Anda di halaman 1dari 49

PROPOSAL BED SIDE TEACHING

“PERAWATAN LUKA POST OPERASI CAESAR”

Oleh :

KELOMPOK C

1. Ni Luh Putu Apriliani (2020.04.015)


2. Rina (2020.04.035)
3. Qiamah Salsabilla (2020.04.027)
4. Dila Ramadhani (2020.04.030)

PROGRAM PROFESI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BANYUWANGI

2021
PROPOSAL BED SIDE TEACHING

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Persalinan merupakan proses pengeluaran janin yang terjadi pada
kehamilan cukup bulan (37-42 minggu) disertai dengan pengeluaran
plasenta dan selaput janin (Nurul Jannah, 2017) Ada dua cara persalinan
yaitu persalinan lewat vagina yang disebut dengan persalinan normal dan
persalinan dengan cara operasi sectio caesar. Persalinan sectio caesarea
merupakan persalinan buatan dimana janin dilahirkan melalui suatu insisi
pada dinding perut dan dinding rahim dengan saraf rahim dalam keadaan
utuh serta berat diatas 500 gram (Mitayani, 2013).
Menurut WHO (Word Health Organization) angka kejadian sectio
Caesar meningkat di negara-negara berkembang. WHO menetapkan
indikator persalinan sectio caesarea 10-15% untuk setiap negara, jika tidak
sesuai indikasi operasi sectio caesarea dapat meningkatkan resiko
morbilitas dan mortalitas pada ibu dan bayi (World Health Organization,
2015). Persalinan Sectio Caesarea memiliki resiko lima kali lebih besar
terjadi komplikasi dibanding persalinan normal. Penyebab atau masalah
yang paling banyak mempengaruhi adalah pengeluaran darah atau
perdarahan dan infeksi yang dialami ibu. Adapun penyebab dari
perdarahan karena dilakukannya tindakan pembedahan jika cabang Arteria
Uterine ikut terbuka dan dapat terjadi karena Atonia Uteri. Infeksi pada ibu
Post Op Sectio Caesarea dapat dilihat dengan tanda lochea yang keluar
banyak seperti nanah dan berbau busuk, uterus lebih besar dan lembek dari
seharusnya dan fundus masih tinggi.
Maka dari itu perlu adanya suatu tindakan keperawatan yang
dilakukan untuk mencegah terjadinya infeksi post operasi Caesar yaitu
dengan melakukan perawatan luka pada post operasi caesaria dengan
harapan luka mengalami penyembuhan lebih cepat dan tumbuhnya
jaringan baru.
1.2 Konsep Operasi Caesar
1.2.1 Definisi Operasi Caesar
Sectio caesaria adalah suatu persalinan buatan dimana janin
dilahirkan melalui suatu insisi pada dinding depan perut dan
dinding rahim dengan syarat rahim dalam keadaan utuh serta berat
janin di atas 500 gram (Sarwono, 2012).
Sectio caesarea adalah suatu pembedahan guna melahirkan
janin lewat insisi pada dinding abdomen dan uterus persalinan
buatan, sehingga janin dilahirkan melalui perut dan dinding perut
dan dinding rahim agar anak lahir dengan keadaan utuh dan sehat
(Maryunani, 2014).
1.2.2 Etiologi Operasi Caesar
Menurut NANDA NIC-NOC (2015) sectio caesarea
dilakukan atas indikasi
1) Etiologi berasal dari Ibu
Ibu pada primigravida dengan kelainan letak, primipara tua
disertai kelainan letak, disproporsi cepalo pelvik (disproporsi
janin/panggul), ada sejarah kehamilan dan persalinan yang
buruk, terdapat kesempitan panggul, plasenta previa terutama
pada primigravida, komplikasi kehamilan yaitu preeklampsia-
eklampsia, atas permintaan kehamilan yang disertai penyakit
(Jantung, Diabetes Mellitus), gangguan perjalanan persalinan
(kista ovarium, mioma uteri dan sebagainya).
2) Etiologi berasal dari janin
Etiologi yang berasal dari janin seperti Fetal distress/gawat
janin, mal presentasi dan mal posisi kedudukan janin, prolapses
tali pusat dengan pembukan kecil, kegangalan persalinan
vakum atau ferseps ekstraksi.
1.2.3 Patofisiologi
Adanya beberapa kelainan/hambatan pada proses persalinan
yang menyebabkan bayi tidak dapat lahir secara normal/spontan,
misalnya karena ketidakseimbangan ukuran kepala bayi dan
panggul ibu, keracunan kehamilan yang parah, pre eklampsia dan
eklampsia berat, kelainan letak bayi seperti sungsang dan lintang,
kemudian sebagian kasus mulut rahim tertutup plasenta yang lebih
dikenal dengan plasenta previa, bayi kembar, kehamilan pada ibu
yang berusia lanjut, persalinan yang berkepanjangan, plasenta
keluar dini, ketuban pecah dan bayi belum keluar dalam 24 jam,
kontraksi lemah dan sebagainya. Kondisi tersebut menyebabkan
perlu adanya suatu tindakan pembedahan yaitu Sectio Caesarea.
1.2.4 Klasifikasi
Bentuk pembedahan Sectio Caesarea menurut Manuaba
2012, meliputi :
1) Sectio Caesarea Klasik
Sectio Caesarea Klasik dibuat vertikal pada bagian atas rahim.
Pembedahan dilakukan dengan sayatan memanjang pada
korpus uteri kirrakira sepanjang 10 cm. Tidak dianjurkan untuk
kehamilan berikutnya melahirkan melalui vagina apabila
sebelumnya telah dilakukan tindakan pembedahan ini.
2) Sectio Caesarea Transperitonel Profunda
Sectio Caesarea Transperitonel Profunda disebut juga low
cervical yaitu sayatan vertikal pada segmen lebih bawah rahim.
Sayatan jenis ini dilakukan jika bagian bawah rahim tidak
berkembang atau tidak cukup tipis untuk memungkinkan
dibuatnya sayatan transversal. Sebagian sayatan vertikal
dilakukan sampai ke otot-otot bawah rahim.
3) Sectio Caesarea Histerektomi
Sectio Caesarea Histerektomi adalah suatu pembedahan
dimana setelah janin dilahirkan dengan Sectio Caesarea,
dilanjutkan dengan pegangkatan rahim.
4) Sectio Caesarea Ekstraperitoneal
Sectio Caesarea Ekstraperitoneal, yaitu Sectio Caesarea
berulang pada seorang pasien yang sebelumnya melakukan
Sectio Caesarea. Biasanya dilakukan di atas bekas sayatan
yang lama. Tindakan ini dilakukan dengan insisi dinding dan
faisa abdomen sementara peritoneum dipotong ke arah kepala
untuk memaparkan segmen bawah uterus sehingga uterus
dapat dibuka secara ekstraperitoneum.
1.2.5 Komplikasi
Menurut NANDA NIC-NOC (2015) sectio caesarea
komplikasi pada pasien sectio caesarea adalah :

1) Komplikasi pada ibu Infeksi puerperalis, bisa bersifat ringan


seperti kenaikan suhu selama beberapa hari dalam masa nifas,
atau bersifat berta seperti peritonitis, sepsis dan sebagainya.
Infeksi postoperatif terjadi apabila sebelum pembedahan sudah
ada gejala-gejala yang merupakan predisposisi terhadap
kelainan itu (partus lama khususnya setelah ketuban pecah,
tindakan vaginal sebelumnya). Perdarahan, bisa timbul pada
waktu pembedahan jika cabang cabang arteri uterina ikut
terbuka atau karena atonia uteri.

2) Komplikasi-komplikasi lain seperti luka kandung kemih, dan


embolisme paru.

