Anda di halaman 1dari 43

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Tinjauan Teori

Konsep Post Partum


Sectio Caesarea dengan metode eracs
a. Sectio Caesarea
1) Definisi

Sectio Caesarea adalah suatu pembedahan guna melahirkan janin lewat insisi

pada dinding abdomen dan uterus persalinan buatan. Sehingga janin di lahirkan melalui

perut dan dinding perut dan dinding rahim agar anak lahir dengan keadaan utuh dan

sehat (Anjarsari, 2019).

Sectio Caesarea adalah suatu cara melahirkan janin denganmembuat sayatan

pada dinding uterus melalui dinding depan perut (Martowirjo, 2018). Sectio Caesarea

adalah suatu persalinan buatan dimana janin dilahirkan melalui suatu insisi pada

dinding depan perut dan dinding rahim dengan syarat rahim dalam keadaan utuh serta

berat janin di atas 500 gram (Sagita, 2019).

Sebagian besar ibu hamil merasa cemas saat mendekati Hari Perkiraan Lahir yang

diharapkan (HPL). Terutama ketika memiliki indikasi medis untuk operasi SC. Kebanyakan ibu

hamil yang direncanakan menjalani operasi SC tersebut merasa cemas dan takut, karena “menurut

cerita yang beredar” masa pemulihan operasi SC lebih lama dari persalinan normal. Kalau anda

termasuk ibu hamil yang harus menjalani operasi SC, jangan khawatir! Sekarang operasi SC

dikembangkan menggunakan konsep Enhanced Recovery After Cesarean Section (ERACS), yang

memungkinkan proses kelahiran lebih nyaman dengan minim rasa nyeri dan pemulihan lebih cepat

daripada operasi SC biasa!

Konsep ERACS merupakan pengembangan dari konsep Enhanced Recovery After

Surgery (ERAS), dimana konsep ERAS ini awalnya digunakan pada operasi bedah digestif. Konsep

ERAS ini terbukti mengurangi lama rawat pasien di rumah sakit, mengurangi komplikasi pasca

operatif, dan meningkatkan kepuasan pasien. Oleh karena itu konsep ERAS ini kemudian

dikembangkan untuk tindakan operasi di bidang lain salah satunya di bagian kebidanan.

SC adalah salah satu tindakan operasi di bagian kebidanan (obstetri) yang paling umum

dilakukan. Operasi SC ini sifatnya unik, kalau operasi lain lebih banyak dilakukan untuk mengobati

penyakit, operasi SC lebih banyak mengandung makna kebahagiaan karena sang ibu akan bertemu
dengan buah hati yang sudah ditunggu selama 9 bulan. Oleh karena itu, pengalaman melahirkan

merupakan momen yang tidak terlupakan. Konsep ERACS mewujudkan impian para ibu hamil,

karena selain nyaman dan minim rasa nyeri, konsep ini juga memungkinkan pemulihan yang lebih

cepat sehingga Bunda bisa menyusui bayinya dengan posisi yang nyaman, bonding dengan bayi juga

menjadi lebih baik, Bunda bisa mengerjakan aktivitas kesehariannya dengan lebih cepat, dan bisa

pulang ke rumah dalam rentang waktu yang lebih singkat.

EMC Hospital mengembangkan teknologi Enhanced Recovery After Cesarean Section and

Gynecological Surgery (ERACGS), yang menjadi salah satu layanan unggulan di Departemen

Obstetri dan Ginekologi EMC.

Manusia bukanlah spesies yang bisa melahirkan secara sendirinya seperti mamalia lainnya.

Kita membutuhkan bantuan orang lain untuk melakukannya, dan berkembanglah

dunia persalinan seperti operasi caesar.Metode lewat pembedahan ini muncul sebagai solusi

beberapa orang yang tidak bisa melahirkan secara normal. Meski demikian, operasi caesar dapat

menyebabkan rasa nyeri dan mual karena operasi yang menggunakan obat dan anestesi.Untuk itulah,

berkembang pula konsep yang lebih maju yang disebut sebagai Enhanced Recovery After Cesarean

(ERACS). Tujuannya adalah mengurangi rasa nyeri, bahkan mempercepat pasien untuk bisa

beraktivitas kembali dan menyamai persalinan normal .

Namun, ERACS ada sedikit perbedaan dari operasi caesar biasa. Misalnya pada saat hendak

melakukan persalinan, pasien diperbolehkan makan dan minum enam hingga delapan jam

sebelumnya. Selanjutnya hanya dipersilahkan minum agar usus tetap aktif dan terjaga. Berbeda

dengan operasi caesar biasa yang mengharuskan puasa total. Sebagai sumber energi,  biasanya dokter

juga memberikan karbohidrat dalam bentuk cairan dua jam sebelum persalinan dengan cara ERACS.

Tambahan lainnya juga memberi asupan gula sekitar 750 hingga 75 gram dengan air atau teh.

Asupan lainnya adalah obat penghambat mual dan muntah. Sebab, setelah persalinan, banyak pasien

yang mengeluh mual dan muntah pada empat jam pertama karena adanya tambahan opioid saat

operasi.

Persalinannya serupa dengan operasi caesar, terang Dian, yang berbeda adalah beberapa

modifikasi yang disebutkan di atas. Tujuannya adalah mengurangi banyak manipulasi dalam operasi

terhadap tubuh yang menyebabkan nyeri berlebihan, seperti mengeluarkan rahim dan dijahit di

dalam. ( Afkar Aristoteles Mukhaer, 2021)

Menurut Ramandanty (2019), klasifikasi bentuk pembedahan Sectio Caesarea


adalah sebagai berikut :

1) Sectio Caesarea Klasik

Sectio Caesarea Klasik dibuat vertikal pada bagian atas rahim. Pembedahan

dilakukan dengan sayatan memanjang pada korpus uteri kira-kira sepanjang 10 cm.

Tidak dianjurkan untuk kehamilan berikutnya melahirkan melalui vagina apabila

sebelumnya telah dilakukan tindakan pembedahan ini.

2) Sectio Caesarea Transperitonel Profunda

Sectio Caesarea Transperitonel Profunda disebut juga low cervical yaitu

sayatan vertikal pada segmen lebih bawah rahim. Sayatan jenis ini dilakukan jika

bagian bawah rahim tidak berkembang atau tidak cukup tipis untuk memungkinkan

dibuatnya sayatan transversal. Sebagian sayatan vertikal dilakukan sampai ke otot-

otot bawah rahim.

3) Sectio Caesarea Histerektomi

Sectio Caesarea Histerektomi adalah suatu pembedahan dimana setelah janin

dilahirkan dengan Sectio Caesarea, dilanjutkan dengan pegangkatan rahim

4) Sectio Caesarea Ekstraperitoneal

Sectio Caesarea Ekstraperitoneal, yaitu Sectio Caesarea berulang pada seorang

pasien yang sebelumnya melakukan Sectio Caesarea. Biasanya dilakukan di atas

bekas sayatan yang lama. Tindakan ini dilakukan denganinsisi dinding dan faisa

abdomen sementara peritoneum dipotong ke arah kepala untuk memaparkan

segmen bawah uterus sehingga uterus dapat dibuka secara ekstraperitoneum

Sedangkan menurut Sagita (2019), klasifikasi Sectio Caesareaadalah sebagai

berikut :

1) Sectio caeasarea transperitonealis profunda

Sectio caeasarea transperitonealis profunda dengan insisi di segmen bawah uterus.

Insisi pada bawah rahim, bisa dengan teknik melintang atau memanjang.

Keunggulan pembedahan ini :


(a) Perdarahan luka insisi tidak seberapa banyak

(b) Bahaya peritonitis tidak besar

(c) Perut uterus umumnya kuat sehingga bahaya ruptur uteri dikemudian hari tidak

besar karena pada nifas segmen bawah uterus tidak seberapa banyak

mengalami kontraksi seperti korpus uteri sehingga luka dapat sembuh lebih

sempurna.

2) Perut uterus umumnya kuat sehingga bahaya ruptur uteri dikemudian hari tidak

besar karena pada nifas segmen bawah uterus tidak seberapa banyak mengalami

kontraksi seperti korpus uteri sehingga luka dapat sembuh lebih sempurna.

3) Sectio Caesarea korporal / klasik

Pada Sectio Caesarea korporal / klasik ini di buat kepada korpus uteri,

pembedahan ini yang agak mudah dilakukan, hanya di selenggarakan apabila ada

halangan untukmelakukan Sectio Caesarea transperitonealis profunda. Insisi

memanjang pada segmen uterus.

4) Sectio Caesarea ekstra peritoneal

Sectio ceasarea ekstra peritoneal dahulu dilakukan untuk mengurangi bahaya

injeksi peroral akan tetapi dengan kemajuan pengobatan tehadap injeksi

pembedahan ini sekarang tidak banyak lagi dilakukan. Rongga peritoneum tak

dibuka, dilakukan pada pasien infeksi uteri berat.

5) Sectio Caesarea hysteroctomi

Setelah Sectio Caesarea, dilakukan hysteroktomy dengan indikasi :

(a) Atonia uteri

(b) Plasenta accrete

(c) Myoma uteri

(d) Infeksi intra uteri berat

Etiologi

Menurut Martowirjo (2018), etiologi dari pasien Sectio Caesarea adalah sebagai

berikut :

1) Etiologi yang berasal dari ibu


(a) Plasenta Previa Sentralis dan Lateralis (posterior) dan totalis.

(b) Panggul sempit.

(c) Disporsi sefalo-pelvik : ketidakseimbangan antara ukuran kepala dengan

panggul.

(d) Partus lama (prognoled labor)

(e) Ruptur uteri mengancam

(f) Partus tak maju (obstructed labor)

(g) Distosia serviks

(h) Pre-eklamsia dan hipertensi

(i) Disfungsi uterus

(j) Distosia jaringan lunak.

2) Etiologi yang berasal dari janin

(a) Letak lintang.

(b) Letak bokong.

(c) Presentasi rangkap bila reposisi tidak berhasil.

