Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA

PASIEN DENGAN SECTIO CAESAREA

Oleh:
PUTU EPRILIANI P07120214010

DIV KEPERAWATAN TINGKAT III


SEMESTER VI

KEMENTERIAN KESEHATAN RI
POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR
JURUSAN KEPERAWATAN
TAHUN 2017
LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN POST SC

A. KONSEP DASAR PENYAKIT


1. Definisi

Sectio caesarea merupakan pengeluaran janin melalui insisi dinding


abdomen (laparotomi) dan dinding uterus (histerektomi). Persalinan dengan
sectio caesarea berisiko kematian 25 kali lebih besar dan berisiko infeksi 80
kali lebih tinggi dibanding persalinan pervaginam (Cuningham et al, 2010).
Sectio caesarea adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka
dinding perut dan dinding uterus atau vagina atau suatu histerotomi untuk
melahirkan janin dari dalam rahim. (Sarwono, 2010). Seksio sesarea (SC)
didefinisikan sebagai lahirnya janin melalui insisi di dinding abdomen
(laparotomi) dan dinding uterus (histerektomi). Definisi ini tidak mencakup
pengeluaran janin dari rongga abdomen pada kasus rupture uteri atau pada
kasus kehamilan abdomen. (Ventura, 2010)

2. Penyebab/faktor predisposisi

Indikasi-indikasi sectio caesarea berdasarkan indikasi ibu yaitu panggul


sempit absolut, tumor-tumor jalan lahir yang menimbulkan obstruksi, stenosis
serviks/vagina, plasenta previa, disproporsi sefalopelvik, ruptura uteri
membakat. Ada pula indikasi berdasarkan indikasi janin yaitu karena kelainan
letak dan gawat janin. Pada umumnya sectio caesarea tidak dilakukan pada
janin yang mati, syok, anemia berat, kelainan congenital berat (Sarwono,
2010).
Indikasi persalinan sectio caesarea yang dibenarkan dapat terjadi
secara tunggal atau secara kombinasi, prevalensi persalinan sectio caesarea
mengalami peningkatan yang sangat pesat hal ini di sebabkan oleh keputusan
dalam menegakkan indikasi semakin longgar dan indikasi persalian sectio
caesarea semakin berkembang, selain indikasi medis ada pula indikasi non
medis. Sebelum dilakukan persalinan SC hal yang harus selalu diperhatikan
adalah mengetahui indikasi apa saja perlu tindakan tersebut, cara apa yang
dikerjakan dan bagaimana penyembuhan luka tersebut. Ada beberapa hal yang
perlu di perhatikan dalam persalinan SC (Rasjidi, 2009)

a. Indikasi Persalinan Sectio Caesarea Indikasi Mutlak

Faktor mutlak untuk dilakukan SC dapat dibagi menjadi dua indikasi, yang
pertama adalah indikasi ibu, antara lain: panggul sempit absolut, kegagalan
melahirkan secara normal karena kurang kuatnya stimulasi, adanya tumor
jalan lahir, stenosis serviks, plasenta previa, disproporsi sefalopelvik, dan
ruptur uteri. Indikasi yang kedua adalah indikasi janin, antara lain: kelaianan
otak, gawat janin, prolapsus plasenta, perkembangan bayi yang terhambat, dan
mencegah hipoksia karena preeklamasi.

b.Indikasi Relatif

Yang termasuk dilakukan persalinan SC secara relatif, antara lain : riwayat


sectio caesarea sebelumnya, presentasi bokong, distosia fetal distress,
preeklamsi berat, ibu dengan HIV positif sebelum inpartu atau gemeli.

