Anda di halaman 1dari 44

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Terkait

1. Defenisi anak usia prasekolah

Anak prasekolah adalah anak yang berusia 5 tahun. Pada masa ini,

terjadi pertumbuhan biologis, psikososial, kognitif, dan spiritual yang begitu

signifikan. Kemampuan mereka dalam mengontrol diri berinteraksi dengan

orang lain, dan penggunaan bahasa dalam berinteraksi merupakan modal awal

anak dalam mempersiapkan tahap perkembangan berikutnya yaitu tahap

sekolah( Supartini, 2006).

Masa prasekolah (usia 3-5 tahun) merupakan fase ketika anak mulai

terlepas dari orang tuanya, dan mulai berinteraksi dengan lingkungannya

(Sayogo, 2007). Tugas perkembangan pada anak prasekolah adalah mencapai

otonomi yang cukup, memenuhi dan menangani diri sendiri tanpa campur

tangan orang tua secara penuh. Pada tahap ini,anak dapat dilibatkan dalam

kegiatan atau pekerjaan rumah tangga untuk membantu orang tua (Supartini,

2006). Keberhasilan pada tahap prasekolah akan berpengaruh sangat besar

dalam kesuksesan anak dalam menghadapi tahap perkembangan berikutnya.

2. Sulit Makan

1. Defenisi Sulit Makan

Kesulitan makan di defenisikan sebagai perilaku anak yang

mengalami gangguan makan berupa penolakan makan, tidak mau makan,

7
8

lama waktu makan hingga lebih dari 30 menit, dan hanya mau makan

makanan tertentu saja (Samsudin, 2006).

Menurut Judarwanto (2005), kesulitan makan adalah jika anak tidak

mau atau menolak untuk makan, atau mengalami kesulitan mengkonsumsi

makanan atau minuman dengan jenis dan jumlah sesuai usia secara fisiologis

(alamiah dan wajar), yaitu mulai dari membuka mulutnya tanpa paksaan,

mengunyah, menelan hingga sampai terserap di pencernaan secara baik tanpa

paksaan dan tanpa pemberian vitamin dan obat tertentu.

2. Gejala Sulit Makan

Judarwanto (2005) mengungkapkan anak sulit makan jika hanya

mampu menghabiskan kurang dari 2/3 jumlah makanannya sehingga

kebutuhan nutrien tidak terpenuhi. Beberapa tampilan klinik kesulitan makan

pada anak dapat berupa memenuhkan atau menyembur-nyemburkan makanan

yang sudah masuk di mulut anak, makan berlama-lama dan memainkan

makanan, sama sekali tidak mau memasukkan makanan ke dalam mulut,

memuntahkan atau menumpahkan makanan, menepis suapan dari orang tua,

tidak mengunyah tetapi langsung menelan makanan, dan kesulitan menelan,

sakit bila mengunyah atau menelan makanan.

Klinik perkembangan anak Affilioned Program for Children

Development di Universitas George Town (Judarwanto, 2005) melaporkan

jenis kesulitan makan pada anak sesuai dengan jumlahnya adalah:

1) Hanya mau makan makanan cair atau lumat : 27,3 %

2) Kesulitan menghirup, mengunyah, menelan : 24,1 %

3) Kebiasaan makan yang aneh dan ganjil : 23,3 %

4) Tidak menyukai variasi banyak makanan : 11,1 %


9

5) Keterlambatan makan sendiri : 8,0 %

6) Mealing time tantrum : 6,1 %

3. Gizi untuk usia taman kanak-kanak

a. Pola Makan dan anak Taman Kanak-Kanak

Makanan merupakan kebutuhan mendasar bagi hidup manusia.

Makanan yang dikonsumsi beragam jenis dengan berbagai cara

pengolahannya. Di masyarakat dikenal pola makan atau kebiasaan makan

yang ada pada masyarakat dimana seorang anak hidup. Pola makan

kelompok masyarakat tertentu juga menjadi pola makan anak . Pola makan

mempengaruhi penyusunan menu. Seorang anak dapat memiliki kebiasaan

dalam masyarakatnya. Jika menyusun hidangan untuk anak, hal ini perlu

diperhatikan di samping kebutuhan zat gizi untuk hidup sehat dan

bertumbuh kembang. Kecukupan zat gizi ini berpengaruh pada kesehatan

dan kecerdasan anak, maka pengetahuan dan kemampuan mengelola

makanan sehat untuk anak adalah suatu hal yang sangat penting.

Anak usia prasekolah membutuhkan lebih kurang 6800 kkal per

hari. Kebutuhan cairan tergantung kepada aktivitas anak, biasanya

meningkat dari kebutuhan cairan dan pada anak uisa Todler mempunyai

karakteristik yang khas, yaitu bergerak terus, tidak bisa diam, dan sulit

untuk di ajak duduk dalam waktu relatif lama. Pada uisa 12 sampai 18 bulan

pertumbuhan sedikit lambat sehingga kebutuhan nutrisi dan kalori menurun

yaitu 100 kkal per kg berat badan (BB). Kebutuhan protein sekitar 2,4 g per

hari (Supartini, 2006).

Pola makan anak terbentuk pada usia satu atau dua tahun dan akan

mempengaruhi kebiasaan makan tahun-tahun berikutnya (Arvin & Kliesma,


10

2006). Ketika anak memasuki usia 4 tahun, mereka memasuki periode

finicky eating, yaitu anak yang lebih rewel dan lebih memberontak dalam

makan. Mereka menjadi lebih pemilih makanan dan tidak berkeinginan

untuk mencoba makanan yang baru. Usia lima tahun, anak sudah bisa

mencoba makanan yang baru, tetapi orang tua sangat berperan dalam hal ini,

yaitu membiarkan anak untuk ikut mempersiapkan makanan di dapur

(Supartini, 2006).

Anak usia prasekolah yang sedang dalam fase meniru, seringkali

meniru pola makan orang tua sebagai role model. Oleh karena itu, jika

orang tua memiliki pola makan yang baik, maka anak memiliki pola makan

yang sama pula (Widyaningsih, 2008).

Pola makan anak prasekolah sangat dipengaruhi juga oleh perkenalan

makanan padat. Orang tua yang terlambat memperkenalkan makanan padat

pada usia 6 bulan, atau sebaliknya orang tua terlalu cepat memperkenalkan

makanan padat (Supriyadi, 2008).

b. Taman kanak-kanak

Taman kanak-kanak merupakan awal dari pengenalan anak dengan

suatu lingkungan sosial yang ada di masyarakat umum, di luar keluarga.

TK merupakan institusi yang disamping memberikan kesempatan bermain

sambil belajar kepada anak, juga mendidik anak untuk mendidik anak

bersosialisasi dan memperoleh berbagai keterampilan anak.

c. Kebutuhan Nutrisi Pada Anak Usia Prasekolah

Supartini (2006) mengemukakan sama halnya dengan anak usia, anak

prasekolah mengalami pertumbuhan sedikit lambat. Beberapa karakteristik


11

yang terkait dengan pemenuhan kebutuhan nutrisi yang perlu di perhatikan

pada anak prasekolah adalah sebagai berikut.

a) Nafsu makan berkurang

b) Anak lebih tertarik pada aktivitas bermain dengan teman atau

lingkungannya dari pada makan

c) Anak mulai senang mencoba jenis makanan baru

d) Waktu makan merupakan kesempatan yang baik bagi anak untuk belajar

dan bersosialisasi dengan keluarga.

Anjuran untuk orang tua dala kaitannya dengan karakteristik tersebut:

a) Pertahankan kebiasaan makan yang baik dengan cara mengajarkan anak

mengenal nutrisi,misalnya dengan menggambar atau melakukan

aktivitas bermain yang lain.

b) Apabila makanan yang dikonsumsi cenderung sedikit, berikan dengan

frekuensi lebih sering, yaitu 4 sampai 5 kali sehari. Apabila

memberikan makanan padat, seperti nasi, 3 kali dalam sehari,

memberikan makanan ringan atau kudapan diantara waktu makan

tersebut. Susu cukup diberikan 1-2 kali sehari.

c) Fasilitas anak untuk mencoba jenis makanan baru. Makanan baru tidak

harus berharga mahal, yang penting memenuhi gizi seimbang.

d) Fasilitas anak untuk dapat mengekspresikan ide, pikiran, serta

perasaannya saat makan bersama dan fasilitas anak untuk berinteraksi

secara efektif dengan anda atau anggota keluarga lain

4. Pertumbuhan

Pertumbuhan (growth) berkaitan dengan perubahan yang bersifat

kuantitatif, yang mengacu pada jumlah, besar dan luas, serta bersifat konkret
12

yang biasa menyangkut ukuran dan struktur biologis. Pertumbuhan

merupakan perubahan secara fisiologis sebagai hasil dari kematangan fungsi-

fungsi fisik yang berlangsung secara normal dalam perjalanan waktu tertentu.

Hasil pertumbuhan contohnya berupa bertambahnya ukuran kuantitatif dari

fisik anak, seperti tinggi dan berat badan, kekuatan atau proporsi. Dengan

demikian dapat disimpulkan secara ringkas bahwa pertumbuhan adalah

proses perubahan dan kematangan fisik yang menyangkut perubahan ukuran

atau perbandingan.