(d) Presentasi dahi dan muka (letak defleksi) bila reposisi dengan cara-cara lain

tidak berhasil.

(e) Gemeli menurut Eastma, sectiocaesarea di anjurkan :

(1) Bila janin pertama letak lintang atau presentasi bahu (Shoulder

Presentation).

(2) Bila terjadi interlok (locking of the twins).

(3) Distosia oleh karena tumor.

(4) Gawat janin.


(f) Kelainan uterus :

(1) Uterus arkuatus

(2) Uterus septus

(3) Uterus duplekus

(4) Terdapat tumor di pelvis minor yang mengganggu masuk kepala janin ke

pintu atas panggul.

Sedangkan menurut Sagita (2019), indikasi ibu dilakukan Sectio Caesarea adalah

ruptur uteri iminen, perdarahan antepartum, ketuban pecah dini. Sedangkan indikasi

dari janin adalah fetal distres dan janin besar melebihi 4.000 gram> Dari beberapa
faktor Sectio Caesarea diatas dapat diuraikan beberapa penyebab sectio sebagai berikut

1) CPD (Chepalo Pelvik Dispropotion) adalah ukuran lingkar panggul ibu tidak sesuai

dengan ukuran kepala janin yang dapat menyebabkan ibu tidak dapat melahirkan

secara normal. Tulang-tulang panggul merupakan susunan beberapa tulang yang

membentuk rongga panggul yang merupakan jalan yang harus dilalau oleh janin

ketikaakan lahir secara normal. Bentuk panggul yang menunjukkan kelainan atau

panggul patologis juga dapat menyebabkan kesulitan dalam proses persalinan

normal sehingga harus dilakukan tindakan operasi. Keadaan patologis tersebut

menyebabkan bentuk rongga panggul menjadi asimetris dan ukuran-ukuran bidang

panggul menjadi abnormal.

2) PEB (Pre-Eklamasi Berat) adalah kesatuan penyakit yang langsung disebabkan

oleh kehamilan, sebab terjadinya masih belum jelas. Setelah perdarahan dan

infeksi, preeklamsi dan eklamsi merupakan penyebab kematian maternatal dan

perinatal paling penting dalam ilmu kebidanan. Karena itu diagnosa dini

amatlah penting, yaitu mampu mengenali dan mengobati agar tidak berlanjut

menjadi eklamsi.

3) KDP (Ketuban Pecah Dini) adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda

persalinan dan ditunggu satu jam belum terjadi inpartus. Sebagian besar ketuban

pecah dini adalah hamil aterm di atas 37 minggu.

4) Bayi kembar, tak selamanya bayi kembar dilahirkan secara Sectio Caesarea.

Hal ini karena kelahiran kembar memiliki resiko terjadi komplikasi yang lebih

tinggi daripada kelahiran satu bayi. Selain itu, bayi kembar pun dapat mengalami

sungsang atau salah letak lintang sehingga sulit untuk dilahirkan secara normal.

5) Faktor hambatan jalan lahir, adanya gangguan pada jalan lahir, misalnya jalan lahir

yang tidak memungkinkan adanya pembukaan, adanya tumor dan kelainan bawaan

pada jalan lahir, tali pusat pendek dan ibu sulit bernafas.

6) Kelainan Letak Janin

(a) Kelainan pada letak kepala

(1) Letak kepala tengadah, bagian terbawah adalah puncak kepala, pada

pemerikasaan dalam teraba UUB yang paling rendah. Etiologinya kelainan


panggul, kepala bentuknya bundar, anaknya kecil atau mati, kerusakan

dasar panggul.

(2) Presentasi muka, letak kepala tengadah (defleksi), sehingga bagian kepala

yang terletak paling rendah ialah muka. Hal ini jarang terjadi, kira-kira

0,27-0,5 %. Presentasi dahi, posisi kepala antara fleksi dan defleksi, dahi

berada pada posisi terendah dan tetap paling depan. Pada


penempatan dagu, biasnya dengan sendirinya akan berubah menjadi letak

muka atau letak belakang kepala.

(b) Letak sungsang merupakan keadaan dimana janin terletak memanjang dengan

kepala difundus uteri dan bokong berada di bagian bawah kavum uteri. Dikenal

beberapa jenis letak sungsang, yakni presentasi bokong, presentasi bokong kaki

sempurna, presentasi bokong tidak sempurna dan presentasi kaki

Manifestasi Klinis

Menurut Martowirjo (2018), manifestasi klinis pada klien dengan post

Sectio Caesarea antara lain :

1) Kehilangan darah selama prosedur pembedahan 600-800 ml.

2) Terpasang kateter, urin jernih dan pucat.

3) Abdomen lunak dan tidakada distensi.

4) Bising usus tidak ada.

5) Ketidaknyamanan untukmenghadapi situasi baru

6) Balutan abdomen tampak sedikit noda.

7) Aliran lokhia sedangdan bebas bekuan, berlebihan dan banyak

Patofisiologi

Adanya beberapa kelainan/hambatan pada proses persalinan yang menyebabkan bayi

tidak dapat lahir secara normal/spontan, misalnya karena ketidakseimbangan ukuran kepala

bayi dan panggul ibu, keracunan kehamilan yang parah, pre eklampsia dan eklampsia berat,

kelainan letak bayi seperti sungsang dan lintang, kemudian sebagian kasus mulut rahim

tertutup plasenta yang lebih dikenal dengan plasenta previa, bayi kembar, kehamilan pada ibu

yang berusia lanjut, persalinan yang berkepanjangan, plasenta keluar dini, ketuban pecah dan

bayi belum keluar dalam 24 jam, kontraksi lemah dan sebagainya. Kondisi tersebut

menyebabkan perlu adanya suatu tindakan pembedahan yaitu Sectio Caesarea (Ramadanty,
2018).

Sectio Caesarea merupakan tindakan untuk melahirkan bayi dengan berat di atas

500 gram dengan sayatan pada dinding uterus yang masih utuh. Dalam proses operasi,

dilakukan tindakan anastesi yang akan menyebabkan pasien mengalami imobilisasi. Efek

anastesi juga dapat menimbulkan otot relaksasi dan menyebabkan konstipasi. Kurangnya

informasi mengenai proses pembedahan, penyembuhan dan perawatan post operasi akan

menimbulkan masalah ansietas pada pasien. Selain itu dalam proses pembedahan juga

akan dilakukan tindakan insisi pada dinding abdomen sehinggga menyebabkan

terputusnya inkontiunitas jaringan, pembuluh darah, dan saraf-saraf disekitar daerah

insisi. Hal ini akan merangsang pengeluaran histamin dan prostaglandin yang akan

menimbulkan rangsangan pada area sensorik sehingga menyebabkan adanya rasa nyeri

sehingga timbullah masalah keperawatan nyeri (Nanda Nic Noc, 2015).

Pemeriksaan Diagnostik

Menurut Martowirjo (2018), pemeriksaan diagnostik yang dilakukan pada ibu

Sectio Caesarea adalah sebagai berikut :

1) Hitung darah lengkap.Golongan darah (ABO),dan pencocokan silang, tes Coombs Nb.

2) Urinalisis : menentukn kadar albumin/glukosa.

3) Pelvimetri : menentukan CPD.

4) Kultur : mengidentifikasi adanya virus heres simpleks tipe II.

5) Ultrasonografi : melokalisasi plasenta menetukan pertumbuha,kedudukan, dan

presentasi janin.

6) Amniosintess : Mengkaji maturitas paaru janin.

7) Tes stres kontraksi atau non-stres : mengkaji respons janin

8) terhadapgerakan/stres dari polakontraksi uterus/polaabnormal.

9) Penetuan elektronik selanjutnya :memastikan status janin/aktivitas uterus.

Penatalaksanaan
Menurut Ramadanty (2019), penatalaksanan Sectio Caesarea adalah sebagai berikut :

1) Pemberian Cairan

Karena 24 jam pertama penderita puasa pasca operasi, maka pemberian cairan per

intavena harus cukup banyak dan mengandung elektrolit agar tidak terjadi hipotermi,

dehidrasi, atau komplikasi pada organ tubuh lainnya. Cairan yang biasa diberikan

biasanya DS 10%, garam fisiologi dan RL secara bergantian dan jumlah tetesan

tergantung kebutuhan. Bila kadar Hb rendah diberikan transfusi darah sesuai

kebutuhan.

2) Diet

Pemberian cairan per infus biasanya dihentikan setelah penderita flatus lalu

dimulailah pemberian minuman dan makanan per oral. Pemberian minuman

dengan jumlah yang sedikit sudah boleh dilakukan pada 6 sampai 8 jam pasca operasi,

berupa air putih dan air teh.

3) Mobilisasi

Mobilisasi dilakukan secara bertahap meliputi : Miring kanan dan kiri dapat dimulai

sejak 6 sampai 10 jam setelah operasi, Latihan pernafasan dapat dilakukan penderita

sambil tidur telentang sedini mungkin setelah sadar, Hari kedua post operasi,

penderita dapat didudukkan selama 5 menit dan diminta untuk bernafas dalam lalu

menghembuskannya, Kemudian posisi tidur telentang dapat diubah menjadi posisi

setengah duduk (semifowler), Selanjutnya selama berturut-turut, hari demi hari,

pasien dianjurkan belajar duduk selama sehari, belajar berjalan, dan kemudian

berjalan sendiri pada hari ke-3 sampai hari ke-5 pasca operasi.

4) Katerisasi

Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan rasa tidak enak pada

penderita, menghalangi involusi uterus dan menyebabkan perdarahan. Kateter

biasanya terpasang 24 - 48 jam / lebih lama lagi tergantung jenis operasi dan keadaan

penderita.

5) Pemberian Obat-Obatan
Antibiotik cara pemilihan dan pemberian antibiotik sangat berbeda-beda sesuai

indikasi.

6) Analgetik dan obat untuk memperlancar kerja saluran pencernaan

Obat yang dapat di berikan melalui supositoria obat yang diberikan ketopropen sup

2x/24 jam, melalui orang obat yang dapatdiberikan tramadol atau

paracetamol tiap 6 jam, melalui injeksi ranitidin 90-75 mg diberikan setiap 6 jam bila

perlu.

