Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN Ny. S P1 A0 AH1 DENGAN


DIAGNOSA MEDIS POST SC ATAS INDIKASI SOLUSIO PLASENTA DI
RUANG KANA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH WONOSARI

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Stase Keperawatan Maternitas

Clinical Istructure : Retnawati, AMK

Disusun Oleh :
Rahma Anggun Hairani

Oleh: Rahma Anggun Hairani


NIM : M23040016

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MADANI YOGYAKARTA
2023/2024
HALAMAN PENGESAHAN
Laporan pendahuluan pada klien Ny.S P1 A0 AH1 dengan diagnosa medis
Post SC atas indikasi solusio plasenta di Ruang Kana RSUD Wonosari Gunung
Kidul, talah diperiksa oleh Pembimbing Klinik (Clinical Instructure) yang di sahkan
pada:
Hari :
Tanggal :

Pembimbing Lapangan/CI Mahasiswa

Retnawati, AMK Rahma Anggun Hairani

Mengetahui
Dosen Pembimbing

Ns. Isti Antari, Med,Ed.


A. Seksio Cesarea
1. Pengertian Seksio Cesarea
a) Seksio cesarea berasal dari perkataan Latin “Caedere” yang artinya
memotong. Seksio Cesarea adalah suatu cara melahirkan janin dengan
membuat sayatan pada dinding uterus melalui dinding depan perut atau
vagina (Mochtar, 1998 dalam Maryunani, 2014)
b) Seksio cesarea atau kelahiran sesarea adalah melahirkan janin melalui
irisan pada dinding perut (laparatomi) dan dinding uterus (histerektomi).
Definisi ini tidak termasuk melahirkan janin dari rongga perut pada kasus
rupture uteri atau kehamilan abdominal (Pritchard dkk, 1991 dalam
Maryunani, 2014)
c) Seksio Cesarea adalah proses persalinan melalui pembedahan dimana
irisan dilakukan di perut ibu (laparatomi) dan Rahim (histerektomi) untuk
mengeluarkan bayi (Juditha dan Cynthia, 2009 dalam Maryuani, 2014))
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa seksio
cesarea adalah suatu proses persalinan melalui pembedahan pada bagian
perut dan Rahim dengan syarat Rahim dalam keadaan utuh serta berat janin
diatas 500 gram .
2. Jenis Seksio Cesarea

Menurut Prawirohardjo (2010) Liu (2008) Oxorn dan Forte (2010)terdapat


beberapa jenis seksio cesarea, yaitu :
a) Seksio cesarea klasik : pembedahan secara Sanger.
Insisi ini ditempatkan secara vertical di garis tengah uterus. Indikasi penggunaanya
meliputi :
1) Gestasi dini dengan perkembangan buruk pada segmen bawah
2) Jika akses ke segmen bawah terhalang oleh pelekatan ibroiduterus
3) Jika janin terimpaksi pada posisi tranversa
4) Pada keadaan segmen bawah vascular karena plasenta previaanterior
5) Jika ada karsinoma serviks
6) Jika kecepatan sangat penting, contohnya setelah kematian ibu.
Kerugian :
1) Hemostasis lebih sulit dengan insisi vascular yang tebal
2) Pelekatan ke organ sekitarnya lebih mungkin
3) Plasenta anterior dapat ditemukan selama pemasukan
4) Penyembuhan terhambat karena involusi miometrial
5) Terdapat lebih besar risiko rupture uterus pada kehamilanberikutnya.

b) Seksio cesarea transperitoneal profunda (supra cervicalis = lower segmen


caesarean section).
c) Seksio cesarea diikuti dengan histerektomi
d) Pembedahan ini merupakan section caesarea yang dilanjutkan dengan
pengeluaran uterus.
Indikasi :
1) Perdarahan akibat atonia uteri setelah terapi konservatif gagal
2) Perdarahan yang tidak dapat dikendalikan pada kasus-kasusplacenta previa
dan abruption placentae tertentu
3) Placenta accrete
4) Fibromyoma yang multiple dan luas
5) Pada kasus-kasus tertentu kanker serviks atau ovarium
6) Rutur uteri yang tidak dapat diperbaiki
7) Sebagai metode sterilisasi kalau kelanjutan haid yang tidakdikehendaki demi
alasan medis
8) Cicatrix yang menimbulkan cacat pada uterus
9) Pelebaran luka insisi yang mengenai pembuluh-pembuluh darah sehingga
perdarahan tidak bias dihentikan denganpengiatan ligature

