TINJAUAN PUSTAKA
Tinjauan Teori
Sectio Caesarea adalah suatu pembedahan guna melahirkan janin lewat insisi
pada dinding abdomen dan uterus persalinan buatan. Sehingga janin di lahirkan melalui
perut dan dinding perut dan dinding rahim agar anak lahir dengan keadaan utuh dan
pada dinding uterus melalui dinding depan perut (Martowirjo, 2018). Sectio Caesarea
adalah suatu persalinan buatan dimana janin dilahirkan melalui suatu insisi pada
dinding depan perut dan dinding rahim dengan syarat rahim dalam keadaan utuh serta
Sebagian besar ibu hamil merasa cemas saat mendekati Hari Perkiraan Lahir yang
diharapkan (HPL). Terutama ketika memiliki indikasi medis untuk operasi SC. Kebanyakan ibu
hamil yang direncanakan menjalani operasi SC tersebut merasa cemas dan takut, karena “menurut
cerita yang beredar” masa pemulihan operasi SC lebih lama dari persalinan normal. Kalau anda
termasuk ibu hamil yang harus menjalani operasi SC, jangan khawatir! Sekarang operasi SC
memungkinkan proses kelahiran lebih nyaman dengan minim rasa nyeri dan pemulihan lebih cepat
Surgery (ERAS), dimana konsep ERAS ini awalnya digunakan pada operasi bedah digestif. Konsep
ERAS ini terbukti mengurangi lama rawat pasien di rumah sakit, mengurangi komplikasi pasca
operatif, dan meningkatkan kepuasan pasien. Oleh karena itu konsep ERAS ini kemudian
dikembangkan untuk tindakan operasi di bidang lain salah satunya di bagian kebidanan.
SC adalah salah satu tindakan operasi di bagian kebidanan (obstetri) yang paling umum
dilakukan. Operasi SC ini sifatnya unik, kalau operasi lain lebih banyak dilakukan untuk mengobati
penyakit, operasi SC lebih banyak mengandung makna kebahagiaan karena sang ibu akan bertemu
dengan buah hati yang sudah ditunggu selama 9 bulan. Oleh karena itu, pengalaman melahirkan
merupakan momen yang tidak terlupakan. Konsep ERACS mewujudkan impian para ibu hamil,
karena selain nyaman dan minim rasa nyeri, konsep ini juga memungkinkan pemulihan yang lebih
cepat sehingga Bunda bisa menyusui bayinya dengan posisi yang nyaman, bonding dengan bayi juga
menjadi lebih baik, Bunda bisa mengerjakan aktivitas kesehariannya dengan lebih cepat, dan bisa
EMC Hospital mengembangkan teknologi Enhanced Recovery After Cesarean Section and
Gynecological Surgery (ERACGS), yang menjadi salah satu layanan unggulan di Departemen
Manusia bukanlah spesies yang bisa melahirkan secara sendirinya seperti mamalia lainnya.
beberapa orang yang tidak bisa melahirkan secara normal. Meski demikian, operasi caesar dapat
menyebabkan rasa nyeri dan mual karena operasi yang menggunakan obat dan anestesi.Untuk itulah,
berkembang pula konsep yang lebih maju yang disebut sebagai Enhanced Recovery After Cesarean
(ERACS). Tujuannya adalah mengurangi rasa nyeri, bahkan mempercepat pasien untuk bisa
Namun, ERACS ada sedikit perbedaan dari operasi caesar biasa. Misalnya pada saat hendak
melakukan persalinan, pasien diperbolehkan makan dan minum enam hingga delapan jam
sebelumnya. Selanjutnya hanya dipersilahkan minum agar usus tetap aktif dan terjaga. Berbeda
dengan operasi caesar biasa yang mengharuskan puasa total. Sebagai sumber energi, biasanya dokter
juga memberikan karbohidrat dalam bentuk cairan dua jam sebelum persalinan dengan cara ERACS.
Tambahan lainnya juga memberi asupan gula sekitar 750 hingga 75 gram dengan air atau teh.
Asupan lainnya adalah obat penghambat mual dan muntah. Sebab, setelah persalinan, banyak pasien
yang mengeluh mual dan muntah pada empat jam pertama karena adanya tambahan opioid saat
operasi.
Persalinannya serupa dengan operasi caesar, terang Dian, yang berbeda adalah beberapa
modifikasi yang disebutkan di atas. Tujuannya adalah mengurangi banyak manipulasi dalam operasi
terhadap tubuh yang menyebabkan nyeri berlebihan, seperti mengeluarkan rahim dan dijahit di
Sectio Caesarea Klasik dibuat vertikal pada bagian atas rahim. Pembedahan
dilakukan dengan sayatan memanjang pada korpus uteri kira-kira sepanjang 10 cm.
sayatan vertikal pada segmen lebih bawah rahim. Sayatan jenis ini dilakukan jika
bagian bawah rahim tidak berkembang atau tidak cukup tipis untuk memungkinkan
bekas sayatan yang lama. Tindakan ini dilakukan denganinsisi dinding dan faisa
berikut :
Insisi pada bawah rahim, bisa dengan teknik melintang atau memanjang.
(c) Perut uterus umumnya kuat sehingga bahaya ruptur uteri dikemudian hari tidak
besar karena pada nifas segmen bawah uterus tidak seberapa banyak
mengalami kontraksi seperti korpus uteri sehingga luka dapat sembuh lebih
sempurna.
2) Perut uterus umumnya kuat sehingga bahaya ruptur uteri dikemudian hari tidak
besar karena pada nifas segmen bawah uterus tidak seberapa banyak mengalami
kontraksi seperti korpus uteri sehingga luka dapat sembuh lebih sempurna.
