Anda di halaman 1dari 33

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Setiap wanita pasti menginginkan untuk melahirkan secara normal. Namun
dalam beberapa kondisi mengakibatkan terjadinya kegawatan persalinan.
Kegawatdaruratan dapat didefinisikan sebagai situsi yang serius dan mendadak
serta harus cepat mendapatkan pelayanan dan penanganan cepat.
Kegawatdaruratan Maternal adalah kejadian gawat darurat yang terjadi selama
kehamilan, persalinan dan nifas.
Tindakan sectio caesarea merupakan pilihan utama bagi tenaga medis untuk
menyelamatkan ibu dan janin. Ada beberapa indikasi dilakukannya tindakan
sectio caesarea yaitu tumor-tumor jalan lahir yang membuat obtruksi, stenosis
serviks atau vagina, plasenta previa, disproporsi sefalopelvik, ruptur uteri
membakat, kelainan letak, gawat janin dan prolapsus plasenta (Rasjidi, 2009).
Bila muncul indikasi tersebut dalam persalinan secara vagina dapat
meningkatkan risiko kematian pada ibu dan anak sehingga perlu dilakukan
alternatif lain yaitu dengan membuat sayatan pada dinding perut yang disebut
sectio caesarea (Muchtar, 2008).

1.2 Rumusan Masalah


a. Apa pengertian kegawatdaruratan persalinan ?
b. Bagaimana persiapan: Pre OP dan Post OP SC/ Histerektomi ?
c. Apa tindakan pencegahan Syok ?
d. Bagaimana kolaborasi manajemen terapi ?
e. Bagaimana Asuhan keperawatan kegawatdaruratan persalinan berdasarkan
jurnal penelitian terbaru ?

1.3 Tujuan
a. Tujuan Umum
Untuk mengetahui Asuhan keperawatan kegawatdaruratan persalinan
berdasarkan jurnal penelitian terbaru.
b. Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui pengertian kegawatdaruratan persalinan
2. Untuk mengetahui persiapan: Pre OP dan Post OP SC/ histerektomi
3. Untuk mengetahui tindakan pencegahan syok
4. Untuk mengetahui kolaborasi manajemen terapi
5. Untuk mengetahui Asuhan keperawatan kegawatdaruratan persalinan
berdasarkan jurnal penelitian
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Persiapan Pre OP dan Post OP SC/Histerektomi

2.1.1 Pengertian Sectio Caesaria

Section caesaria adalah suatu persalinan buatan dimana janin dilahirkan melalui
suatu insisi pada dinding depan perut dan dinding rahim dengan syarat rahim
dalam keadaan utuh serta berat janin diatas 500 gram (Sarwono, 1991).

Section caesarea adalah suatu cara melahirkan janin dengan membuat sayatan
pada dinding uterus melalui depan perut atau vagina. Atau disebut juga
histerotomi untuk melahirkan janin dari dalam rahim (Mochtar, 1998)

Section caesarea adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka


dinding perut dan dinding uterus Sarwono, 2005)

Seksio saesaria atau kelahiran saesarea, adalah melahirkan janin melalui irisan
pada dinding perut(laparatom) dan dinding uterus(histerotomi). Sectiocaesarea
adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka dinding perut dan
dinding uterus atau vagina atau suatu histerotomi untuk melahirkan janin dari dari
dalam rahim.

2.1.2 Etiologi/ indikasi

Operasi section caesarea dilakukan jika kelahiran pervaginal mungkin akan


menyebabkan resiko pada ibu ataupun pada janin dengan pertimbangan hal-hal
yang perlu tindakan SC, proses persalinan lama/ kegagalan proses persalinan
normal (Dystasia)

Indikasi SC (Manuaba, I.B, 2001)

Indikasi klasik yang dapat ditemukan sebagai dasar section caesarea adalah

a. Ruptura Uteri Imminen


b. Fetal Distress
c. Janin besar melebihi 4000 gr
d. Perdarahan antepartum
e. His lemah
f. Janin dalam posisi sungsang/melintang
g. Plasenta previa
h. Kelainan letak
i. Disproporsi cevalo-pervik (ketidakseimbangan antara ukuran kepala dan
panggul)
j. Hydrocephalus
k. Primi muda/tua
l. Partus dengan komplikasi

2.1.3 Klasifikasi

1. Abdomen (Sectio Caesarea abdominalis)

1) Sectio Caesar transperitonealis

a. Seksio Sesarea Klasik (Korporal)


Dengan sayatan memanjang pada korpus uteri kira-kira sepanjang 10 cm \
Kelebihan:
 Mengeluarkan janin dengan cepat
 Tidak mengakibatkan komplikasi kandung kemih tertarik
 Sayatan bisa di perpanjang proksimal atau distal

Kekurangan:

 Infeksi mudah menyebar secara intra abdominal karena tidak


reperitonealis yang baik
 Untuk persalinan yang berikutnya lebih sering terjadai rupture uteri
spontan
b. Seksio Sesarea Ismika (profunda)
Atau juga bisa di sebut low servikal dengan insisi pada segmen bawah
rahim. Dengan sayatan melintang konkaf pada segmen bawah rahim kira-
kira 10 cm
Kelebihan :
 Penjahitan luka lebih mudah
 Penutupan luka dengan reperitonealisasi yang baik
 tumpang tindih dari peritoneal flap baik sekali untuk menahan
penyebaran isi uterus ke rongga peritoneum
 perdarahan tidak begitu banyak
 kemungkinan ruptureuteri spontan berkurang atau lebih kecil
kekurangan :
 luka dapat melebar kekiri, kanan, dan bawah sehingga dapat
menyebabkan uteri uterin pecah sehingga menyebabkan perdarahan
banyak
 keluhan pada kandung kemih post operasi tinggi

2) Sectio caesarea Ekstra peritonealis

Yaitu tanpa membuka peritoneum perietalis dengan demikian tidak membuka


cavum abdominal

2. Vagina (Section Caesarea Vaginalis)

Menurut sayatan pada rahim section caesarea dapat dilakukan sebagai berikut :

a. sayatan memanjang (longitudinal)


b. sayatan melintang (transversal)
c. sayatan huruf T (T Insicion)

2.2.4 Komplikasi

Kemungkinan yang timbul setelah dilakukan operasi ini antara lain :

a. infeksi puerperal (nifas)


 ringan, dengan suhu meningkat dalam beberapa hari
 sedang, suhu meningkat lebih tinggi disertai dengn dehidrasi dan
perut sedikit kembung
 berat, peritonealis, sepsis, dan usus paralitik
b. perdarahan
 banyak pembuluh darah yang terputus dan terbuka
 perdarahan pada plasenta bed
c. luka kandung kemih, emboli parudan keluhan kandung kemih bila
peritonealisasi terlalu tinggi
d. kemungkinan rupture tinggi spontan pada kehamilan berikutnya

2.1.5 Persiapan Pre Operasi Caesar

Pra Operasi merupakan masa sebelum dilakukannya tindakan pembedahan


dimulai sejak ditentukannya persiapan pembedahan dan berakhir sampai pasien di
meja bedah.

