dasar diagnosis anemia defisiensi
besi. Selain temuan dari lab juga didapatkan pasien lemah dan anemis pada mata
(+/+).
Perawatan per 01/02/2023 dan 02/02/2023 (Rambutan)
Per tanggal 01/02/2023 keluhan pasien masih sama yaitu demam namun tidak
disertai dengan kejang. KU : Lemah, GCS : E4M6V5 Compos mentis. TTV ,N : 149
x/menit,S : 39.4 oC,R : 28 x/menit,Spo2 : 98%. Pada pemeriksaan fisik masih
ditemukan adanya anemis pada mata (+/+) dan akral hangat pada ekstremitas atas dan
bawah. Selanjutnya pada pemeriksaan lab didapatkan WBC : 1.590 ribu/uL,RBC :4.4
juta/uL,HGB : 9.7 g/dl, HCT: 30 %,PLT: 148.000 ribu/uL dan selanjutnya pada
tanggal 02/02/2023 terjadi penurunan trombosit yang signifikan menjadi 103.000
ribu/uL. Pada kasus ini pasien masih mengalami demam dengue dan suspek DBD.
Untuk demam dengue terjadi penurunan trombosit tapi tidak melebihi ≤ 100.000
/mm3.Pada kasus ini ditetapkan suspek DBD sebab terjadi penurunan trombosit dari
hari ke hari dan sudah menghampiri ambang batas dalam kriteria diagnosis DBD.
Untuk selanjutnya akan dilakukan evaluasi kembali dengan melakukan pemeriksaan
darah rutin untuk memastikan apakah penurunan nilai trombosit masih berlanjut atau
tidak.
Perawatan per 03/02/2023 (Rambutan)
Keluhan pasien per tanggal 03/02/2023 masih mengalami demam (+), KU
lemah dan kesadaran compos mentis. Untuk TTV TD : 80/50 mmHg, N : 154 x/menit,
S : 37.7 oC,R : 28 x/menit,Spo2 : 99%. Pada pemeriksaan fisik didapatkan adanya
perut cembung. Untuk hasil lab trombosit pasien kembali mengalami penurunan
menjadi 48.000 ribu/uL. Pada pasien ini sudah mengalami penurunan suhu tubuh dari
hari sebelumnya yaitu dari 39,4 menjadi 37,7 0C. Berdasarkan teori pasien yang
mengalami DBD yang telah melewati fase demam makan selanjutnya akan
mengalami penurunan suhu. Penurunan suhu yang disertai dengan adanya kebocoran
plasma menjadi tanda bahaya. Namun pada fase ini pasien belum mengalami adanya
tanda-tanda kebocoran plasma seperti adanya acites. Selain itu perdarahan spontan
yang ditandai dengan BAB bercampur darah dan adanya muntah disertai dengan
darah dapat menjadi bentuk perhatian. Hal ini sebab pada tahap tersebut, pasien akan
mengalami fase transisi dari fase demam menjadi fase kritis. Peningkatan hematokrit
merupakan tanda awal terjadinya perubahan tekanan darah dan denyut nadi. Hal ini
terjadi pada pasien walaupun kadar hematokrit pada pasien masih normal akan tetapi
tekanan darah telah mengalami penurunan serta denyut nadi pada pasien mengalami
peningkatan.
Demam berdarah dengue (DBD) merupakan penyakit yang disebabkan oleh
infeksi virus dengue. Berdasarkan Kementrian Kesehatan RI mengeluarkan petunjuk
tanda dan gejala klinis serta pemeriksaan laboratorium. Untuk penegakan diagnosis
kasus DBD di indonesia masih harus mengikuti kriteria yang telah ditetapkan yaitu
terjadi penurunan trombosit ≤ 100.000 /mm3 dan nilai hematokrit meningkat ≥ 20%.
Walaupun hal tersebut tidak didukung oleh banyak klinisi termasuk di luar negeri
terutama dalam hal peningkatan hematokrit. Akan tetapi untuk kriteria trombosit ≤
100.000 /mm3 merupakan kriteria penting yang harus terpenuhi untuk mendiagnosis
kasus DBD. Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang pasien didiagnosis menjadi DHF grade 1. DHF grade 1 ditandai dengan
adanya demam dan pada pemeriksaan laboratorium didapatkan adanya
trombositopenia disertai adanya bukti kebocoran plasma.