e) Seksio cesarea ekstraperitoneal


Pembedahan ini dikerjakan untuk menghindari perlunya histerektomi pada
kasus-kasus yang mengalami infeksi luas dengan mencegah peritonitis generalisata
yang sering bersifat fatal.
3. Indikasi Seksio Cesarea
Indikasi seksio Cesarea menurut Rasjidi (2009) yaitu :
a) Indikasi mutlakIndikasi ibu
1) Panggul sempit absolut
2) Kegagalan melahirkan secara normal karena kurang adekuatnyastimulasi
3) Tumor-tumor jalan lahir yang menimbulkan obstruksi.
4) Stenosis serviks/vagina.
5) Plasenta previa.
6) Solusio plasenta
7) Disproporsi sefalopelvik.
8) Ruptura uteri membakat.
b) Indikasi janin
1) Kelainan letak.
2) Gawat janin
3) Prolapsus plasenta
4) Perkembangan bayi yang terlambat
5) Mencegah hipoksia janin, misalnya karena preeklamsi
c) Indikasi relatif
1) Riwayat seksio cesarea sebelumnya
2) Presentasi bokong
3) Distosia
4) Fetal distress
5) Preeklamsi berat, penyakit kardiovaskuler dan diabetes
6) Ibu dengan HIV positif sebelum inpartu
d) Indikasi Sosial
1) Wanita yang takut melahirkan berdasarkan pengalaman sebelumnya
2) Wanita yang ingin seksio cesarea elektif karena takut bayinya mengalami
cedera atau asfiksia selama persalinan atau mengurangi risiko kerusakan
dasar panggul
3) Wanita yang takut terjadinya perubahan pada tubuhnya atau
sexuality image setelah melahirkan.
4. Kontraindikasi
Menurut Rasjidi (2009) kontraindikasi dari seksio cesarea adalah:
a. Janin mati
b. Syok
a) Anemia berat
b) Kelainan kongenital berat
c) Infeksi piogenik pada dinding abdomen
d) Minimnya fasilitas operasi seksio cesarea
5. Patofisiologi Seksio Caesarea
Seksio cesarea adalah suatu proses persalinan melalui pembedahan pada bagian
perut dan rahim dengan syarat rahim dalam keadaan utuh serta berat janin diatas
500 gram. Selain berasal dari faktor ibu seperti panggul sempit absolut, kegagalan
melahirkan secara normal karena kurang adekuatnya stimulasi, tumor-tumor jalan
lahir yang menimbulkan obstruksi, stenosis serviks/vagina, plasenta previa, solusio
plasenta , disproporsi sefalopelvik, ruptura uteri membakat, indikasi dilakukannya
sectio caesarea dapat berasal dari janin seperti kelainan letak, gawat janin,
prolapsus plasenta, perkembangan bayi yang terlambat, mencegah hipoksia janin,
misalnya karena preeklamsia.
Setiap operasi sectio caesarea anestesi spinal lebih banyak dipakai dikarenakan
lebih aman untuk janin. Tindakan anestesi yang diberikan dapat mempengaruhi
tonus otot pada kandung kemih sehingga mengalami penurunan yang
menyebabkan gangguan eliminasiurin.
Sayatan pada perut dan rahim akan menimbulkan trauma jaringan dan
terputusnya inkontinensia jaringan, pembuluh darah, dan saraf disekitar daerah
insisi. Hal tersebut merangsang keluarnya histamin dan prostaglandin. histamin
dan prostaglandin ini akan menyebabkan nyeri pada daerah insisi. Rangsangan
nyeri yang dirasakan dapat menyebabkan munculnya masalah keperawatan
hambatan mobilitas fisik. Selanjutnya hambatan mobilisasi fisik yang dialami oleh
ibu nifas dapat menimbulkan masalah keperawatan defisit perawatan diri.
Adanya jaringan terbuka juga akan menimbulkan munculnya risiko tinggi
terhadap masuknya bakteri dan virus yang akan menyebabkan infeksi apabila tidak
dilakukan perawatan luka yang baik.
6. Pathway Kelahiran Perubahan
Anggota baru peran

Solusio Plasenta SC Nifas

Kehingan
Berduka
Anggota baru

Sayatan pada
Tindakan anestesi perut

Tonus otot
melemah pada terputusnya Defisit
kandung kemih Gangguan
inkontinensia mobilitas fisik perawatan
jaringan diri
Gangguan
eliminasi urin
Keluarnya hormon
histamin dan Risiko tinggi
prostaglandin Infeksi

