Anda di halaman 1dari 45

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Seksio Caesarea

1. Pengertian Seksio Caesarea

Seksio caesarea merupakan prosedur operasi besar terbanyak yang

dilakukan pada wanita di dunia. Tindakan secsio sesarea terus

meningkat karena sebagai sebab (Jusuf S Effendi, 2012).

a. Kelahiran cesar adalah kelahiran janin melalui insisi uterus

transabdomen. Baik kelahiran cesar direncanakan maupun

kelahiran cesar yang tidak direncanakan(ELSEVIER, 2013)

Dari beberapa pengertian diatas maka dapat disimpulkan

bahwa secsio caesarea adalah cara mengeluarkan bayi dengan cara

insisi atau membuat sayatan pada dinding perut dan dinding uterus,

dengan syarat berat janin diatas 500 gram dan dam Rahim dalam

keadaan utuh.

2. Indikasi

Menurut Duff, P., Sweet, R., & Edwards, R. 2009. Maternal and fetal

infections. Elsevier edisi 8, 2013 Dalam buku keperawatan maternitas.

a. Ibu

1) Penyakit jantung spesifik (sindrom marfan, penyakit arteri

coroner tidak stabil)

2) Penyakit pernafasan spesifik (sindroma Guillain-Barre)

5
6

3) Kondisi berhubungan dengan peningkatan tekanan intracranial

4) Obstruksi mekanik segmen uterus bawah (tumor,fibroid)

5) Obstruksi mekanik vulva (kondilomata

6) Riwayat kelahiran ceasar sebelumnya)

b. Janin

1) Status janin tidak pasti

2) Malpresentasi (seperti, presentasi bokong atau posisi

melintang)

3) Lesi herpes aktif pada ibu

4) HIV pada ibu dengan muatan virus > 1.000 kopi/ml

5) Anomali kongenital

c. Ibu – Janin

1) Distosia (Disproporsi sefalopelvis,kegagalan kemajuan

persalinan)

2) Abrupsio plasenta

3) Plasenta previa

4) Kelahiran Caesar aktif.

Indikasi menurut (Padila, 2015) adalah operasi section caesarea

dilakukan jika kelahiran pervaginal mungkin akan menyebabkan

resiko pada ibu ataupun janin, dengan pertimbangan hal-hal yang

perlu tingkat section caesarea proses persalinan normal lama/

kegagalan proses persalinan normal (Dystasia) :

1) Fetal distress
7

2) His lemah / melemah

3) Janin dalam posisi sungsang atau melintang

4) Bayi besar (BBL tidak sama dengan 4,2 kg)

5) Plasenta previa

6) Kelainan letak

7) Disporposi cevalo-pelvik (ketidakseimbangan antar ukuran

kepala dan panggul)

8) Rupture uteri mengencang

9) Hydrocephalus

10) Primi muda atau tua

11) Partus dengan komplikasi

12) Panggul sempit

13) Problema plasenta

3. Patofisiologi seksio caesarea

Section caesarea adalah suatu proses mengeluarkan janin

dengan cara pembedahan dibagian perut da rahim dengan syarat rahim

dalam keadaan utuh serta berat janin lebih dari 500 gram. Factor ibu

juga dapat berprngaruh seperti panggul ibu sempit absolut, kurangnya

stimulasi yang adekuat untuk melahirkan secara normal, adany kanker

servik, terjadi penyumbatan jalan lahir karena adayan tumor, plasenta

previa, adanya disproporsi sefalopelviks, terjadinya ruptue uteri

membakat, section caesarea juga dapat terjadi karena janin seperti

kelaian letak janin, gawat janin, prolapses plasenta, perkembangan


8

janin yang lambat, mencegah terjadinya hipoksia janin karena

preeklamasi.

Anastesi yang saaat ini banyak diterapkan diberbagai rumah

sakit yaitu anastesi spinal karena lebih aman untuk janin. Jika sudah

dilakukan anastesi akan mempengaruhi tonus otot dan kandung kemih

dan akan mengalami penurunan reaksi berkemih sehingga akan

muncul masalah gangguan eliminasi urin dan soluainya sipasang

kateter sebelum dilakukan anastesi pada klien.

Sayatan pada perut dan dinding rahim akan menimbulkan

trauma jaringan dan terputusnya inkontinensia jaringan, pembuluh

darah, dan syaraf disekitar daerah insisi. Hal ini dapat merangsang

keluarnya prostaglandin dan histamine. Hal tersebut akan

menyebabkan nyeri pada daerah sayatan. Reaksi nyeri dapat

memunculkan masalah keperawatan hambatan mobilitas fisik, dan

hambatan mobilitas fisik yang dialami oleh ibu dapat menimbulkan

masalah keperawatan deficit perawatan diri.

Adanya sayatan akan timbul masalah keperawatan risiko infeksi

jika tidak ditangani dengan baik, karena kuman dan bakteri bisa masuk

jika tidak ditangani dengan baik.


9

4. Pathway

Gambar 1.1

Indikasi ibu Indikasi bayi

Sectio Caesarea

Luka seksio caesarea Adaptasi post


Pengaruh
anastesi spinal partum

Trauma jaringan
Tonus otot kandung
Jaringan Jaringan kemih menurun
terputus terbuka
Distensi kandung
Histamine Proteksi kemih
dan kurang
prostaglandi
n keluar Perubahan eliminasi
Invasi bakteri
urine

Merangsang Mk : resiko Mk : gagguan


area sensorik infeksi eliminasi urine

Mk : Nyeri
akut

MK : Hambatan
mobilitas fisik

Mk : deficit
perawatan diri

Dikembangkan dari : Rasjidi (2009), Vierge (2008) NANDA (2015)


10

5. Jenis - jenis section caesarea

1) Kelahiran caersar elektif

Kelahiran cesar atas permintaan tanpa indikasi medis atau

kebidanan

2) Kelahiran cesar yang terpaksa

Adanya penolakan dari ibu dan keluarga tentang tindakan yang

akan dilakukan untuk menyelamatkan ibu dan anak. Tetapi

walaupun ada penolakan operasi cesar tetap harus dilaksanakan

3) Kelahiran cesar terjadwal

Kelahiran yang direncanakan jika persalinan dan kelahiran

pervaginam tidak dianjurkan karena indikasi medis seperti,

plasenta previa, penyakit menular da nada herpes genital aktif.

4) Kelahiran yang tidak terencana

Ini juga bisa disebut dengan tindakan melahirkan yang bersifat

darurat, seperti ibu pada saat menjalani proses melahirkan secara

normal sudah tidak mampu untuk melanjutkan terjadi kelelahan

maka tindakan operasi sectio caesarea mau tidak mau harus

dilakukan pada sat itu juga untuk menyelamatkan ibu dan bayi.
11

6. Komplikasi

a. Intraoperatif

Pada saat tindakan sectio caesarea banyak terjadi pendrahan

yang disebabkan oleh uterus yang tidak berkontraksi dengan baik.

