Anda di halaman 1dari 38

GIZI ANAK

PRA SEKOLAH
Ditya Fahlevi Safitri (2006559685)
Khairunnisaa (2006559943)
Outline

01
Gizi dan Tumbuh
Kembang Anak
Prasekolah

02 03
Status Gizi, Infeksi, Stunting: Penyebab
dan Tumbuh dan Akibatnya
Kembang Anak
Gizi dan Tumbuh Kembang
Anak Prasekolah
Tumbuh Kembang Anak Dan Anak Prasekolah

Anak Prasekolah (usia 3-6


tahun) memiliki masa
keemasan (THE GOLDEN
AGE) menjalani proses
pertumbuhan dan
Proses perkembangan yang sangat Proses
pematangan
bertambahnya pesat  KEMAMPUAN fungsi organ
ukuran/dimensi MOTORIK, SOSIAL, EMOSI tubuh,
tubuh akibat DAN KOGNITIF berkembangnya
meningkatnya jumlah kemampuan,
dan ukuran sel. inteleginsi, serta
perilaku.

PERTUMBUHAN PERKEMBANGAN
Pertumbuhan dan Pola Konsumsi Anak

Sumber: (UNICEF, 2019)


Pertumbuhan dan Perkembangan Anak Usia
Prasekolah
 Pertambahan berat badan sebesar 1,8 hingga 2,25 kilogram per tahun
 Pertambahan tinggi badan sebesar 5 hingga 7,5 cm per tahun
 Memiliki gigi susu lengkap berjumlah 20 pada usia 3 tahun (National
Institute for Health, 2021)

(Kementerian Kesehatan RI, 2016)


DETERMINAN STATUS GIZI ANAK USIA
PRASEKOLAH

1. Lingkungan keluarga
2. Pengaruh orangtua secara umum
3. Pengaruh ibu
4. Pengaruh ayah
5. Makanan keluarga
6. Status pendidikan dan sosiekonomi
7. Perilaku makan anak
8. Preferensi makanan
9. Praktik makan di awal usia anak
10. Lingkungan obesogenic
11. Pengaruh media
(Scaglioni et al., 2018)
Pemenuhan Gizi pada Anak
Kesalahan-kesalahan dalam Praktik
Pemberian Makan pada Anak Prasekolah

Terlalu menuruti keinginan anak Berhubungan dengan


untuk makan makanan ringan meningkatnya konsumsi
(UNICEF, 2019) makanan ringan

Pembatasan (Gebru et al., 2021):


• Lebih responsif terhadap makanan
• Cenderung makan berlebihan secara
Orang tua terlalu membatasi konsumsi emosional
makanan dan menekan anak (Scaglioni et al., • Menikmati makanan lebih banyak
2018) • Memiliki lebih banyak keinginan untuk minum

Penekanan (Gebru et al., 2021):


• Lebih rewel tentang makanan
• Lebih responsif terhadap rasa kenyang
• Cenderung makan lebih lambat
Unhealthy Diet Is Associated With Poor Sleep in
Preschool-Aged Children
Peneliti bertujuan untuk mengeksplorasi bagaimana
frekuensi buah, sayuran, makanan cepat saji, dan
konsumsi soda dikaitkan dengan kualitas tidur anak-anak
prasekolah.

Data dikumpulkan dari 383 anak berusia 33-70 bulan.

• Lama tidur siang yang singkat dikaitkan dengan


konsumsi buah dan sayur yang lebih banyak
• Lama tidur malam yang singkat dikaitkan dengan
konsumsi fast food yang lebih sering
• Lama tidur malam yang singkat dikaitkan dengan
konsumsi soda yang lebih sering

(Holmes, St. Laurent and Spencer, 2021)


Cara Membiasakan Makan pada Anak

Biasakan anak makan ditempatnya,


tidak sambil berlari ataupun bermain
Ajari anak untuk makan
sendiri dan ciptakan Makan bersama dapat
suasana makan yang membantu anak untuk
menyenangkan terbiasa makan dengan baik

Berikan makanan Perkenalkan jenis-jenis


sesuai dengan jenis makanan yang sehat,
dan jadwal makanan bergizi dan baik untuk
orang dewasa tubuhnya
Cara Mengatasi Anak Sulit Makan

