Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN POST PARTUM PADA SECTIO CAESARE

DI RUANG NIFAS TERATAI


RSUD PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

DI SUSUN OLEH :

NAMA : IDA NURMAYANI


NIM : PO7120120064

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA POLITEKNIK


KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN MATARAM
PROGAM STUDY D.III KEPERAWATAN
TAHUN 2022
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Sectio caesarea adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka

dinding perut dan dinding uterus. Wanita melahirkan dengan cara sectio caesarea

sering kita jumpai di negara berkembang seperti Indonesia (Sarwono, 2010). Indikasi

dalam sectio caesarea salah satunya adalah ketuban pecah dini, ketuban pecah dini

adalah pecahnya selaput ketuban sebelum persalinan. Sebagian besar ketuban pecah

dini yang terjadi pada umur kehamilan diatas 37 minggu, sedangkan pada umur

kehamilan kurang 36 minggu tidak terlalu banyak. Ketuban pecah dini merupakan

masalah kontroversial obstetric dalam kaitannya dengan penyebabnya. Pecahnya

selaput ketuban sebelum waktunya menyebabkan kemungkinan infeksi dalam rahim,

persalinan prematuritas yang akan meningkatkan kesakitan dan kematian ibu maupun

janinnya (Manuaba, 2010). Saat ini kebanyakan ibu sudah mengetahui apa saja

macam-macam penyakit persalinan, salah satunya adalah ketuban pecah dini. Namun

banyak juga ibu terutama pada ibu dengan primigravida atau ibu muda yang tidak bisa

membedakan antara air ketuban dengan air seni (Wikjosastro, 2008). Karena ketuban

yang pecah sebelum waktunya tidak disertai dengan kontraksi maupun lendir atau

darah, biasanya ibu tidak terlalu khawatir dengan keadaan tersebut. Oleh sebab itu saat

datang ke rumah sakit ibu dengan ketuban pecah dini datang dengan keluhan gerakan

bayi melemah tidak seperti biasanya, kondisi seperti itu harus segera dilakukan

penanganan secepatnya, jika tidak hal itu dapat menyebabkan permasalahan bagi janin

dan juga ibu. Penanganan ketuban pecah

dini dapat dilakukan dengan dua cara yaitu persalinan normal dan dengan operasi

Sectio Caesarea (Sarwono, 2009).


Melahirkan melalui operasi Sectio Caesarea baik atas indikasi medis maupun

atas permintaan pihak pasien kini meningkat dari tahun ke tahun. Bahkan dari

observasi peneliti didapatkan kenyataan angka operasi Sectio Caesarea dengan

indikasi ketuban pecah dini di rumah sakit swasta setiap tahunnya meningkat. Menurut

organisasi kesehatan (WHO) angka kejadia Ketuban Pecah Dini pada tahun 2013

sebanyak 50-60%. Sedangkan di Indonesia pada tahun 2013 sebanyak 35 % (Depkes

RI, 2013). Di Jawa Timur pada tahun 2013 sebanyak 18

% (Profil kesehatan Jawa Timur tahun, 2013). Di RSUD Bangil insiden ketuban pecah

dini cukup banyak, dari survey awal yang telah dilaksanakan pada bulan Januari

sampai Desember 2017 di RSUD Bangil sebanyak 14,5% yaitu 166 kasus ibu dengan

persalinan dengan Sectio Caesarea dengan indikasi ketuban pecah dini

(Rekam Medis RSUD Bangil, 2017).

Penyebab yang disebutkan memiliki kaitan dengan ketuban pecah dini yaitu

riwayat kehamilan premature, merokok, dan perdarahan selama kehamilan. Hubungan

yang signifikan juga telah di temukan antara keletihan karena bekerja dan peningkatan

risiko Ketuban Pecah dini sebelum cukup bulan di antara multipara (Sarwono, 2009).

Pada trismester ketiga atau terahir selaput ketuban mudah pecah. Melemahnya

kekuatan selaput ketuban ada hubunganya dengan pembesaran uterus, kontraksi rahim,

dan gerakan janin. Pada trimester terakhir terjadi perubahan biokimia pada selaput

ketuban. Pecahnya ketuban pada kehamilan aterm merupahan hal yang fisiologis.

