Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN PNEUMONIA DAN ASUHAN KEPERAWATAN

A. Definisi
Pneumonia adalah proses inflamatori parenkim paru yang umumnya
disebabkan oleh agen infeksisus (Smeltzer & Bare, 2015). Pneumonia adalah
peradangan paru yang disebabkan oleh infeksi bakteri pneumokokus, virus,
maupun jamur (Medicastore).
Pneumonia adalah peradangan yang mengenai parenkim paru, distal dari
bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius dan alveoli, serta
menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat.
(Dahlan, 2016).
B. Klasifikasi
1. Pneumonia Lobaris
Melibatkan seluruh atau satu bagian besar dari satu atau lebih lobus paru.
Bila kedua paru terkena, maka dikenal sebagai pneumonia bilateral atau
“ganda”.
2. Penumonia Lobularis (Bronkopneumonia)
Terjadi pada ujung akhir bronkiolus, yang tersumbat oleh eksudat
mukopurulen untuk membentuk bercak konsolidasi dalam lobus yang
berada didekatnya, disebut juga pneumonia loburalis.
3. Pneumonia Interstitial (Bronkiolitis)
Proses iflamasi yang terjadi di dalam dinding alveolar (interstisium) dan
jaringan peribronkial serta interlobural (Nanda Nic Noc, 2015)
C. Etiologi
1. Bacteria: diplococcus pnemonia, pnemococcus, streptokokus hemolyticus,
streptokoccus aureus, hemophilus influinzae, mycobacterium tuberkolusis,
bacillus friedlander.
2. Virus: repiratory syncytial virus, adeno virus, V. Sitomegalik, V. Influenza.
3. Mycoplasma pnemonia
4. Jamur: histoplasma capsulatum cryptococcus neuroformans, blastomyces
dermatitides, coccidodies immitis, aspergilus species, candida albicans.
5. Aspirasi: makanan, kerosene (bensin, minyak tanah), cairan amnion, benda
asing.
6. Pnemonia hipostatik (Nanda Nic Noc, 2015)
D. Manifestasi klinis
1. Demam, sering tampak sebagai tanda infeksi yang pertama. Dengan suhu
mencapai 39,5-40,5 bahkan dengan infeksi ringan. Mungkin malas dan peka
rangsang atau terkadang euphoria dan lebih aktif dari normal, beberapa anak
bicara dengan kecepatan yang tidak biasa.
2. Meningismus, yaitu tanda-tanda mengingeal tanpa infeksi meninges. Terjadi
dengan awitan demam yang tiba-tiba dengan disertai sakit kepala, nyeri dan
kekakuan pada punggung dan leher, adanya tanda kernig dan brudzinski, dan
akan berkurang saat suhu turun,
3. Anoreksia, merupakan hal yang umum disertai dengan penyakit. Seringkali
merupakan bukti awal dari penyakit. Menetap sampai derajat yang lebih
besar atau lebih sedikit melalui tahap demam dari penyakit, seringkali
memanjang sampai tahap pemulihan.
4. Muntah, bersamaan dengan penyakit yang merupakan petunjuk untuk awitan
infeksi. Biasanya berlangsung singkat, tetapi dapat mementap selama sakit.
5. Diare, biasanya ringan, diare sementara tetapi dapat menjadi berat. Sering
menyertai infeksi pernafasan. Khususnya karena virus.
6. Nyeri abdomen, merupakan keluhan umum. Kadang tidak bisa dibedakan
dari nyeri apendiksitis.
7. Sumbatan nasal, pasase nasal kecil dari bayi mudah tersumbat oleh
pembengklakan mukosa dan eksudasi, dapat mempengaruhi pernafasan dan
menyusu pada bayi.
8. Keluhan nasal, sering menyertai infeksi pernafasan. Mungkin encer dan
sedikit (rinorea) atau kental dan purulen, bergantung pada tipe dan atau tahap
infeksi.
9. Batuk, merupakan gambaran umum dari penyakit pernafasan. Dapat menjadi
bukti hanya selama fase akut.
10. Bunyi pernafasan, seperti batuk, mengi, mengorok. Auskultasi terdengar
mengi, krekels (Nanda Nic Noc, 2015).
E. Patofisiologi