Perawatan preoperasi

Beberapa hal yang perlu dikaji dalam tahap prebedah adalah pengetahuan
tentang persiapan pembedahan, pengalaman masa lalu dan kesiapan psikologis.
Hal lain yang penting, pengobatan yang mempengaruhi kerja obat anestesi, seperti
antiobiotika yang berpotensi dalam istirahat otot, antikoagulan yang dapat
meningkatkan pendarahan, antihipertensi yang mempengaruhi anestesi dan dapat
menyebabkan hipotensi, diuretika yang berpengaruh pada ketidakseimbangan
potasium dan lain-lain. Selain itu terdapat adanya riwayat alergi obat atau lainnya,
status nutrisi, ada atau tidaknya alat protesis seperti gigi palsu, dan sebagainya.

Pemeriksaan lain yang dianjurkan sebelum pelaksanaan operasi adalah


radiografi toraks, kapasitas vital, fungsi paru dan analisis gas darah pada sistem
respirasi, kemudian oemeriksaan elektrokardiogram, darah, leukosit,
eritrosit,hematokrit, elektrolit dan lain-lain, pemeriksaan air kencing, albumin,
blood urea nitrogen (BUN), keratinin untuk menentukan gangguan sistem renal
dan pemeriksaan kadar gula darah atau lainnya untuk mendeteksi gangguan
metabolism.
a. Mencuci tangan sebelum pembedahan
b. Penerima pasien di daerah bedah
Sebelum pasien memasuki wilayah bedah, pasien harus melakukan
pemeriksaan ualng di ruang penerimaan untuk mengecek kembali nama,
bedah apa yang akan dilakukan, nomor status registrasi pasien, berbagai
hasil laboratorium dan x-ray, persiapan darah setelah dilakukan
pemeriksaan silang dan golongan darah, alat protesis dan lain-lain.
c. Pengiriman dan pengaturan posisi ke kamar bedah
Posisi yang dianjurkan pada umumnya adalah terlentang, telungkup,
trendelenburg, lithotomi, lateral atau disesuaikan dengan jenis operasi
yang akan dilakukan.
d. Pembersihan dan persiapan kulit
Pelaksanaan ini bertujuan untuk membuat daerah yang akan dibedah bebas
dari kotoran, lemak kulit serta mengurangi adanya mikroba. Bahan yang
digunakan dalm pembersihan kulit ini harus memiliki sprektum khasiat,
memiliki kecepatan khasiat, atau memiliki potensi yang baik serta tidak
menurun bila adanya terdapat kadar alkohol, sabun deterjen atau bahan
organik lainnya.
e. Penutupan daerah steril
Hal ini dilakukan dengan menggunakan duk steril agar daerah seputar
bedah tetap steril dan mencegah berpindahnya mikroorganisme antara
daerah steril dan tidak.
f. Pelaksanaan anestesi
Dalam pelaksanaan anestesi dapat dilakukan dengan berbagai macam,
antara lain anestesi umum, inhalasi atau intravena, anestesi regional
dengan cara meblok syaraf dan anestesi lokal.
g. Pelaksanaan pembedahan
Setelah dilakukan anestesi, tim bedah akan melaksanakan pembedahan
sesuai dengan ketentuan pembedahan

Persiapan: Pre OP SC/Histerektomi

Persiapan pre OP SC, dibagi menjadi 3 :


1) Persiapan penderita
 Menerangkan kepada pasien dan keluarga pasien mengenai alasan
dilakukannya operasi untuk melahirkan janin dan memberikan
pengertian serta kekuatan mental kepada mereka dalam
menghadapai keadaan tersebut. diterangkan pula bahwa untuk
operasi tadi dipelukan izin atau persetujuan pasien dan keluarga
 Melakukan pengosongan kandung kemih/kenicng. Pada operasi
perabdominan di pasang kateter menetap (dauer chatherer)
 Mengosongkan isi rectum. Pada plasenta previa tidak dianjurkan
karena dapat menyebabkan perdarahan
 Mencukur rambut pubis daerag genetalia eksternal dan rambut
daerag dinding perut pada operasi perabdominan
 Membaringkan penderita pada posisi yang dianjurkan yaitu posisi
litotomi dan posisi trendelenberg
 Memasang infuse cairan menggunakan kanula plastic G No. 16
 Melakukan suci hama daerah operasi :
- Daerah genetalia eksterna dan vagina dengan memakai
larutan asam pikrin, larutan betadin, larutan savlon dan
sebagainya
- Daerah dinding perut dengan larutan betadin, larutan
jodium atau larutan savlon lalu dicuci lagi dengan larutan
alkohol.
2) Persiapan Kamar dan Alat-Aat Operasi
 Diberitahukan kepada dokter dan paramedic yang bertugas jaga
bahwa ada operasi , supaya mereka menyiapkan kamar operasi atau
kamar bersalin serta alat-alat yang berkaitandengan jenis operasi
yang akan dilakukan. Begitu juga alat-alat dan obat-obat untuk
nestesi serta lampu kamar operasi disiapkan dan diperiksa
 Alat-alat untuk operasi di suci-hamakan (Aseptik) setelah itu
disiapkan pada meja alat-ditutup atau dibungkus kain yang
seluruhnya dalam keadaan suci hama siap di pakai untuk operasi
 Juga telah di siapkan alat-alat resusitasi untuk bayi yang akan
dilahirkan
 Pada kasus-kasus bayi resiko tinggi hendaknya diminta bantuan
kehadiran seorang ahli kesehatan anak khusu dalam bidang
neonatus.
3) Persiapan TIM Operasi
Tim bedah ini sekurang-kurangnya terdiri dari :
 Operator (ahli kebidanan)
 Asisten operator (Asisten ahli, dokter muda, dan para medic)
 Paramedic piñata alat-alat operasi
 Ahli anestasi atau perawat anestesi
Tim bedah ini bekerja dalam keadaan suci hama
 Menyuci-hamakan tangan menurut fubringer
 Memakai penutup kepala; baju operasi dan jas operasi yang steril,
masker penutup mulut dan hidung, tutup kepal; serta alas kaki
kamar operasi
Tim bedah harus betul-betul kompak, masing-masing bertanggung jawab
atas tugas yang diembannya dengan satu tujuan; operasi harus berjalan
sebaik-baiknya untuk kepentingn penderita