Pada Sectio Caesarea korporal / klasik ini di buat kepada korpus uteri,
pembedahan ini yang agak mudah dilakukan, hanya di selenggarakan apabila ada
pembedahan ini sekarang tidak banyak lagi dilakukan. Rongga peritoneum tak
Etiologi
Menurut Martowirjo (2018), etiologi dari pasien Sectio Caesarea adalah sebagai
berikut :
panggul.
(d) Presentasi dahi dan muka (letak defleksi) bila reposisi dengan cara-cara lain
tidak berhasil.
(1) Bila janin pertama letak lintang atau presentasi bahu (Shoulder
Presentation).
(4) Terdapat tumor di pelvis minor yang mengganggu masuk kepala janin ke
Sedangkan menurut Sagita (2019), indikasi ibu dilakukan Sectio Caesarea adalah
ruptur uteri iminen, perdarahan antepartum, ketuban pecah dini. Sedangkan indikasi
dari janin adalah fetal distres dan janin besar melebihi 4.000 gram> Dari beberapa
faktor Sectio Caesarea diatas dapat diuraikan beberapa penyebab sectio sebagai berikut
1) CPD (Chepalo Pelvik Dispropotion) adalah ukuran lingkar panggul ibu tidak sesuai
dengan ukuran kepala janin yang dapat menyebabkan ibu tidak dapat melahirkan
membentuk rongga panggul yang merupakan jalan yang harus dilalau oleh janin
ketikaakan lahir secara normal. Bentuk panggul yang menunjukkan kelainan atau
oleh kehamilan, sebab terjadinya masih belum jelas. Setelah perdarahan dan
perinatal paling penting dalam ilmu kebidanan. Karena itu diagnosa dini
amatlah penting, yaitu mampu mengenali dan mengobati agar tidak berlanjut
menjadi eklamsi.
3) KDP (Ketuban Pecah Dini) adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda
persalinan dan ditunggu satu jam belum terjadi inpartus. Sebagian besar ketuban
4) Bayi kembar, tak selamanya bayi kembar dilahirkan secara Sectio Caesarea.
Hal ini karena kelahiran kembar memiliki resiko terjadi komplikasi yang lebih
tinggi daripada kelahiran satu bayi. Selain itu, bayi kembar pun dapat mengalami
sungsang atau salah letak lintang sehingga sulit untuk dilahirkan secara normal.
5) Faktor hambatan jalan lahir, adanya gangguan pada jalan lahir, misalnya jalan lahir
yang tidak memungkinkan adanya pembukaan, adanya tumor dan kelainan bawaan
pada jalan lahir, tali pusat pendek dan ibu sulit bernafas.
(1) Letak kepala tengadah, bagian terbawah adalah puncak kepala, pada
dasar panggul.
(2) Presentasi muka, letak kepala tengadah (defleksi), sehingga bagian kepala
yang terletak paling rendah ialah muka. Hal ini jarang terjadi, kira-kira
0,27-0,5 %. Presentasi dahi, posisi kepala antara fleksi dan defleksi, dahi
(b) Letak sungsang merupakan keadaan dimana janin terletak memanjang dengan
kepala difundus uteri dan bokong berada di bagian bawah kavum uteri. Dikenal
beberapa jenis letak sungsang, yakni presentasi bokong, presentasi bokong kaki
Manifestasi Klinis
Patofisiologi
tidak dapat lahir secara normal/spontan, misalnya karena ketidakseimbangan ukuran kepala
bayi dan panggul ibu, keracunan kehamilan yang parah, pre eklampsia dan eklampsia berat,
kelainan letak bayi seperti sungsang dan lintang, kemudian sebagian kasus mulut rahim
tertutup plasenta yang lebih dikenal dengan plasenta previa, bayi kembar, kehamilan pada ibu
yang berusia lanjut, persalinan yang berkepanjangan, plasenta keluar dini, ketuban pecah dan
bayi belum keluar dalam 24 jam, kontraksi lemah dan sebagainya. Kondisi tersebut
menyebabkan perlu adanya suatu tindakan pembedahan yaitu Sectio Caesarea (Ramadanty,
2018).
Sectio Caesarea merupakan tindakan untuk melahirkan bayi dengan berat di atas
500 gram dengan sayatan pada dinding uterus yang masih utuh. Dalam proses operasi,
dilakukan tindakan anastesi yang akan menyebabkan pasien mengalami imobilisasi. Efek
anastesi juga dapat menimbulkan otot relaksasi dan menyebabkan konstipasi. Kurangnya
informasi mengenai proses pembedahan, penyembuhan dan perawatan post operasi akan
menimbulkan masalah ansietas pada pasien. Selain itu dalam proses pembedahan juga
insisi. Hal ini akan merangsang pengeluaran histamin dan prostaglandin yang akan
menimbulkan rangsangan pada area sensorik sehingga menyebabkan adanya rasa nyeri
Pemeriksaan Diagnostik
1) Hitung darah lengkap.Golongan darah (ABO),dan pencocokan silang, tes Coombs Nb.
presentasi janin.
Penatalaksanaan
Menurut Ramadanty (2019), penatalaksanan Sectio Caesarea adalah sebagai berikut :
1) Pemberian Cairan
Karena 24 jam pertama penderita puasa pasca operasi, maka pemberian cairan per
intavena harus cukup banyak dan mengandung elektrolit agar tidak terjadi hipotermi,
dehidrasi, atau komplikasi pada organ tubuh lainnya. Cairan yang biasa diberikan
biasanya DS 10%, garam fisiologi dan RL secara bergantian dan jumlah tetesan
kebutuhan.
