Anda di halaman 1dari 33

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Anak Usia dibawah 5 tahun (balita) merupakan golongan yang rentan terhadap masalah
kesehatan dan gizi, diantaranya adalah masalah kurang energy protein (KEP) yang
merupakan masalah gizi utama di Indonesia (Depkes RI, 2000). Status gizi balita merupakan
hal penting yang harus diketahui oleh setiap orang tua. Menurut Riskesdas (2013) status gizi
kurang dan bu ruk di Indonesia masih menjadi masalah dengan prevalensi yang masih cukup
tinggi yaitu sebesar 19,6%, sedangkan di wilayah Kalimantan Selatan sendiri prevalensi gizi
kurang dan gizi buruk mencapai 27,4%. Pada masa emas (gold period) anak balita, perhatian
terhadap status gizi harus menjadi prioritas karena kejadian kurang gizi akan berpengaruh
pada kualitas tumbuh kembang anak (Riskesdas, 2013).
Status gizi balita di pengaruhi banyak factor, baik penyebab langsung maupun tidak
langsung. Penyebab langsung yang mempengaruhi status gizi adalah asupan makanan dan
penyakit infeksi yang di derita balita. Sedangkan penyebab tidak langsung yang
mempengaruhi status gizi adalah ketersediaan pangan, pola asuh anak, kesehatan lingkungan,
pendapatan orang tua, pendidikan orang tua serta perilaku hidup bersih dan sehat keluarga.
Berdasarkan permasalahan di atas maka hal tersebut yang mendasari kami untuk
melakukan penelitian tentang status gizi dan faktor-faktor yang mempengaruhinya.

1.2 Rumusan masalah


Berdasarkan penjelasan dari latar belakang di atas maka untuk membatasi ruang lingkup
permasalahan dalam penelitian ini dibuat rumusan masalah yaitu :
1.2.1 Apakah ada hubungan antara asupan makanan dengan status gizi balita di desa X ?
1.2.2 Apakah ada hubungan penyakit infeksi dengan status gizi balita di desa X ?
1.2.3 Apakah ada hubungan antara ketersediaan pangan dengan status gizi balita di desa
X?
1.2.4 Apakah ada hubungan antara status gizi dengan perawatan ibu hamil dan balita di
desa X ?

Perencanaan Program Gizi | 1


1.2.5 Apakah ada hubungan antara pengetahuan ibu dengan status gizi balita di desa X ?
1.2.6 Apakah ada hubungan antara pendapatan keluarga dengan status gizi balita ?
1.2.7 Apakah ada hubungan antara sanitasi lingkungan dengan status gizi balita di Desa
X?

1.3 Tujuan Penelitian


1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan umum dari proposal ini adalah untuk mengambarkan status gizi balita dan
faktor-faktor yang mempengaruhinya.
1.3.2 Tujuan Khusus

1. Menilai status gizi balita di desa X.


2. Menilai asupan makanan balita di Desa X.
3. Menilai status gizi balita di Desa X.
4. Menganalisis hubungan antara asupan makanan dengan status gizi balita di Desa X.
5. Menilai penyakit infeksi pada balita di desa X.
6. Menganalisis hubungan penyakit infeksi dengan status gizi balita di desa X.
7. Menilai ketersediaan pangan di desa X.
8. Menganalisis hubungan antara ketersediaan pangan dengan status gizi balita di Desa
X
9. Menilai perawatan ibu hamil dan perawatan pada anak yang diterapkan di suatu
keluarga di desa X.
10. Menganalisis hubungan antara status gizi dengan perawatan ibu hamil dan akan di
desa X.
11. Menilai dan mengetahui pengetahuan ibu tentang gizi dengan status gizi pada balita
di desa X
12. Menganalisis hubungan antara pengetahuan ibu tentang gizi dengan status gizi balita
di desa X
13. Mengidentifikasi pendapatan keluarga di desa X
14. Menganalisis hubungan pendapatan dengan status gizi pada balita di desa X
15. Mengidentifikasi sanitasi lingkungan dengan status gizi pada balita di Desa X.
16. Menganalisis hubungan antara sanitasi lingkungan dengan status gizi balita di Desa

Perencanaan Program Gizi | 2


X.

1.4 Hipotesis

1. Ada hubungan antara asupan makanan dengan status gizi balita di desa X.
2. Ada hubungan penyakit infeksi dengan status gizi balita di Desa X
3. Ada hubungan antara ketersediaan pangan terhadap status gizi balita di desa X
4. Ada hubungan antara status gizi dengan perawatan pada ibu hamil dan anak di desa X
5. Ada hubungan antara pengetahuan ibu tentang gizi dengan status gizi balita di desa X.
6. Ada hubungan antara pendapatan dengan status gizi balita di desa X
7. Ada Hubungan antara Sanitasi lingkungan dengan Status Gizi Balita di Desa X.

1.5 Manfaat Penelitian


1.5.1 Bagi Peneliti
Untuk menambah pengalaman dan meningkatakan pemahaman tentang status gizi
balita dan factor-factor yang mempengaruhinya.
1.5.2 Bagi Masyarakat
Agar responden dan masyarakat dapat menambah pengalaman dan meningkatkan
pemahaman tentang status gizi balita dan factor-faktor yang mempengaruhinya
1.5.3 Bagi Akademi
Dapat digunakan sebagai bahan referensi untuk pembangunan kualitas
pendidikan selanjutnya dimasa yang akan datang.
1.5.4 Bagi Instansi Kesehatan
Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan informasi bagi instansi kesehatan
khususnya program gizi puskesmas dalam perbaikan gizi masyarakat

Perencanaan Program Gizi | 3


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Balita
2.1.1. Pengertian Balita
Anak balita adalah anak yang telah menginjak usia di atas satu tahun atau lebih
popular dengan pengertian usia anak di bawah lima tahun (Muaris.H, 2006).
Menurut Sutomo. B. dan Anggraeni. DY, (2010), Balita adalah istilah umum bagi
anak usia 1-3 tahun (batita) dan anak prasekolah (3-5 tahun). Saat usia batita, anak
masih tergantung penuh kepada orang tua untuk melakukan kegiatan penting,
seperti mandi, buang air dan makan. Perkembangan berbicara dan berjalan sudah
bertambah baik. Namun kemampuan lain masih terbatas.
Masa balita merupakan periode penting dalam proses tumbuh kembang manusia.
Perkembangan dan pertumbuhan di masa itu menjadi penentu keberhasilan
pertumbuhan dan perkembangan anak di periode selanjutnya. Masa tumbuh
kembang di usia ini merupakan masa yang berlangsung cepat dan tidak akan pernah
terulang, karena itu sering disebut golden age atau masa keemasan.