Nyeri area insisi

Nyeri akut

7. Komplikasi
Komplikasi utama persalinan seksio cesarea adalah kerusakan organ-organ
seperti vesika urinasia dan uterus saat dilangsungkannya operasi, komplikasi
anestesi, perdarahan, infeksi dan tromboemboli. Kematian ibu lebih besar pada
persalinan seksio cesarea dibandingkan persalinan pervagina (Rasjidi, 2009).
Menurut Rasjidi (2009) takipneu sesaat pada bayi baru lahir lebih sering terjadi
pada persalinan seksio cesarea, dan kejadian trauma persalinan pun tidak dapat
disingkirkan. Risiko jangka panjang yang dapat terjadi adalah terjadinya plasenta
previa, solusio plasenta, plasenta akreta dan ruptur uteri.
Sementara itu menurut Leveno (2009) menyatakan bahwa komplikasi
pascaoperasi seksio sesaria meningkatkan morbiditas ibu secara drastis
dibandingkan dengan persalinan pervaginam. Penyebab utamanya adalah
endomiometritis, perdarahan, infeksi saluran kemih, dan tromboembolisme. Infeksi
panggul dan infeksi luka operasi meningkat dan, meskipun jarang, dapat
menyebabkan fasiitis nekrotikans.
8. Penatalaksanaan Post Sectio Caesarea
Perawatan post Sectio Caesarea menurut Rasjidi (2009) yaitu :
a. Ruang Pemulihan
Dalam ruang pemulihan prosedur yang harus dilakukan yaitumemantau dengan
cermat jumlah perdarahan dari vagina dan palpasi fundus uteri untuk
memastikan bahwa uterus berkontraksi dengan baik.
b. Pemberian Cairan Intravena
Perdarahan yang tidak disadari di vagina selama tindakan dan perdarahan yang
tersembunyi didalam uterus atau keduanya, sering menyebabkan perkiraan
kehilangan darah menjadi lebih rendah daripada sebenarnya. Cairan intravena yang
perlu disiapkan untuk memenuhi kebutuhan klien yaitu larutan Ringer Laktat atau
larutan Kristaloid ditambah Dektrosa 5%. Bila kadar Hb rendah diiberikan transfusi
darah sesuai kebutuhan.
c. Tanda-Tanda Vital
Setelah pulih dari ansetesi, observasi pada klien dilakukan setiap setengah jam
setelah 2 jam pertama dan tiap satu jam selama minimal 4 jam setelah didapatkan
hasil yang stabil. Tanda vital yang perlu dievaluasi yaitu Tekanan darah, Nadi,
Jumlah urin, Jumlah perdarahan, Status fundus uteri, Suhu tubuh.
d. Analgesik
Pemberian analgesik dapat diberikan paling banyak setiap 3 jam untuk mengurangi
nyeri yang dirasakan. Pemberian analgesik dapat berupa Meperidin 75-100mg
intramuskuler dan morfin sulfat 10- 15mg intramuskuler.
e. Pengawasan fungsi vesika urinaria dan usus
Kateter vesika urinaria biasanya dapat dilepas dalam waktu 12 jam setelah operasi
dilakukan. Sedangkan untuk makanan padat dapat diberikan kurang lebih 8 jam
stelah operasi, atau jika klien tidak mengalami komplikasi.
f. Pemeriksaan laboratorium
Hematrokit secara rutin diukur pada pagi hari stelah pembedahan. Pemeriksaan
dilakukan lebih dini apabila terdapat kehilangan darah yang banyak selama operasi
atau menunjukkan tanda-tanda lainyang mengarah ke hipovoemik.
g. Menyusui
Menyusui dilakukan pada hari 0 post Sectio Caesarea. Apabilaklien memutuskan
untuk tidak menyusui, dapat diberikan bebatuntuk menopang payudara yang bisa
mengurangi rasa nyeri pada payudara.
h. Pencegahan infeksi pasca operasi
Infeksi panggul pasca operasi merupakan penyebab tersering dari demam dan tetap
terjadi pada 20% wanita walaupun telah diberikan antibiotik profilaksis. Sejumlah
uji klinis acak telah membuktikan bahwa antibiotik dosis tunggal dapat diberikan
saat Sectio Caesarea untuk menrunkan angka infeksi.
i. Mobilisasi
Mobilisasai dilakukan secara bertahap meliputi miring kanan dan kiri dapat
dimulai sejak 6-10 jam setelah operasi. Hari kedua post operasi penderita dapat
didudukkan selama 5 menit dan diminta untuk bernafas dalam. Kemudian posisi
tidur telentang dapat diubahmenjadi posisi setengah duduk. Selanjutnya dengan
berturrut-turut selama hari demi hari pasien dianjurkan belajar uduk selama sehari,
belajar berjalan, dan kemudian berjalan sendiri pada hari ketiga sampai hari kelima
pasca operasi sectio caesarea
j. Katerisasi
Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan tidak enak pada
penderita, meghalangi involusi uterus dan menyebabkan perdarahan. Kateter
biasanya terpasang 24-48 jam atau lebih.
B. Solusio Plasenta

1. Definisi

Solusio Plasenta adalah terlepasnya plasenta yang letaknya normal pada


korpus uteri sebelum janin lahir (Rukiyah & Yulianti, 2010). Biasanya terjadi
pada trimester 3 kehamilan, walaupun dapat pula terjadi setiap saat dalam
kehamilan. Plasenta dapat terlepas selurunya (solusio plasenta totalis), sebagian
(solusio plasenta parsialis) atau hanya sebagian kecil pinggir plasenta (rupture
sinus marginalis). Solusio plasenta adalah terlepasnya plasenta dari tempat
implantasinya yang normal pada uterus, sebelum janin dilahirkan. Solutio
Plasenta adalah lepasnya plasenta dengan implantasi normal sebelum waktunya
pada kehamilan yang berusia di atas 28 minggu.
Solutio Plasenta adalah suatu keadaan dalam kehamilan viable,
dimana plasenta yang tempat implantasinya normal (pada fundus atau korpus
uteri) terkelupas atau terlepas sebelum kala III. Solusio plasenta adalah
terlepasnya plasenta dari tempat implantasinya sebelum janin lahir diberi
beragam sebutan; abruption plasenta, accidental haemorage. Beberapa jenis
perdarahan akibat solusio plasenta biasanya merembes diantara selaput ketuban
dan uterus dan kemudian lolos keluar menyebabkan perdarahan eksternal. Yang
lebih jarang, darah tidak keluar dari tubuh tetapi tertahan diantara plasenta yang
terlepas dari uterus serta menyebabkan perdarahan yang tersembunyi.

Gambar Normal
dan Solutio Plasent

2. Klasifikasi
Menurut (Norma, 2013) solusio plasenta di klasifikasikan menjadibeberapa
tipe :

a) Solusio plasenta parsialis : bila hanya sebagian saja plasentaterlepas


dari tempat perlengkatannya.
b) Solusio plasenta totalis (komplek) : bila seluruh plasenta sudah
terlepas dari tempat perlengketannya.
c) Prolapsus plasenta : kadang-kadang plasenta ini turun ke bawah dan
dapat teraba pada pemeriksaan dalam.
1) Berdasarkan gejala klinis yang ditimbulkan :

