Anda di halaman 1dari 15

GIZI PADA ANAK SEKOLAH

DISUSUN OLEH :

NAMA : IDA NURMAYANI

NIM : P07120120064

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA POLITEKNIK


KESEHATAN

KEMENTRIAN KESEHATAN JURUSAN KEPERAWATAN MATARAM

PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN

TAHUN 2020/2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan Rahmat, Inayah,
Taufik dan Hidayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ” Gizi
Pada Anak Sekolah ” ini dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana. Semoga
makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi
pembaca.
Harapan kami, semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca, sehingga kami dapat memperbaiki bentuk maupun isi
makalah ini sehingga kedepannya dapat lebih baik.
Makalah ini kami akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang kami
miliki sangat kurang. Oleh kerena itu kami harapkan kepada para pembaca untuk
memberikan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah
ini.

MATARAM 21 DESEEMBER
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Gizi berasal dari bahasa Arab yaitu algizzai yang artinya sari pati makanan. Asupan
gizi pada anak sekolah dasar di beberapa wilayah di Indonesia sangat
memprihatinkan, padahal asupan gizi yang baik setiap harinya dibutuhkan supaya
mereka memiliki pertumbuhan, kesehatan dan kemampuan intelektual yang lebih
baik sehingga menjadi generasi penerus bangsa yang unggul dan dapat
mengharumkan nama bangsa di dunia Internasional. Pada dasarnya asupan gizi
yang diterima pada anak-anak sekolah dasar masih menunjukkan kurang menerima
asupan gizi yang baik untuk perkembangan tubuh dan intelektualitas yang tinggi,
oleh karena itu sudah selayaknya pemerintah, masyarakat terutama keluarga untuk
dapat memberikan asupan gizi yang cukup untuk pekembangan dan pertumbuhan
anak.
Kenyataan status gizi anak-anak sekolah dasar yang memprihatinkan ini terungkap
berdasarkan dari hasil penelitian yang dilakukan terhadap 440 siswa Sekolah Dasar
berusia 7 sampai 9 tahun di Jakarta dan Solo, yang di paparkan dalam diskusi soal
status gizi anak sekolah di Jakarta. Saptawati Bardosono, seorang Ahli Gizi dari
Universitas Indonesia, menjelaskan dari penelitian terhadap 220 anak sekolah di
lima SD di Jakarta, asupan kalori anak-anak umumnya di bawah 100 persen dari
kebutuhan mereka. Dari total anak yang diteliti, sebanyak 94,5 persen anak
mengkonsumi kalori di bawah angka kecukupan gizi yang dianjurkan
(Recommended Dietary Allowances/RWA), yakni di bawah 1.800 kcal.
Dalam kaitannya dengan kesehatan, dari anak yang diteliti, 40 persen anak sering
menderita infeksi tenggorokan, memiliki berat badan yang kurang sebanyak  56,4
persen, bertubuh pendek sebanyak 35 persen, bertubuh kurus 29,5 persen, dan
CED 62,7 persen. Ada sebanyak 7,3 persen anak yang terindikasi gizi
buruk.Temuan status gizi anak sekolah yang berasal dari keluarga tidak ammpu di
Solo, menurut Endang Dewi Lestari dari Universitas Sebelas Maret Solo, kondisinya
tidak jauh berbeda dengan di Jakarta. Tetapi yang mengejutkan, sebanyak 220 anak
dari 10 SD yang diteliti semuanya menderita defisiensi zat seng. Padahal, zat seng 
merupakan co-faktor hampir 100 enzim yang mengkatalisasi fungsi biologis yang
penting. Seng juga dibutuhkan untuk memfasilitasi sintesis DNA dan RNA
(metabolisme protein). Dari penelitian ini juga terungkap jika anak-anak itu jarang
sarapan pagi di rumah. Mereka mengandalkan jajan di sekolah yang kondisi
kemanan dan kesehatannya belum terjamin untuk kebutuhan gizi dan energi selama
beraktivitas.

1.2 Tujuan penulisan


Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk menyelesaikan tugas Gizi
Kesehatan Masyarakat kelas Aula G hari Selasa jam 10.00-11.40 sebagai syarat
untuk dapat mengikuti ujain akhir semester. Tujuan yang kedua adalah untuk
memberikan gambaran bagaimana status asupan gizi yang diterima pada anak-anak
sekolah dasar khususnya di Jakarta. Tujuan yang ketiga untuk memberikan
masukan kepada pemerintah sehingga dapat memberikan solusi bagi permasalahan
asupan gizi yang kurang untuk dapat menciptakan generasi penerus bangsa yang
unggul. Tujuan yang keempat memberikan masukan mengenai asupan gizi yang
baik setiap harinya yang dibutuhkan anak memiliki pertumbuhan, kesehatan dan
kemampuan intelektualitas yang tinggi.Tujuan yang terakhir agar pemerintah
memperhatikan standariasi keamanan dan kesehatan makanan di warung sekolah,
menggerakkan makan siang bersama di sekolah dengan asupan gizi yang
disyaratkan, melanjutkan program pemberian  makanan bergizi di sekolah, dan
mensosialisasikan soal gizi kepada  kepada orang tua.

1.3 Metode penelitian


Metode yang digunakan untuk menyelesaikan pembuatan makalah ini yaitu dengan
cara metode kepustakaan atau studi literatur. Data diambil dari buku-buku maupun
artikel-artikel di internet yang berhubungan dengan tema yang diangkat pada
makalah ini. Serta Telaah artikel yang membahas tentang asupan gizi pada  anak-
anak sekolah dasar dengan menggunakan sesuai dengan teori-teori yang didapat
selama dalam proses pembelajaran Gizi Kesehatan Masyarakat.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Anak Sehat


Anak yang sehat akan mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang normal
dan wajar, yaitu sesuai standar pertumbuhan fisik anak pada umumya dan memiliki
kemampuan sesuai standar kemampuan anak seusianya. Selain itu, anak yang
sehat tampak senang, mau bermain, berlari, berterik, meloncat, memanjat, tidak
berdiam diri saja. Anak yang sehat terlihat berseri-seri, kreatif, dan selalu ingin
mencoba sesuatu yang ada di sekelilingnya. Jika ada sesuatu yang tidak
diketahuinya ia bertanya, sehingga pengetahuan yang dimilikinya selalu bertambah.
Anak yang sehat biasanya akan mampu belajar dengan baik. Ia banyak
berkomunikasi dengan teman, saudara, orang tua, dan orang lain di lingkungannya.
Anak yang banyak bergaul, ia banyak pengetahuan dan pengalaman. Anak tidak
mudah puas atas sesuatu yang kurang dipahami dan ingin mendapatkan contoh.
Anak yang sehat membutuhkan asupan gizi yang baik agar status gizinya baik, yaitu
tidak kurang dan tidak lebih.

2.2 Definisi Zat Gizi dan Status Gizi


Zat gizi adalah ikatan kimia yang diperukan tubuh untuk melakukan fungsinya,
membangun dan memelihara jaringan, serta mengatur proses-proses kehidupan.
Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan
penggunaan zat-zat gizi. Status gizi dibedakan antara status gizi kurang, baik, dan
lebih. Secara klasik kata gizi hanya dihubungkan dengan kesehatan tubuh, yaitu
untuk menyediakan energi, membangun, dan memelihara jaringan tubuh, serta
mengatur proses-proses kehidupan dalam tubuh. Tetapi, sekarang kata gizi
mempunyai pengertian lebih luas; disamping unutk kesehatan, gizi dikaitkan dengan
potensi ekonomi seseorang, karena gizi berkaitan dengan perkembangan otak,
kemampuan belajar, dan produktivitas kerja. Oleh karena itu, di Indonesia yang
sekarang sedang membangun, faktor gizi disamping faktor-faktor lain dianggap
penting untuk memacu pembangunan, khususnya yang berkaitan dengan
pembangunan sumber daya manusia berkualitas.
Masalah gizi kurang tersebar luas di negara-negara berkembang, termasuk
Indonesia. Anak usia sekolah membutuhkan asupan gizi yang baik agar kelak dapat
menjadi generasi penerus yang unggul dan lebih baik dari yang sekarang. Pada sisi
lain, masalah gizi lebih adalah masalah gizi di negara maju, yang juga mulai terlihat
di negara berkembang, termasuk Indonesia, sebagai dampak dari keberhasilan di
bidang ekonomi. Banyak kita temukan anak usia sekolah yang overweight atau
obesitas. Penyuluhan gizi secara luas perlu digerakkan bagi masyarakat guna
perubahan perilaku untuk meningkatkan keadaan gizinya.
Konsep-konsep baru yang ditemukan akhir-akhir ini antar lain adalah keturunan
terhadap kebutuhan gizi, pengaruh guzu terhadap perkembangan otak dan perilaku,
terhadap kemampuan bekerja dan produktivitas serta daya tahan terhadap penyakit
infeksi. Di samping otu ditemukan pula pengaruh stres, faktor-fkator lingkungan
seperti polusi dan obat-obatan terhadap status gizi, serta pengakuan terhadap
faktor-faktor gizi yang berperan dalam pencegahan dan penobatan terhadap
penyakit degeneratif seperti penyakit jantung, diabetes mellitus, hati, dan kanker.

2.3 Definisi Angka Kecukupan Gizi dan Angka Kebutuhan Gizi


Angka kecukupan gizi adalah nilai yang menunjukan jumlah zat izi yang diperlukan
tubuh unutk hidup sehat setiap hari bagi hampir semua populasi menurut kelompok
umur, jenis kelamin dna kondisi fisiologi tertentu. Angka kecukupan gizi berbeda
dengan angka kebutuhan gizi (dietary requirements). Angka kebutuhan gizi adalah
jumlah zat-zat gizi minimal yang dibutuhkan seseorang unutuk mempertajankan
status gizi adekuat.
AKG yang dianjurkan didasarkan pda patokan berat badan untuk masing-masing
kelompok umur, gender, dan aktivitas fisik. Dalam penggunaannya, bila kelompok
penduduk yang dihadapi mempunyai rata-rata berat badan yang berbeda dengan
patokan yang digunakan, maka diperlukan penyesuaian. AKG tidak dipergunakan
untuk  individu. Dalam menentukan AKG, perlu dipertimbangkan setiap faktor yang
berpengaruh terhadap absorpsi zat-zat gizi atau efisiensi penggunaannya di dalam
tubuh. Untuk sebagian zat gizi, sebagian dari kebutuhan mungkin dapat dipenuhi
dengan mengkonsumsi suatu zat yang di dalam tubuh kemudian dapat diubah
menjadi zat gizi esensial. Pada kebanyakan zat gizi, pencernaan dan atau
absorpsinya tidak komplit, sehingga AKG yang dianjurkan harus sudah
memperhitungkan bagian zat gizi yang tidak di absrorpsi.
Dalam memenuhi kebutuhan AKG seriap harinya, perlu dilakukan memberi variasi
makanan yagn berbeda setiap harinya yang nantinya diharapkan cukup dapat
memenuhi semua kebutuhan gizi. Di Indonesia pola menu seimbang tergambar
dalam menu 4 Sehat 5 Sempurna dan Pedoman Umum Gizi Seimbang (PUGS).
Saat ini dikenal juga menu pelangi, yaitu menu makanan yang berwarna-warni
seperti pelangi untuk memenuhi kebutuhan vitamin dan mineral yang diperlukan oleh
tubuh seperti sayur-sayuran. Perlu pendidikan khusus bagi anak usia sekolah atau
sekolah dasar dalam memilih makanan yang berwarna-warni. Peran orang tua
sangat diperlukan, jangan sampai anak memilih makanan yang berwarna-warni yang
menggunakan zat pewarna. Dalam menyusun menu, selain AKG perlu pula
dipertimbangkan aspek akseptibilitas makan yang disajikan, karena selain sebagai
sumber zat-zat gizi, makanan juga mempunyai nilai sosial dan emosional.

2.4 Makanan dan Anak


Gizi yang diperoleh seorng anak melalui konsumsi makanan setiap hari berperan
besar untuk kehidupan anak tersebut. Untuk dapat memenuhi dengan baik dan
cukup, ternyata ada beberapa masalah yang berkaitan dengan konsumsi zat gizi
untuk anak. Contoh masalah gizi masyarakat mencakup berbagai defisiensi zat gizi
atau zat makanan. Seorang anak juga dapat mengalami defisiensi gizi atau
makanan. Seorang anak juga dapat mengalami deisiensi zat gizi tersebut yang
berakibat pada berbagai aspek fisik maupun mental. Masalah ini dapat ditanggulangi
secara cepat, jangka pendek, dan jangka panjang serta dapat dicegah oleh
masyarakat sendiri sesuai dengan klasifikasi dampak defisiensi zat gizi antara lain
melalui pengaturan makan yang benar.
Makanan merupakan kebutuhan mendasar bagi hidup manusia. Makan yang
dikonsumsi beragam jenis dengan berbagai cara pengolahannya. Di masyarakat
dikenal pola makan atau kebiasaan makan dan selera makan, yang terbentuk dari
kebiasaan alam masyarakatnya. Jika menyusun hidangan untuk anak, hal ini perlu
diperhatikan di samping kebutuhan zat gizi untuk hidup sehat dan bertumbuh
kembang. Kecukupan zat gizi ini berpengaruh pada kesehatan dan kecerdasan
anak, maka pengetahuan dan kemampuan mengelola makanan sehat untuk anak
adalah suatu hal yang sangat amat penting.

2.5 Kebutuhan Gizi Berkaitan dengan Proses Tubuh


Makanan sehari-hari yang dipilih dengan baik akan memberikan semua zat gizi yang
dibutuhkan untuk fungsi normal tubuh. Sebaliknya, bila makanan tidak dipilih dengan
baik, tubuh akan mengalami kekurangan zat-zat gizi esensial tertentu. Zat gizi
esensial adalah zat gizi yang harus didatangkan dari makanan. Bila dikelompokkan,
ada tiga fungsi zat gizi dalam tubuh.
1. Memberi Energi
Zat-zat gizi yang dapat memberikan energi adalah karbohidrat, lemak, dan protein.
Oksidasi zat-zat gizi ini menghasilkan energi yang diperlukan tubuh untuk
beraktivitas.
2. Pertumbuhan dan Pemeliharaan Jaringan Tubuh
Protein, mineral, dan air adalah bagian dari jaringan tubuh. Oleh karena itu,
diperlukan unutk membentuk sel-se baru, memelihara, dan mengganti sels-sel yang
rusak. Dalam fungsi ketiga ini zat gizi dinamakan zat pembangun.
3. Mengatur Proses Tubuh
Protein, mineral, air, dan vitamin deiperlukan untuk mengatur prose tubuh. Protein
mengatur keseimbangan air di dalam sel. Mineral dan vitamin diperlukan sebagai
pengatur dalam peroses-proses oksidasi, fungsi normal saraf dan otot serta banyak
peroses lain yang terjadi di dalam tubuh termasuk proses menua.

2.6 Akibat Gizi Kurang pada Proses Tubuh


Akibat kurang gizi terhadap proses tubuh bergantung pada zat-zat gizi apa yang
kurang. Kekurangan gizi secara umum (makanan kurang dalam kuantitas dan
kualitas) menyebabkan gangguan pada proses-proses sebagai berikut :
 1. Pertumbuhan
Anak-anak tidak tumbuh menurut potensialnya. Protein sebagai zt pembakar,
shingga otot-otot menjadi lembek dan rambut mudah rontok. Kekurangan
karbohidrat dan zat lemak juga dapat menyebabkan tubuh menjasi lesu, kurang
bergairah untuk melakukan berbagai kegiatandan kondisi tubuh yang demikian
tentunya akan banyak menimbukan kerugian.
2. Produksi Tenaga
Kekurangan energi berasal dari makanan, mentababkan seorang kekurangnan
tenaga untuk bergerak, bekerja, dan melakukan aktivitas. Orang menjadi malasm
merasa lemah, dan produktivitas kerja menurun.
3. Pertahan Tubuh
Daya tahan terhadpa taekanan atai stres menutun. Sistem imunitas dan antibodi
berkurang, sehingga orang mudah terserang infekasi seperti pilek, batuk, dan diare.
Pada anak-anak hal ini dapat membawa kematian.
4. Struktur dan Fungsi Otak
Kurang gizi pada usia muda dapat berpengaruh terhadap perkembangan mental,
dengan demikian kemampuan berpikir. Otak mencapai benuk maksmal pada usia
dua tahun. Kekurangan gizi dapat berakibta terganggunya fungsi otak secara
permanen.
5. Perilaku
Baik anak-anak maupun orang dewasa yang kurang gzi menunjukkan perilaku tidak
tenang. Mereka mudah tersunggung, cengang, dan apatis.

2.7 Faktor yang Berperan dan Permasalahan pada Tumbuh Kembang


Ada dua faktor utama yang mempengaruhi proses tumbuh kembang optimal
seorang anak, yaitu faktor dalam dan faktor luar. Faktor dalam merupakan faktor-
faktor yang ada dalam diri anak itu sendiri, baik faktor bawaan maupun faktor yang
diperoleh. Faktor luar yaitu faktor-faktor yang ada di luar atau berasal dari luar diri
anak, mencakup lingkungan fisik dan sosial serta kebutuhan fisik anak.
Selain kedua faktor tersebut, faktor yang berperan dalam proses tumbuh kembang
anak dapat ditentukan oleh keluarga, status gizi, budaya, dan teman bermain.
Keluarga hendaknya menunjang proses pertumbuhan dan perkembangan secara
optimal. Status gizi anak dapat ditentukan oleh tingkat konsumsi atau kualitas
makanan. Kualitas makanan ditentukan oleh zat-zat bergizi yang dibutuhkan oleh
anak. Permasalahan tumbuh kembang anak ada dua macam, yaitu gizi lebih dan
gizi kurang.
Akibat dari status gizi yang buruk, maka dapat menimbulkan penyakit. Lingkungan
masyarakat dalam hal ini asuhan dan kebiasaan suatu masyarakat dapat
mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak. Tata cara dan kebiasaan
yang diberlakukan masyarakat tidak selalu sesuai dengan syarat-syarat kebersihan
dan kesehatan. Teman bermain dan sekolah juga berperan dalam mempengaruhi
makanan yang dikonsumsi oleh anak. Ketika mereka berinteraksi dengan teman
bermain atau teman sekolahnya, makanan atau jajanan yang dipilih biasanya sejenis
dengan yang dipilih oleh teman dekat atau lingkungan sekitarnya.Makhluk hidup
memerlukan makanan untuk melangsungkan kehidupannya. Makanan itu terdiri atas
bagian-bagian yang berbentuk iktan-ikatan kimia atau unsur-unsur anorganik yang
disebut zat-zat makanan atau zat gizi.Manusia mendapatkan zat makanannya dalam
bentuk bahan makanan. Yang berasal dari tumbuh-tumbuhan atau hewan. Satu
macam saja bahan makanan tidak dapat memenuhi semua keperluan tubuh akan
berbagai zat makanan, karena masing-masing bahan makanan mengandung zat
makanan yang berlainan macam maupun banyaknya.

2.8 Penyakit-penyakit Defisiensi Gizi


Penyakit-penyakit gizi di Indonesia terutama tergolong ke dalam kelompok penyakit
defisiensi.
1. Penyakit Defisiensi Kurang Kalori Protein (KKP)
Salah satu gejala dari penderita KKP ialah hepatomegali yaitu pembesaran hati yang
terlihat oleh ibu-ibu sebgai pembuncitan perut. Ada berbagai variasi bentuk KKP
yaitu penyakit kwashiorkor, marasmus, dan marasmikwashiorkor. Kwashiorkor
adalah penyakit KKP dengan kekurangan protein sebagai penyakti dominan.
Marasmus merupakan gambaran KKP dengan defisiensi energi yan ekstrem.
Marasmikwashiorkor merupakan kombinasi defisiensi kalori dan protein pada
berbagai variasi. Penyebab langsung dari KKP adalah konsumsi kurang dan sebab
tak langsungnya adalah hambatan absorbsi dan hambatan utilisasi zat-zat gizi
karena berbagai hal, misalnya karena penyakit. Penyakti infeksi dan infestasi cacing
dapat memberikan hambatan absorpsi dan hambatan utilisai zat gizi yang menjadi
dasar timbulnya penyakit KKP.

2. Penyakit Defisiensi Vitamin A


Gejala-gejala defisiensi vitamin ini yang menumbulkan kekhawatiran para ahli
kesehatan dn gizi adalah berhubungan denga nkondisi mata, sedangkan gejala-
gejala yang menyerang sistem tubuh lainnya tidak memberikan gambaran yang
menggugah kekhawatiran lainnya.
Gambaran defisiensi vitamin A yang menyangkut kondisi mata, disebut
Xerophtalmia. Ternyata banyak kasus Xerophthalamia yang berakibat gangguan
penglihatan yang permanen bahkan sampai menjadi buta, terutama pada kelompok
umur dewasa muda. Defisiensi vitamin A primer disebabkan kekurangn konsumsi
vitamin tersebut, sedangkan defisiensi sekunder karena absorbsi dan utilitasnya
terhambat.
Konsumsi vitamin A kurang adalah karena kebiasaan makan yang salah, tidak suka
sayur dan buah, atau karena daya beli rendah, tidak sanggup membeli bahan
makanan hewani maupun nabati yang akaya akan vitamin A dan karoten tersebut.
Hamabtan absorbsi vitamin Adaam kroten terjadi karena hidangan rata-rata rakyat
umum di Indonesia mengandung rendah lemak dan protein yang diperlukan dalam
metabolisme vitamin A.

3. Penyakit Defisiensi Yodium


Salah satu manifestasi gambaran penyakit kekurangan zat gizi yodium yang
meninjol ialah pembesaran kelenjar gondok yang disebut penyakit gondok oleh
awam atau nama ilmiahnya struma simplex. Karena terdapat endemik di wilyah-
wilayah tertentu yang kekurangan yodium, disebut juga endemic goitre. Defisiensi
yodium memberikan juga berbagai gambaran klinik lainnya yang disagak ada
hubungan dengan kondisi kekurangan zat gizi yodium itu, sehingga disebut Iodine
Deficiency Diseases (IDD). Ada 4 jenis IDD yaitu gondok endemic, hambatan
pertumbuhan fisik dan mental yang diebut cretinism, hambatan neuromotor, dan
kondisi tuli disertai bisu.

4. Anemia Defisiensi Zat Besi


Pengaruh defisiensi Fe, terutama melalui kondisi gangguan fungsi hemoglobin.
Merupakan alat transportasi O2 yang diperlukan pada banyak reaksi metabolik
tubuh. Pada anak sekolah telah ditunjukkan adanya korelasi erat antara kadar
hemoglobin dan kesanggupan anak untuk belajar. Dikatakan bahwa pada kondisi
anemia, daya konsentrasi dalam belajar menurun.
Defisiensi Fe dapat didiagnosisi berdasrkan data klinik dan data laboratorik yang
ditunjang oleh data konsumsi pangan. Gambaran klinik memperlihatkan kondisi
anemia. Muka penderita terlihat pucat, jug selaput lendir kelopk mata, bibir, dan
kuku. Penderita terlihat dan merasa bandannya lemah, kurang bergairah, dan cpeat
merasa lelah, serta sering menunjukkan sesak napas. Data laboratorik
memperlihatkan kadar hemoglobin menurun di bawah 11%, bahkan pada yang berat
penurunan hemoglobin ini dapat mencapai tingkat di bawah 10% atau lebih rendah
lagi, sampai di bawah 4%. Data konsumsi mungkin memperlihatkan hidangan yang
kurng mengandung daging atau bahan makanan hewani lain, dan juga kurang sayur
serta daun yang berwarna hijau.
BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Asupan Gizi Anak Rendah


    Kasus rendahnya asupan gizi anak-anak sekolah dasar di beberapa wilayah
Indonesia merupakan permasalahan yang sangat serius. Jika tidak ditanggapi
dengan serius oleh pemerintah maka akan menimbulkan dampak-dampak yang
semakin memperburuk status gizi dan status kesehatan anak-anak sekolah dasar.
Anak-anak sekolah dasar memiliki pertumbuhan yang relatif stabil jika dibandingkan
dengan usia bayi, pra-sekolah dan remaja. Pada masa ini terjadi proses
kematangan, pertambahan fungsi kognitif dan sosial emosional. Asupan gizi yang
baik sangat dibutuhkan pada anak usia sekolah (6-12 tahun) karena mereka
memerlukan energi dan kalori yang cukup besar untuk beraktifitas selama di
sekolah. Mereka memerlukan karbohidrat,  protein, lemak, vitamin-vitamin, zat besi,
zat seng dan mineral-menaral lain yang dibutuhkan oleh tubuh untuk proses
pertumbuhan.
Sarapan pagi dengan asupan gizi yang baik sangat dianjurkan untuk memenuhi
kebutuhan energi dan kalori. Seperti yang telah disebutkan pada bab sebelumnya,
terdapat beberapa faktor yang berperan dalam menentukan tumbuh kembang anak
seperti dalam hal pola makan anak. Pada anak usia sekolah, faktor yang paling
berpengaruh dalam menentukan pola makan mereka adalah faktor di luar rumah
yaitu lingkungan masyarakat dan teman sekolah. Lingkungan masyarakat yang
memiliki kebiasaan buruk dalam hal mengkonsumsi makanan atau jajanan akan
ditiru oleh anak pada usia ini. Ketika teman di sekitar rumahnya atau teman
sekolahnya sering mengkonsumsi suatu makanan atau jajanan maka  anak akan
mengikuti makanan atau jajanan yang dipilih oleh teman-teman di sekitarnya.
Dampak yang dikhawatirkan adalah ketika temannya memilih makanan yang buruk
atau rendah asupan gizinya. Dalam ilmu teori perilaku-perilaku kesehatan, Skinner
mengklasifikasikan perilaku kesehatan menjadi 6 kelas. Perilaku anak usia sekolah
yang meniru makanan atau jajanan temannya termasuk dalam perilaku yang
berhubungan dengan lingkungan (Environmental behavior). 
3.2 Asupan Gizi Anak Kurang
    Kalori adalah satuan tenaga yang dapat diperoleh dari makanan. Jumlah kalori
yang dibutuhkan oleh tubuh seseorang bergantung pada usia, berat badan, dan
tinggi badan. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, kasus yang ditemukan di
sepuluh sekolah dasar yang ada di Jakarta dan Solo bahwa anak sekolah dasar
memiliki jumlah kalori yang nilainya berada di bawah 100% jumlah kalori yang
diperlukan oleh tubuh. Pada anak laki-laki diperlukan asupan kalori yang lebih
dibanding pada anak perempuan yang sudah mengalami haid pada usia ini
sehingga lebih banyak memerlukan asupan protein dan zat besi dari usia
sebelumnya. Seperti yang disebutkan dalam sumber yang terlampir dalam makalah
ini,
“Dari total anak yang diteliti, 94,5% mengonsumsi kalori di bawah angka kecakupan
gizi yang dianjurkan yakni 1.800 kilo kalori. Untuk asupan protein sebanyak 64,5% di
bawah batas kecukupan, zat besi sebesar 91,8% dan seng sebanyak 98,6%
dibawah kebutuhan seharusnya..”    
Permasalahan rendahnya asupan gizi anak sekolah dasar diakibatkan rendahnya
kalori. Kalori dalam tubuh dihasilkan melalui proses pembakaran zat-zat yang
terkandung dalam makanan seperti karbohidrat, lemak, dan protein. Apabila asupan
kalori rendah maka akan berdampak pada buruknya status gizi anak sekolah dasar
dan berakibat pada berkurangnya kemampuan untuk menyerap pelajaran yang
diberikan oleh guru di sekolah. Kalori sangat dibutuhkan sebagai energi yang
digunakan oleh manusia untuk beraktivitas. Apabila jumlah energi kurang maka kerja
otak akan terganggu dan mengakibatkan anak malas untuk belajar.
Pada jumlah asupan protein yang ditemukan di lapangan ternyata asupan protein
anak sekolah dasar sangat jauh dari jumlah yang dibutuhkan, hanya 64,5% dari
kebutuhan tubuh. Protein adalah salah satu sumber kalori yang dibutuhkan oleh
tubuh. Kekurangan kalori dari protein sering disebut defisiensi Kurang Kalori Protein
(KKP). Ada berbagai variasi bentuk KKP yaitu penyakit kwashiorkor, marasmus, dan
marasmikwashiorkor. Kwashiorkor adalah penyakit KKP dengan kekurangan protein
sebagai penyakti dominan. Marasmus merupakan gambaran KKP dengan defisiensi
energi yang ekstrem. Marasmikwashiorkor merupakan kombinasi defisiensi kalori
dan protein pada berbagai variasi.
Zat besi yang ditemukan pada anak usia sekolah ternyata masih kurang dari 100%
kebutuhan tubuh, yaitu 91,8%. Defisiensi zat besi akan mengakibatkan gangguan
fungsi hemoglobin. Apabila fungsi hemoglobin terganggu maka transportasi O2
keseluruh tubuh yang diperlukan pada banyak reaksi metabolik tubuh akan
terganggu. Pada anak sekolah telah ditunjukkan adanya korelasi erat antara kadar
hemoglobin dan kesanggupan anak untuk belajar. Ketika mereka mengalami
defisiensi hemoglobin pada kondisi anemia, daya konsentrasi dalam belajar tampak
menurun.
Temuan lain dalam penelitian mengenai asupan gizi anak sekolah dasar rendah
adalah asupan zat seng yang masih di bawah 100%, yaitu 98,6%. Zat seng
merupakan ko-faktor sekitar 100 macam enzim yang tugasnya mengatalisasi fungsi
biologis yang penting. Selain itu seng juga dibutuhkan untuk memfasilitasi
metabolism protein yaitu sintesis DNA dan RNA.

3.3 Hubungan Gizi dengan Kesehatan Anak


Defisiensi gizi sering dihubungkan dengan infeksi. Infeksi bisa berhubungan dengan
gangguan guzu mealui beberapa cara yaitu mempengaruhi nafsu makan, dapat juga
menyebabkan kehilangan bahan makanan karena diare/muntah-muntah atau
mempengaruhi metabolisme makanan dan banyak cara lain lagi.
Secara umum, defisiensi gizi sering merupakan awal dari gangguan sistem
kekebalan tubuh. Gizi kuran dan infeksi, kedua-duanya dapat bermula dari
kemiskinan dan lingkungan yang tidak sehat dengan sanitasi buruk. Selain itu juga
diketahui bahwa infeksi menghambat reaksi imunologis yang normal dengan
menghabiskan sumber-sumber energi.
Gangguan gizi dan infeksi dapat saling berhubungan sehingga memberikan
prognosis yang lebih buruk. Infeksi memperburuk taraf gizi dan sebaliknya,
gangguan gizi memperburuk kemampun anak untuk mengatasi penyakit infeksi.
Kuman-kuman yang kurang berbahaya bagi anak-anak dengan gizi baik, bisa
menyebabkan kematian pada anak-anak gizi buruk.

3.4 Hubungan Gizi dengan Kecerdasan


Masalah defisiensi gizi khususnya KKP menjadi perhatian karena berbagai
penelitian menunjukan adanya eek jangka panjang KKP ini terhadap pertumbuhan
dan perkembangan otak manusia. Sebagaimana halnya dengan organ-organ lain
dalam tubuh, otak terutama berkembng pada awal kehidupan sampai periode
tertentu dalam masa kehidupan seseorang. Pada fase ini terjadi berbagao keadaan
seperti pengaruhobat-obatan, radiasi, kekurangan oksigen, dan terlebih penting ialah
kekuarangn makanan atau zat makanan/zat gizi. Dalam hal ini dapat terjadi kelainan
yagn bersifat pulih maupun tidak dapat pulih. Antara lain otak mengalami pengaruh
sehingga tidak dapat mencapai tumbuh kembang yang optimal sesuai dengan
potensi genetiknya.

3.5 Tingkat Konsumsi dan Tingkat Gizi


Keadaan Kesehatan gizi masyarakat tergantung pada tingkat konsumsi. Tingkat
konsumsi ditentukan oleh kualitas serta kuantitas hidangan. Kualitas hidangan
menunjukkan adanya semua zat gizi yang deiperlukan tubuh di dalam sususnan
hdangan dan perbandingannya yang satu terhadap yang lain. Kuantitas
menunjukkan kuantum masing-masing zat gizi terhadap kebutuhan tubuh. Kalau
susunan hidangan memenuhi kebutuhan tubuh akan mendapat kondisi kesihatan
gizi yang sebaik-baiknya. Konsumsi yang menghasilkan kesehatan gizi yang sebaik-
baiknya disebut konsumsi adekuat.
Kalau susunan hidangan memenuhi kebutuhan tubuh, baik dari sudut kualitasnya
dana dalam jumlah melebihi kebutuhan tubuh, dinamakan konsumsi berlebih, makan
akan terjadi suatu keadaan gizi lebih. Sebaliknya konsumsi yang kurang kualitasnya
maupun kuantitasnya akan memberikan kondisi kesehatan gizi kurang atau kondisi
defisiensi. Tingkat kesehtan gizi terbaik adalah kesehatan optimum, tubuh terbebas
dari penyakit dan mempunyai daya kerja dan efisiensi yang sebiak-baiknya. Ada
beberapa penyakit yang berhubungan dengan gizi. Penyakit-penyakit ini daat dibagi
dalam beberapa golongan yaitu, penyakit gizi lebih (obesitas), penyakit gizi kurang
(malnutrition, undernutrition), penyakit metabolik bawaan (inborn errors of
metabolism), dan penyakit keracunan makanan (food intoxication).

3.6 Masalah Sosial Ekonomi


    Permasalahan rendahnya asupan gizi pada anak sekolah tidak terlepas dari
berbagai faktor lain di luar faktor makanan yang dikonsumsi. Permasalahan ini dapat
dikaitkan dengan rendahnya kondisi sosial ekonomi keluarga. Harga-harga barang
sembako yang semakin lama semakin mahal dan sulit dijangkau oleh keluarga
ekonomi ke bawah tidak memungkinkan mereka untuk membeli makanan yang
bergizi. Pada masyarakat ekonomi kelas bawah, hal yang dipentingkan adalah
kuantitas makanan, tanpa memperdulikan kualitas gizinya baik atau buruk.

3.7 Masalah Sosialisasi Pengetahuan


    Kurangnya sosialisasi mengenai makanan yang bergizi kepada masyarakat
terutama mereka yang tinggal di tempat yang jauh dari fasilitas kesehatan seperti
puskesmas semakin memperburuk asupan gizi anak. Bagi mereka yang tinggal di
daerah perkotaan informasi tentang makanan yang bergizi dan asupan gizi yang
dibutuhkan oleh anak mudah sekali didapatkan. Sedangkan mereka yang tinggal di
daerah terpencil informasi tentang makanan yang bergizi sulit sekali didapatkan.
Orang tua sebagai pihak yang paling bertanggung jawab terhadap kesehatan anak
atau status gizi anaknya hendaknya dapat mengawasi pola makanan atau jajanan
yang dipilih oleh anaknya. Akan tetapi dibutuhkan informasi yang banyak mengenai
makanan apa saja yang baik bagi anaknya, jajanan apa yang baik dikonsumsi serta
dampak yang ditimbulkan apabila anaknya tidak mengkonsusmsi makanan yang
bergizi. Dibutuhkan peran pemerintah dalam mensosialisasikan pengetahuan
mengenai makanan yang bergizi atau asupan yang baik bagi anak usia sekolah
kepada para orang tua terutama bagi mereka yang tinggal di daerah terpencil.
BABIV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Rendahnya asupan gizi anak usia sekolah diakibatkan oleh banyak faktor. Anak usia
sekolah sangat rentan dengan asupan gizi yang rendah atau buruk. Pada usia ini
pola makan anak dipengaruhi oleh teman dan lingkungan sekitarnya. Jajanan yang
banyak dijual di sekolah-sekolah termasuk ke dalam makanan yang tidak bergizi
sehingga dapat dikatakan bahwa anak usia sekolah sangat rentan dengan asupan
gizi yang buruk.
Asupan gizi yang buruk dapat berakibat fatal apabila terus dibiarkan, defisiensi kalori
yang dihasilkan protein akan menimbulkan penyakit seperti marasmus dan
kwashiorkor, defisiensi zat besi akan mengganggu kerja hemoglobin dalam
transportasi O2 keseluruh tubuh, defisiensi zat seng akan mengganggu proses
metabolism protein. Selain itu, buruknya status gizi anak sekolah semakin
memperburuk kondisi bangsa Indonesia karena generasi penerusnya tidak produktif.
Perbaikan status gizi dengan asupan gizi yang baik akan memberikan banyak
perubahan. Orang tua saat ini terlalu membiarkan anaknya mengkonsumsi jajanan
yang ada di sekolah. Membiasakan anak untuk sarapan pagi sebelum berangkat
sekolah merupakan cara yang efektif dalam mengurangi kemungkinan anak
membeli makanan di luar rumah.

4.2 Saran
Peran orang tua sangat diperlukan dalam memberikan makanan yang bergizi dan
mengajarkan anak untuk mengonsumsi atau memilih makanan yang bergizi.
Pendekatan yang baik dengan anak dan komunikasi atau cara penyampain
pendidikan dasar mengenai makanan yang bergizi dapat membuat anak lebih
berhati-hati dalam memilih makanan atau jajanan. Perhatian dari kedua orang tua
sangat diperlukan terutama pada jajanan dan makanan kesukaannya. Makanan
yang diberikan saat dirumah hendaknya memperhatikan nilai gizi dengan
menyesuaikan kondisi social ekonomi keluarga.
Peran guru di sekolah sangat dibutuhkan guna memberikan pendidikan dasar dan
pengawasan secara aktif mengenai makanan atau jajanan yang baik dikonsumsi
dan tidak baik untuk dikonsumsi. Perlu pengawasan di sekitar lingkungan sekolah
akan jajanan yang bergizi dan tidak bergizi dan melarang pedagang di sekitar
sekolah menjual makanan yang tidak bergizi.
Perlu penanganan secara khusus dari pemerintah untuk menangani permasalahan
ini. Sosialisasi mengenai asupan gizi yang dibutuhkan oleh anak sekolah dasar
dapat dilakukan sebagai upaya promotif untuk meningkatkan status gizi anak
sekolah dasar.

DAFTAR PUSTAKA
Almatsier, Sunita. 2001. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta : PT Gramedia Pustaka
Utama
Ayubi, Dian. 2007. Bahan Kuliah Dasar PKIP. Depok : Fakultas Kesehatan
Masyarakat UI
Fikawati, Sandra. 2008. Kumpulan Materi Gizi Kesehatan Masyarakat. Depok : FKM
UI Suhardjo. 1992. Prinsip-Prinsip Ilmu Gizi. Yogyakarta : Kanisius

Anda mungkin juga menyukai