Anda di halaman 1dari 11

Makalah,

(Untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Struktur Perkembangan Hewan 1 peserta


didik yang diampuh oleh Ibu Prof. Dr. Margaretha Solang, M.Si)

Disusun oleh:
Muh.Kirad Timbola
432422042
Kelas B

PROGRAM STUDI BIOLOGI


JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO
2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada kehadirat Allah SWT yang mana telah
memberikan kami semua kekuatan serta kelancaran dalam menyelesaikan
makalah mata kuliah Ekologi pangan yang berjudul Sistem

Penulis mengucapkan terima kasih yang sebanyak-banyaknya kepada dosen


mata kuliah Ekologi pangan. Penulis juga mengharapkan kritikan dan saran yang
sifatnya membangun,penulis berharap agar makalah ini bisa memberikan manfaat
kepada orang lain, tidak hanya kepada penulis saja.

Penulis

Muh. Kirad Timbola


DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Perkembangan makanan dan pola makan pada balita telah mengalami
perubahan yang signifikan selama berabad-abad terakhir. Faktor-faktor
seperti perubahan sosial, ekonomi, budaya, dan teknologi telah
mempengaruhi apa yang disajikan di atas meja makan balita dan bagaimana
mereka mengonsumsinya. Sebagai individu yang masih dalam tahap
pertumbuhan dan perkembangan, balita memiliki kebutuhan gizi yang sangat
penting, dan pemahaman tentang perubahan makanan dari masa ke masa
menjadi kunci dalam menjaga kesehatan dan perkembangan anak-anak dalam
masyarakat kita.
Makanan yang diberikan kepada balita tidak hanya memengaruhi
pertumbuhan fisik mereka, tetapi juga perkembangan kognitif, emosional, dan
sosial. Oleh karena itu, sangat penting untuk memahami sejarah dan
perubahan dalam makanan balita serta dampaknya terhadap kesehatan dan
perkembangan mereka.
Lingkungan yang berkembang dengan cepat dan dinamis memainkan
peran yang signifikan dalam membentuk kebiasaan makan anak. Di tengah
perubahan pola hidup, urbanisasi, globalisasi, serta faktor sosial dan ekonomi,
pola makan balita mengalami transisi yang semakin kompleks. Pemahaman
mendalam tentang bagaimana dinamika lingkungan berperan dalam transisi
pola makan balita menjadi penting untuk mendorong kebijakan dan intervensi
yang sesuai guna memastikan anak-anak tumbuh sehat dan kuat
Anak balita adalah anak usia 12-59 bulan, pada masa ini adalah periode
yang sangat penting bagi tumbuh kembang manusia, sehingga biasa disebut
dengan golden periode. Dikatakan golden periode karena usia ini anak berada
pada pertumbuhan dan perkembangan yang sangat pesat baik secara fisik,
psikologi, mental, maupun sosialnya (Angraeni, 2010). Sehingga perlu
mendapatkan perhatian dan dukungan lebih khususnya dari kedua orang tua.
Aspek yang perlu diperhatikan terhadap anak yaitu pola pengasuhan yang
berhubungan dengan pola makananak dan status gizi (Angraeni, 2010).
1.2. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pola kebiasaan makan pada balita di kota timur kelurahan
padebuolo kota gorontalo?
2. Apa kandungan gizi yang terdapat pada balita ?
3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perubahan Kebiasaan Makan pada
Balita?
3.1. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui bagaiman pola kebiasaan makan pada balita dikota
timur kelurahan padebuolo kota gorontalo
2. Untuk mengetahui apa kandungan gizi yang terdapat pada balita
3. Untuk mengetahui apa faktor yang mempengaruhi pola makan balita
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Bagaimana pola kebiasaan makan pada balita
Hasil wawancara yang dilakukan di Desa Popaya, Kec. Dengilo, Kab.
Pohuwato, Provinsi Gorontalo menunjukkan pola kebiasaan makan pada balita
umur 1 tahun 5 bulan. Sejak lahir hingga saat ini mengomsumsi susu
formula. Pada umur 1 tahin 5 bulan balita ini sudah mengomsusmsi nasi beras
bubur. Pola makan adalah informasi tentang jenis dan jumlah makanan yang
dimakan oleh individu atau kelompok orang pada waktu tertentu, dan asupan
makanan dapat dinilai berdasarkan jumlah dan jenis makanan yang dimakan.
Pola makan pada balita sangat berperan penting dalam proses
pertumbuhan pada balita, karena dalam makanan banyak mengandung gizi.
Gizi menjadi bagian yang sangat penting dalam pertumbuhan. Gizi di
dalamnya memiliki keterkaitan yang sangat erat hubungannya dengan
kesehatan dan kecerdasan. Apabila terkena defisiensi gizi maka kemungkinan
besar sekali anak akan mudah terkena infeksi. Gizi ini sangat berpengaruh
terhadap nafsu makan. Jika pola makan tidak tercapai dengan baik pada balita
maka pertumbuhan balita akan terganggu, tubuh kurus, pendek bahkan bisa
terjadi gizi buruk pada balita (Purwani, E, 2013).
Penerapan pola makan dengan gizi seimbang menekankan pola konsumsi
pangan dalamjenis, jumlah dan prinsip keanekaragaman pangan untuk
mencegah masalah gizi. Komponen yang harus dipenuhi dalam penerapan pola
makan gizi seimbangmencakup cukup secara kuantitas, kualitas, mengandung
berbagai zat gizi (energi, protein, vitamin dan mineral), serta dapat
menyimpan zat gizi untuk mencukupi kebutuhan tubuh
Karyadi (1985), mendefinisikan pola asuh makan sebagai praktik
pengasuhan yang diterapkan oleh ibu kepada anak berkaitan dengan cara dan
situasi makan. Selain pola asuh makan, pola asuh kesehatan yang dimiliki ibu
turut memengaruhi status kesehatan balita di mana secara tidak langsung akan
memengaruhi status gizi balita. Dalam tumbuh kembang anak, peran ibu sangat
dominan untuk mengasuh dan mendidik anak agar tumbuh dan berkembang
menjadi anak yang berkualitas. Pola asuh makan pada balita berkaitan dengan
kebiasaan makan yang telah ditanamkan sejak awal pertumbuhan manusia.
2.2 Kandungan gizi yang terdapat pada balita
Balita mengomsumsi bubur dari beras yang di rebus dimana makanan
tersebut mangandung zat gizi pada balita. Balita juga biasanya sering
mengomsusmi makanan seperti pisang, ubi-ubian. Karbohidrat untuk balita
yaitu sebagai nutrisi yang tepat untuk tumbuh kembang. Dalam usia
pertumbuhan, balita membutuhkan asupan karbohidrat yang tergolong
sederhana agar lebih cepat diserap menjadi energi. Energi ini dibutuhkan untuk
tahapan pertumbuhan fisik dan perkembangan otak anak sehingga anak bisa
beraktivitas dengan baik. Karbohidrat juga berfungsi untuk memastikan
protein dapat berperan sebagai zat pembangun.
Dampak masalah gizi pada usia dini tidak saja berakibat terganggunya
pertumbuhan dan perkembangan anak seperti meningkatnya kematian balita,
kecerdasan yang rendah, keterbelakangan mental, ketidakmampuan berprestasi,
produktivitas yang rendah di mana mengakibatkan yang rendahnya kualitas
sumber daya manusia (Puspasari, N. dan N. Andriani. 2017)
Hermana (1993) menyatakan bahwa status gizi merupakan hasil masukan
zat gizi dan pemanfaatannya dalam tubuh. Untuk mencapai status gizi yang
baik diperlukan pangan yang mengandung zat gizi cukup dan aman untuk
dikonsumsi. Kurang gizi disebabkan tidak tersedianya zat-zat gizi dalam
kualitas dan kuantitas yang cukup untuk memenuhi kebutuhan tubuh.
Kasus gizi buruk banyak terjadi pada kelompok balita sehingga dikatakan
sebagai kelompok rentan karena pada usia tersebut merupakan masa
pertumbuhan yang pesat di mana memerlukan zat gizi yang optimal. Sampai
saat ini masalah kesehatan dan gizi masih diprioritaskan untuk kelompok balita
karena rentan terhadap masalah kesehatan dan gizi, pada masa tersebut
merupakan periode penting dalam proses tumbuh kembang. Pada masa ini
proses tumbuh kembang berlangsung sangat cepat disebut dengan masa
keemasan (golden age), di mana pada masa ini otak berkembang sangat cepat
dan akan berhenti saat anak berusia tiga tahun. Balita yang sedang mengalami
proses pertumbuhan dengan pesat, memerlukan asupan zat makanan relatif
lebih banyak dengan kualitas yang lebih baik dan bergizi (Rahmawati, F.
2016.)
2.3 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perubahan Kebiasaan Makan Pada
Balita
1. Perkembangan Fisik
a. Pertumbuhan fisik yang pesat pada usia balita dapat memengaruhi
jumlah dan jenis makanan yang dibutuhkan. Kebutuhan kalori dan
nutrisi meningkat seiring pertumbuhan.
b. Perkembangan motorik pada balita juga memengaruhi cara mereka
makan. Balita yang baru belajar makan sendiri mungkin memiliki
kebiasaan makan yang berbeda dari balita yang masih diberi makan
oleh orang tua.
2. Preferensi Rasa
a. Balita mulai mengembangkan preferensi rasa mereka pada usia ini.
Mereka mungkin lebih suka makanan tertentu dan menolak makanan
lainnya.
b. Preferensi rasa bisa dipengaruhi oleh faktor genetik, pengaruh
lingkungan, dan pengalaman makan sebelumnya.
3. Kebiasaan Keluarga
a. Pola makan keluarga berperan penting dalam membentuk kebiasaan
makan balita. Keluarga yang makan bersama dan memberikan contoh
makan sehat cenderung memiliki anak-anak dengan kebiasaan makan
yang lebih baik.
b. Keluarga juga bisa memengaruhi pilihan makanan yang disediakan
untuk balita. Makanan yang disiapkan oleh keluarga akan memengaruhi
pilihan makanan balita
4. Lingkungan
Lingkungan tempat balita tinggal dan berinteraksi juga memengaruhi
perubahan kebiasaan makan. Akses terhadap makanan, pengaruh teman sebaya,
dan pengaruh media memiliki peran penting dalam kebiasaan makan balita
(Kurniawaty, S. 2011.)
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Hasil wawancara yang dilakukan di Desa Popaya, Kec. Dengilo, Kab.
Pohuwato, Provinsi Gorontalo menunjukkan pola kebiasaan makan pada
balita umur 1 tahun 5 bulan. Sejak lahir hingga saat ini mengomsumsi susu
formula. Pada umur 1 tahin 5 bulan balita ini sudah mengomsusmsi nasi
beras bubur. Perubahan kebiasaan makan pada balita adalah aspek penting
dalam perkembangan mereka. Faktor-faktor seperti perkembangan fisik,
preferensi rasa, kebiasaan keluarga, dan lingkungan memengaruhi
perubahan ini. Dampaknya dapat signifikan terhadap kesehatan dan
perkembangan balita. Oleh karena itu, penting bagi orang tua dan pengasuh
untuk memahami peran mereka dalam membentuk kebiasaan makan yang
sehat dan memberikan dukungan yang sesuai untuk balita agar tumbuh
dan berkembang dengan baik.
3.2 Saran
Dengan mempelajari masalah gizi pada Balita ini maka hendaknya jangan
kita jadikan hanya sebagai ilmu tetapi kita dapat mengaplikasikan dalam
kehidupan kita agar masalah gizi balita di Indonesia terutama yang ada
disekitar kita dapat diminimalisir.
DAFTAR PUSTAKA
Kurniawaty, S. 2011. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kebiasaan
Makan Anak Usia Prasekolah (4-6 tahun) di TK Al-Amanah
Kecamatan Sindang Jaya Kabupaten Tangerang Tahun 2011. Skripsi.
Jakarta: Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah.

Mentari, S., & Agus, H. 2018. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Status
Stunting Anak Usia 24-59 Jurusan Gizi Poltekkes Kemenkes
Pontianak Indonesia. Pontianak Nutrition Journal (PNJ), 1(1), 1–5.

N. Nurdin and L. O. Anhusadar. 2020. “Evaluasi Pelaksanaan Standar Proses di


Satuan Pendidikan Anak Usia Dini,” J. Obs. J. Pendidik. Anak Usia
Dini, vol. 4, no. 2, p. 982,Mar.

Purwani, E. 2013. Pola Pemberian Makan Dengan Status Gizi Anak Usia 1
Sampai 5 Tahun Di Kabunan Taman Pemalang. Jurnal Keperawatan
Anak, 1(1). Puspasari, N. dan N. Andriani. 2017. Hubungan
Pengetahuan Ibu tentang Gizi dan Asupan Makan Balita dengan
Status Gizi Balita (BB/U) Usia 12-24 Bulan. Amerta Nutrition.
1(4): 369- 378.

Rahmawati, F. 2016. Hubungan Pengetahuan Ibu, Pola Pemberian Makan, dan


Pendapatan Keluarga Terhadap Status Gizi Balita di Desa Pajerukan
Kecamatan Kalibagor. Skripsi. Purwokerto: Universitas
Muhammadiyah Purwokerto.

Sulistyoningsih, H. (2012). Gizi untuk kesehatan ibu dan anak . Yogyakarta :


Graha Ilmu.

Anda mungkin juga menyukai