2.1.6 Persiapan: Post Operasi SC/Histerektomi

1) Perawatan awal
a) Yainkan jalan napas bersih dan cukup ventilasi.
b) Pemeriksaan tanda-tanda vital.
c) Pemeriksaan kesadaran ibu.
d) Transfusi darah bila perlu .
e) Beri posisi nyaman

2) Fungsi Gastrointestinal
a) Jika tindakan bedah tidak berat, berikan klien diet cair.
b) Jika ada tanda infeksi atau jjika sectio caesarea karena partus
macet atau rupture uteri, tunggu sampai bising usu timbul.
c) Jika klien bisa flatus mulai berikan makanan padat.
d) Pemberian infus diteruskan hingga klien dapat minum dengan baik.
e) Jika pemberian infus melebihi 48 jam berikan cairan elektrolit
untuk keseimbangan cairan seperti kalium klorida 40 mg.
f) Sebelum keluar dari rumah sakit pastikan klien dapat minum dan
makan biasa.

3) Perawatan Luka
Perawatan luka diperlukan untuk mencegah terjadinya perdarahan
yang berlebih dan menghindari terjadinya infeksi. Sectio caesarea
merupakan pembedahan bersih. Prinsip dalam pemberian perawatan
luka adalah pembersihan, penutupan dan perlindungan luka.

4) Analgesik
Pemberian analgesik sangat penting untuk mengurangi rasa nyeri.

5) Perawatan Fungsi Kandung Kemih


a) Jika urine jernih, kateter dilepas 8 jam setelah bedah.
b) Jika urine tidak jernih, biarkan kateter terpasang sampai urin jernih.
c) Kateter dipasang 48 jam jika pada kasus bedah karena rupture
uteri, partus macet, edema perineum yang luas, sepsis puerperalis
atau pelvio peritonitis.
d) Jika terjadi perlukaan pada kandung kemih pasang kateter sampai
minimal 7 hari atau hingga urine jernih.
e) Jika sudah tidak menggunakan antibiotik, berikan nitrofurantoin
100 mg per oral per hari sampai kateter dilepas (untuk mencegah
sistitis).
6) Antibiotik
Jika ada tanda infeksi atau klien demam berikan antibiotik hingga
klien bebas dari demam sampai 48 jam.
7) Mengambil jahitan
Pelepasan jahitan kulit dilakukan setelah 5 hari dari hari
dilakukannya pembedahan.
8) Ambulasi atau Mobilisasi
Ambulasi menyebabkan perbaikan sirkulasi, membuat napas dalam
dan menstimulasi kembali fungsi gastrointestinal normal. Ambulasi
dini sesuai tahapan prosedur yaitu setelah 6 jam pertama ibu dengan
post sectio caesarea sebaiknya melakukan tirah baring dengan
menggerakan lengan tangan, kaki dan tungkai bawah, serta miring
kiri dan miring kanan. Setelah itu, ibu mulai dapat duduk setelah 6-10
jam post sectio caesarea. Kemudian, secara bertahap dapat mulai
belajar berjalan secara perlahan dan perlu pengawasan.

2.1.7 Asuhan Keperawatan pada Pre dan Post OP Secsio Cesarea

1. Pengkajian
a. Identitas Pasien
Meliputi nama, umur, pendidikan, suku bangsa, pekerjaan, agama,
alamat, status perkawinan, ruang rawat, nomor medical record,
diagnosa medic, yang mengirim, cara masuk, alasan masuk, keadaan
umum dan tanda vital.
b. Data riwayat Kesehatan
1) Riwayat Kesehatan Sekarang
Meliputi keluhan atau yang berhubungan dengan gangguan atau
penyakit yang dirasakan saat ini dan keluhan yang dirasakan
setelah pasien operasi.
2) Riwayat kesehatan dahulu
Meliputi penyakit yang lain yang dapat mempengaruhi penyakit
sekarang, maksudnya apakah pasien pernah mengalami penyakit
yang sama misalnya plasenta previa
3) Riwayat kesehatan keluarga
Meliputi penyakit yang di derita pasien dan apakah keluarga pasien
juga mempunyai riwayat plasenta previa
c. Keadaan klien :
1) Sirkulasi
Hipertensi dan pendarahan vagian mungkin terjadi. Kemungkinan
kehilangan darah sekitar 600-800 ml
2) Integritas Ego
Dapat menunjukkan prosedur yang diantisipasi sebagagai tanda
kegagalan dan atau reflesi negative pada kemampuan sebagai
wanita. Menunjukkan labilitas emosional dari kegembiraan,
ketakutan, menarik diri dan atau kecemasan
3) Makanan dan cairan
Abdomen lunak dengan tidak ada distensi
4) Neurosensori
Kerusakan gerakan dan sesasi di bawah tingkat anestesi spinal
epidural
5) Nyeri/ ketidaknyamanan
Mungkin mengeluh nyeri dari berbagai sumber karena trauma
bedah, distensi kandung kemih, efek-efek anestesi, nyeri tekan
uterus mungkin ada
6) Pernapasan
Bunyi paru-paru vesikuler dan terdengar jelas
7) Kemanan
Balutan abdomen dapat tampak sedikit noda/kering dan utuh
8) Seksualitas
Fundus kontraksi kuat dan terletak di umbilicus
d. Data Sosial Ekonomi
Penyakit ini dapat terjadi pada siapa saja, akan tetapi kemungkinan
dapat lebih sering terjadi pada penderita malnutrisi dengan sosial
ekonomi rendah
e. Data psikologis
1) Pasien biasanya dalam keadaan labil
2) Pasien biasanya cemas akan keadaan seksualitasnya
3) Harga diri pasien terganggu
f. Pemeriksaan penunjang
1) USG, untuk menentukan letak implantasi plasenta dan kondisi
janin
2) Pemeriksaan hemoglobin
3) Pemeriksaan hematokrit
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa Pre OP Sc
a. Ansietas b/d kurangnya informasi tentang prosedur pembedahan