5. Perkembangan

Perkembangan (development) adalah bertambahnya kemampuan

(skill) dalam struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks, mengikuti pola

yang teratur, dan dapat diramalkan, sebagai hasil dari proses pematangan

(Soetjiningsih,2005).

Perkembangan adalah perubahan-perubahan yang dialami individu atau

organisme menuju ketingkat kedewasaannya atau kematangannya

(maturation) yang berlangsung secara sistematis, progresif dan

berkesinambungan, baik menyangkut fisik (jasmaniah) maupun psikis

(rohaniah). Sistematis yang dimaksud dalam konteks tersebut adalah sebagai

berikut:

a. Sistematis, berarti perubahan dalam perkembangan itu bersifat saling

ketergantungan atau saling mempengaruhi antara satu bagian tubuh dengan

bagian lainnya (fisik dan psikis) dan merupakan satu kesatuan yang

harmonis.

Contoh: kemampuan berjalan anak dengan matangnya otot-otot kaki.


13

b. Progresif, berarti perubahan yang terjadi bersifat maju, meningkat dan

mendalam (meluas) baik secara kuantitatif (fisik) maupun kualitatif

(psikis).

Contoh: terjadinya perubahan proporsi dan ukuran fisik anak (dari pendek

menjadi tinggi dan dari kecil menjadi besar).

c. Berkesinambungan, berarti perubahan pada bagian atau fungsi organisme

itu berlangsung secara beraturan atau berurutan, tidak terjadi secara

kebetulan atau loncat-loncat.

Contoh: untuk dapat berdiri, seorang anak harus menguasai tahapan

perkembangan sebelumnya, yaitu kemampuan duduk dan merangkak

(Desmita, 2004)

1) Ciri-ciri perkembangan secara umum

a) Terjadinya perubahan dalam (a) aspek fisik: perubahan tinggi dan berat

badan serta organ-organ tubuh lainnya, (b) aspek psikis: semakin

bertambahnya perbendaharaan kata dan matangnya kemampuan

berfikir, mengingat, serta menggunakan imajinasi kreatifnya.

b) Terjadinya perubahan dalam proporsi (a) aspek fisik: proporsi tubuh

anak berubah sesuai dengan fase perkembangannya, (b) aspek psikis:

perubahan imajinasi dari yang fantasi ke realitas dengan perubahan

perhatiannnya dari yang tertuju kepada dirinya sendiri lalu perlahan-

lahan beralih kepada orang lain (kelompok teman sebaya).

c) Lenyapnya tanda-tanda yang lama (a) tanda-tanda fisik: hilangnya

kelenjar thymus (kelenjar kanak-kanak) yang terletak pada bagian dada,

kelenjar pineal pada bagian bawah otak, rambut-rambut halus, dan gigi

susu, (b) tanda-tanda psikis: hilangnya masa mengoceh (meraban),


14

bentuk gerak-gerik kanak-kanak, dan perilaku impulsif (dorongan

bertindak sebelum berfikir).

d) Diperolehnya tanda-tanda yang baru, (a) tanda-tanda fisik: pergantian

gigi dan karakteristik seks pada usia remaja (menstruasi, pinggul, buah

dada, kumis, jakun, suara), tanda-tanda psikis: seperti berkembangnya

rasa ingin tahu terutama yang berhubungan dengan seks, ilmu

pengetahuan, nilai-nilai moral, dan keyakinan beragama.

2) Fase-Fase dan Tugas Perkembangan

Setiap fase atau tahapan perkembangan kehidupan manusia senantiasa

berlangsung seiring dengan kegiatan belajar. Tugas belajar yang muncul

dalam setiap fase perkembangan merupakan keharusan universal dan

idealnya dan idealnya berlaku secara otomatis, seperti kegiatan belajar

mengajar terampil melakukan sesuatu pada fase perkembangan tertentu

yang lazim terjadi pada manusia normal. Selain itu hal-hal yang juga

menyebabkan timbulnya tugas-tugas perkembangan adalah karena adanya

kematangan fisik tertentu pada fase perkembangan tertentu adanya

dorongan cita-cita psikologis manusia yang sedang berkembang, serta

adanya tuntutan kultural masyarakat.

3) Fase dan Tugas Perkembangan menurut Erikson

Dalam bukunya Childhood and Society, Schwarz (2008) membagi

fase dan tugas perkembangan, sebagai berikut:

a) Masa bayi (0 - 1 ½ tahun)

Pada masa ini disebut sebagai masa saat kepercayaan harus

ditanamkan, masa si anak harus belajar bahwa dunia merupakan


15

tempat yang baik baginya, dan masa ia belajar menjadi optimis

mengenai kemungkinan-kemungkinan mencapai kepuasan.

b) Masa toddler (1 ½ - 3 tahun)

Pada masa ini anak mulai memisahkan diri dan bergerak bebas,

melakukan sesuatu sendiri dan menganggap bahwa semua barang

adalah miliknya.

c) Awal masa kanak-kanak (4-7 tahun)

Pada tahap ini anak sudah memulai untuk berinteraksi dengan orang

lain dan menyesuaikan diri dengan teman sepermainannya

d) Akhir masa kanak-kanak (8–11 tahun)

Pada masa untuk berkelompok dan berorganisasi dan penerimaan oleh

teman-teman seusianya menjadi hal yang penting.

e) Awal masa remaja (12–15 tahun)

Pada masa saat si anak telah mengalami perubahan menjadi seorang

remaja yang mulai memikirkan diri sendiri. Masa ini adalah masa-

masa saat anak pada tahap labil. Jika tidak diberi pengarahan oleh orang

tua dengan baik dia akan menjadi remaja yang salah dalam memilih

teman dan dapat terpengaruh oleh lingkungan yang tidak baik.

f) Masa remaja yang sejati (16–18 tahun)

Pada masa yang sudah memikirkan untuk pemilihan tujuan hidup yang

akan diinginkannya kelak. Sudah mulai untuk memikirkan jalan untuk

masa depannya.

g) Awal masa dewasa (19–25 tahun) kemandirian menjadi hal yang

penting pada masa ini. Sudah memulai untuk mengurus segala

sesuatunya sendiri dan tidak bergantung pada orang tua.


16

Pertumbuhan dan
perkembangan
Perkembangan

Anak

Berkembang
Bertumbuh

Fisiologis Psikologis

Kognisi
Motorik

Motorik Halus Motorik Kasar

Penalaran
Berlari Menulis
Pengertian
Berjalan Mewarnai
Daya ingat
Melompat Menyendok
Daya khayal
Merangkak Menggambar
Daya tangkap

Gambar 3.1 Pertumbuhan dan Perkembangan Anak


Sumber: Federman, et al., (dalam Hurlock), 2000

4) Prinsip-Prinsip perkembangan

Setiap fase perkembangan pada dasarnya selalu bertalian erat dengan

periode perkembangan yang mendahuluinya. Hal ini membuktikan bahwa

manusia merupakan kesatuan yang bulat dan tujuan yang terkandung

dalam setiap perkembangan adalah ”menjadi manusia dewasa yang


17

sanggup berdiri sendiri”. Secara garis besar, peristiwa perkembangan

mempunyai prinsip-prinsip perkembangan sebagai berikut (Sobur, 2003).

a) Perkembangan merupakan proses yang tidak pernah berhenti (never

ending process), manusia secara terus-menerus berkembang atau

berubah yang dipengaruhi oleh pengalaman atau belajar sepanjang

hidupnya. Perkembangan berlangsung terus-menerus sejak masa

konsepsi sampai mencapai kematangan atau masa tua.

b) Setiap aspek perkembangan individu, baik, fisik, emosi, inteligensi

maupun sosial, saling memengaruhi satu sama lainya.

c) Perkembangan itu mengikuti pola atau arah tertentu, setiap tahap

perkembangan merupakan hasil perkembangan dari tahap sebelumnya

yang merupakan prasyarat bagi perkembangan selanjutnya.

d) Setiap anak mempunyai tempo kecepatan perkembangan sendiri-

sendiri. Perkembangan baik fungsi jasmani maupun rohani tidaklah

dapat disamakan waktunya. Tempo perkembangan manusia pada

umumnya terbagi dalam kategori cepat, sedang, dan lambat.

e) Setiap orang akan mengalami tahapan perkembangan yang berlangsung

secara berantai. Walaupun tidak ada garis pemisah yang jelas antara

satu fase dan fase yang lain, tahap perkembangan sifatnya universal.

f) Setiap anak, seperti juga organisme lainya memiliki dorongan dan

hasrat mempertahankan diri dari hal-hal yang negatif, seperti rasa sakit,

rasa tidak aman, kematian, dan seterusnya. Pada setiap orang terdapat

dorongan fisik dan psikis untuk mempertahankan hidupnya.

g) Dalam perkembangan terdapat masa peka. Masa peka ialah suatu masa

dalam perkembangan anak, saat suatu fungsi jasmani ataupun rohani


18

dapat berkembang dengan cepat jika mendapat latihan yang baik dan

kontinu.

h) Perkembangan tiap-tiap anak pada dasarnya tidak hanya dipengaruhi

oleh faktor pembawaan sejak lahir, tetapi juga oleh lingkungan.

5) Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan

a) Hereditas ( Keturunan/Pembawaan)

Hereditas merupakan faktor pertama yang memengaruhi

perkembangan individu. Dalam hal ini hereditas diartikan sebagai

totalitas karakteristik individu yang di wariskan orang tua kepada anak,

atau segala potensi, baik fisik (seperti kecenderungan berbadan gemuk,

tinggi, dan sebagainya) maupun psikis (seperti kecenderungan menjadi

pendiam, lincah, pandai, dan sebagainya) yang dimiliki individu sejak

masa konsepsi (pembuahan ovum oleh sperma) sebagai pewarisan dari

pihak orang tua melalui gen-gen.

Adapun yang di turunkan orang tua kepada anaknya adalah

strukturnya bukan tingkah laku yang diperoleh sebagai hasil belajar

atau pengalaman. Penurunan sifat-sifat ini mengikuti prinsip-prinsip

sebagai berikut.

(1) Reproduksi, berarti penurunan sifat –sifatnya hanya berlangsung

melalui sel benih.

(2) Konformitas (keseragaman), proses penurunan sifat akan

mengikuti pola jenis (spesies) generasi sebelumnya, misalnya

manusia akan menurunkan sifat-sifat manusia kepada anaknya.

(3)Variasi, karena jumlah gen-gen dalam setiap kromosom sangat

banyak, maka kombinasi gen-gen pada setiap pembuahan akan


19

mempunyai kemungkinan yang banyak pula. Dengan demikian

untuk setiap proses penurunan sifat akan terjadi penurunan yang

beraneka (bervariasi), antara kakak dan adik mungkin akan

berlainan sifatnya.

(4) Regresi filial, yaitu penurunan sifat cenderung ke arah rata-rata.

b) Lingkungan

Lingkungan merupakan faktor yang sangat menentukan

tercapai atau tidaknya potensi bawaan. Lingkungan yang cukup baik

akan memungkinkan tercapainya potensi bawaan dan sebaliknya

lingkungan yang kurang baik akan menghambat potensinya.

Lingkungan ini merupakan lingkungan bio-fisik-psiko-sosial yang

mempengaruhi individu setiap hari, mulai dari konsepsi sampai akhir

hayatnya. Faktor lingkungan secara garis besar dapat dibagi menjadi

beberapa bagian seperti berikut ini.

Sebagian besar proses pertumbuhan janin sangat bergantung

pada kondisi internal ibu, baik kondisi fisik maupun psikisnya. Sebab

ibu dan janin merupakan satu unit organ yang tunggal. Semua

kebutuhan ibu dan janin dipenuhi melalui fisiologis yang sama.

Beberapa faktor yang memengaruhi perkembangan prenatal adalah

sebagai berikut:

(a) Kesehatan ibu

Penyakit yang di derita ibu hamil dapat memengaruhi

perkembangan masa prenatal. Apalagi penyakit tersebut bersifat

kronis seperti kencing manis, TBC, radang saluran kencing,

penyakit kelamin, dan sebagainya yang dapat mengakibatkan


20

lahirnya bayi-bayi yang cacat. Demikian pula jika ibu mengalami

gangguan kesehatan seperti influenza, gondok atau cacar ketika

janin berusia 3 bulan, kondisi ini dapat merusak perkembangan

janin. Apabila ibu hamil terserang campak dan rubela, maka dapat

dipastikan 60% kemungkinan bayi lahir dalam keadaan cacat. Jika

campak dan rubela menyerang pada dua bulan pertama kehamilan,

maka dapat mengakibatkan kebutaan, ketulian, kelainan jantung,

kerusakan pada sistem saraf pusat, serta keterbelakangan mental

dan emosional. Apabila terjadi pada trimester kedua setelah fetus

terbentuk, dampaknya kecil sekali, mungkin hanya gangguan pada

pendengaran, penglihatan, dan bicara (Desmita, 2007).

(b) Gizi ibu

Faktor lain yang cukup berpengaruh terhadap

perkembangan masa prenatal adalah gizi ibu. Hal ini dikarenakan

janin yang sedang berkembang sangat bergantung pada gizi ibunya,

yang diperolehnya melalui darah ibunya. Oleh sebab itu, makanan

ibu yang sedang hamil harus mengandung cukup protein, lemak,

vitamin, dan karbohidrat untuk menjaga kesehatan bayi. Anak-anak

yang dilahirkan oleh ibunya yang kekurangan gizi cenderung

mengalami cacat.

(c) Pemakaian bahan-bahan kimia oleh ibu

Bahan-bahan kimia yang terdapat pada obat-obatan dan

makanan yang ada dalam peredaran darah ibu hamil dapat

memengaruhi perkembangan janin. Bahan-bahan kimia tersebut

dapat menimbulkan efek samping. Zat kimia tersebut dapat


21

memengaruhi lingkungan di dalam rahim ibu yang berarti juga

turut memengaruhi perkembangan janin. Salah satu jenis obat yang

mengandung bahan kimia yang membahayakan perkembengan

janin adalah Thalidomide. Obat ini jika dikonsumsi ibu hamil

selama dua bulan pertama kehamilan dapat menghambat

pertumbuhan lengan dan kaki janin (Desmita, 2007).

Minimum yang mengandung alkohol juga merupakan zat

lain yang dapat memengaruhi perkembangan prenatal. Wanita

pecandu alkohol dan tetap mengonsumsinya selama

kehamilannya dalam frekuensi yang sering, kemungkinan besar

akan melahirkan bayi dengan gejala yang di sebut “sindrom

alkohol janin” (fetal alcohol shindrome).

Dampak buruk menghisap rokok pada wanita hamil dapat

tereus berlangsung, baik itu selama masa perkembangan prenatal,

intranatal, maupun posnatal. Merokok selama kehamilan dapat

menyebabkan pengurangan bobot kelahiran, menimbulkan risiko

aborsi spontan, kelahiran prematur, dan sindrom kematian bayi

yang tinggi selama proses kelahiran.

(d) Keadaan dan ketegangan emosi ibu

Keadaan emosional ibu selama kehamilan juga

mempunyai pengaruh yang besar terhadap perkembangan janin.

Pada saat seorang ibu hamil mengalami ketakutan, kecemasan,

stres dan emosi lain yang mendalam, maka terjadi perubahan

psikologi, antara lain meningkatnya pernapasan dan sekresi oleh

kelenjar. Adanya produksi hormon adrenalin sebagai tanggapan


22

terhadap ketakutan akan menghambat aliran darah ke daerah

kandungan dan membuat janin kekurangan udara (hipoksia janin).

c) Lingkungan Natal (Kelahiran)

Beberapa kondisi yang menimbulkan pengaruh kelahiran

terhadap perkembangan pascakelahiran adalah sebagai berikut.

(a) Jenis kelahiran

Jenis kelahiran merupakan kondisi pertama yang

mempengaruhi perkembangan pasca lahir. Secara umum proses

kelahiran dapat dibedakan menjadi kelahiran secara normal atau

spontan, kelahiran secara sungsang, kelahiran melintang, dan

kelahiran melalui operasi saecar.

(b) Pengobatan ibu belakangan ini ibu-ibu yang melahirkan sering

menggunakan obat-obat dengan maksud menghilangkan rasa sakit

atau mempercepat proses melahirkan.

d) Lingkungan postnatal/pralahir

Lingkungan posnatal yang memengaruhi tumbuh kembang anak secara

umum adalah sebagai berikut.

(1) Jenis kelamin, dikatakan bahwa anak laki-laki lebih sering sakit di

bandingkan dengan anak perempuan, tetapi belum diketahui secara

pasti alasannya.

(2) Umur, yang paling rawan adalah masa balita. Oleh karena pada

masa itu anak mudah sakit dan mudah terjadi kurang gizi. Di

samping itu, masa balita merupakan dasar pembentukan

kepribadian anak sehingga memerlukan perhatian khusus.


23

(3) Gizi, makanan memegang peranan penting dalam tumbuh

kembang, di mana kebutuhan anak berbeda dengan orang dewasa.

(4) Perawatan kesehatan yang teratur, tidak saja dilakukan pada saat

sakit, tetapi pemeriksaan kesehatan dilakukan secara rutin dengan

membawa anak ke posyandu untuk ditimbang. Dengan demikian

diharapkan dapat menunjang tumbuh kembang anak.

(5) Kepekaan terhadap penyakit, dengan memberikan imunisasi maka

diharapkan anak terhindar dari penyakit-penyakit yang sering

menyebabkan cacat atau kematian.

(6) Penyakit kronis, anak yang menderita penyakit menahun akan

terganggu tumbuh kembang dan pendidikannya. Selain itu, anak

juga akan mengalami stres yang berkepanjangan akibat dari

penyakitnya.

