Anda di halaman 1dari 31

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Anak prasekolah adalah anak berusia dua sampai lima tahun. Rentang usia tersebut

merupakan periode emas seorang anak dalam pertumbuhan dan perkembangan terutama

fungsi bahasa, kognitif, dan emosi. Untuk menunjang pertumbuhan dan perkembangan

tersebut, asupan nutrisi dari makanan merupakan salah satu faktor yang berperan penting.

Pada usia prasekolah, anak mengalami perkembangan psikis menjadi balita yang lebih

mandiri, dan dapat berinteraksi dengan lingkungannya, serta dapat mengekspresikan

emosinya.

Setiap manusia membutuhkan makanan untuk mempertahankan hidupnya. Sikap

manusia terhadap makanan banyak dipengaruhi oleh pengalaman-pengalaman dan respon–

respon yang diperlihatkan oleh orang lain terhadap makanan sejak masa kanak–kanak.

Pengalaman yang diperoleh ada yang dirasakan menyenangkan atau sebaliknya tidak

menyenangkan, sehingga setiap individu dapat mempunyai sikap suka dan tidak suka (like

and dislike) terhadap makanan.

Makanan yang dikonsumsi beragam jenis dengan berbagai cara pengolahannya. Di

masyarakat dikenal pola makan atau kebiasaan makan yang ada pada masyarakat dimana

seorang anak hidup. Pola makan kelompok masyarakat tertentu juga menjadi pola makan

anak. seorang anak dapat memiliki kebiasaan makan dan selera makan yang terbentuk

dari kebiasaan dalam masyarakat. Menyusun hidangan untuk anak, hal ini perlu

diperhatikan disamping kebutuhan zat gizi untuk hidup sehat dan bertumbuh kembang.

1
Kecukupan gizi berpengaruh pada kesehatan dan kecerdasan anak, maka pengetahuan

dan kemampuan mengelola makanan sehat untuk anak adalah suatu hal yang amat penting.

Jumlah makanan dan banyaknya jenis bahan makanan dalam pola pangan di suatu

negara atau daerah tertentu, biasanya berkembang dari pangan setempat atau dari pangan

yang telah ditanam di tempat tersebut untuk jangka waktu yang panjang. Disamping itu

kelangkaan pangan dan kebiasaan bekerja keluarga berpengaruh pula terhadap pola

pemberian makan.

Para ahli tumbuh dan kembang anak mengatakan bahwa periode 5 (lima) tahun

pertama kehidupan anak sebagai masa keemasan (golden period) atau jendela kesempatan

(window opportunity), atau masa kritis (critical period). Periode lima tahun pertama

kehidupan anak merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan yang paling pesat pada

otak manusia, merupakan masa yang sangat peka bagi otak anak dalam menerima berbagai

masukan dari lingkungan sekitarnya. Pada masa ini otak anak bersifat lebih plastis

dibandingkan dengan otak orang dewasa dalam arti anak balita sangat terbuka dalam

menerima berbagai macam pembelajaran dan pengkayaan baik yang bersifat positif maupun

negatif. Sisi lain yang perlu mendapat perhatian otak balita lebih peka terhadap asupan yang

kurang mendukung pertumbuhan otaknya seperti asupan zat gizi yang tidak adekuat, kurang

stimulasi dan kurang mendapat pelayanan kesehatan yang memadai.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, yang menjadi permasalahan

adalah kebutuhan gizi pada anak usia pra sekolah

1.3 Tujuan penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

2
Untuk mengetahui bagaimana kebutuhan gizi pada anak usia pra sekolah

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mengetahui Pengertian Masa Pra Sekolah

2. Mengetahui kebutuhan nutrisi anak pra sekolah

3. Mengetahui Masalah Gizi pada Anak Pra sekolah

4. Mengetahui Penanggulangan Masalah Gizi Kurang pada Anak Pra Sekolah

5. Mengetahui Syarat-syarat Gizi Seimbang

6. Mengetahui Peran Orang Tua untuk Pemenuhan Nutrisi Anak Pra Sekolah

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagi masyarakat terutama bagi ibu

Dapat meningkatkan kesadaran masyarakat khususnya ibu untuk menambah

pengetahuan tentang gizi sehingga diharapkan dalam menyediakan/mengelola makanan

selalu memperhatikan aspek gizi yang diberikan pada anak prasekolah.

2. Bagi petugas kesehatan

Sebagai bahan referensi bagi para petugas kesehatan dan para kader sehingga mereka

dapat memberikan informasi dan arahan kepada masyarakat khususnya ibu agar

memperhatikan pola makan dan perkembangan status gizi anak prasekolah

3
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Masa Pra Sekolah

Pada saat ini, secara luas diketahui bahwa masa kanak-kanak dibagi dua menjadi dua

periode yang berbeda, dibedakan menjadi masa awal dan akhir masa kanak-kanak. Periode

awal berlangsung dari umur dua tahun sampai enam tahun dan periode akhir dari enam

sampai tiba saatnya anak matang secara seksual. Dengan demikian awal masa kanak-kanak

dimulai sebagai penutup masa bayi, usia dimana ketergantungan secara praktis sudah

dilewati,diganti dengan tumbuhnya kemandirian dan berakhir di sekitar usia masuk sekolah

dasar.

Pada usia pra-sekolah anak menjadi konsumen aktif. Mereka sudah dapat memilih

makanan yang disukainya. Pada usia ini anak mulai bergaul dengan lingkungannya atau

bersekolah playgroup sehingga anak mengalami beberapa perubahan dalam perilaku. Pada

masa ini anak akan mencapai fase gemar memprotes sehingga mereka akan mengatakan

“tidak” terhadap setiap ajakan. Pada masa ini berat badan anak cenderung mengalami

penurunan, akibat dari aktivitas yang mulai banyak dan pemilihan maupun penolakan

terhadap makanan. Diperkirakan pula bahwa anak perempuan relative lebih banyak

mengalami gangguan status gizi bila dibandingkan dengan anak laki-laki.

Lingkungan sekolah dapat membentuk kebiasaan makan bagi anak-anak. Untuk anak

Taman Kanak-kanak, biasanya mereka membawa bekal dari rumah kemudian makan

bersama di kelas. Dalam hal ini kebiasaan dari rumah yang dibawanya. Akan tetapi jika

pulang sekolah, biasanya di luar sudah menunggu para penjual makanan yang menawarkan

4
jajanannya. Sehingga kadang membuat anak merengek ingin dibelikan. Jika kebiasaan

membelikan jajanan pulang sekolah ini diteruskan, akhirnya anak menjadi terbiasa jajan

makanan yang belum tentu baik gizi maupun kebersihannya. Di samping itu permintaan

mereka bukan karena lapar. Nasihat yang baik dan pemberian pengertian di rumah sangat

disarankan bagi para orang tua.