Diagnosa Post OP Sc

a. Nyeri akut b/d trauma pembedahan


b. Resiko infeksi b/d trauma jaringan/ luka bekas operasi
c. Intoleransi aktivitas b/d tindakan anestesi, kelemahan, penurunan sirkulasi

3. Intervensi
a. Diagnosa Pre OP SC

DIAGNOSA NOC NIC


Ansietas b/d Control kecemasan diri Pengurangan Kecemasan
kurangnya Outcome Aktivitas :
informasi tentang  Memantau intensitas  Gunakan pendekatan
prosedur kecemasan (5) yang tenang dan
pembedahan  Mencari informasi meyakinkan
untuk mengurangi  Jelaskan semua
kecemasan (5) prosedur termasuk
 Menggunakan teknik sensai yang akan
relaksasi untuk dirasakan yang
mengurangi mungkin akan dialami
kecemasan (5) klien selama prosedur
 Memonitor durasi dilakukan
tiap episode cemas  Berikan informasi
(5) factual terkait
 Mempertahankan diagnosis, perawatan
konsentrasi (5) dan prognosis
 Mengendalikan  Berada disisi klien
respon kecemasan untuk meningkatkan
(5) rasa aman dan
Tingkat kecemasan mengurangi ketakutan
Outcome :  Dorong keluarga
 Tidak dapat untuk mendampingi
beristirahat (5) klien dengan cara
 Perasaan gelisah (5) yang tepat
 Wajah tegang (5)  Lakukan usapan pada
 Peningkatan tekanan punggung/leher
darah (5) dengan cara yang
 Peningkatan tepat
frekuensi nadi (5)  Jauhkan peralatan
 Peningkatan perawatan jauh dari
frekuensi pernapasan pandangan klien
(5)  Dengarkan klien
 Berkeringat dingin  Identifikasi pada saat
(5) terjadi perubahan
 Pusing (5) tingkat kecemasan
 Dukung penggunaan
mekanisme koping
yang sesuai
 Instruksikan klien
menggunakan teknik
relaksasi
 Atur penggunaan
obat-obatan untuk
mengurangi
kecemasan

Terapi relaksasi
Aktivitas :
 Gambarkan
rasionalisai dan
manfaat relaksasi
serta jenis relaksasi
yang tersedia
(misalnya music)
 Tentukan apakah ada
intervensi relaksasi
dimasa lalu yang
sudah memberikan
manfaat
 Pertimbangkan
keinginan individu
untuk berpartisipasi,
pilihan, pengalaman
masa lalu, dan
kontraindikasi
sebelum memilih
strategi relaksasi
tertentu
 Berikan deskripsi
detil terkait intervensi
yang dipilih
 Spesifikasikan isi
intervensi relaksasi
 Dapatkan perilaku
yang menunjukkan
terjadinya relaksasi
misalnya bayangan
yang menenangkan
 Dorong pengulangan
teknik-teknit tertentu
secara berkala
 Dorong control
sendiri ketika
relaksasi dilakukan
 Evaluasi laporan
individu terkait
dengan relaksasi yang
dicapai secara teratur,
dan monitor
ketegangan otot
secara periodic,
denyut nadi, tekanan
darah, dan sushu
tubuh dengan tepat
 Gunakan relaksasi
sebagai strategi
tambahan dengan
penggunaan obat-
obatan nyeri atau
sejalan dengan terapi
lainnya dengan tepat.

Diagnosa Post OP SC

DIAGNOSA NOC NIC


Nyeri akut b/d trauma Pain Level Pain Management
pembedahan Indicator: Aktivitas :
 Melaporkan nyeri  Lakukan
 Durasi nyeri pengkajian nyeri
 Menunjukkan lokasi secara
nyeri komprehensif
 Meringis termasuk locasi,
 Ekspresi wajah nyeri karakteristik,
kegelisahan durasi, frekuensi,
 Focus menyempit kualitas dan
 Ketegangan otot faktor presipitasi
 Kehilangan selera  Observasi reaksi
makan nonverbal dari
 Mual ketidaknyamanan
 Intoleransi makanan  Gunakan teknik
komunikasi
Pain Control terapeutik untuk
Indicator: mengetahui
 Mengakui timbulnya pengalaman nyeri
nyeri pasien
 Menjelaskan faktor  Kaji kultur yang
penyebab mempengaruhi
respon nyeri
 Menggunakan buku
harian untuk  Evaluasi
memantau gejala pengalaman nyeri
dari waktu ke waktu masa lampau
 Menggunakan  Evaluasi bersama
tindakan pencegahan pasien dan tim
kesehatan lain
 Menggunakan non
tentang
analgesic
ketidakefektifan
 Menggunakan
control nyeri
analgesic seperti
masa lampau
yang dianjurkan
 Bantu pasien dan
 Laporan nyeri
keluarga untuk
dikendalikan
mencari dan
menemukan
Comvort level
dukungan
Indicator :
 Control
 Reaksi obat
lingkungan yang
 Otonomi pribadi dapat
 Relokasi adaptasi mempengaruhi
 Lingkungan yang nyeri, seperti suhu
aman ruangan,
pencahayaan dan
kebisingan
 Kurangi faktor
presipitasi nyeri
 Pilih dan lakukan
penangan nyeri
(farmakologis,
non farmakologi
dan interpersonal)
 Kaji tipe dan
sumber nyeri
untuk
menentukan
intervensi
 Ajarkan teknik
non farmakologis
 Berikan analgetik
untuk mengurangi
nyeri
 Evaluasi
keefektifan
control nyeri
 Tingkatkan
istirahat
 Kolaborasikan
dengan dokter
jika ada keluhan
dan tindakan
nyeri tidak
berhasil
 Monitor
penerimaan
pasien tentang
manajemen nyeri