(7) Hormon-hormon yang berpengaruh terhadap pertumbuhan dan

perkembangan antara lain adalah growth hormone, tiroid, hormon

seks, insulin, insulin-like growth factor (IGFs), dan hormon yang

dihasilkan kelenjar adrenal.

(8) Sikap orang tua, bila sikap orang tua menguntungkan, hubungan

orang tua dan anak akan baik. Hubungan baik norang tua dan anak

ini akan dapat membantu bayi dalam menyesuaikan diri dengan

lingkungan baru yang di alami setelah lahir.

(9) Stimulasi merupakan hal yang penting dalam tumbuh kembang

anak. Anak yang dapat stimulasi yang terarah dan teratur akan

lebih cepat berkembang dibandingkan dengan anak yang

kurang/tidak mendapat stimulasi.


24

e) Perkembangan Psikologis Dalam Masa Prasekolah (2-6Tahun)

Masa prasekolah merupakan fase perkembangan individu pada

usia 2-6 tahun, ketika anak mulai memiliki kesadaran tentang dirinya

sebagai pria atau wanita, dapat mengatur diri dalam buang air (toilet

training), dan mengenal beberapa hal yang dianggap berbahaya

(mencelakakan dirinya).

f) Perkembangan Dalam Masa Pra Sekolah

(1) Perkembangan Fisik

Perkembangan fisik merupakan dasar bagi kemajuan

perkembangan berikutnya. Dengan meningkatnya pertumbuhan

tubuh, baik yang menyangkut ukuran berat dan tinggi, maupun

kekuatannya, memungkinkan anak untuk dapat lebih

mengembangkan keterampilan fisiknya dan mengeksplorasi

lingkungannya dengan atau tanpa bantuan dari orang tuanya.

Perkembangan sistem saraf pusat memberikan kesiapan kepada

anak untuk dapat lebih meningkatkan pemahaman dan penguasaan

terhadap tubuhnya.

Proporsi tubuh tubuhnya berubah secara dramatis, seperti pada

usia tiga tahun, rata-rata tingginya sekitar 80-90 cm dan beratnya

sekitar 10-13kg, sedangkan pada usia 5 tahun tingginya mencapai

100-110 cm. Tulang kakinya tumbuh dengan cepat, namum

pertumbuhan tengkoraknya tidak secepat usia sebelumnya.

Pertumbuhan tulang-tulangnya semakin besar dan kuat,

pertumbuhan giginya semakin lengkap sehingga dia sudah


25

menyenangi makanan padat, seperti daging, sayuran, buah-buahan

dan kacang-kacangan.

Pertumbuhan otaknya pada usia 5 tahun sudah mencapai 75 %

dari ukuran orang dewasa, dan pada usia 6 tahun sudah mencapai

90%. Pada usia ini terjadinya pertumbuhan myelinization (lapisan

yaitu mielin) secara sempurna. Lapisan urat saraf ini membantu

impuls-impuls secara cepat, yang memungkinkan pengontrolan

terhadap kegiatan-kegiatan motorik lebih saksama dan efisien dan

juga terjadi perubahan fisiologis lainnya, seperti pernapasan

menjadi lebih lambat dan mendalam, serta denyut jantung lebih

lambat dan menetap.

Perkembangan fisik anak ditandai juga dengan

berkembangnya keterampilan motorik, baik yang kasar maupun

yang halus. Keterampilan motorik adalah segala sesuatu yang ada

hubungannya dengan gerakan-gerakan tubuh.

(2) Perkembangan Emosi

Pada masa ini emosi anak sangat kuat, ditandai oleh ledakan

amarah, ketakutan yang hebat atau iri hati yang tidak masuk akal.

Hal ini dikarenakan kelemahan anak akibat lamanya bermain, tidak

mau tidur siang, atau makan terlalu sedikit. Disamping itu, anak

menjadi marah karena tidak dapat melakukan suatu kegiatan yang

dianggap dapat dilakukan dengan mudah. Ketegangan emosi dapat

juga dapat terjadi pada anak jika anak diharapkan mencapai standar

yang tidak masuk akal.


26

Pada usia 4 tahun anak sudah mulai menyadari “aku” nya,

bahwa akunya (dirinya) berbeda dengan bukan aku (orang lain).

Kesadaran ini diperoleh dari pengalamannya, bahwa tidak setiap

keinginannya dipenuhi oleh orang lain. Dia menyadari bahwa

keinginannya berhadapan dengan keinginan orang lain, sehingga

orang lain tidak selamanya memenuhi keinginannya. Bersamaan

dengan itu, berkembang pula perasaan harga diri yang menuntut

pengakuan dari lingkungannya. Jika lingkungannya (terutama

orang tuanya) tidak mengakui harga diri anak, seperti

memperlakukan anak secara keras, atau kurang menyayanginya,

maka pada diri anak akan berkembang sikap-sikap keras

kepala/menentang atau menyerah menajadi penurut yang diliputi

rasa harga diri kurang dengan sifat pemalu.

Pola emosi umum yang terjadi pada masa kanak-kanak antara

lain adalah sebagai berikut.

(a) Takut, yaitu perasaan terancam oleh suatu objek yang di

anggap membahayakan.

(b) Cemas, yaitu perasaan takut yang bersifat khayalan, yang tidak

ada objeknya.

(c) Marah, merupakan perasaa tidak senang, atau benci baik

terhadap orang lain, diri sendiri atau objek tertentu yang

diwujudkan dalam bentuk verbal (kata-kata

kasar/makian/sumpah serapah) atau non verbal (seperti

mencubit, memukul, menampar, menendang, dan merusak).


27

Perasaan marah itu merupakan reaksi terhadap situasi frustasi

yang dialaminya.

(d) Cemburu, yaitu perasaan tidak senang terhadap orang lain

yang di pandang telah merebut kasih sayang dari seseorang

yang telah mencurahkan kasih sayang kepadanya.

(e) Kegembiraan, kesenangan, dan kenikmatan, yaitu perasaan

yang positif, nyaman karena terpenuhi keinginannya.

(f) Kasih sayang, yaitu perasaan senang untuk memberikan

perhatian atau perlindungan terhadap orang lain, hewan atau

benda.

(g) Fobia, yaitu perasaan takut terhadap objek yang tidak patut

ditakuti (takut yang abnormal) seperti takut ulat, kecoak,

dllnya.

(h) Ingin tahu, yaitu perasaan ingin mengenal, mengetahui segala

sesuatu atau objek-objek, baik yang bersifat fisik maupun non

fisik.

(3) Perkembangan Bermain

Usia anak prasekolah dapat di katakan sebagai masa bermain,

karena setiap waktunya di isi dengan kegiatan bermain. Kegiatan

bermain yang di maksud adalah suatu kegiatan yang dilakukan

dengan kebebasan batin untuk memperoleh kesenangan.

(a) Teori Bermain

i. Teori rekreasi, teori ini berasal dari Schaller dan Lazarus

dalam (Kartono, 2007 ), berpendapat bahwa permainan


28

merupakan kesibukan bekerja dengan kegiatan lain yang

dapat memulihkan tenaga kembali.

ii. Teori pelepasan, teori ini berasal dari Herbert Spencer

dalam (Kartono, 2007) mengatakan bahwa dalam diri anak

terdapat kelebihan tenaga.

iii. Teori atavisme, teori ini berasal dari Stanly Hall

dalam( Kartono, 2007) yang berpendapat bahwa di dalam

perkembangannya anak melelui seluruh taraf kehidupan

umat manusia.

iv. Teori biologis, teori ini berasal dari Karl Gross

dalam( Kartono, 2007) yaitu permainan merupakan tugas

biologis. Permainan merupakan latihan untuk menyesuaikan

diri dengan keadaan lingkungan kehidupan di masa yang

akan datang.

v. Teori psiko dalam, teori ini berasal dari Sigmund Freud &

Adler dalam (Kartono, 2007), bahwa permainan itu

merupakan pernyataan nafsu-nafsu yang terdapat di daerah

bawah sadar, sumbernya berasal dorongan nafsu seksual.

(b) Faedah permainan

i. Sarana untuk membawa anak ke alam bermasyarakat. Saling

mengenal, menghargai satu sama lainnya dan perlahan-lahan

tumbuhlah rasa kebersamaan yang membentuk perasaan

sosial.

ii. Mampu mengenal kekuatan sendiri, anak-anak yang terbiasa

bermain dapat mengenal kedudukannya di kalangan teman-


29

temannya, dapat mengenal bahan atau sifat-sifat benda yang

mereka mainkan.

iii. Mendapatkan kesempatan mengembangkan fantasi dan

menyalurkan bawaannya, seperti anak laki-laki berbeda

bentuk-bentuk permainannya dengan permainan anak

perempuan.

iv. Berlatih menempa perasaannya, dalam keadaan bermain-

main mereka mengalami bermacam-macam perasaan. Ada

yang dapat menikmati suasana permainan itu, sebaliknya

anak yang lain merasa kecewa.

v. Memperoleh kegembiraan, kesenangan, dan kepuasan,

suasana kegembiraan dalam permainan dapat menjauhkan

diri dari perasaan-perasaan rendah, misalnya perasaan dengki

atau rasa iri hati.