3) Komplikasi baru Komplikasi yang kemudian tampak ialah


kurang kuatnya parut pada dinding uterus, sehingga pada
kehamilan berikutnya bisa terjadi ruptur uteri. Kemungkinan
peristiwa ini lebih banyak ditemukan sesudah Sectio Caesarea
Klasik.
1.2.6 Penatalaksanaan
1) Pemberian cairan Karena 24 jam pertama penderita puasa
pasca operasi, maka pemberian cairan per intavena harus
cukup banyak dan mengandung elektrolit agar tidak terjadi
hipotermi, dehidrasi, atau komplikasi pada organ tubuh
lainnya. Cairan yang biasa diberikan biasanya DS 10%, garam
fisiologi dan RL secara bergantian dan jumlah tetesan
tergantung kebutuhan. Bila kadar Hb rendah diberikan
transfusi darah sesuai kebutuhan.
2) Diet Pemberian cairan per infus biasanya dihentikan setelah
penderita flatus lalu dimulailah pemberian minuman dan
makanan per oral. Pemberian minuman dengan jumlah yang
sedikit sudah boleh dilakukan pada 6 sampai 8 jam pasca
operasi, berupa air putih dan air teh.
3) Mobilisasi Mobilisasi dilakukan secara bertahap meliputi :
Miring kanan dan kiri dapat dimulai sejak 6 sampai 10 jam
setelah operasi, Latihan pernafasan dapat dilakukan penderita
sambil tidur telentang sedini mungkin setelah sadar, Hari
kedua post operasi, penderita dapat didudukkan selama 5 menit
dan diminta untuk bernafas dalam lalu menghembuskannya,
Kemudian posisi tidur telentang dapat diubah menjadi posisi
setengah duduk (semifowler), Selanjutnya selama berturut-
turut, hari demi hari, pasien dianjurkan belajar duduk selama
sehari, belajar berjalan, dan kemudian berjalan sendiri pada
hari ke-3 sampai hari ke-5 pasca operasi.
4) Kateterisasi Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa
nyeri dan rasa tidak enak pada penderita, menghalangi involusi
uterus dan menyebabkan perdarahan. Kateter biasanya
terpasang 24 - 48 jam / lebih lama lagi tergantung jenis operasi
dan keadaan penderita.
5) Pemberian obat-obatan Antibiotik cara pemilihan dan
pemberian antibiotik sangat berbeda-beda sesuai indikasi.
6) Analgetik dan obat untuk memperlancar kerja saluran
pencernaan Obat yang dapat di berikan melalui supositoria
obat yang diberikan ketopropen sup 2x/24 jam, melalui orang
obat yang dapatdiberikan tramadol atau paracetamol tiap 6
jam, melalui injeksi ranitidin 90-75 mg diberikan setiap 6 jam
bila perlu.
7) Obat-obatan lain Untuk meningkatkan vitalitas dan keadaan
umum penderita dapat diberikan caboransia seperti neurobian I
vit C.
8) Perawatan luka Kondisi balutan luka dilihat pada 1 hari post
operasi, bila basah dan berdarah harus dibuka dan diganti.
9) Pemeriksaan rutin Hal-hal yang harus diperhatikan dalam
pemeriksaan adalah suhu, tekanan darah, nadi,dan pernafasan.
10) Perawatan Payudara Pemberian ASI dapat dimulai pada hari
post operasi jika ibu memutuskan tidak menyusui, pemasangan
pembalut payudara yang mengencangkan payudara tanpa
banyak menimbulkan kompesi, biasanya mengurangi rasa
nyeri.
1.2.7 Patway
Indikasi Sectio
Caesario

Indikasi dari ibu : Indikasi dari Bayi :

1) Primigravida kelainan letak 1) Fetal distress


2) Disproposi Sefalopelvik 2) Giant Baby
3) Ketuban pecah dini 3) Kelainan letak bayi
4) pre eklampsia dan eklampsia berat 4) Kelainan tali pusat
5) mulut rahim tertutup plasenta yang lebih 5) ketidakseimbangan ukuran kepala bayi
dikenal dengan plasenta previa 6) keracunan kehamilan yang parah
6) kehamilan pada ibu yang berusia lanjut 7) bayi kembar
7) persalinan yang berkepanjangan
8) plasenta keluar dini
9) kontraksi lemah Tindakan Sectio
Caesarea

Adaptasi Post Partum anastesi Pembatasan cairan Insisi


peroral
Nyeri Akut
Psikologis fisiologis Luka
bedres
Penurunan
Saraf Kondisi Diri Menurun
Ganggguan Gangguan
Taking in,
Mobilitas Fisik Eleminasi
Taking Hold, Laktasi Involusi Ketidakmsmpuan
Kondisi Diri Menurun
Letting Go miksi Urin
1.3 Konsep Rawat Luka Post Operasi Caesar
1.3.1 Definisi Luka
Luka merupakan suatu keadaan yang mengakibatkan
terputusnya kontinuitas jaringan. Penyebabnya bisa karena trauma,
operasi, ischemia, dan tekanan (Ekaputra, 2013). Luka adalah suatu
keadaan dimana terputusnya kontinuitas jaringan tubuh yang dapat
menyebabkan terganggunya fungsi tubuh dan mengakibatkan
terganggunya aktivitas sehari – hari (Damayanti, Pitriani, &
Ardhiyanti, 2015). Luka Operasi yaitu luka akut yang dibuat oleh
ahli bedah yang bertujuan untuk terapi atau rekonstruksi (Murtutik
& Marjiyanto, 2013).
1.3.2 Perawatan Luka Operasi Post Sectio Caesarea
Perawatan luka pada pasien diawali dengan pembersihan
luka selanjutnya tindakan yang dilakukan untuk merawat luka dan
melakukan pembalutan yang bertujuan untuk mencegah infeksi
silang serta mempercepat proses penyembuhan luka (Lusianah,
Indaryani, & Suratun, 2012). Perawatan pasca operasi adalah
perawatan yang dilakukan untuk meningkatkan proses
penyembuhan luka dan mengurangi rasa nyeri dengan cara
merawat luka serta memperbaiki asupan makanan tinggi protein
dan vitamin (Riyadi & Harmoko, 2012).
1.3.3 Tujuan perawatan luka post sectio caesarea
Tujuan dari perawatan luka menurut Maryunani, (2013) yaitu :
1) Mencegah dan melindungi luka dari infeksi.
2) Menyerap eksudat. c. Melindungi luka dari trauma.
3) Mencegah cendera jaringan yang lebih lanjut.
4) Meningkatkan penyembuhan luka dan memperoleh rasa
nyaman.
1.3.4 Komplikasi Proses Penyembuhan Luka Post Sectio Caesarea
Proses penyembuhan luka yang tidak berjalan baik karena
berbagai faktor penghambat akan menyebabkan suatu komplikasi,
faktor yang bisa menjadi penghambat suatu proses penyembuhan
luka menurut (Damayanti et al., 2015) yaitu :
1) Vaskularisasi dapat memengaruhi penyembuhan luka karena
luka membutuhkan keadaan peredaran darah yang baik untuk
pertumbuhan /perbaikan sel.
2) Anemia dapat memperlambat suatu proses penyembuhan luka
mengingat perbaikan sel membutuhkan kadar protein yang
cukup. Oleh sebab itu seseorang yang mengalami kekurangan
kadar hemoglobin dalam darah akan mengalami suatu proses
penyembuhan luka yang lama.
3) Usia Kecepatan perbaikan sel berlangsung sejalan dengan
pertumbuhan dan kematangan usia seseorang, proses penuaan
dapat menurunkan sistem perbaikan sel sehingga dapat
memperlambat proses penyembuhan luka sectio caesarea.
4) Penyakit lain Penyakit dapat mempengaruhi proses
penyembuhan luka, adanya suatu penyakit seperti diabetes
mellitus dan ginjal dapat memperlambat proses penyembuhan
luka.
5) Nutrisi merupakan suatu unsur utama dalam membantu
perbaikan suatu sel. Terutama karena kandungan zat gizi yang
terdapat didalamnya, seperti vitamin A diperlukan untuk
membantu proses apitelisasi atau penutupan luka serta sintesis
kolagen, vitamin B kompleks merupakan sebagai kofaktor pada
sistem enzim yang membantu sistensis protombin serta
berfungsi sebagai zat pembekuan darah.
6) Kegemukan, obat-obatan, merokok, dan stress, dapat
mempengaruhi proses penyembuhan luka.
1.3.5 SOP Perawatan Luka Operasi Post Sectio Caesarea
1) Pra interaksi
1. Membaca catatan perawat untuk rencana perawatan luka.
2. Mencuci Tangan
3. Menyiapkan Alat
a Seperangkat set perawatan luka steril
(1) Sarung tangan steril
(2) Pinset 3 (2 anatomis, 1 sirurgis)
(3) Gunting (menyesuaikan kondisi luka)
(4) Balutan kassa dan kassa steril
(5) Kom untuk larutan antiseptic/larutan pembersih
(6) Salep antiseptic (bila diperlukan)
(7) Lidi kapas
b Larutan pembersih yang diresepkan (Nacl, Wound
Cleanser, dll)
c Gunting perban / plester
d Sarung tangan sekali pakai
e Plester, pengikat, atau balutan sesuai kebutuhan
f Bengkok
g Perlak pengalas
h Kantong untuk sampah
i Korentang steril
j Alcohol 70% atau alcohol sweap
k Troli / meja dorong
2) Tahap Orientasi
a. Memberikan salam dan memperkenalkan diri perawat
maupun pasien
b. Menjelaskan maksud dan tujuan tindakan yang akan
dilakukan
3) Tahap Kerja
1) Memberikan kesempatan pada klien untuk bertanya
sebelum kegiatan dimulai
2) Susun semua peralatan yang diperlukan di troly
dekat pasien (jangan membuka peralatan steril dulu)
3) Letakkan bengkok di dekat pasien
4) Jaga privasi pasien, dengan menutup tirai yang ada di
sekkitar pasien, serta pintu dan jendela, atur pencahayaan,
atur ventilasi.
5) Mengatur posisi klien, instruksikan pada klien untuk tidak
menyentuh area luka atau peralatan steril
6) Mencuci tangan secara seksama
7) Pasang perlak pengalas
8) Gunakan sarung tangan bersih sekali pakai dan lepaskan
plester, ikatan atau balutan dengan pinset
9) Lepaskan plester dengan melepaskan ujung dan menariknya
dengan perlahan, sejajar pada kulit dan mengarah pada
balutan. Jika masih terdapat plester pada kulit, bersihkan
dengan kapas alcohol
10) Dengan sarung tangan atau pinset, angkat balutan,
pertahankan permukaan kotor jauh dari penglihatan klien
11) Jika balutan lengket pada luka, lepaskan dengan
memberikan larutan steril /NaCl
12) Observasi karakter dan jumlah drainase pada balutan
13) Buang balutan kotor pada bengkok
14) Lepas sarung tangan dan buang pada bengkok
15) Buka bak instrument steril
16) Siapkan larutan yang akan digunakan
17) Kenakan sarung tangan steril
18) Inspeksi luka (dolor, rubor, kalor, tumor, adanya pus, bau)
19) Bersihkan luka dengan larutan antiseptik yang diresepkan
atau larutan garam fisiologis
20) Pegang kassa yang dibasahi larutan tersebut dengan pinset
steril
21) Gunakan satu kassa untuk satu kali usapan
22) Bersihkan dari area kurang terkontaminasi ke area
terkontaminasi
23) Gerakan dengan tekanan progresif menjauh dari insisi atau
tepi luka
24) Gunakan kassa baru untuk mengeringkan luka atau insisi.
Usap dengan cara seperti di atas
25) Berikan salp antiseptic bila dipesankan / diresepkan,
gunakan tehnik seperti langkah pembersihan
26) Pasang kassa steril kering pada insisi atau luka
27) Gunakan plester di atas balutan,fiksasi dengan ikatan atau
balutan
28) Lepaskan sarung tangan dan buang pada tempatnya
29) Bantu klien pada posisi yang nyaman
4) TahapTerminasi
1) Mengevaluasi perasaan klien
2) Menyimpulkan hasil kegiatan
3) Melakukan kontrak untuk kegiatan selanjutnya
4) Mengakhiri kegiatan
5) Mencuci dan membereskan alat
6) Mencuci tangan
5) Tahap Dokumentasi
1) Mencatat tanggal dan jam perawatan luka
2) Mencatat Kondisi luka
1.4 Konsep Masa Nifas
1.4.1 Definisi Masa Nifas
Dalam bahasa latin, waktu mulai tertentu setelah
melahirkan anak ini disebut Puerperium yaitu dari kata Puer yang
artinya bayi dan Parous melahirkan. Jadi puerperium berarti masa
setelah melahirkan bayi. Pueperium adalah masa pulih kembali,
mulai dari persalinan selesai sampai alat-alat kandungan kembali
seperti pra-hamil (Nanny, 2012).
1.4.2 Tahapan Masa Nifas
Tahapan masa nifas menurut Sulistyawati (2009) adalah
sebagai berikut:
1. Puerperium dini
Puerperium dini merupakan masa kepulihan, yang dalam
hal ini ibu telah diperbolehkan berdiri dan berjalan-jalan dalam
jangka waktu 40 hari.