Analgesic Administration
Aktivitas :
 Tentukan lokasi,
karakteristik,
kualitas, dan
derajat nyeri
sebelum
pemberian obat
 Cek instruksi
dokter tentang
jenis obat, dosis,
dan frekuensi
 Cek riwayat alergi
 Pilih analgesic
yang diperlukan
atau kombinasi
dari analgesic
ketika pemberian
lebih dari satu
 Tentukan pilihan
analgesic
tergantung dari
tipe dan beratnya
nyeri
 Tentukan
analgesic pilihan,
rute pemberian,
dan dosis optimal
 Pilih rute
pemberian secara
IV, IM, untuk
pengobatan nyeri
secara teratur
 Monitor vital sign
sebelum dan
sesudah
pemberian
analgesic pertama
 Berikan analgesic
tepat waktu
terutama saat
nyeri hebat
 Evaluasi
efektivitas
analagesil, tanda
dan gejala (efek
samping)
Resiko infeksi b/d Keparahan infeksi Control infeksi
trauma jaringan/ luka Outcome : Aktivitas :
bekas operasi  Kemerahan (5)  Alokasikan
 Cairan luka yang kesesuaian luas
berbau busuk (5) ruang per pasien
 Demam (5)  Bersihkan
 Nyeri (4) lingkungan
 Hilang nafsu makan dengan baik
(5) setelah
diguanakan untuk
Control resiko: proses setiap pasien
infeksi  Ganti peralatan
Outcome : perawatan pasien
 Mrncari informasi sesuai protokos
terkait control institusi
infeksi (4)  Batasi jumlah
 Mengidentifikasi pengunjung
faktor resiko infeksi  Anjurkan pasien
(5) mengenai teknik
 Mengidentifikasi mencuci tangan
tanda dan gejala dengan tepat
infeksi (5)  Anjurkan
 Mengklarifikasi pengunjung untuk
resiko infeksi yang mencuci tangan
didapat (5) pada saat
 Mengembangkan memasuki dan
strategi efektif untuk meninggalkan
mengontrol infeksi ruangan pasien
(4)  Cuci tangan
 Menggunakan alat sebelum dan
pelindung diri (5) sesudah kegiatan
 Mencuci tangan (5) perawatan pasien
 Malkukan tindakan  Pastikan teknik
segera untuk perawatan luka
mengurangi risiko yang tepat
(5)  Gunakan
 Memonitor katerisasi
perubahan status intermiten untuk
kesehatan (5) mengurangi
kejadian infeksi
Pemulihan pembadahan: kandung kemih
penyembuhan  Tingkatkan intake
Outcome : nutrisi yang tepat
 Tekanan darah  Dorong intake
sistolik dan diastolic cairan yang sesuai
(5) anjurkan pasien
 Stabilitas untuk meminum
hemodinamik (5) antibiotic yang
 Suhu tubuh (5) diresepkan
 Laju dan irama nadi  Ajarkan pasien
radialis (5) dan keluarga
 Laju pernafasan (5) mengenai
 Keseimbangan bagaimana
elektrolit (5) menghindari
 Asupan makanan (5) infeksi
 Integritas jaringan
(5) Perlindungan infeksi
Aktivitas :
 Penyembuhan luka
(5)  Monitor adanya
tanda dan gejala
 Pelaksanaan
infeksi sistemik
perawtan luka yang
dan local
diresepkan (5)
 Monitor
 Nyeri (4)
kerentanan
 Cairan merembes terhadap infeksi
dari balutan (5)
 Periksa kulit dan
 Cairan merembes selaput lendir
dari drainase (5) untuk adanya
 Infeksi luka (5)
kemerahan,
kehangatan
ekstrim atau
drainase
 Periksa kondisi
setiap sayatan
bedah atau luka
 Tingkatkan
asupan nutrisi
yang cukup
 Anjurkan istirahat
 Pantau adanya
perubahan tingkat
energia atu
malaise
 Anjurkan
peningkatan
mobilitas dan
latihan dengan
tepat
 Anjurkan pasien
untuk minum
anitibiotik yang
diresepkan
 Jaga penggunaan
antibiotic dengan
bijaksana
 Ajarkan pasien
dan keluarga
mengenai tanda
dan gejala infeksi
dan kapan harus
melaporkan
kepada pemberi
layanan kesehatan
 Lapor dugaan
infeksi pada
personil
pengendali infeksi

Perawatan daerah area


sayatan
Aktivitas :
 Periksa daerah
sayatan terhadap
kemerahan,
bengkak, atau
tanda-tanda
dehiscence atau
eviserasi
 Catat
karakteristik
drainase
 Monitor proses
penyembuhan di
daerah sayatan
 Bersihkan daerah
sayatan mulai
dari daerah yang
bersih ke kurang
bersih
 Monitor ayatan
untuk tanda dan
gejala infeksi
 Gubakan kapas
steril untuk
pembersihan
jahitan benang
luka yang
efesien, luka
dalam dan
sempit, atau luka
berkantong
 Gunakan
pakaiana yang
sesuai untuk
melindungi
sayatan
 Fasilitasi pasien
untuk melihan
luka insisi
 Arahkan pasien
untuk merawat
luka insisi selama
mandi
 Arahkan apsien
bagaimana
meminimalkan
tekanan pada
daerah insisi
 Arahkan pasien
dan atau keluarga
cara merawat
luka insisi
termasuk tanda-
tanda dan gejala
infeksi

Intoleransi aktivitas Toleransi aktivitas Terapi aktivitas


b/d tindakan anestesi, Outcome : Aktivitas :
kelemahan, penurunan  Kemudahan dalam  Bantu klien untuk
sirkulasi melakukan aktivitas mengidentifikasi
hidup harian (ADL) aktivitas yang
(5) diinginkan
 Bantu klien untuk
Perawatan diri : aktivitas menjadwalkan
sehari-hari waktu-waktu
Outcome : spesifik terkait
 Makan (5) dengan aktivitas
 Memakai baju (5) harian
 Ketoilet (4)  Bantu dengan
 Mandi (4) aktivitas fisik
 Berpakaian (5) secara teratur
 Kebersihan (5) (misalnya
 Berjalan (4) ambulasi,
 Memposisikan diri transfer/berpindah
(5) berputar dan
kebersihan diri)
Ambulasi sesuai dengan
Outcome : kebutuhan
 Berjalan dengan
Bantuan perawatan diri
pelan (5)
Aktivitas :
 monitor kemampuan
perawatan diri secara
mandiri
 berikan peralatan
kebersihan pribadi
 berikan banuan
sampai pasien
mampu mellakukan
perawatan diri
mandiri
 bantu pasien
menerima kebutuhan
(pasien) terkait
dengan kondisi
ketergantungan
(nya)
 dorong kemandirian
pasien, tapi bantu
ketika pasien tak
mampu
melakukannya
 ciptakan rutinitas
aktivitas perawatan
diri
 ajarkan keluarga
untuk mendukung
kemandirian dengan
membantu hanya
ketika pasien tak
mampu melakukan
perawatan diri.

