Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN An.


S
DENGAN DIAGNOSA PNEUMONIA DI RUANG DAHLIA
RSUD WONOSARI

Clinical Instruktur : Supartiningsih, SST., Ns

Disusun Oleh :

Chusnul Khotimah Suci Efendi

NIM. M23040004

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MADANI

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

TAHUN AJARAN 2023/2024


LAPORAN PENDAHULUAN PNEUMONIA PADA ANAK
A. Konsep Teori
1. Pengertian
Pneumonia adalah inflamasi yang mengenai parenkim paru. Sebagian besar
disebabkan oleh mikroorganisme (virus/bakteri) dan sebagian kecil disebabkan
oleh hal-hal lain (aspirasi, radiasi dll). Adapun mikroorganisme penyebab
pneumonia adalah pneumonia topical (klasik) atau Community Acquired
Pneumonia (CAP), pneumonia atipikal (nasokomial), pneumonia aspirasi, dan
pneumonia immuncompromised (Khotimah dan Sensussiana, 2019).
Pneumonia merupakan infeksi yang menyerang parenkim paru dan jaringan
interstisial di alveolus yang disebabkan oleh bakteri, dengan tanda dan gejalanya
seperti demam tinggi, batuk berdahak, frekuensi napas cepat >50 x/menit, sesak
napas, sakit kepala, gelisah, nafsu makan berkurang (Wulandari & Iskandar,
2021).

2. Etiologi
Menurut Dallas (2020), Pneumonia adalah radang pada paru-paru yang
disebabkan oleh infeksi. Pneumonia bisa disebabkan oleh infeksi bakteri, virus,
ataupun jamur. Umumnya, pneumonia terjadi saat kuman yang masuk ke dalam
saluran pernapasan mengalahkan sistem kekebalan tubuh dan akhirnya
menyebabkan infeksi.
Pneumonia juga bisa dipicu oleh masuknya bahan atau zat tertentu ke dalam
paru-paru (aspirasi paru) yang selanjutnya mencetuskan peradangan dan infeksi.
Kondisi ini disebut juga dengan pneumonia aspirasi. Selain itu, pneumonia juga
bisa dipicu oleh sumbatan saluran napas akibat tumor atau penyakit paru obstruksi
kronis (PPOK). Kondisi ini bisa menyebabkan berkembangnya bakteri di paru-
paru.
Jika dibagi berdasarkan kuman penyebabnya, pneumonia dapat digolongkan
menjadi 3 jenis, yaitu:
a. Pneumonia akibat bakteri
Pneumonia yang disebabkan oleh bakteri biasanya hanya terjadi pada salah
satu bagian paru. Ada beberapa bakteri yang dapat menjadi penyebab
pneumonia, yaitu Streptococcus pneumoniae, Haemophilus
influenza, dan Staphylococcus aureus. Selain itu, ada beberapa bakteri lain
yang juga bisa menyebabkan pneumonia namun dengan gejala yang lebih
ringan, yaitu Mycoplasma pneumoniae, Chlamydophila pneumoniae,
dan Legionella pneumophila.
b. Pneumonia akibat virus
Sebagian virus penyebab batuk, pilek, atau flu juga bisa menyebabkan
pneumonia. Beberapa kelompok virus yang dapat menyebabkan pneumonia
adalah adenovirus, virus influenza, hantavirus, dan coronavirus yang
menyebabkan SARS, MERS, dan COVID 19. Umumnya, pneumonia karena
virus menimbulkan gejala yang lebih ringan dan lebih singkat daripada
pneumonia karena bakteri. Namun, ada juga pneumonia akibat virus yang bisa
memburuk dengan cepat, misalnya infeksi virus Corona (SARS-CoV-2).
c. Pneumonia akibat jamur
Selain virus dan bakteri, beberapa jenis jamur juga dapat menyebabkan
pneumonia, yaitu Cryprococcus, Coccidioides, dan Histoplasma. Seseorang
dapat mengalami pneumonia akibat jamur jika menghirup spora jamur dalam
jumlah banyak. Spora jamur sering terdapat pada tanah atau kotoran burung.
Pneumonia akibat jamur juga lebih sering menyerang orang dengan penyakit
kronis atau orang dengan sistem imun yang lemah.