• Memberikan makanan dalam porsi kecil, karena anak bangga bila menghabiskan
makanan
• Bila habis beri pujian supaya anak senang
• Biarkan anak mengambil porsinya sendiri
• Berilah makan saat lapar
• Hindari rasa bersalah; jangan memarahi anak bila peralatan makan pecah
• Kurangi hal yang dapat mengalihkan perhatian
• Biarkan anak makan lambat
• Mengganti suasana
• Biarkan anak memilih makanannya sendiri
• Jangan memaksa rapi
Cara Melatih Anak Makan Buah dan Sayur

Guru ikut makan bersama dan


meberikan contoh dan memberi
tahu manfaat makan sayur dan
buah
Menyajikan sayur dan
buah secara kreatif

Mengolah sayur-
sayuran secara beragam
Menambahkan sayur
pada lauk makanan di
PAUD
Developing Healthy Food Preferences in Preschool Children Through
Taste Exposure, Sensory Learning, and Nutrition Education

(Nekitsing, Hetherington and Blundell-Birtill, 2018)


02.
Status Gizi, Infeksi dan
Tumbuh Kembang Anak
INTERAKSI ANTARA STATUS GIZI, PENYAKIT INFEKSI DAN
TUMBUH KEMBANG ANAK.

TUMBUH
KEMBANG

PENYAKIT DAYA TAHAN


INFEKSI STATUS GIZI
TUBUH
HUBUNGAN STATUS GIZI DENGAN KEJADIAN ISPA
PADA BALITA DI SUKARAJA BANDAR LAMPUNG

Responden dengan status gizi kurang


mempunyai peluang 6,9 kali lebih besar
mengalami kejadian ISPA dibandingkan
dengan responden dengan status gizi baik.

1. Balita mudah terserang ISPA dipengaruhi faktor


daya tahan tubuh balita yang belum sekuat anak
yang lebih besar atau orang dewasa.
2. Status gizi menggambarkan baik buruknya
konsumsi zat gizi, dimana zat gizi sangat
dibutuhkan untuk pembentukan zat- zat kekebalan
tubuh seperti antibodi

Santiasi
STATUS GIZI Pola asuh
Pelayanan Kesehatan
Aktifitas Fisik
03 Stunting: Penyebab
dan Akibatnya
Stunting
Pada tahun 2017 23,2% atau sekitar 157,7 juta balita di DUNIA mengalami STUNTING. Lebih dari
setengah balita stunting di dunia berasal dari ASIA (55%) Dari 83,6 juta balita stunting di Asia, proporsi
terbanyak berasal dari ASIA SELATAN (58,7%) dan proporsi paling sedikit di ASIA TENGAH (0,9%)
(WHO).

Berdasarkan hasil PSG tahun 2015 (29%).


Tahun 2016 menjadi (27,5%). Namun
prevalensi balita pendek kembali meningkat
menjadi 29,6% pada tahun 2017.
Tahun 2019, (27,67 %) berhasil ditekan dari
(37,8%) tahun 2013.

Target WHO:
<20%

Sumber: PSG, 2017


Etiologi

Faktor Pemicu Stunting

Situasi Ibu dan Calon Bayi

Situasi Bayi dan Balita

Situasi Sosial Ekonomi dan


Lingkungan
Dampak Stunting
Jangka Pendek Jangka Panjang

• Postur tubuh yang tidak


• Peningkatan kejadian
optimal saat dewasa
kesakitan dan kematian
• Meningkatnya risiko
obesitas dan penyakit
• Perkembangan kognitif,
lainnya
motorik, dan verbal pada
anak tidak optimal • Kapasitas belajar dan
performa yang kurang
optimal saat masa
• Peningkatan biaya
sekolah;
kesehatan
• Produktivitas dan
kapasitas kerja yang tidak
optimal
Upaya Pencegahan dan Penanggulangan Stunting
Tantangan Pencegahan dan Penanggulangan
Stunting
Pantangan makanan pada fase
tertentu

Sosio budaya gizi saat hamil


Sosio budaya gizi saat menyusui
Sosio budaya gizi saat balita

Kepercayaan dan keyakinan


yang kuat diwarisi secara turun
temurun
Tantangan Pencegahan
dan Penanggulangan
Stunting