a) Kelas 0 : Asimptomatik. Diagnosa ditegakkan secara retrospektif


dengan menemukan hematoma atau daerah yang mengalami
pendesakan pada plasenta. Ruptur sinus marginal juga dimasukkan
dalam kategori ini.
b) Kelas 1 : gejala klinis ringan dan terdapat pada hampir 48 % kasus.
Gejala meliputi tidak ada perdarahan pervaginam sampai perdarahan
pervaginam ringan, uterus sedikit tegang, tekanan darah dan denyut
jantung maternal normal, tidakada koagulopati dan tidak ditemukan
tanda – tanda fetal distress.
c) Kelas 2 : gejala klinik sedang dan terdapat ± 27 % kasus. Perdarahan
pervaginam bisa ada atau tidak ada, ketegangan uterus sedang sampai
berat dengan kemungkinan kontraksi tetanik, takikardi maternal dengan
perubahan ortostatik tekanan darah dan denyut jantung, terdapat fetal
distress dan hipofibrinogenemi ( 150 – 250 mg/dl).
d) Kelas 3 : gejala berat dan terdapat pada hampir 24 % kasus, perdarahan
pervaginam dari tidak ada sampai berat , uterus tetanik dan sangat nyeri,
syok maternal, hipofibrinogemi ( < 150 mg/dl ), koagulopati serta
kematian janin.
2) Berdasarkan ada tidaknya perdarahan pervaginam :
a. Solusio plasenta yang nyata / tampak ( revealed )
Terjadinya perdarahan pervaginam, gejala klinis sesuai dengan jumlah
kehilangan darah, tidak terdapat ketegangan uterus, atau ringan.
b. Solusio plasenta yang tersembunyi ( concealed)
Tidak terdapat perdarahan pervaginam, uterus tegang dan
hipertonus, sering terjadi fetal distres berat. Tipe ini seringdisebut
retroplasental.
c. Solusio plasenta tipe campuran ( mixed )
Terjadi perdarahan baik retroplasental atau pervaginam, uterus tetanik.

3) Berdasarakan jumlah perdarahan yang terjadi :

a. Solusio plasenta ringan : perdarahan pervaginam < 100 ml.

b. Solusio plasenta sedang : perdarahan pervaginam 100 – 500 ml,


hipersensititas uterus atau peningkatan tonus, syok ringan, dapat
terjadi fetal distres.
c. Solusio plasenta berat : perdarahan pervaginam luas > 500 ml,
uterus tetanik, syok maternal sampai kematian janin dan
koagulopati.
4) Berdasarkan luasnya plasenta yang terlepas dari uterus :

a) Solusio plasenta ringan : kurang dari ¼ bagian plasenta terlepas.


Perdarahan kurang dari 250 ml.
b) Solusio plasenta sedang : plasenta yang terlepas ¼ - 2/3 bagian.
Perdarahan < 1000 ml, uterus tegang, terdapat fetal distress akibat
insufisiensi uteroplasenta.
c) Solusio plasenta berat : plasenta yang terlepas > 2/3 bagian,
perdarahan > 1000 ml, terdapat fetal distress sampai dengan
kematian janin, syok maternal koagulopati.
3. Etiologi
Penyebab primer solusio plasenta belum diketahui secara pasti, namun ada
beberapa faktor yang menjadi predisposisi (Jannah, 2011):

a. Faktor kardiorenovaskuler
Glomerulonefritis kronik, hipertensi essensial, sindroma preeklamsia dan
eklamsia. Pada penelitian di Parkland, ditemukan bahwa terdapat hipertensi
pada separuh kasus solusio plasenta berat, dan separuh dari wanita yang
hipertensi tersebut mempunyai penyakit hipertensi kronik, sisanya
hipertensi yang disebabkan oleh kehamilan. Dapat terlihat solusio plasenta
cenderung berhubungan dengan adanya hipertensi pada ibu

b. Akibat turunnya tekanan darah secara tiba-tiba oleh spasme dari arteri
yang menuju ke ruangan interviler, maka terjadilah anoksemia dari jaringan
bagian distalnya. Sebelum ini menjadi nekrotis, spasme hilang dan darah
kembali mengalir ke dalam intervili, namun pembuluh darah distal tadi
sudah demikian rapuhnya serta mudah pecah, sehingga terjadi hematoma
yang lambat laun melepas plasenta dari rahim. Darah yang tekumpul
dibelakang plasenta disebut hematoma retroplasenter.

c. Faktor trauma

Trauma yang dapat terjadi antara lain:

1. Dekompresi uterus (pengecilan yang tiba-tiba) pada hidroamnion dan


gemeli.
2. Tarikan pada tali pusat yang pendek akibat pergerakan janin yang
banyak/bebas, versi luar atau tindakan pertolongan persalinan.
3. Trauma langsung, seperti jatuh, kena tendang, dan lain-lain.

d. Faktor paritas ibu

Lebih banyak dijumpai pada multipara dari pada primipara.


Holmer mencatat bahwa dari 83 kasus solusio plasenta yang diteliti
dijumpai 45kasus terjadi pada wanita multipara dan 18 pada primipara.
Pengalaman di RSUPNCM menunjukkan peningkatan kejadian solusio
plasenta pada ibu-ibu dengan paritas tinggi. Hal ini dapat diterangkan
karena makin tinggi paritas ibu makin kurang baik keadaan
endometrium.
e. Faktor usia ibu

Dalam penelitian Prawirohardjo di RSUPNCM dilaporkan bahwa


terjadinya peningkatan kejadian solusio plasenta sejalan dengan
meningkatnya umur ibu. Hal ini dapat diterangkan karena makin tua
umur ibu, makin tinggi frekuensi hipertensi menahun..

f. Faktor pengunaan kokain

Penggunaan kokain mengakibatkan peninggian tekanan darah dan


peningkatan pelepasan katekolamin, yang mana bertanggung jawab
atasterjadinya vasospasme pembuluh darah uterus dan dapat berakibat
terlepasnyaplasenta . Namun, hipotesis ini belum terbukti secara
definitif. Angka kejadian solusio plasenta pada ibu-ibu penggunan
kokain dilaporkan berkisar antara 13-35%.

g. Faktor kebiasaan merokok

Ibu yang perokok juga merupakan penyebab peningkatan kasus solusio


plasenta sampai dengan 25% pada ibu yang merokok ≤ 1 (satu) bungkus
per hari. Ini dapat diterangkan pada ibu yang perokok plasenta menjadi
tipis, diameter lebih luas dan beberapa abnormalitas pada
mikrosirkulasinya. Deering dalam penelitiannya melaporkan bahwa
resiko terjadinya solusio plasenta meningkat 40% untuk setiap tahun
ibu merokok sampai terjadinya kehamilan.