2) Diet
Pemberian cairan per infus biasanya dihentikan setelah penderita flatus lalu
dengan jumlah yang sedikit sudah boleh dilakukan pada 6 sampai 8 jam pasca operasi,
3) Mobilisasi
Mobilisasi dilakukan secara bertahap meliputi : Miring kanan dan kiri dapat dimulai
sejak 6 sampai 10 jam setelah operasi, Latihan pernafasan dapat dilakukan penderita
sambil tidur telentang sedini mungkin setelah sadar, Hari kedua post operasi,
penderita dapat didudukkan selama 5 menit dan diminta untuk bernafas dalam lalu
pasien dianjurkan belajar duduk selama sehari, belajar berjalan, dan kemudian
berjalan sendiri pada hari ke-3 sampai hari ke-5 pasca operasi.
4) Katerisasi
Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan rasa tidak enak pada
biasanya terpasang 24 - 48 jam / lebih lama lagi tergantung jenis operasi dan keadaan
penderita.
5) Pemberian Obat-Obatan
Antibiotik cara pemilihan dan pemberian antibiotik sangat berbeda-beda sesuai
indikasi.
Obat yang dapat di berikan melalui supositoria obat yang diberikan ketopropen sup
paracetamol tiap 6 jam, melalui injeksi ranitidin 90-75 mg diberikan setiap 6 jam bila
perlu.
7) Obat-obatan lain
8) Perawatan luka
Kondisi balutan luka dilihat pada 1 hari post operasi, bila basah dan berdarah harus
9) Pemeriksaan rutin
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemeriksaan adalah suhu, tekanan darah,
nadi,dan pernafasan.
Pemberian ASI dapat dimulai pada hari post operasi jika ibu memutuskan tidak
ERACS bertujuan untuk merevisi dan memperbaiki protokol operasi caesar yang lama.
Pada protokol ERACS ini tidak memerlukan puasa, hanya mengatur pola diet pasien.
Tujuannya agar pasien tetap bugar sebelum, selama, dan sesudah operasi. Pasien juga diharapkan tidak mual dan
muntah.
Nyeri saat suntikan spinal anestesi juga perbaiki dengan cara menggunakan jarum anestesi jenis pencan atraumatik
ukuran kecil.
Dosis pemberian obat anestesi pada protokol ERACS pun dikurangi menjadi ¼ dosis. Dengan penurunan dosis ini,
Teknik operasi, minimal handling, penggunaan pisau kecil yang tajam, penggunaan benang terbaik, dan teknik
operasi lapis demi lapis juga akan meningkatkan keamanan pasien pada saat operasi.
Pada teknik ini juga, kami tambahkan teknik operasi scarless sehingga bekas operasi caesar nantinya menjadi
1. Pengurangan dosis anestesi Kami selaku dokter biasanya memberikan dosis anestesi ¼ dari dosis biasa.
Pengurangan dosis ini bertujuan agar proses penyembuhan pasien lebih cepat. Sebab dengan mengurangi
dosis, otomatis fungsi kaki pasien bisa bergerak normal kembali lebih cepat.
Umumnya, operasi caesar memakan waktu satu 1-1,5 jam dan itu masih termasuk dalam dosis anestesi.
Dengan segera hilangnya efek anestesi pada ERACS ini, memungkinkan pasien dapat melakukan
Mobilisasi yang singkat juga mempercepat proses metabolisme tubuh dan penyembuhan menjadi lebih
cepat.
Pergerakan atau penyembuhan yang cepat akan membuat kepercayaan diri pasien supaya tidak merasa
dilakukan suntikan anestesi akan sangat mengurangi efek trauma pada bekas tusukan anestesi.
Alhasil, tidak ada efek trauma punggung bekas suntikan pasca operasi.
Hal ini tentu akan mengoptimalkan keamanan dan kepuasan bagi pasien itu sendiri.
Hal yang membedakan operasi caesar dahulu dengan persalinan ERACS adalah teknik mengiris yang
lebih baik.
Sekarang teknik mengiris mulai dari irisan pertama langsung dalam sampai fascia (selaput otot) dengan
Sama seperti orang mengiris daging yang langsung teriris sampai dalam satu garis. Semakin kecil pisau
Kalau operasi caesar biasa mengirisnya satu satu sehingga menimbulkan rasa sakit dan irisannya jadi
kurang bagus.
Hal ini yang berpengaruh pada proses penyembuhan menjadi lebih lama.
Tummy tuck adalah teknik dalam operasi plastik untuk merapikan perut agar tidak bergelambir.
Teknik ini kami gunakan pada pasien operasi caesar yang ingin bentuk perutnya ideal dan bekas luka
tersamarkan.
Tehnik ini kami namakan ERACTS (Enhanced Recovery After Cesarean Tummy Surgery)
Untuk pasien yang sudah menjalani operasi caesar dan ingin melakukan persalinan ERACS, jahitan lama
Bila ada keloid, kami buang keloidnya, kemudian bikin satu garis yang lebih bawah lagi agar lebih rapi.
satu persiapan yang unik adalah pasien tidak perlu puasa sebelum operasi.
Kalau puasa badan akan lemas, misalnya puasa pagi, saat operasi sore hari, tubuh akan lemas. Padahal,
Jadi, pasien tidak boleh lemas, tidak boleh puasa, dan tidak boleh muntah. Strateginya, memberikan
Skrining
COVID-19.
Pemeriksaan riwayat kesehatan. Bila memiliki gastritis dan masalah lambung, dokter memberikan obat antimual.
Waxing rambut kemaluan pada pubis agar pertumbuhan lambat, mencukur membuat pertumbuhan lebih cepat
2 jam sebelum operasi makan sumber makanan tinggi karbohidrat yang mudah tercerna, seperti jus alpukat atau
bubur.
Untuk mencegah pasien muntah, tidak hanya dari obat-obatan seperti obat antimuntah dan anestesi, suhu ruang
Dahulu suhu dalam ruangan bisa mencapai 18-19 derajat Celcius, sekarang 23-24 derajat Celcius seperti suhu
Selain suhu ruangan, alas tidur pasien pada protokol ERACS harus hangat sehingga diberi lapisan penghangat.