Pada masa ini anak menjadi “egosentris”, semua perhatian orang dewasa harus

tertuju kepadanya. Khususnya menjelang usia lima tahun, anak akan semakin tahu akan

kondisi lingkungan dan sudah pandai menerapkan norma-norma, seperti mencuci tangan

sebelum makan, membaca salam sebelum masuk rumah, mencium tangan orang tuanya dan

banyak lagi norma yang sudah dipahami dan diterapkan dalam kesehariannya.

2.2 Kebutuhan Gizi Anak Pra sekolah

Zat gizi esensial yang kita ketahui selam ini ada enam macam yaitu, karbohidrat,

protein, lemak, air, vitamin dan mineral. Keenam gizi sangat diperlukan oleh tubuh untuk

dapat menjalankan fungsinya secara baik, sehinggga diharapkan dapat terkandung dalam

menu makanan sehari-hari.

Menurut Barker (2002) keenam zat gizi tersebut adalah :

a. Karbohidrat : menghasilkan energi. 1 gram karbohidrat menghasilkan 3.75 kkal.

b. Protein : digunakan untuk pembentukan, pertumbuhan dan perbaikan jaringan tubuh,

dimetabolisme untuk menghasilkan energi. 1 g protein mengasilkan 4.0 kkal.

c. Lemak : merupakan sumber energi, berfungsi sebagai pembawa vitamin larut dalam air

(Vitamin A,D,E,K) mengandung asam lemak esensial yang penting untuk membran sel

dan pemberi rasa sedap pada makanan.

d. Air : sebagai media yang esensial untuk proses metabolisme dan pengeluaran zat sisa

5
e. Vitamin : sebagai ko-faktor dalam aktivitas enzim, sebagai antioksidan untuk mencegah

kerusakan jaringan oleh radikal bebeas, dan mencegah penyakit defisiensi

f. Mineral : pembentuk tulang dan gigi, komponen sistem enzim, untuk fungsi sel saraf,

mempertahakan homeostasis sel

1. Energi

Kebutuhan energi bayi dan anak relaif lebih besar bila dibandingankan dengan

orang dewasa, karena pertumbuhannya yang pesat. Kebutuhan energi sehari anak

pada tahun pertama kurang lebih 100-200 kkl/kg berat badan. Untuk tiap 3 tahun

pertambahan umur kebutuhan energi turun kurang lebih 10 kkal/kg berat bedan

(Almatsier, 2003). Kecukupan energi sehari anak dapat dilihat pada Tabel

Tabel Kecukupan Energi Sehari


untuk Anak Prasekolah Menurut Umur
Kecukupan Gizi (kkal/kg BB)
Golongan Umur
(tahun) Pria Wanita
1-3 100 100
4-6 90 90
Sumber : Widya Karya Nsional Pangan dan Gizi dalam Almatsier (2003)

Pada praktiknya dalam kehidupan sehari-hari, kebutuhan tersebut tidaklah

mutlak sesuai dengan isi dalam Tabel. Penting untuk diingat bahwa asupan

spesifik mungkin saja diperlukan untuk si anak, bisa lebih dari yang dianjurkan

ataupun kurang.

a. Karbohidrat

Dianjurkan 60-70% energi total berasal dari karbohidrat. Pada ASI dan

sebagiam besar susu formula bayi, 40-50% kandungan kalori berasal dari

karbohidrat, terutama laktosa. Salah satu keuntungan adanya laktosa dalam

makanan bayi adalah terjadinya pembentukan flora yang bersifat asam dalam

6
usus besar yang meningkatkan absorpsi kalsium. Konsumsi karbohidrat

terutama sebagai gula murni, yang kemungkinan besar dapat menyebabkan

aterosklerosis di kemudian hari, sehinggga sebaiknya gula hanya diberikan

untuk memberi rasa pada makanan (Almatsier, 2003).

b. Protein

Kebutuhan protein bayi dan anak relatif lebih besar bila dibandingkan dengan

orang dewasa. Angka kebutuhan protein bergantung pula pada mutu protein.

Semakin baik mutu protein, semakin rendah angka kebutuhan protein. Mutu

protein. Mutu protein bergantung pada susunan asam amino yang

membentuknya, terutama asam amino esensial (Almatsier, 2003) Kecukupan

protein yang dianjurkan untuk anak dapat dilihat pada Tabel.

Tabel Kecukupan Protein Sehari Anak Prasekolah Menurut Umur

Golongan Umur (tahun) Kecukupan Protein (g/kg BB)


1-3 2
4-6 1,8
Sumber : Widya Karya Nsional Pangan dan Gizi dalam Almatsier (2003)

Kecepatan pertumbuhan dan kualitas protein yang dimakan memengaruhi

kebutuhan anak akan protein ini. Jika dalam gizi anak kurang kandungan

karbohidrat dan lemak, maka protein akan digunakan untuk energi dari pada

untuk pembentukan jaringan ataupun fungsi lainnya. Berat badan akan

berkurang, dan pertumbuhan akan menurun (Suitor, 1984).

c. Lemak

Kebutuhan lemak tidak dinyatakan dalam angka mutlak. Dianjurkan 15-20%

energi total berasal dari lemak. Disamping itu untuk bayi dan anak dianjurkan

1-2% energi total berasal dari asam esensial (asam linoleat). Asam lemak

7
esensial dibutuhukan untuk pertumbuhan dan untuk memelihara kesehatan

sulit. Saat ini, sudah banyak susu formula yang mengandung asam linoleat

yang berguna untuk membatu pertumbuhan otak.

d. Vitamin dan mineral

Kebutuhan akan vitamin dan mineral cukup tinggi sejalan dengan

pertumbuhan dan perkembangan anak. Tabel di bawah ini merupakan

perkiraan kebutuhan beberapa vitamin dan mineral untuk anak usia 1-6 tahun.

