Anda di halaman 1dari 13

PERAN GIZI SEIMBANG DALAM PERTUMBUHAN OPTIMAL BALITA

Disusun untuk Memenuhi Tugas

Mata Kuliah Dasar Ilmu Gizi

Dosen Pengampu : Dr Irwan Budiono S.KM., M.Kes,(Epid).

Disusun oleh :

Fifi Amalia

(2309020155)

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

2023
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas
rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini guna memenuhi
tugas untuk mata kuliah Dasar Ilmu Gizi dengan judul "Peran Gizi Seimbang dalam
Pertumbuhan Optimal Balita".

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada
Bapak Dr Irwan Budiono S.KM., M.Kes,(Epid). selaku dosen pengampu mata kuliah dasar ilmu
gizi yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan
sesuai dengan bidang studi yang penulis tekuni. Penulis sangat berharap semoga makalah ini
dapat memberikan manfaat serta menambah pengetahuan bagi pembaca.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini
karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman penulis, maka dari itu penulis sangat
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Semarang, 11 November 2023

Penyusun
ABSTRAK
Gizi seimbang merupakan komposisi makanan harian yang mengandung zat gizi sesuai
kebutuhan tubuh, memperhatikan variasi makanan, aktivitas fisik, kebersihan, dan berat badan
ideal. Pengenalan pola makan seimbang pada keluarga, terutama anak balita, kritis untuk
memenuhi kebutuhan gizi dan mencegah malnutrisi. Gizi buruk, baik berlebih (overnutrition)
maupun kurang (undernutrition), menjadi permasalahan di Indonesia, mempengaruhi kesehatan
individu dan masyarakat.

Asupan gizi yang baik esensial untuk pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental, dan
intelektual, terutama pada anak-anak. Nutrisi dalam makanan, seperti karbohidrat, protein,
vitamin, dan mineral, memiliki peran penting dalam mencegah penyakit dan memastikan
pertumbuhan optimal. Namun, kesadaran masyarakat tentang gizi masih rendah, dengan
informasi yang kurang dan kesalahpahaman mengenai kebutuhan makanan.

Faktor risiko kekurangan gizi melibatkan asupan makanan, status sosial ekonomi,
pemberian ASI, tingkat pendidikan orang tua, penyakit penyerta, dan berat badan lahir rendah
(BBLR). Kurangnya ekonomi keluarga dapat mengakibatkan rendahnya daya beli makanan
bergizi, sedangkan pendidikan orang tua memengaruhi pemahaman mengenai gizi dan kebiasaan
makan.

Kasus stunting, kegagalan tumbuh pada balita akibat kekurangan gizi jangka panjang,
terkait erat dengan pola pengasuhan dan status kesehatan ibu. Intervensi khusus pada 1000 hari
pertama kehidupan melalui imunisasi, PMT, pengawasan pertumbuhan di Posyandu, dan lainnya,
dapat mengatasi masalah stunting. Asupan zat gizi yang seimbang dan pola hidup bersih serta
sehat menjadi kunci dalam mencegah stunting pada balita.

