Anda di halaman 1dari 11

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Teori
1. Definisi Sectio Caesarea
Sectio Caesarea adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka
dind ing perut dan dinding uterus atau vagina atau suatu histerotomi untuk
melahirkan janin dari dalam rahim. (Porwoastuti, 2015)
Sectio Caesarea adalah suatu persalinan buatan, dimana janin dilahirkan melalui
suatu insisi pada dinding perut dan dinding rahim dengan syarat rahim dalam
keadaan utuh serta berat janin diatas 500 gram. (Wiknjosastro, 2005 dikutip dalam
Jitowiyono & Kristiyanasari, 2010)

2. Etiologi Sectio Caesarea


a. Indikasi yang berasal dari ibu (etiologi)
Adalah pada primigravida dengan kelainan letak, primi para tua disertai kelainan
letak ada, disproporsi sefalo pelvik (disproporsi janin/panggul) ada, sejarah
kehamilan dan persalinan yang buruk, terdapat kesempitan panggul, Plasenta previa
terutama pada primigravida, solutsio plasenta tingkat I – II, komplikasi kehamilan
yang preeklampsia-eklampsia, atas permintaan, kehamilan yang disertai penyakit
(jantung, DM), gangguan perjalanan persalinan (kata ovarium, mioma uteri dan
sebagainya).

b. Indikasi yang berasal dari jani


Fetal distress / gawat janin, mal presentasi dan mal posisi kedudukan janin,
prolapsus tali pusat dengan pembukaan kecil, kegagalan persalinan vakum atau
forseps ekstraksi. (Oxorn, Harry & Forte, & R. William, 2010) dalam
(Hasandianasari, 2017).

6
7

Penyebab persalinan dengan bedah caesar ini bisa dikarenakan masalah dipihak
ibu maupun bayi. Terdapat dua keputusan bedah caesar. Pertama, keputusan bedah
caesar yang sudah didiagnosa sebelumnya. Penyebabnya antara lain,
ketidakseimbangan ukuran kepala bayi dan panggul ibu (panggul sempit, anak besar,
letak dahi, letak muka, dsb), keracunan kehamilan yang parah, preeklampsia, berat
atau eklampsia, kelainan letak bayi (sungsang, lintang), sebagian kasus mulut rahim
tertutup plasenta (plasenta previa), bayi kembar, kehamilan pada ibu berusia lanjut,
sejarah bedah caesar pada kehamilan sebelumnya, ibu menderita penyakit tertentu
dan infeksi saluran persalinan.

Kedua adalah keputusan yang diambil tiba-tiba karena tuntutan kondisi darurat.
Meski sejak awal tidak ada masalah apapun dan diprediksi persalinan bisa dilakukan
dengan normal, ada kalanya karena satu dan lain hal timbul selama proses
persalinan. Contoh penyebab kasus ini antara lain, plasenta keluar dini, persalinan
berkepanjangan, bayi belum lahir lebih dari 24 jam sejak ketuban pecah, kontraksi
terlalu lemah, dsb (M.T. Indriyati, 2012 dalam Aprina & Anita Puri, 2016).

c. Kontra Indikasi Bedah Sectio Caesarea


1) Kalau janin sudah mati atau berada dalam keadaan jelek sehingga
kemungkinan hidup kecil. Dalam keadaan ini tidak ada alasan untuk
melakukan operasi berbahaya yang tidak diperlukan.
2) Kalau janin lahir ibu mengalami infeksi yang luas dan fasilitas untuk caesarea
extraperttoneal tidak tersedia.
3) Kalau dokter bedahnya tidak berpengalaman. Kalau keadaanya tidak
menguntungkan bagi pembedahan, atau kalau tidak tersedia tenaga asisten
yang memadai (Oxom & Forte, 2010 dikutip dalam Anwar, 2017).
8

d. Jenis - Jenis Operasi Sectio Caesarea


1) Abdomen (sectio caesarea abdominalis)
a) Sectio caesarea transperitonealis
(1) SC klasik atau corporal (dengan insisi memanjang pada corpus uteri)
Dilakukan dengan membuat sayatan memanjang pada corpus uteri kira-
kira 10 cm.
Kelebihan:
 Mengeluarkan janin dengan cepat
 Tidak mengakibatkan komplikasi kandung kemih tertarik
 Sayatan blas diperpanjang proksimal atau distal
Kekurangan:
 Infeksi mudah menyebar secara intra abdominal karena tidak ada
reperitonealis yang baik
 Untuk persalinan yang berikutnya lebih sering terjadi rupture uteri
spontan

(2) SC ismika atau profundal (low servical dengan insisi pada segmen bawah
rahim)
Dilakukan dengan melakukan sayatan melintang konkat pda segmen
bawah rahim (low servical transversal) kira-kira 10 cm.
Kelebihan:
 Penjahitan luka lebih mudah
 Penutupan luka dengan reperitonealisasi yang baik
 Tumpang tindih dari peritoneal flap baiksekali untuk menahan
penyebaran isi uterus ke rongga peritoneum
 Perdarahan tidak begitu banyak
 Kemungkinan rupture uteri spontan berkurang atau lebih kecil
9

Kekurangan:
 Luka dapat melebar ke kiri, kanan, dan bawah sehingga dapat
menyebabkan uteri uterine pecah sehingga mengakibatkan
perdarahan banyak
 Keluhan pada kandung kemih post operasi tinggi
(3) SC ektra peritonealis adalah tanpa membuka peritoneum parietalis
dengan demikian tidak membuka cavum abdominal.

3. Vagina (Sectio Caesarea Vaginalis)


Menurut sayatan pada rahim, section caesarea dapat dilakukan sebagai berikut:
a. Sayatan memanjang (longitudinal)
b. Sayatan melintang (transversal)
c. Sayatan huruf T (T insiction)
(Padila, 2015)

4. Komplikasi
Kemungkinan yang timbul setelah dilakukan operasi ini antara lain:
a. Infeksi Puerperal (Nifas)
1) Ringan, dengan suhu meningkat dalam beberapa hari
2) Sedang, suhu meningkat lebih tinggi disertai dengan dehidrasi dan perut
sedikit kembung
3) Berat, peritonealis, sepsis dan usus paralitik
b. Perdarahan
1) Banyak pembuluh darah yang terputus dan terbuka
2) Perdarahan pada plasenta bed
3) Luka kandung kemih, emboli paru dan keluhan kandung kemih bila
peritonealisasi terlalu tinggi
10

4) Kemungkinan rupture tinggi spontan pada kehamilan berikutnya. (padila,


2015)
5. Pemeriksaan Diagnostik
Pemantauan janin terhadap kesehatan janin
a. Pemantauan EKG
b. JDL dengan diferensial
c. Elektrolit
d. Hemoglobin/Hematokrit
e. Golongan dan pencocokan silang darah
f. Urinalisis
g. Amniosentesis terhadap maturitas paru janin sesuai indikasi
h. Pemeriksaan sinar x sesuai indikasi
i. Ultrasound sesuai pesanan
(Tucker,Susan Martin,1998 dikutip dalam Indriyani, 2018)

6. Penatalaksanaan Medis
a. Perawatan Pre Operasi Sectio Caesarea
1) Persiapan Kamar Operasi
2) Kamar operasi telah dibersihkan dan siap untuk dipakai
3) Peralatan dan obat-obatantelah siap semua termasuk kain operasi

b. Persiapan Pasien
1) Pasien telah dijelaskan tentang prosedur operasi
2) Informed consent telah ditanda tangani oleh pihak keluarga pasien
3) Perawat memberi support kepada pasien
4) Daerah yang akan di insisi telah dibersihkan (rambut pubis di cukur dan
sekitar abdomen telah dibersihkan dengan antiseptik)
5) Pemeriksaan tanda-tanda vital dan pengkajian untuk mengetahui penyakit
yang pernah di derita oleh pasien
11

6) Pemeriksaan laboratorium (darah, urine)


7) Pemeriksaan USG
8) Pasien puasa selama 6 jam sebelum dilakukan operasi

c. Perawatan Post Operasi Sectio Caesarea


1) Analgesia
a) Wanita dengan ukuran tubuh rata-rata dapat disuntik 75 mg Meperidin
(intra muskuler) setiap 3 jam sekali, bila diperlukan untuk mengatasi rasa
sakit atau dapat disuntikan dengan cara serupa 10mg morfin.
b) Wanita dengan ukuran tubuh kecil, dosis Meperidin yang diberikan adalah
50 mg.
c) Wanita dengan ukuran besar, dosis yang lebih tepat adalah 100 mg
Meperidin.
d) Obat-obatan antiemetik, misalnya protasin 25 mg biasanya diberikan
bersama-sama dengan pemberian preparat narkotik.
2) Tanda-Tanda Vital
Tanda-tanda vital harus diperiksa 4 jam sekali, perhatikan tekanan darah, nadi
jumlah urine serta jumlah darah yang hilang dan keadaan fundus harus
diperiksa.
3) Terapi cairan dan diet
Untuk pedoman umum, pemberian 3 liter larutan RL, terbukti sudah cukup
selama pembedahan dan dalam 24 jam pertama berikutnya, meskipun
demikian,jika output urine jauh di bawah 30 ml/jam, pasien harus segera di
evaluasi kembali paling lambat pada hari kedua.
4) Vesika Urinarius dan Usus
Kateter dapat dilepaskan setelah 12 jam, post operasi atau pada keesokan
paginya setelah operasi. Biasanya bising usus belum terdengar pada hari
pertama setelah pembedahan, pada hari kedua bising usus masih lemah, dan
usus baru aktif kembali pada hari ketiga.
12

5) Ambulasi
Pada hari pertama setelah pembedahan, pasien dengan bantuan perawatan
dapat bangun dari tempat tidur sebentar, sekurang-kurang 2 kali pada hari
kedua pasien dapat berjalan dengan pertolongan.
6) Perawatan Luka
Luka insisi di inspeksi setiap hari, sehingga pembalut luka yang alternative
ringan tanpa banyak plester sangat menguntungkan, secara normal jahitan
kulit dapat diangkat setelah hari ke empat setelah pembedahan. Paling lambat
hari ketiga post partum, pasien dapat mandi tanpa membahayakan luka insisi.
7) Laboratorium
Secara rutin hematokrit diukur pada pagi setelah operasi hematokrit tersebut
harus segera di cek kembali bila terdapat kehilangandarah yang tidak biasa
atau keadaan lain yang menunjukkan hipovolemia.
8) Perawatan Payudara
Pemberian ASI dapat dimulai pada hari post operasi jika ibu memutuskan
tidak menyusui, pemasangan pembalut payudara yang mengencangkan
payudara tanpa banyak menimbulkan kompesi, biasanya mengurangi nyeri.
9) Memulangkan Pasien Dari Rumah Sakit
Seorang pasien yang baru melahirkan mungkin lebih aman bia diperbolehkan
pulang dari rumah sakit pada hari keempat dan ke lima post operasi, aktivitas
ibu seminggunya harus dibatasi hanya untuk perawatan bayinya dengan
bantuan orang lain.
(Jatowiyono, S & Kristiyanasari, 2010)

B. Proses Keperawatan Perioperatif Sectio Sesarea


1. Proses Keperawata Proeperatif Sectio Sesarea
Diruang prabedah (ruang sementara), perawata melakukan pengkajian ringkas
menegnai kondisi fisik pasien dan kelengkapan yang berhubungan dengan
pembedahan. Diagnosis keperawatan individu bergantung pada pengkajian
13

keperawatan. Tinjau rekam medik untuk merencanakan kebutuhan pasien yang


spesifik dalam hubungan dengan pendekan bedah yang direncanakan, posisi
pasien, kebutuhan peralatan dan perlengkapan khusus, tindakan pendahuluan
(jalur kateter IV, cukur, dan lain-lain). (Arif & Kumala, 2009) Pengkajian
ringkas tersebut adalah sebagai berikut:
a. Validasi: perawat melakukan konfirmasi kebenaran identitas pasien sebagai
data dasar untuk mencocokan prosedur jenis pembedahan yang akan
dilakukan.
b. Kelengkapan administrasi: status rekam medik, data-data penunjang
(laboratorium, radiologi, hasil CT-Scan, serta nomor serial tengkorak harus
tersedia), dan kelengkapan informed consent.
c. Kelengapan alat dan sarana: sarana pembedahan seperti benang, cairan
intravena, dan obat antibiotikprofilaksis sesuai dengan kebijakan institusi.
d. Pemeriksaan fisik: terutama tanda-tanda vital dan neurovaskular (parestesia,
kesemutan, paralisis), serta pencukuran rambut pada bagian kepala.
e. Tingkat kecemasan dan pengetahuan pembedahan.

Diagnosis keperawatan diruang sementara yang lazim diginakan adalah


kecemasan dan pemenihan informasi.

Rencana intervensi yang lazim dilakukan adalah sebagai berikut.


a. Observasi TTV dan kolaborasi dengan tim medis apabila ditemukan
perubahan atau ketidaknormalan dari hasil pemeriksaan TTV. Observasi TTV
merupakan data dasar yang penting sebagai bahan evaluasi pascabedah
diruang pemulihan.
b. Pengaturan posisi fisiologis untuk menurunkan respon nyeri
c. Kounikasi terapeutik dan dukungan psikologis untuk menurunkan tingkat
kecemasan.
14

d. Penjelasan singkat tentang prosedur yang akan dilakukan perawat dan dokter
selama pasien masih sadar.
e. Pemasangan kateter IV dengan jarum berdiameter besar.

Evaluasi yang diharapkan pada pasien diruang sementara adalah sebagai berikut.
a. TTV dalam batas normal.
b. Respon nyeri tidak meningkat dan perdarahan dapat terkontrol.
c. Tingkat kecemasan pasien menurun.
d. Pasien mendapatkan dukungan psikologis dan secara singkat dapat
menjelaskan perihal prosedur pembedahan.
e. Pasien sudah terpasang kateter IV.

2. Peoses Keperawatan Intraoperatif Sectio Sesarea


Aduhan keperawatan difokuskan pada optimalisasi pembedahan sectio sesarea,
baik dukungan Psikologis prainduksi dirung sementara sampai pasien selesai
pembedahan keeriang pemulihan sadar. (Arif & Kumala, 2009)
Pengkajian kelengkapan pembedahan sangat penting diperhatikan. Terutama
persiapan transfusi darah, dimana bedah biasanya akan bnyak terjadi kehilangan
darah. Pemeriksaan TTV disesuaikan pada pasien fase praoperatif dan nanti akan
disesuikan pada pascaoperatif diruang pemulihan sadar.pemeriksaan status
respirasi, kardiovaskuler, dan perdarahan perlu diperhatikan dan segera
dikolaborasikan apabila terdapat perubahan yang mencolok. Selama melakukan
pengkajian, perlu diperhatikan tingkat kecemasan pasien, persepsi, dan
kemampuan untuk memahami diagnosis, operasi yang direncanakan dan
prognosis; perubahan citra tubuh; serta tingkat koping dan teknik menurunkan
kecemasan. Kaji pasien terhadap tanda dan gejala cemas. Kaji pemahaman
pasien tentang intervensi bedah yang direncanakan, rasa takut, kesalahpahaman
mengenai prognosis, dan pengalaman sebelumnya. (Arif & Kumala, 2009)
15

Diagnosis keperawatan intraoperatif bedah plastik yang lazim adalah sebagai berikut.
a. Risiko cedera berhubungan dengan pengaruh posisi bedah dan trauma prosedur
pembedahan
b. Risiko infeksi berhubungan dengan adanya port entree luka pembedahan dan
penurunan imunitas sekunder efek anestesi.

Rencana intervensi
Tujuan utama keperawatan pada jenispembedahan bedah plastik adalah menurunkan
isiko cedera, mencegah kontaminasi intraoperatif, dan optimalisasi hasil pembedahan.
Kriteria yang diharapkan, misalnya: pada saat masuk ruang pemulihan kondisi TTV
dalam batas normal, tidak terdapat adanya cedera tekan sekunder dari pengaturan
posisi bedah, dan luka pascabedah tertutup kasa.
Rencana yang disusun dan akan dilaksanakan baik pada risiko cedera maupun risiko
infeksi adalah sebai berikut.
a. Kaji ulang identitas pasien
b. Siapkan sarana pendukung pembedahan
c. Siapkan sara scrub
d. Siapkan instrumen bedah sectio sesarea
e. Siapkan alat hemostatasis dan alat cadangan dalam kondisi siap pakai
f. Siapkan obat-obat pemberian anastesi spinal
g. Siapkan obat dan peralatan emergensi
h. Siapkan sarana monitoring dan kondisi power listrik
i. Lakukan pengaturan posisi telentang, pasang sabuk pengaman pada paha atau
bawah lutut, lakukan pengaturan lengan yang optimal
j. Kaji kondisi organ pada area yang rentan mengalami cedera posisi bedah sebelm
dilakukan pengaturan posisi bedah
k. Lakukan manajemen asepsis prabedah
l. Lakukan manajemen intraoperasi
m. Bantu ahli bedah untuk memasang gaun
16

n. Letakkan alat klem arteri, alat hemostasis, dan alat pengisap pada sisi bawah area
bedah
o. Lakukan peran perawat sirkuler dalam mendukung pembedahan
p. Bantu ahli bedah pada saat dimulainya insisi
q. Bantu ahli bedah membuka jaringan kulit, lemak, otot abdomen, peritoneum, dan
otot rahim
r. Bantu ahli bedah pada saat mengeluarkan janin secara manual
s. Bantu ahli bedah pada saat mengeluarkan plasenta secara manual
t. Lakukan perawatan bayi
u. Lakukan penghitungan jumlah kasa dan instrumen yang telah digunakan
v. Bantu ahli bedahn dalam penutupan jaringan
w. Lakukan penutupan luka bedah

3. Proses Keperawatan Pascaoperatif Sectio Sesarea


Evaluasi Keperawatan Pascaoperatif
Evaluasi yang diharapkan pada pasien pascaoperatif adalah sebagai berikut. (Arif
& Kumala, 2009)
a. Kembalinya fungsi fisioliogis pada seluruh sistem secara normal
b. Tidak terjadi komplikasi pascabedah
c. Dapat beristirahat dan memperoleh rasa nyaman
d. Tidak terjadi infeksi luka operasi
e. Hilangnya rasa cemas
f. Meningkatkan konsep diri pasien

Anda mungkin juga menyukai