2. Puerperium intermedial
Puerperium intermedial merupakan masa kepulihan
menyeluruh alat-alat genetalia, yang lamanya sekitar 6-8
minggu.

3. Remote puerperium
Remote puerperium merupakan masa yang diperlukan
unutk pulih dan sehat sempurna, terutama bila selama hamil
atau waktu persalinan mempunyai komplikasi.
1.4.3 Perubahan Fisiologi Masa Nifas
Perubahan fisiologis masa nifas menurut Nanny (2012)
adalah sebagai berikut:
a. Perubahan Sistem Reproduksi

1) Uterus
Pada uterus terjadi poses involusi. Proses involusi adalah
proses kembalinya uterus ke dalam keadaan sebelum hamil
setelah melahirkan. Proses ini dimulai segera setelah plasenta
keluar akibat kontraksi otot-otot polos uterus. Pada tahap
ketiga persalinan, uterus berada di garis tengah, kira-kira 2
cm di bawah umbilikus dengan bagian fundus bersandar pada
promontorium sakralis. Berikut tabel proses kembalinya
uterus keadaan sebelum hamil:
2) Involusi
Tempat Plasenta Setelah persalinan, tempat plasenta
merupakan tempat dengan permukaan kasar, tidak rata, dan
kira-kira sebesar telapak tangan. Dengan cepat luka ini
mengecil, pada akhir minggu ke-2 hanya sebesar 3-4 cm dan
pada akhir nifas 1-2 cm. Pada permulaan nifas bekas plasenta
mengandung banyak pembuluh darah besar yang tersumbat
oleh trombus. Biasanya luka sembuh dengan menjadi parut,
tetapi luka bekas plasenta tidak meninggalkan parut. Hal ini
disebabkan karena luka ini sembuh dengan cara dilepaskan
dari dasarnya tetapi diikuti pertumbuhan endometrium baru
di bawah permukaan luka.

3) Perubahan Ligamen
Ligamen-ligamen dan diafragma pelvis, serta fasia yang
meregang sewaktu kehamilan dan partus, setelah janin lahir,
berangsur-angsur menciut kembali seperti sediakala. Tidak
jarang ligamentum rotundum menjadi kendur yang
mengakibatkan letak uterus menjadi retrofleksi. Tidak jarang
pula wanita mengeluh “kandungannya turun” setelah
melahirkan oleh karena ligamen, fasia, dan jaringan
penunjang alat genetalia menjadi agak kendur.

4) Perubahan pada Serviks


Serviks mengalami involusi bersama-sama uterus.
Perubahan-perubahan yang terdapat pada serviks nifas adalah
bentuk serviks yang akan menganga seperti corong. Bentuk
ini disebabkan oleh korpus uteri yang dapat mengadakan
kontraksi, sedangkan serviks tidak berkontraksi sehingga
seolah-olah pada perbatasan antara korpus dan serviks uteri
terbentuk semacam cincin. Warna serviks sendiri merah
kehitam-hitaman karena penuh pembuluh darah. Beberapa
hari setelah persalinan, ostium eksternum dapat dilalui oleh 2
jari, pinggir-pinggirnya tidak rata, tetapi retak-retak karena
robekan dalam persalinan. Pada akhir minggu pertama hanya
dapat dilalui oleh satu jari saja, dan lingkaran retraksi
berhubungan dengan bagian atas dari kranialis servikalis.

5) Lokia
Dengan adanya involusi uterus, maka lapisan luar dari
desidua yang mengelilingi situs plasenta akan menjadi
nekrotik. Desidua yang mati akan keluar bersama dengan sisa
cairan. Campuran antara darah dan desidua tersebut
dinamakan lokia, yang biasanya berwarna merah muda atau
putih pucat. Lokia adalah ekskresi cairan rahim selama masa
nifas dan mempunyai reaksi basa/ alkalis yang dapat
membuat organisme berkembang lebih cepat daripada
kondisi asam yang ada pada vagina normal. Sekret
mikroskopik lokia terdiri atas eritrosit, peluruhan desidua, sel
epitel, dan bakteri. Lokia mengalami perubahan karena
proses involusi. Pengeluaran lokia dapat dibagi berdasarkan
waktu dan warnanya di antaranya sebagai beriku
a) Lokia rubra/ merah (kruenta) Lokia ini muncul pada hari
pertama sampai hari ketiga masa nifas. Sesuai dengan
namanya, warnanya biasanya merah dan mengandung
darah dari perobekan/luka pada plasenta dan serabut dari
desidua dan chorion. Lokia ini terdiri atas sel desidua,
verniks caseosa, rambut lanugo, sisa mekoneum, dan sisa
darah.
b) Lokia sanguinolenta Lokia ini berwarna merah kuning
berisi darah dan lendir karena pengaruh plasma darah,
pengeluarannya pada hari ke 3-5 hari nifas.
c) Lokia serosa Lokia ini muncul pada hari ke 5-9 nifas.
Warnanya biasanya kekuningan atau kecokelatan. Lokia
ini terdiri atas lebih sedikit darah dan lebih banyak serum,
juga terdiri atas leukosit dan robekan laserasi plasenta.
d) Lokia alba muncul lebih dari hari ke 10 nifas. Warnanya
lebih pucat, putih kekuningan, serta lebih banyak
mengandung leukosit, selaput lendir serviks, dan serabut
jaringan yang mati.