Pneumonia yang dipicu oleh bakteri bisa menyerang siapa saja, dari anak
sampai usia lanjut. Pecandu alcohol, pasien pasca operasi, orang-orang dengan
gangguan penyakit pernapasan, sedang terinfeksi virus atau menurun kekebalan
tubuhnya , adalah yang paling berisiko. Sebenarnya bakteri pneumonia itu ada
dan hidup normal pada tenggorokan yang sehat. Pada saat pertahanan tubuh
menurun, misalnya karena penyakit, usia lanjut, dan malnutrisi, bakteri
pneumonia akan dengan cepat berkembang biak dan merusak organ paru-paru.
Kerusakan jaringan paru setelah kolonisasi suatu mikroorganisme paru banyak
disebabkan oleh reaksi imun dan peradangan yang dilakukan oleh pejamu.
Selain itu, toksin-toksin yang dikeluarkan oleh bakteri pada pneumonia
bakterialis dapat secara langsung merusak sel-sel system pernapasan bawah.
Pneumonia bakterialis menimbulkan respon imun dan peradangan yang paling
mencolok. Jika terjadi infeksi, sebagian jaringan dari lobus paru-paru, ataupun
seluruh lobus, bahkan sebagian besar dari lima lobus paru-paru (tiga di paru-
paru kanan, dan dua di paru-paru kiri) menjadi terisi cairan. Dari jaringan paru-
paru, infeksi dengan cepat menyebar ke seluruh tubuh melalui peredaran darah.
Bakteri pneumokokus adalah kuman yang paling umum sebagai penyebab
pneumonia (Dahlan, 2016).
Proses pneumonia mempengaruhi ventilasi. Setelah agen penyebab
mencapai alveoli, reaksi inflamasi akan terjadi dan mengakibatkan ektravasasi
cairan serosa ke dalam alveoli. Adanya eksudat tersebut memberikan media
bagi pertumbuhan bakteri. Membran kapiler alveoli menjadi tersumbat
sehingga menghambat aliran oksigen ke dalam perialveolar kapiler di bagian
paru yang terkena dan akhirnya terjadi hipoksemi.
Setelah mencapai alveoli, maka pneumokokus menimbulkan respon yang
khas terdiri dari empat tahap yang berurutan (Dahlan, 2016) :
1. Kongesti (24 jam pertama) : Merupakan stadium pertama, eksudat yang kaya
protein keluar masuk ke dalam alveolar melalui pembuluh darah yang
berdilatasi dan bocor, disertai kongesti vena. Paru menjadi berat, edematosa
dan berwarna merah.
2. Hepatisasi merah (48 jam berikutnya) : Terjadi pada stadium kedua, yang
berakhir setelah beberapa hari. Ditemukan akumulasi yang masif dalam
ruang alveolar, bersama-sama dengan limfosit dan magkrofag. Banyak sel
darah merah juga dikeluarkan dari kapiler yang meregang. Pleura yang
menutupi diselimuti eksudat fibrinosa, paru-paru tampak berwarna
kemerahan, padat tanpa mengandung udara, disertai konsistensi mirip hati
yang masih segar dan bergranula (hepatisasi = seperti hepar).
3. Hepatisasi kelabu (3-8 hari) : Pada stadium ketiga menunjukkan akumulasi
fibrin yang berlanjut disertai penghancuran sel darah putih dan sel darah
merah. Paru-paru tampak kelabu coklat dan padat karena leukosit dan fibrin
mengalami konsolidasi di dalam alveoli yang terserang.
4. Resolusi (8-11 hari) : Pada stadium keempat ini, eksudat mengalami lisis dan
direabsorbsi oleh makrofag dan pencernaan kotoran inflamasi, dengan
mempertahankan arsitektur dinding alveolus di bawahnya, sehingga jaringan
kembali pada strukturnya semula.
F. Komplikasi
1. Demam menetap / kambuhan akibat alergi obat
2. Atelektasis (pengembangan paru yang tidak sempurna) terjadi karena
obstruksi bronkus oleh penumukan sekresi