Perilaku
(Pola asuh dan
Hygiene Sanitasi)

1. Rendahnya
pengetahuan
2. Minimnya kesadaran
3. Keterbatasan sarana
prasarana
4. Kebiasaan
Diagnosis
Diagnosis
Diagonosis didasarkan pada
AMNESIS dan PEMERIKSAAN
FISIK termasuk pengukuran berat
badan dan tinggi badan.
Pemeriksaan penunjang juga
diperlukan untuk mengonfirmasi
adanya infeksi atau kondisi sakit
lain yang dapat menyebabkan
stunting.

Mengukur panjang/tinggi badan anak.


Seorang anak akan disebut stunting
apabila tinggi badan (TB) menurut
usia di bawah -2 SD kurva
pertumbuhan WHO.
Sumber: WHO
Penatalaksana Stunting

Perbaikan
Nutrisi

Mengatasi
Penyakit PENATALAKSANA Edukasi PHBS
Infeksi

Stimulasi Perbaikan
Psikososial sanitasi dan
lingkungan
Daftar Pustaka

● Centers for Disease Control and Prevention (2021) Child Development. Available at:
https://www.cdc.gov/ncbddd/childdevelopment/positiveparenting/preschoolers.html (Accessed: 6 October 2021).
● Gebru, N. W. et al. (2021) ‘The relationship between caregivers’ feeding practices and children’s eating behaviours among preschool children in Ethiopia’, Appetite,
157(October 2020), p. 104992. doi: 10.1016/j.appet.2020.104992.
● Holmes, J. F., St. Laurent, C. W. and Spencer, R. M. C. (2021) ‘Unhealthy Diet Is Associated With Poor Sleep in Preschool-Aged Children’, Journal of Genetic Psychology,
182(5), pp. 289–303. doi: 10.1080/00221325.2021.1905598.
● National Institute for Health (2021) Preschooler Development. Available at: https://medlineplus.gov/ency/article/002013.htm (Accessed: 6 October 2021).
● Nekitsing, C., Hetherington, M. M. and Blundell-Birtill, P. (2018) ‘Developing Healthy Food Preferences in Preschool Children Through Taste Exposure, Sensory Learning,
and Nutrition Education’, Current obesity reports, 7(1), pp. 60–67. doi: 10.1007/s13679-018-0297-8.
● Prima, E. et al. (2017) Layanan Kesehatan,Gizi dan Perawatan. Direktorat Pembinaan Pendidikan Anak Usia Dini Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini dan
Pendidikan Masyarakat Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
● Scaglioni, S. et al. (2018) ‘Factors influencing children’s eating behaviours’, Nutrients, 10(6), pp. 1–17. doi: 10.3390/nu10060706.
● Setiyani, Astuti, Sukesi, E. (2017) Asuhan Kebidanan Neonatus, Balita dan Anak Pra Sekolah. Jakarta: Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Kesehatan
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
● UNICEF (2019) Children, food and nutrition : growing well in a changing world. Available at: https://www.unicef.org/media/60806/file/SOWC-2019.pdf.
● Kementerian Kesehatan RI (2016) ‘Pedoman pelaksanaan stimulasi, deteksi, dan intervensi tumbuh kembang anak.’
Daftar Pustaka
● Asih, Y. (2014). Hubungan Status Gizi Dan Paparan Roko Dengan Kejadian ISPA kematian pada balita . Menurut World Health ISPA yang paling sering pada kelompok bayi dan balita .
ISPA juga berada ISPA tahun 2010 menempatkan ISPA / Pneumonia infeksi akut pernafasan bagian at. Jurnal Kesehatan, VII(1), 41–47.
● BPS. (2017). Statistik Kesejahteraan Rakyat Tahun 2017.
● Candarmaweni, & Rahayu, A. Y. S. (2020). Tantangan Pencegahan Stunting Pada Era Adaptasi Baru “New Normal” Melalui Pemberdayaan Masyarakat Di Kabupaten Pandeglang the
Challenges of Preventing Stunting in Indonesia in the New Normal Era Through Community Engagement. Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia : JKKI, 9(3), 136–146.
https://journal.ugm.ac.id/jkki/article/view/57781
● Centers for Disease Control and Prevention. (2021). Child Development.
● Choirunisa, S., & Adisasmita, A. C. (2014). Pendapatan Daerah , Pembiayaan Kesehatan , dan Gizi Buruk pada Balita : Studi Korelasi Tingkat Kabupaten / Kota Local Government
Revenue , Health Financing , and Severely Wasted : the Correlational Study at District Level. Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional, 9(1), 64–70.
● Fikawati, S., Syafiq, A., & Veratamala, A. (2020). Gizi Anak dan Remaja. PT RajaGrafindo Persada.
● Hindrawati, N., & Rusdiarti. (2018). Gambaran Riwayat Pemberian Asi Eksklusif Dengan Kejadian Stunting Pada Anak Usia 6-24 Bulan Di Desa Arjasa Kecamatan Arjasa Kabupaten
Jember. Jkakj, 2(1), 1–7.
● Holmes, J. F., St. Laurent, C. W., & Spencer, R. M. C. (2021). Unhealthy Diet Is Associated With Poor Sleep in Preschool-Aged Children. Journal of Genetic Psychology, 182(5), 289–303.
https://doi.org/10.1080/00221325.2021.1905598
● Illahi, R. K., & Muniroh, L. (2018). Gambaran Sosio Budaya Gizi Etnik Madura Dan Kejadian Stunting Balita Usia 24–59 Bulan Di Bangkalan. Media Gizi Indonesia, 11(2), 135.
https://doi.org/10.20473/mgi.v11i2.135-143
● Irodah, & Meikawati, W. (2018). Hubungan Berat Badan Lahir dan Pemberian ASI Eksklusif dengan Kejadian Stunitng pada Balita di Puskesmas Pegandon Kabupaten Kendal. Repository
Universitas Muhammadiyah Semarang, 7–31.
● Kemenkes RI. (2014). Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 97 Tahun 2014.
● Kemenkes RI. (2017). Buku Saku Pemantauan Status Gizi. Buku Saku, 1–150.
● Kemenkes RI. (2018). Buletin Stunting. Kementerian Kesehatan RI, 301(5), 1163–1178.
● Kementerian Kesehatan RI. (2018). Buku Saku Pemantauan Status Gizi 2017. Buku Saku Pemantauan Status Gizi Tahun 2017, 7–11.
● Kementerian PPN/ Bappenas. (2018). Pedoman Pelaksanaan Intervensi Penurunan Stunting Terintegrasi di Kabupaten/Kota. Rencana Aksi Nasional Dalam Rangka Penurunan Stunting:
Rembuk Stunting, November, 1–51. https://www.bappenas.go.id
Daftar Pustaka

