Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN ASMA

DI IGD Rumah Sakit TK II dr.Soepraoen Malang

OLEH :
MOCHAMAD FA’IZ HERYOTO
13.1.033
2A KEPERAWATAWAN

POLTEKKES RS dr.SOEPRAOEN MALANG


PRODI KEPERAWATAN
2016
LAPORAN PENDAHULUAN ASMA

0 PENGERTIAN
Asma adalah penyakit pernapasan obstruktif yang ditandai oleh
spasme otot polos bronkiolus. (Corwin E.J., 2001 : 430)
Asma adalah obstruksi akut pada bronkus yang disebabkan oleh
penyempitan yang intermiten pada saluran napas di banyak tingkat
mengakibatkan terhalangnya aliran udara. (Stein J.H., 2001 : 126)
Asma merupakan gangguan inflamasi kronik jalan napas yang
mengakibatkan berbagai sel inflamasi. Dasar penyakit ini adalah
hiperaktivitas bronkus dalam berbagai tingkat, obstruksi jalan nafas
dan gejala pernafasan (mengi atau sesak). (Mansjoer A., 1999 : 476-
477)
Asma adalah gangguan pernapasan pada bronkus yang
menyebabkan penyempitan intermiten pada saluran pernafasan.

1 ETIOLOGI
Secara etiologis asma dibagi dalam 3 tipe :
1. Asma tipe non atopik (intrinsik)
Pada golongan ini, keluhan tidak adanya hubungan dengan
paparan (exposure) terhadap alergen dan sifat-sifatnya adalah :
1. Serangan timbul setelah dewasa.
2. Pada keluarga tidak ada yang menderita asma.
3. Penyakit infeksi sering menimbulkan serangan.
4. Ada hubungan dengan pekerjaan dan beban fisik.
5. Rangsangan / stimuli psikis mempunyai peran untuk
menimbulkan serangan reaksi asma.
6. Perubahan-perubahan cuaca atau lingkungan yang non
spesifik merupakan keadaan yang peka bagi penderita.
2. Asma tipe atopik (ekstrinsik)
Pada golongan ini, keluhan ada hubungannya dengan
paparan (exposure) terhadap alergen yang spesifik. Kepekaan ini
biasaanya ditimbulkan dengan uji kulit atau provokasi bronkial.
Pada tipe ini mempunyai sifat-sifat :
1. Timbul sejak kanak-kanak
2. Pada famili ada yang mengidap asma
3. Ada eksim waktu bayi
4. Sering menderita rinitis
5. Di Inggris penyebabnya house dust mite, di USA tepung sari
bunga rumput
3. Asma Campuran (mixed)
Pada golongan ini, keluhan diperberat oleh faktor-faktor
intrinsik maupun ekstrinsik. (Alsagaff, H. dkk.1993 : 2)

2 MANIFESTASI KLINIS
Gejala yang timbul biasanya berhubungan dengan beratnya
derajat hiperaktivitas bronkus. Obstruksi jalan nafas dapat reversibel
secara spontan, maupun dengan pengobatan. Gejala-gejala asma
antara lain :
1. Bising mengi (Wheezing) yang terdengar dengan atau tanpa
stetoskop.
2. Batuk produktif, sering pada malam hari.
3. Napas atau dada seperti tertekan. (Mansjoer A., 1999 : 477)