3. Efusi pleura (terjadi pengumpulan cairan di rongga pleura)
4. Empiema (efusi pleura yang berisi nanah)
5. Delirium terjadi karena hipoksia
6. Super infeksi terjadi karena pemberian dosis antibiotic yang besar. Ex:
penisilin
7. Abses paru adalah pengumpulan pus dalam jaringan paru yang meradang.
8. Endokarditis yaitu peradangan pada setiap katup endokardial.
9. Meningitis yaitu infeksi yang menyerang selaput otak (Dahlan, 2016).
G. Pemeriksaan penunjang
1. Sinar X: mengidentifikasi distributor struktural (misal: lobar, bronchail);
dapat juga menyatakan abses)
2. Biopsi paru: untuk menetapkan diagnosis
3. Pemeriksaan serologi: membantu dalam membedakan diagnosis organisme
khusus
4. Pemeriksaan gram/kultur, sputum darah: untuk dapat mengidentifikasi
semua orgaisme yang ada
5. Pemeriksaan fungsi paru: untuk mengetahui paru-pru, menetapkan luas berat
penyakit dan membantu diagnosis keadaan
6. Spimetrik static untuk mengkaji jumlah udara yang diaspirasi (Dahlan,
2016).
H. Penatalaksanaan
Menurut Nanda Nic Noc (2015) kepada penderita yang penyakitnya tidak
terlalu berat, bisa diberikan antibiotic per-oral dan tetap tinggal di rumah.
Penderita yang lebih tua dan penderita dengan sesak nafas atau dengan penyakit
jantung atau penyakit paru lainnya, harus dirawat dan antibiotic diberikan
melalui infus. Mungkin perlu diberikan oksigen tambahan, cairan intervena dan
alat bantu nafas mekanik. Kebanyakan penderita akan memberikan respon
terhadap pengobatan dan keadaannya membaik dalam waktu 2 minggu.
Penatalaksanaan umum yang dapat diberikan antara lain:
 Oksigen 1-2L/menit.
 IVFD dekstrose 10% : NACl 0,9% = 3:1, + KCl 10 mEq/500 ml cairan.
Jumlah cairan sesuai berat badan, kenaikan suhu, dan status hidrasi.
 Jika sesak tidak terlalu berat, dapat dimulai makanan eternal bertahap
melalui selang nasogastrik dengan feeding drip.
 Jika sekresi lender berlebihan dapat diberikan inhalasi dengan salin normal
dan beta agonis untuk memperbaiki transport mukosilier. Koreksi gangguan
kesimbangan asam basa dan elektrolit.
Penatalaksanaan untuk pneumonia bergantung pada penyebab, antibiotic
diberikan sesuai hasil kultur.
Untuk kasus pneumonia community based:
 Ampasilin 100mg/kg BB/hari dalam 4 kali pemberian.
 Kloramfenikol 75mg/kg BB/hari dalam 4 kali pemberian.
Untuk kasus pneumonia hospital based:
 Sefatoksim 100mg/kg BB/hari dalam 2 kali pemberian.
 Amikasin 10-15mg/kg BB/hari dalam 2 kali pemberian.
I. Phatway (terlampir)
J. Asuhan keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas
Nama, Usia, Jenis kelamin, Tempat/Tanggal lahir, Alamat
b. Keluhan Utama
c. Riwayat Kesehatan
1. Riwayat Penyakit Sekarang
2. Riwayat Penyakit Dahulu
d. Riwayat Kehamilan Dan Kelahiran
e. Aktivitas/istirahat
Gejala : kelemahan, kelelahan, insomnia
Tanda : letargi, penurunan toleransi terhadap aktivitas.
f. Sirkulasi
Gejala : riwayat adanya
Tanda : takikardia, penampilan kemerahan, atau pucat
g. Makanan/cairan
Gejala : kehilangan nafsu makan, mual, muntah, riwayat diabetes
mellitus
Tanda : sistensi abdomen, kulit kering dengan turgor buruk,
penampilan kakeksia
(malnutrisi)
h. Neurosensori
Gejala : sakit kepala daerah frontal (influenza)
Tanda : perusakan mental (bingung)
i. Nyeri/kenyamanan
Gejala : sakit kepala, nyeri dada (meningkat oleh batuk), imralgia,
artralgia.
