Anda di halaman 1dari 9

BAB V

PEMBAHASAN

A. Interpretasi dan Hasil Diskusi

Berdasarkan hasil penelitian maka peneliti akan membahas tentang hubungan

pengetahuan dan sikap siswa dengan upaya pencegahan Demam Berdarah Dengue

(DBD) di SDN 042 Kecamatan Marpoyan Damai Kota Pekanbaru yang

dilaksanakan pada tanggal tanggal 15 September - 07 Oktober 2017 dan

membandingkan dengan teori-teori yang ada, serta sebagai hasil akhir dapat

dinyatakan sebagai berikut:

1. Analisis Univariat

a. Karakteristik Siswa

1) Umur

Hasil penelitian terhadap 83 responden, lebih banyak responden

berusia 10 tahun sebanyak 41 siswa (49,4%). Anak usia sekolah berada

pada kondisi yang sangat peka terhadap stimulus sehingga mudah

dibimbing, diarahkan, dan ditanamkan kebiasaan–kebiasaan yang baik,

termasuk kebisaan untuk berperilaku hidup bersih dan sehat. Pada

umumnya, anak–anak seusia ini juga memiliki sifat selalu ingin

menyampaikan apa yang diterima dan diketahuinya dari orang lain,

terutama pada anak usia 9-12 tahun yang dalam tingkatan sekolah dasar

(SD) biasanya berada pada kelas 4-6 (Rahmani, 2013).

Menurut Junaidi (2011) anak–anak pada usia tersebut berada pada

kelas tinggi, yang memiliki rasa ingin tahu, ingin belajar, dan minat

terhadap sesuatu. Selain itu, anak pada kelas tinggi ini telah mulai mandiri

dan memiliki rasa tanggung jawab pribadi serta telah menunjukkan sikap

kritis dan rasional. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang

42
43

dilakukan oleh Pujiyanti (2015) dengan judul hubungan pengetahuan dan

sikap terhadap perilaku pecegahan DBD pada siswa sekolah dasar di

Kecamatan Tembalang, Kota Semarang, dengan hasil penelitian

mayoritas siswa memiliki umur 10-11 tahun sebanyak 84,3%.

Menurut asumsi peneliti anak usia 10-12 tahun memiliki rasa

ingin tahu yang besar dan minat belajar yang tinggi serta sudah dapat

berfikir rasional, sehingga pada usia tersebut sangat tepat untuk diberikan

pendidikan kesehatan tantang upaya pencegahan DBD

2) Jenis Kelamin

Hasil penelitian terhadap 83 responden, lebih banyak responden

berjenis kelamin laki-laki sebanyak 47 siswa (56,6%). Menurut Junaidi

(2011) menyatakan bahwa tidak ada perbedaan yang konsisten antara pria

dan wanita dalam kemampuan memecahkan masalah, ketrampilan

menganalisis, dorongan berkompetisi, motivasi, bersosialisasi atau

kemampuan belajar. Namun studi psikologi menemukan bahwa wanita

lebih bersedia mematuhi peraturan, sedangkan pria lebih agresif dan lebih

besar pengharapannya untuk sukses.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh

Shabrina (2015) dengan judul hubungan pengetahuan dan sikap siswa SD

terhadap perilaku pencegahan demam berdarah di Kelurahan Kebon Baru

Wilayah Kerja Puskesmas Tebet, didapatkan hasil sebanyak 58,2%

berjenis kelamin laki-laki.

Menurut asumsi peneliti baik anak perempuan maupun laki-laki

memiliki kesempatan yang sama dalam menjaga kebersihan lingkungan

khususnya upaya pencegahan penyakit DBD.