7) Obat-obatan lain

Untuk meningkatkan vitalitas dan keadaan umum penderita dapat diberikan

caboransia seperti neurobian I vit C.

8) Perawatan luka

Kondisi balutan luka dilihat pada 1 hari post operasi, bila basah dan berdarah harus

dibuka dan diganti.

9) Pemeriksaan rutin

Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemeriksaan adalah suhu, tekanan darah,

nadi,dan pernafasan.

10) Perawatan Payudara

Pemberian ASI dapat dimulai pada hari post operasi jika ibu memutuskan tidak

menyusui, pemasangan pembalut payudara yang mengencangkan payudara tanpa

banyak menimbulkan kompesi, biasanya mengurangi rasa nyeri.

Perbedaan ERACS dengan V Sectio Caesarea

Menerut Rumah Islam Pondok kopi Jakarta

Apa perbedaan persalinan ERACS dengan operasi caesar biasa?

ERACS bertujuan untuk merevisi dan memperbaiki protokol operasi caesar yang lama.

Pada protokol ERACS ini tidak memerlukan puasa, hanya mengatur pola diet pasien.
Tujuannya agar pasien tetap bugar sebelum, selama, dan sesudah operasi. Pasien juga diharapkan tidak mual dan

muntah.

Suhu ruangan pasien pun diatur supaya tidak kedinginan.

Nyeri saat suntikan spinal anestesi juga perbaiki dengan cara menggunakan jarum anestesi jenis pencan atraumatik

ukuran kecil.

Dosis pemberian obat anestesi pada protokol ERACS pun dikurangi menjadi ¼ dosis. Dengan penurunan dosis ini,

memungkinkan pasien bisa pulih lebih cepat.

Teknik operasi, minimal handling, penggunaan pisau kecil yang tajam, penggunaan benang terbaik, dan teknik

operasi lapis demi lapis juga akan meningkatkan keamanan pasien pada saat operasi.

Pada teknik ini juga, kami tambahkan teknik operasi scarless sehingga bekas operasi caesar nantinya menjadi

samar dan secara kosmetik tidak mengganggu penampilan pasien.

1. Pengurangan dosis anestesi Kami selaku dokter biasanya memberikan dosis anestesi ¼ dari dosis biasa.

Jadi, bukan menambah dosis, tetapi justru mengurangi.

Pengurangan dosis ini bertujuan agar proses penyembuhan pasien lebih cepat. Sebab dengan mengurangi

dosis, otomatis fungsi kaki pasien bisa bergerak normal kembali lebih cepat.

Dosis anestesi ini artinya lama proses pembiusan saat operasi.

Umumnya, operasi caesar memakan waktu satu 1-1,5 jam dan itu masih termasuk dalam dosis anestesi.

Dengan segera hilangnya efek anestesi pada ERACS ini, memungkinkan pasien dapat melakukan

mobilisasi atau pergerakan lebih cepat.

Mobilisasi yang singkat juga mempercepat proses metabolisme tubuh dan penyembuhan menjadi lebih

cepat.

Pergerakan atau penyembuhan yang cepat akan membuat kepercayaan diri pasien supaya tidak merasa

sakit setelah operasi.

2. Penggunaanjarum yang lebih kecil


Penggunaan jarum atraumatic model pencan dengan ukuran kecil dan pengolesan emla sebelum

dilakukan suntikan anestesi akan sangat mengurangi efek trauma pada bekas tusukan anestesi.

Alhasil, tidak ada efek trauma punggung bekas suntikan pasca operasi.

Hal ini tentu akan mengoptimalkan keamanan dan kepuasan bagi pasien itu sendiri.

3. Teknik mengiris langsung ke dalam.

Hal yang membedakan operasi caesar dahulu dengan persalinan ERACS adalah teknik mengiris yang

lebih baik.

Sekarang teknik mengiris mulai dari irisan pertama langsung dalam sampai fascia (selaput otot) dengan

pisau yang sangat tajam. Jadi, sekali mengiris langsung dalam.

Sama seperti orang mengiris daging yang langsung teriris sampai dalam satu garis. Semakin kecil pisau

yang dokter pakai, trauma ke kulit juga semakin sedikit.

Kalau operasi caesar biasa mengirisnya satu satu sehingga menimbulkan rasa sakit dan irisannya jadi

kurang bagus.

Hal ini yang berpengaruh pada proses penyembuhan menjadi lebih lama.

4. Teknik tummy tuck

Tummy tuck adalah teknik dalam operasi plastik untuk merapikan perut agar tidak bergelambir.

Teknik ini kami gunakan pada pasien operasi caesar yang ingin bentuk perutnya ideal dan bekas luka

tersamarkan.

Tehnik ini kami namakan ERACTS (Enhanced Recovery After Cesarean Tummy Surgery)

Untuk pasien yang sudah menjalani operasi caesar dan ingin melakukan persalinan ERACS, jahitan lama

bisa diperbaiki dengan tummy tuck.

Bila ada keloid, kami buang keloidnya, kemudian bikin satu garis yang lebih bawah lagi agar lebih rapi.

Apa saja persiapan menjelang persalinan ERACS?


Untuk menjalani prosedur ini, dokter akan meminta pasien untuk melakukan beberapa persiapan. Salah

satu persiapan yang unik adalah pasien tidak perlu puasa sebelum operasi.

Kalau puasa badan akan lemas, misalnya puasa pagi, saat operasi sore hari, tubuh akan lemas. Padahal,

kuncinya sembuh lebih cepat adalah tubuh tidak boleh lemas.

Jadi, pasien tidak boleh lemas, tidak boleh puasa, dan tidak boleh muntah. Strateginya, memberikan

makanan yang gampang diserap.

Berikut persiapan menjelang persalinan ERACS yang perlu pasien perhatikan.

Skrining

COVID-19.

Pemeriksaan darah untuk melihat kadar hemoglobin.

Pemeriksaan riwayat kesehatan. Bila memiliki gastritis dan masalah lambung, dokter memberikan obat antimual.

Waxing rambut kemaluan pada pubis agar pertumbuhan lambat, mencukur membuat pertumbuhan lebih cepat

sehingga kelenjar minyak bisa mengganggu penyembuhan lapisan operasi.

4 jam sebelum operasi diberikan snack yang mudah dicerna tubuh.

2 jam sebelum operasi makan sumber makanan tinggi karbohidrat yang mudah tercerna, seperti jus alpukat atau

bubur.

Untuk mencegah pasien muntah, tidak hanya dari obat-obatan seperti obat antimuntah dan anestesi, suhu ruang

juga berpengaruh karena kalau terlalu dingin bisa muntah.

Dahulu suhu dalam ruangan bisa mencapai 18-19 derajat Celcius, sekarang 23-24 derajat Celcius seperti suhu

ruang biasa dan cukup.

Selain suhu ruangan, alas tidur pasien pada protokol ERACS harus hangat sehingga diberi lapisan penghangat.

Dengan cara ini, pasien jadi lebih nyaman. Selesai operasi langsung makan, bisa jalan, bahkan ke ruangan

perawatan tidak perlu pakai apa-apa bisa jalan sendiri.

Operasi bisa berlangsung pagi, kemudian sore langsung pulang. Namun, bayi yang baru lahir tetap perlu

pemantauan selama 24 jam.

Kondisi yang membuat ibu sulit melakukan persalinan ERACS


Semua pasien bisa menggunakan teknik ERACS saat persalinan. Bahkan di Zimbabwe, metode ini mereka gunakan

untuk prosedur emergency, seperti preeklampsia.

Akan tetapi, pada kasus yang sangat jarang, kondisi ibu hamil dengan skoliosis dan kegemukan memang cukup

sulit melahirkan dengan teknik ERACS.

Namun umumnya, dokter anestesi bisa mengatasinya dengan baik untuk proses pembiusan selama operasi.

Melahirkan memakai teknik ERACS membuat ibu lebih nyaman dan cepat pulih sehingga bisa beraktivitas dengan

baik.

TUJUAN ERACS

1. Agar mobilitas dan proses penyembuhan persalinan dapat tercapai pasien bisa mobilisasi lebih cepat , bisa

bergerak lebih awal ,nyeri minimal pasti lebih nyaman

2. Mengurangi resiko infeksi nosokomial

3. Biaya minimal

KELEBIHAN METODE ERACRS

1. Meningkatkan kepuasan dan kenyamanan pasien

2. Berkurangnya komplikasi dan durasi rawat inap

o Pasien 1-2 jam oleh duduk,berdiri,makan

o Pasien 6-8 jam kateter bisa dilepas (jika mampu boleh jalan)

o Maksimal 24 jam pasien sudah bisa pulang dengan bayinya dilanjutkan mobilisasi dirumah

3. Meningkatkan bonding antara ibu dan bayi

4. Ibu akan pulang dari rumah sakit akan lebih cepat

KOMPLIKASI ERACS

1. Pusing

2. Mual

3. Muntah

4. Perdarahan

KOMPONEN METODE ERACS

Tim multidisipliner yang terliat dalam perencanan metode ERACS sebaiknya sudah dipersiapkan minimal sejak

trimester III kehamilan (dokter obgyn, dokter anastesi, dokter anak, perawat dan bidan yang membantu saat

persiapan serta proses pemulihan).