Perawatan per 04/02/2023 (Rambutan)
Pasien tidak demam, Ku lemah dan ks somnolen. Pemeriksaan TTV TD :
80/palpasi, N : 142 x/menit, S : 36.5 oC, R : 22 x/menit, Spo2 : 99%. Pada
pemeriksaan fisik terdapat perut cembung. Pada pemeriksaan lab trombosit kembali
mengalami penurunan ke 33.000 ribu/uL. Hasil tersebut menunjukkan nilai kritis pada
trombosit yang disertai dengan penurunan tekanan darah serta terjadi peningkatan
denyut nadi pada pasien. Berdasarkan gejala klinis dan pemeriksaan fisik serta lab.
Maka diagnosis pasien dapat ditegakkan menjadi dengue syok sindrom (DSS). DSS
merupakan syok hipovolemik yang dapat mengakibatkan gangguan sirkulasi dan
membuat penderita mengalami penurunan kesadaran akibat hilangnya cairan plasma.
DSS mengakibatkan terjadinya kegagalan sirkulasi darah karena plasma darah
merembes keluar dari pembuluh darah yang mengakibatkan darah semakin mengental
yang ditandai dengan denyut nadi yang lemah dan cepat, disertai terjadinya hipotensi
dengan tanda kulit yang teraba dingin dan lembab serta penderita tampak gelisah
hingga terjadinya syok/renjatan yang berat ( denyut nadi menjadi tidak teraba dan
tekanan darah tidak terukur). DSS sendiri dapat terjadi pada DBD derajat III dan IV.
Kelainan klinik yang menunjukkan ancaman terjadinya syok adalah hipotermi, nyeri
perut, muntah dan penderita gelisah. Dengue Shock Syndrome (DSS) merupakan
kondisi DBD yang berkembang menjadi lebih parah dan biasanya terjadi pada hari ke
3 hingga ke 7 pada saat suhu tubuh mulai menurun. DSS umumnya dapat
menyebabkan kematian dalam waktu 8-24 jam, apabila tidak ditangani dengan cepat
dan sebaliknya pasien dapat segera sembuh jika dilakukan terapi untuk
mengembalikan cairan tubuh. Kriteria diagnosis untuk menegakkan Dengue Syok
Sindrom meliputi kriteria DBD yang harus ada terlebih dahulu, kemudia ditambah
munculnya kegagalan sirkulasi darah dengan tanda-tanda sebagai berikut:
1. Terdapat demam atau riwayat akut yang berlangsung 2-7 hari dan sering
bifasik.
2. Terdapat manifestasi perdarahan
- Tes torniquet positif
- Petekie, ekimosis, purpura
- Perdarahan dari mukosa, GIT, tempat suntikan,atau lokasi lain
- Hematemesis atau melena
3. Trombositopenia (100.000/ mm3 atau kurang)
4. Terdapat kebocoran plasma karena meningkatnya permeabilitas vascular
dengan manifestasi klinis yaitu:
- Peningkatan hematokrit ≥20% diatas usia rata-rata, jenis kelamin dan
populasi
- Penurunan hematokrit ≥20% setelah dilakukan pemberian cairan
- Terdapat tanda kebocoran plasma seperti efusi pleura, acites dan
hipoproteinemia
5. Denyut nadi cepat dan lemah
6. Hipotensi berdasarkan usianya (tekanan sistol <80 mmHg untuk usia <5 tahun
atau <90 mmHg jika >5 tahun
Pada pasien ini terdapat penurunan suhu badan, tekanan darah menurun, dan
trombosit yang menurun secara signifikan. Berdasarkan teori dan temuan pada kasus
maka dapat ditegakkan diagnosis dengue syok sindrom. Selanjutnya terdapat
perbedaan terapi dari hari sebelumnya dan setelah dilakukan diagnosis DSS. Terapi
yang diberikan saat ini yaitu pemberian Asering 70 cc/jam (10 cc/KgBB/jam)-Pantau
KU, jika ttv membaik tutunkan perlahan-7 cc/KgBB/jam (2-3 jam)-Jika terdapat
perbaikan-Turunkan 5 cc/KgBB/jam.
