Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN

A. Tinjauan Teoritis Sectio Caesarea


1. Definisi
Sectio Caesarea Sectio Caesarea adalah pembedahan untuk
melahirkan janin dengan membuka dind ing perut dan dinding uterus
atau vagina atau suatu histerotomi untuk melahirkan janin dari dalam
rahim. (Porwoastuti, 2015).
Sectio Caesarea adalah suatu persalinan buatan, dimana janin
dilahirkan melalui suatu insisi pada dinding perut dan dinding rahim
dengan syarat rahim dalam keadaan utuh serta berat janin diatas 500
gram. (Wiknjosastro, 2005 dikutip dalam Jitowiyono & Kristiyanasari,
2010).

2. Etiologi Sectio Caesarea


a. Indikasi yang berasal dari ibu (etiologi)
Adalah pada primigravida dengan kelainan letak, primi para tua
disertai kelainan letak ada, disproporsi sefalo pelvik (disproporsi
janin/panggul) ada, sejarah kehamilan dan persalinan yang buruk,
terdapat kesempitan panggul, Plasenta previa terutama pada
primigravida, solutsio plasenta tingkat I – II, komplikasi kehamilan
yang preeklampsia-eklampsia, atas permintaan, kehamilan yang
disertai penyakit (jantung, DM), gangguan perjalanan persalinan (kata
ovarium, mioma uteri dan sebagainya).
b. Indikasi yang berasal dari janin
Fetal distress / gawat janin, mal presentasi dan mal posisi
kedudukan janin, prolapsus tali pusat dengan pembukaan kecil,
kegagalan persalinan vakum atau forseps ekstraksi. (Oxorn, Harry &
Forte, & R. William, 2010) dalam (Hasandianasari, 2017).
Penyebab persalinan dengan bedah caesar ini bisa dikarenakan
masalah dipihak ibu maupun bayi. Terdapat dua keputusan bedah
caesar. Pertama, keputusan bedah caesar yang sudah didiagnosa
sebelumnya. Penyebabnya antara lain, ketidakseimbangan ukuran
kepala bayi dan panggul ibu (panggul sempit, anak besar, letak dahi,
letak muka, dsb), keracunan kehamilan yang parah, preeklampsia,
berat atau eklampsia, kelainan letak bayi (sungsang, lintang), sebagian
kasus mulut rahim tertutup plasenta (plasenta previa), bayi kembar,
kehamilan pada ibu berusia lanjut, sejarah bedah caesar pada
kehamilan sebelumnya, ibu menderita penyakit tertentu dan infeksi
saluran persalinan.
Kedua adalah keputusan yang diambil tiba-tiba karena tuntutan
kondisi darurat. Meski sejak awal tidak ada masalah apapun dan
diprediksi persalinan bisa dilakukan dengan normal, ada kalanya
karena satu dan lain hal timbul selama proses persalinan. Contoh
penyebab kasus ini antara lain, plasenta keluar dini, persalinan
berkepanjangan, bayi belum lahir lebih dari 24 jam sejak ketuban
pecah, kontraksi terlalu lemah, dsb (M.T. Indriyati, 2012 dalam
Aprina & Anita Puri, 2016).
c. Kontra Indikasi Bedah Sectio Caesarea
1) Kalau janin sudah mati atau berada dalam keadaan jelek sehingga
kemungkinan hidup kecil. Dalam keadaan ini tidak ada alasan
untuk melakukan operasi berbahaya yang tidak diperlukan.
2) Kalau janin lahir ibu mengalami infeksi yang luas dan fasilitas
untuk caesarea extraperttoneal tidak tersedia.
3) Kalau dokter bedahnya tidak berpengalaman. Kalau keadaanya
tidak menguntungkan bagi pembedahan, atau kalau tidak tersedia
tenaga asisten yang memadai (Oxom & Forte, 2010 dikutip dalam
Anwar, 2017).