2.1.2. Karakteristik Balita


Menurut karakteristik, balita terbagi dalam dua kategori yaitu anak usia 1 – 3
tahun (batita) dan anak usia prasekolah (Uripi, 2004). Anak usia 1-3 tahun
merupakan konsumen pasif, artinya anak menerima makanan dari apa yang
disediakan ibunya. Laju pertumbuhan masa batita lebih besar dari masa usia pra-
sekolah sehingga diperlukan jumlah makanan yang relatif besar. Namun perut
yang masih lebih kecil menyebabkan jumlah makanan yang mampu diterimanya
dalam sekali makan lebih kecil dari anak yang usianya lebih besar. Oleh karena
itu, pola makan yang diberikan adalah porsi kecil dengan frekuensi sering.
2.1.3. Metode untuk mengetahui kecukupan gizi pada balita
Untuk mengetahui kecukupan gizi seorang balita dapat menggunakan dua
metode yaitu ( Dewi, 2013 ) :
a. Secara subyektif, yaitu dengan mengamati respon anak terhadap makanan.
makanan dinilai cukup apabila anak tampak puas, aktivitasnya baik, lincah,
periang dan tidurnya nyenyak. pada umumnya anak yang cukup gizinya tidak
mudah sakit, tidak pucat dan tidak lemah.
b. Pemantauan pertumbuhan secara berkala
Untuk pemantauan ini dapat dilakukan pengukuran antropometri meliputi tinggi
badan dan berat badan. Dari pengukuran antropometri ini dapat dinilai status
gizi anak.( Dewi, 2013 )
2.2 Status Gizi
2.2.1. Pengertian Status Gizi
Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan
Perencanaan Program Gizi | 4
penggunaan zat-zat gizi. Dibedakan anatara status gizi kurang, baik dan lebih.
Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan
penggunaan zat-zat gizi. Dibedakana antara status gizi buruk, kurang, baik, dan
lebih. Konsumsi makanan berpengaruh terhadap status gizi seseorang. Status gizi
baik atau status gizi optimal terjadi bila tubuh memperoleh cukup zat-zat gizi
yang digunakan secara efisien, sehingga memungkinkan petumbuhan fisik,
perkembangan otak, kemampuan kerja dan kesehatan secara umum pada tingkat
setinggi mungkin. Status gizi kurang terjadi bila tubuh mengalami kekurangan
satu atau lebih zat-zat esensial. Status gizi lebih terjadi bila tubuh memperoleh
zat-zat gizi dalam jumlah berlebihan, sehingga menimbulkan efek toksis atau
membahayakan. Gangguan gizi terjadi baik pada status gizi toksis
membahayakan. Gangguan gizi terjadi baik pada status gizi kurang, maupun
status gizi lebih. (Almatsier, 2008).
Masalah gizi anak secara garis besar merupakan dampak dari
ketidakseimbangan antara asupan dan keluaran zat gizi (nutritional imbalance),
yaitu asupan yang melebihi keluaran atau sebaliknya, di samping kesalahan dalam
memilih bahan makanan untuk disantap (Arisman, 2009).
2.2.2. Penilaian Status Gizi
Penilaian status gizi terbagi atas penilaian secara langsung dan penilaian secara
tidak langsung. Adapun penilaian secara langsung dibagi menjadi empat penilaian
yaitu antropometri, klinis, biokomia, dan biofisik. Sedangkan penilaian status gizi
secara tidak langsung terbagi atas tiga yaitu survei konsumsi makanan, statistik vital
dan faktor ekologi.
2.2.2.1. Penilaian Secara Langsung, (Mary E, 2009)yaitu:
a. Antropometri
Secara umum antropometri artinya ukuran tubuh manusia. Ditinjau dari
sudut pandang gizi, maka antropometri gizi berhubungan dengan berbagai
macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai
tingkat umur dan tingkat gizi . Antropometri sebagai indikator status gizi
dapat dilakukan dengan mengukur beberapa parameter. Parameter
antropometri merupakan dasar dari penilaian status gizi. Kombinasi antara
beberapa parameter disebut indeks antropometri (Mary E, 2009).
Menurut Mary E beberapa indeks antropometri yang sering digunakan
yaitu berat badan menurut umur (BB/U) tinggi badan menurut umur
(TB/U), dan berat badan menurut tinggi badan (BB/TB)
1) Indeks berat badan menurut umur(BB/U)
Merupakan pengukuran antropometri yang sering dilakukan
digunakan sebagai indikator dalam keadaan normal, dimana keadaan
kesehatan dan keseimbangan antara intake dan kebutuhan gizi terjamin.
Berat badan memberikan gambaran tentang massa tubuh (otot dan
lemak). Massa tubuh sangat sensitif terhadap perubahan keadaan yang
Perencanaan Program Gizi | 5
mendadak, misalnya terserang infeksi, kurang nafsu makan dan
menurunnya jumlah makanan yang dikonsumsi. BB/U lebih
menggambarkan status gizi sekarang. Berat badan yang bersifat labil,
menyebabkan indeks ini lebih menggambarkan status gizi seseorang
saat ini (Current Nutritional Status) (Mary E, 2009).
Menurut Mary E beberapa indeks antropometri yang sering
digunakan yaitu berat badan menurut umur (BB/U) tinggi badan
menurut umur (TB/U), dan berat badan menurut tinggi badan (BB/TB)
2) Indeks tinggi badan menurut umur(TB/U)
Merupakan pengukuran antropometri yang sering dilakukan
digunakan sebagai indikator dalam keadaan normal, dimana keadaan
kesehatan dan keseimbangan antara intake dan kebutuhan gizi terjamin.
Berat badan memberikan gambaran tentang massa tubuh (otot dan
lemak). Massa tubuh sangat sensitif terhadap perubahan keadaan yang
mendadak, misalnya terserang infeksi, kurang nafsu makan dan
menurunnya jumlah makanan yang dikonsumsi. BB/U lebih
menggambarkan status gizi sekarang. Berat badan yang bersifat labil,
menyebabkan indeks ini lebih menggambarkan status gizi seseorang
saat ini (Current Nutritional Status) (Mary E, 2009).
3) Indeks berat badan menurut tinggi badan(BB/TB)
Berat badan memiliki hubungan yang linear dengan tinggi badan.
Dalam keadaan normal, perkembangan berat badan akan searah dengan
pertumbuhan tinggi badan dengan kecepatantertentu.
Berbagai indeks antropometri, untuk menginterpretasinya
dibutuhkan ambang batas. Penentuan ambang batas yang paling umum
digunakan saat ini adalah dengan memakai standar deviasi unit (SD)
atau disebut jugaZ-Skor.
Rumus perhitungan Z-Skor adalah :
Z-Skor = nilai individu subyek – nilai median baku rujukan
Nilai simpang baku rujukan
BB/U :
Gizi Baik : bila nilai Z-Score ≥ -2SD sampai dengan +2 SD
Gizi kurang: bila nilai Z-Score <-2 SD sampai dengan ≤-3SD
4) Umur
Umur sangat memegang peranan dalam penentuan status gizi,
kesalahan penentuan akan menyebabkan interpretasi status gizi yang
salah. Hasil penimbangan berat badan maupun tinggi badan yang
akurat, menjadi tidak berarti bila tidak disertai dengan penentuan umur
yang tepat. Kesalahan yang sering muncul adalah adanya
kecenderungan untuk memilih angka yang mudah seperti 1 tahun; 1,5
tahun; 2 tahun. Oleh sebab itu penentuan umur anak perlu dihitung
Perencanaan Program Gizi | 6
dengan cermat. Ketentuannya adalah 1 tahun adalah 12 bulan, 1 bulan
adalah 30 hari. Jadi perhitungan umur adalah dalam bulan penuh,
artinya sisa umur dalam hari tidak diperhitungkan.
b. Klinis
Pemeriksaan klinis adalah metode yang sangat penting untuk
menilai status gizi masyarakat. Metode ini didasarkan atas perubahan-
perubahan yang terjadi yang dihubungkan dengan ketidak cukupan zat
gizi. Hal ini dapat dilihat pada jaringan epitel (suppervicial epithelial
tissues) seperti kulit, mata, rambut, dan mukosa oral atau pada organ-
organ yang dekat dengan permukaan tubuh seperti kelenjar tiroid.
c. Biokimia
Penilaian status gizi dengan biokimia adalah pemeriksaan
spesimen yang diuji secara laboratoris yang dilakukan pada berbagai
macam jaringan tubuh. Jaringan tubuh yang digunakan antara lain : darah,
urin, tinja dan juga beberapa jaringan tubuh seperti hati dan otak.
d. Biofisik
Penentuan status gizi secara nonfisik adalah metode penentuan
status gizi dengan melihat kemampuan fungsi (khususnya jaringan) dan
melihat perubahan struktur dari jaringan.
2.2.2.2. Penilaian secara tidak langsung,
Menurut Arisman (2009), penilaian status gizi secara tidak langsung yaitu:
a. Survei konsumsi makanan
Survei konsumsi makanan adalah metode penentuan status gizi
secara tidal langsung dengan melihat jumlah dan jenis zat gizi yang
dikonsumsi. Anamnesis tentang asupan pangan merupakan satu tahap
penilaian status gizi yang paling sulit dan tidak jarang membuat penilai
frustasi karena berbagai sebab. Pertama, manusia memiliki sifat lupa
sehingga orang sering tidak mampu mengingat dengan pasti jenis (apalagi
jumlah) makanan yang telah disantap. Kedua, manusia sering
mengedepankan gengsi jika diberi tahu bahwa makanan mereka akan
dinilai, pola “pangan” pun dipaksakan berubah.
Metode survei konsumsi makanan untuk individu antara lain :
1) Metode recall 24jam
Prinsip metode ini yaitu dilakukan dengan mencatat jenis dan jumlah
bahan makanan yang dikonsumsi pada periode 24 jam yang lalu.
2) Metode esthimated foodrecord
Dalam metode ini, responden diminta untuk mencatat semua makanan
yang dikonsumsinya setiap kali sebelum makan dalam urusan rumah
tangga atau menimbang berat dalam periode tertentu (2-4 hari berturut-
turt), termasuk cara persiapan dan pengolahan makanan tersebut
3) Metode penimbangan makanan ( foodweighting)
Perencanaan Program Gizi | 7
Dalam metode ini responden menimbang dan mencatat seluruh
makanan yang dikonsumsi responden selama satu hari. Biasanya
dilakukan beberapa hari tergantung tujuan, dana penelitian dan tenaga
yang tersedia.
4) Metode dietary history
Metode ini memberikan gambaran tentang pola konsumsi berdasarkan
pengamatan dalam waktu cukup lama (biasa 1 minggu, 1 bulan atau 1
tahun). Metode ini terdiri dari 3 komponen, yaitu wawancara (termasuk
recall 24 jam), frekuensi penggunaan sejumlah bahan makanan
menggunakan daftar (chek list) untuk mengecek kebenaran recall 24
jam, dan pencatatan konsumsi selama 2-3 hari sebagai cek ulang.
5) Metode frekuensi makanan (foodfrequency)
Adalah untuk memperoleh data frekuensi konsumsi sejumlah bahan
makanan atau makanan jadi selama periode tertentu diperoleh
gambaran pola konsumsi bahan makanan. jadi selama periode tertentu
seperti hari, minggu, bulan atau tahun. Selain itu dengan metode
frekuensi makanan dapat memperoleh gambaran pola konsumsi bahan
makanan secara kualitatif, tapi karena periode pengamatannya lebih
lama dan dapat membedakan individu berdasarkan ranking tingkat
konsumsi zat gizi, maka cara ini paling sering digunakan dalam
penelitian epidemiologi gizi. Kuesioner frekuensi makanan memuat
tentang daftar bahan makanan atau makanan dan frekuensi penggunaan
makanan tersebut pada periode tertentu. Bahan makanan yang ada
dalam daftar kuesioner tersebut adalah yang dikonsumsi dalam
frekuensi yang cukup sering oleh responden.
b. Statistikvital
Pengukuran gizi dengan statistik vital adalah dengan menganalisis
data beberapa statistik kesehatan seperti angka kematian berdasarkan
umur, angka kesakitan dan kematian sebagai akibat penyebab tertentu dan
data lainnya yang berhubungan dengangizi.
c. Faktorekologi
Malnutrisi merupakan masalah ekologi sebagai hasil interaksi
beberapa faktor fisik, fisiologis dan lingkungan dan budaya. Jumlah
makanan yang tersedia sangat tergantung dari keadaan ekologi seperti
iklim, tanah, irigasi dan lain-lain ( Arisman,2009).