3 PATOFISIOLOGI
Asma adalah obstruksi jalan napas difus reversibel. Obstruksi
disebabkan oleh satu atau lebih dari yang berikut ini :
1. Kontraksi otot yang mengelilingi bronki, yang menyempitkan
jalan napas.
2. Pembengkakan membran yang melapisi bronki.
3. Pengisian bronki dengan mukus yang kental.
Selain itu otot – otot bronkial dan kelenjar mukosa membesar;
sputum yang kental, banyak dihasilkan dan alveoli menjadi hiperinflasi,
dengan udara terperangkap di dalam jaringan paru. Mekanisme yang
pasti dari perubahan ini tidak diketahui, tetapi apa yang paling
diketahui adalah keterlibatan sistem imunologis dan sistem saraf
otonom.
Beberapa individu dengan asma mengalami respon imun yang
buruk terhadap lingkungan mereka. Antibodi yang dihasilkan (IgE)
kemudian menyerang sel-sel mast dalam paru. Pemajanan ulang
terhadap antigen mengakibatkan ikatan antigen dengan antibodi,
menyebabkan pelepasan sel-sel mast (disebut mediator) seperti
histamin, bradikinin, dan prostaglandin serta anafilaksis dari substansi
yang bereaksi lambat (SRS – A). Pelepasan mediator ini dalam
jaringan paru mempengaruhi otot polos dan kelenjar jalan napas,
menyebabkan bronkospasme, pembengkakan membran mukosa, dan
pembentukan mukus yang sangat banyak.
Sistem saraf otonom mempersarafi paru. Tonus otot bronkial
diatur oleh impuls saraf vagal melalui sistem parasimpatis. Pada asma
idiopatik atau nonalergi, ketika ujung saraf pada jalan napas
dirangsang oleh faktor seperti infeksi, latihan, dingin, merokok, emosi
dan polutan, jumlah asetilkolin yang dilepaskan meningkat. Pelepasan
asetilkolin ini secara langsung menyebabkan bronkokonstriksi juga
merangsang pembentukan mediator kimiawi yang dibahas di atas.
Individu dengan asma dapat mempunyai toleransi rendah terhadap
respon parasimpatis.
Selain itu reseptor α dan β-adrenergik dari sistem saraf simpatis
terletak dalam bronki. Ketika reseptor α-adrenergik dirangsang, terjadi
bronkokonstriksi, bronkodilatasi terjadi ketika reseptor β-adrenergik
yang dirangsang. Keseimbangan antara reseptor α dan β-adrenergik
dikendalikan terutama oleh siklik adenosin monofosfat (cAMP).
Stimulasi reseptor-alfa mengakibatkan penurunan cAMP, yang
mengarah pada peningkatan mediator kimiawi yang dilepaskan oleh
sel-sel mast bronkokonstriksi. Stimulasi reseptor-beta mengakibatkan
peningkatan tingkat cAMP, yang menghambat pelepasan mediator
kimiawi dan menyebabkan bronkodilatasi. Teori yang diajukan ialah
bahwa penyekatan β-adrenergik terjadi pada individu dengan asma.
Akibatnya, asmatik rentan terhadap peningkatan pelepasan mediator
kimiawi dan konstriksi otot polos. (Smeltzer, S.C., 2001 : 611-612)

4 PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Unsur-unsur yang harus dinilai adalah obstruksi aliran udara dan
pertukaran gas :
1. Spirometri di tempat tidur atau pengukuran laju ekspirasi puncak
(PEFR)
Spirometri akan memberikan volume ekspirasi paksa dalam
1 detik (FEV 1.0) tetapi pasien yang menderita bronkospasme akut
mungkin tidak dapat melakukan manuver ekspirasi paksa secara
lengkap. Karena usaha ini akan memperberat gejala.
2. Analisa gas darah arteri
Bila PaCO2 normal (30-40 mmHg) atau meningkat dapat
segera mengalami kegagalan. Pernapasan akut dan harus dirawat
di rumah sakit tanpa ditunda lagi.
3. Pulasan sputum dengan gram atau wright dapat mematikan
adanya infeksi saluran napas bagian bawah kalau terdapat banyak
leukosit dan patogen yang terutama terdiri atas bakteri. (Stein, J.H.,
1998 : 128-129)

5 PENATALAKSANAAN
Pengobatan medikamentosa :
1. Waktu serangan
1. Bronkodilator
1. Golongan adrenergik
2. Golongan methylxanthine
3. Golongan antikolinergik
2. Antihistamin
3. Kortikosteroid
4. Antibiotika
5. Ekspektoransia
2. Di Luar serangan
1. Disodium chromoglycate (DSCG)
2. Ketotiten
Pengobatan nonmedikamentosa :
1. Waktu serangan
a. Pemberian oksigen (O2)
b. Pemberian cairan
c. Drainase postural
d. Menghindari alergen
2. Di Luar serangan
a. Pendidikan
b. Imunoterapi / desensifikasi
c. Pelayanan / kontrol emosi. (Alsagaff H.,1993:5)
Menurut Mansjoer A. dkk (1999 : 477-479) tujuan dari terapi asma
adalah:
1. Menyembuhkan dan mengobati gejala asma.
2. Mencegah kekambuhan.
3. Mengupayakan fungsi paru senormal mungkin serta
mempertahankannya.
4. Mengupayakan aktifitas harian pada tingkat normal termasuk
melakukan exercise.
5. Menghindari efek samping obat asma.
6. Mencegah obstruksi jalan nafas yang irreversibel.
Terapi awal yaitu :