Ketuban pecah dini pada kehamilan prematur di sebabkan oleh adanya faktor-faktor

eksternal, misalnya infeksi yang menjalar dari vagina, deformitas janin dan hipoksia

karena kompresi tali pusat. (Sarwono, 2009). Komplikasi yang timbul akibat Ketuban

Pecah Dini bergantung pada usia kehamilan dapat terjadi infeksi maternal ataupun

neonatal, persalinan prematur, hipoksia karena kompresi tali pusat, deformitas janin,

meningkatnya insiden Sectio Caesarea, atau gagalnya persalinan normal


(Saifuddin, 2008). Masalah keperawatan yang kemungkinan timbul jika Ketuban Pecah

Dini tidak segera di tangani maka kemungkinan risiko infeksi bagi ibu dan anak

meningkat. Pada ibu terjadi korioamnionitis sedangkan pada bayi dapat terjadi

septikemia, pneumonia, omfalitis dan masalah keperawatan yang mungkin muncul

pada sectio caesarea nyeri pada luka post op, resiko tinggi infeksi pada luka post op,

perdarahan (Sarwono, 2009).

Berbagai masalah yang timbul akibat post partum dengan Sectio Caesarea

indikasi Ketuban Pecah Dini membutuhkan keterampilan dan pengetahuan perawat

dalam memberikan asuhan keperawatan pada klien. Penatalaksanaan Ketuban Pecah

Dini dalam kehamilan beresiko tinggi, kesalahan dalam mengelola akan membawa

akibat meningkatanya angka morbiditas dan mortalitas ibu maupun bayinya

(Rahmawati, N.,2016). Penatalaksanaan tersebut memerlukan perawatan yang

komperhensif. Pendidikan kesehatan yang dapat diberikan kepada pasien maupun

keluarga untuk mencegah terjadinya ketuban pecah dini yaitu melakukan pemeriksaan

kehamilan yang teratur, kebiasaan hidup sehat, mengonsumsi makanan yang sehat,

minum cukup, olahraga teratur dan berhenti merokok, membiasakan diri

membersihkan daerah kemaluan dengan benar, memberitahukan tanda dan gejala

ketuban pecah dini, keluar air ketuban warna putih keruh hijau atau kecoklatan sedikit-

sedikit atau sekaligus banyak,

dapat disertai bila sudah ada infeksi, janin mudah diraba. (Sarwono, 2009). Sedangkan

solusi yang ditawarkan oleh peneliti pada pasien Post Op Sectio Caesarea dengan

indikasi Ketuban Pecah Dini dengan memberikan health education dengan

menganjurkan perawatan luka, pengelolahan nyeri dan mobilisasi miring kanan kiri.

Dalam mencermati masalah tersebut berdasarkan latar belakang ini penulis tertarik

untuk mengetahui tentang ibu dengan Post Op Sectio Caesarea dengan indikasi

Ketuban Pecah Dini.


BAB II

TINJAUAN TEORITIS

2.1. PENGERTIAN

Sectio Caesarea adalah melahirkan janin dengan cara pembedahan pada dinding

perut dan dinding uterus, dimana setelah enam minggu keadaan uterus akan kembali

pada keadaan sebelum hamil (Hartati dan Maryunani 2015). Sesarea adalah operasi

yang ditujukan untuk indikasi medis tertentu, seperti indikasi bayi maupun indikasi

ibu, tindakan ini berupa operasi dengan membuka dinding rahim dengan sayat pada

dinding perut (Indiarti, 2015).

Sectio Caesarea adalah suatu cara melahirkan janin denganmembuat sayatan

pada dinding uterus melalui dinding depan perut (Martowirjo, 2018). Sectio

Caesarea adalah suatu persalinan buatan dimana janin dilahirkan melalui suatu

insisi pada dinding depan perut dan dinding rahim dengan syarat rahim dalam

keadaan utuh serta berat janin di atas 500 gram (Sagita, 2019).

2.2 .KLASIFIKASI
Menurut Sagita (2019), klasifikasi Sectio Caesareaadalah sebagai berikut :

1.Sectio Caesarea profunda

Sectio caeasarea transperitonealis profunda dengan insisi di segmen bawah uterus.

Insisi pada bawah rahim, bisa dengan teknik melintang atau memanjang.