6) Perubahan pada vagina dan perineum Estrogen pascapartum


yang menurun berperan dalam penipisan mukosa vagina dan
hilangnya rugae. Vagina yang semula sangat teregang akan
kembali secara bertahap pada ukuran sebelum hamil selama
6-8 minggu setelah bayi lahir. Rugae akan kembali terlihat
sekitar minggu keempat, walaupun tidak akan menonjol pada
wanita nulipara.
b. Perubahan Tanda-Tanda Vital
Beberapa perubahan tanda-tanda vital biasa terlihat jika
wanita dalam keadaan normal. Peningkatan kecil sementara,
baik peningkatan tekanan darah sistole maupun diastole dapat
timbul dan berlangsung selama sekitar empat hari setelah wanita
melahirkan. Fungsi pernapasan kembali pada saat wanita tidak
hamil yaitu pada bulan keenam setelah wanita melahirkan.
Setelah rahim kosong, diafragma menurun, aksis jantung
kembali normal, serta implus dan EKG kembali normal.
1) Suhu badan Satu hari (24 jam) nifas
suhu badan akan naik sedikit (37,5- 38oC) sebagai akibat
kerja keras waktu melahirkan, kehilangan cairan, dan
kelelahan. Apabila keadaan normal, suhu badan menjadi
biasa. Biasanya pada hari ke-3 suhu badan naik lagi karena
ada pembentukan ASI dan payudara menjadi bengkak,
berwarna merah karena banyaknya ASI. Bila suhu tidak
turun kemungkinan adanya infeksi pada endometrium,
mastitis, traktus genetalis, atau sistem lain.
2) Nadi
Denyut nadi normal pada orang dewasa 60-80 x/menit.
Sehabis melahirkan biasanya denyut nadi itu akan lebih
cepat.
3) Tekanan darah
Biasanya tidak berubah, kemungkinan tekanan darah akan
rendah setelah melahirkan karena ada pendarahan. Tekanan
darah tinggi pada nifas dapat menandakan terjadinya
preeklampsi nifas.
4) Pernapasan
Keadaan pernapasan selalu berhubungan dengan keadaan
suhu dan denyut nadi. Bila suhu naik tidak normal,
pernapasan juga akan mengikutinya, kecuali apabila ada
gangguan khusus pada saluran napas.
c. Perubahan Sistem Kardiovaskuler
Pada kehamilan terjadi peningkatan sirkulasi volume darah yang
mencapai 50%. Mentoleransi kehilangan darah pada saat
melahirkan perdarahan pervaginam normalnya 400-500 cc.
Sedangkan melalui seksio caesaria kurang lebih 700-1000 cc.
Bradikardi (dianggap normal), jika terjadi takikardi dapat
merefleksikan adanya kesulitan atau persalinan lama dan darah
yang keluar lebih dari normal atau perubahan setelah melahirkan.

1) Komponen darah
Lekositosis normal selama kehamilan rata-rata sekitar
12.000/mm3 . selama 10-12 hari pertama setelah bayi lahir,
nilai leukosit antara 15.000 dan 20.000/mm3 adalah hal
umum. Kadar hemoglobin dan hematoksit dalam 2 hari
pertama setelah melahirkan agak mengalami perubahan karena
adanya perubahan volume darah. Pada umumnya, penurunan
nilai 2% dari nilai hematokrit pada saat masuk sampai saat
melahirkan mengindikasikan kehilangan darah 500 ml
(Varney, 1997). Kadar hemoglobin dan hematokrit akan
kembali ke keadaan sebelum melahirkan atau ke konsentrasi
normal dalam 2 sampai 6 minggu.

2) Curah Jantung
Denyut jantung, volume sekuncup, dan curah jantung
meningkat selama masa hamil. Segera setelah melahirkan,
keadaan tersebut akan meningkat lebih tinggi lagi selama 30
sampai 60 menit karena darah yang biasanya melintasi sirkuit
utero/ plasenta tiba-tiba kembali ke sirkulasi umum. Nilai
curah jantung mencapai puncak selama awal puerperium 2-3
minggu setelah melahirkan nilai curah jantung berada pada
tingkat sebelum hamil.

3) Perubahan sistem hematologi


Selama minggu-minggu kehamilan, kadar fibrinogen dan
plasma, serta faktor-faktor pembekuan darah meningkat. Pada
hari pertama nifas, kadar fibrinogen dan plasma akan sedikit
menurun, tetapi darah lebih mengental dengan peningkatan
viskositas sehingga meningkatkan faktor pembekuan darah.
Leukosit yang meningkat dimana jumlah sel darah putih dapat
mencapai 15.000 selama persalinan akan tetap tinggi dalam
beberapa hari pertama dari masa nifas. Jumlah sel darah putih
tersebut masih biasa naik sampai 25.000- 30.000 tanpas
adanya kondisi patologis jika wanita tersebut mengalami
persalinan lama. Volume plasenta dan tingkat volume darah
yang berubah-ubah akan dipengaruhi oleh status gizi wanita
tersebut. Kira-kira selama kelahiran dan masa nifas terjadi
kehilangan darah sekitar 200-500 ml. Penurunan volume dan
peningkatan sel darah pada kehamilan diasosiasikan dengan
peningkatan hematokrit dan hemoglobin pada hari ke-3
sampai ke-7 nifas dan akan kembali normal dalam 4-5 minggu
nifas.

4) Berkeringat banyak atau berlebihan


Berkeringat dingin merupakan suatu mekanisme tubuh untuk
mereduksi cairan yang bertahan selama kehamilan.
Pengeluaran cairan berlebihan dan sisa-sisa produk tubuh
melalui kulit selama masa nifas menimbulkan banyak
keringat. Pada periode “early nifas/ masa awal pra-nifas”, ibu
mengalami sautu keadaan berkeringat banyak (diaphoresis)
pada malam hari, jika tidak disertai demam, bukan merupakan
kelainan.

5) Menggigil
Sering kali ibu mengalami menggigil segera setelah
melahirkan, yang berhubungan dengan respon persyarafan
atau perubahan vasomotor. Jika tidak diikuti dengan demam,
menggigil, bukan merupakan masalah klinis, tetapi seringkali
menimbulkan ketidaknyamanan pada ibu. Hal ini dapat diatasi
dengan menyelimuti, mengarahkan ibu untuk rileks dan
meminum-minumn hangat. Dalam masa nifas/puerperium
lanjut bila ibu masih ditemukan dalam keadaan menggigil dan
demam mengindikasikan adanya infeksi dan memerlukan
evaluasi lebih lanjut.
d. Perubahan sistem pencernaan
1) Nafsu makan
Ibu biasanya merasa lapar segera setelah melahirkan sehingga
dan boleh mengonsumsi makanan ringan. Ibu sering kali cepat
lapar setelah melahirkan dan siap makan pada 1-2 jam post-
primordial, dan dapat ditoleransi dengan diet yang ringan.
Setelah benar-benar pulih dari efek analgesia, anestesia, dan
keletihan, kebanyakan ibu merasa sangat lapar. Permintaan
untuk memperoleh makanan dua kali dari jumlah yang biasa
dikonsumsi disertai konsumsi camilan sering ditemukan.
Sering kali untuk pemulihan nafsu makan, diperlukan waktu
3-4 hari sebelum faal usus kembali normal.
2) Motilitas Secara khas
penurunan tonus dan motilitas otot traktus cerna menetap
selama waktu yang singkat setelah bayi lahir. Kelebihan
analgesia dan anastesia bisa memperlambat pengembalian
tonus dan motilitas ke keadaan normal.
3) Pengosongan usus
Buang air besar secara spontan bisa tertunda selama dua
sampai tiga hari setelah ibu melahirkan. Keadaan ini bisa
disebabkan karena tonus otot usus menurun selama proses
persalinan dan pada awal masa pascapartum, diare sebelum
persalinan, enema sebelum melahirkan, kurang makan, atau
dehidrasi.
e. Perubahan sistem perkemihan
Perubahan yang terjadi pada sistem perkemihan yaitu berupa:
1) Fungsi sistem perkemihan
a) Mencapai hemostasis internal

(1) Keseimbangan cairan dan elektrolit Cairan yang


terdapat dalam tubuh terdisi atas air dan unsur-unsur
yang terlarut di dalamnya. Sebanyak 70% dan air
tubuh terletak di dalam sel-sel dan dikenal sebagai
cairan intraselular. Kandungan air sisanya disebut
cairan ekstraselular. Cairan ekstraselular dibagi antara
plasma darah dan cairan yang langsung memberikan
lingkungan segera untuk sel-sel yang disebut cairan
interstisial.
(2) Edema adalah tertimbunnya cairan dalam jaringan
akibat gangguan keseimbangan cairan dalam tubuh.