1. PRE OPERATIF

a. Edukasi

 Dokter akan memerikan informasi tentang tindakan operasi dengan Metode ERACS dan informasi

terkait pemulihan pasca persalinan

b. Optimalkan kondisi ibu hamil

 Haemoglobin (tidak terjadi anemia)

 Dampak haemoglobin rendah pada ibu yang akan melahirkan mudah lelah , mempengaruhi depresi

post partum, peyembuhan luka operasi tidak optimal

c. Persiapan menyusui (sedini mungkin)

d. Mengurangi durasi puasa

 Pada metode konvensional puasa dilakukan biasanya 8-12 jam dilarang makan dan minum apapun

sedangkan pada metode ERACS menjadi 6-8 jam tetapi  2 jam sebelum tindakan operasi

diperbolehkan untuk minum (air putih, teh manis, jus)

2. INTRA OPERATIF :

a. Ada 6 tahap :

 Mengoptimalkan suhu ke normal dengan alat

 Pemberian infus selama tindakan operasi

 Pemberian antiotik untuk mencegah infeksi

 Teknik pembiusan oleh ahli anastesi

 Pencegahan mual dan muntah

 Jika memungkinkan Inisiasi menyusui dini dilakukan diruang operasi tergantung kondisi ibu

dan bayi

PASCA OPERATIF :

 Ada 6 tahap :

 Membantu fase mobilisasi lebih awal (senyaman pasien)

 30 menit pertama: Jika pasien sudah bisa menekuk kaki boleh minum

 30 menit kedua:

1. jika pasien tidak mual keadaan umum stabil secara bertahap pasien boleh latihan duduk

ditepi tempat tidur

2. jika ibu mual, pusing diobservasi dulu pasien dianjurkan untuk rebahan kembali.

3. Jika pasien sudah bisa jalan ke kamar mandi sendiri kateter urin dilepas( 6 jam post operasi)
2. Penggunaan anti nyeri

3. Pasien diperbolehkan makan

 Jika tidak ada mual pasien dapat makan /minum biasa secara bertahap, pasien dapat dipandu

untuk latihan berdiri dan berjalan dengan pendampingan ( bila pusing anjurkan rebahan kembali)

4. Kateter dilepas lebih awal

 Jika pasien sudah bisa jalan ke kamar mandi sendiri kateter urin dilepas( 6 jam post operasi)

5. Konseling laktasi untuk membantu proses laktasi

6. Kolaborasi terkait tentang perawatan bayi

SIAPA YANG TIDAK DIPEROLEHKAN MENJALANI METODE ERACS

1. Preeklamsi/ eklamsi

2. Tekanan darah tidak terkontrol

3. Anemia erat

4. Diabetus tidak terkontrol

5. Pasien dengan gangguan kecemasan tinggi

SIAPA YANG DIPEROLEHKAN MENJALANI METODE ERACS

Penilaian dilihat pada kehamilan trimester III menjelang persalinan apakah layak atau tidak dilakukan metode

ERACS ( konsultasi saat periksa)

PERBEDAAN ERACS DENGAN OPERASI SC KONVENSIONAL

Beberapa perbedaan yaitu :

1. Waktu puasa

2. Rasa sakit pasca tindakan operasai

o Pemberian obat pereda nyeri terjadwal melalui infus dan obat yang diminum

o Pemberian obat anti nyeri pada tulang belakang saat tindakan operasi

3. Masa pemulihan

o Penghentian cairan infus ,kateter dan pemberian makan minum lebih awal

Konsep ASI

2.2.1 Pengertian
ASI yaitu makanan yang terbaik bagi bayi pada 6 bulan pertama kehidupannya.Semua kebutuhan nutrisi yaitu

protein karbohidrat, lemak, vitamin dan mineral sudah tercukupi dari ASI (Sandra, dkk 2015). ASI (Air Susu

Ibu) yaitu sumber yang terbaik untuk bayi dan anak-anak, dan mengandung antibodi yang berguna untuk

melindungi terhadap beberapa penyakit anak yang umum (Jara-Palacios, Comejo, Pelaez, Verdesoto, & Galvis,

2015). WHO merekomendasikan ibu sebaiknya memberikan ASI eksklusif selama 6 bulan dan ASI dilanjutkan

sampai usia 2 tahun disertai dengan makanan pendamping ASI (WHO, 2012)

Air Susu Ibu (ASI) merupakan makanan alami yang dapat diperbarui dan berfungsi sebagai sumber gizi lengkap bagi

bayi, serta makanan terbaik bayi dan memiliki keseimbangan nutrisi yang tepat, tersedia secara biologis, mudah

dicerna, melindungi baik ibu dan anak dari penyakit, dan memiliki sifat anti inflamasi (Mekurian (2015) dalam

(Handayani dkk., 2019). ASI mengandung banyak kebutuhan energi dan zat yang baik untuk bayi, dan diberikan

pada bayi paling tepat pada usia 0-24 bulan.

Fisiologi Laktasi
Selama kehamilan hormon prolaktin dari plasenta meningkat tetapi ASI belum keluar karena adanya pengaruh

hormon estrogen yang masih tinggi. Kadar estrogen dan progesteron akan menurun pada saat hari kedua atau

ketiga pasca persalinan, sehingga terjadi sekresi ASI. Pada proses laktasi terdapat dua hormon yang berperan

penting, yaitu hormon prolaktin dan hormon oksitosin. Pada masa hamil terjadi perubahan pada payudara,

payudara membesar untuk mempersiapkan payudara agar paada waktunya dapat memberikan ASI, estrogen akan

mempersiapkan kelenjar dari saluran ASI dalam bentuk poliferasi, deposit lemak, air dan elektrolit. Jaringan ikat

semakin banyak dan miopitel di sekitar kelenjar mammae semakin membesar, sedangkan progesteron meningkat

kematangan kelenjar mamame dengan hormon lain (Maryunani, 2012).

Pengeluaran ASI
Setelah kelahiran, terdapat dua hormon lain yang bekerja untuk mempertahankan proses laktasi, yaitu hormon
prolaktin untuk meningkatkan sekresi ASI dan hormonoksitosin yang menyebabkan ejeksi ASI. Kedua hormon
ini dirangsang oleh refleks neuroendokrin saat bayi menghisap puting ibu. Dalam 3 jangka waktu 2-3 minggu,
kadar serum prolaktin pada ibu postpartum yang tidak menyusui akan kembali ke nilai normal seperti kondisi
sebelum kehamilan, tetapi pada ibu yang menyusui, kadar serum prolaktin akan meningkat dengan adanya
rangsangan dari puting susu. Kadar serum prolaktin meningkat dua kali lipat pada ibu yang menyusui dua bayi
dibandingkan dengan menyusui seorang bayi, menunjukkan bahwa jumlah serum prolaktin yang dilepaskan
berbanding lurus dengan derajat rangsangan puting susu. Saat bayi menghisap puting susu, terjadi rangsangan
saraf sensorik di sekitar areola (William dkk, 2016).
1) Macam-macam ASI
ASI dibedakan dalam 3 stadium yaitu: kolostrum, air susu
transisi dan air susu matur. Komposisi ASI hari 1-4 (kolostrum)
berbeda dengan ASI hari ke 5-10 (transisi) dan ASI matur. Masing-
masing ASI tersebut dijelaskan sebagai berikut:
a) Kolostrum
1) Kolostrum adalah air susu yang pertama kali keluar
2) Kolostrum merupakan cairan yang pertama kali disekresi oleh
kelenjar mamae yang mengandung tissue debris dan residual
material yang terdapat dalam alveoli dan duktus dari kelenjar
mamae, sebelum dan segera sesudah melahirkan
3) Kolostrum ini disekresi oleh kelenjar payudara pada hari
pertama sampai hari keempat pasca persalinan
4) Kolostrum merupakan cairan dengan vikositas kental, lengket
dan berwarna kekuningan
5) Kolostrum merupakan cairan yang pertama keluar, berwarna
kekuning-kuningan. Banyak mengandung protein, antibody
(kekebalan tubuh), immunoglobulin.
6) Kolostrum berfungsi sebagai perlindungan terhadap infeksi
pada bayi, dapat dijelaskan sebagai berikut:
a) Apabila ibu terinfeksi maka sel darah putih pada ibu
membuat perlindungan pada ibu
b) Sebagian sel darah putih menuju payudara dan
membentuk antibody