Keunggulan pembedahan ini :

(a) Perdarahan luka insisi tidak seberapa banyak

(b) Bahaya peritonitis tidak besar

(c) Perut uterus umumnya kuat sehingga bahaya ruptur uteri dikemudian hari

tidak besar karena pada nifas segmen bawah uterus tidak seberapa banyak
mengalami kontraksi seperti korpus uteri sehingga luka dapat sembuh lebih

sempurna.

2) Sectio Caesarea korporal / klasik

Pada Sectio Caesarea korporal / klasik ini di buat kepada korpus uteri,

pembedahan ini yang agak mudah dilakukan, hanya di selenggarakan apabila ada

halangan untukmelakukan Sectio Caesarea transperitonealis profunda. Insisi

memanjang pada segmen uterus.

3) Sectio Caesarea ekstra peritoneal

Sectio ceasarea ekstra peritoneal dahulu dilakukan untuk mengurangi bahaya

injeksi peroral akan tetapi dengan kemajuan pengobatan tehadap injeksi

pembedahan ini sekarang tidak banyak lagi dilakukan. Rongga peritoneum tak

dibuka, dilakukan pada

pasien infeksi uteri berat.

4) Sectio Caesarea hysteroctomi

Setelah Sectio Caesarea, dilakukan hysteroktomy dengan indikasi :

(a) Atonia uteri

(b) Plasenta accrete

(c) Myoma uteri

(d) Infeksi intra uteri berat

2.3.ETIOLOGI SECTIO CAESARE

Menurut Sagita (2019), indikasi ibu dilakukan Sectio Caesarea adalah ruptur

uteri iminen, perdarahan antepartum, ketuban pecah dini. Sedangkan indikasi dari

janin adalah fetal distres dan janin besar melebihi 4.000 gram> Dari beberapa faktor

Sectio Caesarea diatas dapat diuraikan beberapa penyebab sectio sebagai berikut :
1) CPD (Chepalo Pelvik Dispropotion) adalah ukuran lingkar panggul ibu tidak

sesuai dengan ukuran kepala janin yang dapat menyebabkan ibu tidak dapat

melahirkan secara normal. Tulangtulang panggul merupakan susunan beberapa

tulang yang membentuk rongga panggul yang merupakan jalan yang harus dilalau

oleh janin ketikaakan lahir secara normal. Bentuk panggul yang menunjukkan

kelainan atau panggul patologis juga dapat menyebabkan kesulitan dalam proses

persalinan normal sehingga harus dilakukan tindakan operasi. Keadaan patologis

tersebut menyebabkan bentuk rongga panggul menjadi asimetris dan

ukuranukuran bidang panggul menjadi abnormal.

2) PEB (Pre-Eklamasi Berat) adalah kesatuan penyakit yang langsung disebabkan

oleh kehamilan, sebab terjadinya masih belum jelas.

Setelah perdarahan dan infeksi, preeklamsi dan eklamsi merupakan penyebab

kematian maternatal dan perinatal paling penting dalam ilmu kebidanan. Karena

itu diagnosa dini amatlah penting, yaitu mampu mengenali dan mengobati agar

tidak berlanjut menjadi

eklamsi.

3) KDP (Ketuban Pecah Dini) adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda

persalinan dan ditunggu satu jam belum terjadi inpartus. Sebagian besar ketuban

pecah dini adalah hamil aterm di atas 37 minggu.

4) Bayi kembar, tak selamanya bayi kembar dilahirkan secara Sectio Caesarea. Hal

ini karena kelahiran kembar memiliki resiko terjadi komplikasi yang lebih tinggi

daripada kelahiran satu bayi. Selain itu, bayi kembar pun dapat mengalami

sungsang atau salah letak lintang sehingga sulit untuk dilahirkan secara normal.

5) Faktor hambatan jalan lahir, adanya gangguan pada jalan lahir, misalnya jalan

lahir yang tidak memungkinkan adanya pembukaan, adanya tumor dan kelainan
bawaan pada jalan lahir, tali pusat pendek dan ibu sulit bernafas. 6) Kelainan

Letak Janin

(a) Kelainan pada letak kepala

(1) Letak kepala tengadah, bagian terbawah adalah puncak kepala, pada

pemerikasaan dalam teraba UUB yang paling rendah. Etiologinya

kelainan panggul, kepala bentuknya bundar, anaknya kecil atau mati,

kerusakan dasar panggul.