c.IndikasiSosial

Permintaaan ibu untuk melakukan sectio caesarea sebenarnya


bukanlah suatu indikasi untuk dilakukan sectio caesarea. Alasan yang
spesifik dan rasional harus dieksplorasi dan didiskusikan. Alasan ibu
meminta dilakukan persalinan sectio caesarea, antara lain: ibu yang
melahirkan berdasarkan pengalaman sebelumnya, ibu yang ingin sectio
caesarea secara elektif karena takut bayinya mengalami cedera atau asfiksia
selama persalinan, namun keputusan pasien harus tetap dihargai dan perlu
ditawari pilihan cara melahirkan yang lainnya. Angka bedah sectio
caesarea secara global menunjukkan kenaikan. 30 tahun yang lalu 1 dari
12 persalinan diakhiri dengan sectio caesarea sekarang perbandingan
dengan ini adalah 1 dari 3 persalinan. Kelayakan kenaikan angka bedah
masih diperdebatkan, World Health Organisation (WHO) mematok angka
15% (Rasjidi, 2009). Sectio caesarea primer merupakan resiko SC secara
berulang, yang menarik adalah sesarea elective. Sectio caesarea elective
merupakan semua tindakan operatif yang indikasi atas alasan medik sudah
ditentukan sebelum persalinan. Sectio caesarea tindakan diindikasikan
secara medis. Ketika pasien tertentu sudah memiliki suatu “kepercayaan”
anti intervensi hal ini menyebabkan peningkatan sectio caesarea dan hasil
akhir yang tragis (Reeder dkk, 2011).

Tanpa indikasi medis yang jelas, ibu sudah seharusnya menjalani


persalinan normal. Namun masih banyak persepsi yang salah tentang
persalinan sectio caesarea. Akibatnya, persalinan pervagina maupun sectio
caesarea dijadikan pilihan dalam persalinan, walaupun persalinan sectio
caesarea merupakan salah satu jawaban dalam kedaruratan persalinan.
Tetapi tindakan SC ini mempunyai akibat buruk pada ibu, antara lain:
infeksi, perdarahan, luka pada kandung kemih (Mitayani, 2009).

Pelaksanaan persalinan SC tanpa didasari indikasi medis adalah tidak


etis, kecuali telah melalui konseling. Pasien memiliki hak otonomi untuk
meminta dilakukan SC, bila pasien dengan sadar dan tanpa tekanan
memutuskan untuk dilakukan persalinan SC, surat permintaan tindakan
medis harus ditandatangani oleh pasien, saksi dari keluarga pasien, dokter,
dan saksi dari kalangan medis
3. Patofisiologi
SC merupakan tindakan untuk melahirkan bayi dengan berat di atas 500
gr dengan sayatan pada dinding uterus yang masih utuh. Indikasi dilakukan
tindakan ini yaitu distorsi kepala panggul, disfungsi uterus, distorsia jaringan
lunak, placenta previa dll, untuk ibu. Sedangkan untuk janin adalah gawat
janin. Janin besar dan letak lintang setelah dilakukan SC ibu akan mengalami
adaptasi post partum baik dari aspek kognitif berupa kurang pengetahuan.
Akibat kurang informasi dan dari aspek fisiologis yaitu produk oxsitosin yang
tidak adekuat akan mengakibatkan ASI yang keluar hanya sedikit, luka dari
insisi akan menjadi post de entris bagi kuman. Oleh karena itu perlu diberikan
antibiotik dan perawatan luka dengan prinsip steril. Nyeri adalah salah utama
karena insisi yang mengakibatkan gangguan rasa nyaman.
Sebelum dilakukan operasi pasien perlu dilakukan anestesi bisa bersifat
regional dan umum. Namun anestesi umum lebih banyak pengaruhnya
terhadap janin maupun ibu anestesi janin sehingga kadang-kadang bayi lahir
dalam keadaan upnoe yang tidak dapat diatasi dengan mudah. Akibatnya janin
bisa mati, sedangkan pengaruhnya anestesi bagi ibu sendiri yaitu terhadap
tonus uteri berupa atonia uteri sehingga darah banyak yang keluar. Untuk
pengaruh terhadap nafas yaitu jalan nafas yang tidak efektif akibat sekret yan
berlebihan karena kerja otot nafas silia yang menutup. Anestesi ini juga
mempengaruhi saluran pencernaan dengan menurunkan mobilitas usus.
Seperti yang telah diketahui setelah makanan masuk lambung akan terjadi
proses penghancuran dengan bantuan peristaltik usus. Kemudian diserap
untuk metabolisme sehingga tubuh memperoleh energi. Akibat dari mortilitas
yang menurun maka peristaltik juga menurun. Makanan yang ada di lambung
akan menumpuk dan karena reflek untuk batuk juga menurun. Maka pasien
sangat beresiko terhadap aspirasi sehingga perlu dipasang pipa endotracheal.
Selain itu motilitas yang menurun juga berakibat pada perubahan pola
eliminasi yaitu konstipasi. (Saifuddin, Mansjoer & Prawirohardjo, 2002)
4. Klasifikasi
1. Sectio cesaria transperitonealis profunda
Sectio cesaria transperitonealis propunda dengan insisi di segmen
bawah uterus. insisi pada bawah rahim, bisa dengan teknik melintang atau
memanjang. Keunggulan pembedahan ini adalah:
a. Pendarahan luka insisi tidak seberapa banyak.
b. Bahaya peritonitis tidak besar.
c. Perut uterus umumnya kuat sehingga bahaya ruptur uteri dikemudian
hari tidak besar karena pada nifas segmen bawah uterus tidak seberapa
banyak mengalami kontraksi seperti korpus uteri sehingga luka dapat
sembuh lebih sempurna.
2. Sectio cacaria klasik atau section cecaria corporal
Pada cectio cacaria klasik ini di buat kepada korpus uteri, pembedahan
ini yang agak mudah dilakukan,hanya di selenggarakan apabila ada
halangan untuk melakukan section cacaria transperitonealis profunda. Insisi
memanjang pada segmen atas uterus.
3. Sectio cacaria ekstra peritoneal
Section cacaria eksrta peritoneal dahulu di lakukan untuk mengurangi
bahaya injeksi perporal akan tetapi dengan kemajuan pengobatan terhadap
injeksi pembedahan ini sekarang tidak banyak lagi di lakukan. Rongga
peritoneum tak dibuka, dilakukan pada pasien infeksi uterin berat.
4. Section cesaria Hysteroctomi
Setelah sectio cesaria, dilakukan hysteroktomy dengan indikasi:
a. Atonia uteri
b. Plasenta accrete
c. Myoma uteri
d. Infeksi intra uteri berat
5. Gejala Klinis
Operasi sectio caesarea dilakukan jika kelahiran pervaginal mungkin akan
menyebabkan resiko pada ibu ataupun pada janin, dengan pertimbangan hal-
halyang perlu tindakan SC proses persalinan normal lama/ kegagalan proses
persalinan normal ( Dystasia )
a. Fetal distress
b. His lemah / melemah
c. Janin dalam posisi sungsang atau melintang
d. Bayi besar ( BBL≥4,2 kg )
e. Plasenta previa
f. Kalainan letak
g. Disproporsi cevalo-pelvik ( ketidakseimbangan antar ukuran kepala dan
panggul)
h. Rupture uteri mengancam
i. Hydrocephalus
j. Primi muda atau tua
k. Partus dengan komplikasi
l. Panggul sempit

6. Pemeriksaan Diagnostik/penunjang

a. Hitung darah lengkap, golongan darah (ABO) dan percocokan silang,


serta tes coombs
b. Urinalisis : menentukan kadar albumin / glukosa
c. Kultur : mengidentifikasi adanya virus herpes simpleks tipe II
d. Pelvimetri : menentukan CPD
e. Amniosentesis : mengkaji maturitas paru janin
f. Ultrasonografi : melokalisasi plasenta menentukan pertumbuhan,
kedudukan, dan presentasi janin
g. Tes stres kontraksi atau tes non stres : mengkaji respon janin terhadap
gerakan / stres dari pola kontraksi uterus / pola abnormal
h. Pemantauan elektronik kontinu : memastikan status janin/aktivitas uterus
( Mitayani : 2011)