2.2.3. Faktor – faktor yang mempengaruhi status gizi balita


Faktor yang menyebabkan kurang gizi telah diperkenalkan UNICEF dan telah
digunakan secara internasional, yang meliputi beberapa tahapan penyebab
timbulnya kurang gizi pada anak balita, baik penyebab langsung, tidak langsung,
dan pokok masalah.
Perencanaan Program Gizi | 8
Faktor – faktor yang mempengaruhi status gizi balita antara lain :
2.2.3.1. Faktor Lanngsung
Faktor penyebab langsung yang mempengaruhi status gizi balita yaitu
makanan dan penyakit infeksi yang mungkin diderita.
a) Asupan Makanan
1) Pengertian Asupan Makanan
Asupan makanan adalah Segala jenis makanan dan minuman yang
dikonsumsi tubuh setiap hari. Umumnya asupan makanan di pelajari
untuk di hubungkan dengan keadaan gizi masyarakat suatu wilayah
atau individu. Informasi ini dapat digunakan untuk perencanaan
pendidikan gizi khususnya untuk menyusun menu atau intervensi untuk
meningkatkan sumber daya manusia (SDM), mulai dari keadaan
kesehatan dan gizi serta produktivitasnya. Mengetahui asupan makanan
suatu kelompok masyarakat atau individu merupakan salah satu cara
untuk menduga keadaan gizi kelompok masyarakat atau individu
bersangkutan.
Secara Umum Asupan makanan adalah informasi tentang jumlah
dan jenis makanan yang dimakan atau dikonsumsi oleh seseorang atau
kelompok orang pada waktu tertentu. Dari asupan makanan diperoleh
zat gizi esensial yang dibutuhkan tubuh untuk memelihara
pertumbuhan dan kesehatan yang baik
2) Hubungan Asupan Makanan dengan Status Gizi
Konsumsi gizi makanan pada seseorang dapat menentukan
tercapainya tingkat kesehatan, atau sering disebut status gizi. Apabila
tubuh berada dalam tingkat kesehatan optimum, di mana jaringan jenuh
oleh semua zat gizi, maka disebut status gizi optimum. Dalam kondisi
demikian tubuh terbebas dari penyakit dan mempunyai daya tahan yang
setingi-tingginya.
Apabila konsumsi gizi makanan pada seseorang tidak seimbang
dengan kebutuhan tubuh, maka akan terjadi kesalahan akibat gizi
(malnutrition). Malnutrisi ini mencakup kelebihan gizi disebut gizi
lebih (overnutrition), dan kekurangan gizi atau gizi kurang
(undernutrition).
Status gizi ini menjadi penting karena merupakan salah satu faktor
risiko untuk terjadinya kesakitan dan kematian. Status gizi yang baik
bagi seseorang akan berkontribusi terhadap kesehatannya dan juga
terhadap kemampuan dalam proses pemulihan.
Status gizi masyarakat dapat diketahui melalui penilaian konsumsi
pangannya berdasarkan data kuantitatif maupun kualitatif. Status gizi
merupakan tanda-tanda penampilan seseorang akibat keseimbangan
antara pemasukan dan pengeluaran zat gizi yang berasal dari pangan
Perencanaan Program Gizi | 9
yang dikonsumsi pada suatu saat berdasarkan pada kategori dan
indikatoryang digunakan.
b) Penyakit Infeksi
Penyakit infeksi dan keadaan gizi anak merupakan 2 hal yang
saling mempengaruhi. Dengan infeksi, nafsu makan anak mulai menurun
dan mengurangi konsumsimakanannya, sehingga berakibat berkurangnya
zat gizi ke dalam tubuh anak. Dampak infeksi yang lain adalah muntah
dan mengakibatkan kehilangan zat gizi. Infeksi yang menyebabkan diare
pada anak mengakibatkan cairan dan zat gizi di dalam tubuh berkurang.
Kadang–kadang orang tua juga melakukan pembatasan makan akibat
infeksi yang diderita dan menyebabkan asupan zat gizi sangat kurang
sekali bahkan bila berlanjut lama mengakibatkan terjadinya gizi buruk
(Moehji, 2003).