6. Gangguan Kesehatan pada Anak Usia Taman Kanak-Kanak

a. Makanan Kurang atau Kelebihan

Sering kali, kesehatan yang baik tidak terjadi karena ada perubahan

yang berupa kekurangan zat makanan tertentu atau berlebihan. Kekurangan

zat makanan disebut defisiensi dan mengakibatkan tidak sehat dan bahkan

sakit, kelebihan menyebabkan berbagai penyakit. Kekurangan umumnya

mencakup protein dan karbohidrat serta vitamin dan mineral, sedangkan

kelebihan umumnya berkaitan dengan konsumsi lemak, protein dan gula.

Akibat defisiensi bagian masalah gizi anak dan bagian zat gizi, bahan

makanan,dan penyusunan menu. Kelebihan makanan berakibat timbulnya

berbagai penyakit seperti penyakit pembulu darah yang mengakibatkan


30

penyakit jantung, kelumpuhan, kegemukan, dan lainnya. Umumnya menu

yang berkaitan dengan kelebihan zat gizi adalah menu yang tinggi lemak,

gula, protein, serta kurang serat.

b. Gangguan Psikis

Kesehatan juga mencakup kesehatan psikis yang kelihatan dari

adanya berbagai gangguan, temporer maupun rutin. Pengertian temporer

adalah muncul sewaktu-waktu tanpa diduga sebelumnya. Contohnya: pada

malam hari anak bermimpi yang menyeramkan, pada pagi hari anak bangun

dan merasa ketakutan. Gangguan yang bersifat rutin adalah setiap akan

disuntik anak merasa takut sekali, menangis, dan meronta-ronta. Anak yang

pernah disuntik dan terasa sakit akibatnya secara psikologis anak sudah

sakit sebelum disuntik.

Beberapa gangguan psikis pada anak adalah gangguan emosi, belajar,

sosial, psikiatri, dan khusus

a. Gangguan emosi

Gangguan ini mengganggu tingkah laku anak. Ada sedikit masalah, anak

bertingkah laku yang tidak dapat diterima atau akal sehat. Orang tua dan

lingkungan perlu menangani anak secara hati-hati, sabar, rasional, dan

tegas. Wujud perilaku anak adalah merusak barang, mengganggu adik,

berguling-guling di lantai, gagap, dan ngompol.

b. Gangguan belajar

Keberhasilan belajar ditentukan oleh berbagai faktor antara lain faktor

bakat, lingkungan, motivasi, peralatan sekolah atau belajar, kondisi anak

dan gizi.

Secara sepintas lalu pengertian faktor ini adalah sebagai berikut:


31

1) Bakat adalah potensi anak yang dibawa sejak lahir, tiap anak

mempunyai bakat masing-masing yang berbeda satu sama lain dan

berasal dari keturunan orang tua.

2) Lingkungan adalah pengaruh yang berasal dari luar anak, yaitu

lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat. Lingkungan keluarga

sangat menentukan keberhasilan belajar anak.

3) Motivasi adalah dorongan untuk belajar, besar tidak dorongan untuk

belajar amat berperan dalam kemauan anak untuk berhasil karena

menimbulkan motivasi dalam diri anak.

4) Jika peralatan sekolah/belajar anak lengkap, maka dapat

memperlancar proses belajar anak sehingga mengurangi masalah anak

dalam belajar.

5) Kondisi anak yaitu kesehatan, jika tubuhnya sehat, maka anak

bersemangat dan tenang dalam belajar.

Untuk mencapai kondisi ini, anak perlu cukup gizi,

memperhatikan kebersihan diri dan lingkungan serta melakukan

kegiatan yang baik bagi tubuhnya seperti berolah raga. Kondisi yang

baik diperoleh dengan makan makanan sehat seimbang.

Gangguan belajar ini dapat berupa:

a) Tidak dapat mengikuti pendidikan yang biasa

b) Prestasi belajar tiba-tiba menurun

c) Kurang penyesuaian antara kemampuan dengan sekolah

d) Gangguan khusus yang berhubungan dengan prestasi.


32

c. Gangguan sosial

Gangguan sosial terjadi karena tidak adanya keseimbangan diri sdengan

linkungan di sekitarnya. Anak tidak menyadari bahwa keberadaannya

diperlukan dan dinilai oleh teman atau masyarakat. Anak tidak

menyadari bahwa ia merupakan bagian dari masyarakat, perilakunya

diperhatikan. Awal gangguan sosial ini adalah dari pendidikan orang tua

yaitu pada saat pertama anak melakukan tindakan yang keliru, orang tua

tidak menegur atau menegaskan bagaimana seharusnya. Bentuk

gangguan sosial ini adalah mencuri, berkelahi, mengganggu dan

melawan yang tidak sepantasnya.

d. Gangguan Khusus

Gangguan ini bersifat organik dan umumnya disebabkan oleh kebiasaan.

Sebenarnya jika terlambat kejadian ini dapat segera diobati atau dibuat

normal kembali. Contoh gangguan khusus adalah epilepsi, cerebral

palsy, anoreksia, dan mengenyot jari (Ilmu kesehatan Anak,2003).

Kebiasaan ini mula-mula tidak disadari anak, lalu dilakukan karena biasa,

anak merasa suka dan nyaman. Pendekatan adalah dengan ditegur dan

diawasi agar tidak berbuat lagi. Jika kelainan ini disebabkan saraf, maka

agak sulit disembuhkan.

e. Gangguan psikiatri yang timbul akibat faktor psikososial adalah:

1) Gangguan dalam hubungan orang tua akibat putusnya hubungan

karena orangtua bercerai, mempunyai adik berjarak usia dekat

sehingga anak merasa kekurangan kasih sayang, perlindungan, dan

pegangan. Bila orang tua tidak berlaku adil pada semua anak, akan
33

menimbulkan iri hati. Sebaliknya jika terlalu banyak diberikan

perlindungan, anak tidak dapat mandiri.

2) Gangguan dalam diri anak

Gangguan ini terjadi pada anak yang memiliki kekurangan atau cacat,

anak merasa rendah diri, mempengaruhi tingkah laku, dan membuat

anak merasa gelisah. Anak ini perlu ditimbulkan kepercayaan diri dan

kebanggaan melalui kesadaran akan hal yang positif pada dirinya serta

hal yang bersifat kerohanian. Tuhan menciptakan manusia yang

berbeda-beda namun semua mempunyai kelebihan dan fungsinya.

3) Gangguan dalam interaksi sosial

Menurut International Classification on Deseases, WHO 1968 (Staf

Pengajar Ilmu Kesehatan Anak 1985) terdapat berbagai gangguan

psikiatris anak. Di antaranya yang perlu diketahui seorang guru TK,

yaitu dikaitkan dengan pendidikan anak TK adalah berapa gangguan

gejala khusus seperti:

a) Kelainan bicara, gagap, bicara terlambat karena tuli, herediter dan

psikosis

b) Kelainan gerak, gerakan otot tertentu yang berulang-ulang tetapi

tanpa tujuan

c) Gangguan tidur, anak mau aktif terus

d) Gangguan makan, sulit menerima makan yang beragam

e) Mengisap jempol, lelah atau tegang

f) Menggigit kuku, karena tegang dan gelisah, umumnya sembuh

ketika berumur 12 tahun

g) Mengompol
34

h) Kelainan proses belajar yang spesifik, biasanya kesulitan dalam

membaca dan menulis. Gangguan yang sering terjadi adalah

gangguan psikofisiologis yaitu anak mengeluh mual, muntah,

perasaan tidak enak kalau mau pergi sekolah, sebab ada kecemasan

atau konflik situasi di sekolah.

f. Upaya Pemeliharaan Kesehatan Anak

Menurut hasil penelitian Bellock dan Breslow (Eckholm,2004) untuk

menjaga agar tetap sehat, anak perlu melakukan beberapa kebiasaan di

bawah ini:

1) Tidur 7-8 jam sehari

2) Makan 3 kali sehari dengan hanya sedikit makan makanan kecil,

diantaranya makan pagi tiap hari.

3) Mempertahankan berat tubuh

4) Melakukan latihan jasmani secara teratur

5) Istirahat cukup

Dari beberapa kebiasaan di atas jika dijalankan dalam kehidupan

sehari-hari dengan baik maka anak dapat tetap sehat, di samping itu anak

juga memerlukan bermain, dan rekreasi yang cukup sehingga anak yang

tumbuh adalah anak yang sehat.

g. Pemeliharaan kesehatan

1) Kesehatan Lingkungan

Menurut Hendrik L. Blume (1981) yang dikutip oleh (Departemen

Kesehatan RI 2006), derajat kesehatan masyarakat dipengaruhi oleh

empat faktor yaitu:

a) Faktor lingkungan
35

b) Faktor perilaku masyarakat

c) Faktor pelayanan kesehatan

d) Faktor keturunan

Faktor lingkungan mempunyai pengaruh yang paling dominan

terhadap tingkat kesehatan masyarakat. Ini telah dibuktikan oleh

beberapa hasil penelitian dan pengamatan. Faktor lingkungan (fisik,

bilogis, sosial) mempunyai kaitan yang erat dalam faktor perilaku.

