Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

DENGUE SHOCK SYNDROME (DSS)


RSU PKU MUHAMMADIYAH
ROGOJAMPI

Disusun Untuk Memenuhi Penugasan PLKK Keperawatan Kegawatdaruratan Program Studi


S1 Keperawatan STIKes Banyuwangi Tahun Ajaran 2021/2022

DISUSUN OLEH :

NI MADE DWI MEGA ANGGRENI


2018.02.084

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BANYUWANGI
BANYUWANGI
2022
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan PLKK Keperawatan Kritis &

Kegawatdaruratan “Dengue Shock Syndrome”

Nama : Ni Made Dwi Mega Anggreni

NIM : 2018.02.084

Prodi : S1 Keperawatan

Sebagai pemenuhan tugas PLKK Keperawatan Kegawatdaruratan Program Studi S1


Keperawatan yang dilaksanakan pada 20 Juni 2022 – 02 Juli 2022 di RS PKU
Muhammadiyah

Mahasiswa

NI MADE DWI MEGA ANGGRENI

Banyuwangi, 24 Juni 2022

Menyetujui,

Pembimbing Institusi Pembimbing Klinik

Ns. Essy Sonontiko S. S.Kep Rony Junaidi A. Amd.Kep


NIK: 06.013.0907
NIK: 2016.128
A. Definisi

Dengue Fever (DF) adalah penyakit demam akut selama 2-7 hari dengan dua atau lebih
manifestasi berikut: nyeri kepala, nyeri perut, mual, muntah, nyeri retro orbital, myalgia, atralgia,
ruam kulit, hepatomegali, manifestasi perdarahan, dan lekopenia.

Dengue Hemoragik Fever (DHF) adalah kasus demam dengue dengan kecenderungan
perdarahan dan manifestasi kebocoran plasma. Demam berdarah dengue atau Dengue
Hemorrhagic Fever (DHF) adalah demam dengue yang disertai dengan pembesaran hati dan
manifestasi perdarahan. Demam Berdarah Dengue (BDB) atau Dengue Hemorrhagic Fever
(DHF) adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh virus Dengue Family Flaviviride, dengan
genusnya adalah Flavivirus. Virus mempunyai empat serotype yang dikenal dengan DEN-1,
DEN-2, DEN-3, dan DEN-4. Selama ini secara klinik mempunyai tingkatan manifestasi yang
berbeda-beda tergantung dari sterotipe virus dengue. Mordibitas penyakit DBD menyebar di
negara-negara tropis dan sub tropis. Di setiap Negara penyakit DBD mempunyai manifestasi
klinik yang berbeda.

Dengue Syok Sindrom (DSS) adalah kasus deman berdarah dengue disertai dengan
manifestasi kegagalan sirkulasi/ syok/ renjatan. Dengue Shok Syndrome (DSS) adalah sindroma
syok yang terjadi pada penderita Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) atau Demam Berdarah
Dengue (DBD) menyebar dengan luas dan tiba-tiba, tetapi juga merupakan permasalahan klinis.
Karena 30 – 50% penderita demam berdarah dengue akan mengalami renjatan dan berakhir
dengan suatu kematian terutama bila tidak ditangani secara dini dan adekuat (Budiarta, 2020).

Dengue shock syndrome (DSS) adalah sindroma syok yang terjadi pada penderita dengue
haemoragic fever (DHF) atau Demam Berdarah Dengue (DBD) (sumarmo dkk , 2015). Dengue
hemoragic fever (DHF) atau demam berdarah dengue adalah penyakit menular yang disebabkan
oleh virus dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti (Susilaningrum dkk,
2013).

B. Etiologi

1. Virus dengue

Virus dengue yang menjadi penyebab penyakit ini termasuk ke dalam Arbovirus
(Arthropodborn virus) group B, tetapi dari empat tipe yaitu virus dengue tipe 1,2,3 dan 4
keempat tipe virus dengue tersebut terdapat di Indonesia dan dapat dibedakan satu dari
yang lainnya secara serologis virus dengue yang termasuk dalam genus flavivirus ini
berdiameter 40 nonometer dapat berkembang biak dengan baik pada berbagai macam
kultur jaringan baik yang berasal dari sel–sel mamalia misalnya sel BHK (Babby Homster
Kidney) maupun sel–sel Arthropoda misalnya sel aedes Albopictus (Soedarto, 2015).
2. Vektor

Virus dengue serotipe 1, 2, 3, dan 4 yang ditularkan melalui vektor yaitu nyamuk
aedes aegypti, nyamuk aedes albopictus, aedes polynesiensis dan beberapa spesies lain
merupakan vektor yang kurang berperan. Infeksi dengan salah satu serotipe akan
menimbulkan antibodi seumur hidup terhadap serotipe bersangkutan tetapi tidak ada
perlindungan terhadap serotipe jenis yang lainnya (Arief Mansjoer &Suprohaita; 2000;
420).