h. Riwayat solusio plasenta sebelumnya

Hal yang sangat penting dan menentukan prognosis ibu dengan


riwayat solusio plasenta adalah bahwa resiko berulangnya kejadian ini
pada kehamilan berikutnya jauh lebih tinggi dibandingkan dengan ibu
hamil lainnya yang tidak memiliki riwayat solusio plasenta
sebelumnya.

i. Pengaruh lain, seperti anemia, malnutrisi/defisiensi gizi, tekanan


uteruspada vena cava inferior dikarenakan pembesaran ukuran uterus
oleh adanya kehamilan, dan lain-lain.
4. Manifestasi Klinis

a) Solusio Plasenta Ringan

Rupture sinus marginalis atau terlepasnya sebagian kecil plasenta


yang tidak berdarah banyak, sama sekali tidak mempengaruhi keadaan
ibu dan janinnya. Apabila terjadi perdarahan per vagina, warnanya
akan kehitaman dengan jumlah yang sedikit. Perut mungkin terasa
agak sakit, atau agak tegang. Walaupun demikian bagian-bagian janin
masih mudah teraba. Uterus yang agak tegang ini harus diawasi terus
menerus apakah akan menjadi lebih tegang lagi karena perdarahan
yang terus menerus. Salah satu tanda yang menimbulkan kecurigaan
akan kemungkinan solusio plasenta ringan ialah perdarahan per
vagina yang berwarna kehitaman. Perdarahannya kurang dari 500 cc
dengan lepasnya plasenta kurang dari seperlima bagian. Perut ibu
masih lemas sehingga bagian janin mudah di raba. Tanda gawat janin
belum tampak dan terdapat perdarahan hitam per vagina. perdarahan
kurang 100-200 cc, uterus tidak tegang, belum ada tanda renjatan,
janin hidup, pelepasan plasenta kurang 1/6 bagian permukaan, kadar
fibrinogen plasma lebih 150 mg%.

b) Solusio plasenta sedang

1. Plasenta terlepas lebih dari seperempatnya, tetapi belum sampai


dua pertiga luas permukaannya. Tanda dan gejalanya dapat timbul
perlahan-lahan seperti solusio plasenta ringan, atau mendadak dengan
gejala sakit perut terus-menerus, yang tidak lama kemudian disusul
dengan perdarahan per vagina. Walaupun perdarahan per vagina
tampak sedikit, seluruh perdarahannya mungkin telah mencapai
1000ml. ibu jatuh dalam keadaan syok, demikian juga keadaan
janinnya yang gawat. Dinding uterus teraba tegang dannyeri tekan
sehingga bagian-baian janin sulit diraba. Apabila janin dalam keadaan
hidup bunyi jantung sulit didengar dengan stetoskop biasa harus
dengan stetoskop ultrasonic. Lepasnya plasenta antara seperempat
sampai dua pertiga bagian dengan perdarahan sekitar 1000 cc. perut
ibu mulai tegang dan bagian janin sulit di raba. Janin sudah mengalami
gawat janin berat sampai IUFD. Pemeriksaan dalam menunjukkan
ketuban tegang. Tanda persalinan telah ada dan dapat berlangsung
cepat sekitar 2 jam. Perdarahan lebih 200 cc,uterus tegang, terdapat
tanda pre renjatan, gawat janin atau janin telah mati, pelepasan
plasenta 1/4-2/3 bagian permukaan, kadar fibrinogen plasma 120-150 mg%.
c) Solusio plasenta berat

Plasenta telah terlepas lebih dari dua pertiga permukaannya. Terjadi


sangat tiba-tiba, biasanya ibu telah jatuh kedalam syok, dan janinnya
telah meninggal. Uterusnya sangat tegang seperti papandan sangat
nyeri. (Bambang Karsono,2002). Lepasnya plasenta sudah melebihi
dari dua pertiga bagian. Perut nyeri dan tegang dan bagian janin sulit
diraba, perut seperti papan. Janin sudah mengalami gawat janin berat
sampai IUFD. Pemeriksaan dalam ditemukan ketuban tampak tegang.
Darah dapat masuk otot rahim, uterus Couvelaire yang menyebabkan
Antonia uteri serta perdarahan pascapartus. Terdapat gangguan
pembekuan darah fibribnogen kurang dari 100-150 mg%. pada saat ini
gangguan ginjal mulai nampak. Uterus tegang dan berkontraksi tetanik,
terdapat tanda renjatan, janin mati, pelepasan plasenta dapat terjadi
lebih 2/3 bagian atau keseluruhan. (Nugroho, 2012)

5. Pemeriksaan Penunjang

Prosedur pemeriksaan untuk dapat menegakkan diagnosis solusio


plasenta antara lain :

a. Anamnesis.

1. Perasaan sakit yang tiba-tiba di perut, kadang-kadang pasien


dapat menunjukkan tempat yang dirasa paling sakit.
2. Perdarahan pervaginam yang sifatnya dapat hebat dan
sekonyong- konyong (non-recurrent) terdiri dari darah segar dan
bekuan- bekuan darah yang berwarna kehitaman.
3. Pergerakan anak mulai hebat kemudian terasa pelan dan akhirnya
berhenti (anak tidak bergerak lagi).
4. Kepala terasa pusing, lemas, muntah, pucat, mata berkunang-
kunang. Ibu terlihat anemis yang tidak sesuai dengan jumlah
darah yang keluar pervaginam.
5. Kadang ibu dapat menceritakan trauma dan faktor kausal yang
lain.

b. Inspeksi.