(3) Dehidrasi adalah kekurangan cairan atau volume air


yang terjadi pada tubuh karena pengeluaran
berlebihan dan tidak diganti.
b) Keseimbangan asam basa tubuh Batas normal ph cairan
tubuh adalah 7,35-7, 40. Bila ph >7,4 disebut alkalosis dan
jika ph< 7,35 disebut asidosis.
c) Mengeluarkan sisa metabolisme, racun, dan zat toksin
Ginjal mengekskresi hasil akhir metabolisme protein yang
mengandung nitrogen terutama: urea, asam urat, dan
kreatinin.

2) Sistem urinarius

Perubahan hormonal pada masa hamil (kadar steroid yang


tinggi) turut menyebabkan peningkatan fungsi ginjal,
sedangkan penurunan kadar steroid setelah wanita
melahirkan. Diperlukan kira-kira 2-8 minggu supaya
hipotonia pada kehamilan serta dilatasi ureter dan pelvis
ginjal kembali ke keadaan sebelum hamil.

3) Komponen urine
Glikosuria ginjal diinduksikan oleh kehamilan menghilang.
Laktosuria positif pada ibu menyusui merupakan hal yang
normal. Blood Urea Nitrogen (BUN) yang meningkat selama
pascapartum, merupakan akibat autolisis uterus yang
berinvolusi.

4) Diuresis nifas
Dalam 12 jam pasca melahirkan, ibu mulai membuang
kelebihan cairan yang tertimbun di jaringan selama ia hamil.
Salah satu mekanisme untuk mengurangi cairan yang teretensi
selama masa hamil ialah diaforesis luas, terutama pada malam
hari, selama 2-3 hari pertama setelah melahirkan.

5) Uretra dan kandung kemih


Trauma dapat terjadi pada uretra dan kandung kemih selama
proses melahirkan, yakni sewaktu bayi melewati jalan lahir.
Diding kandung kemih dapat mengalami hiperemia dan
edema, sering kali disertai di daerah-daerah kecil hemoragi.

f. Perubahan Psikologis
Adaptasi psikologis nifas menurut Mansur (2009) berdasarkan
teori rubin dibagi dalam 3 periode yaitu sebagai berikut :
1) Periode Taking In
a) Berlangsung 1-2 hari setelah melahirkan
b) Ibu pasif terhadap lingkungan. Oleh karena itu, perlu
menjaga komunikasi yang baik.
c) Ibu menjadi sangat tergantung pada orang lain,
mengharapkan segala sesuatru kebutuhan dapat dipenuhi
orang lain.
d) Perhatiannya tertuju pada kekhawatiran akan perubahan
tubuhnya
e) Ibu mungkin akan bercerita tentang pengalamannya ketika
melahirkan secara berulang-ulang
f) Diperlukan lingkungan yang kondusif agar ibu dapat tidur
dengan tenang untuk memulihkan keadaan tubuhnya seperti
sediakala.
g) Nafsu makan bertambah sehingga dibutuhkan peningkatan
nutrisi, dan kurangnya nafsu makan menandakan
ketidaknormalan proses pemulihan.
2) Periode Taking Hold
a) Berlangsung 3-10 hari setelah melahirkan
b) Pada fase ini ibu merasa khawatir akan ketidakmampuannya
dalam merawat bayi
c) Ibu menjadi sangat sensitif, sehingga mudah tersinggung.
Oleh karena itu, ibu membutuhkan sekali dukungan dari
orang-orang terdekat
d) Saat ini merupakan saat yang baik bagi ibu untuk menerima
berbagai penyuluhan dalam merawat diri dan bayinya agar
ibu dapat menumbuhkan rasa percaya diri.
e) Pada periode ini ibu berkonsentrasi pada pengontrolan
fungsi tubuhnya, misalkan buang air kecil atau buang air
besar, mulai belajar untuk mengubah posisi seperti duduk
atau jalan, serta belajar tentang perawatan bagi diri dan
bayinya
3) Periode Letting Go
a) Berlangsung 10 hari setelah melahirkan.
b) Secara umum fase ini terjadi ketika ibu kembali ke rumah
c) Ibu menerima tanggung jawab sebagai ibu dan mulai
menyesuaikan diri dengan ketergantungan bayinya
d) Keinginan untuk merawat bayi meningkat
e) Ada kalanya ibu mengalami perasaan sedih yang berkaitan
dengan bayinya, keadaan ini disebut baby blues.
1.4.4 Perawatan Masa Nifas
Perawatan masa nifas menurut Prawirohardjo (2008) adalah
sebagai berikut:
a. Mobilisasi Menjelaskan bahwa latihan tertentu sangat
membantu seperti :
1) Dengan tidur terlentang dengan lengan disamping, menarik
otot abdomen selagi menarik nafas, tahan nafas ke dalam
dan angkat dagu ke dada : tahan satu hitungan sampai 5,
rileks dan ulangi 10 x. 2) Untuk memperkuat tonus otot
vagina (latihan kegel).
2) Berdiri dengan tungkai dirapatkan kencangkan otot-otot,
pantat dan pinggul dan tahan sampai 5 hitungan kendurkan
dan ulangi latihan sebanyak 5 kali
3) . 4) Mulai mengerjakan 5 kali latihan untuk setiap gerakan
setiap minggu naikkan 5 kali. Dan pada 6 minggu setelah
persalinan ibu harus mengerjakan sebanyak 30 kali.
b. Diet Ibu menyusui harus mengonsumsi tambahan kalori
500 tiap hari. Makanan harus diet seimbang untuk mendapatkan
protein, mineral dan vitamin yang cukup. Pil besi harus
diminum minimal 40 hari pasca melahirkan. Minum sedikitnya
3 liter, minum zat besi, minum kapsul vitamin A dengan dosis
200.000 unit.
c. Miksi hendaknya dapat dilakukan sendiri mungkin karena
kandung kemih yang penuh dapat menyebabkan perdarahan.
d. Defekasi Buang air besar harus dapat dilakukan 3-4 hari pasca
persalinan, bila tidak bisa maka diberi obat peroral atau perektal
atau klisma.
e. Perawatan Payudara
1) Menjaga payudara tetap bersih dan kering terutama puting
susu
2) Menggunakan BH yang menyokong payudara
3) Apabila puting susu lecet oleskan kolostrum atau ASI yang
keluar pada sekitar puting susu setiap kali selesai menyusui.
Menyusui tetap dilakukan dari puting susu yang tidak lecet.
4) Apabila lecet berat dapat diistirahatkan selama 24 jam. ASI
dikeluarkan dan diminum dengan menggunakan sendok.
5) Untuk menghilangkan nyeri ibu dapat minum parasetamol 1
tab setiap 4-6 jam.
f. Laktasi ASI mengandung semua bahan yang diperlukan bayi,
mudah dicerna, memberi perlindungan terhadap infeksi, selalu
segar, bersih dan siap untuk diminum. Tanda ASI cukup :
1) Bayi kencing 6 kali dalam 24 jam.
2) Bayi sering buang air besar berwarna kekuningan
3) Bayi tampak puas, sewaktu-waktu merasa lapar, bangun dan
tidur cukup
4) Bayi menyusui 10-11 kali dalam 24 jam.
5) Payudara ibu terasa lembut dan kosong setiap kali
menyusui. 6) Ibu dapat merasakan geli karena aliran ASI.
6) Bayi bertambah berat badannya.
g. Senggama Secara fisik aman untuk mulai berhubungan suami
istri begitu darah merah berhenti dan ibu dapat memasukkan
satu atau dua jarinya ke dalam vagina tanpa rasa nyeri. Begitu
darah merah berhenti dan tidak merasakan ketidaknyamanan,
aman untuk melakukan hubungan suami istri kapan saja ibu siap
h. Istirahat Sarankan ibu untuk tidur siang atau tidur selagi bayi
tidur. Kurang istirahat akan mempengaruhi ibu dalam beberapa
hal yaitu mengurangi jumlah ASI yang diproduksi,
memperlambat proses involusio dan memperbanyak jumlah
perdarahan, menyebabkan depresi dan ketidakmampuan
merawat bayi sendiri.
i. Pemeriksaan pasca persalinan Pemeriksaan pasca persalinan
meliputi pemeriksaan umum, keadaan umum, payudara, dinding
abdomen, sekret vagina, keadaan alat kandungan.
j. Kebersihan Anjurkan ibu membersihkan daerah kelamin dengan
sabun dan air mulai depan kebelakang yaitu dari vulva ke anus.
Sarankan untuk mengganti pembalut minimal 2x sehari,
sarankan ibu untuk mencuci tangan dengan sabun dan air
sebelum dan sesudah membersihkan alat kelaminnya. Jika ibu
mempunyai luka episiotomi atau laserasi sarankan untuk tidak
menyentuh luka tersebut.
k. Keluarga Berencana Idealnya pasangan harus menunggu 2 tahun
lagi sebelum ibu hamil lagi. Pada umumnya metode KB dapat
dimulai 2 minggu setelah melahirkan. Sebelum menggunakan
KB hal-hal berikut sebaiknya dijelaskan yaitu bagaimana
efektivitasnya, kelebihan / keuntungan, efek samping, cara
menggunakan metode itu, kapan mulai digunakan dan waktu
kontrolnya.
l. Nasehat untuk Ibu Nifas
1) Fisioterapi post natal sangat baik bila diberikan
2) Sebaiknya bayi disusui
3) Kerjakan gymnastic sehabis bersalin
4) Untuk kesehatan ibu dan bayi, serta keluarga sebaiknya
melakukan KB untuk menjarangkan anak.
5) Bawalah bayi anda untuk memperoleh imunisasi.
m. Latihan/senam nifas Senam nifas adalah senam yang
dilakukan ibu setelah melahirkan dan keadaan tubuhnya pulih
kembali. Senam nifas bertujuan untuk mempercepat
penyembuhan, mencegah timbulnya komplikasi, serta
memulihkan dan menguatkan otot-otot punggung, otot dasar
panggul dan otot abdomen (Nanny, 2011).
1.5 Intervensi Keperawatan

No Diagnosa Tujuan Kriteria Hasil Intervensi


Keperawatan
1 Nyeri Akut Setelah Tingkat nyeri (L.08066) Manajemen Nyeri (1.08238)
(D.0077) dilakukan Meningkat Cukup Sedang Cukup Menurun Observasi:
Nyeri Akut tindakan meningk menurun - Identifikasi lokasi, karakteristik,
berhubungan keperawatan at durasi.
Keluhan 1 2 3 4 5
dengan Luka selama 1 x 24 - Identifikasi tanda-tanda vital klien
nyeri
Insisi jam Meringis 1 2 3 4 5 -Identifikasi skala nyeri
Gelisah 1 2 3 4 5
diharapkan -Identifikasi faktor yang
nyeri memperberat dan memperingan
berkurang nyeri
Terapeutik:
-Berikan teknik nonfarmakologis
untuk mengurangi rasa nyeri (mis.
Tarik nafas dalam)
Edukasi:
-Jelaskan penyebab, periode, dan
pemicu nyeri
-Ajarkan teknik nonfarmakologis
untuk mengurangi rasa nyeri (tarik
nafas dalam)
Kolaborasi:
-Kolaborasi pemberian analgetik, jika
perlu
2 Gangguan Setelaah Mobilitas Fisik (L.05042) Dukungan Mobilisasi (1.05173)
Mobilitas dilakukan Menurun Cukup Sedang Cukup Meningkat Observasi:
Fisik (D. tindakan menuru meningkat - identifikasi adanya nyeri atau keluhan
0054) keperawatan n fisik lainnya
Pergerak 1 2 3 4 5
Gangguan selama 1x3 - identifikasi toleransi fisik melakukan
kan
mobilitas fisik jam pergerakkan
ekstremit
berhubungan diharapkan - Monitor TTV
as
dengan Bedres Gangguan Kekuatan 1 2 3 4 5 Terapeutik:

Mobilitas Fisik otot - Fasilitasi aktivitas mobilisasi dengan


Retan 1 2 3 4 5
alat bantu (mis. pagar tempat tidur)
berkurang gerak
- Fasilitasi melakukan pergerakkan, jika
(ROM)
Meningkat Cukup Sedang Cukup Menurun perlu

meningk Menurun Edukasi:


at - Jelaskan tujuan dan prosedur
Nyeri 1 2 3 4 5 mobilisasi
- Anjurkan melakukan mobilisasi dini
3 Gangguan Setelah Menuru Cuku Sedan Cuku Mening Katerisasi urine (1.04148)
Eleminasi dilakukan n p g p kat Observasi :
Urin (D. tindakan menur menin - Periksa kondisi pasien (mis,
0040) keperawatan un gkat kesadaran , tanda-tanda vital,
Gangguan 1x 2 jam Sensasi 1 2 3 4 5 daerah perineal, distensi kandung
Eleminasi gangguan berkemih kemih, inkotenesia urine , reflek
Urine eleminasi urin berkemih )
Meningk Cukup Sedang Cukup Menurun
berhubungan berkurang Terapeutik :
at Mening Menur
dengan - Siapkan peralatan, bahan-bahan
kat un
ketidakmampu dan ruanagan tindakan
an miksi Desakan 1 2 3 4 5 - Siapkan pasien : bebaskan
berkemih pakaian bawah dan posisikan
Distensi 1 2 3 4 5 dorsal rekumben (untuk wanita)
kandung dan supine (untuk laki-laki)
kemih - Pasang sarung tangan
Eleminasi Urine (L.04034)
- Bersihkan daerah parineal atau
preposium dengan NaCL atau
aquades
- Lakukan insersi kateter urin
dengan urine bag
- Isi balon dengan NaCL 0,9%
sesuai anjuran pabrik
- Fiksasi selang kateter diatas
simpisis atau paha
- Pastikan kantung urine
ditempatkan lebih rendah
1.6 Tujuan
1. Mengetahui definisi perawatan luka post SC
2. Memahami tujuan perawatan luka post SC
3. Mengetahui manfaat perawatan luka post SC
4. Mengetahui prosedur perawatan luka post SC
1.7 Sasaran
Pasien di Ruangan Sayu Wiwit RSD Blambangan Banyuwangi
1.8 Materi
1. Pengertian dari perawatn luka post SC
2. Tujuan perawatan luka post SC
3. Manfaat perawatan luka post SC
4. Prosedur perawatan luka post SC
1.9 Metode
Praktikum, Diskusi dan Bedside Teaching
1.10 Media
Persiapan Alat
a. Seperangkat set perawatan luka steril
(1) Sarung tangan steril
(2) Pinset 3 (2 anatomis, 1 sirurgis)
(3) Gunting (menyesuaikan kondisi luka)
(4) Balutan kassa dan kassa steril
(5) Kom untuk larutan antiseptic/larutan pembersih
(6) Salep antiseptic (bila diperlukan)
(7) Lidi kapas
b. Larutan pembersih yang diresepkan (Nacl, Wound Cleanser, dll)
c. Gunting perban / plester
d. Sarung tangan sekali pakai
e. Plester, pengikat, atau balutan sesuai kebutuhan
f. Bengkok
g. Perlak pengalas
h. Kantong untuk sampah
i. Korentang steril
j. Alcohol 70% atau alcohol sweap
k. Troli / meja dorong
1.11 Proses
Langkah-langkah yang diperlukan dalam Bedside Teaching adalah
sebagai berikut: 1.Pemaparan masalah klien
Perceptor kontrak dengan 2.Tindakan untuk mengatasi masalah
klien, klien.
kontrak dengan mahasiswa
dan berbagi peran 3.Alat-alat yang diperlukan untuk
tindakan

Pelaksanaan BST : 4.Prosedur tindakan (persiapan


pelaksanaan – terminasi)
Langkah-langkah dalam
tindakan : persiapan – 5.Aturan ketika bertemu dengan klien
pelaksanaan – terminasi )

Tanyakan pasien apakah ada Memberikan edukasi, menjawab


pertanyaan pertanyaan dan penutupan

Tanya jawab dengan umpan balik


kelompok
1. Persiapan
a. Penetapan kasus minimal 1 hari sebelum waktu pelaksanaan
bedside teaching.
b. Pemberian informed consent kepada klien dan keluarga.
c. Pembagian peran dalam tim mahasiswa.
2. Pelaksanaan BST
a. Penjelasan tentang klien oleh perceptor dalam hal ini penjelasan
difokuskan pada masalah keperawatan dan rencana tindakan yang
akan dilaksanakan dan memiliki prioritas yang perlu didikusikan.
b. Diskusi antar anggota tim tentang kasus tersebut.
c. Pemberi justifikasi oleh perceptor tetang masalah klien serta
rencana tindakan yang akan dilakukan.
d. Tindakan keperawatan pada masalah prioritas yang telah ada akan
ditetapkan.
3. Pasca BST
Mendikusikan hasil temuan dan tindakan pada klien tersebut serta
menetapkan tindakan yang perlu dilakukan
1.12 Waktu dan tempat
Hari / Tanggal : Rabu, 28 April 2021
Waktu : 10.00 wib
Tempat : RSUD Blambangan, Ruang Sayu Wiwit
1.13 Peran Masing-masing Anggota Tim
a. Peran perawat (perceptor)
- Menjelaskan data pasien yang mendukung masalah pasien
- Menjelaskan diagnosis keperawatan
- Menjelaskan intervensi yang dilakukan
- Menjelaskan hasil yang didapat
- Menjelaskan rasional dari tindakan yang diambil
- Menggali masalah-masalah yang belum terkaji
1.14 Kriteria Evaluasi.
a. Bagaimana koordinasi dan persiapan BST
b. Bagaimana peran perawat primer pada saat BST
1.15 Kegiatan Bedside Teaching
1. Tahapan Pra-BST
a. Preparation
b. Planning
c. Briefing yaitu 4P 1R
1) Problem : Masalah yang ditemukan pada klien
2) Practice : Tindakan yang akan dilakukan terkait masalah
klien
3) Preparation : Persiapan alat, persiapan pasien, persiapan
lingkungan
4) Procedure : Prosedur pelaksanaan
5) Role : aturan yang disampaikan oleh pembimbing klinik
2. Round yaitu fase kerja (Pelaksanaan) dan fase terminasi (evaluasi)
3. Post round yaitu evaluasi dari pembimbing klinik terhadap tindakan
yang dilakukan.
1.16 Penutup
Demikianlah proposal ini kami buat dengan sebenar-benarnya,
kiranya dapat dijadikan masukan dalam pengembangan dan
pengaplikasian metode pembelajaran.