1. Oksigenasi 4-6 liter/menit


2. Agonis ß-2 (salbutamol 5 mg atau feneterol 2.5 mg atau
terbutalin 10 mg) inhalasi nebulasi dan pemberian dapat diulang
setiap 20 menit sampai 1 jam. Pemberian agonis ß-2 dapat secara
subcutan atau IV dengan dosis salbutamol 0,25 mg atau terbutalin
0,25 mg dalam larutan dekstrosa 5 % dan diberikan berlahan.
3. Aminofilin bolus IV 5-6 mg/kg BB, jika sudah menggunakan
obat ini dalam 12 jam sebelumnya maka cukup diberikan
setengahnya saja.
4. Kortikosteroid hidrokortison 100-200 mg IV jika tidak ada
respon segera atau pasien sedang menggunakan steroid oral atau
dalam serangan sangat berat.
G. PATHWAY
Zat allergen masuk ke dalam tubuh melalui pernapasan, mulut dan kontak kulit

Reaksi tubuh terhadap allergen

Tubuh tidak tahan terhadap allergen

Kontraksi otot polos pernapasan

Bronkospasme

Penyempitan saluran pernapasan Produksi sputum berlebih

Hambatan aliran pernapasan Gangguan ventilasi (hipoventilasi) Resiko tinggi infeksi

Distraksi ventilasi yang tidak rata dan sirkulasi paruJalan napas tidak efektif
Bersihan

Penurunan sirkulasi darah, dispnea, wheezing, anoreksia dan kelemahan


Batuk
Gangguan difusi gas di tingkat alveoli
Gangguan pemenuhan istirahat tidur

sianosis

hipoksia
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhanIntoleransi
tubuh aktivitas

ansietas
Imunitas menurun

Ketidaktahuan tentang penyakit


Resiko tinggi infeksi

Sumber : Stein J.H., (1998); Carpenito, L.J. (1999); Doenges, M.E. (2000); Smeltzer, Suzanne, C. (2001)
H. KONSEP KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Aktivitas / Istirahat
Pada pasien asma akan ditemukan gejala letih, lelah,
malaise, ketidak mampuan untuk melakukan aktivitas sehari-hari
karena sulit bernapas, ketidak mampuan tidur, perlu tidur dalam
posisi duduk tinggi, dispnea pada saat istirahat, atau respons
terhadap aktivitas atau latihan.
b. Sirkulasi
Pembengkakan pada ekstremitas bawah, peningkatan TD,
tachycardia berat, warna kulit / membran mukosa : normal/
cyanosis.
c. Integritas Ego
Pasien ini akan terdapat gejala peningkatan faktor risiko,
perubahan pola hidup, ansietas, ketakutan dan peka rangsang.
d. Makanan / Cairan
Mual / muntah, ketidak mampuan untuk makan karena
distress pernapasan, turgor kulit buruk, berkeringat, oedema
dependent.
e. Pernapasan
Napas pendek khususnya pada kerja, cuaca atau episode
berulangnya sulit napas, rasa tertekan di dada, ketidak
mampuan untuk bernapas, ronkhi, mengi sepanjang area paru
atau pada ekspirasi dan kemungkinan. Selama inspirasi
berlanjut sampai penurunan atau tak adanya bunyi napas, bunyi
pekak pada area paru dan kesulitan bicara kalimat atau lebih
dari 4 atau 5 kata sekaligus.
f. Hygiene
Penurunan kemampuan / peningkatan kebutuhan bantuan
melakukan aktivitas sehari-hari, kebersihan buruk, bau badan.
g. Keamanan
Riwayat alergi terhadap zat / faktor lingkungan, adanya /
berulangnya infeksi, kemerahan / berkeringat.
h. Seksualitas
Penurunan libido.
i. Interaksi sosial
Hubungan ketergantungan, kurang sistem pendukung,
penyakit lama atau ketidak mampuan membaik, ketidak
mampuan untuk membuat / mempertahankan suara karena
distress pernapasan, keterbatasan mobilitas fisik.
j. Penyuluhan / Pembelajaran
Penggunaan / penyalah gunaan obat pernapasan,
kesulitan menghentikan merokok, kegagalan untuk membaik.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Kebersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan
peningkatan produksi mukus, kekentalan sekresi, dan
bronkospasme.
1) NOC
a) Respiratory status : Ventilation
b) Respiratory status : Airway patency
c) Aspiration Control
2) Kriteria hasil :
a) Mendemonstrasikan batuk efektif.
b) Mencari posisi yang nyaman untuk memudahkan
peningkatan pertukaran udara.
c) Menyatakan strategi untuk menurunkan kekentalan
sekresi.
3) NIC
a) Cough Enhancement
b) Airway Management
c) Airway Suctioning