● Kementrian Kesehatan RI. (2018). Cegah Stunting, itu Penting. Pusat Data Dan Informasi, Kementerian Kesehatan RI, 1–27.
https://www.kemkes.go.id/download.php?file=download/pusdatin/buletin/Buletin-Stunting-2018.pdf
● Kementrian Kesehatan RI. (2020). INDIKATOR PROGRAM KESEHATAN MASYARAKAT DALAM RPJMN DAN RENSTRA KEMENTERIAN KESEHATAN TAHUN 2020-2024.
Kemenkes RI.
● Khomsan. (2012). Ekologi masalah gizi, pangan, dan kemiskinan. Alfabeta.
● Kullu, V. M., Yasnani, & Hariati, L. (2018). Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Stunting Pada Balita Usia 24-59 Bulan di Desa Wawatu Kecamatan Moramo Utara
Kabupaten Konawe Selatan Tahun 2017. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kesehatan Masyarakat, 3(2), 1–11.
● Media, Y., & Elfemi, N. (2021). Permasalahan Sosial Budaya dan Alternatif Kebijakan Dalam Upaya Penanggulangan Stunting Pada Balita di Kabupaten Solok, Provinsi Sumatera
Barat. Jurnal Ekologi Kesehatan, 20(1), 56–68.
● National Institute for Health. (2021). Preschooler Development.
● Nurbaiti, L., Adi, A. C., Devi, S. R., & Harthana, T. (2014). Kebiasaan makan balita stunting pada masyarakat Suku Sasak: Tinjauan 1000 hari pertama kehidupan (HPK). Masyarakat,
Kebudayaan Dan Politik, 27(2), 104. https://doi.org/10.20473/mkp.v27i22014.104-112
● Olo, A., Mediani, H. S., & Rakhmawati, W. (2020). Hubungan Faktor Air dan Sanitasi dengan Kejadian Stunting pada Balita di Indonesia. Jurnal Obsesi : Jurnal Pendidikan Anak Usia
Dini, 5(2), 1035–1044. https://doi.org/10.31004/obsesi.v5i2.521
● Prima, E., Yuliantina, I., Nurfadillah, Handayani, I., Riana, & Ganesa, R. eni. (2017). Layanan Kesehatan,Gizi dan Perawatan. Direktorat Pembinaan Pendidikan Anak Usia Dini
Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini Dan Pendidikan Masyarakat Kementerian Pendidikan Dan Kebudayaan, 1–22.
● Putri, A. R. (2020). ASPEK POLA ASUH, POLA MAKAN, DAN PENDAPATAN KELUARGA PADA KEJADIAN STUNTING. 3(2017), 54–67.
http://repositorio.unan.edu.ni/2986/1/5624.pdf
Daftar Pustaka
● Putri, Y. K. (2021). Diagnosis dan Penatalaksanan Stunting. https://www.alomedika.com/penyakit/kesehatan-anak/stunting/penatalaksanaan
● Riskesdas, K. (2018). Hasil Utama Riset Kesehata Dasar (RISKESDAS). Journal of Physics A: Mathematical and Theoretical, 44(8), 1–200. https://doi.org/10.1088/1751-
8113/44/8/085201
● Scaglioni, S., De Cosmi, V., Ciappolino, V., Parazzini, F., Brambilla, P., & Agostoni, C. (2018). Factors influencing children’s eating behaviours. Nutrients, 10(6), 1–17.
https://doi.org/10.3390/nu10060706
● Septiani, R., Widyaningsih, S., & Igohm, M. K. B. (2016). Tingkat Perkembangan Anak Pra Sekolah Usia 3-5 Tahun Yang Mengikuti Dan Tidak Mengikuti Pendidikan Anak
Usia Dini (Paud). Jurnal Keperawatan Jiwa, 4(2), 114–125.
● Setiyani, Astuti, Sukesi, E. (2017). Asuhan Kebidanan Neonatus, Balita dan Anak Pra Sekolah. Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Kesehatan
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
● Sholikah, A., Rustiana, E. R., & Yuniastuti, A. (2017). Faktor - Faktor yang Berhubungan dengan Status Gizi Balita di Pedesaan dan Perkotaan. Public Health Perspective
Journal, 2(1), 9–18.
● UNICEF. (2017). 2017 EO: Reducing Stunting in Children Under 5 Years of Age: A comprehensive evaluation of UNICEF’s strategies and programme performance – Global
synthesis report. Unicef, May. https://www.unicef.org/evaldatabase/index_102384.html
● UNICEF. (2019). Children, food and nutrition : growing well in a changing world.
● WHO. (2014). WHO Global Nutrition Target: Stunting Policy Brief.
● Widyaningsih, N. N., Kusnandar, & Anatanyu, S. (2018). Keragaman pangan, pola asuh makan dan kejadian stunting pada balita usia 24-59 bulan. 2(2), 182.
https://doi.org/10.20473/amnt.v2i2.2018.182-188
● Yadika, A. D. N., Berawi, K. N., & Nasution, S. H. (2019). Pengaruh Stunting terhadap Perkembangan Kognitif dan Prestasi Belajar. Jurnal Majority, 8(2), 273–282.
PERTANYAAN DARI KELOMPOK OPONEN DAN JAWABAN:

● Q: Azka: bagaimana cara ibu mengerti bahwa anaknya stunting atau tidak? Bagaimana cara mengerti stuntingnya
karena keturunan?
● Q: Prila: anak usia 3 thn malas mengunyah, ortu berinisiatif memotong sayur dan daging sangat halus. Apakah
kebiasaan tsb berpengaruh pada otot di rahang dan gizi anak?. Apakah kebiasaan skip tidur siang berpengaruh pd
anak?
A: Ditya: tekstur makanan memang sangat mempengaruhi penerimaan anak terhadap makanan. Penerimaan
terhadap tekstur makanan dapat dipengaruhi oleh perkembangan organ mulut dan sekitarnya. Tentunya dengan
penerimaan terhadap tekstur yang beragam, akan beragam pula dengan variasi makanan yang dikonsumsi anak.
Sehingga, untuk melatih penerimaan terkstur makanan pada anak diperlukan kesabaran dan kreativitas dari orang
tua untuk menstimulasi makanan pada anak. Terkait pertanyaan kedua, menurut jurnal yang saya baca, tidur siang
berpengaruh terhadap memori jangka pendek anak. Namun, masih diperlukan penelitian lanjutan. Jika anak tidak
menunjukkan gejala seperti rewel atau kelelahan akibat tidak tidur siang, maka anak tidak harus tidur siang,
asalkan jumlah jam tidur dalam sehari dapat terpenuhi pada saat tidur malam.
Pertanyaan dari audiens