c) Antibody yang terbentuk keluar melalui ASI sehingga


dapat melindungi bayi
d) Kolostrum mengandung tinggi protein, mineral, garam,
vita min A, nitrogen, sel darah putih dan antibody yang
tinggi dari pada ASI matur (Maryunani, 2012).
b) ASI Peralihan
Merupakan ASI peralihan dari kolostrum sampai menjadi
ASI mature. ASI ini diproduksi pada hari keempat sampai hari
kesepuluh, namun ada juga yang berpendapat bahwa ASI ini
diproduksi pada minggu ketiga sampai minggu kelima. Kadar
proteinnya semakin menurun sedangkan kadar lemak dan
karbohidrat meningkat (Andamari, 2014).
c) ASI Matur
Merupakan ASI yang dikeluarkan setelah hari kesepuluh
sampai seterusnya dengan komposisi yang sudah mulai tetap
(Andamari, 2014).
2) Manfaat ASI
Menurut Pratiwi dan Taufiq (2017), ASI tidak hanya
merupakan nutrisi yang tepat bagi bayi namun juga memiliki
segudang manfaat dalam mengoptimalkan tumbuh kembang bagi
bayi serta berkontribusi terhadap kesejahteraan ibu. Berbagai manfaat
ASI antara lain:
a) Bagi bayi
1) ASI yang pertama kali keluar berbentuk cairan berwarna
kekuningan (kolostrum) mengandung zat kekebalan (IgA)
untuk meningkatkan imunitas bayi sehingga terlindungi dari
bahay infeksi yang sewaktu- waktu bisa muncul. Kolostrum
mengandung vitamin A yang tinggi, karbohidrat, protein, juga
rendah lemak yang sesuai dengan kebutuhan nutrisi bayi di
awal kehidupannya. Selain itu, kolostrum membantu bayi
dalam pengeluaran meconium atau kotoran pertama bayi yang
berwarna hitam.
2) ASI mengandung berbagai zat gizi yang telah disesuaikan
dengan kebutuhan nutrisi bayi di setiap bulannya. Sehingga
ASI menjadi sumber makanan sempurna guna
mengoptimalkan tumbuh kembang bayi.
3) ASI mengandung taurin, AA, dan DHA yang berfungsi dalam
proses pematangan sel otak. Oleh karena itu, anak-anak yang
mendapatkan ASI memiliki tingkat kecerdasan yang lebih
tinggi bila dibandingkan dengan anak yang tidak pernah
mendapatkan ASI.
4) ASI mengandung zat imunologi yang berfungsi sebagai
pelindung bayi dari bahaya infeksi. Bayi memiliki risiko lebih
rendah mengalami penyakit gangguan pencernaan, alergi,
asma, diabetes, kanker di usia kanak-kanak, obesitas, penyakit
saluran pernapasan, infeksi saluran kemih, dan sindrom
kematian bayi mendadak Menyusui meningkatkan bonding
antara ibu dan anaknya. Bayi yang terpenuhi kebutuhan
sentuhan dan kasih sayangnya kelak akan tumbuh menjadi
anak yang sehat, percaya diri, dan bersinar.
b) Bagi ibu
1) Menyusui dapat merangsang kontraksi Rahim sehingga dapat
menurunkan risiko perdarahan postpartum
2) Menyusui secara optimal dapat memperlancar pengeluaran
ASI dan mencegah ibu mengalami berbagai permasalahan
seperti bendungan ASI, mastitis, bahkan kanker payudara.
3) Proses menyusui dapat membuat ibu segera pulih kembali dan
membantu menurunkan berat badan ke kondisi normal, tidak
seperti saat hamil yang mengalami peningkatan.
4) Memberikan ASI adalah hak bayi dan merupakan kewajiban
ibu. Sehingga dengan menyusui bayinya maka dapat
membantu ibu dalam memenuhi kewajiban dan
tanggungjawabnya.
5) Menyusui secara eksklusif dapat menunda haid dan kehamilan
serta menjadi alat kontrasepsi (KB) alami yang dikenal
dengan Metode Amenorea Laktasi (MAL). Syarat MAL ada
tiga yaitu
tidak haid, menyusui secara eksklusif selama enam bulan,
serta umur bayi kurang dari enam bulan.
6) Ibu yang menyusui bayinya kurang lebih selama dua tahun
akan menghemat pengeluaran rumah tangga bila
dibandingkan dengan ibu yang memberikan bayinya dengan
susu formula
3) Kandungan ASI
ASI memiliki beberapa kandungan yang sangat bermanfaat bagi
tumbuh dan kembang bayi. Menurut (Monika, 2014) kandungan ASI
antara lain:
a) Lemak dan DHA/ARA
Lemak pada ASI mengandung DHA (docosahexaenoic
acid) dan ARA (arachidonic acid) yang berguna untuk
perkembangan syaraf dan visual bagi bayi.
b) Protein
Kualitas dan kuantitas protein yang dibutuhkan bayi yang
baru lebih besar dibanding usia kehidupan lain. ASI memiliki
konsentrasi protein sebesar 0,9 gram per 100 Ml. ASI memiliki
komponen asam amino, seperti kadar sistin dan taurin yang tinggi.
Asam amino sangat membantu untuk kemampuan metabolisme
pada bayi.
c) Mineral
ASI memiliki kandungan mineral yang tinggi pada hari
pertama kehidupan, dan akan mengalami penurunan perlahan
selama masa menyusui. Mineral pada ASI terdapat beberapa kadar
kalsium atau fosfor, kadar zat besi, dan kadar florida.
d) Vitamin
ASI mengandung berbagai vitamin yang sangat diperlukan
oleh bayi. Vitamin A,D,E,K,C, dan B yang memiliki manfaat
untuk proses tumbuh dan kembang pada bayi. Kadar vitamin D
pada ASI cukup rendah sehingga bayi perlu paparan sinar matahari
pagi.
e) Air
Menurut penelitian dr. Ruth Lawrence, sekitar 88,1%
komposisi ASI adalah air. Jadi, bayi yang menerima ASI tidak
memerlukan menerima ambahan air putih atau sejenisnyaa.
f) Karbohidrat
Karbohidrat ytama dalam ASI adalah laktosa yang
merupakan komponen utama dalam ASI. ASI adalah air susu yang
mengandung laktosa paling tinggi karena laktosa dapat memenuhi
kebutuhan energi bayi sekitar 40-45%. Laktosa dapat
meningkatkan penyerapan kalsium dan tidak menyebabkan
kerusakan pada gigi.
g) Enzim
ASI mengandung 20 enzim aktif, salah satunya adalah
enzim lysazyme yang berperan sebagai antimikroba. ASI juga
mengandung lipase yang berperan dalam mencerna lemak dan
mengubahnya menjadi energi yang dibutuhkan oleh bayi dan
mengandung amilase yang berfungsi untuk mencerna karbohidrat.
h) Faktor pertumbuhan
Faktor pertumbuhann epidermal pada ASI dapat
menstimulus kematangan usus bayi sehingga usu bayi dapat lebih
baik untuk mencerna dan menyerap nutrisi serta tidak mudah
terinfeksi.
i) Faktor antiparasit, antialergi, antivirus, antibodi
ASI memiliki beberapa faktor seperti antiparasit, antialergi,
antivirus, dan antibodi yang berfungsi untuk melindungi bayi dari
berbagai infeksi.
4) Volume Produksi ASI
a) Pada minggu bulan terakhir kehamilan, kelenjar-kelenjar pembuat
ASI mulai menghasilkan ASI. Apabila tidak ada kelaianan:
1) Hari pertama: sejak lahir akan dapat menghasilkan 50-100ml
sehari dari jumlah ini akan terus bertambah.
2) Bayi usia 2 minggu: mencapai sekitar 400-450ml. Jumlah ini
akan tercapai bila bayi menyusu sampai 4-6 bulan pertama.
3) Oleh karena itu, selama kurun waktu tersebut ASI mampu
memenuhi kebutuhan gizi bayi.
4) Dalam keadaan produksi ASI telah normal, volume susu
terbanyak yang dapat diperoleh adalah 5 menit. (Maryunani,
2012)
a. Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi ASI
1) Status kesehatan ibu
Kondisi fisik yang sehat akan menunjang produksi ASI yang optimal baik
kualitas maupun kuantitasnya. Oleh karena itu maka pada masa menyusui
ibu harus menjaga kesehatannya. Ibu yang sakit, pada umunya tidak
mempengaruhi produksi ASI. Tetapi akibat kekhawatiran ibu terhadap
kesehatan bayinya maka ibu menghentikan menyusui bayinya. Kondisi
tersebut menyebabkan tidak adanya rangsangan pada puting susu sehingga
produksi ASI pun berkurang atau berhenti (Suradi & Tobing, 2004).
2) Nutrisi dan asupan cairan
Jumlah dan kualitas ASI dipengaruhi oleh nutrisi dan masukan cairan ibu.
Selama menyusui ibu memerlukan cukup banyak karbohidrat, protein,
lemak, vitamin dan mineral. Jumlah tambahan kalori yang dibutuhkan oleh
ibu menyusui pada enam bulan pertama adalah +700 kalori per hari
(Soetjiningsih, 2005).
3) Umur dan paritas
Umur ibu berpengaruh terhadap produksi ASI. Ibu yang umurnya
muda lebih banyak memproduksi ASI dibandingkan dengan ibu yang sudah
tua, dan ibu-ibu yang lebih muda atau umurnya kurang dari 35 tahun lebih
banyak memperoduksi ASI daripada ibu-ibu yang lebih tua. Ibu yang
melahirkan anak kedua dan seterusnya produksi ASI lebih banyak
dibandingkan dengan kelahiran anak yang pertama (Soetjiningsih, 2005).
4) Bentuk dan kondisi puting susu
Kelainan bentuk puting yang datar (flatt) dan puting yang masuk (inverted)
akan menyebabkan bayu kesulitan untuk menghisap payudara. Hal tersebut
menyebabkan rangsangan pengeluaran