Nyamuk Aedes Aegypti maupun Aedes Albopictus merupakan vektor penularan


virus dengue dari penderita kepada orang lainnya melalui gigitannya nyamuk Aedes
Aegyeti merupakan vektor penting di daerah perkotaan (Viban) sedangkan di daerah
pedesaan (rural) kedua nyamuk tersebut berperan dalam penularan. Nyamuk Aedes
berkembang biak pada genangan Air bersih yang terdapat bejana–bejana yang berada di
dalam rumah (Aedes Aegypti) maupun yang terdapat di luar rumah di lubang–lubang
pohon di dalam potongan bambu, dilipatan daun dan genangan air bersih alami lainnya (
Aedes Albopictus). Nyamuk betina lebih menyukai menghisap darah korbannya pada siang
hari terutama pada waktu pagi hari dan senja hari. (Soedarto, 2015).

3. Host

Jika seseorang mendapat infeksi dengue untuk pertama kalinya maka ia akan
mendapatkan imunisasi yang spesifik tetapi tidak sempurna, sehingga ia masih mungkin
untuk terinfeksi virus dengue yang sama tipenya maupun virus dengue tipe lainnya. Dengue
Haemoragic Fever (DHF) akan terjadi jika seseorang yang pernah mendapatkan infeksi
virus dengue tipe tertentu mendapatkan infeksi ulangan untuk kedua kalinya atau lebih
dengan pula terjadi pada bayi yang mendapat infeksi virus dengue untuk pertama kalinya
jika ia telah mendapat imunitas terhadap dengue dari ibunya melalui plasenta. (Soedarto,
2015).

C. Klasifikasi

Menurut (WHO, 2017) Dengue Shock Syndrome (DSS) dibagi menjadi 4 tingkat yaitu :

a. Derajat I : Demam dengan test rumple leed positif.

b. Derajat II : Derajat I disertai dengan perdarahan spontan dikulit atau perdarahan lain.

c. Derajat III : Ditemukan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah, tekanan nadi
menurun/ hipotensi disertai dengan kulit dingin lembab dan pasien menjadi gelisah.

d. Derajat IV : Syock berat dengan nadi yang tidak teraba dan tekanan darah tidak dapat
diukur.
Fase Demam DSS

1. Fase Akut

Fase demam berdarah yang pertama adalah demam. Seseorang yang terjangkit virus
dengue akan mengalami demam tinggi hingga 39–41 derajat Celsius. Demam tinggi ini
akan berlangsung selama kurang lebih 3–4 hari yang biasanya demam ini tidak akan reda
dengan menggunakan penurun panas yang biasa.

Selain ditandai dengan demam yang tinggi, pengidap akan mengalami kondisi tubuh
yang lemas, sakit kepala dan sakit di sekitar bola mata, nyeri sendi, dan otot. Hal ini akan
berdampak pada hilangnya nafsu makan dan rasa mual muntah. Untuk dapat mencegah hal
negatif lainnya, ada baiknya memperbanyak air minum untuk membantu menurunkan suhu
tubuh dan mencegah terjadinya dehidrasi pada tubuh.

2. Fase Kritis

Setelah pengidap mengalami demam yang cukup tinggi, fase demam berdarah
selanjutnya adalah masa kritis yang berlangsung kurang lebih selama 2 hari. Fase ini
ditandai dengan demam yang mereda, banyak yang salah kaprah dalam hal ini. Turunnya
suhu tubuh ke suhu yang normal, bukan berkaitan akan masa penyembuhan. Sebaliknya,
pengidap justru sedang memasuki masa di mana risiko tertinggi dari demam berdarah dapat
terjadi.