4) Intervensi :
a) Instruksikan klien pada metode yang tepat dalam
mengontrol batuk;
(1) Napas dalam dan perlahan sambil duduk
setegak mungkin.
(2) Gunakan napas diafragmatik.
(3) Tahan napas selama 3-5 detik dan kemudian
hembusan sebanyak mungkin melalui mulut (sangkar
iga bawah dan abdomen harus turun).
(4) Ambil napas kedua, tahan dan batuk dari dada
(bukan dari belakang mulut / tenggorokan) dan
menggunakan napas pendek, batuk kuat.
(5) Demonstrasikan pernapasan pursed-lip.
b) Pertahankan hidrasi adekuat : meningkatkan
masukan cairan 2 sampai 4 liter per hari bila tidak dikontra
indikasi penurunan curah jantung/gagal ginjal.
c) Auskultasi paru-paru sebelum dan sesudah tindakan.
d) Dorong / berikan perawatan mulut.
(Carpenito, L.J., 1999 : 131, Doenges, 1999 :166)

b. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan


dengan dispnea, kelemahan, efek samping obat, produksi
sputum, anoreksia / mual-muntah.
1) NOC
a) Infant nutritional status

b) Nutritional status

c) Nutritional Status: Nutrient intake

2) Kriteria hasil :
a) Menunjukkan peningkatan berat badan menuju tujuan
yang tepat.
b) Menunjukkan perilaku / perubahan pola hidup untuk
meningkatkan dan/atau mempertahankan berat badan
yang tepat.
3. NIC
a) diet staging

b) eating disorders management

c) nutrition management

d) vital sign monitoring

e) weight management

4. Intervensi :
a) Kaji kebiasaan diet, masukan makanan saat ini
b) Berikan perawatan oral sering, buang sekret, berikan
tempat khusus untuk sekali pakai dan tisu
c) Berikan makanan porsi kecil tapi sering
d) Hindari makanan penghasil gas dan minuman
karbonat
(Doenges M.E., 2000 : 159)

c. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak


adekuatnya pertahanan utama (penurunan kerja silia,
menetapnya sekret), tidak adekuatnya imunitas (kerusakan
jaringan, peningkatan pemajanan pada lingkungan, proses
penyakit kronis, malnutrisi).
1) NOC
a) Status imun; resistensi alami dan dapatan yang
bekerja tepat terhadap antigen internal maupun eksternal
b) Keparahan infeksi; tingkat keparahan infeksi dan
gejala terkait

2) Kriteria hasil :
Mengidentifikasi intervensi untuk mencegah /
menurunkan resiko infeksi.
3) NIC
Jelaskan pada pasien dan keluarga mengapa sakit atau
terapi meningkatkan resiko terhadap infeksi
4) Intervensi :
a) Awasi suhu
b) Tunjukkan dan bantu pasien tentang pembuangan
tisu dan sputum.
c) Diskusikan kebutuhan masukan nutrisi adekuat.
d) Kolaborasi : Berikan antimikrobial sesuai indikasi
(Doenges M.E., 2000 : 162)

d. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) mengenai kondisi,


tindakan berhubungan dengan kurang informasi / tak mengenal
sumber informasi, salah mengerti tentang informasi, kurang
mengingat / keterbatasan kognitif.
1) NOC
a) Menjelaskan kembali tentang penyakit
b) Mengenal kebutuhan perawatan dan pengobatan
tanpa cemas
2) Kriteria hasil :
a) Menyatakan pemahaman kondisi / proses penyakit
dan tindakan.
b) Mengidentifkasi hubungan tanda / gejala yang ada
dari proses penyakit dan menghubungkan dengan faktor
penyebab.
3) NIC
a) Pengetahuan tentang penyakitnya

4) Intervensi :
a) Jelaskan / kuatkan penjelasan proses penyakit
individu.
b) Instruksikan / kuatkan rasional untuk latihan napas,
batuk efektif dan latihan kondisi umum.
c) Anjurkan menghindari agen sedatif antiansietas
kecuali diresepkan / diberikan oleh dokter mengobatai
kondisi pernapasan.
d) Tekankan pentingnya perawatan oral / kebersihan
gigi.
e) Diskusikan faktor individu yang meningkatkan kondisi,
misal : udara terlalu kering, angin, lingkungan dengan
suhu ekstrim, serbuk, asap tembakau, sprei aerosol,
polusi udara. (Doenges M.E., 2000 : 162)
DAFTAR PUSTAKA

Arif Mansyoer(1999). Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga. Jilid I.


Media Acsulapius. FKUI. Jakarta.

Heru Sundaru(2001). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi Ketiga.
BalaiPenerbit FKUI. Jakarta.

Hudack&gallo(1997). Keperawatan Kritis Edisi VI Vol I. Jakarta. EGC.

Doenges, EM(2000). Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta. EGC.

Tucker, SM(1998). Standar Perawatan Pasien. Jakarta. EGC.

Anda mungkin juga menyukai