Dengan cara ini, pasien jadi lebih nyaman. Selesai operasi langsung makan, bisa jalan, bahkan ke ruangan
Operasi bisa berlangsung pagi, kemudian sore langsung pulang. Namun, bayi yang baru lahir tetap perlu
Akan tetapi, pada kasus yang sangat jarang, kondisi ibu hamil dengan skoliosis dan kegemukan memang cukup
Namun umumnya, dokter anestesi bisa mengatasinya dengan baik untuk proses pembiusan selama operasi.
Melahirkan memakai teknik ERACS membuat ibu lebih nyaman dan cepat pulih sehingga bisa beraktivitas dengan
baik.
TUJUAN ERACS
1. Agar mobilitas dan proses penyembuhan persalinan dapat tercapai pasien bisa mobilisasi lebih cepat , bisa
3. Biaya minimal
o Pasien 6-8 jam kateter bisa dilepas (jika mampu boleh jalan)
o Maksimal 24 jam pasien sudah bisa pulang dengan bayinya dilanjutkan mobilisasi dirumah
KOMPLIKASI ERACS
1. Pusing
2. Mual
3. Muntah
4. Perdarahan
Tim multidisipliner yang terliat dalam perencanan metode ERACS sebaiknya sudah dipersiapkan minimal sejak
trimester III kehamilan (dokter obgyn, dokter anastesi, dokter anak, perawat dan bidan yang membantu saat
a. Edukasi
Dokter akan memerikan informasi tentang tindakan operasi dengan Metode ERACS dan informasi
Dampak haemoglobin rendah pada ibu yang akan melahirkan mudah lelah , mempengaruhi depresi
Pada metode konvensional puasa dilakukan biasanya 8-12 jam dilarang makan dan minum apapun
sedangkan pada metode ERACS menjadi 6-8 jam tetapi 2 jam sebelum tindakan operasi
2. INTRA OPERATIF :
a. Ada 6 tahap :
Jika memungkinkan Inisiasi menyusui dini dilakukan diruang operasi tergantung kondisi ibu
dan bayi
PASCA OPERATIF :
Ada 6 tahap :
30 menit kedua:
1. jika pasien tidak mual keadaan umum stabil secara bertahap pasien boleh latihan duduk
2. jika ibu mual, pusing diobservasi dulu pasien dianjurkan untuk rebahan kembali.
3. Jika pasien sudah bisa jalan ke kamar mandi sendiri kateter urin dilepas( 6 jam post operasi)
2. Penggunaan anti nyeri
Jika tidak ada mual pasien dapat makan /minum biasa secara bertahap, pasien dapat dipandu
untuk latihan berdiri dan berjalan dengan pendampingan ( bila pusing anjurkan rebahan kembali)
Jika pasien sudah bisa jalan ke kamar mandi sendiri kateter urin dilepas( 6 jam post operasi)
1. Preeklamsi/ eklamsi
3. Anemia erat
Penilaian dilihat pada kehamilan trimester III menjelang persalinan apakah layak atau tidak dilakukan metode
1. Waktu puasa
o Pemberian obat pereda nyeri terjadwal melalui infus dan obat yang diminum
o Pemberian obat anti nyeri pada tulang belakang saat tindakan operasi
3. Masa pemulihan
o Penghentian cairan infus ,kateter dan pemberian makan minum lebih awal
Konsep ASI
2.2.1 Pengertian
ASI yaitu makanan yang terbaik bagi bayi pada 6 bulan pertama kehidupannya.Semua kebutuhan nutrisi yaitu
protein karbohidrat, lemak, vitamin dan mineral sudah tercukupi dari ASI (Sandra, dkk 2015). ASI (Air Susu
Ibu) yaitu sumber yang terbaik untuk bayi dan anak-anak, dan mengandung antibodi yang berguna untuk
melindungi terhadap beberapa penyakit anak yang umum (Jara-Palacios, Comejo, Pelaez, Verdesoto, & Galvis,
2015). WHO merekomendasikan ibu sebaiknya memberikan ASI eksklusif selama 6 bulan dan ASI dilanjutkan
sampai usia 2 tahun disertai dengan makanan pendamping ASI (WHO, 2012)
Air Susu Ibu (ASI) merupakan makanan alami yang dapat diperbarui dan berfungsi sebagai sumber gizi lengkap bagi
bayi, serta makanan terbaik bayi dan memiliki keseimbangan nutrisi yang tepat, tersedia secara biologis, mudah
dicerna, melindungi baik ibu dan anak dari penyakit, dan memiliki sifat anti inflamasi (Mekurian (2015) dalam
(Handayani dkk., 2019). ASI mengandung banyak kebutuhan energi dan zat yang baik untuk bayi, dan diberikan
Fisiologi Laktasi
Selama kehamilan hormon prolaktin dari plasenta meningkat tetapi ASI belum keluar karena adanya pengaruh
hormon estrogen yang masih tinggi. Kadar estrogen dan progesteron akan menurun pada saat hari kedua atau
ketiga pasca persalinan, sehingga terjadi sekresi ASI. Pada proses laktasi terdapat dua hormon yang berperan
penting, yaitu hormon prolaktin dan hormon oksitosin. Pada masa hamil terjadi perubahan pada payudara,
payudara membesar untuk mempersiapkan payudara agar paada waktunya dapat memberikan ASI, estrogen akan
mempersiapkan kelenjar dari saluran ASI dalam bentuk poliferasi, deposit lemak, air dan elektrolit. Jaringan ikat
semakin banyak dan miopitel di sekitar kelenjar mammae semakin membesar, sedangkan progesteron meningkat
Pengeluaran ASI
Setelah kelahiran, terdapat dua hormon lain yang bekerja untuk mempertahankan proses laktasi, yaitu hormon
prolaktin untuk meningkatkan sekresi ASI dan hormonoksitosin yang menyebabkan ejeksi ASI. Kedua hormon
ini dirangsang oleh refleks neuroendokrin saat bayi menghisap puting ibu. Dalam 3 jangka waktu 2-3 minggu,
kadar serum prolaktin pada ibu postpartum yang tidak menyusui akan kembali ke nilai normal seperti kondisi
sebelum kehamilan, tetapi pada ibu yang menyusui, kadar serum prolaktin akan meningkat dengan adanya
rangsangan dari puting susu. Kadar serum prolaktin meningkat dua kali lipat pada ibu yang menyusui dua bayi
dibandingkan dengan menyusui seorang bayi, menunjukkan bahwa jumlah serum prolaktin yang dilepaskan
berbanding lurus dengan derajat rangsangan puting susu. Saat bayi menghisap puting susu, terjadi rangsangan
saraf sensorik di sekitar areola (William dkk, 2016).
1) Macam-macam ASI
ASI dibedakan dalam 3 stadium yaitu: kolostrum, air susu
transisi dan air susu matur. Komposisi ASI hari 1-4 (kolostrum)
berbeda dengan ASI hari ke 5-10 (transisi) dan ASI matur. Masing-
masing ASI tersebut dijelaskan sebagai berikut:
a) Kolostrum
1) Kolostrum adalah air susu yang pertama kali keluar
2) Kolostrum merupakan cairan yang pertama kali disekresi oleh
kelenjar mamae yang mengandung tissue debris dan residual
material yang terdapat dalam alveoli dan duktus dari kelenjar
mamae, sebelum dan segera sesudah melahirkan
3) Kolostrum ini disekresi oleh kelenjar payudara pada hari
pertama sampai hari keempat pasca persalinan
4) Kolostrum merupakan cairan dengan vikositas kental, lengket
dan berwarna kekuningan
5) Kolostrum merupakan cairan yang pertama keluar, berwarna
kekuning-kuningan. Banyak mengandung protein, antibody
(kekebalan tubuh), immunoglobulin.
6) Kolostrum berfungsi sebagai perlindungan terhadap infeksi
pada bayi, dapat dijelaskan sebagai berikut:
a) Apabila ibu terinfeksi maka sel darah putih pada ibu
membuat perlindungan pada ibu
b) Sebagian sel darah putih menuju payudara dan
membentuk antibody
prolaktin terhambat dan produksi ASI pun terhambat. Puting susu lecet
sering dialami oleh ibu-ibu yang menyusui bayinya. Kondisi tersebut pada
umumnya disebabkan oleh kesalahan dalam posisi menyusui. Pada keadaan
ini, ibu-ibu umunya memutuskan untuk menghentikan menyusui karena
puting susu yang lecet apabila dihisap oleh bayi menimbulkan rasa sakit.
Payudara yang tidak dihisap oleh bayi atau air
susu yang tidak dikeluarkan dari payudara dapat mengakibatkan
berhentinyaproduksi ASI (Soetjiningsih, 2005).
1) Fisiologis Air Susu Ibu
a) Hormon pembentuk ASI
Menurut Astutik (2014), pada saat payudara sudah
memproduksi ASI, terdapat pula proses pengeluran ASI yaitu
dimana ketika bayi mulai menghisap, terdapat beberapa hormone
yang berbeda bekerja sama untuk pengeluaran air susu dan
melepaskannya untuk di hisap. Gerakan isapan bayi dapat
merangsang serat saraf dalam puting. Serat saraf ini membawa
permintaan agar air susu melewati kolumna spinalis ke kelenjar
hipofisis dalam otak. Kelenjar hipofisis akan merespon otak untuk
melepaskan hormon prolaktin dan hormone oksitosin. Hormon
prolaktin dapat merangsang payudara untuk menghasilkan lebih
banyak susu. Sedangkan hormon oksitosin merangsang kontraksi
otot- otot yang sangat kecil yang mengelilingi duktus dalam
payudara, kontraksi ini menekan duktus dan mengelurkan air susu
ke dalam penampungan di bawah areola.
b) Pembentukan ASI
Pada saat proses laktasi terdapat dua reflek yang berperan,
yaitu reflek prolaktin dan reflek let down/reflek aliran yang akan
timbul karena 12 rangsangan isapan bayi pada putting susu.
Berikut ini penjelasan kedua reflek tersebut, yaitu:
1) Refleks prolaktin
Pada saat akhir kehamilan, hormon prolaktin berperan
untuk pembentukan kolostrum, akan tetapi jumlah kolostrum
terbatas karena aktivitas hormon prolaktin terhambat oleh
hormon estrogen dan hormon progesterone yang kadarnya
masih tinggi. Tetapi setelah melahirkan dan lepasnya plasenta,
maka hormon estrogen dan hormon progesteron akan
berkurang. Selain itu dengan isapan bayi dapat merangsang
puting susu dan kalang payudara, yang akan merangsang
ujung- ujung saraf sensori yang mempunyai fungsi sebagai
reseptor mekanik. Rangsangan ini akan dilanjutkan ke
hipotalamus melalui medulla spinalis, sehingga hipotalamus
akan menekan pengeluaran faktor-faktor yang menghambat
sekresi prolaktin
dan sebaliknya juga akan merangsang pengeluaran faktor-
faktor yang akan memacu sekresi prolaktin. Faktor-faktor yang
memacu sekresi prolaktin akan merangsang hipofisis sehingga
dapat dikeluarkannya prolaktin dan hormon prolaktin dapat
merangsang sel-sel alveoli yang fungsinya untuk membuat air
susu. Pada ibu menyusui, kadar hormon prolaktin akan
mengalami peningkatan jika ibu bayi dalam keadaan stress
(pengaruh psikis), anastesi, operasi, rangsangan putting susu,
hubungan seksual dan obat-obatan.
2) Reflek aliran / Let Down
Proses pembentukan prolaktin oleh adenohipofisis,
rangsangan yang berasal dari isapan bayi dan akan dilanjutkan
ke hipofisis posterior yang kemudian akan mengeluarkan
hormon oksitosin. Melalui aliran darah hormon ini akan
dibawa ke uterus yang akan menimbulkan kontrasi pada uerus
sehinggat dapat terjadi involusi dari organ tersebut. Kontraksi
yang terjadi tersebut akan merangsang diperasnya air susu
yang telah diproses dan akan dikeluarkan melalui alveoli
kemudian masuk ke sistem duktus dan dialirkan melalui
duktus laktiferusdan kemudian masuk pada mulut bayi.
Pada reflek let down terdapat faktor-faktor yang
mempengaruhinya dan faktor-faktor yang dapat menghambat
let down reflek. Faktor –faktor yang mempengaruhi reflek let
down tersebut yaitu dengan melihat bayi, mendengar tangisan
bayi, mencium bayi, dan mempunyai pikiran untuk menyusui.
Dan sedangkan faktor-faktor yang menghambat reflek tersebut
adalah ibu bayi yang mengalami stress, kebingungan, pikiran
kacau, dan takut untuk menyusui bayinya serta ibu bayi yag
mengalami kecemasan (Astutik, 2014).
2) Mekanisme Menyusui
a) Refleks menangkap (rooting reflex)
Menurut Sukarni, Icemi, dan Wahyu (2013), Reflek ini
muncul ketika payudara ibu menempel pada pipi atau disekeliling
mulut bayi. Hal ini menyebabkan kepala bayi memutar menuju ke
putting susu yang menyentuh pipi bayi secara spontan bayi akan
membuka mulut dan menghisap puting susu
b) Refleks menghisap (sucking refleks)
Menurut Astutik (2014), Ketika langit-langit mulut bayi
tersentuh putting susu ibu maka reflek ini akan muncul, putting
susu yang secara langsung masuk dalam mulut bayi maka akan
menarik lebih jauh dan menekan aerolasehingga dengan tekanan
tersebut bibir dan gerakan rahang akan berirama samapi ke sinus
lakteferius kemudian air susu akan mengalir ke puting
c) Refleks menelan
Menurut Sukarni, Icemi, dan Wahyu (2013), Ketika
mulutbayi sudah terisi dengan ASI maka reflek ini akan muncul,
dan bayi akan menelan dengan spontan otott-otot di pipi akan
melakukan gerakan menghisap secara terus bertahap dan ASI
akan keluar banyak
3) Stimulus Pengeluaran ASI
a) Menyusui bayi
Menurut Susanti (2017), pada ibu melahirkan, laktasi
dikontrol oleh dua macam reflek, yaitu reflex produksi air susu
dan reflex mengeluarkan atau let down reflex. Refleks produksi air
susu yaitu bila bayi menghisap putting payudara, maka akan
diproduksi suatu hormone yaitu hormone prolactin yang mengatur
sel-sel dalam alveoli agar memproduksi air susu. Selanjutkan yaitu
reflesk mengeluarkan atau let down reflex. Isapan bayi juga
merangsang produksi hormone lain yang dinamakan oksotosin,
yang membuat sel-sel otot di sekitar alveoli berkontrasi, sehingga
air susu terdorong menuju putting payudara. Oleh karena itu,
semakin bayi menghisap maka semakin banyak air susu yang
dihasilkan.
b) Teknik marmet
Menurut Rahayu & Andriyani (2014), teknik marmet
merupakan kombinasi antara cara memerah ASI dan memijat
paydara sehingga reflek keluarnya ASI dapat optimal. Teknik
memerah ASI dengan cara marmet ini pada prinsipnya bertujuan
untuk mengosongkan ASI dari sinus laktiferus yang terletak di
bawah areola. Sehingga harapan dari pengosongan ASI pada
daerah sinus laktiferus ini akan merangsang pengeluaran hormone
prolactin. Pengeluaran hormone prolactin ini selanjutnya akan
merangsang mammary alveoli untuk memproduksi ASI. Semakin
banyak ASI yang dikeluarkan atau dikosongkan dari payudara
maka akan semakin banyak ASI yang akan diproduksi
c) Pijat oksitosin
Menurut Ummah (2014), Pijat oksitosin adalah proses
memijat sepanjang kedua sisi tulang belakang guna merangsang
reflex oksitosin atau let down reflex dan membuat ibu menjadi
lebih nyaman. Pijat oksitosin dapat dilakukan segera setelah ibu
melahirkan bayinya dengan durasi 2-3 menit. Akan tetapi pada ibu
post SC pijat oksitosin mulai bisa dilakukan pada 10-12 jam
pertama setelah operasi, karna pada jam tersebut ibu sudah mulai
bisa untuk duduk. Pijat oksitosin dapat dilakukan setiap saat, lebih
disarankan sebelum menyusui atau memerah ASI, frekuensi
pemberian pijatan minimal 2 kali sehari.
Menurut Roito (2013), pijat oksitosin dilakukan dengann
cara memijat area di sekitar tulang punggung untuk merangsang
keluarnya oksitosin. Cara memijat punggung adalah sebagai
berikut:
2. Konsep Keperawatan
Proses keperawatan adalah sarana atau alat yang digunakan oleh
seorang perawat dalam bekerja dan tata cara pelaksanaanya tidak boleh
dipisahpisah antara tahap pertama, kedua, ketiga dan seterusnya. Tahap
pertama pengkajian, tahap kedua menegakkan diagnosa keperawatan,
tahap ketiga menyusun rencana keperawatan yang mengarah kepada
penanganan diagnosa keperawatan, tahap keempat diimplementasikan dan
tahap kelima atau tahap terakhir adalah evaluasi. Orientasi dari pelayanan
asuhan keperawatan adalah pada pencapaian tujuan asuhan keperawatan.
Asuhan keperawatan yang telah ditetapkan dalam perencanaan
keperawatan telah tercapai (Budiono, 2016). Asuhan keperawatan adalah
proses atau rangkaian kegiatan pada praktik keperawatan yang diberikan
secara langsung kepada klien/pasien di berbagai tatanan pelayanan
kesehatan (Budiyono, 2015). Asuhan masa nifas adalah penatalaksanaan
asuhan yang diberikan pada pasien mulai dari saat setelah lahirnya bayi
sampai dengan kembalinya tubuh dalam keadaan seperti sebelum hamil
atau mendekati keadaan sebelum hamil ((Saleha, 2009) dalam Putri, 2019).
a. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dari proses keperawatan.
Pengkajian adalah pengumpulan data pada pasien dan keluarga
dilakukan dengan cara anamnesa, pemeriksaan fisik dan melalui
pemeriksaan penunjang (hasil laboratorium). Tujuan pengkajian
adalah untuk mengumpulkan informasi dan membuat data dasar klien.
Pengkajian pada ibu post partum dapat dilakukan setelah ibu
dipindahkan ke ruang perawatan nifas. Pengkajian dapat dilakukan
dengan wawancara, pemeriksaan fisik dan melihat hasil laboratorium
untuk menentukan status kesehatan ibu. Adapun pengkajian yang
dilakukan yaitu sebagai berikut:
1) Meninjau ulang catatan prenatal, intraoperative, serta indikasi
persalinan abnormal di rekam medis pasien
2) Identitas klien meliputi: Insial klien, pendidikan, pekerjaan,
agama, suku bangsa, status perkawinan, alamat dan penanggung
jawab klien
3) Data umum kebidanan meliputi: status obstetric, jumlah
kunjungan ANC (Antenatal Care) masalah kehamilan masa lalu
dan sekarang rencana KB
4) Riwayat persalinan sekarang meliputi: jenis persalinan, data bayi,
riwayat perdarahan, masalah persalinan
5) Pengkajian post SC sebagai berikut:
Perawatan melakukan pengkajian postpartum setelah
pasien pindah ke ruang perawatan nifas. Menurut Cunningham et
al, (2014), pengkajian postpartum umumnya mengkaji terkait
tanda- tanda vital, involusi uterus, urin output, dan perdarahan.
Pengkajian lanjut yang dapat dilakukan adalah pengkajian
fokus periode post natal meliputi perubahan fisik yang terjadi baik
pada system reproduksi maupun system tubuh lainnya dan
perubahan psiokososial terkait dengan masa transisi menjadi
orang tua. Pengkajian pada klien post sectio caesarea lebih
difokuskan pada aspek berikut ini: Breast, Uterus, Bladder,
Bowel, Lochea, Hemoroid, Homan Sign, Emotion (BUBBLHE).
i. Breast
Pengkajian terhadap breast (payudara) meliputi ukuran,
bentuk, warna, kesimestrisan, palpasi untuk konsistensi dan
kelunakan untuk melihat status laktasi. 1-2 hari post partum
kolostrom keluar. Pada ibu menyusui, ASI, payudara
membesar, keras, panas, tegang, kencang, distensi vena
payudara, mungkin ibu merasa ada nodul. Wanita akan merasa
tidak nyaman dengan adanya laktasi. Observasi perubahan
payudara, perhatikan putting adanya fisura, lecet, inversi atau
datar dan kaji areola adanya kemerahan serta tanda-tanda
mastitis atau peradangan pada payudara (lebih seringg terjadi
setelah minggu pertama).
ii. Uterus
Uterus akan kembali ke keadaan sebelum hamil baik
bentuk maupun ukurannya. Perubahan uterus dapat dilihat
dengan melakukan pengkajian terhadap Tinggi Fundus Uteri
(TFU). TFU akan mengalami penurunan 1 cm setiap hari dari
pusat. Pada 12 jam pertama post partum, TFU berada 1 jari
diatas pusat dan menghilang pada 2 minggu ( hari ke 10).
Selain TFU perlu juga dikaji konsistensi dan posisi. Selama
melakukan pengkajian TFU bledder sebaiknya dalam kondisi
dikosongkan. Nyeri akan dirasakan ibu post partum karena
adanya kontraksi uterus pada proses involusi dan efek dari
pembedahan Sectio Caesarea yang dilakukan. Perawat dapat
mengkaji intensitas nyeri secara subyektif kepada klien.
iii. Bladder
Terjadi diuresis pasca post partum,sehingga terjadi
peningkatan kapasitas bledder dan terjadi penurunan sensasi
kencing. Distensi bledder juga dapat menyebabkan aliran
lokhea meningkat karena akan mempengaruhi kondisi uterus.
Perawat mengkaji bledder dengan palpasi, perkusi dan
observasi. Perhatikan kontur abdomen, ketinggian dan
konsistensi fundus serta karakteristik area suprapubik dikaji.
Distensi bledder dapat juga menyebabkan pergeseran uterus,
atonia, perdarahan, dan ketidakmampuan kontraksi.
iv. Bowel
Gangguan defekasi: konstipasi sering terjadi karena
masih ada efek progesteron, penurunan tekanan otot abdomen,
kurang intake dan dehidrasi persalinan serta rasa takut nyeri
pada luka episiotomi atau ruptur perineum.
v. Lochea
Karakter lochea menunjukan proses involusi uterus.
Kuantitas warna lochia yang terjadi adalah :Lochea rubra,
warna merah gelap terjadi satu sampai tiga hari post partum,
Lochea serosa warna coklat, serous menunjukan penurunan
aliran, terjadi pada empat hari post partum, Lochea alba,
warna kuning putih, terjadi tujuh sampai sepuluh hari post
partum. Ciri perdarahan lochea: menetes dari vagina, keluar
lebih banyak saat kontraksi uterus (ambulasi dini dan
menyusui), semburan darah terjadi saat massage uterus
dilakukan, terjadi bekuan dan warna merah gelap jika
sebelumnya terkumpul
dalam vagina.Perlu dicurigai adanya sub involusi jika
terjadi perpanjangan lochea. Infeksi dapat ditunjukan
pada lochea rubra yaitu di tandai dengan tubuh ibu
panas, lochea busuk, atau pada lochea serosa atau
alba lebih dari normal, bauk busuk, panas, abdominal
pain dapat mewujudkan endometriosis.
vi. Homan sign atau hemoroid
Yaitu perubahan pada system sirkuasi berupa
stasis darah pada ekstermitas bawah , peningkatan
faktor pembukuan darah pada klien post natal akan
meningkat resiko terjadinya trombosis atau
tromboplebitis ataupun tromboemboli. Perawat perlu
mengkaji tanda-tanda terjadinya gangguan sirkulasi
melalui pengkajian tanda homan sign. Hemoroid
mungkin sering terjadi pada ibu post natal karena
peningkatan tekanan vena pada saat persalinan dan
kondisi ini akan dapat meningkatkan rasa nyeri pada
klien post partum.
• Implementasi Keperawatan
Implementasi yaitu berdasarkan pengelolaan dan perwujudan
dari rencana keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan
serta implementasi merupakan tahap proses keperawatan di mana
perawat memberikan intervensi keperawatan langsung dan tidak
langsung terhadap klien. Implementasi keperawatan berdasarkan
serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh perawat untuk membantu
klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi ke status kesehatan
yang lebih baik yang menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan
(Gordon, 1994, dalam Potter & Perry, 2011).
• Evaluasi
Evaluasi keperawatan merupakan kegiatan yang
membandingkan antara hasil, implementasi dengan kriteria dan
standar yang telah ditetapkan untuk melihat keberhasilan bila hasil dan
evaluasi tidak berhasil sebagian perlu disusun rencana keperawatan
yang baru. (Gusti, 2013).
Evaluasi keperawatan juga bisa dilakukan dengan metode SOAP
yaitu S (Subjective) yaitu mendeskripsikan keluhan berdasarkan yang
dikatakan keluarga, O (Objective) yaitu mendeskripsikan keluhan
berdasarkan pengamatan peneliti, A (Assessment) yaitu membuat
permasalahan yang dialami keluarga dan P (Planing) yaitu
mendeskripsikan perencanaan untuk tindakan selanjutnya berdasarkan
masalah yang dialami keluarga. Setelah melakukan evaluasi dengan
keluarga baik evaluasi subjektif dan objektif, perawat melakukan
kontak waktu dengan keluarga untuk pertemuan selanjutnya.
Pertemuan selanjutnya tergantung pada kesempatan yang diberikan
oleh keluarga pada perawat. (Gusti, 2013)
B. Metode Penelitian
1. Desain Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian dengan studi kasus observasional
yang dimulai dari pengkajian, menentukan data fokus, menegakkan
diagnosis keperawatan, menentukan tujuan keperawatan dan intervensi
keperawatan, serta dilakukan implementasi dan evaluasi keperawatan.
2. Subyek Penelitian
Subyek penelitian ini adalah pasien dengan post sectio caesarea
dengan diagnose Ketidakefektifan pemberian ASI. Sampel dalam
penelitian ini 2 orang pasien di Bangsal Firdaus dengen Ketidakefektifan
pemberian ASI.
3. Teknik Pengumpulan Data
a. Observasi
Pengumpulan data dengan menanyakan secara langsung kepada
klien dan keluarga terkait dengan masalah yang dihadapi klien
biasanya juga disebut dengan anamanesa. Anamnesa pada keluarga
yang memiliki kesiapan meningkatkan pemberian ASI meliputi:
identitas klien, keluhan utama, riwayat penyakit sekarang, riwayat
penyakit dahulu, riwayat penyakit keluarga, dan pengkajian
psikososial. Wawancara dilakukan untuk mengetahui data subjektif
dalam aspek fisik, mental, social budaya, ekonomi, kebiasaan, adat
istiadat, agama, lingkungan (Aprilianti, 2019).
b. Wawancara
Pengumpulan data yang dilakukan dengan mengamati pasien
untuk memperoleh data tentang masalah kesehatan keperawatan klien
kesiapan meningkatkan pemberian ASI. Observasi dilakukan dengan
menggunakan penglihatan dan alat indera lainnya, melalui rabaan,
sentuhan dan pendengaran (Apriliati, 2019).
c. Dokumentasi
Studi ini dilakukan dengan jalan menelusuri dokumen yang ada,
misalnya catatan kesehatan, kartu keluarga, kartu menuju sehat, BPJS,
ASKES dan literatur (Aprilianti, 2019)
4. Analisa Data
Analisa data merupakan proses mencari dan menyusun secara sistematis
data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan
dokumentasi (Sugiyono, 2010).
a. Reduksi Data
Dari hasil wawancara yang terkumpul dalam bentuk catatan
lapangan dijadikan satu dalam bentuk transkrip dan dikelompokan
menjadi data subjektif dan objektif, dianalisis berdasarkan hasil
pemeriksaan diagnostik, kemudian dibandingkan dengan nilai normal.
b. Penyajian Data
Penyajian data dapat dilakukan dalam bentuk tabel, gambar,
bagan, dan teks naratif. Kerahasiaan klien dijaga dengan cara
mengaburkan atau inisial nama identitas dari klien.
c. Penarikan Kesimpulan
Dari data yang disajikan, kemudian data dibahas dan
dibandingkan dengan hasil penulisan terdahulu dan secara teoritis
dengan perilaku kesehatan. Penarikan kesimpulan dilakukan dengan
cara induksi. Data yang dikumpulkan terkait dengan data pengkajian,
diagnosa, perencanaan, tindakan, dan evaluasi.