44

b. Pengetahuan

Berdasarkan penelitian yang dilakukan terhadap 83 reponden, paling

banyak responden memiliki pengetahuan yang baik tentang upaya

pencegahan DBD sebanyak 35 siswa (42,2%). Pengetahuan responden

tentang upaya pencegahan DBD baik dikarenakan mayoritas siswa sudah tahu

tentang upaya pencegahan DBD melalui penyuluhan yang diberikan oleh

dinas kesehatan yang dating kesekolah, selain itu disekolah juga terdapat

JUMANTIK yang aktif dalam pemberian informasi kepada siswa tentag

upaya penjegahan DBD, yaitu dengan 3M Plus serta menjaga kebersihan

lingkungan sekolah. Sehingga saat peneliti memberikan pertanyaan tertutup

melalui kuesioner tentang upaya pencegahan DBD maka responden akan

lebih mudah untuk menjawab pertanyaan tersebut, karena Notoadmodjo

(2012), mengatakan bahwa pengetahuan seseorang dapat dipengaruhi oleh

beberapa faktor, salah satu diantaranya adalah informasi dan penyuluhan

kesehatan yang didapat untuk meningkatkan pengetahuan seseorang.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh

Shabrina (2015) dengan judul hubungan pengetahuan dan sikap siswa SD

terhadap perilaku pencegahan demam berdarah di Kelurahan Kebon Baru

Wilayah Kerja Puskesmas Tebet, Jakarta di dapatkan hasil sebanyak 77 siswa

(67,5%) memiliki pengetahuan yang baik tentang pencegahan demam

berdarah.

Menurut asumsi peneliti, pengetahuan siswa yang baik tidak terlepas

dari penyuluhan yang didapatkan siswa tentang upaya pencegahan DBD,

sehingga meskipun masih anak-anak, siswa telah memiliki pemahaman yang

baik tentang upaya pencegahan DBD di sekolah.


45

c. Sikap

Berdasarkan penelitian yang dilakukan terhadap 83 reponden,

didapatkan mayoritas responden memiliki sikap yang positif tentang upaya

pencegahan DBD sebanyak 53 siswa (63,9%). Sikap siswa atau responden

yang positif tentang upaya pencegahan DBD dikarenakan mayoritas

responden sangat setuju bahwa kegiatan 3M plus seperti menguras bak kamar

mandi, mengubur kaleng bekas, menutup penampungan air dan pemakaian

lotion nyamuk merupakan salah satu upaya pencegahan DBD. Hal ini juga di

dukung oleh teori Wawan (2010) yang mengatakan bahwa terbentuknya suatu

sikap yang di pengaruhi oleh komponen kognitif atau pengetahuan yang

berisi tentang kepercayaan seseorang mengenai apa yang berlaku atau apa

yang benar bagi objek sikap. Maka dengan didukung pendidikan kesehatan

yang benar, pengetahuan akan lebih baik dikarenakan pendidikan meletakkan

dasar pengertian dan konsep moral dalam individu. Mengenai pemahaman

baik dan buruk, garis pemisah antara sesuatu yang boleh dan tidak boleh

dilakukan, yang di peroleh dari pendidikan kesehatan.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh

Pujiyanti (2015) dengan judul hubungan pengetahuan dan sikap terhadap

perilaku pecegahan DBD pada siswa sekolah dasar di Kecamatan Tembalang,

Kota Semarang, dengan hasil penelitian mayoritas siswa memiliki sikap yang

positif terhadap pencegahan DBD sebanyak 298 siswa (97,39%).

Menurut asumsi peneliti, siswa yang bersikap positif akan lebih

mudah diajak untuk pencegahan DBD. Selain itu, sikap siswa mencerminkan

perilaku siswa dalam upaya pencegahan DBD, karena sikap merupakan

perilaku tertutup yang belum dilakukan atau dilaksanakan.


46

d. Upaya Pencegahan DBD

Hasil penelitian terhadap 83 responden bahwa mayoritas siswa

melakukan upaya pencegahan DBD sebanyak 58 siswa (69,9%). perilaku

siswa atau responden yang positif tentang upaya pencegahan DBD

dikarenakan mayoritas responden sudah melakukan kegiatan 3M plus

disekolah melalui kegiatan gotong royong sepeti menguras bak kamar mandi,

mengubur kaleng bekas, menutup penampungan air dan pemakaian lotion

nyamuk.

Upaya pencegahan DBD merupakan sekumpulan perilaku yang

dipraktikkan atas dasar kesadaran sebagai hasil pembelajaran, yang

menjadikan seseorang, keluarga, kelompok atau masyarakat mampu

menolong dirinya sendiri (mandiri) di bidang kesehatan dan berperan aktif

dalam kegiatan-kegiatan kesehatan di sekolah (Depkes RI, 2014). Hasil

penelitian ini berbeda dengan pendapat Krianto (2009) yang menyatakan

praktek upaya pencegahan DBD pada anak usia sekolah dapat dikatakan

masih minim hal ini dapat disebabkan masih kurangnya pengetahuan siswa

tentang upaya pencegahan DBD. Para siswa tidak pernah memakai lotion anti

nyamuk ke sekolah, kurang menjaga kebersihan lingkungan dengan

membuang sampah sembarangan.