Banyuwangi, 27 April 2021


Mengetahui,
Pembimbing Klinik Ketua Kelompok,

(..........................................................) (.........................................................)

Mengetahui,

Kepala Ruang Sayu Wiwit RSD Blambangan

(...........................................................)
LAPORAN HASIL BED SIDE TEACHING

1) Proses
Langkah-langkah yang diperlukan dalam Bedside Teaching adalah
sebagai berikut:
1.Pemaparan masalah klien
Perceptor kontrak dengan
klien, 2.Tindakan untuk mengatasi masalah
kontrak dengan mahasiswa klien.
dan berbagi peran
3.Alat-alat yang diperlukan untuk
tindakan
Pelaksanaan BST :
4.Prosedur tindakan (persiapan
Langkah-langkah dalam pelaksanaan – terminasi)
tindakan : persiapan –
pelaksanaan – terminasi ) 5.Aturan ketika bertemu dengan klien

Memberikan edukasi, menjawab


Tanyakan pasien apakah ada
pertanyaan dan penutupan
pertanyaan

Tanya jawab dengan umpan balik


kelompok
1.1 Persiapan

a. Pemberian informed consent kepada klien dan keluarga (terlampir)

b. Pembagian peran dalam tim mahasiswa

1.2 Pelaksanaan BST waktu dan Tempat


a. Hari / Tanggal : Rabu, 28 April 2021

b. Waktu : 10.00-selesai

c. Tempat : Ruang Sayu Wiwit RSUD Blambangan

1.3 Peran Masing-masing anggota tim


a. Peran perawat (perceptor)
- Menjelaskan diagnosa medis
Ny. K dengan diagnosa medis Post SC
- Menjelaskan intervensi yang dilakukan yang terdiri dari
Pemeriksaan ttv, pemeriksaan masa nifas (pemeriksaan TFU,
kontraksi uterus, pemeriksaan lochea) dan perawatan luka post
operasi Caesar

- Menjelaskan rasional dari tindakan yang diambil yaitu

1. Pemeriksaan ttv yaitu R/ untuk mengetahui apakah tanda-tanda


vital pasien dalam batas normal/tidak.

2. Pemeriksaan TFU yaitu R/ untuk mengetahui tinggi fundus


uteri.

3. Pemeriksaan kontraksi uterus yaitu R/ untuk mengetahui


kontraksi uterus normal/tidak.

4. Pemeriksaan lochea yaitu R/ untuk mengetahui nifas


normal/tidak.
5. Perawatan luka post SC yaitu R/ untuk melihat kondisi luka
jahitan Post SC (membaik, tidak membaik, terdapat infeksi
atau tidak).
b. Peran perawat (mahasiswa)
- Menjelaskan data pengkajian yang mendukung
1. Keluhan utama yaitu Nyeri
2. Keluhan saat pengkajian yaitu Nyeri di abdomen
bekas luka jahitan post SC
3. Keadaan umum yaitu lemah, ekspresi wajah tampak
meringis
4. Tanda-tanda vital :
TD : 120/80 mmHg

N : 72 x/menit

RR : 24x/menit S

S : 36,5 c
5. Pemeriksaan TFU yaitu didapatkan hasil TFU 2 jari diatas
umbilikal.

6. Pemeriksaan Kontraksi Uterus yaitu didapatkan hasil teraba


pembesaran pada uterus dan terdapat kontraksi uterus

7. Perawatan luka post SC yaitu didapatkan hasil luka post SC


baik, tidak terdapat tanda-tanda infeksi seperti pus dan lain
sebagainya.

8. Pemeriksaan lochea yaitu didapatkan hasil lochea berwana


merah pada hari ke dua masa post SC atau disebut dengan
lochea rubra.

- Menjelaskan diagnosa keperawatan yang dimunculkan

1. Nyeri Akut berhubungan dengan luka insisi


2. Gangguan Mobilitas Fisik berhubungan dengan Bedrest
3. Gangguan Eliminasi Urine berhubungan dengan
ketidakmampuan miksi
- Menjelaskan intervensi keperawatan yang akan dilakukan
1. Lakukan pemeriksaan TTV
2. Lakukan Masa Nifas (Pemeriksaan TFU, kontraksi uterus dan
pemeriksaan lochea)
3. Lakukan perawatan luka Post SC

1.4 Kriteria Evaluasi

- Bagaimana koordinasi dan persiapan BST

1. Koordinasi dan perisapan BST berjalan dengan


cukup baik

- Bagaimana peran perawat primer pada saat pelaksanaan BST

1. Melakukan tindakan keperawatan yang terdiri dari


pemeriksaan TTV (Tanda-tanda Vital), Masa Nifas dan
Perawatan Luka Post SC

a. Hasil TTV
TD : 120/80 mmHg

N : 72x/menit

RR : 24x/menit

S : 36,5 c

b. Hasil Pemeriksaan Kontraksi Uterus yaitu didapatkan hasil


kontraksi uterus baik.

c. Pemeriksaan TFU yaitu didapatkan hasil TFU 2 jari di atas


umbilikal

d. Perawatan luka post SC yaitu didapatkan hasil observasi keadaan


luka baik, dan tidak terdapat pus pada luka

e. Pemeriksaan lochea yaitu didapatkan hasil lochea berwarna


merah pada hari kedua atau disebut dengan lochea rubra

2) Kegiatan Bedside Teaching


a. Tahapan Pra-BST
3) Preparation
Perseptor kontrak waktu dengan pasien pada hari Rabu, 28 April
2021 pukul 10.00-selesai di ruang Sayu Wiwit RSUD Blambangan.

4) Planning
Persiapan alat yang akan digunakan untuk melakukan tindakan (TTV,
TFU, kontraksi uterus, lochea dan perawatan luka post SC).
5) Briefing yaitu 4P 1R
a. Problem : masalah yang ditemukan pada klien
- Nyeri Akut berhubungan dengan luka insisi
- Gangguan Mobilitas Fisik berhubungan dengan Bedrest
- Gangguan Eliminasi Urine berhubungan dengan ketidakmampuan miksi
b. Practice : tindakan yang akan dilakukan terkait masalah klien Pengkajian,
Pemeriksaan tanda-tanda vital, Pemeriksaan Kontraksi Uterus, Pemeriksaan
TFU, perawatan luka post SC, dan Pemeriksaan lochea.
c. Preparation : persiapan alat, persiapan pasien, persiapan lingkungan
1. Persiapan alat TTV
- Tensimeter
- Stetoskop
- Termometer
- Alcohol swab
- Jam tangan
- Alat tulis
2. Persiapan alat pemeriksaan TFU, Kontraksi Uterus, dan Lochea
- Handscoon
- Alat tulis
3. Persiapan alat Perawatan luka post SC
- Handscoon bersih 2 pasang
- Handscoon steril 2 pasang
- Alcohol swab
- Cairan NaCl
- Bengkok
- Cucing
- Kassa Steril
- Pinset chirugis
- Pinset anatomis
- Hypavix
d. Prosedure (isi prosedure terdapat di bagian round)

e. Role : aturan yang disampaikan oleh pembimbing klinik yaitu Perseptor


membagi peran kepada setiap mahasiswa, setiap mahasiswa
mendapatkan 1 tindakan.

- Pemeriksaan TTV (Rina)


- Pemeriksaan TFU, Kontraksi Uterus, dan lochea (Qiamah Salsabilla)
- Perawatan luka post SC (Ni Luh Putu Apriliani dan Dila Ramadhani B)

6) Round
a. Pemeriksaan TTV
1. Persiapan alat TTV :
- Tensimeter
- Stetoskop

- Termometer

- Alcohol swab

- Jam tangan

- Alat tulis

2. Persiapan Klien
- Berikan salam, perkenalkan diri anda, identifikasi klien dengan
memeriksa identitas dengan cermat
- Jelaskan tentang prosedure yang akan dilakukan, berikan kesempatan
kepada klien untuk bertanya dan jawab seluruh pertanyaan klien
- Atur ventilasi dan sirukulasi udara yang baik
- Atur posisi klien sehingga merasa nyaman
3. Prosedur pelaksanaan

- Beri tahu klien bahwa tindakan akan segera dimulai


- Posisikan pasien senyaman mungkin
- Periksa TTV
- Rapikan klien ke posisi semula
- Beritahu bahwa tindakan telah selesai
4. Evaluasi
- Beritahu pasien hasil dari pemeriksaan
- Beri reinforcement positif pada ibu post partum
- Kontrak pertemuan selanjutnya
- Mengakhiri pertemuan dengan baik
5. Dokumentasi
- Tanggal atau jam dilakukan tindakan
- Nama tindakan & Hasil
- Respon klien selama tindakan
- Nama dan paraf perawat
b. Pemeriksaan TFU, Pemeriksaan Kontraksi Uterus, dan Pemeriksaan
Lochea
1. Persiapan alat Pemeriksaan TFU, Pemeriksaan Kontraksi Uterus,
dan Pemeriksaan Lochea

- Handscoon

- Alat tulis

2. Persiapan Klien dan Lingkungan

- Berikan salam, perkenalkan diri anda identifikasi klien dengan


memeriksa identitas dengan cermat

- Jelaskan tentang prosedur yang akan dilakukan, berikan kesempatan


kepada klien untuk bertanya dan jawab seluruh pertanyaan klien

- Atur ventilasi dan sirkulasi udara yang baik

- Atur posisi klien sehingga merasa aman nyaman

- Jaga privasi klien dengan menutup sketsel serta atur pencahayaan

3. Prosedur pelaksanaan

- Komunikasikan dengan baik kepada klien atau keluarga, bersikap


ramah serta memperkenalkan diri

- Menanyakan identitas klien

- Mengukur TFU 2 jari di atas umbilikal

- Meraba posisi uterus

- Mengidentifikasi perdarahan nifas, normal rubra


4. Evaluasi

- Beritahu pasien hasil dari pemeriksaan

- Beri reinforcement positif pada ibu hamil

- Kontrak pertemuan selanjutnya

- Mengakhiri pertemuan dengan baik


5. Dokumentasi

- Tanggal atau jam dilakukan tindakan


- Nama tindakan & Hasil

- Respon klien selama tindakan

- Nama dan paraf perawat

c. Perawatan Luka Post SC

1. Persiapan alat Perawatan Luka Post SC

- Handscoon bersih 2 pasang

- Handscoon steril 2 pasang

- Alcohol swab

- Cairan NaCl

- Bengkok

- Cucing

- Kassa Steril

- Pinset chirugis

- Pinset anatomis

- Hypavix

2. Persiapan Klien & Lingkungan

- Berikan salam, perkenalkan diri anda identifikasi klien dengan


memeriksa identitas dengan cermat.
- Jelaskan tentang prosedur yang akan dilakukan, berikan
kesempatan kepada klien untuk bertanya dan jawab seluruh
pertanyaan klien.
- Siapkan peralatan yang diperlukan.
- Atur ventilasi dan sirkulasi udara yang baik.
- Atur posisi klien sehingga merasa aman nyaman.
- Jaga privasi klien dengan menutup sampiran.
3. Prosedur Pelaksanaan
- Memberikan kesempatan pada klien untuk bertanya sebelum kegiatan
dimulai.
- Susun semua peralatan yang diperlukan di troli dekat pasien
(jangan membuka peralatan steril dulu).
- Letakkan bengkok di dekat pasien.
- Jaga privasi pasien, dengan menutup tirai yang ada di sekkitar pasien,
serta pintu dan jendela, atur pencahayaan, atur ventilasi.
- Mengatur posisi klien, instruksikan pada klien untuk tidak menyentuh
area luka atau peralatan steril.
- Mencuci tangan secara seksama
- Pasang perlak pengalas
- Gunakan sarung tangan bersih sekali pakai dan lepaskan plester,
ikatan atau balutan dengan pinset
- Lepaskan plester dengan melepaskan ujung dan menariknya dengan
perlahan, sejajar pada kulit dan mengarah pada balutan. Jika masih
terdapat plester pada kulit, bersihkan dengan kapas alcohol
- Dengan sarung tangan atau pinset, angkat balutan, pertahankan
permukaan kotor jauh dari penglihatan klien
- Jika balutan lengket pada luka, lepaskan dengan memberikan larutan
steril /NaCl
- Observasi karakter dan jumlah drainase pada balutan
- Buang balutan kotor pada bengkok
- Lepas sarung tangan dan buang pada bengkok
- Buka bak instrument steril
- Siapkan larutan yang akan digunakan
- Kenakan sarung tangan steril
- Inspeksi luka (dolor, rubor, kalor, tumor, adanya pus, bau)
- Bersihkan luka dengan larutan antiseptik yang diresepkan atau larutan
garam fisiologis
- Pegang kassa yang dibasahi larutan tersebut dengan pinset steril
- Gunakan satu kassa untuk satu kali usapan
- Bersihkan dari area kurang terkontaminasi ke area terkontaminasi
- Gerakan dengan tekanan progresif menjauh dari insisi atau tepi luka
- Gunakan kassa baru untuk mengeringkan luka atau insisi. Usap
dengan cara seperti di atas
- Berikan salp antiseptic bila dipesankan / diresepkan, gunakan tehnik
seperti langkah pembersihan
- Pasang kassa steril kering pada insisi atau luka
- Gunakan plester di atas balutan,fiksasi dengan ikatan atau balutan
- Lepaskan sarung tangan dan buang pada tempatnya
- Bantu klien pada posisi yang nyaman
4. Dokumentasi

- Tanggal atau jam dilakukan tindakan

- Nama tindakan & Hasil

- Respon klien selama tindakan

- Nama dan paraf perawat

7) Post round
Perseptor memberikan feedback kepada mahasiswa antara lain:

1. Saat pemeriksaan Tekanan darah sebaiknya stetoskop di taruh di dalam


kerudung agar hasilnya lebih akurat

2. Perhatikan prinsip steril dan bersih


8) Penutup
Demikianlah proposal ini kami buat dengan sebenar-benarnya,
kiranya dapat dijadikan masukan dalam pengembangan dan
pengaplikasian metode pembelajaran.
Banyuwangi, 27 April 2021
Mengetahui,
Pembimbing Klinik Ketua Kelompok,

(.......................................................... (.........................................................)
)

Mengetahui,

Kepala Ruang Sayu Wiwit RSD Blambangan

(...........................................................)
Lampiran

LEMBAR PERSETUJUAN TINDAKAN


(INFORMED CONSENT)

Saya yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama :

Tempat / Tanggal Lahir :

Alamat :

Bersama ini menyatakan kesediaannya untuk dilakukan tindakan


pemeriksaan yang meliputi anamnesa, pemeriksaan fisik, pemeriksaan
laboratorium bila ada indikasi serta prosedur asuhan pelayanan pada diri saya
yang akan dilakukan oleh mahasiswa profesi Ners Stikes Banyuwangi dimana
akan didampingi juga oleh petugas kesehatan RSUD Blambangan selama proses
praktik .
Demikian surat persetujuan ini saya buat tanpa paksaan dari pihak
manapun dan agar dapat di pergunakan sebagaimana mestinya .

Banyuwangi, April 2021

Pembuat pernyataan

(…………………………..)
DAFTAR PUSTAKA

Janah Nurul. (2017). Manajemen Asuhan Kebidanan Intranatal Care Gestasi 38–
40 Minggu Dengan Asuhan Persalinan Normal. Retrieved from
http://www.albayan.ae. (Diakses pada tanggal 04 Oktober 2018).

Manuaba I. 2012. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan, dan KB, Jakarta: EGC.

Maryunani Anik. (2013). Nyeri dalam persalinan “teknik dan cara


penanganannya”. Jakarta: Trans Info Media.

Mitayani. (2013). Analisa Indikasi Dilakukan Persalinan Sectio Caesarea di RSUP


Dr.SoeradjiTirtonrgoroKlaten.http://eprints.ums.ac.id/25659/Naskah_publik
asi.pdf.(Diakses pada tanggal 04 Oktober 2018).

Nanny, Vivian. (2012). Asuhan kehamilan untuk kebidanan. Jakarta : Salemba


Medika.

Nugroho, T (2012). Patologi Kebidanan. Yogyakarta : Nuha Medika Varney


Helen, Jan M. Kriebs.Carolyn L. Gregor. 2010: Buku Ajar Asuhan
Kebidanan, Volume 2. Jakarta: EGC. 2010. h. 7888-92

PPNI. (2018a). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (Edisi 1). Dewan


Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

PPNI. (2018b). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (Edisi 1). Dewan


Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

PPNI. (2018c). Standar Luaran Keperawatan Indonesia (Edisi 1). Dewan


Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

Sarwono (2012) ilmu kebidanan edisi 4 cetakan 2. Jakarta : Yayasan Bina


Pustaka.

Anda mungkin juga menyukai