Anda di halaman 1dari 23

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teori

1. Konsep Demam Berdarah Dengue

a. Definisi

Demam berdarah dengue adalah penyakit yang diakibatkan oleh virus

dengue yang ditularkan oleh nyamuk betina spesies aedes aegypti (WHO,

2009). Sedangkan menurut Kemenkes RI (2010) demam berdarah dengue

adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan

melalui gigitan nyamuk aedes aegypti. Penyakit ini adalah penyakit demam

akut yang disebabkan oleh serotipe virus dengue, dan ditandai dengan empat

gejala klinis utama yaitu demam tinggi, manifestasi perdarahan,

hepatomegali, dan tanda-tanda kegagalan sirkulasi sampai timbulnya renjatan

(sindrom renjatan dengue) sebagai akibat dari kebocoran plasma yang dapat

menyebabkan kematian.

b. Etiologi

Demam berdarah dengue disebabkan oleh virus dengue (DEN), yang

termasuk genus flavivirus. Virus yang ditularkan oleh nyamuk ini tergolong

ss RNA positive-strand virus dari keluarga Flaviviridae.

Terdapat empat serotipe virus DEN yang sifat antigeniknya berbeda,

yaitu virus dengue-1 (DEN 1), virus dengue-2 (DEN 2), virus dengue-3 (DEN

3) dan virus dengue 4 (DEN4). Spesifikasi virus dengue yang dilakukan oleh

Albert Sabin pada tahun 1944 menunjukkan bahwa masing-masing serotipe

virus dengue memiliki genotip yang berbeda antara serotipe-serotipe tersebut

(WHO, 2009).

7
8

Gambar 2.1 Nyamuk Aedes agypti


Sumber: Kemenkes (2015)

c. Penularan Demam Berdarah Dengue

Penularan DBD umumnya melalui gigitan nyamuk Aedes agypti,

meskipun dapat juga ditularkan oleh Aedes albovitus yang biasanya hidup di

kebun-kebun. Nyamuk penular DBD ini terdapat hampir di seluruh pelosok

Indonesia, kecuali di tempat-tempat dengan ketinggian lebih dari 100 m di

atas permukaan laut (Kemenkes RI, 2007).

d. Akibat Penularan Dengue

Orang yang terinfeksi virus Dengue, maka dalam tubuhnya akan

terbentuk zat anti (antibody) yang spesifiknya sesuai dengan tipe virus

Dengue yang masuk. Gejala dan tanda yang timbul ditentukan oleh reaksi

antara zat anti yang ada dalam tubuh dengan antigen yang ada dalam virus

Dengue yang baru masuk (Kemenkes RI, 2007).

Orang yang terinfeksi virus Dengue untuk pertama kali, umumnya

hanya menderita Demam Dengue (DD) atau demam yang ringan dengan

gejala dan tanda yang tidak spesifik atau bahkan tidak memperlihatkan tanda-

tanda sakit sama sekali (asimtomatis). Penderita DBD biasanya akan sembuh

sendiri dalam waktu lima hari pengobatan (Kemenkes RI, 2007).

e. Tanda dan Gejala Demam Berdarah Dengue

Ciri khusus demam berdarah dengue adalah demam tinggi, fenomena

perdarahan dan sering hepatomegali dan gagal sirkulasi (circulatory failure).

Anak dengan DBD umumnya menunjukkan demam tinggi mendadak (39°C)


9

berlangsung 2-7 hari, muka merah, anoreksia, muntah, sakit kepala, nyeri

otot, dan tulang serta nyeri sendi. Beberapa penderita mengeluh sakit

tenggorokan tetapi tidak disertai batuk dan pilek. Sakit epigastrium, dan nyeri

perut umumnya terjadi. Kadang- kadang suhu meningkat sampai 40-41°C,

pada bayi dapat terjadi konvulsi. Demam kemudian berulang (demam

bifasik), penderita juga mengalami trombositopeni progresif, hematokrit

meningkat yang memicu terjadinya hemokonsentrasi dan manifestasi

perdarahan menjadi lebih nyata ( Soedarto, 2012).

Tahapan kritis penyakit terjadi pada akhir fase demam. Dua sampai

tujuh hari dari fase demam suhu badan akan menurun cepat akibat terjadinya

gangguan sirkulasi. Penderita berkeringat, gelisah, tangan dan kaki dingin,

disertai perubahan nadi dan tekanan darah. Sebagian besar penderita akan

sembuh sesudah pemberian terapi cairan dan elektrolit (Soedarto, 2012). Pada

penderita yang sakit berat, akibat banyaknya plasma yang hilang syok akan

memberat dan penderita meninggal dunia. Penderita juga mengalami nyeri

perut, muntah-muntah, kejang demam pada anak, dan menurunnya kesadaran

penderita (Soedarto, 2012).