Tabel Kebutuhan Vitamin dan Mineral Anak Usia 1-6 Tahun

Perkiraan kebutuhan
Zat Gizi RDA 1-3 4-6 tahun
Zat Gizi 1-3 tahun 4-6 tahun
Energi (kal) 1300 1800 Biotin (ug) 20 25
Protein (g) 16 24 Klorida (mg) 350 500
Vitamin A (RE) 400 500 Copper(mg) 0.7-1.0 L0-1.5
Vitamin D (ug) 10 10 Mangaan(mg 1.0-15 15-2.0
)
Vitamin E (mg) 6 7 Fuoride (mg) 05-15 1.4-2.5
Vitamin K (ug) 15 20 Kromium 20-80 30-120
(ug)
Vitamin C (mg) 90 45 Sodium (mg) 225 300
Thiamin ( mg) 0.7 0.9 Potassium 1000 1400
(mg)
Riboflavin (mg) 0.8 1.1
Niasin (mg equiv) 9 12
Vitamin B6 (mg) 1.0 1.1
Folat (ug) 50 75
Vitamin B12 (ug) 0.7 1.0
Kalsium (ing) 800 800
Fosfor (mg) 800 800
Magnesium (mg) SO 120
Zat Besi (mg) 10 10
Seng (mg) 10 10
Yodium (ug) 70 90

Sumber : Recommended Dietary Allowances, Foot and Nitrition Board, National

Academy of Sciences Research Council, Washington, D.C. 10th ed. 1989 dalam

Williams (1993)

8
Diet yang bervasiasi cukup menyediakan kebutuhan vitamin dan mineral

yang dibutuhkan (Suitor, 1984). Sekalipun kebutuhan vitamin dan mineral relatif

lebih kecil, tetapi kekurangan zat gizi tersebut dapat berakibat fatal. Seperti kerdil,

kebodohan, dan kecatatan.

e. Air

Menurut Almatsier (2003) air merupakan zat gizi yang sangat penting,

karena :

1. Sebagaian besar tubuh terdiri atas air

2. Kehilangan air melalui kulit dan ginjal pada bayi dan anak lebih besar dari

pada orang dewasa

3. Bayi dan anak akan lebih mudah terserang penyakit yang menyebabkan

kehilangan air dalam jumlah banyak (dehidrasi, terjadi pada mubtah-

muntah dan diare berat)

Tabel kebutuhan air sehari pada anak – anak


Umur Kebutuhan Sehari
(Tahun) (ml/kg/BB/hari)
2-3 115-125
4-5 100-110

2. Perubahan Pola Makan

Dalam penelitian (Lida Khalimatus Sa’diya, 2015), Pola makan pada anak

usia pra sekolah berperan penting dalam proses pertumbuhan pada anak usia pra

sekolah, karena dalam makanan banyak mengandung zat gizi. Zat gizi memiliki

keterkaitan yang erat hubungan dengan kesehatan dan kecerdasan dan juga

tumbuh kembang anak. Jika pola makan tidak tercapai dengan baik pada anak

usia pra sekolah maka masa pertumbuhan akan terganggu. Sehingga dapat

9
menyebabkan tubuh kurus, pendek, bahkan bisa terjadi gizi buruk pada anak usia

prasekolah

Setelah anak berumur 1 tahun perubahan mulai tampak jelas. Mulanya

nafsu mkan anak sangat besar pada tahun pertama ketika pertumbuhan mereka

sangat cepat. Pertumbuhan yang sangat cepat ini memerlukan banyak zat gizi.

Minum susu dari botol mulai berganti menjadi minum dari gelas. Mencoba makan

sendiri tanpa disuapi dan kekacauan yang ditimbulkannya menjadi pengalaman

berharga bagi mereka. Banyak anak usia 1 tahun mulai bergabung bersama

keluarga untuk mkan bersama (Williams, 1993).

Mulai memasuki usia 2 tahun, anak kehilangan selera makan dan mulai

selektif dengan apa yang mereka makan. Perubahan ini dapat dimengerti karena

sejalan dengan pola pertumbuhan anak. Sebagain contoh tinggi badan anak hanya

meningkat sebesar 15% jauah bila dibandingkan dengan pada awal tahun pertama

mereka yang mencapai 50%-nya (Williams, 1993).

Penambahan berat badan hanya mencapai rata-rata 2-3 kg dan

penambahan tinggi badan rata-rata hanya 7,5-10 cm pada usia 2-5 tahun. Dengan

menurunnya kecepatan pertumbuhan, pola makan pun berubah. Walaupun

penurunan nafsu makan ini cukup normal, biasanya orang tua mulai khawatir

dengan hal ini. Kekhawatiran ini akan menimbulkan masalah baru bila orang tua

mulai memaksakan anak untuk makan. Menurunnya nafsu makan pada anak

prasekolah ini seharusnya membuat orang tua lebih tertantang guna tetap

memenuhi kebutuhan gizi si kecil (Robert and Williams), 1993; Wardlaw, 2000).

10
Masa prasekolah justru merupakan waktu yang tepat untuk anak memulai

pola makan dan hidup sehat. Orang tua dan orang dewasa di sekitar mereka dapat

menjadi contoh yang baik. Satu aturan yang mungkin bisa diikuti adalah on bite

rule: anak-anak harus mencoba setidaknya satu gigitan makan di hadapan mereka.

Untuk camilan, orang tua harus dapat memilih beberapa pilihan makanan yang

sehat dan membiarkan anak-anak untuk memilih sendiri salah satunya; tanggung

jawab untuk memilih makanan idealnuya dimulai esejak dini (Wardlaw, 2000).

3. Makanan Anak Prasekolah

Almatsier (2003), membagi makanan anak prasekolah ini menjadi dua

golangan umur, yakni anak umur 1-3 tahun dan umur 4-6 tahun yang pada

dasarnya hanya sedikit sekali perbedaan antara keduanya. Pada umur 1-3 tahun

anak bersifat konsumen pasif. Makananya tergantung pada apa yang disediakan

ibu. Gigi-geligi susu telah tumbuh, tetapi belum dapat digunakan untuk

mengunyah makanan yang terlalu keras. Namun anak hendaknya sudah diarahkan

untuk mengikuti pola makanan orang dewasa. Sedangkan pada umur 4-6 tahun

anak bersifat konsumen aktif, yaitu mereka telah dapat memilih makanan yang

disukai. Kebiasaan memakan makanan yang sehat sudah harus ditanamkan

kepada mereka.

Nafsu makan anak pada masa ini menunjukan variasi dari hari ke hari,

menurut selera individu dan umur anak. Seorang anak yang sehat tidak perlu

dipaksa makan kalau ia belum merasa lapar. Makanan manis, biskuit dan camilan

kurang bergizi lainnya jangan diberikan mengikuti kehendak anak semata; selera

makan anak dapat menurun kalau ia terlalu banyak makan-makanan yang manis.

11
Kuantitas makanan sebaiknya juga disesuaikan dengan selera makan si anak

(Hartono, 2000 dan Barker, 2005).

Perlu diingat bahwa makan juga merupakan suatu kegiatan sosial, anak-

anak meniru orang dewasa dan menikmati duduk dengan anggota keluarga lain

ketika bersantap bersama. Konsumsi susu tidak dianjurkan secara berlebih.

Konsumsi susu sebanyak 500 ml per hari sudah ckup bagi seorang balita untuk

memenuhi kebutuhan akan kalsium, riboflavin, sebagian protein dan seperempat

dari kebutuhan energi (Barker, 2005). Konsumsi susu yang berlebihan cenderung

menghilangkan selera makan anak sehingga anak menolak makanan penting

lainnya. Perlu ditekankan makanan yang beraneka ragam bagi balita, yaitu

susunan makanan yang terdiri atas buah dan sayur, daging, ikan, telur dan lainnya.

Setelah timbul kebiasaan makan pada anak, kesehatan dan kebersihan gigi

kini memerlukan perhatian khusus. Sisa makanan yang mengandung gula dan pati

yang terselip di celah-celah gigi akan menjadi media pertumbuhan bakteri.

Bakteri ini menghasilkan asam yang dapat menimbulkan erosi email gigi. Kue-

kue manis, permen dam coklat sebaiknya tidak diberikan berlebihan sebagai

camilan di luar jam-jam makan (Hartono, 2000).

2.3 Masalah Gizi pada Anak Pra sekolah

Dalam penelitian (J Acharya, 2015), Pengetahuan dan sikap terhadap makanan bergizi

ibu pedesaan dan perkotaan masih miskin di kedua masyarakat. Ibu di kota memiliki

rekomendasi makanan yang lebih baik, sedangkan ibu pedesaan mengalami hambatan besar.

Daging, ikan, telur dan produk susu tidak diberikan kepada anak-anak karena pengaruh

budaya. Ibu dari kedua komunitas memiliki iman yang tinggi dalam penyembuh spiritual.

12
Sekitar 20% ibu masih percaya bahwa makan makanan bergizi selama periode penyakit

menyebabkan bahaya. Penelitian ini menemukan bahwa orang masyarakat memiliki

pegangan yang kuat pada keyakinan tentang makanan sehat dalam masyarakat seperti tidak

murni dan murni, dingin, panas dan netral, merugikan atau menguntungkan atau kuratif.

Berikut keyakinan sangat tertanam dalam masyarakat yang ''jika seorang wanita hamil makan

lebih dia akan memiliki bayi yang lebih besar yang dapat menyebabkan masalah selama

persalinan''.

Wardlaw (2000) menegaskan bahwa indonesia masih menghadapi 4 masalah gizi

utama yaitu: Kurang Energi Protein (KEP) dan Kurang Vitamin A pada balita, Gangguan

Akibat Kekurangan lodium dan Anemia. Rinciannya sebagai berikut:

a. Prevalensi Gizi Kurang (berat badan menurut umur) 29.5% tahun 1998 menjadi 27.5%

pada tahun 2003

b. Prevalensi Gizi buruk sebesar 7.5% pada tahun 2000 menjadi 8.3% pada tahun 2003

c. Prevalensi Kurang Vitamin A subklinis pada balita (serum retinol < 20 ug/dl darah) 50%

pada tahun 2012

d. Defisiensi Vitamin A subklinis pada balita sebesar 9.000.000 anak

e. Prevalensi GAKY sebesar 9.8% pada tahun 1998 menjadi 11.1% pada tahun 2003

f. Prevalensi anemia pada balita 40.5% pada tahun 1995 menjadi 47.0% pada tahun 2001

g. Gizi lebih, yakni untuk balita sebesar 3.3% pada tahun 2000 menjadi 2.5% pada tahun

2003

1. Masalah Gizi Kurang

a. Kurang Kalori Protein (KKP)

13
Kurang Kalori protein (KKP) masih merupakan masalah utama di indonesia,

mengingat angka prevalensi KKP terutama pada anak balita masih cukup tinggi.

Depkes RI mencatat, tahu 2006 ini sudah ada 43 balita yang meninggal dunia karena

kasus gizi buruk. Total balita kurang gizi mencapai 35.573 dan gizi buruk mencapai

7.193 anak.

Ditinjau dari segi umur, anak prasekolah merupakan anak yang sedang dalam

masa tumbuh kembang merupakan golongan yang paling rawan terhadap KKP.

Kerawanan terhadap kekurangan gizi pada anak disebabkan oleh beberapa faktor

antara lain :

1. Kebutuhan gizi anak lebih besar dibanding orang dewasa, anak memerlukan zat

gizi untuk pemeliharaan juga pertumbuhan mereka

2. Kemampuan saluran cerna anak yang tidak sesuai dengan jumlah volume

makanan yang mepunyai kandungan gizi dibutuhkan anak

3. Segera setelah anak dapat berjalan sendiri tanpa bantuan orang lain, mereka akan

lebih sering kontak dengan orang sekitar, sehingga memudahkan untuk terkena

penyakit infeksi terutama bagi anak yang daya tahan tubuhnya lemah

4. Dari segi sosial budaya, sebagian besar masyarakat di indonesia masih

mengutamakan jenis pilihan makanan yang terbaik cenderung diberikan kepada

anggota keluarga yang mempunyai nilai produktif, terutama ayah sebagai kepala

anggota keluarga yang mempunyai nilai produktif, terutama ayah sebagai kepala

keluarga dan yang mencari nafkah, sehingga anak tidak mendapatkan yang terbaik

(Hartono, 2000).

14
Penentuan status gizi pada anak balita dipantau melalui kegiatan penimbangan di

posyandu, atau melalui survey khusus untuk memonitoring status gizi anak. Cara

mengukur status anak adalah mengukur berat badan anak lalu dibandingkan dengan

umur anak, penilaiannya melalui grfik yang ada di KMS (Kartu Menuju Sehat),

adalah merupukan cara pengukuran yang sangat sederhana, sehingga dapat dilakukan

oleh masayarakat sendiri, terutama para kader kesehatan yang ada di posyandu

(Hartono, 2000).

Menurut Hartono (2002) ada interaksi antara gizi, kekebalan tubuh dan infeksi.

Infeksi memperburuk status gizi dan sebaliknya gangguan gizi memperburuk

kemampuan anak untuk mengatasi infeksi, karena gizi kurang menghambat reaksi

pembentukan kekebalan tubuh, sehinggga anak yang gizinya buruk lebih cenderung

terkena infeksi.

KKP merupakan akibat dari interaksi antara berbagai faktor, tetapi yang paling

utama adalah akibat konsumsi makanan yang kurang memadai, baik kuantitas

maupun kulitas, dan adanya penyakit infeksi yang sering diderita antara lain campak,

diare, infeksi saluran pernafasan akut, cacingan, dan lain-lain (Hartono, 2002). Pada

umumnya KKP lebih banyak terdapat di daerah pedesaan dari pada di daerah

perkotaan. Disamping kemiskinan, faktor lain yang berpengaruh adalah kurangnya

pengetahuan masayarakat tentang makanan pendaping ASI (MP-ASI) dan atau

pemberian makanan sesudah bayi disapih serta tentang pemeliharaan lingkungan

yang sehat (Almatsier, 2003).

b. Kekurangan Vitamin A

15
Vitamin A, selain perannya sebagai komponen rhodopsin dalam retina yang

berfungsi untuk melihat, juga berfungsi dalam pemeliharaan sel-sel epitel,

pertumbuhan, metabolisme dan reproduksi (Hartono, 2000). Kekurangan Vitamin A di

indonesia masih merupakan salah satu masalah gizi utama. Menurut Azwar (2004),

sekitar 10 juta anak dibawah usia 5 tahun (balita) berisiko kurang vitamin A (KVA sub-

klinis) dari jumlah populasi target sebesar 20 juta balita, 60 ribu di antaranya disertai

bercak bitot yang terancam buta. Selain itu pada beberapa provinsi di indonesia telah

ditemukan kasus-kasus baru KVA yang terjadi pada anak penderita gizi buruk.

Kekurangan vitamin A selain bermanifestasi sebagai xerophtalmia (mata kering)

dan kebutaan, erat hubungannya dengan malnutrisi, diare, campak dan infeksi saluran

pernafasan. Kejadian xerophtalmia di indonesia sering bersamaan dengan

Kwashiorkor (anak dengan status gizi buruk). Di indonesia xerophtalmia paling sering

dijumpai pada anak-anak kelompok umur 2-4 tahun, dan jarang terdapat pada usia di

atas 8-9 tahun (Hartono, 2000).

Dari berbagai kajian ilmiah menunjukkan, KVA di kalangan anak balita akan

meningkatkan kesakitan dan kematian yaitu anak mudah terkena penyakit infeksi

seperti diare, radang paru-paru, pneumonia dan akhirnya kematian. Dampak lainnya

yang sangat serius adalah buta senja dan tanda-tanda lain dari xeropthalmia termasuk

kerusakan kornea (keratomalasia) dan kebutaan. Penyebab masalah KVA adalah

kemiskinan dan kurangnya pengetahuan tentang gizi (Almastsier, 2002). Dalam upaya

penyediaan vitamin A yang cukup untuk tubuh ditempuh kebijaksanaan sebagai

berikut:

1. Peningkatan konsumsi sumber vitamin A alami

16
2. Fortifikasi vitamin A pada bahan makanan

3. Distribusi vitamin A dosis tinggi secara berkala

Untuk menanggulangi insdensi KVA di indonesia khususnya balita (6-59 bulan),

Depkes RI telah bekerja sama dengan “Yayasan Heller Keller Internasional” dengan

pemberian kapsul vitamin A dosis tinggi. Program penanggulangan vitamin A di

indonesia telah dilaksanakan sejak tahun 1995 dengan suplementasi kapsul vitamin A

dosis tinggi, untuk mencegah masalah kebutaan karena kurang vitamin A, dan untuk

meningkatkan daya tahan tubuh. Pemberian kapsul vitamin A menunjang penurunan

angka kesakitan dan angka kematian anak (30-50%).

Pemberian dilakukan 2 kali pada setiap tahun. Pada balita diberikan pada bulan

februari dan agustus dan pada ibu nifas (segera< 30 hari setalah melahirkan). Untuk

pengobatan, pemberian kapsul vitamin A dosis tinggi diberikan kepada bayi dan balita

penderita xeropthalmia, campak, pneumonia, diare, gizi buruk dan infeksi lain

sebanyak 1 kapsul dengan dosis sesuai umur. Sedangkan pada bayi dan balita

penderita xeropthalmia seperti bercat bito, mata keruh atau kering, diberikan vitamin A

dengan dosis sesuai umur sebagai berikut : hari 1:1 kapsul, hari 2:1 kapsul, dan 4

minggu berikutnya 1 kapsul. Bila di suatu desa terdapat KLB campak, seluruh bayi

dan balita di desa tersebut diberi sesuai dosis yang dianjurkan tidak akan menyebabkan

hypervitaminosis (Indonesia Nutrition Network, 2006).

Kemungkinan munculnya kembali masalah KVA sebagai masalah kesehatan

masayarat tetap perlu diwaspadai, karena pada tahap sub-klinik KVA masih

merupakan masalah kesehatan di indonesia. Sebanyak 50% anak balita masih

17
menunjukkan kadar serum vitamin A yang rendah, yaitu kurang dari 20 ug/dl (Diit

BGM Depkes, 2000 dalam Almatsier, 2003).

c. Anemia Gizi Besi

Anemia gizi merupakan masalah gizi utama indonesia. Hasil penelitian di

indonesia sesudah tahun 1980 menunjukkan bahwa prevalensi anemia pada anak

prasekolah berkisar antara 30-40%. Anemia gizi dalam hal ini adalah anemia gizi besi.

Fungsi zat besi sebagai pigmen pengangkut oksigen dalam darah. Sementara oksigen

diperlukan untuk fungsi normal seluruh tubuh. Apabila darah kekurangan oksigen

maka fungsi sel-sel di seluruh tubuh bisa terganggu.

Tanda-tanda anemia antara lain kulit pucat, rasa lelah, nafas pendek, kuku mudah

pecah, kurang selera makan, dan sakit kepala sebelah depan. Namun, terkadang tidak

ada keluhan bila pasien mengalami anemia ringan (Depkes RI, 2004). Untuk

memastikan diagnosis anemia perlu pemeriksaan laboratorium untuk mengukur kadar

Hb dan Ht. Pada anak prasekolah dikatakan anemia bila kadar Hb < 11 gram % dan

Kadar Ht < 34 %.

Anemia gizi besi ini biasanya dialami oleh anak usia 6 bulan - 2 tahun, yang

menyebabkan menurunnya stamina dan kemampuan untuk belajar, karena suplai

oksigen sel-sel menurun. Efek lain adalah menurunnya kekebalan tubuh terhadap

penyakit. Almastsier (2003) juga menyatakan bahwa anemia gizi besi menyebabkan

penurunan kemampuan fisik, penurunan kemampuan berfikir dan penurunan antibodi

sehingga mudah terserang infeksi. Penanggulangannya dilakukan melalui pemberian

tablet atau sirup besi kepada kelompok sasaran.