Tanda : melindungi area yang sakit (tidur pada sisi yang sakit untuk
membatasi gerakan)
j. Pernafasan
Gejala : adanya riwayat ISK kronis, takipnea (sesak nafas), dispnea.
Tanda :
sputum:merah muda, berkarat
perpusi: pekak datar area yang konsolidasi
premikus: taksil dan vocal bertahap meningkat dengan konsolidasi
Bunyi nafas menurun
Warna: pucat/sianosis bibir dan kuku
k. Keamanan
Gejala : riwayat gangguan sistem imun misal: AIDS, penggunaan
steroid, demam.
Tanda : berkeringat, menggigil berulang, gemetar
l. Penyuluhan/pembelajaran
Gejala : riwayat mengalami pembedahan, penggunaan alkohol kronis
Tanda : DRG menunjukkan rerata lama dirawat 6-8 hari
Rencana pemulangan: bantuan dengan perawatan diri, tugas
pemeliharaan rumah
2. Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi
Perlu diperhatikan adanya takipnea dispne, sianosis sirkumoral,
pernapasan cuping hidung, distensi abdomen, batuk semula
nonproduktif menjadi produktif, serta nyeri dada pada waktu menarik
napas.Batasan takipnea pada anak berusia 12 bulan – 5 tahun adalah 40
kali / menit atau lebih.Perlu diperhatikan adanya tarikan dinding dada
ke dalam pada fase inspirasi. Pada pneumonia berat, tarikan dinding
dada kedalam akan tampak jelas.
b. Palpasi
Suara redup pada sisi yang sakit, hati mungkin membesar, fremitus
raba mungkin meningkat pada sisi yang sakit, dan nadi mungkin
mengalami peningkatan atau tachycardia.
c. Perkusi
Suara redup pada sisi yang sakit.
d. Auskultasi
Auskultasi sederhana dapat dilakukan dengan cara mendekatkan
telinga ke hidung / mulut anak. Pada anak yang pneumonia akan
terdengar stridor. Sementara dengan stetoskop, akan terdengar suara
napas berkurang, ronkhi halus pada sisi yang sakit, dan ronkhi basah
pada masa resolusi. Pernapasan bronchial, egotomi, bronkofoni, kadang
terdengar bising gesek pleura (Mansjoer, 2000).
3. Diagnosa keperawatan
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif
b. Gangguan pertukana gas
c. Hipertermia
d. Intoleransi aktivitas
e. Resiko perifer tidak efektif
4. Intervensi keperawatan
No SDKI SLKI SIKI
1 Bersihan jalan nafas Setelah dilakukan tindakan Manajemen jalan nafas
tidak efektif keperawatan selama 1×12 Observasi
Penyebab : jam diharapkan kemampuan 1. Monitor pola napas
1. Spasme jalan nafas membersihan sekret untuk (frekuensi, kedalaman,
2. Hipersekresi jalan memepertahankan kebersihan usaha nafas)
nafas jalan nafas tetap paten 2. Monitor bunyi nafas
3. Disfungsi meningkat. tambahan
neuromuskuler Kriteria hasil : 3. Monitor sputum
4. Benda asing dalam 1. Batuk efektif meningkat Terapeutik
jalan nafas 2. Produksi sputum menurun 1. Pertahan kan jalan nafas
5. Adanya jalan nafas 3. Mengi menurun 2. Posisikan semi fowler
buatan 4. Wheezing menurun 3. Berikan minuman hangat
6. Sekresi yang 5. Mekonium menurun 4. Lakukan fisioterapi dada
tertahan 6. Dipnea menurun 5. Lakukan penghisapan
7. Hiperplasia dinding 7. Ortopnea menurun lendir kurang dari 15 detik
jalan nafas 8. Sulit bicara menurun 6. Berikan oksigen
8. Proses infeksi 9. Sianiosis menurun Edukasi
9. Respon alergi 10. Gelisah menurun 1. Ajarkan tehnik batuk
10. Efek agen 11. Frekuensi napas membaik efektif
farmakologis 12. Pola napas membaik
DS: Kolaborasi
1. Dispnea 1. Kolaborasi pemberian
2. Sulit bicara bronkodilator, ekpektoran,
3. Ortopnea mukolitik