Masa kritis merupakan masa di mana pembuluh darah mengalami kebocoran dengan
efek munculnya tanda2 perdarahan pada kulit dan organ lainnya, misalnya mimisan,
perdarahan saluran cerna. Itulah yang sebenarnya menyebabkan suhu tubuh menurun.
Keluarnya bintik merah pada kulit memiliki tanda pengidap sedang dalam masa kritis.

Pada fase inilah pengidap harus dengan cepat dan tepat ditangani oleh tim medis, fase
kritis berlangsung tidak lebih dari 24–48 jam. Sebagian besar komplikasi yang timbul
selama fase ialah pendarahan dan dapat menyebabkan terjadinya syok.

3. Fase Penyembuhan

Berakhirnya fase kritis yang ditandai dengan suhu tubuh yang normal, maka fase ini
akan ditandai dengan denyut nadi yang menguat, pendarahan berhenti, dan terjadinya
perbaikan fungsi tubuh lainnya. Bahkan beberapa pengidap akan mengalami nafsu makan
yang kembali meningkat dan berkurangnya bintik atau ruam merah pada kulit.
D. Manifastasi Klinis

1. Demam

Demam terjadi secara mendadak berlangsung selama 2–7 hari kemudian turun
menuju suhu normal atau lebih rendah. Bersamaan dengan berlangsung demam, gejala–
gejala klinik yang tidak spesifik misalnya anoreksia, nyeri punggung , nyeri tulang,
persediaan, nyeri kepala dan rasa lemah dapat menyetainya. (Soedarto, 2015).

2. Perdarahan

Perdaran biasanya terjadi pada hari ke 2 dan 3 dari demam dan umumnya terjadi pada
kulit dan dapat berupa uji tocniguet yang positif mudah terjadi perdarahan pada tempat
fungsi vena, petekia dan purpura. (Soedarto, 2015). Perdarahan ringan hingga sedang dapat
terlihat pada saluran cerna bagian atas hingga menyebabkan haematemesis. (Nelson,2020).
Perdarahan gastrointestinal biasanya di dahului dengan nyeri perut yang hebat. (Ngastiyah,
1995).

3. Hepatomegali

Bila terjadi peningkatan dari hepatomegali dan hati teraba kenyal harus di perhatikan
kemungkinan akan tejadi renjatan pada penderita (Soederta, 2015).

4. Renjatan (Syok)

Permulaan syok biasanya terjadi pada hari ke 3 sejak sakitnya penderita, dimulai
dengan tanda–tanda kegagalan sirkulasi yaitu kulit lembab, dingin pada ujung hidung, jari
tangan, jari kaki serta sianosis disekitar mulut. Bila syok terjadi pada masa demam maka
biasanya menunjukan prognosis yang buruk (Soedarto,2015 ).

Selain tanda dan gejala yang ditampilkan berdasarkan derajat penyakitnya, tanda dan gejala
lain adalah :

 Hati membesar, nyeri spontan yang diperkuat dengan reaksi perabaan.


 Asites
 Cairan dalam rongga pleura (kanan)
 Ensephalopati : kejang, gelisah, sopor koma.

E. Patofiologi

Patofisiologi yang utama pada dengue shock syndrome ialah reaksi antigen-antibodi
dalam sirkulasi yang mengakibatkan aktifnya system komplemen C3 dan C5 yang melepaskan
C3a dan C5a dimana 2 peptida tersebut sebagai histamine tubuh yang merupakan mediator
kuat terjadinya peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah yang mendadak sebagai
akiba terjadinya perembesan plasma dan elektrolit melalui endotel dinding pembuluh darah
dan masuk ke dalam ruang interstitial sehingga menyebabkan hipotensi, peningkatan
hemokonsentrasi, hipoproteinemia dan efusi cairan pada rongga serosa. Pada penderita dengan
renjatan/shock berat maka volume plasma dapat berkurang sampai kurang lebih 30% dan
berlangsung selama 24–48 jam.

Renjatan hipovolemia ini bila tidak ditangani segera akan berakibat anoksia jaringan,
asidosis metabolic sehingga terjadi pergeseran ion kalsium dari intraseluler ke extraseluler.
Mekanisme ini diikuti oleh penurunan kontraksi otot jantung dan venous pooling sehingga
lebih memperberat kondisi renjatan/shock. Selain itu kematian penderita DSS ialah perdarahan
hebat saluran pencernaan yang biasanya timbul setelah renjatan berlangsung lama dan tidak
diatasi secara adekuat. Terjadinya perdarahan ini disebabkan oleh:

- Trombositopenia hebat, dimana trombosit mulai menurun pada masa demam dan mencapai
nilai terendah pada masa renjatan.

- Gangguan fungsi trombosit

- Kelainan system koagulasi, masa tromboplastin partial, masa protrombin memanjang


sedangkan sebagian besar penderita didapatkan masa thrombin normal, beberapa factor
pembekuan menurun termasuk factor ,V,VII,IX,X,dan fibrinogen.

- DIC /Desiminata Intravakuler Coagulasi

Pada masa dini DBD peranan DIC tidak terlalu menonjol dibandingkan dengan perembesan
plasma, namun apabila penyakit memburuk sehingga terjadi renjatan dan asidosis metabolic
maka renjatan akan mempercepat kejadian DIC sehingga peranannya akan menonjol. Renjatan
dan DIC saling mempengaruhi sehingga kejadian renjatan yang irreversible yang disertai
perdarahan hebat disemua organ vital dan berakhir dengan kematian.
F. Patway

Infeksi virus dengue Perbanyak diri dihepar


Aktivitas komplemen

Viremia (Retikulaendotial System/RES Hepatomegaly


Pengeluaran
anafilaktosin C3a &
C5a (peptide) Penghancuran trombosit oleh RESMual, muntah
Membentuk kompleks virus antibody
Peningkatan histamin Resiko Defisit Nutrisi (D. 0032)
Trombositopenia

Pemeabilitas dinding Nyeri akut (D. 0077) Hipoksia jaringan


Perdarahan
pembuluh darah
meningkat

Agregasi trombosit

Hipovolemi Efusi pleura & asites


a

Perfusi perifer
Kebocoran plasma Ke ekstravaskuler tidak efektif (D.
0009)

Intoletansi
aktivitas (D.

Pola napas 0056)


tidak efektif
(D. 0005)
G. Pemeriksaan Penunjang

1. Hasil laboratorium

 Trombosit menurun <100.000/ μ (pada hari sakit ke 3 – 7)


 Hematokrit meningkat 20% atau lebih
 Albumin cenderung menurun
 SGOT, SGPT sedikit meningkat

2. Foto rontgen

 Pemeriksaan foto thorax RLD (Right Lateral Dext)


 Efusi Pleura

3. USG

Pada pemeriksaan USG biasanya ditemukan

 Asites dan Efusi pleura


 Hepatomegali

H. Komplikasi

Komplikasi yang dapat terjadi berupa syok berulang, kegagalan pernafasan akibat edema
paru atau kolaps paru, efusi pleura, acssites, ensefalopati dengue, kegagalan jantung dan
sepsis.

I. Penatalaksanaan

1. Pemasangan infus yang diberikan dengan diguyur, seperti NaCl, ringer laktat dan
dipertahankan selama 12-48 jam setelah syok diatasi.

2. Observasi keadaan umum, nadi, tekanan darah, suhu, dan pernapasan tiap jam, serta
Hemoglobin (Hb) dan Hematokrit (Ht) tiap 4-6 jam pada hari pertama selanjutnya tiap 24 jam.
Nilai normal Hemoglobin : Anak-anak : 11,5 – 12,5 gr/100 ml darah Laki-laki dewasa : 13 –
16 gr/100 ml darah Wanita dewasa : 12 – 14 gr/100 ml darah Nilai normal Hematokrit : Anak-
anak : 33 – 38 vol % Laki-laki dewasa : 40 – 48 vol % Wanita dewasa : 37 – 43 vol %

3. Bila pada pemeriksaan darah didapatkan penurunan kadar Hb dan Ht maka diberi transfusi
darah. Terapi oksigen harus selalu diberikan pada semua pasien syok. Dianjurkan pemberian
oksigen dengan menggunakan masker.

4. Pemeriksaan golongan darah dan cross-matching harus dilakukan setiap pasien syok,
terutama pada syok yang berkepanjangan (prolonged shock). Tranfusi darah diberikan pada
keadaan manifestasi pendarahan yang nyata. Penurunan hematocrit tanpa perbaikan klinis
walaupun telah diberikan darah segar adalah untuk meningkatkan konsentrasi sel darah merah.
Palsma segar adalah untuk meningkat konsentrasi sel darah merah. Plasma segar atau suspense
thrombosit berguna untuk pasien dengan DIC yang menimbulkan pendarahan massif.
Pemeriksaan hematologi seperti PT, PTT, dan FDP berguna untuk menentukan berat
ringannya DIC.

5. Pemantauan tanda vital dan kadar hematocrit harus dimonitor dan dievaluasi secara teratur
untuk menilai hasil pengobatan. Hal-hal yang harus diperhatikan pada pemantaun adalah:

 Nadi, tekanan darah, respirasi dan temperature harus dicatat setiap 15-30 menit atau
lebih sering sampai syok teratasi.

 Kadar hematocrit harus diperiksa tiap 4-6 jam sampai klinis pasien stabil.
 Setiap pasien harus mempunyai formulai pemantauan mengenai jenis cairan, jumlah
dan tetesan,untuk menentukan apakah cairan sudah mencukupi.
 Jumlah dan frekuensi diuresis (normal diuresis 2-3 ml/kg/BB/jam).
J. Konsep Asuhan Keperawatan
PENGKAJIAN
 Identitas Penderita
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, alamat, status
pernikahan, suku bangsa, nomor register, tanggal masuk rumah sakit dan diagnosa
medis.
 Keluhan Utama
Panas atau
demam.
 Riwayat Kesehatan
1) Riwayat Kesehatan Sekarang Ditemukan adanya keluhan panas mendadak yang
disertai menggigil dengan kesadaran kompos mentis. Turunnya panas terjadi antara
hari ke 3 dan ke 7 dan keadaan anak semakin lemah. Kadang disertai keluhan batuk
pilek, nyeri telan, mual, diare/konstipasi, sakit kepala, nyeri otot, serta adanya
manifestasi pendarahan pada kulit
2) Riwayat Kesehatan Dahulu
Penyakit apa saja yang pernah diderita klien, apa pernah mengalami serangan ulang
DHF. (Brunner & Suddart, 2015).
 Riwayat Kesehatan Keluarga
Apakah keluarga pernah mengalami riwayat penyakit DHF sebelumnya.
 Riwatat Psikososial
Meliputi informasi mengenai perilaku, perasaan dan emosi yang dialami penderita
sehubungan dengan penyakitnya serta tanggapan keluarga terhadap penyakit penderita.
 Kondisi lingkungan
Sering terjadi di daerah yang padat penduduknya dan lingkungan yang kurang bersih (
seperti air yang menggenang dan gantungan baju dikamar ).
 Pemeriksaan Fisik
1) Status Kesehatan Umum Berdasarkan tingkatan (grade) DHF keadaan umum adalah
sebagai berikut :
a) Grade I : Kesadaran kompos mentis, keadaan umum lemah, tanda – tanda vital dan
nadi lemah.
b) Grade II : Kesadaran kompos mentis, keadaan umum lemah, ada perdarahan spontan
petekia, perdarahan gusi dan telinga, serta nadi lemah, kecil, dan tidak teratur.
c) Grade III : Keadaan umum lemah, kesadaran apatis, somnolen, nadi lemah, kecil,
dan tidak teratur serta tensi menurun. 14
d) Grade IV : Kesadaran koma, tanda – tanda vital : nadi tidak teraba, tensi tidak
terukur, pernapasan tidak teratur, ekstremitas dingin berkeringat dan kulit tampak
sianosis
2) Breathing
Thorak (Dada)
Dilakukan permeriksaan inspeksi, palpasi dan auskultasi. Inspeksi bentuk dada px,dan
palpasi apakah ada nyeri tekan epigastrik, nafas dangkal. Palpasi : Vocal – fremitus
kurang bergetar. Perkusi : Suara paru pekak. Didapatkan suara nafas vesikuler yang
lemah.
3). Blood
Melakukan pemeriksaan suara jantung, apakah ada ada suara jantung tambahan atau
tidak.
4). Brain (Neurologi)
Terdiri dari pemeriksaan bentuk wajah, ekspresi wajah, bibir, area mata, pengukuran
kesadaran, refleks, nervus kranialis, istirahat dan tidur.
5). Bladder
Pengukuran output urine, adanya nyeri tekan dan apakah pasien terpasang kateter atau
tidak.
Abdomen (Perut).
Palpasi : Terjadi pembesaran hati dan limfe, pada keadaan dehidrasi turgor kulit dapat
menurun.
6). Bowel
Melakukan pemeriksaan abdomen inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi. Perhatikan
jenis kalori yang pasien konsumsi dan pantau input nutrisi yang masuk.
7). Bone
Pemeriksaan personal hygiene, kemampuan pergerakan sendi dan
ekstremitas. 8). Pemeriksaan laboratorium.
Hasil dari pemeriksaan laboratorium didapatkan Hb dan PCV meningkat ( ≥20%),
Trambositopenia (≤100.000/ml), Leukopenia : hasil pemeriksaan kimia darah
menunjukkan : hipoproteinemia, hipokloremia, dan hiponatremia, Urium dan Ph darah
mungkin meningkat, Asidosis metabolic : Pco2
DIAGNOSA
1. Hipovolemia berhubungan dengan kehilangan cairan secara aktif ditandai dengan
pendarahan.
2. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis (penekanan intra abdomen).
3. Resiko defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan mengabsorpsi makanan ditantai
dengan penurunan berat badan, mukosa bibir kering dan mual muntah.
INTERVENSI
1. Hipovolemia b/d perpindahan cairan dari intravaskuler ke
ekstravaskuler Kriteria : Status cairan (L. 03028)
- Frekuensi nadi membaik (5)
- Tekanan darah membaik (5)
- Membran mukosa membaik (5)
- Intake cairan membaik (5)
Intervensi : Pemantauan cairan (I. 13121)
- Observasi
a. Monitor frekuensi dan kekuata nadi
b. Monitor berat badan
c. Monitor jumlah, warna dan berat jenis urine
d. Monitor intake dan output cairan
e. Identifikasi tanda-tanda hipovolemia
- Terapeutik
a. Atur interval waktu pemantauan sesuai dengan kondisi pasien
b. Dokumentasikan hasil pemantauan
- Edukasi
a. Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
b. Informasikan hasil pemantauan, jika perlu
2. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis (penekanan intra abdomen).
Kriteria : Tingkat nyeri (L. 08066)
- Keluhan nyeri menurun (5)
- Meringis menurun (5)
- Gelisah menurun (5)
- Kualitas tidur membaik (5)
Intervensi : Manajemen nyeri (I.
0828)
- Observasi :
a. Identifikasi lokasi, kerakteristik, durasi, frekuensi, kualitas da intensitas nyeri
b. Identifikasi skala nyeri
c. Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
- Terapeutik :
a. Berikan tehnik non farmakologis
b. Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri
- Edukasi :
a. Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
b. Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
- Kolaborasi :
a. Kolaborasi pemberian analgesik
3. Resiko defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan mengabsorpsi makanan
ditantai dengan penurunan berat badan, mukosa bibir kering dan mual muntah.
Kriteria : Status nutrisi (L. 03030)
- Porsi makanan yang dihabiskan meningkat (5)
- Nyeri abdomen menurun (5)
- Nafsu makan membaik (5)
Intervensi : Manajemen nutrisi (I. 03120)
- Observasi :
a. Identifikasi status nutrisi
b. Monitor asupan makanan
c. Monitor berat badan
d. Monitor hasil pemeriksaan laboratorium
- Terapeutik :
a. Berikan makanan tinggi serat untuk mencegah konstipasi
b. Berikan makanan tinggi kalori dan protein
- Edukasi :
a. Anjurkan posisi duduk
b. Ajarkan diet yang diprogramkan
- Kolaborasi :
a. Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan
b. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan jenis nutrien yang
dibutuhkan.
DAFTAR PUSTAKA

Engram, Barbara. (2017). Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. Volume 2,


(terjemahan). Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

Long, Barbara C. (2019). Perawatan Medikal Bedah. Volume I. (terjemahan). Yayasan Ikatan
Alumni Pendidikan Keperawatan Pajajaran. Bandung.

Mansjoer, Arif & Suprohaita. (2000). Kapita Slekta Kedokteran Jilid II. Fakultas Kedokteran UI :
Media Aescullapius. Jakarta.

Ngastiyah (1997). Perawatan Anak Sakit. Penerbit buku Kedokteran EGC. Jakarta.

Soeparman. (2015). Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi kedua. Penerbit FKUI. Jakarta.

Soetjiningsih. (). Tumbuh Kembang Anak. Penerbit buku Kedokteran EGC, Jakarta.

Soedarto (2015). Pedoman Diagnosis dan Terapi. F.K. Universitas Airlangga. Surabaya.

Anda mungkin juga menyukai