Selain berdasarkan kuman penyebabnya, pneumonia juga dapat dibagi menjadi


beberapa jenis berdasarkan tempat terjadinya penularan, yaitu:
a. Community-acquired pneumonia, yaitu jenis pneumonia yang paling sering
terjadi dan penularannya terjadi di tengah masyarakat.
b. Hospital-acquired pneumonia, yaitu pneumonia yang penularannya
terjadi ketika seseorang menjalani perawatan di rumah sakit.

3. Manifestasi Klinis
Sistem pernapasan terdiri dari berbagai bagian yang saling bekerja sama untuk
memastikan pertukaran oksigen dan karbon dioksida berjalan dengan baik. Organ
dalam sistem pernapasan yang menjalankan proses ini adalah paru-paru. Di dalam
paru-paru terdapat jutaan alveolus (kantong udara). Jika terdapat infeksi dan
peradangan pada paru-paru, alveolus tidak bisa menjalankan fungsi pertukaran
oksigen dan karbon dioksida dengan baik. Akibatnya, akan muncul keluhan
berupa sesak napas. Pneumonia adalah salah satu jenis penyakit pada paru-paru
yang dapat mengganggu fungsi dan kerja organ ini. Pneumonia dapat menyerang
satu atau beberapa bagian paru.
Gejala yang timbul saat seseorang mengalami pneumonia sangat bervariasi.
Hal ini sangat tergantung pada penyebab, tingkat keparahan penyakit, serta usia
dan kondisi kesehatan penderita secara umum. Gejala tersebut dapat berkembang
secara tiba-tiba atau perlahan selama 24–48 jam.
Variasi gejala pneumonia bisa mulai dari gejala yang ringan, seperti flu, hingga
gejala yang sedang atau berat, seperti
a. Demam
b. Batuk kering, batuk berdahak kental berwarna kuning dan hijau, atau batuk
berdarah
c. Sesak napas
d. Berkeringat
e. Menggigil
f. Nyeri dada ketika menarik napas atau batuk
g. Mual atau muntah
h. Diare
i. Selera makan menurun
j. Lemas
k. Detak jantung meningkat
l. Bau mulut
Selain tanda dan gejala di atas pneumonia pada bayi dan anak-anak, , bisa
menimbulkan gejala berupa lemas, rewel, napas yang cepat (takipnea), napas
berbunyi atau mendengkur, sulit bernapas, adanya tarikan (retraksi) otot-otot
leher, dada, dan perut disertai usaha yang berat untuk bernapas, serta terkadang
bibir dan ujung-ujung jarinya membiru (sianosis) (Htun et al, 2019).

4. Patofisiologi
Mikroorganisme penyebab terhisap ke paru bagian perifer melalui saluran
respiratori. Mula-mula terjadi edema akibat reaksi jaringan yang mempermudah
proliferasi dan penyebaran kuman kejaringan sekitarnya. Bagian paru yang
terkena mengalami konsolidasi, yaitu terjadi serbukan sel PMN, fibrin, eritrosit,
cairan edema, dan ditemukanya kuman dialveoli. Stadium ini disebut stadium
hepatitasi merah. Selanjutnya diposisi fibrin semakin bertambah, terdapat fibrin da
leukosit PMN dialveoli dan terjadi proses fagositosis yang cepat. Stadium ini
disebut stadium kelabu. Selanjutnya jumlah makrofag meningkat dialveoli, sel
akan mengalami degenerasi fibrin menipis, kuman dan debris menghilang,
stadium ini disebut stadium resolusi. System bronkopulmoner jaringan paru yang
tidak terkena akan tetap normal (Raharjoe, 2015)
Bakteri atau virus masuk kedalam tubuh akan menyebabkan gangguan
atau peradangan pada terminal jalan nafas dan alveoli. Proses tersebut akan
menyebabkan infiltrate yang biasanya mengenai pada multiple lobus, terjadi
destruksi sel dengan meninggalkan debris cellular kedalam lumen yang
mengakibatkan gangguan fungsi alveolar dan jalan nafas. Pada kondisi akut
maupun kronik seperti AIDS, cystic fibrosis, aspirasi benda asing dan kongenital
yang dapat meningkatkan resiko pneumonia (Marni, 2014).
5. Pathway