1. Pasien gelisah, sering mengerang karena kesakitan.

2. Pucat, sianosis dan berkeringat dingin.

3. Terlihat darah keluar pervaginam (tidak selalu).

c. Palpasi

1. Tinggi fundus uteri (TFU) tidak sesuai dengan tuanya


kehamilan.

2. Uterus tegang dan keras seperti papan yang disebut uterus in


bois(wooden uterus) baik waktu his maupun di luar his.
3. Nyeri tekan di tempat plasenta terlepas.

4. Bagian-bagian janin sulit dikenali, karena perut (uterus)


tegang.

d. Auskultasi

Sulit dilakukan karena uterus tegang, bila denyut jantung


terdengar biasanya di atas 140, kemudian turun di bawah 100 dan
akhirnya hilang bila plasenta yang terlepas lebih dari satu per tiga
bagian.
e. Pemeriksaan Dalam

1. Serviks dapat telah terbuka atau masih tertutup.

2. Kalau sudah terbuka maka plasenta dapat teraba menonjol dan


tegang, baik sewaktu his maupun di luar his.
3. Apabila plasenta sudah pecah dan sudah terlepas seluruhnya,
plasenta ini akan turun ke bawah dan teraba pada pemeriksaan,
disebut prolapsus placenta, ini sering meragukan dengan
plasentaprevia.
e. Pemeriksaan Umum

Tekanan darah semula mungkin tinggi karena pasien sebelumnya


menderita penyakit vaskuler, tetapi lambat laun turun dan pasien
jatuhdalam keadaan syok. Nadi cepat, kecil dan filiformis.

f. Pemeriksaan Laboratorium

1) Urin : Albumin (+), pada pemeriksaan sedimen dapat


ditemukansilinder dan leukosit.
2) Darah : Hb menurun, periksa golongan darah, lakukan cross-
match test. Karena pada solusio plasenta sering terjadi
kelainan pembekuan darah hipofibrinogenemia, maka
diperiksakan pula COT (Clot Observation test) tiap l jam, tes
kualitatif fibrinogen (fiberindex), dan tes kuantitatif fibrinogen
(kadar normalnya 15O mg%).
g. Pemeriksaan Plasenta

Plasenta dapat diperiksa setelah dilahirkan. Biasanya tampak tipis


dan cekung di bagian plasenta yang terlepas (kreater) dan terdapat
koagulum atau darah beku yang biasanya menempel di belakang
plasenta yang disebut hematoma retroplacenter.

h. Pemeriksaaan Ultrasonografi (USG)

Pada pemeriksaan USG yang dapat ditemukan antara lain:


1) Terlihat daerah terlepasnya plasenta-Janin dan kandung kemih
ibu.

2) Darah.

3) Tepian plasenta.

6. Komplikasi

Komplikasi solusio plasenta pada ibu dan janin tergantung dari luasnya
plasenta yang terlepas,usia kehamilan dan lamanya solusio plasenta
berlangsung. Komplikasi yang dapat terjadi pada ibu :

a. Syok perdarahan

Pendarahan antepartum dan intrapartum pada solusio plasenta


hampir tidak dapat dicegah, kecuali dengan menyelesaikan persalinan
segera. Bila persalinan telah diselesaikan, penderita belum bebas dari
perdarahan postpartum karena kontraksi uterus yang tidak kuat untuk
menghentikan perdarahan pada kala III persalinan dan adanya kelainan
pada pembekuan darah. Pada solusio plasenta berat keadaan syok sering
tidak sesuai dengan jumlah perdarahan yang terlihat. Tekanan darah tidak
merupakan petunjuk banyaknya perdarahan, karena vasospasme akibat
perdarahan akan meninggikan tekanan darah. Pemberian terapi cairan
bertujuan mengembalikan stabilitas hemodinamik dan mengkoreksi
keadaan koagulopathi. Untuk tujuan ini pemberian darah segar adalah
pilihan yang ideal, karena pemberian darah segar selain dapat
memberikan sel darah merah juga dilengkapi oleh platelet dan faktor
pembekuan.

b. Gagal ginjal

Gagal ginjal merupakan komplikasi yang sering terjadi pada


penderita solusio plasenta, pada dasarnya disebabkan oleh keadaan
hipovolemia karena perdarahan yang terjadi. Biasanya terjadi nekrosis
tubuli ginjal yang mendadak, yang umumnya masih dapat ditolong
denganpenanganan yang baik. Perfusi ginjal akan terganggu karena syok
dan pembekuan intravaskuler. Oliguri dan proteinuri akan terjadi akibat
nekrosis tubuli atau nekrosis korteks ginjal mendadak. Oleh karena itu
oliguria hanya dapat diketahui dengan pengukuran pengeluaran urin yang
harus secara rutin dilakukan pada solusio plasenta berat. Pencegahan
gagal ginjal meliputi penggantian darah yang hilang secukupnya,
pemberantasan infeksi, atasi hipovolemia, secepat mungkin
menyelesaikan persalinan danmengatasi kelainan pembekuan darah.