prolaktin terhambat dan produksi ASI pun terhambat. Puting susu lecet
sering dialami oleh ibu-ibu yang menyusui bayinya. Kondisi tersebut pada
umumnya disebabkan oleh kesalahan dalam posisi menyusui. Pada keadaan
ini, ibu-ibu umunya memutuskan untuk menghentikan menyusui karena
puting susu yang lecet apabila dihisap oleh bayi menimbulkan rasa sakit.
Payudara yang tidak dihisap oleh bayi atau air
susu yang tidak dikeluarkan dari payudara dapat mengakibatkan
berhentinyaproduksi ASI (Soetjiningsih, 2005).
1) Fisiologis Air Susu Ibu
a) Hormon pembentuk ASI
Menurut Astutik (2014), pada saat payudara sudah
memproduksi ASI, terdapat pula proses pengeluran ASI yaitu
dimana ketika bayi mulai menghisap, terdapat beberapa hormone
yang berbeda bekerja sama untuk pengeluaran air susu dan
melepaskannya untuk di hisap. Gerakan isapan bayi dapat
merangsang serat saraf dalam puting. Serat saraf ini membawa
permintaan agar air susu melewati kolumna spinalis ke kelenjar
hipofisis dalam otak. Kelenjar hipofisis akan merespon otak untuk
melepaskan hormon prolaktin dan hormone oksitosin. Hormon
prolaktin dapat merangsang payudara untuk menghasilkan lebih
banyak susu. Sedangkan hormon oksitosin merangsang kontraksi
otot- otot yang sangat kecil yang mengelilingi duktus dalam
payudara, kontraksi ini menekan duktus dan mengelurkan air susu
ke dalam penampungan di bawah areola.
b) Pembentukan ASI
Pada saat proses laktasi terdapat dua reflek yang berperan,
yaitu reflek prolaktin dan reflek let down/reflek aliran yang akan
timbul karena 12 rangsangan isapan bayi pada putting susu.
Berikut ini penjelasan kedua reflek tersebut, yaitu:
1) Refleks prolaktin
Pada saat akhir kehamilan, hormon prolaktin berperan
untuk pembentukan kolostrum, akan tetapi jumlah kolostrum
terbatas karena aktivitas hormon prolaktin terhambat oleh
hormon estrogen dan hormon progesterone yang kadarnya
masih tinggi. Tetapi setelah melahirkan dan lepasnya plasenta,
maka hormon estrogen dan hormon progesteron akan
berkurang. Selain itu dengan isapan bayi dapat merangsang
puting susu dan kalang payudara, yang akan merangsang
ujung- ujung saraf sensori yang mempunyai fungsi sebagai
reseptor mekanik. Rangsangan ini akan dilanjutkan ke
hipotalamus melalui medulla spinalis, sehingga hipotalamus
akan menekan pengeluaran faktor-faktor yang menghambat
sekresi prolaktin
dan sebaliknya juga akan merangsang pengeluaran faktor-
faktor yang akan memacu sekresi prolaktin. Faktor-faktor yang
memacu sekresi prolaktin akan merangsang hipofisis sehingga
dapat dikeluarkannya prolaktin dan hormon prolaktin dapat
merangsang sel-sel alveoli yang fungsinya untuk membuat air
susu. Pada ibu menyusui, kadar hormon prolaktin akan
mengalami peningkatan jika ibu bayi dalam keadaan stress
(pengaruh psikis), anastesi, operasi, rangsangan putting susu,
hubungan seksual dan obat-obatan.
2) Reflek aliran / Let Down
Proses pembentukan prolaktin oleh adenohipofisis,
rangsangan yang berasal dari isapan bayi dan akan dilanjutkan
ke hipofisis posterior yang kemudian akan mengeluarkan
hormon oksitosin. Melalui aliran darah hormon ini akan
dibawa ke uterus yang akan menimbulkan kontrasi pada uerus
sehinggat dapat terjadi involusi dari organ tersebut. Kontraksi
yang terjadi tersebut akan merangsang diperasnya air susu
yang telah diproses dan akan dikeluarkan melalui alveoli
kemudian masuk ke sistem duktus dan dialirkan melalui
duktus laktiferusdan kemudian masuk pada mulut bayi.
Pada reflek let down terdapat faktor-faktor yang
mempengaruhinya dan faktor-faktor yang dapat menghambat
let down reflek. Faktor –faktor yang mempengaruhi reflek let
down tersebut yaitu dengan melihat bayi, mendengar tangisan
bayi, mencium bayi, dan mempunyai pikiran untuk menyusui.
Dan sedangkan faktor-faktor yang menghambat reflek tersebut
adalah ibu bayi yang mengalami stress, kebingungan, pikiran
kacau, dan takut untuk menyusui bayinya serta ibu bayi yag
mengalami kecemasan (Astutik, 2014).
2) Mekanisme Menyusui
a) Refleks menangkap (rooting reflex)
Menurut Sukarni, Icemi, dan Wahyu (2013), Reflek ini
muncul ketika payudara ibu menempel pada pipi atau disekeliling
mulut bayi. Hal ini menyebabkan kepala bayi memutar menuju ke
putting susu yang menyentuh pipi bayi secara spontan bayi akan
membuka mulut dan menghisap puting susu
b) Refleks menghisap (sucking refleks)
Menurut Astutik (2014), Ketika langit-langit mulut bayi
tersentuh putting susu ibu maka reflek ini akan muncul, putting
susu yang secara langsung masuk dalam mulut bayi maka akan
menarik lebih jauh dan menekan aerolasehingga dengan tekanan
tersebut bibir dan gerakan rahang akan berirama samapi ke sinus
lakteferius kemudian air susu akan mengalir ke puting
c) Refleks menelan
Menurut Sukarni, Icemi, dan Wahyu (2013), Ketika
mulutbayi sudah terisi dengan ASI maka reflek ini akan muncul,
dan bayi akan menelan dengan spontan otott-otot di pipi akan
melakukan gerakan menghisap secara terus bertahap dan ASI
akan keluar banyak
3) Stimulus Pengeluaran ASI
a) Menyusui bayi
Menurut Susanti (2017), pada ibu melahirkan, laktasi
dikontrol oleh dua macam reflek, yaitu reflex produksi air susu
dan reflex mengeluarkan atau let down reflex. Refleks produksi air
susu yaitu bila bayi menghisap putting payudara, maka akan
diproduksi suatu hormone yaitu hormone prolactin yang mengatur
sel-sel dalam alveoli agar memproduksi air susu. Selanjutkan yaitu
reflesk mengeluarkan atau let down reflex. Isapan bayi juga
merangsang produksi hormone lain yang dinamakan oksotosin,
yang membuat sel-sel otot di sekitar alveoli berkontrasi, sehingga
air susu terdorong menuju putting payudara. Oleh karena itu,
semakin bayi menghisap maka semakin banyak air susu yang
dihasilkan.
b) Teknik marmet
Menurut Rahayu & Andriyani (2014), teknik marmet
merupakan kombinasi antara cara memerah ASI dan memijat
paydara sehingga reflek keluarnya ASI dapat optimal. Teknik
memerah ASI dengan cara marmet ini pada prinsipnya bertujuan
untuk mengosongkan ASI dari sinus laktiferus yang terletak di
bawah areola. Sehingga harapan dari pengosongan ASI pada
daerah sinus laktiferus ini akan merangsang pengeluaran hormone
prolactin. Pengeluaran hormone prolactin ini selanjutnya akan
merangsang mammary alveoli untuk memproduksi ASI. Semakin
banyak ASI yang dikeluarkan atau dikosongkan dari payudara
maka akan semakin banyak ASI yang akan diproduksi
c) Pijat oksitosin
Menurut Ummah (2014), Pijat oksitosin adalah proses
memijat sepanjang kedua sisi tulang belakang guna merangsang
reflex oksitosin atau let down reflex dan membuat ibu menjadi
lebih nyaman. Pijat oksitosin dapat dilakukan segera setelah ibu
melahirkan bayinya dengan durasi 2-3 menit. Akan tetapi pada ibu
post SC pijat oksitosin mulai bisa dilakukan pada 10-12 jam
pertama setelah operasi, karna pada jam tersebut ibu sudah mulai
bisa untuk duduk. Pijat oksitosin dapat dilakukan setiap saat, lebih
disarankan sebelum menyusui atau memerah ASI, frekuensi
pemberian pijatan minimal 2 kali sehari.
Menurut Roito (2013), pijat oksitosin dilakukan dengann
cara memijat area di sekitar tulang punggung untuk merangsang
keluarnya oksitosin. Cara memijat punggung adalah sebagai
berikut:

Gambar 2.1 Pijat Oksitosin

1) Ibu duduk rileks bersandar ke depan, tangan dilipat di atas


meja dengan kepala diletakkan di atasnya
2) Payudara tergantung lepas tanpa pakaian
3) Penolong memijat kedua sisi tulang belakang
menggunakan kedua kepalan tangan dengan ibu jari
menghadap ke depan
4) Tekan kuat-kuat membentuk gerakan melingkar kecil-kecil
dengan kedua ibu jarinya
5) Pada saat bersamaan, lakukan pemijatan kea rah bawah
pada kedua sisi tulang belakang, dari leher kea rah tulang
belikat
6) Lakukan selama 2-3 menit
4) Posisi Menyusui Ibu Post Operasi Sectio Caesarea
Ibu yang melahirkan dengan cara operasi caesarea sering kali
sulit menyusui bayinya segera setelah ia lahir. Terutama jika ibu
diberikan anastesi umum. Ibu relatif tidak sadar mengurus bayinya
dijam pertama setelah bayi lahir. Kondisi luka operasi di bagian perut
relatif membuat proses menyusui sedikit terhambat. Sementara itu,
bayi mungkin mengantuk dan tidak responsif untuk menyusu,
terutama jika ibu mendapatkan obat-obatan penghilang sakit sebelum
operasi. Beberapa penelitian menyimpulkan bahwa proses melahirkan
dengan caesarea akan menghambat terbentuknya produksi ASI.
Meskipun demikian, menyusui sesering mungkin setelah proses
kelahiran dengan caesarea akan meminimalisasi masalah-masalah
tersebut. Bahkan beberapa ibu yang melahirkan dengan caesarea
memiliki produksi ASI yang berlimpah.
Menurut Durhsm & Chapman (2014), umumnya, posisi
menyusui yang nyaman dan mencegah tekanan pada perut bagi ibu
post sesat yaitu lying position atau football hold.
a) Side Lying Position

Gambar 2.2 Posisi Side Lying Position


Posisi ini baik untuk pemberian ASI yang pertama kali
atau bila ibu merasakan lelah atau nyeri. Ini biasanya pada ibu
menyusui yang melahirkan melalui operasi caesar. Posisi ini bisa
dilakukan pada 6-8 jam pertama jam post SC karena pada 6-8 jam
pertama ibu sudah latihan untuk miring kanan dan miring kiri.
Yang harus diperhatikan dari teknik ini adalah pertahankan jalan
nafas bayi agar tidak tertutup oleh payudara ibu. Oleh karena itu,
harus
didampingi oleh orang lain ketika menyusui. Pada posisi ini
kesukaran perlekatan yang lazim apabila berbaring adalah bila
bayi terlalu tinggi dan kepala bayi harus mengarah ke depan
untuk mencapai puting. Menyusui berbaring miring juga berguna
pada ibu yang ingin tidur sehingga ia dapat menyusui tanpa
bangun (Bundanet, 2016).
Menurut Praborini & Wulandari (2018), Setelah mampu
berpindah posisi miring kanan dan miring kiri, ibu dianjurkan
untuk menyusui bayinya dalam posisi ini. caranya yaitu,
miringkan badan ibu ke posisi kanan/kiri, kemudian kepala ibu
diganjal dengan bantal, tangan kanan ibu diletakkan dibawah
kepala. Bila ibu belum bisa bangun, mintalah bantuan orang lain
untuk melektakkan bayi di samping ibu dengan posisi mendatar di
atas kasur tanpa bantal. Buka ikatan bedong dan sarung tangan,
posisikan bayi miring berhadapan dengan ibu. Kepala bayi
menghadap payudara dan badan bayi bersentuhan dengan badan
ibu, posisikan salah satu tangan bayi berada di bawah payudara
dan satunya menyentuh payudara ibu.

