OLEH:
ALMA RAHMAWATI (12190100001)
Segala puji dan syukur ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayah-Nya, sehingga saya dapat menyelesaikan laporan PKL
Dietetik di RSUD Ciracas dengan baik dan selesai pada waktunya. Laporan ini
dibuat sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan studi strata (S1) pada
Program Studi Sarjana Gizi, Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Indonesia
Maju.
1. Ibu Retno Inten Rizqi, S.Gz, MKM selaku pembimbing lapangan, terimakasih
atas bimbingan, waktu, dukungan serta pengalaman yang telah di berikan
kepada penulis.
2. Ibu Lulu’ul Badriyah, SKM, MKM selaku Koordinator Program Studi Sarjana
Gizi, sekaligus sebagai dosen pembimbing akademik.
3. Ibu Siti Soraya, S.Gz, M.Si selaku pembimbing mata kuliah PKL Gizi
Kesehatan Masyarakat. Terimakasih atas bimbingan, waktu, dukungan dan
fikiran yang telah di berikan kepada penulis sehingga tugas laporan magang
ini dapat selesai.
Saya sangat menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari kata sempurna.
Oleh karena itu saya mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari para
pembaca. Saya selaku penulis berharap semoga laporan ini berguna dan
bermanfaat bagi pembaca khususnya bagi penulis.
Alma Rahmawati
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
LAMPIRAN
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Usia anak sekolah merupakan salah satu investasi bangsa karena
merupakan penerus generasi bangsa yang akan menentukan kualitas
bangsa di masa yang akan datang. Tumbuh kembang anak usia sekolah
yang optimal dipengaruhi oleh jumlah dan kualitas asupan zat gizi yang
diberikan dalam makanannya. Anak pada usia sekolah tumbuh dengan
genetis masing-masing dengan perbedaan tinggi yang mulai terlihat.
Beberapa anak terlihat relatif lebih tinggi ataupun pendek (Dr. Tiurma
Sinaga, MFSA).
Menurut data riset kesehatan dasar (2013), prevalensi nasional
anak usia sekolah kurus (menurut IMT/U) adalah 11,2% terdiri dari 4,0%
sangat kurus dan 7,2% kurus. Prevalensi anak usia sekolah gemuk adalah
18,8%, terdiri dari gemuk 10,8% dan sangat gemuk (obesitas) 8,8%. Pada
wilayah DI Yogyakarta, prevalensi anak dengan kategori gemuk sebesar
9,1%, kategori sangat gemuk 6,9%, kategori normal 76,5%, kategori kurus
5,8%, dan kategori sangat kurus 1,7%. (Riskesdas, 2013)
Anak sekolah dasar merupakan salah satu kelompok yang rentan
terhadap ketidakcukupan gizi, sehingga anak sekolah harus dipantau agar
ketidakcukupan gizi bisa dihindari. Banyak masalah yang mungkin terjadi
selama proses pertumbuhan dan perkembangan. Masalah gizi pada anak
sekolah timbul karena perilaku gizi yang salah, yaitu ketidak seimbangan
antara konsumsi gizi dengan kecukupan gizi yang dianjurkan (Muhammad
Maki, 2014). Selain itu pada usia tersebut anak sangat aktif bermain dan
banyak kegiatan baik di sekolah maupun di lingkungan rumahnya, selain
itu pada usia sekolah terkadang nafsu makannya menurun. Menurunnya
nafsu makan anak disebabkan karena malas makan (Aji Surya, 2018).
Kebiasaan jajan anak sekolah di Yogyakarta cenderung meningkat
dan anak memilih konsumsi jajan yang kurang sehat. Kebiasaan jajan
cenderung menjadi bagian budaya dari satu keluarga. Makanan jajanan di
luar/di sekolah seringkali tidak memperhatikan mutu gizi, kebersihan, dan
keamanan bahan pangan. Tidak sedikit masalah yang timbul akibat orang
tua kurang peduli terhadap makanan yang dikonsumsi anak di sekolah.
Makanan yang tidak aman dan tidak bergizi menimbulkan penyakit,
seperti diare bahkan kanker dan dapat mengakibatkan tidak tercapainya
angka kecukupan gizi (Kurnia dkk, 2016).
Pemenuhan gizi bagi anak sekolah menjadi hal yang penting dan
harus diperhatikan oleh berbagai pihak terutama orang tua. Masa sekolah
antara usia 8-9 tahun merupakan masa aktif bermain dan berlarian
sehingga mereka membutuhkan asupan gizi yang lebih banyak. Di lain hal
anak usia sekolah juga membutuhkan nutrisi guna menunjang
perkembangan motorik, kognitif dan intelegensinya. (Sutomo, 2010).
B. Tujuan
Tujuan Umum:
Setelah mengikuti penyuluhan diharapkan para peserta atau siswa/i
sekolah dapat memahami tentang gizi seimbang.
Tujuan Khusus:
1) Memberikan pemahaman kepada siswa/i mengenai pentingnya
kebutuhan gizi seimbang pada anak sekolah.
2) Memberikan pengetahuan dan keterampilan kepada anak sekolah
mengenai gizi seimbang.
3) Memberikan pemahaman mengenai tumpeng gizi seimbang, isi
piringku serta pemahaman mengenai 10 pesan gizi seimbang.
4) Memberikan motivasi dan pemahaman mengenai pentingnya
menjaga pola makan bergizi seimbang saat usia sekolah.
C. Manfaat
1) Bagi Penulis:
Menambah wawasan tentang gizi pada anak sekolah serta
menambah pengetahuan dan informasi tentang permasalah gizi
pada anak sekolah.
2) Bagi Peserta:
Memberi pengetahuan dan informasi tentang gizi pada anak
sekolah serta menambah pengetahuan dan informasi tentang
permasalah gizi pada anak sekolah.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Gizi Seimbang
Pada era globasisasi saat ini, orang terbiasa melakukan apapun
serba praktis begitu pula makanan yang dikonsumsi. Masyarakat lebih
terbiasa melakukan apapun serba praktis seperti mengkonsumsi makanan
cepat saji seperti hamburger, kentang goreng, hotdong dan lain sebagainya.
Padahal makanan tersebut memiliki kalori dan lemak jenuh yang lebih
besar dibandingkan vitamin dan mineral yang dibutuhkan tubuh. Gizi yang
tidak optimal berkaitan dengan kesehatan yang buruk. Asupan gizi yang
buruk adalah faktor risiko penyakit tidak menular (PTM) terkait gizi, maka
pola makan masyarakat perlu ditingkatkan kearah gizi seimbang
(Masrikhiyah, 2020). Gizi seimbang adalah susunan makanan sehari-hari
yang mengandung zat-zat gizi dalam jenis dan jumlah yang sesuai dengan
kebutuhan tubuh dengan memerhatikan prinsip keanekaragaman atau
variasi makanan, aktivitas fisik, kebersihan dan berat badan ideal (BBI)
(Siahan dkk, 2021).
1) Faktor Lingkungan
Lingkungan yang buruk seperti air minum yang tidak
bersih, tidak adanya saluran penampungan air limbah, tidak
menggunakan kloset yang baik, juga kepadatan penduduk yang
tinggi dapat menyebabkan penyebaran pathogen (Boli, 2018).
Rendahnya kualitas sanitasi lingkungan dan kebersihan lingkungan
dapat memicu terjadinya gangguan saluran cerna yang
mengakibatkan energi yang dibutuhkan tubuh untuk pertumbuhan
teralihkan menjadi perlawanan tubuh melawan infeksi. Jika balita
sering mengalami infeksi maka akan timbul masalah gizi, salah
satunya stunting. Hal ini sejalan dengan penelitian Rahayu, dkk
(2018) yang menunjukkan bahwa rumah tangga yang tidak
memiliki akses air yang sesuai kriteria akan berisiko lebih besar
untuk terjadinya stunting.
2) Faktor Ekonomi
Pendapatan yang dimiliki oleh keluarga dapat
mencerminkan tingkat kemampuan keluarga tersebut dalam
konsumsi sehari-harinya. Di banyak negara yang secara ekonomis
kurang berkembang, sebagian besar penduduknya berkurang lebih
pendek karena gizi yang tidak mencukupi dan pada umumnya
masyarakat yang berpenghasilan rendah mempunyai ukuran badan
yang lebih kecil. Masalah gizi di 9 negara miskin yang
berhubungan dengan pangan adalah mengenai kuantitas dan
kualitas. Kuantitas menunjukkan penyediaan pangan yang tidak
mencukupi kebutuhan energy bagi tubuh. Kualitas berhubungan
dengan kebutuhan tubuh akan zat gizi khusus yang diperlukan
untuk petumbuhan, perbaikan jaringan, dan pemeliharaan tubuh
dengan segala fungsinya (Widiyanto dkk, 2019).
Status ekonomi kurang dari keluarga menyebabka daya beli
kurang terhadap makanan yang memiliki zat gizi baik sehingga
berisiko terjadinya kekurangan zat gizi makro dan mikro,
kekurangan zat gizi pada balita atau ibu hamil dapat meningkatkan
risiko terjadinya stunting pada anak. Hal ini sejalan dengan
penelitian Rahayu, dkk (2018) yang menyatakan bahwa kejadian
stunting lebih banyak terjadi pada sosial ekonomi yang rendah.
Pendapatan keluarga terkait pemenuhan asupan energi dan protein
untuk anak bisa menjadi faktor tidak langsung terkait kejadian
stunting.
3) Faktor Sosial Budaya
Indikator masalah gizi dari sudut pandang sosial-budaya
antara lain stabilitas keluarga dengan ukuran frekuensi nikah-cerai-
rujuk, anak-anak yang dilahirkan di lingkungan keluarga yang
tidak stabil akan sangat rentan terhadap penyakit gizi kurang. Juga
indikator demografi yang meliputi susunan dan pola kegiatan
penduduk seperti peningkatan jumlah penduduk, tingkat urbanisasi,
jumlah anggota keluarga serta jarak kelahiran (Hayat dkk, 2021)
4) Faktor Pengetahuan
Pengetahuan gizi akan berpengaruh terhadap pola konsumsi
pangan sehari-hari dalam menyediakan kebutuhan pangan.