● Q: Vahluvi: apakah penerapan 5 pilar intervensi stunting berhasil?


A: Khairunnisaa: keberhasilan penerapan intervensi stunting perlu didasrkan pada evaluasi, sejauh ini PR indonesia menurunkan
stunting juga besar dilihat dari KEK dan anemia ibu hamil, pernikahan usia dini yang tinggi serta BBLR dan rendahnya cakupan ASI
Eksklusif, sehingga intervensi 5 pilar masih perlu ditingkatkan meningat target stuntung pun sudah diturunkan dari sebelumnya yang
memerlukan intervensi yang maksimal untuk mencapainya.
A: Ditya: saya ingin menambahkan terkait keberhasilan intervensi stunting. Menurut saya intervensi yang
dilakukan sudah cukup berhasil meskipun di beberapa daerah masih perlu ada usaha ekstra dalam menurunkan
angka stunting. Contohnya, di Jawa Timur, tempat saya tinggal, Sebagian besar kabupaten telah mengalami
penurunan angka stunting. Hal ini menunjukkan perbedaan komitmen dan situasi masing-masing daerah dalam
menurunkan angka stunting
● Q: Devvy: bagaimana upaya siasat memenuhi gizi anak dari keluarga dari ststus ekonomi rendah?
A: Ditya: menurut kelompok kami, siasat yang bisa dilakukan adalah pertama dengan menjadikan makanan yang
kaya nutrisi untuk anak dapat dengan mudah dijangkau oleh masyarakat tersebut, baik dari segi akses maupun
harga. Selanjutnya adalah pemberdayaan warga sekitar untuk bersama-sama memanfaatkan bahan pangan
local sebagai salah satu sumber gizi untuk anak. Kemudian, kita bisa bermitra juga dengan NGO untuk
melakukan komunikasi terkait pemenuhan gizi anak yang melibatkan stakeholder, keluarga, dan masyarakat.
Pertanyaan dari audiens

● Q: Rafida: bagaimana intervensi pada keluarga yg menganut kepercayaan2 tertentu?


Q: Indri: menurut kelompok, upaya intervensi untuk meningkatkan pengetahuan pada keluarga di daerah yg
menganut adat, untuk mencegah stunting?
A: Ditya : menurut kelompok kami untuk mengedukasi masyarakat yang menganut kepercayaan-kepercayaan
tertentu adalah dengan pertama, menggandeng tokoh masyarakat sekitar. Kedua dengan melakukan upaya-upaya
komunikasi kesehatan yang disampaikan melalui budaya mereka, seperti dengan Bahasa daerah mereka, melalui
pertunjukan kesenian mereka, dan dilakukan secara berulang-ulang.
A:Khairunnisaa: adat kebiasaan merupakan bagian dari masyarkaat, yang lahir secara turun temurun serta diwarisi. Hal ini
tentunya merupakan hal yang tidak mudah untuk dipatahkan apalgi jika hal itu bertentangan dengan upaya pencegahan
stunting. Strategi promosi kesehatan yang dapat dilakukan pada wilayah dengan kondisi ini adalah dengan menerapkan bina
susana yang merupakan upaya menciptakan lingkungan sosial yang mendorong individu anggota masyarakat untuk mau
melakukan perilaku yang diperkenalkan. Bina suasanan tercapai dengan menjadikan tokoh agama dan tokoh adat sebagai
sasaran utama. Walaupun demikian, dibutuhkan waktu yang tidak cepat untuk melakukan pendeaktan kepada tokoh tokoh
tersebut, oleh karana itu pendekatan secara partisipatory sangat menunjang keberhasilan upaya tersbeut.
Pertanyaan dari audiens