Gambar 2.2 Gejala Demam Berdarah


Sumber : Kemenkes (2015)

f. Klasifikasi Demam Berdarah Dengue

Menurut WHO (2009) demam berdarah dengue diklasifikasi

berdasarkan beratnya penyakit menjadi 4 derajat, dimana derajat III dan IV

dikelompokkan pada Dengue Shock Syndrome (DSS). Adanya


10

trombositopeni dan hemokonsentrasi membedakan DBD derajat I dan II dari

demam dengue.

1) Derajat I

Demam dengan gejala tidak khas, terdapat manifestasi perdarahan

hanya dalam bentuk tourniquet positif dan atau mudah memar.

2) Derajat II

Manifestasi derajat I ditambah dengan gejala perdarah spontan di

kulit dan perdarahan pada jaringan lainnya

3) Derajat III

Kegagalan sirkulasi darah, nadi cepat dan lemah, tekanan nadi

menurun (20mmHg, kulit dingin, lembab, gelisah dan hipotensi).

4) Derajat IV

Nadi tidak teraba, tekanan darah tidak dapat diukur.

g. Pengobatan DBD

Pengobatan yang spesifik untuk DBD tidak ada, karena obat terhadap

virus dengue belum ada. Oleh karena itu prinsip dasar pengobatan penderita

DBD adalah pengganti cairan tubuh yang hilang karena kebocoran plasma.

(Kemenkes RI, 2007).

2. Pengendalian Sarang Nyamuk (PSN)

Menurut Kemenkes RI (2014) upaya pengendalian dan pencegahan DBD

dengan Pengendalian Sarang Nyamuk (PSN) dilakukan dengan cara menguras,

menutup dan mendaur ulang (3M) Plus, 3M yang dimaksud adalah:

a. Menguras dan menyikat tempat-tempat penampungan air, seperti bak mandi/

wc, drum, dan lain-lain seminggu sekali (M1).

b. Menutup rapat- rapat tempat penampungan air, seperti gentong air/ tempayan

dan lain-lain ( M2)


11

c. Mendaur ulang barang-barang yang dapat menampung hujan (M3).

Selain itu ditambah (plus) dengan cara lain seperti:

a. Mengganti air vas bunga, tempat minum burung atau tempat-tempat lainnya

yang sejenis seminggu sekali.

b. Memperbaiki saluran dan talang air yang tidak lancar atau rusak.

c. Menutup lubang-lubang pada potongan bambu/pohon, dan lain-lain (dengan

tanah, dan lain-lain).

d. Menaburkan bubuk larvasida misalnya di tempat-tempat yang sulit dikuras

atau di daerah yang sulit air.

e. Memelihara ikan pemakan jentik di kolam/bak-bak penampungan air

f. Memasang kawat kasa

g. Menghindari kebiasaan menggantung pakaian dalam kamar

h. Mengupayakan pencahayaan dan ventilasi ruang yang memadai

i. Menggunakan kelambu

j. Memakai obat yang dapat mencegah gigitan nyamuk

k. Cara- cara spesifik lainnya.

3. Upaya Pencegahan DBD di Sekolah

Anak sekolah dasar adalah anak yang mendapatkan jenjang yang paling

dasar pada pendidikan formal di Indonesia. Sekolah dasar ditempuh dalam waktu

6 tahun, mulai dari kelas 1 sampai kelas 6. Menurut UU No 23 tahun 2002

tentang perlindungan anak, yang dimaksud anak adalah seorang yang belum

berusia 18 tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. Mengacu pada

pembagian tahapan perkembangan anak, berarti anak usia sekolah berada dalam

dua masa perkembangan, yaitu masa kanak-kanak tengah (6-9 tahun) dan masa

kanak-kanak akhir (10-12 tahun). Anak-anak usia sekolah memiliki karakteristik

yang berbeda dengan anak-anak yang usianya lebih muda (Desmita, 2012).
12

Penyebab kematian terbesar pada usia anak sekolah dan remaja salah

satunya adalah DBD. Salah satu program pemerintah terhadap masalah kesehatan

di sekolah dengan di wajibkan adanya Usaha Kesehatan Sekolah (UKS) mulai

dari TK/RA sampai SMA/MA. Mengingat UKS merupakan wadah untuk

mempromosikan masalah kesehatan. Wadah ini penting dan strategis karena

pelaksanaan program UKS jauh lebih efektif dan efisien serta berdaya ingat lebih

besar (Kemenkes RI, 2014).