Contoh sederhana seperti kebiasaan atau perilaku buang air besar dan

membuang sampah di sembarang tempat. Lingkungan dalam pengertian

luas adalah lingkungan tempat bermain, tidur, bersantai, belajar, jadi

semua lingkungan dalam kehidupan.

Pemeliharaan kesehatan lingkungan di sekolah TK dititik

beratkan kepada pengawasan terhadap berbagai faktor lingkungan yang

memudahkan timbulnya penyakit atau mempengaruhi derajat kesehatan

anak TK. Hal ini tidak dapat terlepas dari perilaku guru dan anak dalam

menjaga kebersihan diri dan lingkungannya.

c. Faktor-faktor penyebab anak sulit makan

1) Faktor Kelainan Penyakit

Proses makan terjadi terutama berupa proses mekanik dan

kimiawi/enzimatik. Dalam proses tersebut, berbagai organ tubuh turut

berperan mulai dari unsur-unsur pada rongga mulut (bibir, gigi geligi,

palatum, lidah) sampai ke usus dan organ-organ yang berhubungan

(pankreas, hati), yang dipengaruhi oleh sistem saraf.

Oleh karenanya berbagai kelainan atau penyakit pada organ-organ

tersebut pada umumnya akan mengakibatkan gangguan atau masalah


36

makan. Selain itu, perkembangan keterampilan makan yang berlangsung

sejak lahir sampai usia 3 tahun merupakan suatu aspek tersendiri yang

memerlukan pelatihan / pembinaan agar anak terampil mengkonsumsi

berbagai makanan. Kelainan bawaan serta penyakit infeksi pada organ

tubuh lainnya dapat pula menimbulkan masalah makan di samping

kebutuhan energi yang meningkat.

Kelainan penyakit dapat dikelompokkan sebagai berikut:

a) Pada rongga mulut:

(1) Kelainan bawaan: labiognatopalatoskisis, makro glosus.

(2) Infeksi: stomatitis, karies dentis, tonsilitis akut dan lain-lain.

(3) Gangguan neuro muskuler: paralis lidah, palatum mole.

(4) Pada bagian lain saluran cerna dan rangsangan ke otak:

(a) Kelainan bawaan: atresia esofagus, stenosis pylorus, penyakit

Hirschprung, akalasia dan lain-lain.

(b) Infeksi: diare akut / kronik, hepatitis, pankreatitis, cacing /

parasit dan lain Sebagainya.

Gangguan fungsi saluran cerna kronis yang terjadi seperti

alergi makanan, intoleransi makanan, penyakit coeliac dan

sebagainya. Reaksi simpang makanan tersebut tampaknya sebagai

penyebab utama gangguan-gangguan tersebut. Hal ini bisa dilihat

dengan timbulnya permasalahan kesulitan makan ini terbanyak saat

usia di atas 6 bulan ketika mulai diperkenalkannya variasi makanan

tambahan baru. Mekanisme bagaimana gangguan saluran cerna

mengganggu system susunan saraf pusat khususnya fungsi otak

masih belum banyak terungkap. Namun ada beberapa teori


37

mekanisme yang bisa menjelaskan, diantaranya adalah teori teori

gangguan perut dan otak (Gut Brain Axis), pengaruh metabolisme

sulfat, gangguan organ sasaran, dan pengaruh reaksi hormonal pada

alergi.

Teori gangguan pencernaan berkaitan dengan sistem susunan

saraf pusat saat ini sedang menjadi perhatian utama. Teori inilah juga

yang menjelaskan tentang salah satu mekanisme terjadinya gangguan

perilaku seperti autism melalui Hipermeabilitas Intestinal atau

dikenal dengan Leaky Gut Syndrome. Secara patofisiologi kelainan

Leaky Gut Syndrome tersebut salah satunya disebabkan karena alergi

makanan. Beberapa teori yang menjelaskan gangguan pencernaaan

berkaitan dengan gangguan otak adalah kekurangan

enzimDipeptidalpeptidase IV (DPP IV). Pada gangguan pencernaan

ternyata menghasilkan zat Caseo Morfin dan Glutheo Morphin

(semacam morfin atau neurotransmiter palsu) yang mengganggu dan

merangsang otak. Teori pelepasan Opioid (zat semacam opium) ikut

berperanan dalam proses di atas. Teori Enteric nervous brain juga

mungkin yang mungkin bisa menjelaskan adanya

kejadian abdominal epilepsi, yaitu adanya gangguan pencernaan

khususnya nyeri perut yang dapat mengakibatkan epilepsi (kejang)

pada anak atau orang dewasa. Beberapa laporan ilmiah menyebutkan

bahwa gangguan pencernaan atau nyeri perut berulang pada

penderita berhubungan dengan kejadian epilepsi.

Alergi sebagai salah satu penyebab reaksi simpang makanan

adalah suatu proses inflamasi. Reaksi alergi tidak hanya berupa


38

reaksi cepat dan lambat tetapi juga merupakan proses inflamasi

kronis yang kompleks. Berbagai zat hasil, proses alergi seperti sel

mast, basofil, eosinofil, limfosit dan molekul seperti IgE, mediator

sitokin, kemokin merupakan komponen yang berperanan dalam

peradangan di organ tubuh manusia. Gejala klinis terjadi karena

reaksi imunologik melalui pelepasan beberapa mediator tersebut

dapat mengganggu organ tertentu yang disebut organ sasaran. Sistem

Susunan Saraf pusat atau otak juga dapat sebagai organ sasaran.

Otak adalah merupakan organ tubuh yang sensitif dan lemah. Sistem

susunan saraf pusat adalah merupakan pusat koordinasi tubuh dan

fungsi luhur. Maka bisa dibayangkan kalau otak terganggu maka

banyak kemungkinan manifestasi klinik ditimbulkannya termasuk

gangguan perilaku pada anak. Apalagi pada alergi sering terjadi

proses peradangan lama yang kompleks.

Secara naluriah, seorang bayi sudah dapat menghisap dan

kemudian menelan karena terdapat refleks menghisap dan menelan

serta refleks-refleks lainnya. Bila ada kerusakan pada otak, maka

bayi tidak dapat menghisap dan menelan. Kelainan neuro-motorik ini

berupa retardasi mental, kelainan otot, inkoordinasi alat-alat tubuh,

kerlainan esofagus (saluran menelan) dan lainnya (Soegeng, 2004).

Kelainan ini mencakup kelainan yang berhubungan dengan

alat pencernaan seperti lidah, saluran pencernaan. Kelainan ini

merupakan kelainan secara mekanis menyebabkan anda mengalami

kesulitan untuk makan atau menimbulkan muntah-muntah. Selain

itu, kelainan jantung bawaan mengakibatkan masukan kalori yang


39

adekuat disebabkan hipermetabolisme, infeksi yang berulang, dan

lainnya.

Gangguan proses menelan atau disfagia dapat menimbulkan

berbagai masalah, yaitu:

(a) Kegagalan pemberiaan makan yang mengakibatkan terjadinya

mal nutrisi.

(b) Masalah perilaku makan seperti menolak makanan, melepeh,

muntah atau tidak mau duduk diam.

(c) Drooling.

(d) Gangguan saluran nafas yang berkaitan dengan aspirasi seperti

apnu, bradikardia hipoksemia, spasme laring, obstrusi bronkus,

batuk, tersedak, nafas berbunyi yang kronis, mengi yang hilang

timbul dan sebagainya.

Apabila anak mengalami gangguan proses menelan maka akan

berpengaruh terhadap jumlah makanan yang dapat dikonsumsinya.

Telah di ketahui bahwa kadar glukosa dan oksigenasi yang tidak

normal menimbulkan gangguan metabolik. Fungsi sistim syaraf

tergantung pada interaksi reaksi kimia yang sangat spesifik.

Penelitian baru-baru ini membuktikan vitamin merupakan suatu

faktor-faktor untuk menjalankan reaksi neuro kimia.Asam amino

memberikan efek prekusor secara langsung terhadap terbentuknya

neuro transmiter yang berfungsi eksitasi dan inhibisi informasi

tingkat sel. Gangguan keseimbangan neuro transmiter dan neuro

modulator dapat menimbulkan ke tidak mampuan SSP untuk

memberikan respon yang baik terhadap perubahan lingkungan yang


40

terus terjadi.Semua fungsi mulai dari belajar,respon emosi terhadap

gerakan motorik kasar di pengaruhinya.

Kekurangan nutrisi dini telah di ketahui dapat menimbulkan

efek negatif jangka lama telah diperlihatkan dalam penelitian Chall

& Martin dari anak yang di rawat dengan under nutrisi pada tahun

pertama kehidupan.Lamanya waktu terjadinya under nutrisi

berhubungan erat dengan gangguan perkembangan fisik dan mental,

under nutrisi lebih dari 4 bulan paling berdampak terhadap

keterlambatan kemampuan tumbuh dan kembang. Peneliti lain

mendapatkan hubungan antara riwayat mal nutrisi dini dengan

prestasi akademik dan kebiasaan dalam kelas yang kurang

baik.Suatu penelitian prospektif selama 20 tahun mendapatkan

hubungan antara under nutrisi dini dan kerusakan otak organik.