● Q: Ida: isu hidden hunger. Upaya apa yg paling efektif untuk hidden hunger secara public health? Pemerintah harus
bagaimana?
A: Ditya: dalam mengatasi hidden hunger secara public health adalah melakukan upaya edukasi kepada
masyarakat tentang pemenuhan gizi seimbang, agar masyarakat tahu nutrisi apa saja yang mereka perlukan dan
yang perlu mereka kurangi. Selain itu dengan menjalin kemitraan dengan NGO maupun stakeholder terkait
program-program lain selain edukasi. Hal yang perlu dilakukan pemerintah adalah menyediakan akses terhadap
bahan pangan yang terjangkau, memberikan subsidi kepada masyarakat, dan mendukung upaya edukasi serta
mendukung upaya kemitraan dengan swasta dan NGO.
● Q: Ridwan: anak usia 2 tahun lebih, susah makan buah dan sayur,beberapa bulan mengalami sembelit lalu diberikan
tablet ekstrak buah sayur. Adakah efek negative?
A: Ditya: jadi untuk pemberian tablet ekstrak buah dan sayur tidak ada efek negative. Akan tetapi, sebaiknya tetap
dilatih agar anak mau makan buah dan sayur yang sebenarnya. Ada artikel yang mengungkapkan agar anak mau makan
buah dan sayur, bisa dilakukan rangsangan melalui 5 indra anak agar anak mengenal buah sayur dan pada akhirnya mau
mengkonsumsinya.
Pertanyaan dari audiens