Menurut Kemenkes RI (2014) upaya pengendalian DBD sesungguhnya

telah dilaksanakan di Indonesia, salah satu diantaranya adalah pemantauan jemtik

secara berkala oleh kader/juru pemantau jentik (Jumantik), fogging, penyelidikan

epidemiologi dan pelatihan-pelatihan petugas. Namun upaya yang dilakukan

tersebut belum efektif. Siswa di sekolah (SD, SMP, SMA) memiliki potensi

untuk menjadi kader mandiri PSN di tingkat keluarganya. Melalui pemberdayaan

siswa di sekolah diharapkan dapat berperan sebagai surveilans, promotif serta

preventif di sekolah dan rumah masing-masing. Jenis kegiatan pencegahan

nyamuk penular DBD adalah:

a. “Bulan Bakti gerakan 3M atau dikenal dengan istilah” Bulan Kewaspadaan

3M Sebelum Musim Penularan atau “ Gerakan sebelum Masa Penularan (G

3M SMP) adalah suatu kegiatan yang dilaksanakan pada saat sebelum

penularan DBD terjadi, yaitu bulan dimana jumlah kasus DBD paling rendah

berdasarkan jumlah kasus rata-rata per bulan selama 5 tahun terakhir. Hal ini

bertujuan menekan serendahnya- rendahnya popoulasi nyamuk penular DBD

sehingga KLB dapat dicegah, kegiatan ini diprioritaskan didaerah endemis.

Komuntias sekolah yang meliputi anak usia sekolah dan personel sekolah

( staf pengajar, staf sekolah dan administrasi) mempunyai kewajiban untuk

menjaga lingkunga sekolah sehat.


13

b. Pemeriksaan jentik berkala (PJB)

Kegiatan yang dapat dilakukan oleh anak yaitu siswa pemantau jentik

(sismantik) atau yang dikenal sekarang adalah juru pemantau jentik

(jumantik). Menurut Kemenkes RI (2009) survei jentik dilakukan dengan

cara sebagai berikut:

1) Semua tempat atau bejana yang dpat menjadi tempat perkembangbiakan

nyamuk Aedes Aegypti diperiksa untuk mengetahui ada tidaknya jentik.

2) Jika tidak tampak tunggu kira-kira 0,5-1 menit untuk memastikan bahwa

benar jentik tidak ada.

3) Memeriksa tempat-tempat perkembangbiakan yang kecil, seperti vas

bunga, pot bunga tanaman air, botol yang airnya keruh, seringkali air

perlu dipindahkan ke tempat lain

4) Memeriksa jentik di tempat yang agak gelap atau airnya keruh biasanya

digunakan senter.

c. PSN secara terus menerus dan berkesinambungan sesuai dengan situasi dan

kondisi masing-masing daerah (local area spesific). Secara umum

pencegahan penyakit DBD yang dpat dilakukan saat ini adalah

pemberantasan vector yaitu nyamuk aedes aegypti dan pemberantasan

terhadap jentik-jentik penyakit. Hal ini dikarenakan vaksin untuk mencegah

dan obat membasmi virus dengue belum tersedia (Kemenkes RI, 2014). Cara

pencegahan yang paling dianggap tepat adalah:

1) Pemberantasan nyamuk dewasa

Dilakukan dengan cara penyemprotan (pengasapan atau fogging)

dengan insektisida.
14

2) Pemberantasan jentik

Pemberantasan terhadap jentik aedes aegypti dikenal dengan

istilah pemberantasan sarang nyamuk DBD (PSN-DBD) dilakukan

dengan cara

a) Fisik

Cara fisik dikenal dengan 3M antara lain: menguras dan

menyikat bak mandi, bak wc dan lain-lain, menutup tempat

penampungan air (tempayan, drum dan lain-lain), mengubur,

menyingkirkan atau memusnahkan barang-barang bekas seperti

kaleng, ban, tempurung dan lain-lain. Pengurasan tempat-tempat

penampungan air perlu dilakukan secara teratur sekurang-kurangnya

seminggu sekalu agar nyamuk tidak berkembang biak ditempat itu.

Pada saat ini telah dikenal dengan istilah 3M Plus yaitu

mengganti air vas bunga, tempat minum burung atau tempat yang

sejenis seminggu sekali, memperbaiki saluaran dan talang air yang

rusak, membersihkan dan mengeringkan tempat-tempat yang dapat

menampung air hujan seperti pelepah pisang, melakukan larvasida

yaitu membubuhkan bubuk pembunuh jentik (abate) ditempat yang

sulit dikuras atau didaerah yang sulit air, memasang kawat kasa,

menanam tanaman pengusir nyamuk seperti sereh dan lavender,

mengupayakan pencahayaan dan ventilasi yang cukup, menggunakan

repellent.

Gambar 2.3 Kegiatan 3M Plus


Sumber : Kemenkes (2014)
15

2. Konsep Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Upaya Pencegahan DBD

Menurut Notoatmodjo (2012), yang mengacu pada teori Lawrence Green,

menganalisis perilaku manusia dari tingkat kesehatan. Kesehatan seseorang atau

masyarakat dipengaruhi oleh 2 faktor yaitu: faktor perilaku (behavior cause) dan

faktor di luar perilaku (non behavior cause). Selanjutnya perilaku itu sendiri

ditentukan dan terbentuk oleh 3 faktor. Adapun faktor-faktor yang

mempengaruhi perilaku tersebut adalah sebagai berikut:

a. Faktor Predisposisi (Predisposing Factor)

1) Pengetahuan

a) Definisi Pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (2012), pengetahuan adalah hasil

penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap objek

melalui indera yang dimilikinya (mata, hidung, telinga, dan

sebagainya).

b) Tingkat Pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (2012), pengetahuan seseorang

terhadap objek mempunyai intensitas atau tingkat yang berbeda-beda.

Secara garis besarnya dibagi dalam enam tingkat pengetahuan, yaitu:

(1) Tahu (know), tahu diartikan hanya sebagai recall (memanggil)

memori yang telah ada sebelumnya setelah mengamati sesuatu.

(2) Memahami (comprehension), memahami suatu objek bukan

sekedar tahu terhadap objek tersebut, tidak sekedar dapat

menyebutkan, tetapi orang tersebut harus dapat

mengintrepretasikan secara benar tentang objek yang diketahui

tersebut.
16

(3) Aplikasi (aplication), aplikasi diartikan apabila orang yang telah

memahami objek yang dimaksud dapat menggunakan atau

mengaplikasikan prinsip yang diketahui tersebut pada situasi yang

lain.

(4) Analisis (analysis), analisis adalah kemampuan seseorang untuk

menjabarkan dan atau memisahkan, kemudian mencari hubungan

antara komponen-komponen yang terdapat dalam suatu masalah

atau objek yang diketahui.

(5) Sintesis (syntesis), sintesis menunjuk suatu kemampuan seseorang

untuk merangkum atau meletakkan dalam satu hubungan yang

logis dari komponen-komponen pengetahuan yang dimiliki.

(6) Evaluasi (evaluation), evaluasi berkaitan dengan kemampuan

seseorang untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap

suatu objek tertentu. Penelitian ini dengan sendirinya didasarkan

pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau norma-norma

yang berlaku dimasyarakat.

c) Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan

Menurut Notoatmodjo, 2010 terdapat beberapa faktor yang

mempengaruhi pengetahuan yaitu :

(1) Faktor Internal

(a) Pendidikan

Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan seseorang

terhadap perkembangan orang lain menurut ke arah cita-cita

tertentu yang menentukan manusia untuk berbuat dan mengisi

kehidupan untuk mencapai keselamatan dan kebahagiaan.

Pendidikan diperlukan untuk mendapatkan informasi misalnya


17

hal-hal yang menunjang kesehatan sehingga dapat

meningkatkan kualitas hidup. Pendidikan dapat mempengaruhi

seseorang termasuk juga perilaku seseorang akan pola hidup,

terutama dalam memotivasi untuk berperan serta dalam

pembangunan. Pada umumnya semakin tinggi tingkat

pendidikan seseorang akan semakin mudah dalam menerima

informasi.

(b) Pekerjaan

Pekerjaan adalah kewajiban yang harus dilakukan

terutama untuk menunjang kehidupannya dan kehidupan

keluarga, pekerjaan bukan sumber kesenangan, tetapi

merupakan cara mencari nafkah yang membosankan, berulang

dan banyak tantangan, sedangkan bekerja umumnya adalah

pekerjaan yang menyita waktu.

(c) Usia

Usia mempengaruhi terhadap daya tangkap dan pola

pikir seseorang. Semakin bertambah usia akan semakin

berkembang pula daya tangkap dan pola pikirnya, sehingga

pengetahuan yang diperolehnya semakin membaik. Pada usia

muda, individu akan lebih berperan aktif dalam masyarakat

dan kehidupan sosial serta lebih banyak melakukan persiapan

demi suksesnya upaya menyesuaikan diri menuju usia tua,

selain itu orang usia muda akan lebih banyak menggunakan

banyak waktu untuk membaca. Kemampuan intelektual,

pemecahan masalah, dan kemampuan verbal dilaporkan

hampir tidak ada penurunan pada usia ini.


18

(d) Sumber informasi/media massa

Informasi yang diperoleh baik dari pendidikan formal

maupun non formal dapat memberikan pengaruh jangka

pendek (immediate impact) sehingga menghasilkan perubahan

atau peningkatan pengetahuan. Majunya teknologi akan

tersedia bermacam-macam media massa yang dapat

mempengaruhi pengetahuan masyarakat tentang inovasi baru.

Sebagai sarana komunikasi, berbagai bentuk media massa

seperti televisi, radio, surat kabar, majalah, dan lain-lain

mempunyai pengaruh besar terhadap pembentukan opini dan

kepercayan orang. Dalam penyampaian informasi sebagai

tugas pokoknya, media massa membawa pula pesan-pesan

yang berisi sugesti yang dapat mengarahkan opini seseorang.

Adanya informasi baru mengenai sesuatu hal memberikan

landasan kognitif baru bagi terbentuknya pengetahuan

terhadap hal tersebut.

(2) Faktor Eksternal

(a) Faktor lingkungan

Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di sekitar

individu, baik lingkungan fisik, biologis, maupun sosial.

Lingkungan berpengaruh terhadap proses masuknya

pengetahuan ke dalam individu yang berada dalam lingkungan

tersebut. Hal ini terjadi karena adanya interaksi timbal balik

ataupun tidak yang akan direspon sebagai pengetahuan oleh

setiap individu.
19

(b) Sosial budaya dan ekonomi

Kebiasaan dan tradisi yang dilakukan orang-orang

tanpa melalui penalaran apakah yang dilakukan baik atau

buruk. Demikian seseorang akan bertambah pengetahuannya

walaupun tidak melakukan. Status ekonomi seseorang juga

akan menentukan tersedianya suatu fasilitas yang diperlukan

untuk kegiatan tertentu, sehingga status sosial ekonomi ini

akan mempengaruhi pengetahuan seseorang.

(c) Pengalaman

Pengalaman sebagai sumber pengetahuan adalah suatu

cara untuk memperoleh kebenaran pengetahuan dengan cara

mengulang kembali pengetahuan yang diperoleh dalam

memecahkan masalah yang dihadapi masa lalu. Pengalaman

belajar dalam bekerja yang dikembangkan memberikan

pengetahuan dan keterampilan professional serta pengalaman

belajar selama bekerja akan dapat mengembangkan

kemampuan mengambil keputusan yang merupakan

manifestasi dari keterpaduan menalar secara ilmiah dan etik

yang bertolak dari masalah nyata dalam bidang kerjanya

(Notoatmodjo, 2012).

d) Kriteria Pengetahuan

Menurut Arikunto (2010), hasil pengukuran pengetahuan adalah

sebagai berikut:

(1) Pengetahuan dikatakan Baik jika persentase jawaban benar antara

76%-100%.
20

(2) Pengetahuan dikatakan cukup jika persentase jawaban benar <

60%-75%.

(3) Pengetahuan dikatakan kurang jika persentase jawaban benar <

60%.

2) Sikap

a) Definisi Sikap

Sikap adalah respon tertutup seseorang terhadap stimulus atau

objek tertentu, yang sudah melibatkan faktor pendapat dan emosi

yang bersangkutan (senang-tidak senang, setuju-tidak setuju, baik-

tidak baik, dan sebagainya). Menurut Notoatmodjo (2010) yang

mengacu pendapat Allport, sikap merupakan konsep yang sangat

penting dalam komponen sosio-psikologis, karena merupakan

kecenderungan bertindak, dan berpersepsi. Sikap merupakan kesiapan

tatanan saraf (neural setting) sebelum memberikan respon konkrit.

b) Karakteristik Sikap

Beberapa karakteristik sikap yaitu:

(1) Sikap merupakan kecenderungan berfikir, berpersepsi, dan

bertindak

(2) Sikap mempunyai daya pendorong (motivasi)

(3) Sikap relatif lebih menetap, dibanding emosi dan fikiran

(4) Sikap mengandung aspek penilaian atau evaluative terhadap objek

dan mempunyai tiga komponen, dimana komponen yang pertama

yaitu: komponen kognitif merupakan aspek intelektual yang

berkaitan dengan apa yang diketahui manusia, merupakan olahan

fikiran manusia atau seseorang terhadap kondisi eksternal atau

stimulus.
21

c) Tingkatan Sikap

Berdasarkan intensitasnya sikap memiliki tingkatan yaitu

sebagai berikut:

(1) Menerima (receiving)

Menerima diartikan bahwa orang atau subjek mau menerima

stimulus yang diberikan (objek).

(2) Menanggapi (responding)

Menanggapi diartikan memberikan jawaban atau tanggapan

terhadap pertanyaan atau objek yang dihadapi.

(3) Menghargai (valuing)

Menghargai diartikan subjek seseorang memberikan nilai yang

positif terhadap objek atau stimulus, dalam arti membahasnya

dengan orang lain, bahkan mengajak atau mempengaruhi atau

menganjurkan orang lain merespon.

(4) Bertanggung jawab (responsible)

Sikap yang paling tinggi tingkatannya adalah bertanggung

jawab terhadap apa yang telah diyakininya. Sikap merupakan

penilaian yang menyeluruh terhadap perilaku atau tindakan yang

akan diambil, contohnya: perilaku ibu untuk mengimunisasikan

anaknya di posyandu, didasari oleh niat ibu itu sendiri. Dimana

niat ibu ini ditentukan oleh: sikap ibu, yaitu penilaian ibu tersebut

terhadap untung ruginya tindakan yang akan diambil untuk

imunisasi anaknya, kemudian norma subjektif, yaitu kepercayaan

atau keyakinan ibu terhadap perilaku yang akan diambil, lepas

dari orang lain setuju atau tidak setuju (Notoatmodjo, 2010).


22

c) Pengukuran Sikap

Skala likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan

persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena sosial.

Dalam penelitian, fenomena sosial ini telah ditetapkan secara spesifik

oleh peneliti, yang selanjutnya disebut sebagai variabel penelitian.

Menurut Hidayat (2010), pernyataan positif/pernyataan negatif

sebagai berikut:

a) Sangat Setuju: (SS)

b) Setuju: (S)

c) Tidak Setuju: (TS)

d) Sangat Tidak Setuju: (STS)

Dengan kategori sebagai berikut :

(1) Positif jka nilai responden ≥ nilai mean/median

(2) Negatif jika nilai responden < nilai mean/median.

b. Faktor Pendukung (Enabling Factor)

1) Lingkungan Fisik

Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada disekitar kita baik

yang bergerak maupun tidak bergerak. Kesehatan lingkungan pada

hakikatnya adalah suatu kondisi atau keadaan lingkungan yang optimum

sehingga bepengaruh positif terhadap terwujudnya status kesehatan yang

optimal pula (Notoatmodjo, 2010).

Kondisi lingkungan tempat tinggal sangat menentukan

perkembangbiakan nyamuk penyebab DBD. Tempat perkembangbiakan

nyamuk aedes aegypti yang utama ialah tempat-tempat penampungan air

berupa genangan air yang tertampung disuatu tempat atau bejana di dalam

atau sekitar rumah atau tempat-tempat umum. Nyamuk ini biasanya tidak
23

dapat berkembangbiak di genangan air yang langsung berhubungan

dengan tanah (Kemenkes, 2010).

2) Ketersediaan Sarana dan Prasarana

Fasilitas/sarana dan prasarana kesehatan bertujuan untuk

mewujudkan suatu perbuatan nyata (perilaku) diperlukan fasilitas yang

mendukung dan memungkinkan suatu perilaku tersebut terwujud

(Notoatmodjo, 2010). Fasilitas pelayanan kesehatan adalah suatu alat atau

tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya kesehatan, baik

promotif, preventif, kuratif, maupun rehabilitatif yang diselenggarakan

oleh pemerintah, pemerintah daerah, atau masyarakat. Upaya

penyelenggaraan pelayanan kesehatan pada umumnya dibedakan menjadi

tiga yaitu: sarana pemeliharaan kesehatan primer (primary care)

merupakan sarana yang paling dekat dengan dengan masyarakat. Artinya

pelayanan kesehatan yang paling pertama yang menyentuh masalah

kesehatan di masyarakat. Misalnya posyandu, puskesmas, poliklinik,

dokter praktek swasta, kelengkapan alat kesehatan seperti alat imunisasi,

dan lain-lain. Sarana pemeliharaan kesehatan tingkat dua (secondary

care) merupakan sarana pelayanan kesehatan yang menangani kasus yang

tidak ditangani oleh sarana kesehatan primer karena peralatan atau

keahlian yang kurang memadai. Sarana pemeliharaan kesehatan tingkat

tiga (tertiary care) merupakan sarana pelayanan kesehatan rujukan bagi

kasus-kasus yang tidak ditangani oleh sarana pelayanan kesehatan primer

dan sekunder, adapun sarana pelayanan kesehatan tingkat tiga yaitu:

rumah sakit provinsi, rumah sakit tipe A dan rumah sakit tipe B

(Kemenkes, 2009).
24

3) Ketersediaan SDM Pelayanan

Ketersediaan sumber daya manusia seperti petugas kesehatan dan

jumantik (juru pemantau jentik) dapat memutus mata rantai penyakit

DBD. Petugas kesehatan dalam penanggulangan penyakit demam

berdarah dengue mempunyai tanggung jawab yaitu melakukan kunjungan

rumah dalam hal ini untuk melakukan penyuluhan kepada masyarakat

yaitu keluarga agar mereka mengerti dan melaksanakan penanggulangan

penyakit demam berdarah dengue, melakukan pemeriksaan jentik di

rumah-rumah masyarakat, menggerakkan dan mengawasi pemberantasan

sarang nyamuk serta membuat laporan hasil pemeriksaan jentik serta

melaporkannya setiap bulan (Kemenkes RI, 2009).

c. Faktor Pendorong (Reinforcing Factor)

1) Masyarakat

Pecegahan penyakit demam berdarah didasarkan atas pemutusan

rantai penularan penyakit ini. Peran serta masyarakat sangat diperlukan

untuk dapat meningkatkan keberhasilan pelaksanaan kegiatan pemutusan

rantai penularan penyakit DBD. Keterlibatan masyarakat sangat

dipengaruhi oleh pengetahuan dan sikap yang dimiliki masing-masing

individu (Kemenkes, 2014).

Keterlibatan masyarakat dalam pencegahan DBD sangatlah

diperlukan karena sangatlah mustahil dapat memutus rantai penularan jika

masyarakat tidak terlibat sama sekali. Peran serta masyarakat ini dapat

berwujud pelaksanaan kegiatan 3M (menutup wadah-wadah

penampungan air, mengubur atau membakar barang-barang bekas yang

menjadi sarang nyamuk, dan menguras atau mengganti air di tempat

tampungan air) di sekitar rumah dan melaksanakan PSN pada


25

lingkungannya. Ketidakberhasilan pemberantasan DBD secara

menyeluruh dapat terjadi dikarenakan tidak semua masyarakat melakukan

upaya pemberantasan vektor penular DBD, pemberantasan sarang

nyamuk tidak mungkin dapat tuntas dilakukan bila anggota masyarakat

sampai ke lingkungan yang terkecil yaitu rumah tangga tidak mau

melakukannya (Sumihar, 2009).

2) Tokoh Masyarakat

Tokoh masyarakat adalah orang-orang yang dihormati dan

disegani dalam masyarakat yang memiliki pengaruh dimasyarakat

setempat baik yang bersifat formal seperti: ketua RT, ketua RW, ketua

kampung, kepala desa, lurah, camat, bupati, maupun tokoh masyarakat

non formal seperti: tokoh agama, pemuka adat, tokoh pemuda, kepala

suku, kyai, kader, dan lainnya. Pengaruh formal terjadi dan tumbuh

karena ditunjang oleh kekuatan birokrasiformal. Sedangkan pengaruh non

formal diperoleh bukan karena jabatan resmi tetapi karena kemampuan

dan hubungan antar pribadi mereka dengan anggota keluarga masyarakat.

Tokoh masyarakat merupakan kekuatan yang sangat besar yang mampu

menggerakkan masyarakat didalam setiap upaya pembangunan. Para

tokoh masyarakat ini memainkan peranan penting dalam proses

penyebaran inovasi dan motivasi akan turut menentukan keberhasilan

yang akan dicapai. Perilaku tokoh masyarakat dalam pencegahan DBD,

yaitu memiliki peranan penting dalam mengajak dan menghimbau seluruh

masyarakat untuk selalu menjaga kebersihan lingkungan baik di luar

maupun di dalam rumah (Kemenkes RI, 2009).


26

3) Petugas Kesehatan

Menurut UU Kesehatan Nomor 36 Tahun 2009 Pasal 1, Tenaga

kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang

kesehatan serta memiliki pengetahuan dan atau keterampilan melalui

pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan

kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan. Pada Bab IV Bagian

kedua pasal 50, tenaga kesehatan bertugas menyelenggarakan atau

melakukan kegiatan kesehatan sesuai dengan bidang keahlihan dan

kewenangan tenaga kerja kerja yang bersangkutan. Tenaga kesehatan

terdiri dari; Dokter Umum, Dokter Gigi, Perawat, Bidan, Farmasi, Gizi,

Sanitasi, Ahli Kesehatan Masyarakat, dan lain-lain. Peranan tenaga

kesehatan dalam pencegahan DBD, yaitu memberikan penyuluhan kepada

pasien dan masyarakat yang berobat ke puskesmas, mengajak masyarakat

untuk melakukan kegiatan jumat bersih, dan melakukan kunjungan rumah

untuk pemeriksaan jentik nyamuk (Kemenkes RI, 2009).

B. Penelitian Terkait

1. Penelitian Lontoh (2016) dengan judul hubungan antara pengetahuan dan sikap

dengan tindakan pencegahan DBD di Kelitahan Malalayang 2 Lingkungan III

didapatkan 55,7% responden berpengetahuan baik dan sebesar 44,3% responden

berpengetahuan kurang baik 62,9% responden yang memiliki sikap baik

sedangkan yang memliki sikap kurang baik sebesar 37,1%, sebesar 70%

responden yang memiliki tindakan yang baik sedangkan tindakan kurang baik

sebesar 30%. Didapati hubungan antara pengetahuan dengan tindakan

pencegahan DBD (p = 0,027). Didapati hubungan antara sikap dengan tindakan

pencegahan DBD (p = 0,011).


27

2. Menurut penelitian Suhanda (2016) dengan judul hubungan pengetahuan dan

sikap terhadap tindakan pencegahan demam berdarah dengue pada masyarakat

di Kecamatan Baiturrahman. Hasil analisis menunjukkan adanya hubungan kuat

antara tingkat pengetahuan (p value = 0,002) (rs = 0,695), sikap (p value = 0,002)

(rs = 0,697) terhadap tindakan pencegahan demam berdarah dengue pada

masyarakat di Kecamatan Baiturrahman.

3. Menurut penelitian Shabrina (2015) dengan judul hubungan pengetahuan dan

sikap siswa SD terhadap perilaku pencegahan demam berdarah di Kelurahan

Kebon Baru Wilayah Kerja Puskesmas Tebet, Jakarta di dapatkan hasil sebanyak

59 siswa (51,8%) memiliki perilaku yang baik tentang perilaku pencegahan

demam berdarah.

4. Menurut penelitian Pujiyanti (2015) dengan judul hubungan pengetahuan dan

sikap terhadap perilaku pecegahan DBD pada siswa sekolah dasar di Kecamatan

Tembalang, Kota Semarang di dapatkan hasil sebanyak 233 siswa (76,1%)

melakukan upaya pencegahan DBD secara rutin disekolah, mayoritas siswa

memiliki sikap yang positif terhadap upaya pencegahan DBD sebanyak 298

siswa (97,39%) .
28

C. Kerangka Teori

Kerangka teori adalah gambaran atau batasan tentang teori-teori yang dipakai

sebagai landasan penelitian yang akan dilakukan (Hidayat, 2011).

Skema 2.1
Kerangka Teori

Faktor Predisposisi :
1. Pengetahuan
2. Sikap

Faktor Pendukung :
1. Lingkungan Fisik
2. Ketersediaan Upaya Pencegahan
Sarana & Prasarana Kesehatan DBD
3. Ketersediaan SDM Pelayanan

Faktor Pendorong :
1. Masyarakat
2. Tokoh masyarakat
3. Petugas kesehatan

Sumber : Lawrence Green dalam Notoatmodjo (2010)

D. Kerangka Konsep

Kerangka konsep adalah suatu hubungan atau keterkaitan terhadap konsep

satu dan terhadap konsep yang yang lainnya dari masalah yang akan di teliti

(Notoatmodjo, 2010). Variabel yang akan diteliti pengetahuan dan sikap sebagai

variabel independ dan upaya pencegahan DBD sebagai variabel dependen.

Skema 2.2
Kerangka Konsep

Variabel Independen Variabel Dependen

Pengetahuan
Upaya Pencegahan Demam
Berdarah Dengue (DBD)
Sikap
29

E. Hipotesis

Hipotesis adalah suatu pernyataan yang masih lemah dan membutuhkan

pembuktian apakah hipotesis tersebut dapat diterima atau ditolak, berdasarkan data

empiris yang telah dikumpulkan dalam penelitian (Hidayat, 2010). Adapun Hipotesis

dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

Ha :

1. Ada hubungan pengetahuan siswa dengan upaya pencegahan Demam

Berdarah Dengue (DBD) di SDN 042 Kecamatan Marpoyan Damai Kota

Pekanbaru.

2. Ada hubungan sikap siswa dengan upaya pencegahan Demam Berdarah

Dengue (DBD) di SDN 042 Kecamatan Marpoyan Damai Kota Pekanbaru.

Ho :

1. Tidak ada hubungan pengetahuan siswa dengan upaya pencegahan Demam

Berdarah Dengue (DBD) di SDN 042 Kecamatan Marpoyan Damai Kota

Pekanbaru.

2. Tidak ada hubungan sikap siswa dengan upaya pencegahan Demam Berdarah

Dengue (DBD) di SDN 042 Kecamatan Marpoyan Damai Kota Pekanbaru.

Anda mungkin juga menyukai