Hastuti (2010) dalam Asmira (2012) menjelaskan bahwa perilaku

seseorang di bidang kesehatan dapat timbul berdasarkan atas kebiasaan-

kebiasaan kesehatan, kebiasaan kesehatan terbentuk pada masa sekolah di

pengaruhi oleh pengetahuan, sikap, kebiasaan di rumah serta pengaruh

lingkungan.

Upaya pencegahan DBD yang dapat dilakukan oleh siswa di sekolah

yaitu melaksanakan gerakan 3M yakni menguras dan menyikat bak mandi,

bak, tiolet dan lain-lain, menutup tempat penampungan air (tempayan, drum
47

dan lain-lain), mengubur, menyingkirkan atau memusnahkan barang-barang

bekas seperti kaleng, ban, tempurung dan lain-lain. Pengurasan tempat-

tempat penampungan air perlu dilakukan secara teratur sekurang-kurangnya

seminggu sekali agar nyamuk tidak berkembang biak di tempat tersebut.

Selain gerakan 3M, cara efektif untuk mencegah gigitan nyamuk yaitu

menggunakan lotion anti nyamuk setiap hari serta melakukan pemantauan

jentik secara berkala (Kemenkes RI, 2014).

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh

Shabrina (2015) dengan judul hubungan pengetahuan dan sikap siswa SD

terhadap perilaku pencegahan demam berdarah di Kelurahan Kebon Baru

Wilayah Kerja Puskesmas Tebet, didapatkan hasil sebanyak 59 siswa (51,8%)

melakukan upaya pencegahan demam berdarah.

Hasil penelitian ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan

oleh Pujiyanti (2015) dengan judul hubungan pengetahuan dan sikap terhadap

perilaku pecegahan DBD pada siswa sekolah dasar di Kecamatan Tembalang,

Kota Semarang di dapatkan hasil sebanyak 233 siswa (76,1%) melakukan

upaya pencegahan DBD secara rutin di sekolah.

Menurut asumsi peneliti baiknya upaya pencegahan Demam Berdarah

Dengue (DBD) di SDN 042 Kecamatan Marpoyan Damai menandakan

bahwa tingginya kesadaran siswa akan pentingnya mencegah penyakit DBD

sehingga menerapkan perilaku upaya pencegahan DBD dalam kehidupan

sehari-hari terutama di sekolah.

2. Analisis Bivariat

a. Hubungan Pengetahuan Siswa dengan Upaya Pencegahan Demam


Berdarah Dengue (DBD) di SDN 042 Kecamatan Marpoyan Damai Kota
Pekanbaru

Berdasarkan hasil uji statistik didapatkan nilai P value 0,021 (p <

0,05), yang artinya ada hubungan pengetahuan siswa dengan upaya


48

pencegahan Demam Berdarah Dengue (DBD) di SDN 042 Kecamatan

Marpoyan Damai Kota Pekanbaru. Hasil penelitian ini terbukti dari 35 siswa

yang berpengetahuan baik terdapat 27 siswa (77,1%) melakukan upaya

pencegahan DBD dan hanya terdapat 8 siswa (22,9%) tidak melakukan

upaya pencegahan DBD.

Hasil penelitian ini sejalan dengan teori Notoatmodjo (2012) yang

menyatakan pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk

menentukan tindakan seseorang. Sehingga perilaku yang didasari oleh

pengetahuan akan lebih bertahan lama dibandingkan dengan yang tidak, atau

semakin tinggi pengetahuan seseorang, diharapkan perilakunya juga semakin

baik. Derajat kesehatan masyarakat sangat berhubungan dengan tingkat

pendidikan dan pengetahuan, dalam arti kata tingkat pendidikan berhubungan

dengan kemampuan menerima informasi kesehatan dari media massa dan

petugas kesehatan dan dapat. Disimpulkan bahwa semakin tinggi

pengetahuan siswa tenyang upaya pencegahan DBD maka semakin baik pula

perilaku siswa tersebut untuk melakukan pencegahan DBD.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh

Lontoh (2016) dengan judul hubungan antara pengetahuan dan sikap dengan

tindakan pencegahan DBD di Kelitahan Malalayang 2 Lingkungan III

didapatkan ada hubungan antara pengetahuan dengan tindakan pencegahan

DBD (p = 0,027).

Menurut asumsi peneliti, semakin tinggi pengetahuan siswa maka

semakin baik upaya pencegahan DBDnya, karena pengetahuan merupakan

dasar bagi seseorang untuk bertindak. Tinggi rendahnya pengetahuan

seseorang akan mempengaruhi tindakannya dalam upaya kesehatan salah

satunya upaya pencegahan DBD. Terbukti pada hasil penelitian siswa yang

berpengetahuan baik mayoritas melakukan upaya pencegahan.


49

b. Hubungan sikap Siswa dengan Upaya Pencegahan Demam Berdarah


Dengue (DBD) di SDN 042 Kecamatan Marpoyan Damai Kota
Pekanbaru

Berdasarkan hasil uji statistik didapatkan nilai p value 0,007 < α 0,05,

yang artinya ada hubungan sikap siswa dengan upaya pencegahan Demam

Berdarah Dengue (DBD) di SDN 042 Kecamatan Marpoyan Damai Kota

Pekanbaru. Hasil nilai POR menunjukkan bahwa siswa yang sikapnya

negatif berpeluang 4,300 kali tidak melakukan upaya pencegahan DBD.

Hasil penelitian ini terbukti dari 53 siswa yang memiliki sikap positif

terdapat 43 siswa (81,1%) melakukan upaya pencegahan DBD dan hanya

terdapat 18 siswa (18%) tidak melakukan upaya pencegahan DBD.

Notoatmodjo (2012), menyatakan bahwa sikap merupakan kesiapan

atau kesediaan seseorang untuk bertindak dan bukan melaksanakan motif

tertentu. Dalam kata lain, fungsi sikap bukan merupakan tindakan (reaksi

terbuka) atau aktifitas, akan tetapi merupakan predisposisi perilaku (tindakan)

atau reaksi tertutup. Menurut Green dalam Notoatmodjo (2010), ketersediaan

fasilitas, sikap, dan perilaku para petugas kesehatan juga akan mendukung

dan memperkuat terbentuknya perilaku.

Menurut Shabrina (2014), sikap menggerakkan untuk bertindak atau

berbuat dalam kegiatan sosial dengan perasaan tertentu di dalam menanggapi

obyek situasi atau kondisi di lingkungan sekitarnya. Selain itu sikap juga

memberikan kesiapan untuk merespon yang sifatnya positif atau negatif

terhadap obyek atau situasi. Dengan kata lain jika siswa memiliki sikap

positif tentang pencegahan DBD maka akan tercermin dari perilaku siswa

tersebut, begitu juga sebaliknya kesadaran yang rendah serta sikap yang

ttidak perduli terhadap kebersihan lingkungan juga akan tercermin dari


50

perilaku siswa yang buruk dengan tidak mau melaksanakan upaya

pencegahan DBD.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh

Suhanda (2016) dengan judul hubungan pengetahuan dan sikap terhadap

tindakan pencegahan demam berdarah dengue pada masyarakat di

Kecamatan Baiturrahman. Hasil analisis menunjukkan adanya hubungan kuat

antara sikap (p value = 0,002) terhadap tindakan pencegahan demam berdarah

dengue pada masyarakat di Kecamatan Baiturrahman.

Menurut asumsi peneliti sikap siswa menentukan perilaku siswa,

apabila siswa memiliki sikap positif maka siswa akan melakukan upaya

pencegahan DBD sesuai dengan sikapnya karena sikap merupakan dasar

untuk seseorang bertindak atau berperilaku.

B. Keterbatasan Penelitian

Keterbatasan dalam penelitian ini adalah kesioner yang digunakan merupakan

kuesioner dengan pertanyaan tertutup sehingga kebenararan jawaban tergantung pada

kejujuran responden selain itu tidak dilakukan observasi secara langsung bagaimana

upaya pencegahan DBD yang dilakukan oleh siswa.

Anda mungkin juga menyukai