(2) Presentasi muka, letak kepala tengadah (defleksi), sehingga bagian kepala

yang terletak paling rendah ialah muka. Hal ini jarang terjadi, kira-kira

0,27-0,5 %. Presentasi dahi, posisi kepala antara fleksi dan defleksi, dahi

berada pada posisi terendah dan tetap paling depan. Pada penempatan

dagu, biasnya dengan sendirinya akan berubah menjadi letak muka atau

letak belakang kepala.

b) Letak sungsang merupakan keadaan dimana janin terletak memanjang dengan

kepala difundus uteri dan bokong berada di bagian bawah kavum uteri.

Dikenal beberapa jenis letak sungsang, yakni presentasi bokong, presentasi

bokong kaki sempurna, presentasi bokong tidak sempurna dan presentasi kaki

2.4.MANIFESTASI KLINIS
Menurut Padila (2015), Manifestasi Klinis Sectio Caesarea,yaitu sebagai

berikut :

1) Fetal distress : Kondisi janin yang tidak kondusif untuk memenuhi persalinan

2) His lemah/melemah

3) Janin dalam posisi sungsang/melintang

4) Bayi besar (BBL≥4,2 kg)

5) Plasenta previa : plasenta ada di depan jalan lahir

6) Distosia persalinan : kelainan letak , panggul sempit


7) Disproporsi cevalo-pelvik (ketidakseimbangan antar ukuran kepala dan panggul)

8) Rupture uteri mengancam

9) Hydrocephalus

10) Primi muda atau tua

11) Partus dengan komplikasi

12) Problema plasenta

2.5. PATOFISIOLOGI
Adanya beberapa kelainan/hambatan pada proses persalinan yang

menyebabkan bayi tidak dapat lahir secara normal/spontan, misalnya karena

ketidakseimbangan ukuran kepala bayi dan panggul ibu, keracunan kehamilan yang

parah, pre eklampsia dan eklampsia berat, kelainan letak bayi seperti sungsang dan

lintang, kemudian sebagian kasus mulut rahim tertutup plasenta yang lebih dikenal

dengan plasenta previa, bayi kembar, kehamilan pada ibu yang berusia lanjut,

persalinan yang berkepanjangan, plasenta keluar dini, ketuban pecah dan bayi belum

keluar dalam 24 jam, kontraksi lemah dan sebagainya. Kondisi tersebut menyebabkan

perlu adanya suatu tindakan pembedahan yaitu Sectio Caesarea (Ramadanty, 2019).

Sectio Caesareamerupakan tindakan untuk melahirkan bayi dengan berat di

atas 500 gr dengan sayatan pada dinding uterus yang masih utuh. Indikasi dilakukan

tindakan ini yaitu distorsi kepala panggul, disfungsi uterus, distorsia jaringan lunak,

placenta previa dll, untuk ibu. Sedangkan untuk janin adalah gawat janin. Janin besar

dan letak lintang setelah dilakukan Sectio Caesareaibu akan mengalami adaptasi post

partum baik dari aspek kognitif berupa kurang pengetahuan. Akibat kurang informasi

dan dari aspek fisiologis yaitu produk oxsitosin yang tidak adekuat akan

mengakibatkan ASI yang keluar hanya sedikit, luka dari insisi akan menjadi post de

entris bagi kuman. Oleh karena itu perlu diberikan antibiotik dan perawatan luka
dengan prinsip steril. Nyeri adalah salah utama karena insisi yang mengakibatkan

gangguan rasa nyaman (Nanda Nic Noc, 2015)

Setelah proses pembedahan berakhir, daerah insisi akan ditutup dan

menimbulkan luka post Sectio Caesarea, yang bila tidak dirawat

dengan baik akan menimbulkan masalah resiko infeksi.

Setelahkelahiran bayi, terjadi adaptasi post partum yang mengakibatkan perubahan

fisiologis laktasi dimana akan muncul perubahan struktur dan karakter payudara.