● Q: Stefani: bagaimana mekanisme stunting bisa mengakibatkan obesitas pada saat dewasa? Bagaimana intervensi yg sesuai
pada anak yg pendek tapi overweight?
A: khairunnisaa: Seseorang yang dalam masa pertumbuhan dan perkembangannya mengalami kekurangan gizi dapat
mengalami masalah pada perkembangan sistem hormonal insulin dan glukagon pada pankreas yang mengatur keseimbangan dan
metabolisme glukosa. Sehingga, pada saat usia dewasa jika terjadi kelebihan intake kalori, keseimbangan gula darah lebih cepat
terganggu, dan pembentukan jaringan lemak tubuh (lipogenesis) juga lebih mudah. Dengan demikian, kondisi stunting juga
berperan dalam meningkatkan beban gizi ganda terhadap peningkatan penyakit kronis di masa depan.
A: Ditya: saya akan mencoba menjawab terkait dengan pertanyaan kedua. Intervensi yang sesuai untuk anak
yang pendek tapi overweight adalah dengan mengatur diet yang tinggi nutrisi dan rendah gula. Overweight salah
satunya disebabkan oleh konsumsi gula berlebih pada anak. Sehingga, untuk mengatasi overweight nya bisa
dilakukan pembatasan konsumsi gula, meningkatkan konsumsi buah sayur, dan mengajak anak untuk melakukan
aktivitas fisik yang sesuai dengan anak. Sedangkan untuk kasus pendek nya adalah dengan tetap memberikan
berbagai jenis makanan yang tinggi nutrisi untuk memenuhi kebutuhan terhadap gizi makro maupun mikro nya.
● Deiana: pada etiologi, maksud situasi calon bayi?
● Khairunnisaa: Etiologi stunting dari aspek situasi calon bayi yaitu kondisi kesehatan dan
pertumbuhan janin yang dipengaruhi oleh kondisi kesehatan dan gizi ibu selama masa
kehamilan.
Ditya: saya ingin menambahkan. Jadi untuk situasi calon bayi yang berpengaruh terhadap
stunting adalah contohnya apabila saat di kandungan, janin mengalami gangguan pertumbuhan
yaitu IUGR. IUGR bisa disebabkan oleh kurangnya asupan nutrisi oleh ibu. Sehingga, diharapkan
pada saat hamil, nutrisi pada ibu tercukupi dengan baik dari segi jumlah maupun kualitasnya.
● Dini: bagaimana cara mengintervensi/mengejar dampak jangka Panjang dari stunting?
● Khairunnisaa: ketertinggalan pertumbuhan anak di masa balita dapat di kejar di masa remaja
dengan syarat kondisi lingkungan baik sanitasi, kasih sayang maupun ekonomi dapat
menunjang segala hal yang dibutuhkan untuk mememnuhi kebutuhan gizi bayi, walapun
demikian, upaya ini tetap tidak dapat memberikan manfaat lebih dari periode emas yaitu 1000
HPK yang sudah terlewatkan sebelumnya.
● Ike: bagaimana pemberian makanan pada anak dalam keadaan bencana?
● Khairunnisaa: situasi bencana seharusnya menjadi perhatian bersama khususnya terkait
pemberian makanan pada anak. Dimana dalam sitausi bencana, keterbatasan fasilitas dan
sanitasi akan membuat anak menjadi rentan terkena penyakit infeksi. Sehingga pada situasi
tersebut makanan bergizi sangat menjadi kebutuhan yang harus terpenuhi untuk menunjang
pertumbuhan, perkembangan serta imunitas anak, Namun, faktanya di beberapa wilayah
terdampak bencana sebagian besar makanan yang diberikan kepada anak adalah makanan
instan, hal in dikarenakan kurangnya pemahaman dan regulasi yang mengatur.
● Imelda: di NTT ada kebijakan pembagian biscuit MP ASI bagi balita gizi buruk. Setelah dibagi
biscuit tsb anak2 lebih suka mengkonsumsi biscuit tsb. Bagaimana pendapat tentang kebijakan
tsb?
● Khairunnisaa: Biskuit dapat menjadi makanan selingan, konsumsi biskuit yang berlebih
dengan waktu pemberian yang mendekati jam makan utama tentunya akan meyebabkan anak
kenyang sehingga menolah untuk makan utama. Oleh karena itu kebijakan tersebut sebaiknya
dibarengi dengan monitoring dan evaluasi yang maksimal khususnya terkait siapa sasaran
yang memperoleh, bagaimana cara memberikan yang juga seharusnya disertai edukasi , serta
kapan saja biskuit itu dibagikan.
● Ditya: saya ingin menambahkan. Kebijakan atau program yang diberikan pemerintah tersebut
sudah sangat baik. Namun, menurut kami masih ada yang kurang, yaitu monitoring dan
evaluasi terhadap kebijakan atau program tersebut. Sehingga, Ketika dilakukan intervensi
pemberian biscuit tersebut, sebaiknya dilakukan monitoring dan evaluasi apakah
intervensi tersebut sudah tepat sasaran atau belum. Jika dilihat pada kasus tersebut maka
bisa diambil pembelajaran bahwa mungkin pemberian biscuit tersebut tidak disertai dengan
pemberian edukasi pengolahan dan pemberian gizi pada anak selain menggunakan biscuit. Dari
pembelajaran tersebut dapat dijadikan acuan intervensi selanjutnya untuk membentuk atau
melatih kader untuk memonitoring pemberian biscuit dan pemberian makanan pada anak
● Deasy: tambahan tanggapan pemberian biscuit MP ASI >>membentuk pos gizi di tingkat
masyarakat
● Azka: bagaimana cara ibu mengerti bahwa anaknya stunting atau tidak? Bagaimana cara
mengerti stuntingnya karena keturunan?
● Khairunnisaa: Pada dasarnya diagnosisi stunting didasrkan pada anamnesis dan pemeriksaan
fisik meliputi Pemeriksaan Tanda Vital, keluhan anak, Pengukuran antropometri, Kecepatan
pertumbuhan, Proporsi tubuh . Sebatas informasi yang kami dapatkan, belum ada kaidah
tertenut untuk mendiagnosis bahwa stunting yang dialami karena faktor keturunan. beberapa
penelitian menemukan bahwa kejadian stunting lebih besar disebabkan oleh faktor selain
keturunan yaitu lingkungan dan pola asuh.

Anda mungkin juga menyukai