18
Menurut Hartono (2000) dan Almatsier (2000) penyebab terjadinya anemia gizi

antara lain :

1. Menu sehari-hari kurang mengandung zat besi. Hal ini sering terjadi karena

kurangnya daya beli masyarakat untuk mengonsumsi mskanan sumber zat besi,

karena ketersediaannya banyak berasal dari unsur hewani

2. Penyerapan zat besi di dlam usus kurang baik (terganggu)

3. Infeksi parasit atau infeksi lain

4. Kemampuan menampung zat besi menurun, atau kebutuhan zat besi meningkat

Zat besi bersumber pada makanan bergizi seperti daging merah terutama hati,

kuning telur, ikan, ayam, kacang tanah, daun katuk, bayam, serta roti gandum. Namun

sering kali asupan zat gizi ini berkurang karena adanya makanan yang bisa

menghambat penyerapan zat besi di dalam tubuh, seperti konsumsi teh. Upaya

pencegahan dan penanggulangan anemia gizi (terutama zat besi), dikaitkan dengan

kegiatan UPGK (Usaha Perbaikan Gizi Keluarga) yaitu dalam bentuk pemberian tablet

atau sirup besi kepada kelompok sasaran melalui Puskesmas ataupun Posyandu.

Kegiatan lain berupa penggalangan pengunaan bahan pagan alami sumber zat besi,

yang dilaksakan lewat kegiatan penyuluhan gizi (Hartono, 2000 : Almatsier, 2003).

d. Gangguan Akibat Kerurangan Lodium (GAKI)

Kekurangan iodium terutama terjadi di daerah pegunungan, akibat tanah kurang

mengandung iodium. Daerah GAKI merentang sepanjang Bukit Barisan di Sumatera,

daerah pegunungan di Jawa, Bali, NTB, NTT, Kalimatan, Sulawesi, Maluku, dan Irian

endemik. Penanggulangan masalah GAKI secara khusus dilakukan melalui pemberian

kapsul minyak beriodium/iodized oil capsule kepada wanita usia subur adan anak

19
sekolah dasar di daerah endemik. Secara umum pencegahan GAKI dilakukan melalui

iodisasi garam dapur. GAKI menyebabkan pembesaran kelenjar gondok (tiroid). Pada

anak-anak ini akan berupa keadaan tubuh yang cebol, dungu, terbelakang atau bodoh.

2. Masalah Gizi Lebih

Masalah ini baru muncul pada awal tahun 1990-an. Pola makan tradisional yang

tadinya tinggi karbohidrat, tinggi serat kasar dan rendah lemak berubah ke pola makan

baru yang rendah karbohidrat, rendah serat kasar dan tinggi lemak sehingga menggeser

mutu makanan ke arah tidak sembang (Almatsier, 2003).

Menurut Drektorat Bina Gizi Masyarakat (BGM) Depkes (1999) dalam Almatsier

(2002) hasil data antopometri anak balita (BB/U) yang dikumpulkan melalui Susenas

dan dianalisis oleh Direktorat BGM Depkes menunjukan bahwa dalam 10 tahun yaitu

dari tahun 1989-1999 prevalensi gizi lebih pada balita meningkat dari 0,77% hingga

4,48%. Depkes juga menemukan adanya peningkatan gizi pada balita sebesar 3,3% pada

tahun 2000 menjadi 2,5% pada tahun 2003 (Depkes RI, 2005).

3. Masalah Lain Terkait Gizi

a. Konstipasi

Meskipun konstipasi mungkin saja berhubungan denan penyakit, kanak-kanak

dapat mengalami konstipasi yang sama sekali tidak berhubungan dengan kondisi

medis (penyakit). Bila berhadapan dengan anak yang mengalami konstipasi, seorang

dokter pertama kali harus menyingkirkan sebab medis, seperti sumbatan usus.

Pengobatan awal biasanya termasuk mengeluarkan sisa makanan (kotoran) di usu

dengan enema, selanjutnya diberikan pencahar sesuai petunjuk dokter. Diperlukan

intervensi suportif yang cukup lama guna efektivitas pengobatan (Wardlaw, 2000).

20
Intervensi gizi, dalam hal ini adalah makan makanan yang banyak mengandung

serat da minum banyak air. Jenis makanan yang mengandung banyak serat adalah

buah-buahan, sayuran, roti, gandum, sereal, dan kacang-kacangan. Minum l5 gelas

air per hari sangat dianjurkan untuk toddler dan sembilan gelas per hari untuk usia di

atas (Wardlaw, 2000).

b. Karies Gigi

Satu dari lima anak usia 2-4 tahun mengalami kerusakan pada gigi susu ataupun

gigi tetap. Penyebab dari kerusakan gigi ini adalah kebiasaan memakai botol gigi

tetap. Penyebab utama dari kerusakan gigi ini adalah kebiasaan memakai botol susu

atau jus saat menjelang tidur. Kontak yang lama antara gigi dengan susu ataupun jus

ini menyebabkan baby-bottle decay (kerusakan gigi karena botol susu). Gigi bagian

depanlah yang biasanya terkena, tempat di mana cairan berkumpul pada saat mereka

mulai tertidur sewaktu meminumnuya. Kanak-kanak dengan bay-bottle tooth decay

mempunyai risiko karies pada gigi tetpa mereka kelak.

Pola makan yang baik menurunkan risiko karies gigi pada kanak-kanak. Pada

mulanya bayi dikatakan rentan terhadap sindroma botol susu (nursing bottle

syndrome), sehinggga dapat mengakibatkan kerusakan gigi yang parah. Berikut

bebera tips yang dapat membantu mengurangi masalah gigi pada anak (Wardlaw,

2000).

1. Mulailah menjadi kebersihan mulut ketika gigi mulai tumbuh

2. Berkunjung ke dokter gigi untuk perawatan gigi

3. Minum air yang sudah mengandung flourida

4. Sikat gigi menggunakan pasta gigi dengan flourida

21
5. Batasi camilan yang manis-manis

6. Bila kanak-kanak senang mengunyah permen karet, pilihlah yang bebas gula

karena terbukti menunrunkan insiden karies gigi

c. Pika

Pika adalah keadaan yang menyebabkan anak memakan sesuatu yang

sebenarnya tidak boleh dimakan. Penyebabnya belum diketahui, namun sepertinya

hal ini biasa terjadi pada golonga masayarakat dengan sosial-ekonomi rendah.

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa anak dengan pika mengalami anemia gizi

besi. Misalnya ada anak yang lebih suka makan beras dari pada nasi atau yang lebih

tidak masuk akal, ada anak yang bila tidak memakan obat nyamuk bakar, dia malah

menjadi pusing.

2.4 Penanggulangan Masalah Gizi Kurang pada Anak Pra Sekolah

Kegiatan upaya gizi kurang dilaksanakan dengan memantapkan UPKG (usaha

Perbaikan Gizi Keluarga) dalam bentuk penyuluhan gizi masyarakat, peningkatan

pemanfaatan tanaman, pelayanan gizi untuk ibu dan anak di posyandu, dan dalam bentuk

kegiatan lainnya di masyarakat yang bersifat lintas sektoral dan terpadu (Hartono, 2000 dan

Almatsier, 2003).