Laktasi dipengaruhi oleh hormon estrogen dan peningkatan prolaktin sehingga terjadi

pembentukan ASI, pada sebagian ibu yang tidak paham bagaimana teknik menyusui

dengan benar dapat menjadi masalah dalam menyusui. Masalah yang sering muncul

dalam kegagalan menyususi adalah payudara bengkak, memerah, saluran susu

tersumbat, mastitits, abses payudara, dan kelainan pada puting susu (puting

tenggelam/datar)sehingga meningkatkan efektifitas ASI, pengeluaran ASI yang tidak

adekuat

menimbulkan hisapan menurun sehingga timbullah


masalahkeperawatan ketidakefektifan pemberian ASI(Astutik &

Kurlinawati, 2017).

2.6. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Menurut Nanda (2015) pemeriksaan penunjang pada Sectio

Caesarea adalah sebagai berikut :

1) Pemantauan janin terhadap kesehatan janin

2) Pemantauan EKG

3) JDL dengan diferensial

4) Elektrolit

5) Hemoglobin/Hematokrit

6) Golongan Darah
7) Urinalis

8) Amniosentesis terhadap maturitas paru janin sesuai indikasi

9) Pemeriksaan sinar X sesuai indikasi

10) Ultrasound sesuai pesanan

2.7. PENATALAKSANAAN
Menurut Ramadanty (2019), penatalaksanan Sectio Caesarea adalah sebagai

berikut :

1) Pemberian Cairan

Karena 24 jam pertama penderita puasa pasca operasi, maka pemberian cairan

per intavena harus cukup banyak dan

mengandung elektrolit agar tidak terjadi hipotermi, dehidrasi, atau komplikasi

pada organ tubuh lainnya. Cairan yang biasa diberikan biasanya DS 10%, garam

fisiologi dan RL secara bergantian dan jumlah tetesan tergantung kebutuhan.

Bila kadar Hb rendah diberikan transfusi darah sesuai kebutuhan.

2) Diet

Pemberian cairan per infus biasanya dihentikan setelah penderita flatus lalu

dimulailah pemberian minuman dan makanan per oral. Pemberian minuman

dengan jumlah yang sedikit sudah boleh dilakukan pada 6 sampai 8 jam pasca

operasi, berupa air putih dan

air teh.

3) Mobilisasi

Mobilisasi dilakukan secara bertahap meliputi : Miring kanan dan kiri dapat

dimulai sejak 6 sampai 10 jam setelah operasi, Latihan pernafasan dapat

dilakukan penderita sambil tidur telentang sedini mungkin setelah sadar, Hari

kedua post operasi, penderita dapat didudukkan selama 5 menit dan diminta
untuk bernafas dalam lalu menghembuskannya. Kemudian posisi tidur telentang

dapat diubah menjadi posisi setengah duduk (semifowler), Selanjutnya selama

berturut-turut, hari demi hari, pasien dianjurkan belajar duduk selama sehari,

belajar berjalan, dan kemudian berjalan sendiri pada hari ke-3 sampai hari ke-5

pasca operasi.

4) Katerisasi

Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan rasa tidak enak pada

penderita, menghalangi involusi uterus dan menyebabkan perdarahan. Kateter

biasanya terpasang 24 - 48 jam / lebih lama lagi tergantung jenis operasi dan

keadaan penderita.

5) Pemberian Obat-Obatan

Antibiotik cara pemilihan dan pemberian antibiotik sangat berbedabeda sesuai

indikasi.

6) Analgetik dan obat untuk memperlancar kerja saluran pencernaan Obat yang

dapat di berikan melalui supositoria obat yang diberikan ketopropen sup 2x/24

jam, melalui orang obat yang dapatdiberikan tramadol atau paracetamol tiap 6

jam, melalui injeksi ranitidin 90-75 mg diberikan setiap 6 jam bila perlu.

7) Obat-obatan lain

Untuk meningkatkan vitalitas dan keadaan umum penderita dapat diberikan

caboransia seperti neurobian I vit C.

8) Perawatan luka

Kondisi balutan luka dilihat pada 1 hari post operasi, bila basah dan berdarah

harus dibuka dan diganti.