2.2 Tindakan Pencegahan Syok

2.2.1 Definisi Syok

Syok adalah ketidakseimbangan antara volume darah yang beredar dan


ketersediaan sistem vascular bed sehingga menyebabkan terjadinya:

a. hipotensi
b. penurunan atau pengurangan perfusi jaringan atau organ
c. hipoksia sel
d. perubahan metabolism aerob menjadi anaerob

dengan demikian, dapat terjadi kompensasi peningkatan detak jantung akibat


menurunnya tekanan darah menuju jaringan.

Syok adalah kegagalan sikulasi berat yang bersifat umum. Syok merupakan
kegagalan system sirkulasi system untuk mempertahankan perfusi yang adekuat
ke organ-organ vital. Syok merupakan suatu kondisi yang mengancam jiwa dan
membutuhkan tindakan segera dan intensif untuk menyelamatkan jiwa pasien.

2.2.2 Etiologi (Penyebab)

Syok dapat disebabkan oleh kegagalan jantung memompa darah (serangan jantung
atau gagal jantung). Pelebaran pembuluh darah yang abnormal (reaksi alergi,
infeksi), dan kehilangan volume darah dalam jumlah besar (perdarahan hebat).
Penyebab syok pada kasus gawat darurat obstetric biasanya adalah perdarahan
(syok hipovolemik), sepsis (syok septic), gagal jantung (syok kardiogenik), rasa
nyeri (syok neurogenik), alergi (syok anafilatik).

2.2.3 Manifestasi Klinis Syok

1. nadi cepat dan halus (> 110 x per menit)


2. menurunnya tekanan darah (sistolik < 90 mmHg dan Diastolik <60
mmHg)
3. pernapasan yang cepat (respirasi >32 x permenit)
4. pucat (khususnya pada bagian kelopak mata bagian dalam telapak
tangan dan bibir.)
5. berkeringat, gelisah, apatis, kemudian tidak sadar atau pingsan.

Table tanda dan gejala syok awal dan syok lanjut

No. Syok Awal Syok Lanjut


1 Terbangun, sadar dan cemas Bangun atau tidak sadar
2 Denyut nadi agak cepat (>110x per Denyut nadi cepat dan lemah
menit)
3 Pernapasan sedikit lebih cepat Nafas pendek dan sangat cepat
(30x/menit atau lebih)
4 Pucat Pucat dan dingin
5 Tekanan darah rendah (sistolik <90 Tekanan darah sangat lemah
mmHg)
6 Pengeluaran urin 30 cc/jam atau Pengeluaran urin >30 cc/jam
lebih

2.2.4 Klasifikasi syok

1) Syok Hipovolemik

Disebut juga syok hemoragik. Adalah syok yang disebabkan perdarahan yang
banyak yang dapat disebabkan oleh perdarahan pada kehamilan muda,
antepartum, atau pasca persalinan. Gejala klinik tergantung jumlah perdarahan
yang terjadi. Tanda syok ringan dapat di temukan dengan tilt test yaitu terjadi
hipotensi bila duduk dan atau takikardi, sedangkan saat berbaring masih normal.
Penanganan syok hipovolemik

 Cari dan hentikan sebab perdarahan


 Bersihkan saluran nafas, beri oksigen/pasang selang ET
 Naikkan kaki ke atas untuk memperbaiki perfusi jaringan
 Kembalikan volume darah dengan transfuse
 Terapi obat : analgesi, kortikosteroid (masih kontriversial; dapat
menurunkan resistensi perifer, dan meningkatkan kerja jantung dan perfusi
jaringan), sodium bikarbonat jika asidosis, vasopresor (untuk menaikkan
tekanan darah dan mempertahankan perfusi renal), yaitu dopamine (pilihan
utama) dan beda adregnergik stimulant
 Monitoring central venous pressure, nadi, tekanan darah, produksi urin,
tekanan kapiler paru, dan perbaikan keadaan umum
 Jika terjadi atonia uteri, lakukan mesase uterus, beri metal ergometrin 0,2
mg i.v dan oksitosin i.v atau drip, bila gagal lakukan ligasi uteria
hipogastrika atau histerektomi
2) Syok Septik

Disebut juga syok endotoksik adalah suatu gangguan menyeluruh pembuluh darah
disebabkan oleh lepasnya toksin. Sebagian besar disebabkan oleh bakteri gram
negative (E.Coli, pseudomonas Aeruginosa, Klebsiela), dapat juga disebabkan
oleh bakteri gram positif virus atau jamur.

Penyebab Syok Septik pada Obstetrik :

 abortus septic
 ketuban pecah lama/karioamnionitis
 infeksi pasca persalinan
 trauma
 Sisa Plasenta
 Sepsis puerperalis
 Pielonefritis akut

Penanganan syok septic


 Pengembalian fungsi sirkulasi dan oksigenasi
 Penggantian kehilangan darah dengan darah segar, kristaloid atau koloid
 Kortikosteroid
 Oksigen jika ada gangguan nafas
 Aminofin untuk menghilangkan bronkospasmus
 Eradikasi infeksi; antibiotic sesuai kultur, terpi operatif, evakuasi dengan
vakum, evakuasi digital atau histerektomi
 Koreksi cairan dan elelktrolit

3) Syok Kardiogenik

Adanya syok yang terjadi karena kontraksi otot jantung yang tidak efektif, yang
disebabkan oleh infark otot jantung dan kegagalan jantung. Penyebab utama
adalah penyakit pembuluh darah berat pada penyakit katup jantung. Tanda klinis :
dilatasi vena leher, dispnea, desah sistol dan diastole, dan edema menyeluruh.

4) Syok Neurogenik

adalah syok yang terjadi karena rasa sakit yang berat. Dapat disebabkan oleh
KET, solusio plasenta, persalinan dengan forceps, rupture uteri, inverse uteri
akut, dll.

5) Syok Anafilatik
adalah syok yang terjadi akibat hipersensitif atau alergi obat.