b) Football Hold Position

Gambar 2.3 Posisi Football Hold

Posisi ini dapat dipilih jika ibu menjalani operasi caesar


untuk menghindari bayi berbaring di atas perut. Selain itu, posisi
ini juga dapat digunakan jika bayi lahir kecil atau memiliki
kesulitan dalam menyusui, puting susu ibu datar (flat nipple) atau
ibu mempunyai bayi kembar (Mckinley, 2015).
Menurut Praborini & Wulandari (2018), Posisi ini
cocok untuk ibu post sesar untuk mengurangi sentuhan
dengan luka operasi (Monika, 2014). Posisi ini bisa
dilakukan pada 10 jam pertama karena setelah ibu latihan
miring kanan dan miring kiri maka ibu akan latihan untuk
duduk. Posisi football hold ini ibu berada dalam posisi
duduk di tempat tidur atau kursi. Bila ibu ingin menyusui
di payudara sebelah kiri maka letakkan bantal sebagai
penyangga di paha ibu sebelah kiri. Sanggah bayi dengan
lengan kiri. Kepala bayi disanggah dengan telapak tangan
kiri. Dekatkan bayi dengan payudara kiri. Mencubit
sebagian payudara degan tangan kanan. Bila sudah pas,
bayi akan menghisap dengan lembut dan melepaskan jika
sudah kenyang, kemudian ia akan tidur dan tidak lagi
mencari payudara.

a. Ayat Al-Quran mengenai perintah menyusui


Perintah menyusui tertuang di dalam perintah Al-Quran, bahwa Allah
SWT berfirman dalam Surat Al-Baqarah ayat 233,sebagai berikut:
Artinya : “Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun
penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Dan kewajiban ayah
memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara ma'ruf. Seseorang
tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. Janganlah seorang
ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan seorang ayah karena anaknya,
dan warispun berkewajiban demikian. Apabila keduanya ingin menyapih
(sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, maka
tidak ada dosa atas keduanya. Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh
orang lain, maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran
menurut yang patut. Bertakwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa
Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.” (Al- Baqarah: 233).

2. Konsep Keperawatan
Proses keperawatan adalah sarana atau alat yang digunakan oleh
seorang perawat dalam bekerja dan tata cara pelaksanaanya tidak boleh
dipisahpisah antara tahap pertama, kedua, ketiga dan seterusnya. Tahap
pertama pengkajian, tahap kedua menegakkan diagnosa keperawatan,
tahap ketiga menyusun rencana keperawatan yang mengarah kepada
penanganan diagnosa keperawatan, tahap keempat diimplementasikan dan
tahap kelima atau tahap terakhir adalah evaluasi. Orientasi dari pelayanan
asuhan keperawatan adalah pada pencapaian tujuan asuhan keperawatan.
Asuhan keperawatan yang telah ditetapkan dalam perencanaan
keperawatan telah tercapai (Budiono, 2016). Asuhan keperawatan adalah
proses atau rangkaian kegiatan pada praktik keperawatan yang diberikan
secara langsung kepada klien/pasien di berbagai tatanan pelayanan
kesehatan (Budiyono, 2015). Asuhan masa nifas adalah penatalaksanaan
asuhan yang diberikan pada pasien mulai dari saat setelah lahirnya bayi
sampai dengan kembalinya tubuh dalam keadaan seperti sebelum hamil
atau mendekati keadaan sebelum hamil ((Saleha, 2009) dalam Putri, 2019).
a. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dari proses keperawatan.
Pengkajian adalah pengumpulan data pada pasien dan keluarga
dilakukan dengan cara anamnesa, pemeriksaan fisik dan melalui
pemeriksaan penunjang (hasil laboratorium). Tujuan pengkajian
adalah untuk mengumpulkan informasi dan membuat data dasar klien.
Pengkajian pada ibu post partum dapat dilakukan setelah ibu
dipindahkan ke ruang perawatan nifas. Pengkajian dapat dilakukan
dengan wawancara, pemeriksaan fisik dan melihat hasil laboratorium
untuk menentukan status kesehatan ibu. Adapun pengkajian yang
dilakukan yaitu sebagai berikut:
1) Meninjau ulang catatan prenatal, intraoperative, serta indikasi
persalinan abnormal di rekam medis pasien
2) Identitas klien meliputi: Insial klien, pendidikan, pekerjaan,
agama, suku bangsa, status perkawinan, alamat dan penanggung
jawab klien
3) Data umum kebidanan meliputi: status obstetric, jumlah
kunjungan ANC (Antenatal Care) masalah kehamilan masa lalu
dan sekarang rencana KB
4) Riwayat persalinan sekarang meliputi: jenis persalinan, data bayi,
riwayat perdarahan, masalah persalinan
5) Pengkajian post SC sebagai berikut:
Perawatan melakukan pengkajian postpartum setelah
pasien pindah ke ruang perawatan nifas. Menurut Cunningham et
al, (2014), pengkajian postpartum umumnya mengkaji terkait
tanda- tanda vital, involusi uterus, urin output, dan perdarahan.
Pengkajian lanjut yang dapat dilakukan adalah pengkajian
fokus periode post natal meliputi perubahan fisik yang terjadi baik
pada system reproduksi maupun system tubuh lainnya dan
perubahan psiokososial terkait dengan masa transisi menjadi
orang tua. Pengkajian pada klien post sectio caesarea lebih
difokuskan pada aspek berikut ini: Breast, Uterus, Bladder,
Bowel, Lochea, Hemoroid, Homan Sign, Emotion (BUBBLHE).
i. Breast
Pengkajian terhadap breast (payudara) meliputi ukuran,
bentuk, warna, kesimestrisan, palpasi untuk konsistensi dan
kelunakan untuk melihat status laktasi. 1-2 hari post partum
kolostrom keluar. Pada ibu menyusui, ASI, payudara
membesar, keras, panas, tegang, kencang, distensi vena
payudara, mungkin ibu merasa ada nodul. Wanita akan merasa
tidak nyaman dengan adanya laktasi. Observasi perubahan
payudara, perhatikan putting adanya fisura, lecet, inversi atau
datar dan kaji areola adanya kemerahan serta tanda-tanda
mastitis atau peradangan pada payudara (lebih seringg terjadi
setelah minggu pertama).
ii. Uterus
Uterus akan kembali ke keadaan sebelum hamil baik
bentuk maupun ukurannya. Perubahan uterus dapat dilihat
dengan melakukan pengkajian terhadap Tinggi Fundus Uteri
(TFU). TFU akan mengalami penurunan 1 cm setiap hari dari
pusat. Pada 12 jam pertama post partum, TFU berada 1 jari
diatas pusat dan menghilang pada 2 minggu ( hari ke 10).
Selain TFU perlu juga dikaji konsistensi dan posisi. Selama
melakukan pengkajian TFU bledder sebaiknya dalam kondisi
dikosongkan. Nyeri akan dirasakan ibu post partum karena
adanya kontraksi uterus pada proses involusi dan efek dari
pembedahan Sectio Caesarea yang dilakukan. Perawat dapat
mengkaji intensitas nyeri secara subyektif kepada klien.
iii. Bladder
Terjadi diuresis pasca post partum,sehingga terjadi
peningkatan kapasitas bledder dan terjadi penurunan sensasi
kencing. Distensi bledder juga dapat menyebabkan aliran
lokhea meningkat karena akan mempengaruhi kondisi uterus.
Perawat mengkaji bledder dengan palpasi, perkusi dan
observasi. Perhatikan kontur abdomen, ketinggian dan
konsistensi fundus serta karakteristik area suprapubik dikaji.
Distensi bledder dapat juga menyebabkan pergeseran uterus,
atonia, perdarahan, dan ketidakmampuan kontraksi.
iv. Bowel
Gangguan defekasi: konstipasi sering terjadi karena
masih ada efek progesteron, penurunan tekanan otot abdomen,
kurang intake dan dehidrasi persalinan serta rasa takut nyeri
pada luka episiotomi atau ruptur perineum.
v. Lochea
Karakter lochea menunjukan proses involusi uterus.
Kuantitas warna lochia yang terjadi adalah :Lochea rubra,
warna merah gelap terjadi satu sampai tiga hari post partum,
Lochea serosa warna coklat, serous menunjukan penurunan
aliran, terjadi pada empat hari post partum, Lochea alba,
warna kuning putih, terjadi tujuh sampai sepuluh hari post
partum. Ciri perdarahan lochea: menetes dari vagina, keluar
lebih banyak saat kontraksi uterus (ambulasi dini dan
menyusui), semburan darah terjadi saat massage uterus
dilakukan, terjadi bekuan dan warna merah gelap jika
sebelumnya terkumpul
dalam vagina.Perlu dicurigai adanya sub involusi jika
terjadi perpanjangan lochea. Infeksi dapat ditunjukan
pada lochea rubra yaitu di tandai dengan tubuh ibu
panas, lochea busuk, atau pada lochea serosa atau
alba lebih dari normal, bauk busuk, panas, abdominal
pain dapat mewujudkan endometriosis.
vi. Homan sign atau hemoroid
Yaitu perubahan pada system sirkuasi berupa
stasis darah pada ekstermitas bawah , peningkatan
faktor pembukuan darah pada klien post natal akan
meningkat resiko terjadinya trombosis atau
tromboplebitis ataupun tromboemboli. Perawat perlu
mengkaji tanda-tanda terjadinya gangguan sirkulasi
melalui pengkajian tanda homan sign. Hemoroid
mungkin sering terjadi pada ibu post natal karena
peningkatan tekanan vena pada saat persalinan dan
kondisi ini akan dapat meningkatkan rasa nyeri pada
klien post partum.