9) Pemeriksaan rutin

Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemeriksaan adalah suhu, tekanan darah,

nadi,dan pernafasan.
10) Perawatan Payudara

Pemberian ASI dapat dimulai pada hari post operasi jika ibu memutuskan tidak

menyusui, pemasangan pembalut payudara yang mengencangkan payudara

tanpa banyak menimbulkan kompesi, biasanya mengurangi rasa nyeri.

2.8. KOMPLIKASI
Menurut NANDA NIC-NOC (2015) Sectio Caesarea

komplikasi pada pasien Sectio Caesarea adalah :

1) Komplikasi pada ibu

Infeksi puerperalis, bisa bersifat ringan seperti kenaikan suhu selama beberapa

hari dalam masa nifas, atau bersifat berta seperti peritonitis, sepsis dan

sebagainya. Infeksi postoperatif terjadi apabila sebelum pembedahan sudah ada

gejala-gejala yang merupakan predisposisi terhadap kelainan itu (partus lama

khususnya setelah ketuban pecah, tindakan vaginal sebelumnya). Perdarahan,

bisa timbul pada waktu pembedahan jika cabang cabang arteri uterina ikut

terbuka atau karena atonia uteri. Komplikasikomplikasi lain seperti luka

kandung kencing dan embolisme paru. suatu komplikasi yang baru kemudian

tampak ialah kuatnya perut pada dinding uterus, sehingga pada kehamilan

berikutnya bisa ruptur uteri. Kemungkinan hal ini lebih banyak ditemukan

sesudah Sectio Caesarea.

2) Komplikasi-komplikasi lain

Komplikasi-komplikasi lain seperti luka kandung kemih, dan embolisme paru.

3) Komplikasi baru

Komplikasi yang kemudian tampak ialah kurang kuatnya parut pada dinding

uterus, sehingga pada kehamilan berikutnya bisa terjadi ruptur uteri.

Kemungkinan peristiwa ini lebih banyak ditemukan sesudah Sectio Caesarea

Klasik.
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN

Sectio Caesarea adalah melahirkan janin dengan cara pembedahan pada dinding

perut dan dinding uterus, dimana setelah enam minggu keadaan uterus akan kembali

pada keadaan sebelum hamil (Hartati dan Maryunani 2015). Sesarea adalah operasi

yang ditujukan untuk indikasi medis tertentu, seperti indikasi bayi maupun indikasi

ibu, tindakan ini berupa operasi dengan membuka dinding rahim dengan sayat pada

dinding perut (Indiarti, 2015).

B.SARAN
Diharapkan dapat dijadikan sebagai sumber informasi untuk ibu

post operasi Sectio Caesarea yang mengalami masalah serta

untuk peningkatan percepatan proses penyembuhanpada ibu post operasi Sectio

Caesarea dan diharapkan menjadi Evidence Based Nursing (EBN) dalam melakukan

penelitian selanjutnya terutama untuk mengontrol faktor yang mempengaruhi post

operasi Sectio caesare


DAFTAR PUSTAKA

Asih & Risneni. (2016). Faktor – faktor yang berhubungan dengan persalinan Sectio Caesarea
di RSUD Dr. H Abdul Meoloek Provinsi Lampung. Poltekkes : Lampung.

Kemenkes RI. (2019). Data dan Informasi Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2018 Jakarta :
Kementrian Kesehatan RI

Nia, Larissa.(2014). Faktor – Faktor yang Berhubungan dengan Persalinan Sectio Caesarea di
RSUD Dr.H Abdul Moeloek Provinsi Lampung.Poltekkes : Provinsi Lampung

Padila. (2015). Asuhan Keperawatan Maternitas II. Yogyakata : Nuha Medika

Sagita, F. Erin. (2019). Asuhan Keperawatan Ibu Post Partum Dengan Post Operasi Sectio
Caesarea Di Ruangan Rawat Inap Kebidanan Dr. Achmad Mochtar Bukittinggi Tahun
2019. Tulis Ilimiah, Prodi D-III Keperawatan. Padang : Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan
Perintis Padang.

Sihombing et al. (2017). Determinan Persalinan Sectio Caesarea Di Indonesia (Analisis


Lanjut Data Riskesdas 2013).Jurnal Kesehatan Reproduksi, 8(1), 2017: 63-75 DOI:
10.22435/kespro.v8i1.6641.63-75

Anda mungkin juga menyukai