2.2.5 Penangan Syok

1) Prinsip dasar penanganan Syok

Tujuan utama pengobatan syok adalah melakukan penanganan awal dan khusus
untuk

 Menstabilkan kondisi pasien


 Memperbaiki volume cairan sirkulasi darah
 Mengefisiensikan system sirkulasi darah
 Setelah pasien stabil tentukan penyebab syok.
2) penanganan awal syok
a. Nilai kegawatan dengan melakukan pemeriksaan tanda vital
b. Berikan infuse ringer laktat atau garam fisiologis; 1 liter dalam 15-20
menit, kemudian lanjutkan hingga mencapai 3 liter (lihat kondisi pasien)
dalam 2-3 jam. Pada umunya syok hipovolemik memerlukan 3 liter cairan
untuk stabiliosasi atau mengembalikan cairan tubuh yang hilang. Jangan
berikan cairan peroral
c. Cegah hipotermia dan miringkan kepala/ tubuh pasien kekiri untuk
mencegah terjadinya aspirasi pada waktu pasien muntah
d. Bebaskan jalan nafas dan berikan oksigen melalui slang atau masker
dengan kecepatan 6-8 liter permenit
e. Tinggikan tungkai untuk membantu beban kerja jantung. Bila setelah
posisi tersebut ternyata pasien menjadi sesak atau mengalami edema paru
maka kembalikan tungkai pada posisi semula dan tinggikan tubuh atas
untuk mengurangi tekanan hidrostatik paru

Catatan :
Bila hingga langkah akhir tersbut diatas, ternyata tidak tampak secara jelas
perbaikan kondisi pasien, maka sebaiknya pasien di rujuk ke fasilitas kesehatan
yang lebih lengkap .

f. Bila pasien harus dirujuk maka beritahu pasien dan keluarga tentang apa
yang terjadi, buatkan surat rujukan , siapkan donor
g. Transfuse darah; bila konsentrasi hb <6 gr atau hematokrit <20, keadaan
ini menunjukkan keadaan yang kritis (kehilangan sangat banyak butir-butir
darah merah) sehingga harus diberikan transfuse darah agar perfusi ke
jaringan pulih kembali
h. Pemeriksaan laboratorium; periksa golongan darah, HB, hematokrit,
jumlah eritosit dan leukosit, trombosit, uji padanan silang (crossmatch).
Ukur jumlah dan produksi urin, bila produksi dibawah 50 ml/jam,
menunjukkan terjadinya hipovolemia
i. Berikan antibiotika, bila terdapat gejala dan tanda infeksi, berikan
antibiotic spectrum
j. Terapi definitive
Setelah stabilisasi pasien tercapai, sambil melanjutkan penanganan
tersebut diatas dan memantau tanda vital pasien, cari penyebab syok atau
penyebab terjadinya perdarahan dan berikan terapi sesuai dengan
penyebab
3) Penangan syok hemoragik
Setiap penderita yang syok hemoragik dirumah sakitkan. Terapi awal syok
bertujuan mengembalikan hubungan normal antara volume kecepatan denyut
jantung dan kebutuhan perifer yang sebenarnya.
Terapi :
a. Tindakan umum
Letakkan penderita datar punggunya, tinggikan kedua tungkai : “ posisi
pisau lipat”. Cegah agar tidak kedinginan (selimut, bantal), berikan
oksigen.
b. Hemostatis
Pada suatu kedaruratan, tergantung atas penyebabnya, pembuluh darah
atau serviks yang ruptura diklem, uterus ditekan bimanual, tekan aorta.
Dalam banyak hal, tidak mungkin mengefektifkan hemostatis ditempat
praktek dokter (kehamilan prematur, ektopik, ruptura uteri, hematoma
supralevator)
c. Pergantian volume
Berikan larutan koloid (haemaccel, plasmafucin, plasmagel, macrodex):
maksimum 1500 ml (ekspander plasma). Berikan setengah atau dua pertiga
larutan elektrolit : 1000-4000 ml (pengganti ekstrasel). Tranfusi darah :
ganti perdarahan yang banyak dengan drah lengkap.
d. Kendalikan gangguan mikrosirkulasi dan tetapkan sentralisasi
Berikan Hydergine mula-mula sampai 1,2 mg, kemudian 0,6 mg IV.
Berikan Rheomacrodex (10%) : maksimum 10 ml/kg berat badan, tetapi
hati-hati pada insufisiensi ginjal.
e. Hilangkan nyeri
Hanya bila diperlukan, kemudian berikan Demerol dalam dosis kecil :
maksimum 50 mg per dosis.
f. Penatalaksanaan koagulasi
Selalu curiga kelainan pembekuan darah bila darah yang mengalir dari
genitalia tidak membeku atau membeku sangat lambat
g. Memantau fungis ginjal
Pada prinsipnya pasang kateter “indwelling”. Ukur pengeluaran air seni
setiap jam.
h. Penatalksanaan jantung
Pada jantung yang tidak rusak sebelumnya dan pada penderita tua :
Kombetin (strofantin) 0,25-0,5 mg IV atau Lanoxin (digitoksin) 0,25 mg
IV.
i. Tindakan klinis
Intubasi, pernapasan dikontrol. Koreksi keseimbangan asam-basa,
kemungkinan osmoterapi (Mannitol) Streptokinase dalm syok hemoragi
yang cepat progresif.

2.3 Kolabrasi Manajemen Terapi

1. Handtapping
Handtapping merupakan bagian dari proses tindakan yang digunakan dalam
terapi nonfarmakologis Spiritual Emotion Freedom Technique. Metode SEFT
merupakan hasil pengembangan dan penyempurnaan dari beberapa metode terapi
sebelumnya. Tekhnik ini berdasarkan prinsip-prinsip yang sama dengan
akupunktur, akupresur, applied kinesiology, Tought Fields Therapy (TFT) dan
Emotional Freedom Technique (EFT). SEFT merupakan teknik penggabungan
dari sistem energi tubuh (energy medicine) dan terapi spiritual dengan
menggunakan metode tapping pada beberapa titik tertentu pada tubuh. SEFT
bekerja dengan prinsip yang kurang lebih sama dengan akupunktur dan akupresur.
Ketiganya berusaha merangsang titik-titik kunci pada sepanjang 12 jalur energi
(energy meridian) tubuh. Bedanya dibandingkan metode akupunktur dan
akupresur adalah teknik SEFT menggunakan unsur spiritual, cara yang digunakan
lebih aman, lebih mudah, lebih cepat dan lebih sederhana, karena SEFT hanya
menggunakan ketukan ringan (tapping) (Zainuddin, 2009).

2. Hypnobirthing
Hypnobirthing sering disebut juga dengan Hipnosis Persalinan. Hypnosis
adalah perubahan keadaan kesadaran, dimana subyek melakukan apa saja yang
diperintahkan oleh penghipnosis. Hypnobirthing merupakan metode relaksasi
yang mendasarkan pada keyakinan bahwa ibu hamil bisa mengalami persalinan
melalui insting dan memberikan sugesti bahwa melahirkan itu nikmat (
Maryunani, 2010). Setiap tahun lebih dari 200juta wanita hamil sebagian besar
kehamilan berakhir dengan kelahiran bayi hidup pada ibu yang sehat walaupun
demikian, pada beberapa kasus kelahiran bukanlah peristiwa membahayakan
tetapi menjadi suatu masa yang penuh dengan rasa nyeri, rasa takut, penderitaan
bahkan kematian (WHO, 2003).