Pengetahuan ibu tentang Kesehatan dan gizi mempunyai hubungan
yang erat dengan pendidikan. Kurangnya pengetahuan tentang gizi
akan mengurangi kemampuan untuk menerapkan informasi dalam
kehidupan sehari-hari merupakan penyebab kejadian gangguan
kurang gizi (Angesti dan Manikan, 2020).
5) Faktor Pendidikan
Tingkat pendidikan sangat berpengaruh terhadap perubahan
sikap dan perilaku hidup sehat. Tingkat pendidikan yang lebih
tinggi akan memudahkan seseorang atau masyarakat untuk
menyerap informasi dan menerapkan dalam perilaku dan gaya
hidup sehari-hari khususnya dalam kesehatan dan gizi. Pendidikan
orang tua merupakan salah satu faktor yang penting dalam tumbuh
kembang anak, karena dengan pendidikan yang baik, maka
orangtua dapat menerima segala informasi dari luar terutama
tentang cara pengasuhan anak yang baik, bagaimana menjaga
kesehatan anaknya, pendidikan dan sebagainya (Widiyanto et.al,
2019).
Pendidikan ibu merupakan kebutuhan dasar manusia yang
sangat diperlukan untuk mengembangkan diri. Orang
berpendidikan tidak akan memberikan respon yang lebih rasional
dibandingakn orang yang berpendidikan rendah maupun yang tidak
berpendidikan. Semakin tinggi pendidikan semakin mudah
mengembangkan pengetahuan dan tekhnologi sehingga dapat
meningkatkan produktivitas dan kesejahteraan keluarga (Zogara
dkk, 2021).
6) Faktor Penyakit Infeksi
Timbulnya masalah gizi tidak hanya karena makanan yang
kurang tetapi juga karena penyakit infeksi. Anak yang
mendapatkan makanan cukup baiktetapi diserang diare atau
demam, akhirnya dapat menderita kurang gizi. Demikian juga pada
anak yang makan tidak cukup baik, maka daya tahan tubuhnya
akan melemah. Dalam keadaan demikian, tubuh mudah tererang
7) Pola Makan
Pola makan adalah susunan jenis dan jumlah makanan yang
dikonsumsi seseorang atau kelompok pada waktu tertentu terdiri
dari frekuensi makanan, jenis makanan dan porsi makanan (Afrilia
& Festilia, 2018). Status gizi seseorang dianalisis berdasarkan
asupan gizi dan kemampuan tubuh dalam menyerap zat-zat gizi
tersebut. Pada masa pertumbuhan dan perkembangan fisik maupun
mental, anak akan lebih peka terhadap rangsangan dari luar.
Memperhatikan pola makan merupakan salah satu faktor yang
penting dalam menentukan potensi pertumbuhan dan
perkembangan anak (Sir dkk, 2021).
BAB III
METODE PENELITIAN
D. Capaian Program
Tujuan dan manfaat dari penyuluhan gizi anak sekolah, diantaranya
adalah meningkatnya pengetahuan siswa/i tentang gizi seimbang,
sehingga siwa/i mau merubah sikap dan perilaku untuk menerapkan pola
hidup sehat guna mencegah terjadinya permasalahan gizi pada anak
sekolah serta terlaksananya pengukuran status gizi pada siswa/i SD 07
Lenteng Agung dan SMPN 242 Jakarta. Dengan penilaian status gizi yang
baik, diharapkan terwujud generasi sehat, cerdas dan produktif serta
mampu meningkatkan derajat kesehatan masyarakat serta diwaktu
mendatang, diharapkan kegiatan penyuluhan gizi anak sekolah ini
menjadi motivasi bagi pengembangan inovasi lainnya.
E. Analisis SWOT
Tabel 1. 1 Analisis SWOT
Sarana dan
prasarana
pendukung
penyuluhan yang
lengkap.
Memiliki buku
panduan PKL gizi
Kesehatan
Masyarakat.
Keramahan guru
serta siswa/i
dalam menerima
kunjungan
mahasiswa.
BAB IV
A. Gambaran Sekolah
1. SDN 07 Lenteng Agung
Sekolah ini terletak di Jl. Raya Depok Gg. Subur Lenteng Agung,
Kec. Jagakarsa, Kota Jakarta Selatan Prov. D.K.I. Jakarta, 12610. SDN
07 Lenteng Agung memiliki luas tanah sebesar 832,000 M² dengan
fasilitas ruang kelas, ruang perpustakaan, ruang laboraturium, ruang
praktik, ruang kepala sekolah, ruang guru, ruang TU, ruang konseling,
ruang osis, ruang ibadah, ruang UKS, ruang gudang, ruang sirkulasi
dan ruang toilet.