Kata Kunci : Gizi Seimbang, Pertumbuhan, Balita


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Peran gizi seimbang dalam tumbuh kembang balita yang optimal melampaui
sekadar pemenuhan kebutuhan nutrisi. Gizi seimbang menjadi fondasi utama yang
membentuk landasan kesehatan dan kesejahteraan anak sejak lahir. Pola makan yang
terbentuk sejak dini tidak hanya memastikan ketersediaan nutrisi yang cukup, tetapi
juga memberikan dampak jangka panjang pada kesehatan anak. Dari masa bayi
hingga periode balita, pertumbuhan dan perkembangan anak melibatkan aspek fisik,
kognitif, dan emosional. Gizi seimbang menjadi elemen kunci yang mendukung
proses ini secara holistik. Pada tahap ini, pola makan bukan hanya berkaitan dengan
pemenuhan kebutuhan kalori, protein, dan vitamin, tetapi juga menjadi pondasi bagi
perkembangan kognitif yang mempengaruhi kecerdasan dan fungsi otak balita.
Seiring pertumbuhan balita, peningkatan perkembangan motoriknya
memberikan tantangan tambahan, dan kebutuhan nutrisi pun semakin kompleks.
Keseimbangan nutrisi tidak hanya mencakup pertumbuhan fisik, tetapi juga
memberikan dukungan esensial untuk menjaga kestabilan emosional dan kesehatan
mental anak. Oleh karena itu, pemahaman mendalam mengenai pentingnya pola
makan seimbang menjadi landasan untuk menjaga pertumbuhan dan perkembangan
optimal balita. Dalam konteks ini, pemahaman lebih lanjut mengenai faktor risiko
kekurangan gizi pada balita serta hubungan antara pemenuhan gizi seimbang dengan
kasus stunting menjadi penting untuk mempersiapkan mereka untuk masa depan yang
sehat dan produktif.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa pengertian gizi seimbang dan bagaimana pengaruhnya terhadap pertumbuhan
balita?
2. Apa faktor risiko terjadinya kekurangan gizi pada balita?
3. Apa hubungan pemenuhan gizi seimbang dengan kasus stunting pada balita?

1.3 Tujuan Penulisan


1. Untuk mengetahui pengertian gizi seimbang dan bagaimana pengaruhnya
terhadap pertumbuhan balita.
2. Untuk mengetahui faktor risiko terjadinya kekurangan gizi pada balita.
3. Untuk mengetahui hubungan pemenuhan gizi seimbang dengan kasus stunting
pada balita.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Gizi Seimbang dan Pengaruhnya terhadap Pertumbuhan Balita

Gizi seimbang adalah komposisi makanan sehari-hari yang mengandung zat


gizi dalam jenis dan jumlah yang sesuai dengan kebutuhan tubuh, dengan
memerhatikan prinsip variasi makanan, kualitas aktivitas fisik, kebersihan dan berat
badan ideal. Memperkenalkan pola makan seimbang pada keluarga sangat diperlukan
untuk memenuhi gizi keluarga, terutama pada anak balita, dimana anak dibawah lima
tahun sangat memerlukan perhatian terutama untuk memenuhi kebutuhan gizinya
sehingga mencegah malnutrisi atau ketidakseimbangan gizi untuk balita sesuai
kebutuhan tubuhnya. Gizi buruk ini meliputi gizi berlebih yang disebut dengan gizi
lebih (overnutrition), dan gizi kurang (undernutrition) atau gizi buruk yang
merupakan permasalahan yang masih perlu diatasi di Indonesia.

Nilai gizi yang baik akan meningkatkan kesehatan individu dan masyarakat.
Kondisi nutrisi yang optimal sangatlah penting untuk pertumbuhan normal dan
perkembangan fisik serta kecerdasan untuk bayi, anak-anak, remaja, dan di semua
kelompok umur. Selain stimulasi, orang tua dan pendidik harus memberi balita
nutrisi yang seimbang. Ini akan memengaruhi pertumbuhan anak. Namun, perlu
diperhatikan bahwa makanan yang dimakan oleh anak memiliki jumlah gizi yang
cukup, terutama bagi ibu. Tidak hanya memberi anak makanan yang
mengenyangkan, tetapi juga harus mempertimbangkan manfaat kandungan yang ada
dalam makanan mereka. Nutrisi yang ada dalam makanan seperti karbohidrat
berfungsi sebagai sumber energi (tenaga), protein sebagai zat pembangun, dan
vitamin dan mineral sebagai zat pengatur. Nutrisi ini akan membantu mencegah
penyakit yang dapat menghambat pertumbuhan dan perkembangan anak.