2.2.3.2. Faktor Tidak Langsung


Faktor penyebab tidak langsung yang mempengaruhi status gizi
balita yaitu ketersediaan pangan
a) Akses Terhadap Makanan
1) Pengertian Ketersediaan Pangan
Ketersediaan pangan adalah ketersediaan pangan secara fisik
disuatu wilayah dari segala sumber, baik dengan pangan melalui
mekanisme pasar di wilayah tersebut, stok yang dimiliki oleh itu
produksi pangan domestik, perdagangan pangan dan bantuan pangan.
Ketersediaan pangan ditentukan oleh produksi pangan di wilayah
tersebut, perdaga pedagang dan cadangan pemerintah, dan bantuan
pangan dari pemerintah atau organisasi lainnya. Produksi pangan
tergantung pada berbagai factor seperti iklim, jenis tanah, curah hujan,
irigasi, komponen produksi pertanian yang digunakan, dan bahkan
insentif bagi para petani untuk menghasilkan tanaman pangan. Pangan
meliputi produk serealia, kacang-kacangan, minyak nabati, sayur-
sayuran, buah-buahan, rempah, gula, dan produksi hewani. Karena
porsi utama dari kebutuhan kalori harian berasal dari sumber pangan
karbohidrat, yaitu sekitar saparu dari kebutuhan energy perorang
perhari, maka yang digunakan dalam analisa kecukupan pangan yaitu
karbohidrat yang berseumber dari produksi pangan pokok serealia,
yaitu padi, jagung, dan umbu-umbian (ubi kayu dan ubi jalar) yang
digunakan untuk memahami tingkat kecukupan pangan pada tingkat
provinsi maupun kabupaten.
2) Mengukur Ketersediaan Pangan
Ketersedian pangan secara kuantitatif menurut FAO ( 2003 ) dalam
Tanziha ( 2005 ) dapat diukur melalui tingkat ketidak cukupan energi
Perencanaan Program Gizi | 10
yang menunjukan keparahan defisit energi yang ditunjukaan oleh
defisit jumlah kalori pada individu dibawah energi yang dianjurkan
(<70% ). Berdasarkan ukuran tersebut, akan dikatakan kelaparan
apabila tingkat kecukupan energinya kurang dari 70% dan disertai
penurunan berat badan, dikatakan rawan pangan tingkat kecukupan
energinya kurang 70% dan tidak disertai penurunan berat badan, bila
tingkat kecukupan energinya 70 – 80% maka dikatakan tahan pangan.
Kemiskinan identik dengan ketidak tahanan pangan.Sajogyo secara
manomental merumuskan batas kemiskinan dengan pengeluaran setara
beras 320 kg/kapasita/tahun di pedesaan 480 kg diperkotaan.khomsan
(1997 ) dalam Khomsan ( 2002c ) mengkaji indikator kemiskinan,
ditemukan bahwa konsumsi daging sapi <4 kali sebulan dan konsumsi
telur <4 kali seminggu dapat dimasukkan dalam kategori miskin.
Dengan ikan asin sebagai indikator, seseorang dikatakan miskin bila
konsumsinya >= 110 gr/kapita/minggu. Semakin banyak konsumsi ikan
asin semakin besar peluangnya untuk masuk ke dalam ketegori sebagai
orang miskin.Rupanya secara sosial ikan asin dianggap oleh masyarakat
sebagai komoditas inferor.Padahal dari segi gizi, ikan asin sebenarnya
superior karena kandungan proteinnya sekitar 35 – 40%.
b) Perawatan Ibu Hamil dan Anak
1) Pengertian Perawatan Ibu Hamil
Perawatan kehamilan merupakan pelayanan kesehatan oleh tenaga
kesehatan untuk ibu selama masa kehamilannya, dilaksanakan sesuai
dengan standar pelayanan antenatal yang ditetapkan (Depkes RI, 2010).
Perawatan kehamilan merupakan suatu program berkesinambungan
selama kehamilan, persalinan, kelahiran, dan nifas yang terdiri atas
edukasi, scrining, deteksi dini, pencegahan, pengobatan, rehabilitasi
yang bertujuan untuk memberikan rasa aman dan nyaman, sehingga ibu
mampu merawat bayi dengan baik (Sosroatmodjo, 2010).
Menurut Mansjoer (2005), tujuan perawatan kehamilan adalah
memantau kemajuan kehamilan untuk memastikan kesehatan ibu dan
tumbuh kembang bayi; meningkatkan dan mempertahankan kesehatan
fisik, mental dan sosial ibu dan bayi; mengenali secara dini adanya
ketidaknormalan atau kompliksi yang mungkin terjadi selama hamil
termasuk riwayat penyakit secara umum.
2) Pola Asuh
Pola asuh adalah salah satu faktor yang erat kaitannya dengan
tumbuh kembang anak. Pola asuh dalam konteks ini, mencakup
beberapa hal yaitu : perhatian/dukungan ibu terhadap anak, pemberian