Diagnosa keperawatan adalah keputusan klinis tentang


respons individu, keluarga atau komunitas terhadap masalah
kesehatan yang aktual dan potensial, atau proses kehidupan
(Wilkinson, 2011). Diagnosis keperawatan yang mungkin muncul
pada ibu dengan post sectio caesarea, yaitu :
1) Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik (post op sectio
caesarea)
2) Ketidakefektifan pemberian ASI berhubungan dengan produksi
ASI tidakadekuat
3) Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri
4) Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif
5) Kecemasan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang
status kesehatan dan keadaan pasca operasi
6) Konstipasi berhubungan dengan kurang aktivitas fisik
Asuhan keperawatan dalam menentukan diagnosa keperawatan
menggunakan NANDA dengan menyesuaikan data analisa yang
telah didapatkan dengan batasan karakteristik. Adapaun diagnosa
keperawatan yang digunakan dalam
laporan kasus pada ibu post sectio caesarea yaitu ketidakefektifan
pemberianASI, dijelaskan sebagai berikut:
1) Ketidakefektfan Pemberian ASI
Definisi : Kesulitan memberikan susu pada bayi atau anak secara
langsung daripayudara, yang dapat mempengaruhi status nutrisi
bayi/anak.
Batasan karakteristik :
a) Bayi menangis dalam jam pertama setelah menyusui
b) Bayi menangis pada payudara
c) Bayi mendekat kearah payudara
d) Bayi menolak menempel mulutnya di payudara ibu
e) Bayi tidak mampu menempel mulutnya pada payudara secara
tepat
f) Bayi tidak responsif terhadap tindakan kenyamanan lain
g) Ketidakadekuatan defekasi bayi
h) Ketidakcukupan kesempatan untuk mengidap payudara
i) Ketidakcukupan pengosongan setiap payudara setelah menysui
j) Kurang penambahan berat badan bayi
k) Luka puting yang menatap setelah minggu pertama menyusui
l) Peurunan berat badan bayi terus-menerus
m) Tampak ketidakadekuatan asupan susu
n) Tidak mengisap payudara terus-menerus
o) Tidak tampak tanda pelepasan oksitosin
Faktor yang berhubungan :
a) Ambivalensi Ibu
b) Anomali payudara Ibu
c) Ansietas Ibu
d) Defek Orofaring
e) Diskontinuitas pemberian ASI
f) Keletihan Ibu
g) Keluarga tidak mendukung
h) Keterlambatan laktogen II
i) Kurang pengetahuan orangtua tentang pentingnya pemberian
ASI.
j) Kurang pengetahuan orangtua tentang tehnik menyusui
k) Masa cuti melahirkan yang pendek
l) Nyeri Ibu
m) Obesitas Ibu
n) Pembedahan payudara sebelumnya
o) Penambahan makanan dengan puting artifisial
p) Penggunaan dot
q) Prematuritas
r) Refleks isap bayi buruk
s) Riwayat kegagalan menyusui sebelumnya
t) Suplai ASI tidak cukup
u) Tidak cukup waktu untuk menyusui ASI
b. Intervensi Keperawatan
Perencanaan merupakan langkah berikutnya dalam proses
keperawatan. Pada langkah ini, perawat menetapkan tujuan dan criteria
hasil yang diharapkan bagi klien dan merencanakan intervensi
keperawatan (Wilkinson,2011). Perencanaan pada asuhan keperawatan
dalam menentukan tujuan dan rencana intervensi asuhan keperawatan
dalam laporan kasus ini menggunakan NOC (Nursing outcome
classification), NIC (Nursing intervention classification). Adapun
NOC (Nursing outcome classification) dan NIC (Nursing intervention
classification) dalam asuhan keperawatan ketidakefektifan pemberian
ASI. Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x24 jam
diharapkan pasien menunjukkan (NOC) : Mempertahankan pemberian
ASI (1002) dan Pengetahuan : Menyusui (1800)
a) Kesejajaran tubuh yang sesuai dan (bayi) menempel dengan baik
b) Teknik untuk mencegah nyeri payudara
c) Pengetahuan tentang manfaat menyusui berkelanjutan
d) Puas dengan proses menyusui
e) Teknik yang tepat untuk menempelkan bayi ke payudara
f) Posisi bayi yang tepat saat menyusui
g) Penempatan lidah yang tepat
h) Refleks menghisap
i) Terdengar menelan
j) Menyusui minimal 5-10 menit per payudara
k) Minimal 8 kali menyusui per hari
Intervensi yang dilakukan mengacu pada NIC (Nursing
InterventionsClassification) dengan label Konseling Laktasi (5244)sebagai
berikut:
e) Berikan informasi mengenai manfaat menyusui dengan baik
f) Kaji kesiapan ibu untuk menyusui
g) Ajarkan pada ibu teknik menyusui yang benar
h) Instruksikan pada ibu mengenai bagaimana perawatan puting susu
i) Diskusikan kebutuhan untuk istirahat yang cukup, hidrasi, dan makanan
seimbang dan bergizi
j) Ajarkan strategi yang bertujuan untuk mengoptimalkan suplai air susu (pijat
payudara, pijat oksitosin, seringnya mengeluarkan air susu, mengosongkan
air susu, perawatan payudara)
k) Motivasi ibu agar tetap menyusui/memeras ASI untuk merangsang produksi
ASI
l) Berikan penkes tentang manajamen laktasi
m) Tunjukan latihan menghisap, jika diperlukan (misalnya, menggunkan jari
yang bersih untuk menstimulasi refleks menghisap dan perlekatan mulut
bayi ke areola ibu dengan tepat.
n) Monitor nyeri pada puting susu dan gangguan integritas kulit pada puting
susu
o) Monitor kemampuan bayi untuk menghisap
p) Kolaborasi dengan keluarga atau suami untuk memberikan dukungan dan
motivasi untuk menyusui.

• Implementasi Keperawatan
Implementasi yaitu berdasarkan pengelolaan dan perwujudan
dari rencana keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan
serta implementasi merupakan tahap proses keperawatan di mana
perawat memberikan intervensi keperawatan langsung dan tidak
langsung terhadap klien. Implementasi keperawatan berdasarkan
serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh perawat untuk membantu
klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi ke status kesehatan
yang lebih baik yang menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan
(Gordon, 1994, dalam Potter & Perry, 2011).
• Evaluasi
Evaluasi keperawatan merupakan kegiatan yang
membandingkan antara hasil, implementasi dengan kriteria dan
standar yang telah ditetapkan untuk melihat keberhasilan bila hasil dan
evaluasi tidak berhasil sebagian perlu disusun rencana keperawatan
yang baru. (Gusti, 2013).
Evaluasi keperawatan juga bisa dilakukan dengan metode SOAP
yaitu S (Subjective) yaitu mendeskripsikan keluhan berdasarkan yang
dikatakan keluarga, O (Objective) yaitu mendeskripsikan keluhan
berdasarkan pengamatan peneliti, A (Assessment) yaitu membuat
permasalahan yang dialami keluarga dan P (Planing) yaitu
mendeskripsikan perencanaan untuk tindakan selanjutnya berdasarkan
masalah yang dialami keluarga. Setelah melakukan evaluasi dengan
keluarga baik evaluasi subjektif dan objektif, perawat melakukan
kontak waktu dengan keluarga untuk pertemuan selanjutnya.
Pertemuan selanjutnya tergantung pada kesempatan yang diberikan
oleh keluarga pada perawat. (Gusti, 2013)

B. Metode Penelitian
1. Desain Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian dengan studi kasus observasional
yang dimulai dari pengkajian, menentukan data fokus, menegakkan
diagnosis keperawatan, menentukan tujuan keperawatan dan intervensi
keperawatan, serta dilakukan implementasi dan evaluasi keperawatan.
2. Subyek Penelitian
Subyek penelitian ini adalah pasien dengan post sectio caesarea
dengan diagnose Ketidakefektifan pemberian ASI. Sampel dalam
penelitian ini 2 orang pasien di Bangsal Firdaus dengen Ketidakefektifan
pemberian ASI.
3. Teknik Pengumpulan Data
a. Observasi
Pengumpulan data dengan menanyakan secara langsung kepada
klien dan keluarga terkait dengan masalah yang dihadapi klien
biasanya juga disebut dengan anamanesa. Anamnesa pada keluarga
yang memiliki kesiapan meningkatkan pemberian ASI meliputi:
identitas klien, keluhan utama, riwayat penyakit sekarang, riwayat
penyakit dahulu, riwayat penyakit keluarga, dan pengkajian
psikososial. Wawancara dilakukan untuk mengetahui data subjektif
dalam aspek fisik, mental, social budaya, ekonomi, kebiasaan, adat
istiadat, agama, lingkungan (Aprilianti, 2019).
b. Wawancara
Pengumpulan data yang dilakukan dengan mengamati pasien
untuk memperoleh data tentang masalah kesehatan keperawatan klien
kesiapan meningkatkan pemberian ASI. Observasi dilakukan dengan
menggunakan penglihatan dan alat indera lainnya, melalui rabaan,
sentuhan dan pendengaran (Apriliati, 2019).
c. Dokumentasi
Studi ini dilakukan dengan jalan menelusuri dokumen yang ada,
misalnya catatan kesehatan, kartu keluarga, kartu menuju sehat, BPJS,
ASKES dan literatur (Aprilianti, 2019)
4. Analisa Data
Analisa data merupakan proses mencari dan menyusun secara sistematis
data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan
dokumentasi (Sugiyono, 2010).
a. Reduksi Data
Dari hasil wawancara yang terkumpul dalam bentuk catatan
lapangan dijadikan satu dalam bentuk transkrip dan dikelompokan
menjadi data subjektif dan objektif, dianalisis berdasarkan hasil
pemeriksaan diagnostik, kemudian dibandingkan dengan nilai normal.
b. Penyajian Data
Penyajian data dapat dilakukan dalam bentuk tabel, gambar,
bagan, dan teks naratif. Kerahasiaan klien dijaga dengan cara
mengaburkan atau inisial nama identitas dari klien.
c. Penarikan Kesimpulan
Dari data yang disajikan, kemudian data dibahas dan
dibandingkan dengan hasil penulisan terdahulu dan secara teoritis
dengan perilaku kesehatan. Penarikan kesimpulan dilakukan dengan
cara induksi. Data yang dikumpulkan terkait dengan data pengkajian,
diagnosa, perencanaan, tindakan, dan evaluasi.

Anda mungkin juga menyukai