Pada saat perawatan perdarahan dengan melakukan penjahitan harus

teliti karena ditakutka ureter juga ikut terjahit, maka dari itu perlu

dilakukan visualisasi ureter.

b. Pascaoperatif

Walaupun sudah melakukan tindakan sectio caesarea dengan hati-

hati tetap akan menyebabkan trauma karena tindakan operasi di

bagian abdomen atau pelvik yang akan mengakibatkan

perlengketan. Maka dari itu perlunya menempatkan alat adhesion

barrier yang digunakan untuk menimimalkan resiko perlekatan

antara uterus dengan ovarium, usus kecil ataupun jaringan lain

dalam rongga abdomen.

Perlekatan akan mengakibatkan komplikasi antara lain :

1) Infertilitas

Yang disebabkan oleh perlekatan ovarium dan tuba yang

menghalangi perjalanan sel telur dari ovarium ke uterus

2) Chronic pelvic pain

Akibat perlekatan di rongga pelvik

3) Obstruksi usus kecil


12

(Sofie Rifayani Krisnadi, Anita Deborah Anwar, Muhammad

Alamsyah, 2012).

7. Komplikasi dan resiko sectio caesarea

a. Komplikasi intraoperative

Selama operasi sering terjadi perdarahan karena uterus tidak

berkontraksi dengan baik. P ada keadaan ini harus dipersiapkan

jarum infus yang besar dan pemberian 20 unit oksitosin dengan

tetesan cepat selain pemberian

Komplikasi ibu yang mungkin terjadi berhubungan dengan

kelahiran secara sectio caesarea meliputi aspirasi, perdarahan,

atelaktasis, endometritis, terbukanya jahitan pada abdomen atau

infeksi, infeksi saluran kemih, perlukaan pada kandung kemih atau

usus, dan komplikasi yang berhubungan dengan anastesi (Throp,

2009). Afeksia pada janin premature dapat terjadi karena dapat terjadi

di uterus dan plasenta butuk perfusinya akibat hipotensi maternal yang

disebabkan oleh anesthesia regional (epidural atau spinal) atau posisi

ibu. Terjadinya luka pada bayi karena tindakan laserasi oleh scalpel

yang terjadi pada saat operasi (Thorp, 2009). Adanya keterbatasan

biaya (Ekonomi), karena biaya operasi sectio caesarea tergolong

harganya mahal dan periode perawatan panjang dan memerlukan


13

tambahan biaya. (Lowdermilk, Perry, Cashion dalam Elsivier Mosby,

2013).

8. Penatalaksanaan

Perilaku perawat dan tim kesehatan lainnya dapat

mempengaruhi persepsi ibu terhadap dirinya setelah melakukan

operasi secsio caesarea. Perlakuan atau tindakan keperawatan yang

diberikan kepada ibu sesudah operasi section caesarea tak

membedakan penanganannya antara pasien operasi seksio caesarea

yang pertama dan section caesarea yang ke dua. Karena perlakuan

yang diberikan perawat selama perawatan membuat ibu merasa dirinya

juga membutuhkan perawatan yang sama seperti pasien dengan seksio

caesarea yang pertama.

Masalah fisiologis ibu pada hari-hari pertama dapat didoninasi

oleh nyeri bekas insisi dan nyeri karena ada udara di usus. Selama

nyeri pada 24 jam pertama setelah secsio caesarea, pereda nyeri dapat

diberikan dengan opioid edural, analgesic, serta injeksi intravena atau

intramuskuler. Dan setelah 24 jam terlewati akan diganti dengan

analgesic oral. Mencari posisi nyaman , membidai insisi dengan bantal,

dan menggunakan teknik distraksi relaksasi.

Dilakukan perawatan perineum, perawatan payudara, serta

perawatan personal higiens. Selama tiga hari pasien post secsio

caesarea diperbolehkan untuk pulang dengan kriteria keadaan fisik

atau kesiapan fisik atau psikososial ibu untuk dipulangkan. Sebelum


14

pulang ibu diberikan informasi/pendidikan kesehatan tentang nutrisi

yang harus dipenuhioleh ibu untuk masa pemulihan, bagaimana untuk

meredakan rasa nyeri yang dirasakan dan ketidaknyamanan karena

rasa nyeri, latihan dan pembatasan aktifitas spesifik, manajemen tidur

dan istirahat bagi ibu yang baru pertama kali mempunyai anak,

perawatan diri/personal higiens, perawatan payudara, dan luka bekas

insisi secsio caesarea, tanda-tanda komplikasi, dan bagaimana

perawatan pada bayi. (Lowdermilk, Perry, Cashion dalam Elsivier

Mosby, 2013)

B. Nifas

1. Pengertian Masa Nifas

Masa nifas adalah masa pemulihan setelah persalinan dimulai setelah

lahirnya plasenta dan akan berakhir ketika alat reproduksi kembali ke

kondisi sebelum melahitkan. Masa nifas biasanya berlangsung 6

minggu atau 42 hari.

2. Tahap Masa Nifas

a. Periode nifas (berdasarkan tingkat kepulihan)

1) Pueperium dini merupakan masa pemulihan dimana ibu

diperbolehkan berdiri dan berjalan-jalan.

2) Puerperium intermedial merupakan masa pemulihan alat

genitalia yang memakan waktu 6-8 minggu


15

3) Remote puerperium merupakan waktu untuk memulihkan

organ dan tubuh ibu yang semasa hamil dan persalinan

mengalami komplikasi . waktu untuk sehat sempurna

membutuhkan waktu berminggu-minggu, berbulan-bulan

sampai bertahun-tahun tergantung kondisi tubuh ibu.

b. Tahap masa nifas (berdasarkan waktu)

1) Immediate puerperium waktunya yaitu selama 24 setelah

melahirkan

2) Early puerperium waktunya setelah 24 jam sampai 3 minggu

pertama setelah melahirkan.

3) Late puerperium waktunya setelah 1 minggu sampai selesai

masa nifasnya

3. Perubahan Fisiologi Masa Nifas

Involusi adalah kembalinya uterus ke keadaan normal setelah

menjalani proses melahirkan. Proses involudi terjadi segera setelah

pengeluaran plasenta dengan kontraksi otot polos uterus.

Dalam buku Asuhan Kebidanan Nifas dan Menyusui yang

ditulis oleh Dewi Maritalia tahun 2012, Perubahan Fisiologi Masa

Nifas adalah sebagai berikut :

1) Uterus

Uterus merupakan organ reproduksi interna yang berongga

dan berotot. Panjang uterus sekitar 7-8 cm,lebar sekitar 5-5,5


16

cmdan tebal sekitar 2,5 cm. letak uterus secara Fisiologia adalah

anteversiofleksio. Ada 3 bagian uterus antara lain :

a. Parimetrium, yaitu lapisan terluar sebgai pelindung

uterus

b. Myometrium, yaitu lapisan yang kaya akan sel otot dan

berfungsi untuk kontraksi dan relaksasi uterus dengan

melebar dan kembali ke bentuk semula setiap bulannya.

c. Endometrium, lapisan terdalam yang kaya akan sel

darah merah. Jika tidak terjadi pembuahan akan terjadi

peluruhan di dinding endometrium bersama dengan sel

ovum matang.

Fundus akan naik menjadi setinggi umbilicus

membutuhkan waktu 12 jam, kemudian fundus akan turun 1

cm setiap harinya. Setelah satu minggu fundus akan turun 4

– 5 jari dibawah umbilicus. Dalam watu 2 minggu uterus

sudah tidak bisa di palpasi dari abdomen dan akan kembali

ke keadaan normal seperti sebelum hamil setelah 6 minggu.

Dalam keadaan fisiologis, pada pemeriksaan fisik yang dilakukan

secara palpasi didapat bahwa tinggi fundus uteri akan berada setinggi

pusat segera setelah janin lahir, sekitar 2 jari dibawah pusat setelah

plasenta lahir, pertengahan antara pusat dan simfisis dapa hari ke lima post

partum dan setelah 12 hari post partum tidak dapat diraba lagi.
17

Uterus yang cukup bulan beratbya 11 kali berat saat tidak hamil. Di

minggu pertama post partum beratnya 500 gr dan 300 gr setelah 2 minggu.

Setelag 6 minggu berat uterus 60 gr-80 gr

Subinvolusi adalah kegagalan uterus yang tidak bisa kembali ke

keadaan semula atau bisa dibilang tidak dapat mengecil dikarenakan

adanya sisa plasenta yang tertinggal dan juga adanya infeksi.

2) Serviks

Merupakan bagian dasar dari uterus yang bentuknya

menyempit disebut leher rahim. Selama kehamilan uterus

mengalami perubahan karena pengaruh hormone esterogen.

Adanya kenaikan hormone esterogen saat hamil dan disertai

dengan hopervaskularisasi mengakibatkan konsistensi serviks

menjadi lunak.

Struktur serviks 90 % terdiri dari jaringan ikat dan 10 %

berupa jaringan otot. Serfiks tidak mempunyai fungsi sebagai

sfingter. Setelah persalinan bentuk serviks akan membuka seperti

corong, yang diakibatkan oleh korpus uteri yang berkontraksi

sedangkan serviks tidak berkontraksi. Dalam waktu 2 jam setelah

persalinan serviks masih bisa dimasuki tangan pemeriksa hanya

sekitar 2-3 jari dan setelah 1 minggu persalinan hanya dapat

dilewati oleh 1 jari.

1) Vagina
18

Vagina merupakan penghubung rongga uterus

dengan tubuh bagian luar. Tersusun dari jaringan ikat yang

yang mengandung banyak pembuluh darah. Selama hamil

vagina akan berwarna kebiru-biruan karena terjadi

hipervaskularisasi.

Vagina merupakan jalan lahir yang mempunyai

jaringan lunak serta sebagai penghubung cavum uteri

dengan tubuh bagian luar. Vagina juga berfungsi sebagai

keluarnya sekret yang berasal dari cavum uteri selama masa

nifas yang disebut lochea.

Secara fisiologis, lochea yang dikeluarkan dari

cavum uteri akan berbeda karakteristiknya dari hari kehari.

Lochea normalnya ituberbau amis, kecuali bila terjadi

infeksi pada jalan lahir, baunya akan berubah menjadi

berbau busuk. Jika menemukan gejala locjea berbau busuk

dianjurkan untuk segera ditangani/dibawa ketenaga

kesehatan agar tidak mengalami infeksi lanjut atau sepsis

Karakteristik lochea dalam masa nifas adalah

sebagai berikut :

a. Lochea rubra/kruenta

Timbul pada hari ke 1-2 post partum ; terdiri dari darah

segar bercampur dengan sisa-sisa selaput ketuban, sel-


19

sel desidua, sisa-sisa verniks kaseosa, lanugo dan

mekoneum.

b. Lochea sanguinnolenta

Timbul pada hari ke 3 sampai dengan hari ke 7 post

partum; karakteristik lochea sanguinolenta berupa darah

bercampur lender.

a. Lochea serosa

Merupakan cairan berwarna agak kuning, timbul

setelah 1 minggu post partum

a. Lochea alba

Tombul setelah 2 minggu post partum dan

hanya merupakan cairan putih.

Lochea normalnya ituberbau amis,

kecuali bila terjadi infeksi pada jalan lahir,

baunya akan berubah menjadi berbau busuk.

Jika menemukan gejala locjea berbau busuk

dianjurkan untuk segera ditangani/dibawa

ketenaga kesehatan agar tidak mengalami

infeksi lanjut atau sepsis,

b.

2) Vulva

Merupakan organ reproduksi eksterna, sama halnya

dengan vagina, vulva juga mengalami penekanan serta


20

peregangan yang sangat besar selama proses melahirkan

bayi. Pada beberapa hari pertama sesudah melahirkan vulva

teteap dalam keadaan kendur dan dalam waktu 3 minggu

vulva akan kembali ke bentuk semula seperti keadaan

sebelum hamil dan melahirkan dan labia menjadi menonjol.

3) Dukungan otot panggul

Struktur penyokong uterus dan vagina daapat

terluka saat melahirkan dan berkontribusi pada masalah

ginekologi dikemudian hari. Adanya sobekan pada jaringan

penyokong dasar panggul atau teregang saat melahirkan

membutuhkan waktu pemulihan selam 6 bulan untuk

mendapatkan tonus otot kembali seperti semula. Dianjurkan

untuk melakukan latihan kegel ekssersais untuk

memperkuat otot perineum dan meningkatkan

penyembuhan. Dikemudian hari, pasien akan mengalami

relaksasi panggul, memanjang dan melemahnya jaringan

fasia penyokong structure panggul, strukturnya antara lain ;

uterus, dinding vagina posterior atas, uretra, kandung

kemih, dan rectum. Meskipun relaksasi panggul dapat

terjadi pada semua wanita, hal ini biasanya merupakan

sewbuah komplikasi, baik komplikasi secara langsung

ataupun tidak langsung saat setelah melahirkan.

4) Abdomen
21

Ketika pasien berdiri pada hari pertama setelah melahirkan

abdomen/perut masih terlihat membuncit dan seperti saat

masih hamil. Dua minggu setelah melahirkan dinding

abdomen akan berelaksasi. Abdomen akan kembali seperti

semula atau seperti sebelum hamil membutuhkan waktu

sekitar 6 bulan lamanya. Kulit akan kembali mendapatkan

elastisitasnya, tetapi terdapat striae yang menetap. Tonus

otot yang bergantung pada tonus otot sebbelumnya akan

kembali, dengan olahraga yang tepat .

5) System perkemihan

Perubahan hormone selama kehamilan dapat

meningkatkan fungsi ginjal ; berkurangnya kadar steroid

setelah melahirkan dapat menjelaskan penurunan fungsi

ginjal yang terjadi pada masa nifas. Ginjal akan berfungsi

seperti semula sebelum dalam keadaan hamil membutuhkan

waktu sekitar 1 bulan lamanya. Pada presentase kecil

wanita dilatasi traktus urinarius dapat menetap selama 3

bulan, yang akan mengakibatkan infeksi traktus urinarius.

Komponen urine dapat terjadi karena glikosuria

ginjal yang diinduksi kehamilan akan menghilang 1 minggu

post partum, namun laktosuria juga dapat terjadi pada ibu

menyusui. Nitrogen – urea dalam darah akan meningkat


22

pada masa nifas karena terjadi autolysis pada proses

involusi uteri.

6) Payudara

Adalah sebuah kelenjar yang terletak dibagian

bawah kulit, diatas otot dada. Secara , makroskopis,

struktur payudara terdiri dari korpus (badan), areola dan

papilla atau putting. Fungsi dari payudara yaitu untuk

memproduksi susu yang merupakan nutrisi bagi bayi.

Perubahan yang terjadi pada kelenjar mammae selama

kehamilan adalah :

a. Proliferasi atau pembesaran payudara. Terjadi karena

pengaruh hormone esterogen dan progesterone yang

meningkat selama hamil, merangsang duktus dan

alveoli kelenjar mammae untuk persiapan produksi

ASI.

b. Terdapat cairan yang berwarna kuning (kolostrum) pada

duktus laktiferus. Cairan ini dapat dikeluarkan atau

keluar sendiri melalui putting susu saat memasuki

trimester ketiga.

c. Terdapat hipervaskularisasi pada bagian permukaan

maupun bagian dalam kelenjar mammae.


23

Setelah proses persalinan selesai, pengaruh hormone

esterogen dan progesterone terhadap hipofisis mulai

menghilang. Hipofisis ini akan mensekresi hormone

kembali salah satunya adalah lactogenic hormone atau

hormone prolactin. Selama hamil hormone prolactin dari

plasenta jumlahnya meningkat tetapi asi belum keluar

karena adanya pengaruh dari hormone esterogen yang

masih tinggi. Kadar esterogen dan progesterone akan

menurun pada hari ke dua atau tiga pasca persalinan. Pada

saat laktasi ada dua reflek yang berperan, yaitu reflek

prolactin dan refleks aliran yang timbul akibat

perangsangan putting susu dikarenakan isapan bayi

a. Refleks prolactin

Prolactin mempunya peran sebagai pembuat kolostrum,

tetapi jumlah kolostrum yang dihasilkan masih terbatas

jumlahnya, karena masih tingginya kadar hormone

esterogen dan progesterone. Hisapan bayi akan

merangsang putting susu dan kalang payudara, karena

ujung-ujung saraf sensoris yang berfungsi sebagai

reseptor mekanik. Rangsangan ini dilanjutkan ke

hipotalamus melalui medulla spinalis hipotalamus dan

akan menekan pengeluaran factor penghambat sektresi

prolactin dan dan akan merangsang pengeluaran factor


24

pemacu sekresi prolactin. Kadar prolactin pada ibu

menyusui akan menjadi normal pada bulan ke tiga

setelah melahirkan sampai pada tahap penyapihan anak

dan tidak ada peningkatan prolactin walau ada isapan

bayi, namun pengeluaran air susu tetap berlangsung.

Pada saat ibu nifas yang tidak menyusui, kadar

prolactin akan menjadi normal pada minggu ke dua

sampai minggu ke tiga.

b. Refleks aliran (let down refleks)

Bersamaan dengan pembentukan prolactin oleh

hipofise anterior, rangsangan yang berasal dari hisapan

bayi dilanjutkan ke hipofise posterior (neurohipofise)

yang kemudian mengeluarkan oksitosin. Melalui aliran

darah, hormone oksitosin akan menuju uterus sehingga

menimbulkan kontraksi. Kontraksi ini akan merangsang

asi yang sudah di produksi untuk dikeluarkan melalui

alveoli dan masuk ke system duktus dan selanjutnya

akan mengalir melalui duktus lactiferus masuk ke mulut

bayi. Beberapa factor yang dapat meningkatkan reflek

let down adalah : melihat bayi, mendengarkan suara

bayi, mencium bayi, memikirkan untuk menyusui bayi.


25

Dan factor yang menghambat adalah : stress seperti,

keaadaan bingung/ pikiran sedang kacau, takut dan

cemas.

7) Tanda – tanda vital

Tanda – tanda vital yang berubah pada saat masa nifas

adalah :

a. Suhu tubuh

Suhu tubuh dapat meningkat setelah persalinan sekitar

0,5° celcius dari keadaan normal (36°C - 37°C), namun

tidak lebih dari 38°Celcius. Hal ini diakibatkan oleh

meningkatnya kadar metabolism tubuh pada saat proses

persalinan. Setelah 12 jam setelah persalinan suhu

tubuh yang sebelumnya meningkat akan turun ke suhu

normal.

b. Nadi

Denyut nadi akan mengalami peningkatan, nadi

normalnya 60-80x/menit.

C. Nyeri

1. Pengertian nyeri

Mc Caffery mendefinisikan nyeri sebagai suatu fenomena yang sulit

dibayangkan atau dipahami. Eksistensinya diketahui bila seseorang

mengalaminya (Zakiyah, 2015).


26

Nyeri juga diartikan sebagai suatu sensasi rasa tidak menyenangkan

baik secara sensori maupun emosional yang berhubungan dengan

adanya kerusakan jaringan atau factor lain sehingga individu merasa

tersiksa yang akan mengakibatkan terganggunya aktivitas sehari – hari

(Asmadi, 2008).

Nyeri akut adalah keadaan ketika individu mengalami dan

mengeluh ketidaknyamanan yang hebat dan sensasi yang tidak

menyenangkan selama satu detik hingga kurang dari enam bulan

(Carpenito, Lynda Jual 2013).

International Assosiation for the Study of Pain (IASP)

mendefinisikan nyeri sebagai pengalaman sensori dan emosional yang

tidak menyenangkan yang berhubungan dengan kerusakan jaringan

actual atau atau potensial. Proses kerusakan jaringan diteruskan ke

system saraf pusat dan menimbulkan sensasi nyeri. Penilaian nyeri

tidak dapat lepas dari subjektivitas klien. Untuk membantu manajemen

nyeri agar dapat lebih objektif, maka dibuat skala kuantitas (Tanto,

2014).

Nyeri post operasi adalah nyeri yang diakibatkan oleh tindakan

pembedahan. Sensasi nyeri yang dirasakan berbeda-beda dari passion

satu ke pasien yang lain, dari operasi ke operasi dan dari rumah sakit

ke rumah sakit yang lain. Nyeri post operasi adalah suatu reaksi yang

kompleks pada jaringan yang terluka pada saat pembedahan yang


27

dapat dirasakan setelah adanya prosedur operasi (Smeltzer,C & Bare,

2013).

2. Klasifikasi Nyeri

a. Berdasarkan lama keluhan atau waktu kejadian

1) Nyeri akut

Menurut federation of state medical boards of united

state, nyeri akut adalah respon fisiologis normal yang

diramalkan terhadap rangsangan kimiawi, panas, atau mekanik

menyusul suatu pembedahan, trauma, dan penyakit akut

Ciri dari nyeri akut adalah nyeri yang diakibatkan oleh

adanya luka dan akan hilang dengan proses pengobatan. Nyeri

akan terjadi dalam waktu yang singkat dan lamanya 1 detik

sampai 6 bulan.

2) Nyeri kronis

Nyeri yang menetap dan waktu penyembuhan lebih dari

6 bulan. Nyeri kronis dibedakan menjasi dua yaitu :Nyeri non

maligna dan Nyeri kronis maligna

3) Nyeri berdasarkan lokasi

Berdasarkan lokasi nyeri dapat dibedakan menjadi :

1) Somatic pain

Nyeri timbul karena gangguan dibagagian tubuh terluar,

somatic pain dibagi menjadi 2 bagian yaitu :


28

a. Nyeri superfisial (Cutaneous Pain)

3. Fisiologi nyeri

Munculnya nyeri berkaitan dengan adanya rangsangan.

Reseptor nyeri yang dimaksud adalah ujung-ujung saraf sangat bebas

yang memiliki sedikit atau bahkan tidak memiliki sedikit atau bahkan

tidak memiliki myelin yang tersebar pada kulit dan mukosa ,

khususnya pada visera, persendian, didnding arteri,hati dan kandung

empedu. Reseptor nyeri dapat memberikan respon akibat adanya

stimulasi. Stimulasi tersebut dapat berupa zat kimiawi seperti

histamine bradikinin , prostaglandin, dan macam-macam asam yang

dilepas apabila terdapat kerusakan pada jaringan akibat kekurangan

oksigenasi. Stimulasi ini dapat berupa termal, listrik, atau mekanis.

Selanjutnya, stimulasi yang diterima oleh reseptor tersebut

ditransmisikan berupa implus-implus nyeri ke sumsum tulang

belakang oleh dua jenis serabut yang terdapat mielyn rapat atau serabut

A (Delta) dan serabut C (lamban). Impuls yang ditransmisikan oleh

serabut delta A bersifat inhibitor yang ditransmisikan ke serabut C.

serabut aferen masuk ke spinal melalui akar dorsal (dorsal root) serta

sinaps pada dorsal horn. Dorsal horn terdiri dari beberapa lapisan atau

lamina yang saling bertautan. Diantara lapisan dua dan tiga terbentuk

substantia glatinosa yang merupakan saluran utama impuls. Kemudian,

implus nyeri menyebrangi sumsum tulang belakang pada interneuron

dan bersambung ke jalur spinal asendens yang paling utama, yaitu


29

jalur spinotohalamic tract (SST) atau jalur atau jalur spinotalamus dan

spnureticular tract (SRT) yang membawa informasi tentang dan lokasi

nyeri, yaitu jalur opiate dan jalur non opiate. Jalur opiate ditandai

dengan pertemuan reseptor pada otak yang terdiri atas jalur spinal

desendens dari thalamus yang melalui otak tengah dan medulla

(Hidayah & Uliyah, 2014).

4. Factor- Factor Yang Mempengaruhi Nyeri

Rasa nyeri adalah sensasi rasa yang bersifat kompleks yang

mempengaruhi psikologis, fisiologis, spiritual, dan budaya setiap

individu berbeda- beda. Maka dari itu setiap individu akan merasakan

pengalaman atau sensasi nyeri yang berbeda. (Potter dan perry, 2010).

Berikut adalah factor yang dapat mempengaruhi nyeri menurut Perry

dan Potter (2010) dan Smeltzer (2013) :

a. Usia

Usia merupakan variable penting yang mempengaruhi nyeri,

khususnya pada anak dan lansia.

b. Jenis kelamin

Budaya yang banyak mempengaruhi aturan-aturan seperti

seorang laki-laki tidak boleh menangis, dan wanita

diperbolehkan menangis dalam keadaan yang sama.

c. Kebudayaan
30

Setiap individu mempunyai perbedaan budaya dan itu akan

mempengaruhi laporan nyeri yang dirsakan padahal sama-sama

diberikan tindakan pembedahan.

d. Perhatian

Perhatian yang meningkat dihubungkan dengan nyeri yang

meningkat sedangkan upaya pengalihan (distraksi)

dihubungkan dengan respon nyeri yang menurun.

e. Ansietas

Apabila ada rasa cemas tidak mendapatkan perhatian akan

menimbulkan suatu masalah yang serius.

5. Klasifikasi Nyeri

a. Menurut tempatnnya

1) Periver Pain

Rasa nyeri dibagian permukaan tubuh seperti kulit dan mukosa

2) Deep Pain

Yaitu nyeri dibagian struktur somatic dalam seperti

periosteum, otot, tendon, sendi, dan pembuluh darah.

3) Viseral/ Splanik Pain

Nyeri yang muncul dalam organ visceral seperti, renal colic,

cholesistitis, apendiksitis, ulkus gaster

b. nyeri menurut sifatnya

1) Incidental
31

Nyeri yang timbul sewaktu –waktu kemudian menghilang.

Misalnya, pada trauma ringan

2) Stedy

Nyeri yang timbul menetap dan dirasakan dalam waktu lama,

misalnya abses

3) Paroxysmal

Nyeri yang dirasakan dengan intensitas tinggi dan kuat,

biasanya menetap kurang lebih 10-15 menit kemudian hilang

timbul lagi.

6. Factor – factor yang mempengaruhi nyeri

a. Faktor yang mempengaruhi persepsi nyeri

1) Identitas

Nama klien, alamat, riwayat pendidikan, riwayat

pendidikan.

2) Usia

Usia mempengaruhi persepsi dan ekspresi seseorang

terhadap nyeri. Reaksi orang dewasa dan reaksi anak-anak

mempunyai perbedaan pada reaksi nyeri.

3) Jenis kelamin

Jenis kelamin merupakan salah satu factor yang

mempengaruhi nyeri. Secara umum pria dan wanita tidak

ada bedanya dalam berespon terhadap nyeri, tetapi budaya

mempengaruhi respon nyeri yang dialami pria dan wanita,


32

misalnya dalam budaya kita laki-laki tidak boleh cengeng

dan seorang wanita dianggap wajar jika menangis.

4) Kebudayaan

Pengaruh kebudayaan dapat menimbulkan anggapan pada

orang bahwa sesorang yang memperlihatkan kesakitannya,

maka orang itu dianggap kepribadian orang tersebut lemah.

Nyeri juga digambarkan sebagai hukuman. Pandangan

orang tetang nyeri sebagai suatu hukuman yang digunakan

untuk menghapus dosa atau menebus kesalahan yang

diperbuat.

5) Perhatian

Perhatian yang meningkat akan mempengaruhi nyeri yang

dirasakan. Perhatian juga sebagai upaya untuk mengurangi

rasa nyeri sesorang dengan mengalihkan perhatian dengan

cara memfokuskan perhatian dan konsentrasi klien pada

stimulus yang lain maka sensasi nyeri yang dialami klien

akan menurun.

6) Makna nyeri

Setiap orang memaknai nyeri berbeda-beda. Apabila nyeri

tersebut memberikan kesan mengancam, kehilangan,

hukuman, atau suatu tantangan.

7) Ansietas
33

Hubungan antara nyeri dan ansietas adalah suatu masalah

yang berkisambungan. Ansietas dapat meningkatkan

persepsi nyeri, nyeri juga dapat meningkatkan timbulnya

ansietas.

8) Keletihan

Rasa nyeri akan bertambah jika terjadi keletihan karena

pada keadaan letih koping untuk mengatasi nyeri akan

menurun.

9) Mekanisme koping

Gaya koping juga dapat mempengaruhi klien dalam

mengatasi nyeri.

10) Pengalaman sebelumnya

Pengalaman nyeri sebelumnya mungkin berbeda dengan

nyeri yang dirsakan sekarang, jika nyeri yang dirasakan

sama dengan nyeri yang dialami dulu maka klien dengan

mudah.

b. Factor – factor yang mempengaruhi toleransi nyeri

1. Factor-faktor yang dapat meningkatkan toleransi terhadap

nyeri adalah sebagai berikut :

a) Obat-obatan

b) Hipnotis

c) Gesekan/gerakan

d) Panas
34

e) Distraksi

f) Kepercayaan yang kuat

2. Factor-faktor yang dapat menurunkan toleransi terhadap

nyeri adalah sebagai berikut :

a) Sakit atau penderitaan

b) Rasa bosan dan depresi

c) Marah

d) Kelelahan

e) Ansietas

f) Nyeri kronis

7. Skala nyeri

Salah satu cara mengukur tingkat nyeri adalah dengan menggunakan

skala nyeri Bourbonnais berdasarkan penilaian objektif Ellen dalam

Padila (2014), yaitu :

Gambar 1.1

Keterangan :

a. Skala 0 = Tidak nyeri

b. Skala 1-3 = nyeri ringan


35

Secara objektif klien dapat berkomunikasi dengan baik, tindakan

manual dirasakan sangat membantu

c. Skala 4-6 = Nyeri sedang

Secara objektif klien mendesis, menyeringai, dapat menunjukkan

lokasi nyeri dengan tepat dan dapat mendeskripsikan nyeri, klien

dapat mengikuti perintah dengan responsive terhadap tindakan

manual.

d. Skala 7-9 = nyeri berat

Secara objektif terkadang klien dapat mengikuti perintah, tapi

masih responsife terhadap tindakan manual, dapat menunjukkan

lokasi nyeri tetapi tidak dapat mendiskripsikannya, tidak dapat

diatasi dengan alih posisi, napas panjang destruksi dan lain-lain

D. Pengelolaan Nyeri

1. Terapi Nyeri Farmakologi\

Agens farmakologis digunakan untuk menangani nyeri. Analgesik

merupakan cara umum yang digunakan untuk mengurangi rasa nyeri.

Ada tiga macam jenis Analgesik antara lain : non narkotik dan obat

anti inflamasi nonsteroid (NSAID), analgesik narkotik atau opait, dan

obat tambahan (adjuvant) atau koanalgesik. (Potter & Perry, 2010)

2. Terapi Nyeri Non Farmakologis

a. Teknik Distraksi

Distraksi adalah memfokuskan perhatian klien pada hal lain,

sehingga menurunkan kewaspadaan atau rsa nyeri yang dirasakan.


36

Distraksi dapat menurunkan persepsi nyeri dengan menstimulasi

sistem Kontrol desenden yang mengakibatkan stimulasi nyeri yang

dirasakan ke otak berkurang (Smeltzer, C,& Bare 2013).

b. Distraksi Relaksasi

Adalah cara yang efektif dalam menurunkan nyeri pasca operasi.

Teknik relaksasi merupakan teknik penanganan nyeri non

farmakologi yang dapat membantu memperlancar sirkulasi darah

sehingga suplai oksigen meningkat dan dapat membantu

mengurangi tingkat nyeri serta mempercepat proses penyembuhan

luka pada pasien post operasi (Urden et al, 2010)

c. Tirah Baring

Adalah tindakan membatasi klien agar tetap berada di atas tempat

tidur dalam rangka untuk tujuan terapeutik. Tujuan tirah baring

yaitu untuk mengurangi aktivitas fisik klien, mengurangi nyeri

yang meliputi nyeri post operasi, memungkinkan keadaan klien

akan lemah untuk beristirahat dan mengembalikan kekuatannya,

dan memberi kesempatan pada klien untuk beristirahat tanpa

adanya gangguan (Potter & Parry, 2010)

E. Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian

a. Pengkajian data dasar

1) Nama

Untuk membedakan antar klien yang satu dengan yang lain.


37

2) Aktivitas dan istirahat

Gejala : kelemahan dan keletihan, keterbatasan dalam

ambulasi, perubahan pola istirahat, dan jam tidur pada malam

hari, adanya factor yang mempengaruhi tidur misalnya nyeri

dan ansietas

3) Sirkulasi darah

Kehilangan darah selama prosedur pembedahan kurang lebih

600-800 ml. volume darah menurun seperti sebelum hamil

4) Integritas ego

Gejala : fakrpt stress masalah penampilan, misalnya lesi dalam

pembedahan

Tanda : ansietas, terjadi penolakan, menyangkal, menarik diri,

marah, harga diri rendah.

5) Eliminasi

Kateter urinarius mungkin terpasang, pasien pasca bedah

dikateterisasi 12 jam.

6) Makanan atau cairan

Gejala : bagaimana keadaan membrane mukosa klien apakah

kering atau tidak, apakah ada anoreksia, mual, muntah,

haus(karena klien dianjurkan puasa saat akan menjalani

pembedahan)

7) Neurosensori
38

Kerusakan gerakan dan sensasi dibawah tingkat anastesi spinal

epidural. Setelah 24 jam pasien boleh duduk, miring kekanan,

miring ke kiri, serta melipat kaki agar pendarahan lancer

8) Nyeri atau ketidak nyamanan

Menggunakan pengkajian PQRST, dan skala 1-10

9) Pernafasan

Bunyi paru jelas dan vasikuler

10) Keamanan

Adakah jalur parenteral bila digunakan, paten dan sisi bebas

aritmia, bengkak dan nyeri tekan. Balutan luka bekas operasi

Nampak terbuka ,kering, mrembes.

11) Fundus kontraksi kuat dan terletak di umbilicus. Terjadi

pengeluaran lokhea.

12) Pembelajaran

Respon klien terhadap ketidaktahuan

13) Hygiene

Melakukan personal hygiene seperti menyibin klien, mengganti

balutan luka.

a. Pemeriksaan fisik

1) Keadaan umum : baik, sedang, atau buruk

2) Tingkat kesadaran : composmentis, spoor atau somnolen

3) Tanda – tanda vital

a. Tekanan darah : apakah ibu ada riwayat hipertensi apa tidak


39

b. Nadi : mengetahui denyut nadi klien sesudah dilakukan

operasi. Batas normal nadi 50-90x/menit

c. Suhu : untuk mengetahui suhu tubuh klien sesudah operasi

d. Respirasi : mengetahui frekuensi pernafasan klien

4) Kepala : perlu dikaji untuk mengetahui bentuk kepala dan

kebersihan rambut

5) Mata : perlu dikaji untuk mengetahui keadaan mata

6) Hidung : untuk mengetahui ada polip atau tidak

7) Telinga : ada serumen atau tidak

8) Mulut : untuk mengetahui kebersihan dan keadaan mulut

9) Leher : ada pembengkakan kelenjar tiroid atau tidak

10) Dada : untuk mengetahui kesimetrisan, suara paru, dan keadaan

jantung

11) Mammae : apakah ada pembesaran, apakah putting susu

menonjol atau tidak

12) Abdomen : untuk melihat luka post operasi.

13) Ekstremitas : apakah masih ada edema dan kesukaran gerak

setelah dilakukan operasi

14) Genetalia : untuk mengetahui kebersihan genitalia

b. Aktivitas istirahat

Setelah operasi section caesarea dalam waktu 24 jam, aktivitas ibu

masih membutuhkan bantuan orang lain karena nyeri yang


40

mengganggu, istirahat ibu juga terganggu karena nyeri yang

dirasakan hilang timbul akibat luka insisi.

c. Sirkulasi

Tekanan darah sedikit berubah atau tidak sama sekali. Hipotensi

ortostatik yang diindikasikan dengan perasaan seperti akan pingsan

atau pusing segera setelah berdiri dapat muncul dalam 48 jam

pertama karena pembesaran splagnik yang dapat terjadi saat

melahirkan

d. Intregritas ego

Setelah melahirkan ibu akan merasakan senang atau bahkan tidak

mau merawat anaknya dan akan merasakan sedih dengan

keadaanya sebagai seorang ibu (post partum blues)

e. Eliminasi

Kateter dapat dilepaskan setelah 12 jam post operasi atau pada

keesokan paginya setelah operasi. Biasanya bising usus belum

terdengar pada hari pertama setelah pembedahan, pada hari ke dua

bising usus masih lemah, dan usus baru aktif kembali pada hari ke

tiga.

f. Makanan/ cairan

Makanan : ibu post section caesarea diperbolehkan makan setelah

flatus atau bising usus sudah terdengar. Frekuensi makan ibu akan

bertambah setelah proses melahirkan.

g. Hygine
41

Ibu post section caesarea akan memerlukan bantuan untuk merawat

dirinya selama 24 jam setelah melahirkan, mulai dari makan,

minum, toileting, berpakaian, mobilisasi tempat tidur dan

berpindah.

h. Neurosensori.

Ibu setelah section caesarea akan mengalami kesulitan membolak-

balikkan posisi tubuh, terjadi perubahan cara berjalan, melakukan

kemampuan motorik halus menjadi terbatas, keterbatasan

melakukan ketrampilan motoric kasar, keterbatasan pergerakan

sendi.

i. Nyeri

Ibu mengeluh tidak nyaman dan menunjukkan reaksi nyeri dari

berbagai sumber, missal trauma bedah/luka bedah, distensi

kandung kemih/abdomen, nyeri tekan payudara. Mengkaji keluhan

nyeri pasien.

P (problem) :Nyeri bekas luka Sectio caesarea

Q (quality) : rasa nyeri seperti teriris, seperti terbakar dan nyeri

tekan

R (region) : di bagian perut bagian bawah dqan peritoneum(

dinding)

S (scale) : pada hari pertama nyeri 7-10 (tidak dapat melakukan

aktivitas secara mandiri), pada hari ke 2 nyeri dapat berkurang


42

menjadi sekala 4-6 (mengganggu aktivitas fisik), pada hari ketiga

nyeri skala 1-3 (masih bisa ditahan dan aktifitas tidak terganggu)

T (Time) : Pada saat melakukan gerak atau mobilisasi

j. Pernafasan

Pada umumnya lambat atau normal (16-24x/menit, hal ini

dikarenakan ibu dalam keadaan pemulihan atau dalam kondisi

istirahat). Batas normal 12-20x/menit.

k. Keamanan

Adanya luka bekas sectio caesarea yang harus dijaga jangan

sampai terjadi infeksi pada luka tersebut, selalu menjaga

kebersihan pada area luka dengan cara perawatan luka.

l. Penyuluhan/ pembelajaran

Tingkat pengetahuan ibu terhadap persalinannya, tingkat

pengetahuan tentang nyeri yang dialami dan cara untuk

mengurangi rasa nyeri yang dirasakan

m. Pemeriksaan penunjang

1) Pemindaian CT

Untuk mendeteksi perbedaan perbedaan kecepatan jaringan

2) Magneti Resonance Imaging

Untuk memperlihatkan daerah-daerah otak yang tidak jelas

terlihat bila menggunakan pemindaian CT

3) Pemindaian positron emission tomography (PET)


43

Membantu untuk menetapkan lokasi lesi, perubahan metabolic,

atau aliran darah ke otak.

4) Uji laboratorium

a. Fungsi lumbal

Untuk mengetahui caitran serebrovaskuler

b. Darah lengkap

Untuk mengetahui jumlah hematocrit dan trombosit

c. Mengetahui elektrolit dalam tubuh

d. AGD

e. Untuk mengetahui kalsium yang ada pada darah

f. Untuk mengetahui maknesium dalam darah

2. Diagnosa Keperawatan

1) Nyeri Akut

Kategori : Psikologis

Subkategori : Nyeri dan kenyamanan

a. Definisi

Pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan

kerusakan jaringan actual atau fungsional ,dengan onset

medadak atau lambat dan berintensitas ringan hingga berat

yang berlangsung kurang dari 3 bulan.

b. Penyebab

1) Agen cidera fisiologis (missal, inflamasi, iskemia,

neoplasma)
44

2) Agen cedera kimiawi (missal, terbakar, bahan kimia iritan)

3) Agen cedera fisik (missal, abses, amputasi, terbakar,

terpotong, mengangkat berat, prosedur operasi, trauma,

latihan fisik berlebihan).

c. Gejala dan tanda mayor

Table 1.2

Subjektif Objektif

1. Tampak meringis

2. Bersikap protektif

(missal, waspada

posisi menghindari

1) Mengeluh nyeri nyeri )

3. Gelisah

4. Frekuensi nadi

meningkat

5. Sulit tidur

d. Gejala dan tanda Minor

Table 1.2

Subjektif Objektif

1. Tekanan darah meningkat


(Tidak tersedia )
2. Pola nafas berubah
45

3. Napsu makan berubah

4. Proses berfikir terganggu

5. Menarik diri

6. Berfokus pada diri sendiri

7. Diaphoresis

e. Kondisi klinis terkait

1) Kondisi pembedahan

2) Cedera traumatitis

3) Infeksi

4) Sindrom koroner akut

5) Glaucoma

Pengkajian nyeri dapat menggunakan instrument skala

nyeri, seperti :

a. FLACC Behavioral Pain Scale untuk usia kurang

dari 3 tahun

b. Baker-Wong-FACES scale untuk usia 3-7 tahun

c. Visual analogue scale atau numeric rating scale

untuk usia diatas 7 tahun (SDKI, 2016)

3. Intervensi

a. NOC

Nyeri akut

a. Kontrol Nyeri (1605)


46

02 Mengenali kapan nyeri terjadi

01 Menggambarkan factor penyebab 12345

04 menggunakan tindakan pengurangan [nyeri] tanpa analgesic

12345

05 Menggunakan analgesic yang direkomendasikan 12345

13 melaporkan perubahan terhadap gejala nyeri pada

professional kesehatan 12345

08 menggunakan sumber daya yang tersedia 12345

09 Mengenali apa yang terkait dengan gejala nyeri 12345

10 melaporkan nyeri yang terkontrol 12345

Keterangan :

1= tidak pernah menunjukkan

2= jarang menunjukkan

3= kadang-kadang menujukkan

4= sering menunjukkan

5= secara konsisten menunjukkan

4. NIC (Nursing Outcome Clasification)

Menurut Bulechek dkk, (2016) Nursing Intervention Clasification

(NIC) yaitu :

Nyeri Akut

a. Manajemen Nyeri (1400)


47

1) Melakukan pengkajian nyeri komprehensif yang meliputi

lokasi, karakteristik, onset/durasi,kualitas, intensitas atau

beratnya nyeri dan factor pencetus.

2) Observasi adanya petunjuk nonverbal mengenai

ketidaknyamanan terutama pada mereka yang tidak bisa

berkomunikasi secara efektif

3) Gali pengetahuan dan kepercayaan pasien mengenai nyeri

4) Gali bersama klien factor – factor yang dapat menurunkan atau

memperberat nyeri

5) Evaluasi pengalaman nyeri dimasa lalu yang meliputi riwayat

nyeri kronik individu atau keluarga atau nyeri yang

menyebabkan disabilitas/ ketidak mampuan/ kecacatan, dengan

tepat.

6) Evaluasi dengan klien dan tim kesehatan lain mengenai

efektivitas tindakan pengontrolan nyeri yang pernah digunakan

sebelumnya

7) Berikan informasi mengenai nyeri, seperti penyebab nyeri,

berapa lama nyeri akan dirasakan, dan antisipasi dari

ketidaknyamanan akibat prosedur

8) Kendalikan factor lingkungan yang dapat mempengaruhi

respon klien terhadap ketidaknyamanan (missal, suhu ruangan,

pencahayaan, suara bising)


48

9) Pertimbangkan keinginan klien untuk berpastisipasi

kemampuan berpastisipasi kecendrungan, dukungan dari orang

tua terdekat terhadap metode atau kontraindikasi ketika

memilih strategi penurunan nyeri

10) Ajarkan teknik non farmakologi (seperti biofeedback, TEENS,

hypnosis, relaksasi, bimbingan antisipatif, terapi music, terapi

bermain, terapi aktivitas, akupressur, aplikasi panas/dingin,

pijat sebelum/sesudah dan jika memungkinkan, ketika

melakukan aktivitas yang menimbulkan nyeri)

b. Pemberian Analgesik (2210)

1) Cek perintah pengobatan meliputi, obat, dosis, dan frekuensi

obat analgesic yang diresepkan.

2) Cek adanya riwayat alergi

3) Monitor tanda-tanda vital sebelum dan sesudah pemberian

analgesic narkotik pada pemberian dosis pertama kali atau jika

ditemukan tanda-tanda yang tidak biasa.

4) Evaluasi keefektifan analgesic dengan interval yang teratur

pada pemberian pertama kali, atau jika ditemukan tanda dan

gejala efeksamping (missal, depresi pernafasan, mual,muntah

dan mulut kering)

5) Dokumentasikan respon terhadap analgesic dan adanya

efeksamping
49

6) Lakukan tindakan untuk menurunkan efeksamping analgesik

(missal, iritasi lambung dan konstipasi)

7) Kolaborasikan dengan dokter apakah obat, dosis, rute, ddan

cara pemberian atau perubahan interval dibutuhkan, buat

rekomendasi khusus berdasarkan prinsip analgesik

Anda mungkin juga menyukai