Agar mampu memahami dengan baik makna dari banjir, (Yulaelawati, 2008)
memberikan gambaran mengenai derah penguasaan sungai. Di dalam suatu
ekosistem sungai terdapat bagian-bagian yang tidak terpisahkan satu dengan yang
lainnya, yanki palung sungai yang selalu tergenang oleh air sungai, dataran banjir
yang akan tergenang apabila sungai meluap, dan bantaran sungai. Gambar 1.1
akan mendiskripsikan bagian-bagian yang telah disebutkan diatas
Bantaran sungai adalah lahan pada kedua sisi sepanjang palung sungai
dihitung dari tepi sungai sampai dengan kaki tanggul sebelah dalam. Fungsi dari
bantaran sungai adalah sebagai tempat mengalirnya sebagian debit sungai pada
saat banjir. Jadi, secara alami bantaran sungai akan tergenang oleh aliran sungai
saat banjir tiba. Oleh karenanya, dilarang mendirikan hunian atau sebagai tempat
membuang sampah pada daerah ini. Sementara, garis sempadan sungai (GS)
adalah garis batas luar pengamanan sungai.
a. Banjir Kilat
Banjir kilat adalah banjir yang terjadi hanya dalam waktu delapan
jam setelah hujan lebat mulai turun. Biasanya jenis banjir ini sering
dihubungkan dengan banyaknya awan kumulus, kilat dan petir yang keras,
badai tropis atau cuaca dingin.Umumnya banjir kilat diakibatkan oleh
meluapnya air hujan yang sangat deras. Namun, selain hal tersebut juga
dapat disebabkan oleh faktor lain, seperti: bendungan yang gagal menahan
debit air yang meningkat, es yang tiba-tiba meleleh, dan berbagai
perubahan besar dibagian hulu sungai.
c. Banjir Pantai
Banjir pantai biasanya dikaitkan dengan terjadinya badai tropis.
Banjir yang membawa bencana dari luapan air hujan sering bertambah
parah karena badai yang dipicu angin kencang di sepanjang pantai. Hal ini
mengakibatkan air garam akan membanjiri daratan karena dampak
perpaduan gelombang pasang.
Pada gambar 2.1 (a), 2.1 (b), dan 2.1 (c) berikut, akan ditunjukkan ilustrasi
dari ketiga jenis banjir yang telah disebutkan diatas, berikut merupakan ilustrasi
dari banjir kilat, banjir luapan, dan banjir pantai:
Gambar 2.1 (a) Banjir Kilat, (b) Banjir luapan sungai (c) Banjir pantai
Gambar 2.1 (a) merupakan peristiwa banjir kilat yang terjadi di Malaysia
pada tahun 2007 silam yang diambil dari citizen journalism (cy.my). Sementara,
gambar 2.1 (b) diambil dari warta (viva.news.com) yang memberitakan peristiwa
meluapnya sungai Bengawan Solo pada tahun 2009 dan setidaknya menggenangi
7 kabupaten di Jawa Tengah dan Jawa Timur yang terlewati oleh aliran sungai
tersebut. Terakhir, pada gambar 2.1 (c) merupakan gambaran dari mulai surutnya
banjir air laut yang terjadi di pinggiran pantai kota Bandar Lampung diambil dari
warta (lampung. Antaranews.com).
Selain ketiga jenis banjir yang telah disebutkan diatas, salah satu banjir yang
sering terjadi di Indonesia adalah Banjir Bandang. Banjir bandang (flash flood)
adakah penggenangan akibat limpasan keluar alur sungai karena debit sungai yang
membesar tiba-tiba melampaui kapasitas aliran, terjadi dengan cepat melanda
daeraah-daerah rendah permukaan bumi, di lembah sungai-sungai dan cekungan-
cekungan dan biasanya membawa material sampah (debris) dalam alirannya. Banjir
bandang bisa berlangsung cepat (biasanya kurag dari enam jam) dan mempunyai
tinggi permukaan gelombang banjir berkisar 3 hingga 6 meter dengan membawa
material sampah hasil dari sapuannya di sepanjang lajurnya (Mulyanto, 2012).
(Daryono, 2012)
Secara umum, faktor terjadinya bencana banjir sama seperti terjadinya bencana
pada umumnya. Bencana dapat dibagi menjadi dua buah faktor, yakni bencana akibat
faktor alam sendiri, dan bencana akibat ulah manusia. Bencana akibat alam
disebabkan oleh adanya fenomena alam yang dikenal sebagai bencana alam. Akan
tetapi, pada faktanya, manusia tetap berkontribusi paling besar dengan terjadinya
bencana alam yang sering terjadi saat ini.
Sementara itu, bencana akibat ulah tangan manusia diakibatkan oleh adanya
ulah manusia yang membuat perubahan situasi alam yang ada saat ini. Salah satu
contohnya adalah pemenuhan kebutuhan hidup manusia. Pemenuhan kebutuhan
hidup manusia ini bermacam-macam bentuknya, mulai dari melakukan
penebangan hutan secara liar, mendirikan pemukiman di daerah bantaran sungai,
perusakan kawasan hutan mangrove di daerah tepian pantai, dan menjadikan
aliran sungai sebagai tempat pembuangan sampah (Sundar, 2007).