3. Kebutuhan Nutrisi
Nutrisi adalah zat yang diperlukan oleh tubuh untuk keperluan
metabolismenya. Kebutuhan gizi pada Masa nifas terutama bila menyusui akan
meningkat sekitar 25%, karenaberguna untuk proses kesembuhan karena sehabis
melahirkan dan untuk memproduksi air susu yang cukup untuk menyehatkan bayi
semua itu akan meningkatkan tiga kali dari kebutuhan bias (Walyani, dkk.,
2015:103). Ibu yang menyusui harus memenuhi kebutuhan akan gizi sebagai
berikut: 1) Mengkinsumsi tambahann 500 kalori tiap hari. 2) Makan dengan diet
berimbang untuk mendapatkan protein, mineral. 3) Minum sedkitnya 3 liter air
setiap hari 4) Pil zat besi harus diminum untuk menambah zat gizi, setidaknya
selama 40 hari pasca persalinan. 5) Minum kapsul vitamin A 200.000 unit agar
dapat memberikan vitamin A kepada bayinya melai ASI (Saleha, 2013).

4. Cairan
Konsumsi cairan sebanyak 8 gelas per hari. Minum sedikitnya 3 liter tiap hari.
Kebutuhan akan cairan diperoleh dari air outih, sari buah, susu dan sup (Reni
Heryani, 2012). Kegunaan cairan bagi tubuh menyangkut beberapa fungsi berikut:
1) Fungsi system perkemihan. 2) Keseimbangan dan keselarasan berbagai proses
did lam tubuh. 3) Sistem Urinarius (Walyani, dkk, 2015:108-110).

5. Pemberian Farmakologi pada pasien SC


Pantau keadaan luka, kolaborasi dokter dengan protap nifas post SC, yaitu
pemberian cefriaxone 1 gr IV / 8 jam, kalnex 1 ampul IV / 8 jam, ranitidine 1
amp/ 8 jam. Lanjutkan dengan rencana asuhan pada klien Ny.T, dimana hari
pertama terfokus pada observasi keadaan umum, perdarahan diluka operasi dan
perdarahan pervaginam. Kolaborasi dilanjutkan dengan penambahan therapy
caltroven suppositoria 1 buah / hari dan pemberian obat oral, yaitu asam
mefenamat 3x1 tablet, amoxyclaf 3x1 tablet, lactifet 1x1 tablet, becomzet 1x1
tablet.

6. Pemberian Cairan Intravena


Cairan intra vena diberikan pada tahap awal untuk persiapan mengantisipasi
kalau kemudian penambahan cairan dibutuhkan. Pemberian cairan infus intravena
selanjutnya baik jenis cairan, banyaknya cairan yang diberikan, dan kecepatan
pemberian cairan harus sesuai dengan diagnosis kasus. Misalnya pemberian cairan
untuk mengganti cairan tubuh yang hilang pada syok hipovolemik seperti pada
perdarahan berbeda dengan pemberian cairan pada syok septik. Pada umumnya
dipilih cairan isotonik, misalnya NaCl 0.9 % atau Ringer Laktat. Jarum infus yang
digunakan sebaiknya nomor 16-18 agar cairan dapat dimasukkan secara cepat.
Pengukuran banyaknya cairan infus yang diberikan sangatlah penting. Berhati-
hatilah agar tidak berlebihan memberikan cairan intravena terlebih lagi pada syok
septik. Setiap tanda pembengkakan, napas pendek, dan pipi bengkak,
kemungkinan adalah tanda kelebihan pemberian cairan. Apabila hal ini terjadi,
pemberian cairan dihentikan. Diuretika mungkin harus diberikan bila terjadi
edema paru-paru

7. Pemberian Tranfusi Darah


Pada kasus perdarahan yang banyak, terlebih lagi apabila disertai syok,
transfusi darah sangat diperlukan untuk menyelamatkan jiwa penderita. Walaupun
demikian, transfusi darah bukan tanpa risiko dan bahkan dapat berakibat
kompliksai yang berbahaya dan fatal. Oleh karena itu, keputusan untuk
memberikan transfusi darah harus dilakukan dengan sangat hati-hati. Risiko yang
serius berkaitan dengan transfusi darah mencakup penyebaran mikroorganisme
infeksius ( misalnya human immunodeficiency virus atau HIV dan virus
hepatitis), masalah yang berkaitan dengan imunologik ( misalnya hemolisis
intravaskular), dan kelebihan cairan dalam transfusi darah

8. Pemberian Antibiotika
Antibiotika harus diberikan apabila terdapat infeksi, misalnya pada kasus sepsi,
syok septik, cidera intraabdominal, dan perforasi uterus. Pada kasus syok,
pemberian antibiotika intravena lebih diutamakan sebab lebih cepat menyebarkan
obat ke jaringan yang terkena infeksi. Apabila pemberian intravena tidak
memungkinkan, obat dapat diberikan intramuskular. Pemberian antibiotika per
oral diberikan jika pemberian intra vena dan intramuskular tidak memungkinkan,
yaitu jika pasien dalam keadaan syok, pada infeksi ringan, atau untuk mencegah
infeksi yang belum timbul, tetapi diantisipasi dapat terjadi sebagai komplikasi.
Profilaksis antibiotika adalah pemberian antibiotika untuk pencegahan infeksi
pada kasus tanpa tanda-tanda dan gejala infeksi. Antibiotika diberikan dalam dosis
tugngal, paling banyak ialah 3 kali dosis. Sebaiknya profilaksis antibiotika
diberikan setelah tali pusat diklem untuk menghindari efeknya pada bayi.
Profilaksis antibiotika yang diberikan dalam dosis terapeutik selain menyalahi
prinsip juga tidak perlu dan suatu pemborosan bagi si penderita. Risiko
penggunaan antibiotika berlebihan ialah retensi kuma, efek samping, toksisitas,
reaksi alergi, dan biaya yang tidak perlu dikeluarkan.

BAB III

ASKEP DAN ANALISIS JURNAL

BAB IV

PENUTUP
4.1 Kesimpulan

4.2 Saran

DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai