Anda di halaman 1dari 22

STANDAR ASUHAN KEBIDANAN

PADA IBU HAMIL DENGAN RIWAYAT SC

I. DEFINISI

Seksio sesarea merupakan suatu persalinan buatan, dimana janin dilahirkan melalui
suatu insisi pada dinding rahim dengan syarat rahim dalam keadaan utuh dan berat janin lebih
dari lima ratus gram (Fadlun, 2013).

Bekas seksio sesarea adalah ibu yang pernah mengalami pembedahan atau seksio
sesarea untuk mengakhiri kehamilan sebelumnya, maupun operasi-operasi lain (miomektomi)
yang irisannya menembus hingga mencapai kavum uteri (Feryanto Ahmad, 2013).

Setiap ibu hamil dengan bekas seksio sesarea haruslah melakukan pemeriksaan
antenatal sama seperti pada kehamilan normal, tapi yang harus difokuskan pada pemeriksaan
adalah hal-hal berikut :

a. Menentukan usia kehamilan, besar janin, dan letak janin dalam Rahim (terutama pada
kehamilan trimester III)

b. Menilai keadaan parut luka dari operasi sebelumnya dan menilai adanya kemungkinan
komplikasi pada pembedahan yang lalu

c. Jenis irisan uterus ( low transversal, longitudinal/ vertical/ classic, atau pun low vertikal)

d. Setiap ibu dengan bekas seksio sesarea harus melahirkan di rumah sakit dengan fasilitas
kesehatan yang memadai terutama kasus persalinan dengan parut uterus (Benson, Ralph C,
2013).

II. ETIOLOGI

Uterus yang memiliki jaringan parut dianggap sebagai kontraindikasi untuk melahirkan
karena dikhawatirkan akan terjadi rupture uteri. Resiko ruptur uteri meningkat seiring dengan
jumlah insisi sebelumnya, klien dengan jaringan perut melintang yang terbatas disegmen
uterus bawah , kemungknan mengalami robekan jaringan parut simtomatik pada kehamilan
berikutnya. Wanita yang mengalami ruptur uteri beresiko mengalami kekambuhan , sehingga
tidak menutup kemungkinan untuk dilakukan persalinan pervaginam tetapi dengan beresiko
rupture uteri dengan akibat buruk bagi ibu dan janin, american collage of obstetrician and
ginecologistc (2005)

a. Etiologi yang berasal dari ibu

Menurut Manuaba ( 2012 ), adapun penyebab Sectio Caesarea yang berasal dari
ibu yaitu ada sejarah kehamilan dan persalinan yang buruk, terdapat kesempitan panggul,
plasenta previa terutama pada primigravida, solution plasenta tingkat I-II, komplikasi
kehamilan yang disertai penyakit ( jantung, DM), gangguan perjalanan persalinan ( kista
ovarium, mioma uteri, dan sebagainnya). Selain itu terdapat beberapa etiologi yang
menjadi indikasi medis dilaksanakanya Sectio Caesarea antara lain : CPD ( Chepalo
Pelvik Disproportion), PEB ( Preeklamsi Berat ), KPD ( Ketuban Pecah Dini), factor
hambatan jalan lahir.

b. Etiologi yang berasal dari janin

Gawat janin, mal presentasi, dan mal posisi kedudukan janin, prolapsi tali pusat
dengan pembukaan kecil, kegagalan persalinan vakum atau forcep ekstraksi ( Nurafif &
Kusuma, 2015 ).

III. PATOFISIOLOGI

Terjadi kelainan pada ibu dan kelainan pada janin menyebabkan persalinan normal
tidak memungkinkan dan akhirnya harus diilakukan tindakan Sectiocaesarea, bahkan
sekarang Sectiocaesarea menjadi salah satu pilihan persalinan (Saifuddin, & Prawirohardjo,
2006)

Adanya beberapa hambatan ada proses persalinan yang menyebabkan bayi tidak dapat
dilahirkan secara normal, misalnya plasenta previa, rupture sentralis dan lateralis, pannggul
sempit, partus tidak maju (partus lama), pre-eklamsi, distokksia service dan mall presentasi
janin, kondisi tersebut menyebabkan perlu adanya suatu tindakan pembedahan yaitu
Sectiocaesarea (SC). Dalam proses operasinya dilakukan tindakan yang akan menyebabkan
pasien mengalami mobilisasii sehingga akan menimbulkan masalah intoleransi aktivitas.
Adanya kelumpuhan sementara dan kelemahan fisik akan menyebabkan pasien tidak mampu
melakukan aktifitas perawatan diri pasien secara mandiri sehingga timbul masalah deficit
perawatan diri. Kurangnya informasi mengenai proses pembedahan, penyembuhan dan
perawatan post operasi akan menimbulkan masalah ansietas pada pasien. Selain itu dalam
proses pembedahan juga akan dilakukan tindakan insisi pada dinding abdomen sehingga
menyebabkan inkontinuitas jaringan, pembuluh darah dan saraf-saraf di daerah insisi. Hal ini
akan merangsang pengeluaran histamin dan prostaglandin yang akan menimbulkan rasa
nyeri. Setelah semua proses pembedahan berakhir, daerah insisi akan ditutup dan
menimbulkan luka post operasii, yang bila tidak dirawat dengan baik akan menimbulkan
masalah resiko infeksi.

IV. MANIFESTASI KLINIS

Menurut prawiroharjo (2009) manifestasi klinis pada klien dengan Sectio Caesarea,
antara lain :

a. Kehilangan darah selama prosedur pembedahan 600-800 ml

b. Terpasang kateter : urine jernih dan pucat

c. Abdomen lunak dan tidak ada distensi

d. Nyeri disekitar luka operasi

e. Ketidakmampuan untuk menghadapi situasi baru

f. Balutan abdomen tampak sedikit noda

g. Aliran lokhia sedang dan bebas bekuan, berlebihan dan banyak

h. Malpresentasi janin
1. Letak lintang

2. Presentasi dahi dan muka (letak defleksi)

Letak dahi adalah letak kepala dengan defleksi yang sedang higga dahi menjadi bagian
yang terendah. Sedangkan letak muka adalah letak kepala dengan defleksi maksimal.

3. Gemeli (Kehamilan kembar)

V. KOMPLIKASI

Komplikasi yang mungkin muncul dari tindakan Sectio Caesarea adalah komplikasi
pembiusan, perdarahan pasca operasi Sectio Caesarea, syok perdarahan, obstruksi usus,
gangguan pembekuan darah, dan cedera organ abdomen seperti usus, ureter, kandung
kemih, pembuluh darah. Pada Sectio Caesarea juga bisa terjadi infeksi sampai sepsis
apalagi pada kasus dengan ketuban pecah dini. Dapat juga terjadi komplikasi pada bekas
luka operasii (Fauziyah Yulia, 2015).

Hal yang sangat mempengaruhi atau komplikasi pasca operasi yaitu infeksi jahitan
pasca Sectio Caesarea, infeksi ini terjadi karena banyak factor, seperti infeksi intrauteri,
adanya penyakit penyerta yang berhubungan dengan infeksi misalnya, abses tuboofaria,
apendiksitis akut/perforasi. Diabetes mellitus, gula darah tidak terkontrol, kondisi
imunokompromised misalnya, infeksi HIV, Tuberkulosis atau sedang mengkonsumsi
kortikosteroid jangka panjang, gisi buruk, termasuk anemia berat, sterilitas kamar operasi
dan atau alat tidak terjaga, alergi pada materi benang yang digunakan daan kuman resisten
terhadap antibiotic. Akibat infeksi ini luka bekas Sectio Caesarea akan terbuka dalam
minggu pertama pasca operasi. Terbukanya luka bisa hanya kulit dan subkulit saja, bisa
juga sampai fascia yang disebut dengan bust abdomen. Umumnya, luka akan bernanah atau
ada eksudat dan berbahaya jika dibiarkan karena kuman tersebut dapat menyebar melalui
aliran darah. Luka yang terbuka akibat infeksi itu harus dirawat, dibersihkan dan dilakukan
kultur dari caiiran luka tersebut. (Nur afif A.H, 2015).
Penyulit pada kehamilan dengan riwayat pernah melahirkan dengan riwayat seksio
sesarea :

a. Kelainan letak atau presentasi

Presentase muka dan dahi yang disebabkan oleh adanya penyempitan pintu atas
panggul seringkali diindikasikan untuk dilakukan seksio sesarea.

b. Postterm dengan pelvik skor rendah

c. Plasenta previa

Plasenta previa merupakan plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah


rahim akibatnya menutupi sebagian atau seluruh dari ostium uteri internum. Tindakan
seksio sesarea dapat dilakukan pada semua tipe plasenta previa dalam trimester III yang
belum ada pembukaan pada servik persalinannya yang dideteksi dengan USG
transvaginal, dan terjadi perdarahan yang banyak yang mengancam jiwa (Benson, 2013).

d. CPD (Cephalopelvic disproportion) atau FPD (Fetopelvic disproportion)

Cephalopelvic Disproportion (CPD) absolut merupakan suatu kondisi tidak


seimbang antara ukuran janin yang terlalu besar dibandingkan dengan rongga tulang
panggul sehinggga tidak dapat dilakukan persalinan per vaginam. Cephalopelvic
Disproportion (CPD) relatif adalah kondisi ketika janin terlalu besar bagi tulang panggul
karena adanya kondisi presentasi alis dan presentasi campuran (Nur Afif A.H, 2015)

Penyulit pada persalinan dengan riwayat pernah melahirkan dengan seksio


sesarea:

a. Ruptur uteri

Ruptur uteri merupakan robeknya uterus sehingga terjadi hubungan langsung


antara rongga amnion dan rongga peritoneum. Ruptur uteri disebabkan oleh kerusakan
yang telah ada sebelumnya, misalnya karena trauma atau komplikasi persalinan pada
uterus yang masih utuh. Ruptur uteri paling sering terjadi pada uterus yang telah
diseksio sesarea pada persalinan sebelumnya. Ruptur uteri dapat mengkibatkan
terjadinya perdarahan yang fatal (Fadlun,2013).

b. Gawat janin sampai dengan kematian janin intrauteri .(Feryanto, 2013).

VI. PEMERIKSAAN PENUNJANG

a. Pemantauan janin terhadap kesehatan janin (CTG)

b. Darah Rutin

c. Golongan Darah

d. Protein urine

e. HIV, Hbsag, Sifilis ( jika diperlukan)

VII. PENATALAKSANAAN MEDIS

a. Pre operasi

1. Persiapan Pasien

Persiapan pasien yang harus dilakukan sebelum sectio caesarea (SC) atau biasa
disebut operasi sesar atau caesarean section antara lain adalah:

a) Anamnesis: menanyakan riwayat perawatan antenatal, riwayat kehamilan


sebelumnya, serta kondisi lain yang ditujukan untuk mencari adanya indikasi dan
kontraindikasi.

b) Puasa : pasien yang akan melakukan SC harus dipuasakan paling tidak 8 jam pre
operasi untuk makanan padat dan 2 jam pre operasi untuk cairan.

c) Informed consent
d) Pemeriksaan laboratorium : (1) darah lengkap, (2) profil koagulasi, (3) cross-match
darah, dan (4) pemeriksaan khusus bila diperlukan, misalnya pemeriksaan HIV,
hepatitis B, dan sebagainya

e) Pemasangan akses intravena, kateter Foley, dan konsultasi Anestesi untuk melihat
apakah pasien layak menjalani operasi

f) Pemberian antibiotik profilaksis : Antibiotik yang disarankan adalah spektrum


sempit yang efektif terhadap mikroorganisme penyebab infeksi saluran kemih,
endometritis, dan infeksi luka. Regimen yang dapat diberikan antara lain adalah:

1) Cephalosporin (Cefazolin, Cefotaxime, atau Cefotetan) 2 gram IV bila < 120 kg


atau 3 gram IV bila ≥120 kg.

2) Ampicilin-sulbactam 3 gram IV

3) Clindamisin 600 mg IV ATAU vancomycin 1 gram IV DAN gentamicin 1.5


mg/kg IV

4) Antibiotik yang diberikan adalah secara intravena dalam dosis tunggal,


diberikan 60 menit sebelum dilakukan insisi.

b. prinsip keperawatan pasca bedah

1. Melakukan pemantauan 2 jam post sc, yaitu 15 menit pada jam pertama dan 30 menit
pada jam kedua, meliputi tekanan darah, nadi, suhu, kontraksi, TFU, kandung kemih
dan perdarahan.

2. Mobilisasi 24 jam pasien harus bedrest total untuk mencegah terjadinya pendarahan,

Mobilisasi dilakukan secara bertahap meliputi :

a) Anjurkan pasien untuk menggerakkan kaki saat 2 jam post operasi

b) Miring kanan dan miring kiri dapat dimulai sejak 6-10 jam setelah operasi.

c) Latihan pernafasan dapat dilakukan penderita sambil tidur terlentang sedini


mungkin setelah sadar.
d) Hari kedua post operasi, penderita dapat didudukan selama 5 menit dan diminta
untuk bernafas dalam lalu menghembuskannya.

e) Kemudian posisi tidur terlentang dapat diubah menjadi posisi setengah duduk
(Semifowler ).

f) Selanjutnya selama berturut-turut, hari demi hari, pasien dianjurkan belajar duduk
selama sehari, belajar berjalan da kemudian belajar sendiri pada hari ke-3 sampai
hari ke-5 pasca operasi.

Tujuan dilakukan mobilisasi, yaitu :

a) Untuk mencegah thrombosis

b) Untuk mengurangi bendungan lochea dalam Rahim

c) Untuk meningkatkan peredaran darah sekitar alat kelamin

d) Untuk mempercepat normalisasi alat kelamin ke keadaan semula

e) Mengurangi infeksi puerpurium

3. Pemberian cairan 2x 24 jam

Karena 24 jam pertama penderita puasa pasca operasi, maka pemberian cairan
perintravena harus cukup banyak dan mengandung elektrolit agar tidak terjadi
hipotermi, dehidrasi atau komplikasi pada organ tubuh lainnya. Cairan yang digunakan
biasanya DS 10%, garam dan RL secara bergantian dan jumlah tetesan tergantung
kebutuhan. Bila kadar Hb rendah diberikan transfuse darah sesuai kebutuhan.

4. Diet

Pemberian cairan perinfus biasanya dihentikan setelah pasien sudah flaktus lalu
dimulailah pemberian obat peroral. Pemberian minuman dengan jumlah yang sedikit
sudah boleh dilakukan pada 6-10 jam pasca operasi, berupa air putih dan air teh.
5. Kateter dibuka pada hari ke 2-3

Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan tidak enak pada
penderita, menghalangi involusi uterus dan menyebabkan perdarahan. Kateter
biasanya terpasang 24-48 jam / lebih lama lagi tergantung jenis operasi dan keadaan
penderita.

6. Pemberian obat-obatan

a) Antibiotic, Cara pemilihan dan pemberian antibiotic sangat berbeda-beda setiap


rumah sakit.

b) Analgetik dan obat untuk memperlancar kerja saluran pencernaan.

c) Obat-obatan lain. Untuk meningkatkan vitalis dan keadaan umum penderita dapat
diberikan caboransia seperti neurobian vit C.

7. Perawatan luka

(Hidayat .2012) perawatan luka pada ibu post section caesarea yaitu :

a) Menjaga luka agar tetap kering dan bersih

b) Mengkonsumsi makanan yang dapat membantu penyembuhan

c) Menghindari hal-hal yang dapat menyebabkan infeksi serta lamanya penyembuhan


pada luka

d) Minum antibiotic sesuai dengan yang telah diresepkan oleh Dokter

e) Tidak melakukan aktivitas yang terlalu berat

f) Balutan dibuka pada hari ke 3-4

g) Pulang pada hari ke 3-4,dan control ulang pada hari ke 7 (Manuaba,2004)


8. Perawatan Rutin

Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemeriksaan adalah suhu, tekanan darah,
nadi dan pernafasan.

9. Perawatan Payudara

Pemberian ASI pada hari post operasi jika ibu memutuskan tidak menyusui,
pemasangan pembalut payudara yang mengencangkan payudara tanpa banyak
menimbulkan kompesi, biasannya mengurangi rasa nyeri. Pemberian informasi cara
menyusui yang baik dan benar juga berguna untuk mencegah nyeri pada putting susu
saat menyusui bayinya ( Mitayani, 2009 )

10. Dampak Masalah

Pada post Sectio Caesarea( SC ) dampak apabila ibu nifas mengalami infeksi luka
post Sectio Caesarea dan tidak segera ditangani akan mengakibatkan terjadinya
kerusakan pada jaringan epidermis maupun dermis, gangguan pada system persarafan,
dan kerusakan jaringan seluler menurut (Fauziyah, Yulia, 2015 ).

VIII. DIAGNOSA

Untuk mendiagnosis section cesaria memerlukan pemeriksaan yang teliti dari mulai
pengkajian dari awal pasien datang, dan dalam pengambilan keputusan untuk operasi harus
sesuai indikasi yang benar seperti Riwayat operasi sesar sebelumnya, partus macet, kelainan
letak, panggul sempit, plasenta previa, gawat janin.

IX. INTERVENSI

Perencanaan persalinan pada kehamilan dengan bekas seksio sesarea, yaitu :

a. Seksio sesarea berulang


Menurut National Institute of Clinical Excellence (NICE) Clinical Guideline :
Caesarean Section merekomendasikan bahwa ibu hamil dengan bekas seksio sesarea
yang akan menjalani seksio sesarea elektif berulang, sebaiknya seksio sesarea elektifnya
tidak dilakukan sebelum usia kehamilannya lengkap mencapai usia kehamilan 39
minggu.

Selain itu, ibu hamil dengan bekas seksio sesarea yang menjalani seksio sesarea
elektif berulang pada usia kehamilan kurang dari 39 minggu maka akan meningkatkan
risiko terjadinya gangguan pernafasan pada neonatal.

b. VBAC (Vaginal Birth After Sectio Caesarean )

Berdasarkan kriteria dari The American College of Obstetrician and Gynecologist


tentang kriteria ibu dengan riwayat seksio sesarea untuk persalinan pervaginam sebagai
berikut :

1. Riwayat satu kali seksio sesarea transversal rendah

2. Kekuatan panggul kuat secara klinis

3. Tidak memiliki jaringan parut atau riwayat ruptur uteri lain

4. Adanya dokter yang mampu memantau persalinan dan melakukan seksio sesarea
darurat selama persalinan aktif

5. Tersedianya anestesi dan petugas untuk seksio sesarea darurat

Selain itu, berdasarkan studi retrospektif, ada beberapa kontra indikasi persalinan
pervaginam pada ibu hamil dengan bekas seksio sesarea :

1. Riwayat dua kali seksio sesarea transversal rendah

2. Kehamilan lebih dari 40 minggu

3. Riwayat insisi vertikal rendah

4. Tipe jaringan parut uterus yang tidak diketahui

5. Kehamilan kembar
X. DAFTAR PUSTAKA

Nurarif, A.H. &Kusuma. H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa


Medis & NANDA NIC NOC.Jogjakarta: MediaAction

Nurarif.A.H. & Kusuma. H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa


Medis & NANDA NIC NOC.Jogjakarta: MediaAction

Manuaba. I.B.G. (2012). Memahami Kesehatan Reproduksi Wanita.Jakarta:Arcan.

Manuaba.I.B.G (2009). Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana


Untuk Pendidikan Bidan, Jakarta:EGC.

Prawirohardjo, S (2009). Ilmu Kebidanan. Penerbit yayasan Bina Pustaka Sarwono


Prawirohardjo. Jakarta

Kemenkes RI, (2017). Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2017. Jakarta

Hidayat.A.A. (2012). Pengantar Konsep dasar Keperawatan, Jakarta :Salemba Medika.

Mitayani, (2009). Asuhan Keperawatan Maternitas.Jakarta: Salemba Medika.

Modifikasi dari Pedoman Pelayanan Antenatal Terpadu tahun 2010 dan Rochjati, 2006)

Saifuddin, Abdul Bari, dkk.2006. Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal Jakarta :
Yayasan Bina Pustaka.

Benson, Ralph C dan Martin L Pernold. Obstetri dan Ginekologi. Jakarta:EGC,

2013.

Fauziyah, Yulia. Obstetri Patologi. Yogyakarta: Nuha Medika, 2015.

Fadlun dan Feryanto Achmad. Asuhan kebidanan Patologis. Jakarta: Salemba

Medika, 2013.

Gant, Norman F dan F Gary Cunningham. Dasar-Dasar Ginekologi &

Obstetri.Jakarta: EGC, 2011.


Heryani, Reni. Asuhan Kebidanan Ibu Nifas Dan Menyusui. Jakartta Timur: CV

Trans Info Media, 2012.

Herbold, Nancie Edelstein, Sari. Buku Saku Nutrisi. EGC:2011

Ibrahim Hasbih. Analisis Pelaksanaan Standar Terhadap Penyakit Infeksi

Nosokomial. Makassar: Alauddin University Press, 2011

Ikhwa. 2014. https//ikhwamedia.wordpress.com. Tafsir-doa-surah-al-ahqoof-ayat15/.=fhaljq.


Diakses tanggal 5 februari 2016.

Ikhtiarinawati F, Fitriana dan Dwi Ns, Lilis. 2012. Jurnal Midpro, edisi 2/2012.

Perbedaan Penurunan Tinggi Fundus Uteri Berdasarkan Jenis Persalinan

Pada Ibu Nifas Fisiologi Dan Post Sectio Caesarea. Jurnal Midpro, edisi

2/2012.http://journal.unisla.ac.id/pdf/19512013/3.%20perbedaan%20penuruna

n%20tinggi%20fundus%20uteri.pdf. Diakses tanggal 3 Februari 2016.

Lestari, indryani Maya dan Misbah Nurul. 2014. Hubungan Antara Paritas dan Umur

Ibu Dengan Kejadian Plasenta Previa. Volume.2. No.2. Banten: Jurnal

Obstretika Scientia .

http://ejurnal.latansamishiro.ac.id/index.php/OBS/article/download/127/12.

Diakses tanggal 5 februari 2016.

Mangkuji, Betty. Asuhan Kebidanan 7 Langkah Soap. Jakarta: EGC, 2012.

Maritalia, Dewi. Asuhan Kebidanan Nifas dan Menyusui. Yogyakarta: Pustaka

Belajar, 2012.

Bobak, L. J.(2005). Buku Ajar Keperawatan Maternitas Edisi4.Jakarta:EGC


Mitayani, (2009). Asuhan Keperawatan Maternitas.Jakarta: Salemba Medika.

Norman dan Gery.(2010). Dasar-dasar ginekologi dan Obstetrik, jakarta:EGC

Saleha S. Asuhan Kebidanan 3. Yogyakarta:Rhineka Cipta:2013


NO TGL/SHIFT DATA SUBJEKTIF DATA OBJEKTIF ASESSMEN PLANNING TT
/JAM D

1. …./…./… Ibu mengatakan kenceng - Ku cukup, Ny…umur.. G P A 1.Memberitahu ibu


kenceng dan Riwayat sc Hamil mgg, janin tentang hasil
DP TTV
tunggal hidup intra pemeriksaan.
J. TD : 120/80 mmHg uterin, PUKA letak
Evaluasi : ibu mengerti
memanjang dengan
N : 84 x/mnt tentang hasil
Riwayat sc
pemeriksaan.
S : 36,6
2.Berkolaborasi dengan
RR : 22 x/mnt
dr.Sp.OG
Tfu 32 cm, Djj 143
Evaluasi : kolaborasi
x/mnt
dr.Sp.OG
His 1.10”.10”
3. Memberitahu ibu
Vt pembukaan 1 jari, advice dr.Sp.OG yaitu
kk (+), portio tebal harus dilakukan
lunak, penurunan kep Tindakan sc
5/5, stld (-)
Evaluasi : ibu mengerti
tentang advis dokter

4. Meminta informed
consent Tindakan pada
keluarga pasien
Evaluasi : keluarga
pasien bersedia
menandatangani atau
menyetujui informed
consent
5. Menganjurkan pasien
untuk nafas Panjang
saat ada his

Evaluasi : ibu bersedia


untuk nafas Panjang
saat ada his

6. Memberitahu ibu
bahwa akan dilakukan
operasi pada jam
….sehingga ibu
dianjurkan puasa mulai
jam…

Evaluasi : ibu dan


keluarga mengetahui
jadwal operasi

7. Melakukan persiapan
operasi, yaitu
memasang infus,
memasang DC,
memberikan antibiotic
cefazolin 2 gr

8. Memberitahu ibu
untuk menyiapkan
perlengkapan untuk
bersalin kain dan
perlengkapan bayi.

Evaluasi : perlengkapan
ibu dan bayi sudah
disiapkan.

9. memberikan
dukungan kepada ibu
dan keluarga

Evaluasi : telah
memberikan dukungan
kepada ibu
Tgl.. Ibu mengatakan nyeri luka Ku cukup Ny.X umur.. P A post 1. Mengobservasi
jahitan operasi sc dengan Riwayat sc keadaan ibu
Jam … TD : 110/70 mmHg
Hasil : ibu mengerti
N : 89 x/mnt
tentang keadaannya
S : 36,5
2. Memberikan terapi
Rr : 22 sesuai advis dokter
Sp.Og, yaitu : injeksi
TFU 1 jari di bwh pst
asam tranexamat 500
Kontraksi keras mg/8 jam, inj.tofedek/8
jam, nazofel sup/8 jam,
Ppv (+) ½ pembalut
infus RL + drip
Diuresis 600 cc oksitosin 20 iu 20 tpm

Hasil : ibu telah di


berikan terapi sesuai
advis

3. Melakukan
pemeriksaan pada ibu
setiap 15 menit pada 1
jam PP dan setiap 30
menit pada jam kedua.
Hasil : hasil
pemeriksaan……

4. Mengajarkan
ibu dan keluarga
tentang tanda-tanda
bahaya post sc seperti
demam, perdarahan
berlebihan, perut tdk
mules dan fundus tdk
ada kontraksi.

Hasil : ibu mengerti ttg


tanda bahaya post sc.

5. Mengajarkan
ibu dan keluarga cara
pemenuhan keb. fisik
dan psikologis(seperti
makan,minum,istirahat
yg cukup, dst).

Hasil : ibu mengerti


cara pemenuhan keb.
Fisik dan psikologis.

6. Menjelaskan ke ibu
untuk mobilisasi 2 jam
post sc secara bertahap,
seperti kaki mulai
digerakan sedikit

Evaluasi : ibu mengerti


untuk mobilisasi

7. Memberitahu ibu
tentang KIE perawatan
payudara yg berfungsi
untuk melancarkan
pengeluaran ASI, dapat
dilakukan 2x sehari dgn
cara : menjaga
payudara tetap bersih
terutama putting susu,
menggunakan BH yang
menyokong,
mengoleskan ASI yang
keluar di sekitar putting
susu apabila putting
susu lecet,
mengistirahatkan
payudara apabila masih
lecet, melakukan
pengompresan
menggunakan waslap
basah hangat selama 5
menit

Hasil : ibu mengerti


tentang perawatan
payudara

8. Melakukan
kolaborasi dengan
dr.Sp.Og yaitu
melaporkan pasien 2
jam post sc

Hasil : telah dilaporkan


hasil 2 jam post sc
9. Mendokumentasikan
hasil asuhan dengan
SOAP

Hasil : telah di
dokumentasikan dengan
SOAP

Anda mungkin juga menyukai