Perencanaan Program Gizi | 11


ASI atau makanan pendamping pada anak, rangsangan psikososial
terhadap anak, persiapan dan penyimpanan makanan, praktek
kebersihan atau hygiene & sanitasi lingkungan, serta perawatan balita
dalam keadaan sakit seperti mencari tempat pelayanan kesehatan.
(Engle, 1997)
Menurut Engle et al (1997), pola asuh adalah kemampuan dan
masyarakat untuk menyediakan waktu, perhatian dan dukungan dalam
memenuhi kebutuhan fisik, mental, dan sosial dari anak yang sedang
tumbuh dalam anggota keluarga lainnya. Pola asuh dimanifestasikan
dalam 6 hal yaitu (1) perhatian atau dukungan untuk wanita seperti
pemberian waktu istirahat yang tepat atau peningkatan asuhan makanan
selama hamil, (2) pemberian ASI dan makanan pendamping anak, (3)
rangsangan psikososial terhadap anak dan dukungan untuk
perkembangan mereka, (4) persiapan dan penyimpanan makanan (5)
praktek kebersihan dan sanitasi lingkungan (6) perawatan anak dalam
keadaan sakit meliputi praktek kesehatan di rumah dan pola pencarian
pelayanan kesehatan (Sunarti, 1989).
c) Pengetahuan Ibu
Menurut Poerwodarminto (1976: 104) pengetahuan dapat
diartikan sebagai segala apa yang diketahui berkenaan dengan suatu
hal. Dalam kamus besar Bahasa Indonesia yang dimaksud dengan
gizi adalah zat makanan pokok yang diperlukan bagi pertumbuhan
dan kesehatan badan (Depdikud, 1977: 731). Jadi pengetahuan ibu
tentang gizi balita dapat diartikan sebagai segala apa yang diketahui
oleh ibu tentang zat makanan pokok yang diperlukan bagi pertumbuhan
dan kesehatan badan balita. Balita merupakan anak usia di bawah lima
tahun (0-5) tahun.
Pada usia tersebut merupakan masa pertumbuhan yang
memerlukan perhatian khusus dari orangtua. Orangtua yang paling
berperan dalam tumbuh kembang anak adalah ibu, terutama dalam
hal makanan agar asupan gizi yang diberikan balita dapat seimbang.
Hal tersebut dikarenakan balita merupakan usia yang rentan akan
gizi dan perlu pemantauan khusus masalah gizi agar mampu tumbuh
dan berkembang secara optimal. Sumber pengetahuan tentang gizi
balita yang dimiliki oleh ibu dapat diperoleh dari jenjang
pendidikan, yaitu Pendidikan formal, Pendidikan informal, Pendidikan
non formal.
c) Pendapatan Orang Tua
Menurut Bayu Wijayanto (1999: 5), pendapatan rumah tangga adalah
pendapatan yang diperoleh seluruh anggota keluarga yang bekerja. Dari
definisi diatas dapat disimpulkan bahwa pendapatan adalah uang atau
Perencanaan Program Gizi | 12
barang yang diterima subjek ekonomi sebagai balas jasa dari pemberian
faktor-faktor produksi.
Penyebab timbulnya gizi kurang pada balita dapat dipengaruhi oleh
beberapa faktor penyebab, diantaranya adalah penyebab langsung,
penyebab tidak langsung, akar masalah dan pokok masalah. Faktor
penyebab langsung yaitu makanan dan penyakit infeksi yang mungkin
diderita oleh anak. Penyebab tidak langsung diantaranya adalah ketahanan
pangan dalam keluarga, pola pengasuhan anak, pelayanan kesehatan serta
kesehatan lingkungan (Istiono, Suryadi, Haris, Irnizarifka, Tahitoe,
Hasdianda, Fitria & Sidabutar, 2009).
Status gizi yang buruk mencerminkan ketidak seimbangan dalam
asupan makanan dan / atau penyakit menular. Hal tersebut dipengaruhi
oleh faktor lingkungan dan sosial ekonomi, seperti status ekonomi rumah
tangga, pendidikan ibu, kebersihan rumah tangga, dan akses dalam
pelayanan kesehatan (Pongou, Ezzati, & Salomon, 2006).
d) Sanitasi Lingkungan
1) Pengertian Sanitasi
Sanitasi adalah suatu cara untuk mencegah berjangkitnya suatu
penyakit menular dengan jalan memutuskan mata rantai dari sumber.
Sanitasi merupakan usaha kesehatan masyarakat yang menitik beratkan
pada penguasaan terhadap berbagai faktor lingkungan yang
mempengaruhi derajat kesehatan (Arifin, 2009).
Sanitasi, menurut kamus bahasa Indonesia diartikan sebagai
pemelihara kesehatan. Menurut WHO, sanitasi adalah upaya
pengendalian semua faktor lingkungan fisik manusia, yang mungkin
menimbulkan atau dapat menimbulkan hal-hal yang merugikan, bagi
perkembangan fisik, kesehatan, dan daya tahan hidup manusia.
Sanitasi menurut Chandra bahwa: “sanitasi adalah bagian dari ilmu
kesehatan lingkungan yang meliputi cara dan usaha individu atau
masyarakat untuk mengontrol dan mengendalikan lingkungan hidup
eksternal yang berbahaya bagi kesehatan serta yang dapat mengancam
kelangsungan hidup manusia” (dalam Zafirah, 2011).
2) Sanitasi Lingkungan Rumah Tangga
Lingkungan rumah adalah segala sesuatu yang berada di dalam
rumah. Lingkungan rumah terdiri dari lingkungan fisik serta lingkungan
sosial. Lingkungan rumah menurut WHO adalah suatu struktur fisik
dimana orang menggunakannya untuk tempat berlindung. Lingkungan
dari struktur tersebut juga semua fasilitas dan pelayanan yang
diperlukan, perlengkapan yang berguna untuk kesehatan jasmani dan
rohani serta keadaan sosial yang baik untuk keluarga dan individu.
Lingkungan rumah merupakan salah satu faktor yang memberikan
Perencanaan Program Gizi | 13
pengaruh besar terhadap status kesehatan penghuninya (Notoatmodjo,
2003). Rumah disamping merupakan lingkungan fisik manusia sebagai
tempat tinggal, juga dapat merupakan tempat yang menyebabkan
penyakit, hal ini akan terjadi bila kriteria rumah sehat belum terpenuhi.
Menurut Winslow dan APHA, rumah yang sehat harus memenuhi
beberapa persyaratan antara lain (Suyono,2010 : 84-86):
– Tersedia air bersih untuk minum yang memenuhi syarat
kesehatan
– Tidak memberi kesempatan serangga (nyamuk, lalat), tikus
dan binatang lainnya bersarang di dalam dan di sekitar
rumah.
– Pembuangan kotoran/tinja dan air limbah memenuhi syarat
kesehatan.
– Pembuangan sampah pada tempat yang baik, kuat dan
higienis.
– Luas kamar tidur maksimal 3,5 m2 perorang dan tinggi
langit-langit maksimal 2,75 m. Ruangan yang terlalu luas
akan menyebabkan mudah masuk angin, tidak nyaman
secara psikologis, sedangkan apabila terlalu sempit akan
menyebabkan sesak napas dan memudahkan penularan
penyakit karena terlalu dekat kontak.
– Tempat masak dan menyimpan makanan harus bersih dan
bebas dari pencemaran atau gangguan serangga, tikus dan
debu.

2.2.3.3. Pokok Masalah


a) Pengetahuan Gizi
Pengetahuan tentang gizi adalah kepandaian memilih makanan
yang merupakan sumber zat-zat gizi dan kepandaian dalam mengolah
bahan makanan. Status gizi yang baik penting bagi kesehatan setiap orang
termasuk ibu hamil, ibu menyusui dan anaknya. Pengetahuan gizi
memegang peranan yang sangat penting dalam penggunaan dan pemilihan
bahan makanan dengan baik sehingga dapat mencapai keadaan gizi yang
seimbang (Suhardjo, 2005).
b) Tingkat Pendapatan
Tingkat pendapatan sangat menentukan bahan makanan yang akan
dibeli. Pendapatan merupakan faktor yang penting untuk menetukan

Perencanaan Program Gizi | 14


kualitas dan kuantitas makanan, maka erat gubungannya dengan gizi
(Suhardjo, 2005)
c) Perilaku Hidup Bersih dan Sehat
Perilaku hidup sehat adalah perilaku-perilaku yang berkaitan
dengan upaya atau kegiatan seseorang untuk mempertahankan dan
meningkatkan kesehatannya (Notoatmodjo, 2003).
Perilaku kesehatan (health behavior) adalah setiap tindakan yang
diambil oleh seorang individu yang berpendapat bahwa dirinya sehat
dengan maksud untuk mencegah terjadinya penyakit atau mengenalnya
pada stadium permulaan (Salan, 2008).
d) Besar Keluarga
Besar keluarga atau banyaknya anggota keluarga berhubungan erat
dengan distribusi dalam jumlah ragam pangan yang dikonsumsi anggota
keluarga (Suhardjo, 2005). Keberhasilan penyelenggaraan pangan dalam
satu keluarga akan mempengaruhi status gizi keluarga tersebut. Besarnya
keluarga akan menentukan besar jumlah makanan yang di konsumsi untuk
tiap anggota keluarga. Semakin besar umlah anggota keluarga maka
semakin sedikit jumlah konsumsi gizi atau makanan yang didapatkan oleh
masing-masing
2.2.3.4. Akar Masalah
Sedangkan penyebab mendasar atau akar masalah gizi di atas adalah
terjadinya krisis ekonomi, politik dan sosial termasuk bencana alam, yang
mempengaruhi ketidak-seimbangan antara asupan makanan dan adanya
penyakit infeksi, yang pada akhirnya mempengaruhi status gizi balita
(Soekirman, 2000).