Bakteri Virus Jamur

Masuk ke saluran pernafasan Produk toksik

Rawat inap Infeksi saluran nafas bawah Cidera jaringan

Stress Hospitalisasi Parenkim paru Kerusakan sel

Ansietas Koloni organ pathogen Vasodilator kapiler

Pelepasan pyrogen Permeabilitas meningkat


endogen (sitokin)

Perpindahan eksudat
Merangsang sel vagus plasma ke intertisial

Defisit nutrisi Sinyal mencapai syaraf Penumpukan fibrin,


pusat eksudat, eritrosit,
leukosit
Kompensasi : cadangan
lemak dipergunakan Pembentukan
prostaglandin otak Secret menumpuk Batuk dispnea
oleh tubuh

Pembentukan Bersihan jalan Pola nafas


Metabolisme tubuh tidak efektif
hypothalamus (sel nafas tidak efektif
meningkat
point)
Menggigil meningkatkan
suhu basal

Hipertermia

Intake cairan berkurang

Resiko kekurangan
volume cairan
6. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Htun (2019), pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk
menegakkan diagnose antara lain:
a. Rontgen dada, untuk memastikan kondisi paru-paru dan luas area paru yang
mengalami infeksi atau peradangan
b. CT scan, untuk melihat kondisi paru-paru secara lebih detail
c. Tes darah, untuk memastikan adanya infeksi dan menentukan penyebab
infeksi
d. Tes dahak atau sputum, untuk mendeteksi kuman penyebab infeksi
e. Kultur cairan pleura, untuk mengidentifikasi kuman penyebab infeksi
f. Bronkoskopi, untuk melihat kondisi saluran napas dengan bantuan alat
bronkoskop
g. Tes urine, untuk mengidentifikasi bakteri Streptococcus pneumonia dan
Legionella pneumophila yang bisa ada di urine.

7. Komplikasi
Proses pemulihan pneumonia sangat bergantung pada jenis pneumonia, tingkat
keparahan, dan penanganan yang dilakukan. Pneumonia yang berat bisa
menimbulkan komplikasi berupa:
a. Infeksi aliran darah
Infeksi aliran darah (bakteremia) terjadi akibat adanya bakteri yang masuk ke
dalam aliran darah dan menyebarkan infeksi ke organ-organ lain. Bakteremia
berpotensi menyebabkan beberapa organ gagal berfungsi yang bisa berakibat
fatal.
b. Abses paru atau paru bernanah (empiema)
Penumpukan nanah bisa menyebabkan terbentuknya abses paru atau empiema.
Pada beberapa keadaan, kondisi ini dapat ditangani dengan pemberian
antibiotik. Namun, jika tidak kunjung membaik, diperlukan tindakan medis
khusus membuang nanahnya.
c. Efusi pleura
Efusi pleura merupakan kondisi di mana cairan memenuhi ruang di antara
kedua lapisan pleura, yaitu selaput yang menyelimuti paru-paru dan rongga
dada.
d. Acute respiratoty distress syndrome (ARDS)
ARDS terjadi ketika cairan memenuhi kantong-kantong udara (alveoli) di
dalam paru-paru sehingga menyebabkan penderita tidak bisa bernapas (gagal
napas) (Normandin, 2019).

8. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan yang tepat untuk mengatasi penyakit pneumonia yang tepat
adalah dengan pemberian antibiotik, pengobatan suportif, dan vaksinisasi.
Selanjutnya berikan oksigen sesuai kebutuhan anak dan sesuai program
pengobatan, lakukan fisioterapi dada untuk membantu anak mengeluarkan dahak,
setiap empat jam, berikan cairan intravena untuk mencegah terjadinya dehidrasi.
Untuk mengatasi infeksi berikan antibiotik sesuai program misalnya amoxicillin
dan ampicillin. Apabila pada pemeriksaan pewarnaan gram terdapat organisme
dan cairan berbau tidak enak, maka lakukan pemasangan chest tube. Untuk
vaksinisasi biasanya dengan vaksin Pneumococcal Conjugate Vaccine (PCV)
(Marni, 2014).
Imunisasi merupakan cara pencegahan terkena penyakit menular karena
kekebalan tubuh anak belum terbentuk sempurna. Imunisasi yang berhubungan
dengan kejadian penyakit pneumonia adalah imunisasi pertusis dalam vaksin
DPT, campak, Haemophilus influenza, dan pneumokokus (Monita et al., 2015).
Pemberian perawatan suportif juga penting untuk dilakukan. Anak yang memiliki
status pernafasan stabil harus mendapatkan hidrasi adekuat dengan mendorong
asupan cairan oral untuk membantu mengencerkan sekresi. Pada anak yang
mengalami peningkatan upaya nafas, cairan intravena perlu diberikan untuk
mempertahankan hidrasi. Fasilitasi anak untuk mengubah posisi yang nyaman
biasanya dengan kepala tempat tidur dinaikan untuk memfasilitasi pengisian udara
pada paru. Jika nyeri akibat batuk atau pneumonia berat, beri analgesik sesuai
program (Carman, 2014).
B. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Pengkajian keperawatan pada pasien pneumonia meliputi kaji deskripsi
mengenai penyakit keluhan utama saat ini. Catat awitan dan perkembangan gejala.
Tanda dan gejala yang umum dilaporkan selama pengkajian riwayat kesehatan
meliputi : infeksi saluran nafas, demam, batuk ( catat tipe dan apakah batuk
produktif atau tidak), peningkatan frekuensi pernafasan, riwayat alergi, tidak mau
makan, muntah, atau diare, pada bayi, menggigil, sakit kepala, dipsnea, nyeri dada,
nyeri abdomen dan mual atau muntah pada anak yang lebih besar. Kaji riwayat
medis anak dimasa lampau dan saat ini untuk mengidentifikasi faktor resiko yang
diketahui berhubungan dengan peningkatan keparahan pneumonia seperti :
prematuritas, malnutrisi, pajanan pasif terhadap asap rokok, status sosioekonomi
rendah, dititipkankepenitipan anak, penyakit jantung paru, imun, atau system saraf
yang mendasari (Carman, 2014).
Persiapan dalam pemeriksaan fisik : berikan posisi yang nyaman dalam
ruangan yang hangat atau nyaman. Lepaskan pakaian pasien yang akan diperiksa,
lakukan prosedur yang memerlukan prosedur ketat lebih dahulu (misalkan posisi,
sikap), kemudian lanjutkan dengan prosedur ringan seperti melakukan auskultasi
paru, jantung dan abdomen. Lakukan prosedur yang mengganggu, seperti menguji
reflek, dilakukan tahap akhir. Lakukan prosedur dengan cepat untuk mengurangi
stress bayi atu anak. Beri kenyamanan pada bayi atau anak selama dan sesudah
pemeriksaan. Penampilan umum : observasi : wajah, postur, kebersihan, nutrisi,
perilaku, perkembangan, dan status kesadaran. Kepala : kaji bentuk dan
kesimetrisan, postur kepala, palpasi tengkorak, apakah ada fontanel, nodus,
pembengkakan yang nyata, lingkar kepala, apakah ada gangguan fungsi. Leher :
inspeksi ukuran, palpasi apakah ada deviasi. Mata : palpebral, konjungtiva,
bagaimana dengan warnanya, bagaimana kondisi kelopak mata, apakah kehitaman,
apakah ada infeksi, adakah penurunan penglihatan. Telinga : inspeksi kebersihan
( bau, warna), apakah ada pembengkakan, apakah ada infeksi, adakah penurunan
pendengaran. Mulut dan tenggorokan : bagaimana membrane mukosanya, apakah
lembab atau kering, adakah luka, nyeri, sariawan, apakah ada gigi yang karies.
Dada : perhatikan deviasi, dada berbentuk silinder, asimetri, sudut kostal lebar,
asimetris atau gerakan kebawah (Marni, 2014). Pemeriksaan paru –paru terdiri atas
inspeksi, auskultasi, perkusi dan palpasi. Inspeksi yaitu observasi penampilan
umum dan warna kulit anak (sentral dan perifer). Sianosis dapat menyertai
serangan batuk. Anak yang mengidap pneumonia bakteri dapat tampak sakit, kaji
upaya pernafasan. Anak yang mengidap pneumonia dapat menunjukan retraksi
substernal, subkosta, atau interkosta, takipnea dan nafas cuping hidung dapat
muncul. Deskripsikan batuk dan kualitas sputum jika dihasilkan. Auskultasi paru
dapat mengetahui mengi atau ronki pada anak yang lebih kecil. Ronki setempat
atau menyebar dapat muncul pada anak yang lebih besar. Catat penurunan suara
nafas. Pada anak yang lebih besar perkusi dapat mengungkap bunyi redup setempat
pada area kosolidasi. Perkusi kurang bermakna pada bayi atau anak yang masih
sangat kecil. Taktil fremitus yang teraba saat palpasi dapat meningkat pada
pneumonia (Carman, 2014).
Pemeriksaan diagnostik foto rontgen dada teridentifikasi penyebaran, misalnya
lobus, bronkial, dapat juga menunjukan multiple abses atau infiltrate. Pada
pneumonia mycoplasma gambaran chest x-ray mungkin bersih. Kultur sputum dan
gram stain : didapatkan dengan needle biopsy, transtracheal aspiration, fiberoptic
bronchoscopy, atau biopsy paru terbuka untuk mengeluarkan organisme penyebab.
Akan didapatkan lebih dari satu jenis kuman. Hitung darah lengkap : leukosit
biasanya timbul meskipun nilai SPD rendah pada infeksi virus. Tes serologic :
membantu membedakan diagnosis pada organisme secara spesifik. Laju endap
darah meningkat. Pemeriksaan fungsi paru : volume mungkin menurun, tekanan
saluran udara meningkat dapat terjadi hipoksemia. Elektrolit sodium dan klorida
mungkin rendah. Bilirubin mungkin meningkat (Somantri, 2009).

2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosis keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai respons
klien terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang dialaminya baik
yang berlangsung aktual maupun potensial. Diagnosis keperawatan bertujuan untuk
mengidentifikasi respons klien individu, keluarga dan komunitas terhadap situasi
yang berkaitan dengan kesehatan (PPNI, 2016).
Diagnosa keperawatan :
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan infeksi saluran nafas
b. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan dispnea
c. Defisit nutrisi berhubungan dengan peningkatan kebutuhan metabolisme
d. Risiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan kekurangan intake
cairan
e. Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit
3. Intervensi
Intervensi keperawatan adalah segala treatment yang dikerjakan oleh perawat
yang didasarkan pada pengetahuan dan penilaian klinis untuk mencapai luaran
(outcome) yang diharapkan (PPNI, 2018).
Diagnosa
Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi
Keperawatan
Bersihan jalan napas Setelah dilakukan tindakan Manajemen Jalan Napas (I.01011)
tidak efektif keperawatan selama 3x24 jam Observasi
berhubungan dengan diharapkan bersihan jalan napas 1. Monitor pola napas (frekuensi,
infeksi saluran nafas pasien kembali efektif. Dengan kedalaman, usaha napas)
kriteria hasil : 2. Monitor bunyi napas tambahan (mis.
Bersihan Jalan Napas gurgling, mengi, wheezing, ronkhi
(L.01001) kering)
1. Batuk efektif meningkat 3. Monitor sputum (jumlah, warna,
2. Produksi sputum menurun aroma)
3. Dispnea menurun Terapeutik
4. Sianosis menurun 1. Pertahankan kepatenan jalan napas
5. Frekuensi nafas normal dengan head-tilt chin-lift
6. Pola nafas efektif 2. Posisikan semi fowler atau fowler
3. Berikan minum hangat
4. Lakukan fisioterapi dada, jika perlu
5. Berikan oksigen, jika perlu

Edukasi
1. Anjurkan asupan cairan 2000
ml/hari, jika tidak kontraindikasi
2. Ajarkan teknik batuk efektif

Kolaborasi
Kolaborasi pemberian bronkodilator,
ekspektoran, mukolitik, jika perlu

Pola napas tidak Setelah dilakukan tindakan Pemantauan respirasi (I.01014)


efektif berhubungan keperawatan selama 3x24 jam Observasi
dengan dispnea diharapkan pola napas pasien 1. Monitor frekuensi, irama,
kembali efektif. Dengan kriteria kedalaman, dan upaya napas
hasil : 2. Monitor pola napas
Pola Napas (L.01004) 3. Monitor kemampuan batuk efektif
1. Dispnea berkurang 4. Monitor adanya produksi sputum
2. Tidak ada penggunaan otot 5. Monitor adanya sumbatan jalan
bantu napas nafas
3. Frekuensi napas normal 6. Auskultasi bunyi napas
4. Kedalaman napas normal
5. Tidak ada pernafasan cuping Terapeutik
hidung 1. Atur interval pemantauan respirasi
sesuai kondisi pasien
2. Dokumentasikan hasil pemantauan

Edukasi
1. Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan
2. Informasikan hasil pemantauan, jika
perlu
Defisit nutrisi Setelah dilakukan tindakan Manajemen Nutrisi (I.03119)
keperawatan selama 3x24 jam Observasi
berhubungan dengan
masalah defisit nutrisi dapat 1. Identifikasi status nutrisi
peningkatan teratasi. Dengan kriteria hasil : 2. Identifikasi alergi dan intoleransi
Status Nutrisi (L.03030) makanan
kebutuhan
1. Verbalisasi keinginan untuk 3. Identifikasi makanan yang disukai
metabolisme meningkatkan nutrisi 4. Monitor asupan makanan
2. Pengetahuan tentang pilihan 5. Monitor berat badan
makanan dan minuman yang 6. Monitor hasil pemeriksaan
sehat meningkat laboratorium
3. Berat badan normal
4. IMT normal Terapeutik
5. Frekuensi makan membaik 1. Lakukan oral hygiene sebelum
Nafsu makan membaik makan, jika perlu
2. Berikan makanan tinggi kalori dan
tinggi protein
Edukasi
1. Anjurkan posisi duduk
2. Ajarkan diet yang diprogramkan

Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian medikasi
sebelum makan (mis. pereda nyeri,
antiemetik)
2. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
menentukan jumlah kalori dan jenis
nutrien yang dibutuhkan, jika perlu

Risiko kekurangan Setelah dilakukan tindakan Manajemen Cairan (I.03116)


keperawatan selama 3x24 jam Observasi
volume cairan
diharapkan masalah defisit 1. Periksa tanda dan gejala kekurangan
berhubungan dengan volume cairan dapat teratasi. volume cairan
Dengan kriteria hasil : 2. Monitor intake dan output cairan
kekurangan intake
Status Cairan (L.03028)
cairan 1. Kekuatan nadi meningkat Terapeutik
2. Membran mukosa lembap 1. Hitung kebutuhan cairan
3. Frekuensi nadi normal 2. Berikan asuapan cairan oral
4. Tekanan darah normal
5. Turgor kulit membaik
6. Intake cairan meningkat
7. Suhu tubuh normal Edukasi
Anjurkan memperbanyak asupan cairan
oral

Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian cairan IV
isotonik (mis. NaCl, RL)
2. Kolaborasi pemberian cairan IV
hipotonis (mis. glukosa 2,5%, NaCl
0,4%)
3. Kolaborasi pemberian cairan koloid
(mis. albumin, plasmanate)
4. Kolobarasi pemberian produk darah

Hipertermia Setelah dilakukan tindakan Manajemen Hipertermia (I.15506)


keperawatan selama 3x24 jam Observasi
berhubungan dengan
diharapkan masalah hipertermia 1. Identifikasi penyebab hipertermia
proses penyakit dapat teratasi. Dengan kriteria 2. Monitor suhu tubuh
hasil : 3. Monitor kadar elektrolit
Termoregulasi (L.14134) 4. Monitor haluaran urine
1. Menggigil berkurang 5. Monitor komplikasi akibat
2. Suhu tubuh normal hipertermia
3. Suhu kulit
membaik Tekanan Terapeutik
darah normal 1. Sediakan lingkungan yang dingin
2. Longgarkan atau lepaskan pakaian
3. Basahi dan kipasi permukaan tubuh
4. Berikan cairan oral
5. Ganti linen setiap hari atau lebih
sering jika mengalami hiperhidrosis
(keringat berlebih)
6. Lakukan pendinginan eksternal (mis.
selimut hipotermia atau kompres
dingin pada dahi, leher, dada, aksila,
abdomen)
7. Hindari pemberian antipiretik atau
aspirin
8. Berikan oksigen, jika perlu

Edukasi
Anjurkan tirah baring

Kolaborasi
Kolaborasi pemberian cairan dan
elektrolit intravena, jika perlu
4. Implementasi
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh
perawat untuk membantu pasien dari masalah kesehatan yang dihadapi ke status
kesehatan yang lebih baik yang menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan
oleh pasien maupun perawat. Implementasi merupakan inisiatif dari rencana
tindakan untuk mencapai tujuan yang spesifik (Sharfina, 2019).

5. Evaluasi
Evaluasi keperawatan adalah kegiatan yang terus menerus dilakukan untuk
menentukan apakah rencana keperawatan efektif dan bagaimana rencana
keperawatan dilanjutkan, merevisi rencana atau menghentikan rencana
keperawatan. Selain itu juga evaluasi dilakukan untuk melihat perkembangan dari
kesehatan pasien (Karina & Ginting, 2018).
DAFTAR PUSTAKA

Carman, T. K. (2014). Buku Ajar Keperawatan Pediatric Edisi 2 Vol. 3. Jakarta :


EGC. Dallas, M. . (2020). Lung & Respiratrory. What Is Pneumonia? Symptoms,
Causes,
Diagnosis, Tretament, and Prevention.
Htun, et al. (2019). Clinical Features for Diagnosis of Pneumonia among Adults in Primary
Care Setting: A Systematic and Meta-review. Scientific Reports, 9(1).
Karina, G., & Ginting, A. (2018). Pentingnya Evaluasi Asuhan Keperawatan Sebagai
Perbandingan Dalam Mencapai Tujuan Awal.
Khotimah dan Sensussiana. (2019). Asuhan Keperawatan Pasien Anak Dengan Peneumonia
Dalam Pemenuhan Kebutuhan Oksigenasi. Journal of Chemical Information and
Modeling.
Marni. (2014). Asuhan Keperawatan Pada Anak Dengan Gangguan Pernafasan.
Yogyakarta : Gosyen.
Monita, O., Yani, F. F., & Lestari, Y. (2015). Profil Pasien Pneumonia Komunitas di Bagian
Anak RSUP DR. M. Djamil Padang Sumatera Barat. Jurnal Kesehatan Andalas, 4(1),
218–226. https://doi.org/10.25077/jka.v4i1.225
Normandin, B. (2019). Everything You Need to Know about Pneumonia. Healthline.
PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia : Definisi dan Indikator
Diagnostik, Edisi 1. DPP PPNI.
PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia : Definisi dan Tindakan
Keerawatan, Edisi 1. DPP PPNI.
Raharjoe, N. N. (2015). Buku Ajar Respirologi Anak Edisi Pertama. Jakarta : IDAI.
Sharfina, D. (2019). Pentingnya Implementasi Asuhan Keperawatan dengan Berkualitas
Pada Pasien Di RS (pp. 1–7).
Somantri, I. (2009). Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan System
Pernafasan : Edisi 2. Jakarta : Salemba Medika.
Wulandari, E., & Iskandar, S. (2021). Asuhan keperawatan gangguan pemenuhan kebutuhan
oksigen dengan postural drainase pada balita pneumonia di wilayah kerja Puskesmas
Sawah Lebar Kota Bengkulu. Journal of Nursing and Public Health, 9(2), 30–37.
https://jurnal.unived.ac.id/index.php/jnph/article/view/1794

Anda mungkin juga menyukai