Almatsier (2003), menegaskan bahwa upaya penanggulangan maslah gizi kurang

yang dilakukan secara terpadu antara lain :

1. Upaya pemenuhan persediaan pangan nasional terutama melalui peningkatan priduksi

beraneka ragam pangan.

2. Peningkatan usaha perbaikan gizi keluarga (UPGK) yang diarahkan pada pembedayaan

keluarga untuk meningkatkan ketahanan pangan tingkat rumah tangga

22
3. Peningkatan upaya pelayanan gizi terpadu dan sistem rujukan dimulai dari tingkat

posyandu, Puskesmas hingga Rumah Sakit

4. Peningkatan upaya keamanan pangan dan gizi melalui Sistem Kewaspadaan Pangan dan

Gizi (SKPG)

5. Peningkatan komunikasi, informasi, dan edukasi di bidang pagan dan gizi masyarakat

6. Peningkatan teknologi pangan untuk mengembangan berbagai produk pangan yang

bermutu dan terjangkau oleh masyarakat luas

7. Intervensi langsung kepada sasaran melalui pemberian makanan tambahan, distribusi

kapsul vitamin A dosis tinggi, tablet dan sirup besi serta kaspul minyak beriodium

8. Peningkatan kesehatan lingkungan

9. Upaya fortifikasi bahan pagan dengan vitamin A, iodium dan zat besi

10. Upaya pengawasan makanan dan minuman

11. Upaya penelitian dan pengembangan pangan dan gizi

Menurut Azwar (2000) dalam Almatsier (2003), melalui Inpres No 8 tahun 1999 telah

dicanangkan Gerakan Nasional Penanggulangan Masalah Pangan dan Gizi, yang diarahkan

pada pemberdayaan keluarga untuk meningkatkan ketahanan pangan tingat rumah tangga,

yang meliputi :

1. Pembedayaan masayarat untuk meningkatkan cakupan, kualitas pencegahan dan

penanggulangan masalah pangan dan gizi di masyarakat

2. Pemantapan kerja sama lintas sektoral dalam pemantauan dan penanggulangan masalah

gizi melalui SKPG

3. Peningkatan cakupan dan mutu pelayanan kesehatan

23
Orang tua yang bijaksana akan secara berkala memerhatikan makanan anak-anak

mereka agar dapat mengoreksi kekurangan gizi yang mungkin timbul, atau bahkan mampu

mengatasi masalah makan pada anak mereka. Walau terkadang bantuan dari luar tetap

diperlukan untuk mengatasi berbagai masalah yang mungkin terjadi dalam keluarga.

Semua upaya ini bertujuan untuk memperoleh perbaikan pola konsumsi pangan

masyarakat yang beraneka ragam, dan seimbang dalam mutu gizi (Hartono, 2000; Almatsier,

2003). Untuk masalah gizi lebih penanggulangan adalah dengan menyeimbangkan masukan

dan keluaran energi memalui pengurangan makan dan penambahan kegiatan fisik atau

olahraga. Di samping itu, diperlukan peningkatan teknologi pengolahan makanan tradisional

Indonesia siap santap, sehingga makanan tradisonal yang lebih sehat ini disajikan dengan

cara-cara menarik dan kemasaan yang dapat menyyaingi cara penyajian den kemaan

makanan baerat (Almatsier, 2003).

2.5 Syarat-syarat Gizi Seimbang

Gizi Seimbang merupakan keadaan yang menjamin tubuh memperoleh maknan yang

cukup mengandung semua zat gizi dalam jumlah ynag dibutuhkan. Gizi lengkap dan

seimbang harus mengandung :

a. Bahan makanan sumber tenaga yang berfungsi untuk beraktifitas. Contoh : beras, roti,

kentang, mie.

b. Bahan makanan sumber zat pembangun, berfungsi untuk pembentukan, pertumbuhan dan

pemeliharaan sel tubuh. Contoh : daging, ikan, telur (protein hewani) tempe, tahu (protein

nabati)

24
c. Bahan makanan sumber zat pengatur berfungsi untuk mengatur proses metabolisme.

Contoh : sayuran : buncis, bayam, wortel, tomat. buah-buahan : pisang pepaya, jeruk,

apel

d. Kebutuhan kolotinya adalah 85 kkal/kgBB

2.6 Peran Orang Tua

1. Peran orang tua terhadap kebiasaan makan pada anak usia pra sekolah :

a. Pada usia ini, anak-anak masih rentan terhadap gangguan penyakit gizi dan infeksi

b. Sehingga pemberian makanan yang bergizi tetap menjadi perhatian orang tua, para

pembimbing dan pendidik di sekolah

c. Pendidikan tentang nilai gizi makanan, tidak ada salahnya mulai diajarkan pada

mereka

1) Masa ini merupakan saat yang tepat untuk menganjurkan yang baik-baik pada ana

2) Kerena periode ini anak sudah dapat meningkat sesuatu yang dilihat dan didengar

dari orang tua dan lingkungan sekitarnya

3) Sehingga akhirnya anak dapat memilih menyukai makanan yang bergizi

d. Cara mengatasi kesulitan makan :

1) Berikan makan pada saat anak tidak lelah

2) Porsi disesuaikan dengan kebutuhan anak, kecil tapi sering

3) Jadwal disesuaikan

4) Tunggu anak lapar

5) Beri kasih sayang

6) Variasikan makanan

7) Berikan bersama makanan kesukaannya

25
8) Ajak makan dengan keluarga

9) Berikan makan sambil bermain

10) Biarkan anak belajar makan sendiri

11) Tempatkan makanan pada wadah yang menarik

12) Berikan pujian bila anak menghabiskan porsinya

13) Berikan sugesti bahwa makanan yang diberikan enak

14) Ibu harus rileks

15) Merayu anak untuk makan- makanan yang sudah disediakan

e. Tips Memberikan Makanan pada Anak Prasekolah

1) Tetap memberikan susu:

a. Anak perlu minum susu 2-3 cangkir susu sehari

b. Susu memberikan kalsium dan pospor yang penting untuk menguatkan tulang

dan gigi

2) Menciptakan makanan yang diinginkan :

a. Melibatkan anak dalam memilih makanan dan merencanakan menu

b. Ajaklah dia ke pasar/swalayan dan terangkan mengenai fungsi dari jenis

makanan yang berbeda

c. Ceritakan kepadanya bahwa makan telur bisa menjadikan otot kuat dan mkan

telur bisa menjadikan otot kuat dan makan wortel bisa menjadikan mata sehat

untuk melihat

d. Kesemua informasi ini akan membatu anak untuk memahami mengapa

orangtua memberikan makanan ini

3) Menyiapkan makanan yang menarik :

26
a. Di samping aneka dan sajian makanan, penting juga untuk minat dan

perhatian anak

b. Memotong sayur-sayuran dalam bentuk yang menarik

c. Anak diberikan sayur dengan warna dan bentuk yang berbeda seperti wortel,

buncis, bayam, jagung

d. Selain itu atur buah-buahan dalam bentuk yang menarik karena anak akan

lebih berselera untuk menikmati rasa buah tersebut

e. Yang tidak kalah penting adalah jagan mencampur makanan ke dalam satu

mangkok

f. Pisahkan jenis makanan yang berbeda dengan mempergunakan piring yang

berbeda

4) Menghindari anak makan yang berlebihan

a. Kegemukan pada anak-anak merupakan suatu kekuatran

b. Anak yang kegemukan bisa mempunyai problema kesehatan dalam kehidupan

di kemudian hari

c. Untuk mencegah anak kegemukan orang bisa membantu dengan membentuk

kebiasaan makan- makanan yang baik ketika masih muda

d. Misalnya hindari menggunakan makanan sebagai bentuk hadiah atau bujukan,

memberi makanan kecil yang menyehatkan serta jangan makan yang

berlebihan

5) Memberikan makanan kecil yang sesuai :

27
1. Anak usia prasekolah karena dengan ukuran tubuhnya dan selera kecil sangat

baik dengan pemberian makanan yang tidak terlalu banyak, yang diberikan

empat-enam kali sehari

2. Oleh karena itu makanan kecil sama pentingnya dengan makanan pokok

dalam memenuhi kebutuhan nutrisi anak selama sehari

3. Makanan kecil yang baik seperti sop kacang merah, kue yang berisi daging,

buah-buahan segar, susu, jus buah, susu kedelai, roti, singkong rebus, ubi

rebus

6) Tujuh Tips Sederhana (Jurnal Penelitian Laura Bellows and Jennifer Anderson,

2006) yang meliputi:

1. Membuat makanan menyenangkan

2. Jauhkan menawarkan makanan baru

3. Jadilah teladan yang baik dengan makan makanan baru dengan anak-anak

4. Biarkan anak-anak memilih makanan baru

5. Bantuan anak-anak belajar tentang makanan baru

6. Cobalah menawarkan satu makanan baru pada satu waktu

7. Hindari memaksa anak-anak untuk mencoba makanan baru

28
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Penatalaksanaan gizi pada anak usia pra sekolah menjadi sangat penting untuk tujuan

mendukung proses tumbuh-kembang yang optimal dan mampu meminimalisasi kondisi,

patologis yang muncul disebabkan oleh malnutrisi atau kekurangan gizi.


Kebutuhan akan zat gizi yang seimbang bagi anak usia pra sekolah harus tetap

dipenuhi melalui penerapan pola makan yang sehat. Kebiasaan untuk mengkonsumsi

makanan dan minuman ringat harus dibatasi kalau belum dapat dihilangkan. Ada banyak

anak usia pra sekolah mengalami defisiensi zat gizi tertentu yang berakibatkan fatal bagi

proses tumbuh dan kembangnya. Kasus anemia gizi besi, karies, obesitas, dan kekurangan

gizi masih menjadi masalah kesehatan bagi anak prasekolah.


Sangat diperlukan pengetahuan dan keterampilan khusus bagi orang tua untuk

mendidik dan membiasakan anak usia pra sekolah memiliki pola makan yang sehat.

Kesulitan mengonsumsi sayuran, susu dan makanan bergizi lainnya harus diubah dengan

segera. Kebiasaan ngemil, menyenangi makanan siap saji dengan enggan mengonsumsi

sayuran dan susu akan menjadi masalah besar bagi anak di kemudian hari. Peran tenaga

kesehatan sangat diperlukan untuk memenuhi kebutuhan gizi pada anak pra sekolah yang erat

hubungan dengan kesehatan dan kecerdasan dan juga tumbuh kembang anak. Mengingat juga

pengetahuan dan sikap terhadap makanan bergizi ibu pedesaan dan perkotaan masih miskin

di kedua masyarakat. Ibu di kota memiliki rekomendasi makanan yang lebih baik, sedangkan

ibu pedesaan mengalami hambatan besar. Ini menjadi suatu tantangan penting bagi tenaga

kesehatan untuk mengubah pola pikir masyarakat mengenai makanan yang sehat dan gizi

yang diperlukan untuk anak pra sekolah.


3.2 Saran
1. Bagi Orang Tua

29
Disarankan bagi orang tua yang mempunyai anak usia pra sekolah lebih dapat

memperhatikan pola makan anaknya untuk memenuhi kebutuhan zat gizi yang seimbang.

Orang tua juga disarankan untuk lebih terampil dalam menyiapkan makanan untuk anak

yang kesulitan mengonsumsi sayuran, susu dan makanan bergizi lainnya agar anak dapat

menghindari kebiasaan ngemil makanan siap saji yang berisiko buruk untuk kesehatan

pertumbuhan dan perkembangan anak di masa yang akan datang.


2. Bagi Tenaga Kesehatan
Disarankan bagi tenaga kesehatan dapat membantu orang tua dalam memberikan asuhan

pada anak usia pra sekolah dalam memenuhi kebutuhan gizi yang seimbang. Dan juga

mengubah pola pikir orang tua yang masih belum sadar akan pentingnya makanan sehat

dan bergizi yang diperlukan untuk anak pra sekolah.

30
DAFTAR PUSTAKA

Acharya, J. 2015. Study on Nutritional Problems in Preschool Aged Children of Kaski

District of Nepal. Faculty of Health & Social Sciences, Bournemouth University,

Bournemouth, UK (Jurnal Internasional)

Badriah, Laelatul Dewi. 2011. Gizi dalam Kesehatan Reproduksi. Bandung: PT Refika

Aditama

Bellows, Laura and Anderson, Jennifer. 2006. Encouraging Preschoolers to Try New Foods

(Jurnal Internasional)

Harinda, Loraine. 2012. Proporsi Dan Status Gizi Pada Anak Prasekolah Dengan Kesulitan

Makan Di Semarang (Jurnal)

Maryunani, Anik. 2014. Asuhan Neonatus, Bayi, Balita dan Anak Pra sekolah. Jakarta: In

Media

Okoroigwe, Florence Chizoba and Okeke, Elizabeth Chinwe. 2009. Nutritional status of

preschool children aged 2 - 5 years in Aguata L.G.A of Anambra State, Nigeria

(Jurnal Internasional)

Sa’diya, Lida Khalimatus. 2015. Hubungan Pola Makan dengan Status Gizi Anak Pra

Sekolah di Paud Tunas Mulia Claket Kecamatan Pacet Mojokerto (Jurnal)

aniromaningsih.blogspot.com/2015/04/program-balita-dan-anak-pra-sekolah.html

Anda mungkin juga menyukai