Perencanaan Program Gizi | 15


2.3 Kerangka Teori

2.4 Kerangka Konsep

Perencanaan Program Gizi | 16


BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Definisi Operasional

Variable Definisi Metode dan Kategori


Alat
Pengukuran
Asupan Gizi Asupan gizi yang Metode:  Baik : ≥ 100% AKG
dikonsumsi oleh Food Recall  Sedang : 80 – 99% AKG
balita dalam 24 jam.  Kurang : 70 – 80% AKG
sehari yang  Defisit : < 70% AKG
meliputi zat gizi Alat:
Energi, Protein, Formulir
Vitamin A, Fe. Food Recall
24 jam, food
model, dan
DKBM.
Status Gizi Status gizi yaitu Antropomet BB/U :
keadaan ri  Gizi Buruk : <-3 SD
keseimbangan  Gizi Kurang : -3SD
tubuh balita sampai <-2SD
akibat  Gizi Baik : -2SD
mengkonsumsi sampai 2SD
makanan yang  Gizi Lebih : >2SD
diukur dengan TB/U :
indeks BB/U  Sangat Pendek : <-
,BB/TB,TB/U, 3SD
IMT/U  Pendek : -3SD sampai
-2SD
 Normal : -2SD sampai
2SD
 Tinggi : >2SD
BB/TB :
 Sangat Kurus : <-3SD
 Kurus : -3SD sampai
<-2SD

Perencanaan Program Gizi | 17


Normal : -2SD sampai
2SD
 Gemuk : >2SD
IMT/U :

 Sangat Kurus : <-3SD


 Kurus : -3SD sampai
<-2SD
 Normal : -2SD sampai
2SD
 Gemuk : >2SD
Penyakit Penyakit infeksi Alat : (1) Menderita penyakit
infeksi adalah terjadinya Kuesioner infeksi : apabila balita
suatu penyakit sedang sakit atau
pada balita akibat Metode : pernah sakit dalam 3
masuknya kuman Wawancara bulan terakhir.
atau (2) Tidak menderita
mikroorganisme penyakit infeksi
pathogen
apabila tidak pernah
berdasarkan
sakit dalam 3 bulan
catatan atau
terakhir
informasi yang
diperoleh dari ibu
atau dari dokter
atau petugas
kesehatan dalam
3 bulan terakhir
Ketersediaan Ketersediaan Alat :  Baik : ≥ 100% AKG
pangan pangan dalam Formulir  Sedang : 80 – 99% AKG
keluarga selama 5 pencatatan  Kurang : 70 – 80% AKG
hari yang bahan  Defisit : < 70% AKG
digunakan untuk makanan
konsumsi seluruh (Formulir
keluarga atau Food
semua makanan Account
yang masuk selama 5
kerumah baik hari)
yang dibeli

Perencanaan Program Gizi | 18


maupun diberi
orang lain.
Independen : Pola asuh dalam Alat : Baik : ≥ rata-rata
Pola asuh konteks ini Kuisioner
Kurang baik : < rata-rata
anak mencakup mengenai
perhatian/dukung pola asuh
an ibu terhadap Ibu
anak, pemberian terhadap
ASI atau Anak
makanan
pendamping pada
anak, rangsangan
psikososial
terhadap anak,
persiapan dan
penyimpanan
makanan, praktik
kebersihan atau
hygiene dan
sanitasi
lingkungan, serta
perawatan balita
dalam keadaan
sakit seperti
mencari tempat
pelayanan
kesehatan.
Independen: Perawatan Alat : Baik : ≥ rata-rata
Perawatan kehamilan Kuisioner
Kurang baik : < rata-rata
ibu hamil merupakan mengenai
pelayanan perawatan

Perencanaan Program Gizi | 19


kesehatan oleh ibu saat
tenaga kesehatan hamil
untuk ibu selama
masa
kehamilannya,
dilaksanakan
sesuai dengan
standar pelayanan
antenatal yang
ditetapkan
Pengetahuan Pemahaman ibu Wawancara a. Baik : > 80% jawaban
ibu tentang tentang gizi dan dengan benar
gizi kesehatan menggunaka b. Sedang : 60-80% jawaban
n kuosioner benar
c. Kurang : 60% jawaban
benar
Pendapatan Pendapatan Penghasilan - Rendah, Jika pendapatan
keluarga dalam dari seluruh < Rp. 2.454.000,-
penelitian ini pekerjaan - Tinggi, Jika pendapatan >
adalah suatu Rp. 2.454.000,-
tingkat (Sumber,UMP kalsel
penghasilan yang 2018).
diperoleh dari
pekerjaan pokok
dan pekerjaan
sampingan dari
orang tua dan
anggota keluarga
lainnya dalam
satuan Rupiah
dalam jangka

Perencanaan Program Gizi | 20


waktu per bulan.
Variabel Kondisi Alat : Baik :> rata-rata
bebas : lingkungan rumah Kuesioner
Kurang : ≤ rata-rata
kesehatan tangga yang
Metode :
lingkungan meliputi Observasi
ketersediaan air,
ketersediaan
jamban sehat,
ketersediaan
tempat sampah,
dan ketersediaan
saluran
pembuangan
limbah sehat.

3.2 Desain Penelitian


Jenis penelitian ini adalah observasi analitik dengan menggunakan rancangan penelitian
Cross Sectional, yaitu suatu pendekatan yang sifatnya sesaat pada suatu waktu dan tidak
diikuti terus menerus dalam kurun waktu tertentu di Desa Z Kecamatan Y Kabupaten X
(Notoadmojo,2002).
3.3 Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh keluarga yang memiliki balita yang berasal
dari keluarga yang tinggal di desa X, yaitu berjumlah ... orang balita. Jika ada lebih dari
satu anak maka yang diambil adalah anak yang termuda.
3.4 Sampel
Sampel dalam penelitian iniadalah berjumlah 60 orang balita.Jika ada lebih dari satu anak
maka yang diambil adalah anak yang termuda.
3.5 Responden
Responden dalam penelitian ini adalah Ibu yang mengasuh balita yang tinggal di Desa X.
3.6 Variabel Penelitian
Variabel penelitian yang digunakan adalah variabel bebas (independen) dan variabel

Perencanaan Program Gizi | 21


terikat (dependen)
3.9.1. Variabel bebas (independen)
Variabel bebas (independen) berupa asupan makanan
3.9.2. Variabel terikat (dependen)
Variabel terikat (dependen) berupa status gizi balita.

3.7 Teknik Pengumpulan Data


3.10.1. Metode Pengumpulan data
a) Data Primer
1) Data umum keluarga, nama, alamat, umur, agama suku, pekerjaan,
pendidikan, diperoleh dengan cara wawancara dengan menggunakan alat
ukur kuesioner.
2) Keadaan status gizi balita diperoleh dengan pengukuran antropometri yaitu
dengan menimbang BB, mengukur TB dan LILA.
3) Asupan makanan diperoleh diukur dengan cara Food Recall 24 jam
4) Penyakit infeksi diperoleh dengan cara memeriksa berdasarkan catatan atau
informasi yang diperoleh dari ibu atau dari dokter atau petugas kesehatan
dalam 3 bulan terakhir
5) Ketersediaan pangan dikumpulkan dengan cara food account selama 5 hari
6) Kesehatan lingkungan dengan cara pengamatan langsung
7) Pendapatan dikumpulkan dengan cara wawancara menggunakan kuesioner.
8) Keadaan pengetahuan ibu tentang gizi dan kesehatan diperoleh dengan cara
wawancara menggunakan kuesioner kepada ibu yang memiliki balita
9) Pendidikan diperoleh dengan cara wawancara menggunakan kuesioner
10) Data perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) diperoleh dengan cara
wawancara menggunakan kuesioner yang dimodifikasi dari Skripsi Ria Fitri
Rochaeni Tahun 2016.
b) Data Sekunder
Data sekunder meliputi data umum desa yang mencakup data geografis
desa, mata pencaharian, jumlah penduduk, serta agama dan kepercayaan.
Dikumpulkan melalui informasi dari Kantor Kelurahan Desa X.

Perencanaan Program Gizi | 22


3.11 Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian adalah alat-alat yang akan digunakan untuk pengumpulan data.
3.11.1. Timbangan berat badan ( dacin )
Alat yang dianjurkan untuk menimbang berat badan balita yaitu timbangan dacin
dengan ukuran maksimum 25 Kg dengan ketelitian alat 0,1 Kg.
3.11.2. Alat pengukur Tinggi Badan (Mikrotoa)
Pengukuran tinggi badan untuk balita yang sudah dapat berdiri dilakukan dengan
alat pengukur tinggi “mikrotoa” (microtoise) yang mempunyai ketelitian 0,1 cm.
3.11.3. Alat ukur LILA (pita ukur LILA)
3.11.4. Formulir pencatatan bahan makanan.
Formulir ini berupa pencatatan tertulis yang digunakan untuk memperoleh data
informasi tentang asupan makanan keluarga.

3.12 Teknik Pengolahan Data


3.12.1. Status gizi balita
Dengan menggunakan baku standar WHO-NCHS, berdasarkan 3 indikator
pengukuran status gizi balita yaitu BB/TB, BB/U, TB/U. Dapat dikategorikan
sebagai berikut :
a) BB/U:
1) Gizi buruk : < - 3SD
2) Gizi kurang : < - 2 SD s/d ≥ - 3 SD
3) Gizi baik : < - 2 SD s/d + 2 SD
4) Gizi lebih : > + 2 SD
Tabel 1.1 Distribusi Status Gizi Responden Berdasarkan Berat Badan
Menurut Umur (BB/U)

Jumlah
No Status Gizi balita (BB/U)
N %
1 Gizi lebih
2 Gizi baik
3 Gizi kurang

Perencanaan Program Gizi | 23


4 Gizi buruk
Jumlah .
Nilai individu−nilai median
ZscoreTB/U =
nilai median−nilai sp . baku

b) BB/TB
Dengan beberapa kriteria :
1) Gemuk : > 2 SD
2) Normal : > -2 SD s/d 2 SD
3) Kurus : < -2 SD s/d -3 SD
4) Kurus sekali : < -3 SD
Tabel 1.2 Distribusi Status Gizi Responden Berdasarkan Berat Badan
Menurut Tinggi Badan (BB/TB)

Jumlah
No Status Gizi balita (BB/TB)
N %
1 Gemuk
2 Normal
3 Kurus
4 Kurus Sekali
Jumlah

Nilai individu−nilai median


ZscoreTB/U =
nilai median−nilai sp . baku
c) TB/U
Dengan beberapa kriteria :
1) Tinggi : > 2 SD
2) Normal : > -2 SD s/d 2 SD
3) Pendek : < -2 SD s/d -3 SD
4) Sangat Pendek : < -3 SD

Tabel 1.3 Distribusi Status Gizi Responden Berdasarkan Tinggi Badan

Perencanaan Program Gizi | 24


Menurut Umur TB/U)

Jumlah
No Status Gizi balita (TB/U)
N %
1 Tinggi
2 Normal
3 Pendek
4 Sangat Pendek

Jumlah

Nilai individu−nilai median


ZscoreTB/U =
nilai median−nilai sp . baku

d) IMT/U
Dengan beberapa kriteria :
1) Gemuk : > 2 SD
2) Normal : > -2 SD s/d 2 SD
3) Kurus : < -2 SD s/d -3 SD
4) Kurus sekali : < -3 SD
Tabel 1.2 Distribusi Status Gizi Responden Berdasarkan Berat Badan
Menurut Tinggi Badan (IMT/U)

Jumlah
No Status Gizi balita (BB/TB)
N %
1 Gemuk
2 Normal
3 Kurus
4 Kurus Sekali
Jumlah

e) Asupan Makanan

Perencanaan Program Gizi | 25


Data diperoleh dari hasil wawancara langsung dengan cara food recall 24
jam kemudian data bahan makanan tersebut dikonversikan kedalam berat
kemudian dibandingkan dengan AKG dengan kategori :
1) Baik : ≥ 100% AKG
2) Sedang : 80 – 99% AKG
3) Kurang : 70 – 80% AKG
4) Defisit : < 70% AKG
Tabel 1.4 Distribusi responden berdasarkan ketersediaan pangan keluarga.

No Tingkat Ketersediaan Jumlah


. Pangan Keluarga N %
1. Baik
2. Sedang
3. Kurang
4. Defisit
Jumlah

f) Penyakit Infeksi
Data ini diperoleh dengan cara wawancara menggunakan metode
kuisioner dan observasi serta berdasarkan catatan penyakit balita,
kemudian data dikategorikan menjadi 2, yaitu :
1) Menderita penyakit infeksi : apabila balita sedang sakit atau pernah
sakit dalam 3 bulan terakhir.
2) Tidak menderita penyakit infeksi apabila tidak pernah sakit dalam 3
bulan terakhir.

Tabel 1.5 Distribusi Status Gizi Responden Berdasarkan Ada Tidaknya menderita
penyakit infeksi
No Jumlah
Penyakit Infeksi
. N %

Perencanaan Program Gizi | 26


1. Menderita penyakit infeksi
Tidak menderita penyakit
2.
infeksi
Jumlah

g) Ketersediaan Pangan Keluarga


1) Data bahan makananyang diperoleh dikonversikan ke dalam energi
dan protein.
2) Menghitung jumlah energi dan proteinyang didapat dengan membagi
selama tiga hari, sehingga didapatkan jumlah ketersediaan energi dan
protein rata-rata per hari.
3) Menghitung jumlah AKG seluruh anggota keluarga.
4) Membandingkan jumlah ketersediaan energi dan protein per hari
dengan AKG Keluarga dikali 100%

Angka yang diperoleh tersebut kemudian dikategorikan :

1) Baik : ≥ 100% AKG


2) Sedang : 80 – 99% AKG\
3) Kurang : 70 – 80% AKG
4) Defisit : < 70% AKG
Tabel 1.4 Distribusi responden berdasarkan ketersediaan pangan keluarga.

No Tingkat Ketersediaan Jumlah


. Pangan Keluarga N %
1. Baik
2. Sedang
3. Kurang
4. Defisit
Jumlah

Perencanaan Program Gizi | 27


g) Pola Asuh
1) Memberi Skor pada setiap pertanyaan
2) Menjumlahkan semua skor jawaban masing-masing responden
3) Merata-ratakan semua skor responden
4) Mengkategorikan skor pola asuh menjadi
Baik : ≥ rata-rata
Kurang baik : < rata-rata

h) Kesehatan Lingkungan
1) Memberi skor pada setiap pertanyaan
2) Menjumlahkan semua skor jawaban masing-masing responden
3) Merata-ratakan semua skor responden
4) Mengkategorikan skor kesehatan lingkungan menjadi :
– Baik : ≥ rata-rata
– Kurang : ≤ rata-rata
i) Pendapatan
Diolah dengan cara menjumlahkan seluruh pendapatan keluarga selama 1
bulan , lalu dikategorikan menjadi :
1) Tinggi : ≥ Rp,2.454.000.,
2) Rendah :<Rp, 2.454.000.,
j) Tingkat Pengetahuan Ibu
1) Pengetahuan
Memberi skor masing – masing jawaban dari responden dengan cara
setiap jawaban yang benar diberi nilai 1, sedangkan yang salah diberi
nilai 0, kemudian dijumlahkan.
jumlah jawaban yang benar
X 100 %
jumlah soal
Dikategorikan menjadi :
– Baik : > 80% jawaban benar
– Sedang : 60-80 % jawaban benar

Perencanaan Program Gizi | 28


– Kurang : 60 % jawaban benar
2) Pendidikan
Pendidikan diolah dengan cara dikategorikan menjadi Tidak sekolah,
sd/sederajat, SMP/sederajat, SMA/sederajat, perguruan tinggi
k) Perilaku Hidup Bersih dan Sehat
1) Memberi Skor pada setiap pertanyaan
2) Menjumlahkan semua skor jawaban masing-masing responden
3) Merata-ratakan semua skor responden
4) Mengkategorikan skor pola asuh menjadi
Baik : ≥ rata-rata
Kurang baik : < rata-rata

3.13 Rencana Analisis Data


Dari hasil pengolahan data dilakukan analisis dengan cara Univariat dan cara Bivariat.
a) Analisis Univariat
Analisis ini dilakukan pada masing-masing variable. Hasil ini berupa distribusi dan
persentase setiap variable.
b) Analisis Bivariat
Analisis ini digunakan untuk mengetahui hubungan antara variable bebas dengan
variable terikat. Analisis menggunakan software SPSS 18 dengan uji statistic
korelasi spearman dengan tingkat signifikansi 95% (α = 0,05).

Untuk menarik kesimpulan dilakuakn uji statistic untuk mengetahui ada tidaknya
hubungan antara variable yang diteliti dengan menggunakan uji korelasi rank
spearman pada tingkat kepercayaan 95%. Uji korelasi rank spearman digunakan
untuk mencari hubungan atau untuk menguji signifikansi hipotetsis asosiatif bial
amsing-masing variable dihubungkan berbentuk orgdinal, dan sumber data
variable tidak harus sama untuk menganalisa dnegan rumus :

P = 1 - 6Σbi2

Perencanaan Program Gizi | 29


n(n2-1)
(Sugiyono, 2009)
Sehingga didapatkan kaidah sebagai berikut :
H0 : Tidak ada hubungan antara variable bebas (Asupan Makanan) dengan variable
perikat (Status Gizi Balita)
Ha : Ada hubungan antara variable bebas (Asupan Makanan) dengan variable
perikat (Status Gizi Balita)
Alpha (α) 5% (0,05)
 Apabila P > α maka H0 diterima Tidak ada hubungan antara variable bebas
(Asupan Makanan) dengan variable perikat (Status Gizi Balita)
 Apabila P ,<α maka H0 ditolak Ada hubungan antara variable bebas (Asupan
Makanan) dengan variable perikat (Status Gizi Balita)
Berdasarkan nilai korelasi yang diperoleh maka apabila :
– r = 0,00 – 0,25  tidak ada hubungan atau hubungan lemah
– r = 0,26 – 0,50  hubungan sedang
– r = 0,51 – 0,75  hubungan kuat
– r = 0,76 – 1,00  hubungan sangat kuat / sempurna.
(Sabri dan Sutanto, 2007)

Perencanaan Program Gizi | 30


DAFTAR PUSTAKA

Almatsier, Sunita. Penuntun Diet (Edisi Baru). Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. 2007.

Almatsier,S. (2003). Prinsip dasar Ilmu Gizi. Jakarta: PT Gramedia Pusaka Utama.

Ayu Putri. Faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi.


https://www.academia.edu/23736774/FAKTOR_FAKTOR_YANG_MEMPENGARUHI_STAT
US_GIZI . (Diakses tanggal 29 agustus 2019)
Ayu Putri. Faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi.
https://www.academia.edu/23736774/FAKTOR_FAKTOR_YANG_MEMPENGARUHI_STAT
US_GIZI . (Diakses tanggal 13 Agustus 2019)
depkes.go.id.2013.infodatin gizi.
depkes.infodatin gizi. www.depkes.go.id/download.php?
file=download/pusdatin/infodatin/infodatin-gizi.pdf
Diba,Fara. 2012. Hubungan Antara Pola Makan Dengan Status Gizi Pada Anak Usia Pra Sekolah
Di Wilayah Puskesmas Samata Kabupaten Gowa. http://repositori.uin-
alauddin.ac.id/4872/1/FARADIBA%20E.pdf
Ernawati, A. (2006). Hubungan Faktor Sosial Ekonomi, Higiene Sanitasi Lingkungan, Tingkat
Konsumsi dan Infeksi dengan Status Gizi Anak Usia 2-5 Tahun di Kabupaten Semarang Tahun
2003. Tesis. Program pascasarjana, Universitas Diponegoro : Semarang

Faradiba.repositori.uin-alauddin.ac.id.2012. Hubungan Antara Pola Makan Dengan Status Gizi


Pada Anak Usia Pra Sekolah Di Wilayah Puskesmas Samata Kabupaten Gowa
Faradiba.repositori.uin-alauddin.ac.id.2012. Hubungan Antara Pola Makan Dengan Status Gizi
Pada Anak Usia Pra Sekolah Di Wilayah Puskesmas Samata Kabupaten Gowa.
Fatin, Nur. 2017. pengertian asupan makanan dan factor.
http://seputarpengertian.blogspot.com/2017/05/pengertian-asupan-makanan-dan-faktor.html
Handayani, L., Mulasari, S.A., & Nurdianis, N. (2008). Evaluasi Program Pemberian Makanan
Tambahan Anak Balita. Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan, Vol. 11, No. 1 Maret

Hartono.2017. Status Gizi Balita dan Interaksinya


http://sehatnegeriku.kemkes.go.id/baca/blog/20170216/0519737/status-gizi-balita-dan-
interaksinya/
http://repositori.uin-alauddin.ac.id/4872/1/FARADIBA%20E.pdf

Perencanaan Program Gizi | 31


Irianto, Kus dan Kusno Waluyo. Gizi dan Pola Hidup Sehat. Bandung: CV. Yrama Widya. 2004.

Istiono, W., Suryadi, H., Haris, M., Irnizarifka., Tahitoe, A.D., Hasdianda, M.A., Fitria, T., &
Sidabutar, T.I.R. (2009). Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Status Gizi Balita. Berita
Kedokteran Masyarakat Vol. 25, No. 3, September

Kotler, P. (2006) Manajemen Pemasaran Edisi II.Jakarta: P. Indeks.

Mulyaningsih, Fitri. 2007. Hubungan antara pengetahuan ibu tentang gizi balita dan pola makan
balita terhadap status gizi balita. Yogyakarta. Alamat web : enprints.uny.ac.id/14151/1/BAB I-
V.pdf
Mulyanto Sumardi dan Hans Dieter Ever, 1982, Kemiskinan dan Kebutuhan Pokok, Jakarta:
Rajawali.

Pongou, R., Ezzati, M., & Salomon, J.A. (2006). Household and Community Socioeconomic and
Environmental Determinants of Child Nutritional Status In Cameroon. Diunduh dari :
http://www.biomedcentral.com/1471-2458/6/98. tanggal akses : 5 juni 2012 (18:37)

Raffalovich, L.E., Monnat, S.M., & Tsao, H. (2009). Family Income at the Bottom and at the
Top: Income Sources and Family Characteristics. Res Soc Stratif Mobil. 2009 December 1;
27(4): 301–309. doi:10.1016/j.rssm.09.001.

Septiarini Nuraisah.2015. gambaran status gizi dan asupan protein pada anak usia 13-15 tahun.
http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29534/1/NURAISAH
%20SEPTIARINI-FKIK.pdf

SeptiariniNuraisah.repository.uinjkt.ac.id.2015. gambaran status gizi dan asupan protein pada


anak usia 13-15 tahun.
http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29534/1/NURAISAH
%20SEPTIARINI-FKIK.pdf

SeptiariniNuraisah.repository.uinjkt.ac.id.2015. gambaran status gizi dan asupan protein pada


anak usia 13-15 tahun.
http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29534/1/NURAISAH
%20SEPTIARINI-FKIK.pdf

Perencanaan Program Gizi | 32


seputarpengertian.blogspot.com.2017. pengertian asupan makanan dan factor.
http://seputarpengertian.blogspot.com/2017/05/pengertian-asupan-makanan-dan-faktor.html

seputarpengertian.blogspot.com.2017. pengertian asupan makanan dan factor.


http://seputarpengertian.blogspot.com/2017/05/pengertian-asupan-makanan-dan-faktor.html

Supariasa, I Dewa Nyoman. et al. Penilaian Status Gizi Balita. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC. 2002. www.depkes.go.id/download.php?
file=download/pusdatin/infodatin/infodatin-gizi.pdf

Perencanaan Program Gizi | 33

Anda mungkin juga menyukai