7. Perawatan Post Operasi Sectio Caesarea

a. Analgesia
Wanita dengan ukuran tubuh rata – rata dapat disuntik 75 mg Meperidin
(intra muskuler) setiap 3 jam sekali, bila diperlukan untuk mengatasi rasa sakit
atau dapat disuntikkan dengan cara serupa 10 mg morfin
1) Wanita dengan ukuran tubuh kecil, dosis Meperidin yang diberikan
adalah 50 mg.
2) Wanita dengan ukuran besar, dosis yang lebih tepat adalah 100 mg
Meperidin
3) Obat – obatan antiemetic, misalnya protasin 25 mg biasanya diberikan
bersama – sama dengan pemberian preparat narkotik
b. Tanda – tanda vital
Tanda – tanda vital harus diperiksa 4 jam sekali, perhatikan tekanan
darah, nadi, jumlah urine serta jumlah darah yang hilang dan keadaan fundus
harus diperiksa
c. Terapi cairan dan diet
Untuk pedoman umum, pemberian 3 liter larutan RL, terbukti sudah
cukup selama pembedahan dan dalam 24 jam pertama berikutnya, meskipun
demikian, jika output urine jauh di bawah 30 ml/jam, pasien harus segera di
evaluasi kembali paling lambat pada hari kedua
d. Vesika urinarius dan usus
Kateter dapat dilepaskan setelah 12 jam, post operasi atau pada
keesokan paginya setelah operasi. Biasanya bising usus belum terdengar pada
hari pertama setelah pembedahan, pada hari kedua bising usus masih lemah,
dan usus baru aktif kembali pada hari ketiga.
e. Ambulasi
Pada hari pertama setelah pembedahan, pasien dengan bantuan
perawatan dapat bangun dari tempat tidur sebentar, sekurang – kurang 2 kali
pada hari kedua pasien dapat berjalan dengan pertolongan.
f. Perawatan luka
Luka insisi di inspeksi setiap hari, sehingga pembalut luka yang
alternative ringan tanpa banyak plester sangat menguntungkan, secara normal
jahitan kulit dapat diangkat setelah hari ke empat setelah pembedahan. Paling
lambat hari ke tiga post partum, pasien dapat mandi tanpa membahayakan luka
insisi.
g. Laboratorium
Secara rutin hematokrit diukur pada pagi setelah operasi hematokrit
tersebut harus segera di cek kembali bila terdapat kehilangan darah yang tidak
biasa atau keadaan lain yang menunjukkan hipovolemia
h. Perawatan payudara
Pemberian ASI dapat dimulai pada hari post operasi jika ibu memutuskan
tidak menyusui, pemasangan pembalut payudara yang mengencangkan
payudara tanpa banyak menimbulkan kompesi, biasanya mengurangi rasa nyeri
i. Memulangkan pasien dari rumah sakit
Seorang pasien yang baru melahirkan mungkin lebih aman bila
diperbolehkan pulang dari rumah sakit pada hari keempat dan kelima post
operasi, aktivitas ibu seminggunya harus dibatasi hanya untuk perawatan
bayinya dengan bantuan orang lain. (Sugeng Jitowiyono : 2010)
8. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan Keperawatan
Buat instruksi perawatan yang meliputi :
1) Perawatan pasca operasi
2) Jadwal pemeriksaan ulang tekanan darah, frekuensi nadi dan nafas
3) Jadwal pengukuran jumlah produksi urin
4) Berikan infuse dengan jelas, singkat dan terinci bila dijumpai
adanya penyimpangan pada pemantauan EKG dan JDL dengan
diferensial
b. Penatalaksanaan Medis
1) Cairan IV sesuai indikasi
2) Anestesia; regional atau general
3) Perjanjian dari orang terdekat untuk tujuan sectio caesaria.
4) Tes laboratorium/diagnostik sesuai indikasi.
5) Pemberian oksitosin sesuai indikasi.
6) Tanda vital per protokol ruangan pemulihan
7) Persiapan kulit pembedahan abdomen
8) Persetujuan ditandatangani.
9) Pemasangan kateter foley
(Sugeng Jitowiyono : 2010)

9. Komplikasi

Komplikasi yang sering terjadi adalah perdarahan, infeksi, eklampsia,


partus lama yang semuanya membutuhkan pelayanan kesehatan dari tenaga
yang professional dan pemanfaatan sumber daya kesehatan yang maksimal
(Depkes RI, 2010).