c. Kelainan pembekuan darah


Kelainan pembekuan darah pada solusio plasenta biasanya
disebabkan oleh hipofibrinogenemia. Dari penelitian yang
dilakukan oleh Wirjohadiwardojo di RSUPNCM dilaporkan
kelainan pembekuan darah terjadi pada 46% dari 134 kasus solusio
plasenta yang ditelitinya.
Kadar fibrinogen plasma normal pada wanita hamil cukup bulan
ialah 450 mg%, berkisar antara 300-700 mg%. Apabila kadar
fibrinogen plasma kurang dari 100 mg% maka akan terjadi
gangguan pembekuan darah. Mekanisme gangguan pembekuan
darah terjadi melalui dua fase, yaitu:
1. Fase I
Pada pembuluh darah terminal (arteriole, kapiler, venule)
terjadi pembekuan darah, disebut disseminated intravasculer
clotting. Akibatnya ialah peredaran darah kapiler
(mikrosirkulasi) terganggu.Jadi pada fase I, turunnya kadar
fibrinogen disebabkan karenapemakaian zat tersebut, maka
fase I disebut juga coagulopathiconsumptive. Diduga bahwa
hematom subkhorionik mengeluarkan tromboplastin yang
menyebabkan pembekuan intravaskuler tersebut. Akibat
gangguan mikrosirkulasi dapat mengakibatkan syok,
kerusakan jaringan pada alat-alat yang penting karena
hipoksia dan kerusakan ginjal yang dapat menyebabkan
oliguria/anuria.
2. Fase II
Fase ini sebetulnya fase regulasi reparatif, yaitu usaha tubuh
untuk membuka kembali peredaran darah kapiler yang
tersumbat. Usaha ini dilaksanakan dengan fibrinolisis.
Fibrinolisis yang berlebihan malah berakibat lebih
menurunkan lagi kadar fibrinogen sehingga terjadi
perdarahan patologis. Kecurigaan akan adanya kelainan
pembekuan darah harus dibuktikan dengan pemeriksaan
laboratorium, namun di klinik pengamatan pembekuan darah
merupakan cara pemeriksaan yang

terbaik karena pemeriksaan laboratorium lainnya


memerlukan waktu terlalu lama, sehingga hasilnya tidak
mencerminkan keadaan penderita saat itu.
d. Apoplexi uteroplacenta (Uterus couvelaire)

Pada solusio plasenta yang berat terjadi perdarahan dalam otot-


ototrahim dan di bawah perimetrium kadang-kadang juga dalam
ligamentum latum. Perdarahan ini menyebabkan gangguan
kontraktilitas uterus dan warna uterus berubah menjadi biru atau
ungu yang biasa disebut Uterus couvelaire. Tapi apakah uterus
ini harus diangkat atau tidak, tergantung pada kesanggupannya
dalam membantu menghentikan perdarahan.
e. Komplikasi yang dapat terjadi pada janin

Fetal distress, kelainan susunan sistem saraf pusat, gangguan


pertumbuhan/perkembangan, hipoksia, anemia, Kematian.
Asfiksia ringan sampai berat dan kematian janin, karena
perdarahan yang tertimbun di belakang plasenta yang
mengganggu sirkulasi dan nutrisi ke arah janin. Rintangan
kejadian asfiksia sampai kematian janin dalam rahim tegantung
pada seberapa bagian plasenta telah lepas dari implantasinya
di fundusuteri (Rukiyah&Yulianti, 2010: 202)

C. Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian keperawatan

Bagi kondisi perdarahan pada kehamilan tua, beberapa pengkajian


keperawatan harus dilakukan segera dan yang lainnya dapat ditunda sampai
intervensi awal telah diambil untuk menstabilkan status kardiovaskular dari
ibu hamil. Prioritas pengkajian keperawatan adalah sebagai berikut:
1. Jumlah dan sifat perdarahan (waktu serangan, perkiraan kehilangan
darah sebelum dating ke rumah sakit, dan keterangan tentang jaringan yang
terlepas). Wanita hamil harus diajarkan untuk menyimpan linen jika berada
di rumah sakit, sehingga darah dapat dideteksi secara akurat.
2. Sakit

a. Jenisnya: menetap, intermiten, tajam, tumpul, keras.

b. Serangan: berangsur-angsur, mendadak.

c. Lokasinya: menyeluruh pada abdomen, local.

2. Uterus. Apakah uterus terasa lembut dengan palpasi yang lembut.

3. Tanda-tanda vital ibu hamil apakah dalam rentang normal atau terjadi
hipotensi, takikardi atau keduanya. Hipertensi mungkin apat terjadi pada
awal abruption plasenta. Pemantauan kondid janin secara elektronik dapat
menentukan denyut jantung janin, adanya percepatan, dan respon janin
terhadap aktivitas uterus.
4. Kontraksi uterus: penggunaan monitor eksterna dan menentukan frekuensi
dan lamanya kontraksi. Tekanan intrauterus dapat mengidentifikasi kontraksi
hipertonik dan menungkatkan hubungan irama istirahat dengan obruptio
plasenta. Palpasi dapat mengidentifikasi apakah uterus mengalami relaksasi
antara kontraksinya atau tidak.
5. Riwayat kehamilan (gravid, para, riwayat aborsi, dan melahirkan bayi
premature).
6. Lamanya usia kehamilan (HTHP, tinggi fundus, hubungan tinggi fundus
dengan usia kehamilan) jika terjadi perdarahan kedalam miometrium, fundus
akan membesar sesuai dengan perdarahan. Perawat mengonservasi dan
melaporkan ukuran tinggi fundus yang akan menunjukkan bahwa perdarahan
kedalam otot uterus sedang terjadi.
7. Data laboraturium (Hb, Ht, golongan darah, pembekuan darah). Data
laboraturium diperoleh untuk mempersiapkan tranfusi darah yang diperlukan.

Disamping pengkajian fisik, respon emosi ibu hamil dan pasangan juga
harus diperhatikan. Mereka sering merasa cemas, sedih, ragu, dan aktivitas
yang berlebihan. Mereka mugkin memiliki pengetahuan yang sedikit
mengenai manajemen kesehatan dan tidak menyadari bahwa janin akan
segera lahir,sehingga penjelasan prosedur operasi merupakan hal yang
penting.Mereka mungkin merasa takut dan khawatir tentang kehidupan ibu
dann janin.