3. Jenis - Jenis Operasi Sectio Caesarea


a. Abdomen (sectio caesarea abdominalis)
1) Sectio caesarea transperitonealis
a) SC klasik atau corporal (dengan insisi memanjang pada corpus
uteri)
Dilakukan dengan membuat sayatan memanjang pada corpus uteri
kirakira 10 cm.
Kelebihan:
 Mengeluarkan janin dengan cepat
 Tidak mengakibatkan komplikasi kandung kemih tertarik
 Sayatan blas diperpanjang proksimal atau distal
Kekurangan:
 Infeksi mudah menyebar secara intra abdominal karena tidak
ada
 reperitonealis yang baik Untuk persalinan yang berikutnya
lebih sering terjadi rupture uteri
 spontan
b) SC ismika atau profundal (low servical dengan insisi pada segmen
bawah rahim)
Dilakukan dengan melakukan sayatan melintang konkat pada
segmen bawah rahim (low servical transversal) kira-kira 10 cm.
Kelebihan:
Penjahitan luka lebih mudah
 Penutupan luka dengan reperitonealisasi yang baik
 Tumpang tindih dari peritoneal flap baik sekali untuk menahan
penyebaran isi uterus ke rongga peritoneum
 Perdarahan tidak begitu banyak
 Kemungkinan rupture uteri spontan berkurang atau lebih kecil
Kekurangan:
 Luka dapat melebar ke kiri, kanan, dan bawah sehingga dapat
menyebabkan uteri uterine pecah sehingga mengakibatkan
perdarahan banyak
 Keluhan pada kandung kemih post operasi tinggi.
c) SC ektra peritonealis adalah tanpa membuka peritoneum parietalis
dengan demikian tidak membuka cavum abdominal.
b. Vagina (Sectio Caesarea Vaginalis)
Menurut sayatan pada rahim, section caesarea dapat dilakukan
sebagai berikut:
a. Sayatan memanjang (longitudinal)
b. Sayatan melintang (transversal)
c. Sayatan huruf T (T insiction) (Padila, 2015)

4. Komplikasi
Kemungkinan yang timbul setelah dilakukan operasi ini antara lain:
1. Infeksi Puerperal (Nifas)
a. Ringan, dengan suhu meningkat dalam beberapa hari
b. Sedang, suhu meningkat lebih tinggi disertai dengan dehidrasi
dan perut sedikit kembung
c. Berat, peritonealis, sepsis dan usus paralitik
2. Perdarahan
a. Banyak pembuluh darah yang terputus dan terbuka
b. Perdarahan pada plasenta bed
c. Luka kandung kemih, emboli paru dan keluhan kandung kemih
bila peritonealisasi terlalu tinggi
d. Kemungkinan rupture tinggi spontan pada kehamilan
berikutnya. (padila, 2015)

5. Pemeriksaan Diagnostik
Pemantauan janin terhadap kesehatan janin
a. Pemantauan EKG
b. JDL dengan diferensial
c. Elektrolit
d. Hemoglobin/Hematokrit
e. Golongan dan pencocokan silang darah
f. Urinalisis
g. Amniosentesis terhadap maturitas paru janin sesuai indikasi
h. Pemeriksaan sinar x sesuai indikasi
i. Ultrasound sesuai pesanan
(Tucker,Susan Martin,1998 dikutip dalam Indriyani, 2018)

6. Penatalaksanaan Medis
a. Perawatan Pre Operasi Sectio Caesarea
1) Persiapan Kamar Operasi
2) Kamar operasi telah dibersihkan dan siap untuk dipakai
3) Peralatan dan obat-obatan telah siap semua termasuk kain operasi
b. Persiapan Pasien
1) Pasien telah dijelaskan tentang prosedur operasi
2) Informed consent telah ditanda tangani oleh pihak keluarga pasien
3) Perawat memberi support kepada pasien
4) Daerah yang akan di insisi telah dibersihkan (rambut pubis di cukur
dan sekitar abdomen telah dibersihkan dengan antiseptik)
5) Pemeriksaan tanda-tanda vital dan pengkajian untuk mengetahui
penyakit yang pernah di derita oleh pasien
6) Pemeriksaan laboratorium (darah, urine)
7) Pemeriksaan USG
8) Pasien puasa selama 6 jam sebelum dilakukan operasi
c. Perawatan Post Operasi Sectio Caesarea
1) Analgesia
a) Wanita dengan ukuran tubuh rata-rata dapat disuntik 75 mg
Meperidin (intra muskuler) setiap 3 jam sekali, bila diperlukan
untuk mengatasi rasa sakit atau dapat disuntikan dengan cara
serupa 10mg morfin.
b) Wanita dengan ukuran tubuh kecil, dosis Meperidin yang diberikan
adalah 50 mg.
c) Wanita dengan ukuran besar, dosis yang lebih tepat adalah 100 mg
Meperidin.
d) Obat-obatan antiemetik, misalnya protasin 25 mg biasanya
diberikan bersama-sama dengan pemberian preparat narkotik.
2) Tanda-Tanda Vital
Tanda-tanda vital harus diperiksa 4 jam sekali, perhatikan tekanan
darah, nadi jumlah urine serta jumlah darah yang hilang dan keadaan
fundus harus diperiksa.
3) Terapi cairan dan diet
Untuk pedoman umum, pemberian 3 liter larutan RL, terbukti sudah
cukup selama pembedahan dan dalam 24 jam pertama berikutnya,
meskipun demikian,jika output urine jauh di bawah 30 ml/jam, pasien
harus segera di evaluasi kembali paling lambat pada hari kedua.
4) Vesika Urinarius dan Usus
Kateter dapat dilepaskan setelah 12 jam, post operasi atau pada
keesokan paginya setelah operasi. Biasanya bising usus belum
terdengar pada hari pertama setelah pembedahan, pada hari kedua
bising usus masih lemah, dan usus baru aktif kembali pada hari ketiga.
5) Ambulasi
Pada hari pertama setelah pembedahan, pasien dengan bantuan
perawatan dapat bangun dari tempat tidur sebentar, sekurang-kurang 2
kali pada hari kedua pasien dapat berjalan dengan pertolongan.
6) Perawatan Luka
Luka insisi di inspeksi setiap hari, sehingga pembalut luka yang
alternative ringan tanpa banyak plester sangat menguntungkan, secara
normal jahitan kulit dapat diangkat setelah hari ke empat setelah
pembedahan. Paling lambat hari ketiga post partum, pasien dapat
mandi tanpa membahayakan luka insisi.
7) Laboratorium
Secara rutin hematokrit diukur pada pagi setelah operasi hematokrit
tersebut harus segera di cek kembali bila terdapat kehilangandarah
yang tidak biasa atau keadaan lain yang menunjukkan hipovolemia.
8) Perawatan Payudara
Pemberian ASI dapat dimulai pada hari post operasi jika ibu
memutuskan tidak menyusui, pemasangan pembalut payudara yang
mengencangkan payudara tanpa banyak menimbulkan kompesi,
biasanya mengurangi nyeri.
9) Memulangkan Pasien Dari Rumah Sakit
Seorang pasien yang baru melahirkan mungkin lebih aman bia
diperbolehkan pulang dari rumah sakit pada hari keempat dan ke lima
post operasi, aktivitas ibu seminggunya harus dibatasi hanya untuk
perawatan bayinya dengan bantuan orang lain. (Jatowiyono, S &
Kristiyanasari, 2010)

B. Asuhan Keperawatan Perioperatif Sectio Sesarea


1. Proses Keperawatan Preoperatif Sectio Sesarea
Diruang prabedah (ruang sementara), perawat melakukan pengkajian
ringkas mengenai kondisi fisik pasien dan kelengkapan yang berhubungan
dengan pembedahan. Diagnosis keperawatan individu bergantung pada
pengkajian keperawatan. Tinjau rekam medik untuk merencanakan
kebutuhan pasien yang spesifik dalam hubungan dengan pendekan bedah
yang direncanakan, posisi pasien, kebutuhan peralatan dan perlengkapan
khusus, tindakan pendahuluan (jalur kateter IV, cukur, dan lain-lain). (Arif
& Kumala, 2009). Pengkajian ringkas tersebut adalah sebagai berikut:
a. Validasi: perawat melakukan konfirmasi kebenaran identitas pasien
sebagai data dasar untuk mencocokan prosedur jenis pembedahan
yang akan dilakukan.
b. Kelengkapan administrasi: status rekam medik, data-data penunjang
(laboratorium, radiologi, hasil CT-Scan, serta nomor serial tengkorak
harus tersedia), dan kelengkapan informed consent.
c. Kelengapan alat dan sarana: sarana pembedahan seperti benang, cairan
intravena, dan obat antibiotikprofilaksis sesuai dengan kebijakan
institusi.
d. Pemeriksaan fisik: terutama tanda-tanda vital dan neurovaskular
(parestesia, kesemutan, paralisis), serta pencukuran rambut pada
bagian kepala.
e. Tingkat kecemasan dan pengetahuan pembedahan.
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada pasien pre
operasi dalam (SDKI,2017) yaitu:
1) Ansietas berhubungan dengan krisis situasional
2) Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis
Rencana keperawatan
Menurut (SIKI, 2018) Intervensi keperawatan yang dilakukan
berdasarkan 2 diagnosa diatas adalah :
1) Ansietas berhubungan dengan Krisis Situasional
Tujuan: Setelah diberikan tindakan keperawatan selama 1 jam,
tingkat ansietas pasien menurun dengan kriteria hasil:
a) Verbalisasi kebingungan menurun
b) Verbalisasi khawatir akibat kondisi yang dihadapi menurun
c) Perilaku gelisah menurun
d) Perilaku tegang menurun
Intervensi :
Observasi :
a) Identifikasi saat tingkat ansietas berubah (misal: kondisi,
waktu, stresor)
b) Identifikasi kemampuan mengambil keputusan
c) Monitor tanda-tanda ansietas (verbal dan non verbal)
Teraupetik:
a) Ciptakan suasana teraupetik untuk menumbuhkan
kepercayaan
b) Temani pasien untuk mengurangi kecemasan
c) Pahami situasi yang membuat ansietas
d) Dengarkan dengan penuh perhatian
e) Gunakan pendekatan yang tenang dan meyakinkan
f) Tempatkan barang pribadi yang memberikan kenyamanan
g) Motivasi mengidentifikasi situassi yang memicu kecemasan
h) Diskusikan perencanaan realistis tentang peristiwa yang akan
datang
Edukasi:
a) Jelaskan prosedur serta sensasi yang mungkin dialami
b) Informasikan secara faktual mengenai diagnosis, pengobatan
dan prognosis
c) Anjurkan keluarga untuk tetap bersama pasien
d) Anjurkan melakukan kegiatan yang tidak kompetitif
e) Anjurkan mengungkapkan perasaan dan persepsi
f) Latih kegiatan pengalihan untuk mengurangi ketegangan
g) Latih penggunaan mekanisme pertahanan diri yang tepat
h) Latih tekhnik relaksasi
Kolaborasi :
a) Kolaborasi pemberian obat antiansietas, jika perlu

2) Nyeri akut berhubungan dengan agen pencidera fisiologis


Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 1 jam,
tingkat nyeri pasien berkurang dengan kriteria hasil:
a) Keluhan nyeri menurun
b) Meringis menurun
c) Sikap protektif menurun
d) Gelisah menurun
e) Kesulitan tidur menurun
Intervensi :
Observasi :
1) Monitor efek samping penggunaan analgetik
2) Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas,
intensitas nyeri.
3) Identifikasi skala nyeri
4) Identifikasi nyeri non verbal
5) Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
6) Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri
7) Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri
8) Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
Teraupetik :
1) Berikan teknik non farmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
(misal : TENS, hipnosis, akupresure, terapi musik,
biofeedback, terapi pijat, aromaterapi, teknik imajinasi
terbimbing, kompres hangat/dingin.)
2) Kontrol lingkungan yang memperberat nyeri (misal : suhu
ruangan, pencahayaan, kebisingan.)
3) Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan
strategi meredakan nyeri
Edukasi :
1) Jelaskan penyebab, periode dan pemicu nyeri
2) Jelaskan strategi meredakan nyeri
3) Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
4) Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
5) Ajarkan eknik non farmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
1) Kolaborasi pemberian analgetik , jika perlu
Evaluasi yang diharapkan pada pasien diruang sementara adalah sebagai
berikut.
a. TTV dalam batas normal.
b. Respon nyeri tidak meningkat dan perdarahan dapat terkontrol.
c. Tingkat kecemasan pasien menurun.
d. Pasien mendapatkan dukungan psikologis dan secara singkat dapat
menjelaskan perihal prosedur pembedahan.
e. Pasien sudah terpasang kateter IV.

2. Proses Keperawatan Intraoperatif Sectio Sesarea


Asuhan keperawatan difokuskan pada optimalisasi pembedahan
sectio sesarea, baik dukungan Psikologis prainduksi dirung sementara
sampai pasien selesai pembedahan keeriang pemulihan sadar. (Arif &
Kumala, 2009).
Pengkajian kelengkapan pembedahan sangat penting diperhatikan.
Terutama persiapan transfusi darah, dimana bedah biasanya akan bnyak
terjadi kehilangan darah. Pemeriksaan TTV disesuaikan pada pasien fase
praoperatif dan nanti akan disesuikan pada pascaoperatif diruang
pemulihan sadar.
Pemeriksaan status respirasi, kardiovaskuler, dan perdarahan perlu
diperhatikan dan segera dikolaborasikan apabila terdapat perubahan yang
mencolok. Selama melakukan pengkajian, perlu diperhatikan tingkat
kecemasan pasien, persepsi, dan kemampuan untuk memahami diagnosis,
operasi yang direncanakan dan prognosis; perubahan citra tubuh; serta
tingkat koping dan teknik menurunkan kecemasan. Kaji pasien terhadap
tanda dan gejala cemas. Kaji pemahaman pasien tentang intervensi bedah
yang direncanakan, rasa takut, kesalahpahaman mengenai prognosis, dan
pengalaman sebelumnya. (Arif & Kumala, 2009)
Diagnosa keperawatan yang akan muncul dalam (SDKI,2017)
yaitu:
1) Resiko cedera berhubungan dengan perubahan sensasi
Definisi: Beresiko mengalami bahaya atau kerusakan fisik yang
menyebabkan seseorang tidak lagi sepenuhnya sehat atau dalam
kondisi baik.
2) Resiko perdarahan berhubungan dengan tindakan pembedahan
Definisi: Beresiko mengalami kehilangan darah baik internal
(terjadi dalam tubuh) maupun eksternal (terjadi hingga keluar
tubuh).
3) Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif
(pembedahan)

Rencana keperawatan
Menurut (SIKI,2018) Intervensi keperawatan yang dilakukan
berdasarkan diagnosa diatas adalah :
1) Risiko cidera berhubungan dengan perubahan sensasi
Tujuan: Setelah diberikan tindakan keperawatan selama 2-3 jam,
tingkat cedera menurun dengan kriteria hasil:
a) Kejadian cedera menurun
b) Luka/lecet menurun (SLKI,2019)
Intervensi dalam buku NIC (Bulechek, 2013)
a) Periksa monitor isolasi utama
b) Siapkan alat dan bahan oksigenasi dan ventilasi buatan
c) Periksa keadekuatan fungsi dari alat-alat tersebut
d) Monitor aksesoris spesifik yang dibututhkan untuk posisi
bedah tertentu
e) Periksa persetujuan bedah dan tindakan pengobatan lain yang
diperlukan
f) Periksa bersama pasien atau orang yang berkepentingan
lainnya mengenai prosedur dan area pembedahan
g) Berpartisipasi dalam fase “time out” dalam pre operatif untuk
memeriksa terhadap prosedur; benar pasien, benar prosedur,
benar area pembedahan, sesuai kebijakan instansi.
h) Dampingi pasien pada fase transfer ke meja operasi sambil
melakukan monitor terhadap alat
i) Hitung kasa perban, alat tajam dan instrumen, sebelum, pada
saat dan setelah pembedahan
j) Sediakan unit pembedahan elektronik, alas lapang
pembedahan dan elektroda aktif yang sesuai
k) Periksa ketiadaan pacemaker jantung, implan elektrik
lainnya,atau prothesis logam yang merupakan kontaindikasi
electrosurgicalsurgery
l) Lakukan tindakan pencegahan terhadap radiasi ionisasi atau
gunakan alat pelindung dalam situasi dimana alat tersebut
dibutuhkan, sebelum operasi dimulai
m) Sesuaikan koagulasi dan arus pemotong sesuai instruksi
dokter atau kebijakan institusi
n) Inspeksi kulit pasien terhadap cedera setelah menggunakan
alat pembedahan elektronik.
2) Risiko perdarahan berhubungan dengan tindakan pembedahan.
Tujuan: Setelah diberikan tindakan keperawatan selama 2-3 jam,
tingkat perdarahan menurun dengan kriteria hasil:
a) Perdarahan pasca operasi menurun
b) Hemoglobin membaik
c) Tekanan darah dan denyut nadi membaik
Intervensi
Observasi :
a) Monitor tanda dan gejala perdarahan
b) Monitor nilai hematokrit/hemoglobin sebelum dan sesudah
kehilangan darah
c) Monitor tanda-tanda vital ortostatik
d) Monitor koagulasi
Teraupetik :
a) Pertahankan bedrest selama perdarahan
b) Batasi tindakan invasif, jika perlu
c) Gunakan kasur pencegah dekubitus
d) Hindari pengukuran suhu rektal
Edukasi :
a) Jelaskan tanda dan gejala perdarahan
b) Anjurkan menggunakan kaus kaki saat ambulasi
c) Anjurkan meningkatkan asupan cairan untuk mencegah
konstipasi
d) Anjurkan menghindari aspirin atau antikoagulan
e) Anjurkan meningkatkan asupan makanan dan vitamin K
f) Anjurkan segera melapor jika terjadi perdarahan
Kolaborasi :
a) Kolaborasi pemberian obat pengontrol perdarahan, jika perlu
b) Kolaborasi pemberian produk darah , jika perlu
c) Kolaborasi pemberian pelunak tinja , jika perlu
3) Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif
(pembedahan)
Intervensi :
Observasi
a) Monitor tanda dan gejala infeksi lokal dan sistemik
Terapeutik
a) Batasi jumlah pengunjung
b) Berikan perawatan kulit pada area edema
c) Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien dan
lingkungan pasien
d) Pertahankan teknik aseptik
Edukasi
a) Jelaskan tanda dan gejala infeksi
b) Ajarkan cara memeriksa kondisi luka atau luka operasi
c) Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
d) Anjurkan meningkatkan asupan cairan

3. Proses Keperawatan Post operatif Sectio Sesarea


Diagnosa post operasi saat post operatif dalam (SDKI,2017)
meliputi:
a) Resiko hipotermia perioperatif
Definisi: Beresiko mengalami penurunan suhu tubuh dibawah
36oC secara tiba-tiba yang terjadi satu jam sebelum
pembedahan hingga 24 jam setelah pembedahan
Faktor risiko:
(1) Prosedur pembedahan
(2) Kombinasi anastesi regional dan umum
(3) Skor american society of anastesiologist (ASA) > 1
(4) Suhu pra-operasi rendah < 36oC
(5) Berat badan rendah
(7) Komplikasi kardiovaskuler
(8) Suhu lingkungan rendah
(9) Transfer panas (mis. volume tinggi infus yang tidak
dihangatkan, irigasi > 2 liter yang tidak dihangatkan)
Kondisi klinis terkait:
(1) Tindakan pembedahan
b) Nyeri akut
Definisi: Pengalaman sensorik atau eosional yang berkaitan
dengan kerusakan jaringan aktual atau fungsional, dengan onset
mendadak atau lambat dan berintensitas ringan hingga berat
yang berlangsung kurang dari 3 bulan.
Penyebab:
(1) Agen pencedera fisiologis (mis. inflamasi, iskemia,
neoplasma)
(2) Agen pencedera kimiawi (mis. terbakar, bahan kimia iritaan)
(3) Agen pencedera fisik (mis. abses, amputasi, terbakar,
terpotong, mengangkat berat, prosedur operasi, trauma, atihan
fisik berlebihan)
Rencana keperawatan
Menurut (SIKI,2018) intervensi keperawatan yang dilakukan
berdasarkan diagnosa diatas adalah :
a) Nyeri akut berhubungan dengan agen pencidera fisiologis
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 1 jam,
tingkat nyeri pasien berkurang dengan kriteria hasil:
(1) Keluhan nyeri menurun
(2) Meringis menurun
(3) Sikap protektif menurun
(4) Gelisah menurun
(5) Kesulitan tidur menurun
Intervensi :
Observasi :
1) Monitor efek samping penggunaan analgetik
2) Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas,
intensitas nyeri.
3) Identifikasi skala nyeri
4) Identifikasi nyeri non verbal
5) Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan
nyeri
6) Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri
7) Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri
8) Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
Teraupetik :
1) Berikan teknik non farmakologis untuk mengurangi rasa
nyeri (misal : TENS, hipnosis, akupresure, terapi musik,
biofeedback, terapi pijat, aromaterapi, teknik imajinasi
terbimbing, kompres hangat/dingin.)
2) Kontrol lingkungan yang memperberat nyeri (misal : suhu
ruangan, pencahayaan, kebisingan.)
3) Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan
strategi meredakan nyeri
Edukasi :
1) Jelaskan penyebab, periode dan pemicu nyeri
2) Jelaskan strategi meredakan nyeri
3) Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
4) Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
5) Ajarkan teknik non farmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
1) Kolaborasi pemberian analgetik , jika perlu

b) Risiko hipotermi perioperatif b.d suhu lingkungan rendah


Tujuan: Setelah diberikan tindakan keperawatan selama 1 jam,
termoregulasi membaik dengan
kriteria hasil:
(1) Mengigil menurun
(2) Suhu tubuh membaik
(3) Suhu kulit membaik.
Intervensi :
Observasi :
(1) Monitor suhu tubuh
(2) Identifikasi penyebab hipotermia, (misal : terpapar suhu
lingkungan rendah, kerusakan hipotalamus, penurunan laju
metabolisme, kekurangan lemak subkutan )
(3) Monitor tanda dan gejala akibat hipotermi
Teraupetik :
(1) Sediakan lingkungan yang hangat (misal: atur suhu ruangan)
(2) Lakukan penghangatan pasif (misal: Selimut, menutup
kepala, pakaian tebal)
(3) Lakukan penghatan aktif eksternal (misal: kompres hangat,
botol hangat, selimut hangat, metode kangguru)
(4) Lakukan penghangatan aktif internal (misal : infus cairan
hangat, oksigen hangat, lavase peritoneal dengan cairan hangat)

Anda mungkin juga menyukai