DO:
1. Batuk tidak efektif
2. Tidak ammpu batuk
3. Sputum berlebih
4. Mengi, wheezing
dan ronkhi
5. Mekonium dijalan
nafas
6. Gelisah sianosis
7. Bunyi napas
menuurn
8. Frekuensi napas
berubah
9. Pola napas berubah
2 Gangguan pertukaran Setelah dilakukan tindakan Pemantauan respirasi
gas keperawatan selama 1×12 Observasi
Penyebab : jam diharapkan oksigenasi 1. Monitor frekuensi, irama,
1. Ketidakseimbangan dan eliminasi karbondioksida kedalaman dan upaya napas
ventilasi-perfusi pada membran alveolus 2. Monitor pola nafas
2. Perubahan membran kapiler dalam batas normal. 3. Monitor kemampuan batuk
alveolus-kapiler Kriteria hasil : efektif
1. Dipnea menurun 4. Monitor adanya produksi
DS: 2. Bunyi nafas tambahan sputum
1. Dispnea menurun 5. Monitor adanya sumbatan
2. Pusing 3. Pusing menurun jalan nafas
3. Penglihatan kabur 4. Nafas cuping hidung 6. Palpasi kesimetrisan
menurun ekspansi paru
DO: 5. Gelisah menurun 7. Aukultasi bunyi napas
1. Takikardia 6. PCO2 membaik 8. Monitor saturasi oksigen
2. Bunyi napas 7. PO2 membaik 9. Monitor hasil x-ray
tambahan 8. Takikardia membaik Terapeutik
3. Sianosis 9. pH atreri membaik 1. Atur interval pemantauan
4. Diaforesisi gelisah 10. Sianosis membaik respirasi sesuai kondisi
5. Napas cuping hidung 11. Pola nafas membaik pasien
6. Pola napas abnormal 12. Warna kulit membaik 2. Dokumentasi hasil
7. Warnal kulit pemantauan
abnormal Edukasi
8. Kesadaran menurun 1. Informasikan hasil
pemantauan
3 Hipertermia Setelah dilakukan tindakan Manajemen hipertermia
Penyebab : keperawatan selama 1×12 1. Identifikasi penyebab
1. Dehidrasi jam diharapkan pengaturan hipertermia
2. Monitor suhu tubuh
2. Terpapar lingkungan suhu tubuh agar tetap berada 3. Monitor kadar eletrolit
panas pada rentang normal 4. Monitor haluaran urine
3. Proses penyakit Kriteria hasil : Terapeutik
4. Ketidaksesuaian 1. Mengigil menurun 1. Longgarkan atau lepaskan
pakaian dengan suhu 2. Kulit merah menurun pakaian
lingkungan 3. Pucat menurun 2. Berikan cairan oral
5. Peningkatan laju 4. Takikardi menurun 3. Lakukan pendinginan
metabolisme 5. Takipnea menurun ekternal
6. Respon trauma 6. Bradikardi menurun 4. Berikan oksigen
7. Aktivitas berlebihan 7. Hipoksia menurun Edukasi
8. Pengguanaan 8. Suhu tubuh membaik 1. Anjurkan tirah baring
inkubator 9. Suhu kulit membaik Kolaborasi
10. Kadar glukosa darah 1. Kolaborasi pemberian
DS: - membaik cairan dan elektrolit
11. Pengisian kapiler intavena
DO: membaik
1. Suhu tubuh diatas 12. Ventilasi membaik
nilai normal 13. Tekanan darah membaik
2. Kulit merah
3. Kejang
4. Takikardia
5. Takipnea
6. Kulit terasa hangat
4 Intoleransi aktivitas Setelah dilakukan tindakan Manajemen energi
Penyebab : keperawatan selama 1×12 Observasi
1. Ketidakseimbangan jam diharapkan respon 1. Monitor kelelahan fisik dan
antara suplai dan fisiologis terhadap aktivitas emosional
kebutuhan oksigen yang membutuhkan tenaga Terapeutik
2. Tirah baring meningkat 1. Libatkan keluarga untuk
3. Kelemahan Kriteria hasil : membantu pasien dalam
4. Imobilitas 1. Frekuensi nadi meningkat meningkatkan ambulasi
5. Gaya hidup monoton 2. Saturasi oksigen Edukasi
meningkat 1. Anjurkan tirah baring
DS: 3. Kekuatan tubuh bagian 2. Anjurkan aktivitas secara
1. Mengeluh lelah atas meningkat bertahap
2. Dipsnea saaat 4. Kekuatan tubuh bagian Kolaborasi
aktivitas bawah meningkat 1. Kolaborasi dengan ahli gizi
3. Merasa tidak 5. Keluhan lelah menurun tentang craa meningkatkan
nyaman setelah 6. Dipsnea saat aktivitas asupan makanan
aktivitas menurun
4. Merasa lemah 7. Dipsnea setelah aktivitas
menurun
DO : 8. Sianosis menurun
1. Frekuensi jantung 9. Tekanan darah membaik
meningkat 10. Frekurnsi napas membaik
2. Tekanan drah 11. EKG iskemia membaik
berubah
3. Gambaran EKG
menunjukan aritmia
4. Gambaran EKG
menunjukan iskemia
5. Sianosis
5 Resiko Perfusi serebral Setelah dilakukan tindakan Observasi
tidak efektif keperawatan, diharapkan 1. Identifikasi penyebab
Penyebab : resiko perfusi serebral dapat peningkatan TIK (misal lesi
1. Keabnormalan masa teratasi menempati ruang,
protrombin /masa Kriteria Hasil : gangguan metabolisme,
tromboplastin parsial a. Kognitif meningkat edema serebral,
2. Penurunan kinerja b. Tingkat kesadaran peningkatan tekanan vena,
ventrikel kiri meningkat obstruksi aliran cairan
3. Aterosklerosis aorta c. Tekanan intrakranial cerebrospinal, hipertensi
4. Diseksi arteri menurun intrakranial idiopatik)
5. Fibrilasi atrium d. Sakit kepala menurun 2. Monitor peningkatan TD
6. Tumor otak e. Gelisah menurun 3. Monitor pelebaran tekanan
7. Stenosis karotis f. Kesadaran membaik nadi (selisih TDS dan TDD)
8. Miksoma atrium 4. Monitor penurunan
9. Aneurisma serebri frekuensi jantung
10. Koagulopati 5. Monitor ireguleritas irama
11. Dilatasi napas
kardiomiopati 6. Monitor penurunan tigkat
12. Koagulasi kesadaran
intraveaskuler 7. Monitor kadar CO2 dan
diseminata pertahankan dalam rentang
13. Embolisme yang dindikasikan
14. Cedera kepala 8. Monitor efek stimulus
15. Hiperkolesteronem- lingkungan terhadap TIK
ia Terapeutik
16. Hipertensi 1. Ambil sampel drainase
17. Endokarditis cairan serebrospinal
infektif 2. Kalibrasi transduser
18. Katub prostektik 3. Pertahankan sterilisasi
mekanis sistem pemantauan
19. Stenosis mitral 4. Pertahankan posisi kepala
20. Neoplasma otak dan leher netral
21. Infak miokat akut 5. Atur interval pemantauan
22. Sindrom sick sinus sesuai kondisi pasien
23. Penyalahgunaan zat 6. Dokumentasi hasil
24. Terapi trombolik pemantauan
25. Efek samping Edukasi
tindakan 1. Kolaborasi pemberian sedasi
dan anti konvulsan jika
perlu
2. Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan
DAFTAR PUSTAKA