2. Diagnosa dan intervensi

Diagnosa SLKI SIKI


Keperawata
n
Nyeri akut Setelah dilakukan asuhan keperawatan 1.Manajemen nyeri
diharapkan klien mampu : Observasi
1.Tingkat nyeri - Identifikasi lokasi,
- Keluhan nyeri menurun durasi, karakteristik,
- Ekspresi meringis menurun frekuensi, kualitas,
- Kesulitan tidur menurun intensitas nyeri
- Nafsu makan membaik - Identifikasi skalanyeri
- Pola tidur membaik - Identifikasi responsnyeri
2.Mobilitas fisik non verbal
- Pergerakan ekstremitas meningkat - Identifikasi faktor yang
- Kekuatan otot meningkat memperberat dan
- Rentang gerak (ROM) meningkat memperingan nyeri
- Nyeri menurun - Identifikasi
- Kecemasan menurun pengetahuan dan
- Kaku sendi menurun keyakinan tentangnyeri
- Gerakan terbatas menurun - Identifikasi pengaruh
- Kelemahan fisik menurun budaya terhadap respon
nyeri
- Identifikasi pengaruh nyeri
pada kualitas hidup
- Monitor keberhasilan
terapi komplementer yang
sudah diberikan
Terapeutik
- Berikan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangirasa nyeri
- Kontrol lingkunganyang
memperberat rasa nyeri
- Fasilitas istirahat dan
tidur
- Pertimbangan jenisdan
sumber nyeri dalam
pemilihan strategi
meredakannyeri
Edukasi
- Jelaskan penyebab,
periode, dan pemicunyeri
- Jelaskan strategi
meredakan nyeri
- Anjurkan memonitornyeri
secara mandiri
- Ajarkan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangirasa nyeri
2.Edukasi manajemen
nyeri
Observasi
- Identifikasi kesiapandan
kemampuan menerima
informasi
Terapeutik
- Sediakan materi dan
media pendidikan
kesehatan
- Jadwalkan pendidikan
kesehatan sesuai
kesepakatan
- Berikan kesempatan
bertanya
Edukasi
- Jelaskan penyebab,
periode dan strategi
meredakan nyeri
- Anjurkan memonitornyeri
secara mandiri
- Ajarkan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangirasa nyeri.

2. Perfusi Setelah dilakukan tindakan keperawatan,


Terapeutik
perifer tidak diharapkan klien mampu:
a. Lakukan
efektif
a. Perfusi perifer pencegahan
- Denyut nadi infeksi
perifermeningkat b. Lakukan
- Warna kulit pucat menurun hidrasi
- Edema perifer menurun
2. Manajemen syok
- Pengisian kapiler membaik
- Akral membaik Kolaborasi

- Turgor kulit membaik Kolaborasi pemberian


- TTV membaik infus cairan kristaloid
b. Tingkat perdarahan dan kolaborasi
- Kelembapan membran pemberiantransfusi
mukosa meningkat darah
- Hemoptisis menurun
- Hematemesis menurun
- Hematuria menurun
- Perdarahan vagina menurun
- Hemoglobin membaik
- TTV membaik
- Hematokrit membaik
3. Resiko syok - Setelah dilakukan 1. Pencegahan syok
tindakan keperawatan
Observasi
diharapkan klien:
c. Tingkat syok a. Monitor status

- Kekuatan nadi meningkat kardiopulmonal

- Output urine meningkat b. Monitor status

- Tingkat kesadaran oksigenasi

meningkat c. Monitor status

- Saturasi okseigen cairan

meningkat d. Monitor tingkat

- Akral dingin menurun kesadaran dan

- Pucat menurun respon pupil

TTV normal Teraputik


a. Pertahankan
akses IV
3. Implementasi
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh
perawat untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi ke status
kesehatan yang lebih baik yang menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan (Potter
& Perry, 2011). Kegiatan dalam pelaksanaan juga meliputi pengumpulan data
berkelanjutan, mengobservasi respon klien selama dan sesudah pelaksaan tindakan,
serta menilai data yang baru.
4. Evaluasi
Evaluasi, yaitu penilaian hasil dan proses. Penilaian hasil menentukan seberapa
jauh keberhasilan yang dicapai sebagai keluaran dari tindakan. Penilaian proses
menentukan apakah ada kekeliruan dari setiap tahapan proses mulai dari pengkajian,
diagnosa, perencanaan,tindakan, dan evaluasi itu sendiri (Purba, 2019).
DAFTAR
PUSTAKA

Dutton, Lauren A, Jessica E.Densmore, Meredith B.Turner. 2011.

Rujukan Cepat Kebidanan.. EGC. Jakarta

Jannah, Nurul. 2011. Asuhan kebidanan Ibu nifas. Ar-ruzz Media.Yogyakarta.


Norma Nita, Dwi Mustika. 2013. Asuhan Kebidanan Patologi.Yogyakarta :
Nuha Medika
Nugroho, Taufan. 2012. Obsgyn Obstetri dan Ginekologi. NuhaMedika.
Yogyakarta
Rukiyah, AiYeyeh, S.Si.T dan Yulianti, Lia, Am.Keb, MKM. 2010.Asuhan
Kebidanan 4 (Patologi). Jakarta: CV. Trans Info Media
Tim Pokja SDKI PPNI. (2016). Standar Diagnosa Keperawatanindonesia.
Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI
Tim Pokja SIKI PPNI. (2017). Standar Intervensi Keperawatanindonesia.
Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI
Tim Pokja SLKI PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatanindonesia.
Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI

Anda mungkin juga menyukai