Yang sering terjadi pada ibu SC adalah :


1) Infeksi puerperial : kenaikan suhu selama beberapa hari dalam masa nifas
dibagi menjadi:
a. Ringan, dengan suhu meningkat dalam beberapa hari
b. Sedang, suhu meningkat lebih tinggi disertai dengan dehidrasi dan
perut sedikit kembung
c. Berat, peritonealis, sepsis dan usus paralitik
2) Perdarahan : perdarahan banyak bisa terjadi jika pada saat pembedahan
cabang-cabang arteri uterine ikut terbuka atau karena atonia uteri.
3) Komplikasi-komplikasi lainnya antara lain luka kandung kencing,
embolisme paru yang sangat jarang terjadi.
4) Kurang kuatnya parut pada dinding uterus, sehingga pada kehamilan
berikutnya bisa terjadi ruptur uteri.
Yang sering terjadi pada ibu bayi : Kematian perinatal

B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN


1. Pengkajian Keperawatan
Pada pengkajian klien dengan sectio caesaria, data yang dapat ditemukan
meliputi distress janin, kegagalan untuk melanjutkan persalinan, malposisi
janin, prolaps tali pust, abrupsio plasenta dan plasenta previa.
a. Identitas atau biodata klien
Meliputi, nama, umur, agama, jenis kelamin, alamat, suku bangsa, status
perkawinan, pekerjaan, pendidikan, tanggal masuk rumah sakit nomor
register , dan diagnosa keperawatan.
b. Keluhan utama
c. Riwayat kesehatan
1) Riwayat kesehatan dahulu:
Penyakit kronis atau menular dan menurun sepoerti jantung, hipertensi,
DM, TBC, hepatitis, penyakit kelamin atau abortus.
2) Riwayat kesehatan sekarang :
Riwayat pada saat sebelun inpartu di dapatka cairan ketuban yang keluar
pervaginan secara sepontan kemudian tidak di ikuti tanda-tanda
persalinan.
3) Riwayat kesehatan keluarga:
Adakah penyakit keturunan dalam keluarga seperti jantung, DM, HT,
TBC, penyakit kelamin, abortus, yang mungkin penyakit tersebut
diturunkan kepada klien.
d. Pola-pola fungsi kesehatan
1) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
karena kurangnya pengetahuan klien tentang ketuban pecah dini, dan
cara pencegahan, penanganan, dan perawatan serta kurangnya mrnjaga
kebersihan tubuhnya akan menimbulkan masalah dalam perawatan
dirinya
2) Pola Nutrisi dan Metabolisme
Pada klien nifas biasanaya terjadi peningkatan nafsu makan karena dari
keinginan untuk menyusui bayinya.
3) Pola aktifitas
Pada pasien pos partum klien dapat melakukan aktivitas seperti
biasanya, terbatas pada aktifitas ringan, tidak membutuhkan tenaga
banyak, cepat lelah, pada klien nifas didapatkan keterbatasan aktivitas
karena mengalami kelemahan dan nyeri.
4) Pola eleminasi
Pada pasien pos partum sering terjadi adanya perasaan sering/susah
kencing selama masa nifas yang ditimbulkan karena terjadinya odema
dari trigono, yang menimbulkan inveksi dari uretra sehingga sering
terjadi konstipasi karena penderita takut untuk melakukan BAB.
5) Istirahat dan tidur
Pada klien nifas terjadi perubagan pada pola istirahat dan tidur karena
adanya kehadiran sang bayi dan nyeri epis setelah persalinan
6) Pola hubungan dan peran
Peran klien dalam keluarga meliputi hubungan klien dengan keluarga
dan orang lain.
7) Pola penagulangan sters
Biasanya klien sering melamun dan merasa cemas
8) Pola sensori dan kognitif
Pola sensori klien merasakan nyeri pada prineum akibat luka janhitan