Ilustrasi dari bencana yang disebabkan oleh ulah manusia akan ditunjukkan
melalui Gambar 2.3 (a), (b), dan (c) sebagai berikut
Gambar 2.3 (a) Penebangan hutan (b) Pemukiman kumuh (c) Membuang sampah
tidak pada tempatnya
Gambar 2.3 (a) merupakan gambar dari penebangan hutan di hutan Amazon,
Amerika selatan yang diambil dari situs (pemanasanglobal.net). Gambar 2.3 (b)
merupakan gambar pemukiman kumuh di bantaran sungai Ciliwung Jakarta yang
diambil dari situs (lensaindonesia.com). Sementara, gambar 2.3 (c) merupakan
gambar dari menumpuknya sampah yang menumpuk di suatu Daerah Aliran
Sungai (DAS) yang diambil dari situs (leuserantara.com). Hal-hal seperti inilah
yang menyebabkan bencana banjir.
Sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 33 Tahun 2006 tentang
Pedoman umum mitigasi bencana menjelaskan tentang langkah-langkah yang
dilakukan dalam mitigasi bencana banjir seperti: pengawasan penggunaan lahan,
pembangunan infrastruktur yang kedap air, pengerukan dan pembangunan sudetan
sungai, pembuatan tembok pemecah ombak, pembersihan sedimen, pembuatan
saluran drainase, pelatihan pertanian yang sesuai dengan daerah banjir, dan juga
menyiapkan persiapan evakuasi bencana banjir.
3. Mitigasi yang harus dilaksanakan ketika banjir melanda dapat dilakukan dengan
beberapa cara yang mudah, seperti: memutus setiap aliran listrik,
menyelamatkan barang berharga, dan segera melakukan pengungsian ketika
sudah terlihat ada potensi terjadi banjir. Hal tersebut harus dilaksanakan agar
meminimalisir jatuhnya korban jiwa yang berjatuhan dan kerusakan yang
ditimbulkan akibat bencana banjir.
Daftar Pustaka
Sumber buku :
BAPPENAS. (2008, 11 23). Files. Retrieved from BAPPENAS Web Site:
http://www.bappenas.go.id/files/5913/4986/1931/2kebijakan-
penanggulangan-banjir-di-indonesia__20081123002641__1.pdf
Ciottone, G. R. (2006). Disaster Medicine. Philadelphia: Mosby. Inc.
Daryono. (2012, 1 10). Bahaya Banjir Lahar. Retrieved from Pusat Studi Bencana
Bogor Agricultural University: http://psb.ipb.ac.id/index.php/news/92-
bahaya-banjir-lahar
Gultom, A. (2012, Unknown Unknown). //repository.usu.ac.id/. Retrieved from
USU Institutional Repository:
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/33906/4/Chapter%20II.pd
f
Hidayati, D. (2005). Panduan Siaga Bencana Berbasis Masyarakat. KOMUNIKA,
65.
KEMENKES. (2014, Mei 28). Pusat Penanggulangan Krisis Kesehatan.
Retrieved from Panduan Masyarakat Menghadapi Bencana Banjir:
http://www.penanggulangankrisis.depkes.go.id/panduan-masyarakat-
mengahadapi-bencana-longsor
Mulyanto. (2012). Petunjuk Tindakan dan Sistem Mitigasi Banjir Bandang .
Semarang: Kementrian PU.
Paimin. (2009). Teknik Mitigasi Bencana Banjir dan Tanah Longsor. Bogor:
Tropenbos International Indonesia Progamme.
Paripurno, E. T. (2013). Modul Manajemen Bencana Pengenalan Banjir Untuk
Penanggulangan Bencana. Papua: KIPRA.
Simajuntak, E. (2014). PELUANG INVESTASI INFRASTRUKTUR
BIDANG PEKERJAAN UMUM. Jakarta: Dinas Pekerjaan Umum.
Sjarief, R. (2010). Tata Ruang Air. Yogyakarta: CV Andi Offset.
Sumardi. (2009). Geografi 2 : Lingkungan FIsik dan Sosial. Jakarta: CV Putra
Nugraha.
Sundar, I. (2007). Disaster Management. India: Sarup and Sons.
Yulaelawati, E. (2008). Mencerdasi Bencana. Jakarta: Gramedia.
Sumber Undang-Undang :
UU No. 27 Tahun 2007 tentang Mitigasi Bencana
Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 33 Tahun 2006 tentang Pedoman Umum
Mitigasi Bencana
Sumber Berita Online:
(cy.my).
(viva.news.com)
(lampung. Antaranews.com)
(pemanasanglobal.net)
(lensaindonesia.com)
(leuserantara.com).