Mengenali adanya disfagia secara dini sangat penting agar

dapat ditanggulangi secepat mungkin sehingga tidak menimbulkan

gangguan tumbuh kembang. Evaluasi secara klinis meliputi: riwayat

makan dan menelan, evaluasi neurologik, respiratorik dan saluran

cerna. Selain itu pemeriksaan juga dilakukan pada setiap fase dalam

proses menelan (fase oral, faringeal dan esofageal). Meskipun

sejumlah hendaya pada anak dapat di identifikasi penyebabnya,

namun sering sulit menetapkan faktor penyebab tunggal. Ada

kalanya pada seseorang pasien akan terlihat lebih dari satu

kelemahan. Pasien dengan cerebral palsy yang disebabkan oleh

anoxia atau mal formasi kongenital juga sering mengalami epilepsi.

Mental retardasi dapat disertai perilaku autistik yang dapat


41

menimbulkan masalah makan. Telah ada suatu penelitian yang

memperlihatkan bahwa persentase yang tinggi pada anak dengan

ganguan perkembangan ternyata mempunyai masalah nutrisi primer.

Ini merupakan akibat dari intake yang kurang, pertumbuhan gigi

yang lambat dan masalah prilaku.

Bila didapatkan masalah pada fase faringeal atau essofageal

tanpa sebab yang jelas maka perlu dilakukan pemeriksaan endoskopi,

faringeal manometri atau elektomiografi.

b) Pada organ tubuh lain:

(1) Kelainan bawaaan : penyakit jantung bawaaan, sindrom

down.

(2) Infeksiakut/kronik : ISPA, tuberkulosis, dll.

(3) Gangguan neuro muskuler : palsi serebral.

(4) Keganasan/tumor : leukemia, tumor Wilms, neuro

blastoma, dll.

(5) Penyakit metabolik : diabetes melitus, inborn errors of

metabolism.

2) Faktor pola makanan jajan

Makanan jajanan menurut FAO didefisinikan sebagai makanan dan

minuman yang dipersiapkan dan dijual oleh pedagang kaki lima di jalanan

dan di tempat tempat keramaian umum lain yang langsung dimakan atau

dikonsumsi tanpa pengolahan atau persiapan lebih lanjut (Hidayat, 2006).

Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

No.942/MENKES/SK/VII/2003, makanan jajanan adalah makanan dan

minuman yang diolah oleh pengrajin makanan di tempat penjualan dan


42

atau disajikan sebagai makanan siap santap untuk dijual bagi umum selain

yang disajikan jasa boga, rumah makan atau restoran, dan hotel. Makanan

kecil atau jajan adalah makanan yang biasanya menemani minum teh,

kopi, atau minuman dingin. Dapat dihidangkan pagi sekitar jam 10.00 atau

sore hari pukul 16.00 – 17.00, kadang-kadang dapat dihidangkan pada

malam hari sebelum tidur. Kira-kira satu kali makan jajan, seseorang

cukup 1-2 potong yang mengandung 150-200 kalori (Samsudin, 2006)

Pangan jajanan termasuk dalam kategori pangan siap saji yaitu makanan

dan minuman yang dijual untuk langsung dikonsumsi tanpa proses

pengolahan lebih lanjut. Ragam pangan jajanan antara lain: bakso, mie

goreng, nasi goreng, ayam goreng, burger, cakue, cireng, cilok, cimol,

tahu, gulali, es jepit, es lilin dan ragam pangan jajanan lainnya (Direktorat

Perlindungan Konsumen, 2006).

Pada umumnya anak sekolah tidak hanya sibuk dengan aktivitas di

sekolahnya, tetapi juga penuh dengan kegiatan ekstra kurikuler. Untuk

menjaga staminanya, anak perlu ditunjang dengan pangan dan gizi yang

cukup dan berkualitas. Sarapan pagi menjadi sarana utama dari segi gizi

untuk memenuhi kebutuhan energinya. Menurut para ahli gizi, sedikitnya

30% total energi tubuh harus dipenuhi saat makan pagi (Melani, 2008).

Namun sayangnya ada berbagai alasan yang seringkali menyebabkan

anakanak tidak sarapan pagi. Ada yang merasa waktu sangat terbatas

karena jarak sekolah cukup jauh, terlambat bangun pagi, atau tidak ada

selera untuk sarapan pagi. Oleh karena itu anak harus dibiasakan sarapan

sebelum memulai aktivitas sehari-harinya (Khomsan, 2003).


43

Tanpa sarapan pagi akan terjadi kekosongan lambung sehingga

kadar gula akan menurun. Padahal gula darah merupakan sumber energi

utama bagi otak. Dampak negatifnya adalah ketidakseimbangan syaraf

pusat yang diikuti dengan rasa pusing, badan gemetar, atau rasa lelah.

Dalam keadaan demikian anak akan sulit untuk dapat menerima pelajaran

dengan baik. Gairah belajar dan kecepatan reaksi juga akan menurun

(Melani,2008). Mengingat aktivitas fisik yang banyak dan tinggi selama di

sekolah, wajar kalau anak merasa lapar diantara dua waktu makan (pagi

dan siang). Sebagai pengganti sarapan pagi anak jajan di sekolah untuk

mengurangi rasa lapar, namun mutu dan keseimbangan gizi jadi tidak

seimbang. Meskipun demikian, dengan jajan anak bisa mengenal beragam

makanan yang dijual di sekolah. Oleh karena itu jajan dapat membantu

seorang anak untuk membentuk selera makan yang beragam sehingga pada

saat dewasa nanti dia dapat menikmati aneka ragam makanan, hal ini

sangat baik dari segi gizi (Khomsan, 2003). Mengingat makanan jajanan

terkadang belum terjamin keamanannya, ada baiknya juga anak dibekali

roti atau makanan lain untuk dimakan waktu istirahat. Namun adakalanya

mereka lebih suka makan di kantin mengikuti jejak kawankawannya. Jika

kantin yang tersedia di sekolahan bersih, tidak perlu melarang mereka

makan di kantin akan tetapi beri petunjuk untuk membeli makanan yang

bergizi (Pudjiadi,2005). Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dari

kebiasaan jajan. Seringkali anak jadi beralasan tidak mau makan di rumah

karena masih kenyang akibat jajan di sekolah. Hal ini dikarenakan pada

saat jajan, anak umumnya membeli makanan berat atau makanan kecil

padat energi terbuat dari karbohidrat (tepung-tepungan), gorengan yang


44

kaya lemak dan murah harganya. Makanan jenis ini tidak cukup

menggantikan makan siang di rumah yang biasanya memperhatikan

konsep 4 sehat (nasi, lauk, sayur, dan buah). Anak-anak tertarik dengan

jajanan sekolah karena warnanya yang Universitas Sumatera

Utaramenarik, rasanya yang menggugah selera dan harganya terjangkau.

Makanan ringan, sirup, bakso, mie ayam dan sebagainya menjadi makanan

jajanan sehari-hari di sekolah. Jajanan khususnya yang dijual di pinggir

jalan, rentan terhadap polusi debu maupun asap knalpot. Seringkali

makanan tersebut tidak disiapkan secara higienis atau juga

mempergunakan bahan-bahan yang berbahaya seperti zat pewarna karena

alasan harganya murah. Makanan jajanan yang demikian cepat atau lambat

akan mendatangkan gangguan kesehatan. Salah satu yang perlu

diwaspadai adalah permen.

Permen adalah kesukaan setiap anak. Apalagi kini permen

mempunyai aneka cita rasa maupun bentuk sehingga orangtua pun suka.

Permen tidak memberikan kontribusi gizi yang berarti karena kandungan

gizinya yang hampir nol, kecuali energi. Oleh karena itu, mengkonsumsi

permen secara berlebihan dan menjadi pola makan hanya akan menambah

masukan energi ke dalam tubuh tanpa memberi zat gizi. Berbagai jenis

keripik atau chips yang termasuk ke dalam junk food umumnya disukai

oleh anak-anak. Chips terbuat dari umbi-umbian (kentang) atau serealia

(jagung) digoreng minyak dan ditambah garam dan penyedap rasa. Junk

food yang kaya kalori dan rendah gizi ini biasa dimakan sebagai snack.

Kandungan kalorinya yang tinggi sering membuat anak-anak yang baru

makan chips menjadi tidak mau makan karena merasa masih kenyang.
45

Dalam hal ini perlu disadari bahwa berapa bungkus pun chips yang

dimakan tidak bisa menggantikan makanan lengkap yang tersaji di meja

makan keluarga. Oleh karena itu orangtua harus mempunyai kiat kapan

anaknya diizinkan untuk makan chips, yaitu sebaiknya sesudah makan

(Khomsan, 2003). Untuk mengimbangi kebiasaan jajan anak, tugas

orangtua adalah menyediakan makanan ringan yang bergizi di rumah dan

di sekolah diberikan pendidikan gizi oleh guru (Soetjiningsih, 2005).

Pendidikan gizi pada golongan umur ini banyak faedahnya. Guru harus

menerangkan makanan apa yang bergizi dan hubungan antara yang

dimakan dengan pertumbuhan dan kesehatannya. Anak-anak usia sekolah

mudah menerima ajaran gurunya bahkan dapat meneruskannya pada

orangtuanya (Pudjiadi, 2005). Program UKS (usaha kesehatan sekolah)

sangat tepat untuk membina dan meningkatkan gizi dan kesehatan anak

sekolah. Disamping anak sekolah adalah kelompok yang sudah

terorganisasi sehingga mudah untuk dijangkau oleh program, juga karena

kelompok ini merupakan kelompok yang mudah menerima upaya

pendidikan. Ahli pendidikan berpendapat bahwa kelompok umur ini

sangat sensitif untuk menerima pendidikan, termasuk pendidikan gizi

(Notoatmodjo, 2003).

1. Dampak Negatif Makanan Jajanan

Jajan yang terlalu sering dan menjadi kebiasaan akan berakibat

negatif, antara lain: (Seifert, 2007)

a. Nafsu makan menurun.

b. Makanan yang tidak higienis akan menimbulkan berbagai penyakit.

c. Salah satu penyebab terjadinya obesitas pada anak.


46

d. Kurang gizi sebab kandungan gizi pada jajanan belum tentu terjamin.

e. Ketidakseimbangan syaraf pusat yang diikuti dengan rasa using,

badan gemetar, atau rasa lelah

f. Pemborosan.

3) Faktor psikologis

Faktor psikososial sering kali menjadi penyebab hambatan

perkembangan keterampilan makan yang umumnya terjadi pada usia sejak

lahir sampai 4 tahun. Di duga terdapat periode sensitif yaitu terjadi respons

optimal terhadap aplikasi stimulus (misal : jenis makanan) dan bila masa

kritis ini terlampaui,keterampilan makan tertentu seperti mengunyah, akan

lebih sullit untuk dipelajari oleh sibayi. Hal ini akan berakibat timbulnnya

masalah makan di masa selanjutnya. Terlebih bila disertai sikap paksaan

sewaktu makan, sehingga bayi/anakmerasakan proses makan ini

merupakan saat yang tidak menyenangkan yang akan berakibat timbulnya

rasa anti makan terhadap makanan. Hubungan emosional antara ibu-bayi /

anak sangat penting pada terjadinya masalah makan.

Kartono (2006) mengidentifikasi 3 faktor utama yang berperan yaitu:

1) Mekanisasi beban sosio-kultural serta aturan makan yang

ketat/berlebihan.

2) Sikap ibu yang obsesif dan memaksa akibat over proteksi.

3) Respon infantil terhadap sikap ibu.

Sifat yang menonjol pada masa balita adalah rasa ingin tahu segala

hal disekitarnya, rasa ke’aku’an mulai timbul, sehingga perhatian terhadap

makanan berkurang dan sering kali menolak di beri makan.Masalah makan

yang berkaitan dengan fungsi menelan.


47

Pada hakekatnya, proses makan merupakan rangkaian proses

kegiatan motorik yang kompleks, meliputi proses mengunyah dan

menelan. Ke-2 kegiatan ini memerlukan koordinasi otot-otot di daerah

mulut, orofarings, farings, larings dan esofagus. Sensasi utuh di daerah

tersebut merupakan esensi pada proses menelan dan perlindungan saluran

nafas sangat tergantung pada input sensorik ke pusat menelan di otak. Efek

anatomi dan berbagai keadaan yang menyebabkan perubahan fungsi

motorik maupun sensorik dapat menimbulkan masalah menelan, berarti

pula masalah masukan makanan.

Proses menelan sangat vital untuk kelangsungan hidup dan telah

mulai berkembang pada usia gestasi 12-14 minggu. Menjelang akhir massa

gestasi, diperkirakan janin menghisap setengah dari cairan amnion per hari

atau lebih-kurang 5 ml/kg berat badan/jam. Refleks hisap mulai tampak

pada pada bulan ke-6 masa gestasi, berkembang melalui 3 tahap yaitu

mouthing (inisial), hisap telan yang imatur dan hisap telan matur: terjadi

pada 2 hari pertama setalah lahir, sedang pada bayi prematurmouthing

dapat berlangsung sebulan atau lebih setelah lahir bahkan pada bayi yang

sangat kecil tahap ke–3 belum tentu tercapai pada usia 3 bulan.

(a) Gangguan Perilaku

Berbagai teori menjelaskan hubungan antara aktifitas

berlebihan dan anoreksia nervosa. Eisler dan Le Grande

mengungkapkan empat konsep teori untuk menjelaskan hubungan

antara hiperaktivitas dan anoreksia nervosa. Pertama, olahraga yang

berlebihan dapat dianggap sebagai gejala anoreksianervosa. Hal ini

juga dapat mempromosikan perkembangan gangguan makan.


48

Anorexia nervosa dan hiperaktif bisa menjadi manifestasi dari

gangguan kejiwaan lainnya. Setidaknya, hiperaktif dapat menjadi

varian dari anorexianervosa, yang memiliki efek yang sama, seperti

penurunan berat badan. Hiperaktif juga dapat dianggap sebagai

semacam gangguan obsesif kompulsif. Hiperaktif dan gangguan

obsesif kompulsif benar-benar berbagi beberapa karakteristik klinis

dan neurokimia. Teori lainnya terdiri dalam membandingkan latihan

berlebihan dalam anorexia nervosa ke perilaku adiktif. Self-

kelaparan diperburuk oleh hiperaktif dapat dianggap sebagai

kecanduan opioid endogen. Beberapa penelitian yang dilakukan

dalam rangka untuk memperkirakan prevalensi latihan tingkat tinggi

dalam gangguan makan. Davis et al. telah mencapai studi prevalensi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar pasien dengan

anoreksia nervosa (80,8%) yang berolahraga berlebihan selama fase

akut dari gangguan. Menurut Pudjiadi, 2005:

1. Anak terlalu aktif sehingga mengalami kelelahan, jika hal ini

terjadi jangan memaksa anak untuk makan, biarkan anak

beristirahat terlebih dahulu.

2. Anak telah merasa kenyang tetapi tetap dipaksa untuk

menghabiskan porsi makannya. Jika hal ini terus dibiarkan terjadi

maka anak akan menganggap musuh terhadap makanannya.

3. Anak terganggu secara emosional, mencari perhatian, atau terlalu

mendapat perhatian lebih.

4. Waktu makan yang tidak menyenangkan dan bosan dengan

makanan yang setiap hari menu nya sama.


49

B. Penelitian Terkait

Ponirah (2000), dalam penelitiannya tentang faktor-faktor yang berkaitan

dengan anak kesulitan makan pada anak usia prasekolah di RW 06, Kelurahan

Bintara, Bekasi Barat mendapatkan bahwa penyebab dari faktor kesulitan makan

pada anak adalah faktor penyakit dengan P value 0,03, dan sikap pemberian

makan dengan P value 0,000. Faktor penyakit dan sikap pemberian makan adalah

merupakan salah satu komponen pola asuh dan tingkat pertumbuhan anak

tersebut.

Suriah (2010) dari hasil penelitian hubungan antara sulit makan dengan

kebiasaan anak (3-5tahun) jajan di sekolah di Taman Kanak-Kanak Pertiwi VI

Pondok Labu Jakarta Selatan yaitu dari 20 responden yang mempunyai sulit

makan di dapatkan nilai p value 0,074 >α 0,05. Sehingga dapat dikatakan tidak

ada hubungan antara sulit makan dengan kebiasaan anak (3-5tahun) jajan di

sekolah.

C. Kerangka Konsep

Kerangka konsep adalah suatu abstraksi dari suatu realitas agar dapat

dikomunikasikan dan membentuk suatu teori yang menjelaskan keterkaitan

antarvariabel(baik variabel yang diteliti maupun yang tidak diteliti)

(Nursalam, 2008).

Skema 2.1
Kerangka Konsep

Variabel Independen Variabel Dependen

Faktor-faktor yang mempengaruhi:

1. Faktor Kelainan Penyakit


anak sulit makan
2. Faktor pola jajan

3. Faktor Psikologi
50

D. Hipotesa

Hipotesa adalah suatu pernyataan yang masih lemah dan membutuhkan

pembuktian untuk menegaskan apakah hipotesis tersebut dapat diterima atau

harus ditolak, berdasarkan fakta atau data empiris yang telah dikumpulkan dalam

penelitian (Hidayat, 2006).

Berdasarkan kerangka pemikiran penelitian diatas, maka hipotesis yang

diajukan dalam penelitian ini :

Ha : Ada pengaruh antara faktor kelainan penyakit dengan kesulitan makan pada

anak

Ha : Ada pengaruh antara faktor pola jajan dengan kesulitan makan pada anak

Ha : Ada pengaruh antara faktor psikologis dengan kesulitan makan pada anak

Anda mungkin juga menyukai