Perawatan per 05/02/2023 (ICU)
Pasien tidak demam, ku lemah, ks somnolen. Untuk TTV TD : 80/40
palpasi,N : 141 x/menit,S : 36.6 oC,R : 24 x/menit,Spo2 : 95%. Pada pemeriksaan lab
trombosit kembali menurun menjadi 14.000 ribu/uL yang dimana pemeriksaan ini
dilakukan pada pagi hari. Berdasarkan data di atas pasien mengalami perburukan
kondisi sehingga per tanggal 05/02/2023 dilakukan tranfer pasien dari perawatan
rambutan ke ICU dengan ke somnolen dan TTV sebagai berikut TD : 80/50, S: 36 0C,
N:152 x/m, R:24 x/m. Kemudian pemeriksaan kedua dengan hasil 56.000 ribu/uL dan
pemeriksaan ketiga yaitu 57.000 ribu/uL. Pada pasien ini mengalami masa kritis yang
berat dan membutuhkan pemantauan yang ketat. Prinsip pemberian terapi pada
kondisi ini adalah pemberian cairan Asering 70 cc/jam (10 cc/KgBB/jam)-Pantau KU,
jika TTV membaik tutunkan perlahan-7 cc/KgBB/jam (2-3 jam)-Jika terdapat
perbaikan-Turunkan 5 cc/KgBB/jam. Terapi yang mendapat respon yang baik dapat di
evaluasi melalui pemeriksaan darah rutin. Pada kasus ini mendapat respon terapi
cairan yang baik dengan terjadinya peningkatan trombosit setiap dilakukan
pemeriksaan dari yang awlanya 14.000 ribu/uL menjadi 56.000 ribu/uL dan evalusi
terakhir atau yang ketiga menjadi 57.000 ribu/uL.
Perawatan per 06/02/2023-07/02/2023 (ICU)
Pasien tidak demam namun terdapat muntah sebanyak 3x. Setelah evaluasi dilakukan
selama di ruangan ICU terjadi peningkatan trombosit yaitu 77.000 ribu/uL dan
112.000 ribu/uL. Akan tetapi selama perawatan icu terjadi peningkatan WBC yang
signifikan yaitu 17.440 ribu/uL. Penurunan WBC yang terjadi di dukung oleh teori
bahwa, penderita DBD memiliki jumlah leukosit yang berbeda-beda. Leukopenia
akan muncul antara hari demam ke-1 dan ke-3 pada 50 % kasus DBD ringan.
Terjadinya leukopenia pada infeksi dengue disebabkan karena adanya penekanan
sumsum tulang akibat dari proses infeksi virus secara langsung ataupun karena
mekanisme tidak langsung melalui produksi sitokin-sitokin proinflamasi yang
menekan sumsum tulang.
1. Derajat I : hari ke-3 jumlah leukosit menurun yaitu 3811 leukosit/mm 3
(leukopenia), namun hari ke-5 meningkat menjadi normal (4175 leukosit/mm3
) dan pada hari ke-7 meningkat lagi tetapi masi dalam batas normal (6598
leukosit/mm3 ).
2. Derajat II: jumlah leukosit masih dalam batas normal baik hari ke-3, 5, dan 7
3. Derajat III : hari ke-3 jumlah leukosit normal (4500 leukosit/mm 3 ), pada hari
ke-5 menurun (2850 leukosit/mm3 ) atau leukopenia, namun hari ke-7
meningkat lagi tetapi masih dalam batas normal (7770 leukosit/mm3).
4. Derajat IV : hari ke-3 jumlah leukosit menurun (2600 leukosit/mm 3) atau
leukopenia, namun meningkat pada hari ke-5 yaitu 9700 leukosit/mm3 dan
hari ke-7 yaitu 10000 leukosit/mm3 tetapi masih dalam batas yang normal.
Pada pasien ini per tanggal 07/02/2023 telah mengalami perbaikan selama melakukan
perawatan 3 hari di ICU. Berdasarkan teori bahwa massa kritis pada DBD terjadi
selama 48-72 jam, kemudian disusul masa penyembuhan yang cepat dan praktis tidak
ada gejala sisa. Kejadian tersebut menimbulkan dugaan bahwa yang dapat
meyebabkan proses tersebut adalah mediator. Hal ini juga didapatkan pada pasien,
bahwa pemindahan pasien dari perawatan rambutan ke ICU merupakan tanda pasien
memasuki fase kritis dalam penyakitnya. Yang dimana fase tersebut berlangsung
selama 3 hari. Kemudian pasien dipindahkan kembali ke ruang perawatan rambutan
per tanggal 07/02/2023.
Perawatan per 08/02/2023 (Rambutan)
KU pasien sudah jauh lebih membaik. Fase ini merupakan fase
penyembuhan/recovery. Setelah pasien bertahan selama 24-48 jam fase kritis,
reabsorbsi kompartemen ekstravaskuler bertahap terjadi selama 48-72 jam. Fase ini
ditandai dengan keadaan umum membaik, nafsu makan kembali normal, gejala
gastrointestinal membaik dan status hemodinamik stabil. Pada TTV didapatkan TD :
100/70 mmHg,N : 80 x/menit,S : 36.8 oC,R : 24 x/menit,Spo2 : 99%. Pada
permeriksaan fisik utamnya bagian abdomen yang sebelumnya asites telah berubah
menjadi lebih datar lagi. Pasien juga telah direncanakan untuk dipulangkan.

Anda mungkin juga menyukai