Dahlan, Zul. 2016. Buku Ajar Ilmu Pernyakit Dalam. Jakarta: balai penerbit FKUI
Nanda Nic Noc. 2015. Diagnosis keperawatan definisi dan klasifikasi 2015-2017.
Jakarta : EGC
PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan: Tim Prokja
SDKI DPP PPNI
PPNI. 2017. Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan: Tim Prokja
SDKI DPP PPNI
PPNI. 2017. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan: Tim Prokja
SDKI DPP PPNI
Mansjoer, Arif, dkk. 2016. Kapasitas selekta kedokteran edisi ketiga jilid 1. Jakarta :
media Aesculapius
LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA
PASIEN PNEUMONIA DI RUANGAN JANTUNG PARU RSUD NGUDI
WALUYO WLINGI KABUPATEN BLITAR

Disusun oleh : RIZKY IRMAWATI

NIM. 40219017

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

INSTITUT ILMU KESEHATAN BHAKTI WIYATA KEDIRI

2019
LEMBAR PENGESAHAN

NAMA : RIZKY IRMAWATI

NIM : 40219017

INSTITUSI : INSTITUT ILMU KESEHATAN BHAKTI WIYATA KEDIRI

PEMBIMBING INSTITUSI PEMBIMBING LAHAN

( ) ( )

Anda mungkin juga menyukai