dan nyeri perut akibat involusi uteri, pada pola kognitif klien nifas
primipara terjadi kurangnya pengetahuan merawat bayinya
9) Pola persepsi dan konsep diri
Biasanya terjadi kecemasan terhadap keadaan kehamilanya, lebih-lebih
menjelang persalinan dampak psikologis klien terjadi perubahan konsep
diri antara lain dan body image dan ideal diri
10) Pola reproduksi dan sosial
Terjadi disfungsi seksual yaitu perubahan dalam hubungan seksual
atau fungsi dari seksual yang tidak adekuat karena adanya proses
persalinan dan nifas.
e. Pemeriksaan fisik
1) Kepala
Bagaimana bentuk kepala, kebersihan kepala, kadang-kadang terdapat
adanya cloasma gravidarum, dan apakah ada benjolan
2) Leher
Kadang-kadang ditemukan adanya penbesaran kelenjar tioroid, karena
adanya proses menerang yang salah
3) Mata
Terkadang adanya pembengkakan paka kelopak mata, konjungtiva, dan
kadang-kadang keadaan selaput mata pucat (anemia) karena proses
persalinan yang mengalami perdarahan, sklera kunuing
4) Telinga
Biasanya bentuk telingga simetris atau tidak, bagaimana kebersihanya,
adakah cairan yang keluar dari telinga.
5) Hidung
Adanya polip atau tidak dan apabila pada post partum kadang-kadang
ditemukan pernapasan cuping hidung
6) Dada
Terdapat adanya pembesaran payu dara, adanya hiper pigmentasi areola
mamae dan papila mamae
7) Pada klien nifas abdomen kendor kadang-kadang striae masih terasa
nyeri. Fundus uteri 3 jari dibawa pusat.
8) Genitalia
Pengeluaran darah campur lendir, pengeluaran air ketuban, bila terdapat
pengeluaran mekomium yaitu feses yang dibentuk anak dalam
kandungan menandakan adanya kelainan letak anak.
9) Anus
Kadang-kadang pada klien nifas ada luka pada anus karena rupture
10) Ekstermitas
Pemeriksaan odema untuk mrlihat kelainan-kelainan karena
membesarnya uterus, karenan preeklamsia atau karena penyakit
jantung atau ginjal.
11) Tanda-tanda vital
Apabila terjadi perdarahan pada pos partum tekanan darah turun, nadi
cepat, pernafasan meningkat, suhu tubuh turun.
2. Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul
1. Menyusui tidak efektif berhubungan dengan kurangnya pengetahuan ibu
tentang cara menyusui yang bernar.
2. Nyeri akut berhubungan dengan injury fisik jalan lahir.
3. Defisit pengetahuan berhubungan dengan tidak mengenal atau familiar
dengan sumber informasi tentang cara perawatan bayi.
4. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelelahan sehabis bersalin
5. Resiko infeksi berhubungan dengan luka operasi
3. Rencana Asuhan Keperawatan
DAFTAR PUSTAKA
Caraspot. 2010. Proses Keperawatan NANDA, NOC &NIC. Yogyakarta :
mocaMedia
Jitowiyono, Sugeng dan Weni Kristiyanasari. 2010. Asuhan Keperawatan
Post Operasi. Yogyakarta : Nuha Medika

Mitayani. 2011. Asuhan Keperawatan Maternitas. Jakarta : Salemba Medika

Sarwono Prawiroharjo. 2009. Ilmu Kebidanan, Edisi 4 Cetakan II. Jakarta :


Yayasan Bina Pustaka
Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006.
Jakarta: Prima Medika

Denpasar, 2017

Nama Pembimbing / CI : Nama Mahasiswa

............................................ Putu Epriliani


NIP. NIM.
P07120214010

Nama Pembimbing / CT :

............................................

NIP.

Anda mungkin juga menyukai