Sebagai pendukung pertumbuhan pada balita agar pertumbuhan tersebut


dapat optimal, asupan gizi seimbang sangat diperlukan karena kebutuhan gizi anak
sangat tinggi, hal ini disebabkan oleh masa pembentukannya pertumbuhan dan
perkembangan seperti kognitif dan tubuh yang sehat selain itu juga untuk proses
pertumbuhan fisik, sistem saraf dan otak, serta tingkat intelektualitas dan kecerdasan
pada balita. Untuk mencapai hasil tumbuh kembang yang sesuai dengan potensi
genetik, pemenuhan kebutuhan gizi, atau nutrien itu sangat penting. Ada beberapa
kasus gizi buruk di Indonesia yang menunjukkan bahwa tingkat kesadaran
masyarakat terhadap gizi masih rendah. Informasi yang kurang dan kesalahpahaman
tentang kebutuhan makanan dan nilai gizi umum ditemukan di tiap negara di dunia
sehingga akan cenderung sulit untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

2.2 Faktor Risiko Terjadinya Kekurangan Gizi

 Asupan Makanan
Berbagai faktor dapat menyebabkan kekurangan asupan makanan,
termasuk pola makan yang tidak sehat, makanan yang tidak tersedia secara
cukup, dan anak-anak yang tidak mendapat jumlah makanan yang seimbang
atau tidak cukup. Balita membutuhkan banyak nutrisi, seperti air, energi,
protein, lemak, karbohidrat, vitamin, dan mineral.Dalam keseimbangan diet,
kontribusi kalori makanan balita adalah 15% protein, 35% lemak, dan 50%
karbohidrat. Setiap gram protein menghasilkan 4 kalori, 9 kalori, dan 4
kalori.Dalam satu minggu, Anda dapat menambah berat badan sebanyak lima
ratus gram jika Anda mengonsumsi lebih dari 500 kalori setiap hari. Asupan
makanan untuk masing-masing kelompok umur berbeda. Misalnya, kelompok
umur 1-2 tahun masih memerlukan nasi tim tanpa disaring.Hal ini disebabkan
oleh fakta bahwa pertumbuhan gigi susu telah selesai. Ini karena gigi susu
telah tumbuh lengkap pada usia 2-2,5 tahun. Pada usia 3 hingga 5 tahun,
balita mulai memilih makanan sendiri, sehingga diet harus diatur dengan
sebaik mungkin.Mengetahui jumlah nutrisi yang dibutuhkan balita, jenis
bahan makanan yang dipilih, dan jenis makanan yang akan diolah untuk
hidangan yang diinginkan adalah langkah penting dalam memilih makanan
yang tepat untuk balita. Balita yang kekurangan gizi sebagian besar
mengikuti pola makan yang kurang beragam, yang berarti mereka
mengonsumsi makanan dengan komposisi yang tidak memenuhi gizi
seimbang. Berdasarkan keseragaman susunan hidangan pangan, dikatakan
pola makan dengan gizi seimbang jika mengandung unsur zat tenaga
(makanan pokok), zat pembangun dan pemelihara jaringan (lauk pauk), dan
zat pengatur (sayur dan buah).
 Status Sosial Ekonomi
Makanan yang kurang bergizi biasanya menyebabkan balita
kekurangan nutrisi. Hal ini dapat disebabkan oleh rendahnya ekonomi
keluarga, yang pada akhirnya akan mengakibatkan rendahnya daya beli
keluarga. Apabila suatu keluarga memiliki status sosial ekonomi yang rendah,
mereka tidak dapat membeli makanan dengan bebas, yang berarti mereka
harus mengurangi konsumsi makanan, yang akhirnya mengakibatkan
penurunan berat badan anak dan kekurangan gizi. Sebaliknya, jika suatu
keluarga memiliki tingkat pendapatan yang tinggi, mereka dapat membeli
makanan dan mendapatkan semua nutrisi yang mereka butuhkan. Selain itu,
penyebab langsung dari kekurangan gizi pada anak balita adalah kualitas dan
kuantitas konsumsi makanan yang rendah. Masalah kesehatan yang dihadapi
dikaitkan dengan keadaan sosial ekonomi yang rendah karena ketidaktahuan
dan ketidakmampuan untuk mengatasi berbagai masalah tersebut.
 ASI
Sampai enam bulan, bayi harus diberi asupan ASI sepenuhnya.
Memberi ASI kepada bayi memiliki banyak manfaat, antara lain karena
praktis, mudah, murah, dan memiliki sedikit kemungkinan kontaminasi, dan
membangun hubungan psikologis yang erat antara bayi dan ibu, yang sangat
penting untuk perkembangan psikologi anak. Beberapa karakteristik ASI
adalah sebagai makanan alami atau natural, ideal, fisiologis, nutrien yang
diberikan selalu segar dengan suhu yang ideal dan mengandung nutrien yang
lengkap dengan komposisi yang sesuai dengan kebutuhan pertumbuhan bayi.
ASI tidak hanya mengandung gizi yang lengkap, tetapi juga mengandung
antibodi dan zat kekebalan yang melindungi balita dari infeksi. Dengan
begitu, balita yang diberikan ASI tidak rentan terhadap penyakit dan status
gizinya dapat dipengaruhi secara signifikan. ASI juga disesuaikan dengan
sistem pencernaan bayi sehingga zat gizi diserap dengan cepat. Tidak sama
dengan makanan tambahan atau susu formula yang diberikan secara dini
kepada bayi. Bayi sulit menyerap susu formula. Pada akhirnya, bayi
memiliki masalah dengan buang air besar. Apabila pembuatan susu formula
tidak dilakukan dengan cara yang steril, bayi dapat mengalami diare.
 Tingkat Pendidikan Orang Tua
Malnutrisi juga dapat terjadi karena faktor pendidikan orang tua.
Karena tingkat pendidikan ibu mempengaruhi kualitas pengasuhan anak,
maka tingkat pendidikan, khususnya tingkat pendidikan ibu, dapat
mempengaruhi status kesehatan. Orang tua yang kurang pendidikan akan
lebih sulit menerima informasi baru dan mengubah kebiasaan makan atau
tradisi mereka. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, semakin mudah
dia menyerap informasi, termasuk informasi tentang nutrisi yang baik dan
sehat.
 Penyakit Penyerta
Balita yang kekurangan gizi biasanya rentan terhadap penyakit seperti
tuberkulosis (TBC), diare persisten (diare yang berlangsung selama 14 hari
atau lebih dan dimulai dengan diare cair atau berdarah atau disentri) dan
HIV/AIDS.Penyakit tersebut dapat menyebabkan keadaan gizi menjadi lebih
buruk karena mengganggu masukan makanan dan menyebabkan kehilangan
zat gizi penting bagi tubuh. Ada hubungan timbal balik antara penyakit dan
gizi kurang atau buruk.Anak-anak yang kekurangan gizi atau gizi buruk akan
mengalami penurunan daya tahan, yang meningkatkan kemungkinan terkena
penyakit. Sebaliknya, anak-anak yang menderita sakit akan cenderung
memiliki gizi buruk.
 Berat Badan Lahir Rendah (BBLR)
Kondisi bayi yang lahir dengan berat badan dibawah normal ini sangat
tergantung pada usia kehamilannya saat lahir. Meningkatnya angka
kematian, morbiditas, dan kecacatan neonatal, bayi, dan anak merupakan
faktor utama penyebab BBLR. BBLR yang berkepanjangan dapat
menyebabkan malnutrisi. Pada BBLR, zat anti imunnya tidak lengkap
sehingga lebih mudah terserang penyakit Terutama penyakit menular.
Penyakit ini menyebabkan hilangnya nafsu makan pada anak kecil sehingga
mengurangi jumlah makanan yang masuk ke dalam tubuh sehingga dapat
berujung pada malnutrisi. Selama kehamilan, asupan nutrisi yang tepat sangat
penting untuk memenuhi kebutuhan zat gizi ibu dan janin. Jika dibandingkan
dengan anak dengan berat badan lahir normal, banyak anak dengan berat
badan lahir rendah mengalami malnutrisi. Berat badan lahir rendah dapat
menyebabkan pertumbuhan dan perkembangan yang lebih lambat karena
keterbatasan pertumbuhan intrauterin atau pertumbuhan janin yang
terhambat, yang dapat menyebabkan pertumbuhan dan perkembangan yang
lebih lambat dalam jangka panjang. selain itu, berat bayi lahir normal,
memiliki asupan gizi yang kurang, dan masih rentan terhadap infeksi karena
paparan mikroorganisme dan yang lainnya di awal kehidupan, dapat
menyebabkan penurunan status gizi.

2.3 Hubungan Gizi Seimbang dengan Kasus Stunting

Stunting adalah gagal tumbuh yang terjadi pada bayi balita (bayi di bawah
lima tahun) karena kekurangan gizi jangka panjang yang menyebabkan bayi terlalu
pendek untuk usianya. Kekurangan gizi ini terjadi sejak bayi dalam kandungan dan
pada masa awal setelah bayi lahir, tetapi kondisi ini baru muncul setelah bayi berusia
dua tahun. Karena fungsi fisiologis tubuh anak, gizi juga membantu aktivitasnya.
Untuk melakukan fungsinya, proses fisiologis ini sangat membutuhkan zat gizi
seperti karbohidrat, protein, dan lemak yang telah diubah. Untuk tubuh memiliki
energi yang cukup, diperlukan pemasukan zat gizi yang cukup ke dalam tubuh.
Anak-anak yang cukup gizi akan memiliki kesempatan lebih besar untuk
berpartisipasi dalam aktivitas dengan orang-orang di sekitar mereka, sedangkan
anak-anak yang kekurangan gizi akan cenderung mengalami gangguan dalam
perkembangan personal sosialnya.

Pemenuhan pola pengasuhan kebutuhan dasar balita memengaruhi status


stunting. Anak akan tumbuh lebih baik jika pola pengasuhan ibu lebih baik. Ada
hubungan antara memenuhi kebutuhan asuh ibu dan status stunting balita yang
berusia antara satu dan lima tahun. Tidak adanya pengetahuan masyarakat tentang
kesehatan dan nutrisi sebelum dan selama kehamilan dikaitkan dengan praktik
pengasuhan yang tidak baik. Pertumbuhan janin dan risiko stunting dipengaruhi oleh
kesehatan ibu baik sebelum kehamilan, saat kehamilan, dan setelah persalinan. Janin
yang dilahirkan dari ibu yang menderita kurang gizi kronis (KEK) akan belajar
beradaptasi dengan lingkungan baru yang mereka temui. Jika penyesuaian
pertumbuhan janin tersebut dilakukan, pertumbuhan janin akan terhambat atau tidak
optimal. Hal ini dikenal sebagai intrauterin growth retardation (IUGR).

Intervensi khusus adalah tindakan atau kegiatan yang dirancang khusus


untuk kelompok 1000 hari pertama kehidupan (HPK) dan bersifat jangka pendek. Di
bidang kesehatan, hal-hal seperti imunisasi lengkap, pemberian PMT kepada ibu
hamil dan balita, pengawasan pertumbuhan balita di Posyandu, suplementasi ibu
hamil dengan tablet besi-folat, mendorong ASI eksklusif dan MP-ASI, dan
sebagainya. Namun, intervensi adalah berbagai aktivitas pembangunan yang tidak
terkait dengan kesehatan yang ditujukan pada masyarakat umum. Penyediaan air
bersih dan sanitasi yang baik, pencegahan kemiskinan, ketahanan pangan dan gizi,
fortifikasi pangan, KIE gizi dan kesehatan, kesetaraan gender, dan lain-lain adalah
beberapa kegiatan tersebut. Memenuhi kebutuhan gizi anak secara seimbang dan
menjaga pola hidup bersih dan sehat diharapkan akan mencegah stunting pada balita
usia 36-59 bulan. Asupan zat gizi yang tidak seimbang adalah salah satu faktor
langsung yang berkontribusi terhadap stunting.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Gizi seimbang sangat penting, terutama pada anak balita, untuk mencegah
masalah kesehatan dan ketidakseimbangan gizi. Faktor risiko kekurangan gizi
melibatkan aspek-aspek seperti asupan makanan yang tidak memadai, status sosial
ekonomi rendah, pemberian ASI yang kurang, tingkat pendidikan orang tua, penyakit
penyerta, berat badan lahir rendah, dan kasus stunting. Penting untuk memahami dan
mengatasi faktor-faktor ini. Upaya pencegahan stunting melalui pemenuhan
kebutuhan gizi seimbang dan promosi pola hidup bersih dan sehat menjadi kunci
untuk optimalisasi pertumbuhan dan perkembangan anak.

3.2 Saran

Untuk meningkatkan kondisi gizi anak, perlu adanya upaya bersama.


Pendidikan gizi di masyarakat, khususnya bagi orang tua, harus ditingkatkan. Akses
dan ketersediaan makanan bergizi perlu diupayakan, terutama di daerah berstatus
ekonomi rendah. Promosi ASI eksklusif selama enam bulan pertama harus
ditingkatkan, sementara pemantauan kesehatan rutin bagi balita perlu diperkuat agar
pertumbuhan dan perkembangan balita dapat optimal.
DAFTAR PUSTAKA

Fajriani, F., Aritonang, E.Y. and Nasution, Z., 2020. Hubungan pengetahuan, sikap dan tindakan
gizi seimbang keluarga dengan status gizi anak balita usia 2-5 tahun. Jurnal Ilmu
Kesehatan Masyarakat, 9(01), pp.1-11.
Mayar, F. and Astuti, Y., 2021. Peran Gizi Terhadap Pertumbuhan dan Perkembangan Anak
Usia Dini. Jurnal Pendidikan Tambusai, 5(3), pp.9695-9704.
Azria, C.R. and Husnah, H., 2016. Pengaruh penyuluhan gizi terhadap pengetahuandan perilaku
ibu tentang gizi seimbang balita Kota Banda Aceh. Jurnal kedokteran syiah kuala, 16(2),
pp.88-94.
Liansyah, T.M., 2015. Malnutrisi pada anak balita. Jurnal Buah Hati, 2(1), pp.1-12.
Perdana, H.M., Darmawansyih, D. and Faradilla, A., 2020. Gambaran Faktor Risiko Malnutrisi
pada Anak Balita di Wilayah Kecamatan Tamalanrea Kota Makassar Tahun 2019. UMI
Medical Journal, 5(1), pp.50-56.
Huriah, T., Trisnantoro, L., Haryanti, F. and Julia, M., 2014. Malnutrisi akut berat dan
determinannya pada balita di wilayah rural dan urban. Kesmas: Jurnal Kesehatan
Masyarakat Nasional (National Public Health Journal), 9(1), pp.50-57.
Simamora, R.S. and Kresnawati, P., 2021. Pemenuhan pola makan gizi seimbang dalam
penanganan stunting pada balita di wilayah puskesmas kecamatan rawalumbu
bekasi. Jurnal Bidang Ilmu Kesehatan, 11(1), pp.34-45.
Wigati, A., Sari, F.Y.K. and Suwarto, T., 2022. PENTINGNYA EDUKASI GIZI SEIMBANG
UNTUK PENCEGAHAN STUNTING PADA BALITA. Jurnal ABDIMAS
Indonesia, 4(2), pp.155-162.
Alamsyah, D., Mexitalia, M., Margawati, A., Hadisaputro, S. and Setyawan, H., 2017. Beberapa
faktor risiko gizi kurang dan gizi buruk pada balita 12-59 bulan (studi kasus di kota
Pontianak). Jurnal Epidemiologi Kesehatan Komunitas, 2(1), pp.46-53.
Rahim, F.K., 2014. Faktor risiko underweight balita umur 7-59 bulan. KEMAS: Jurnal
Kesehatan Masyarakat, 9(2), pp.115-121.

Anda mungkin juga menyukai