Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH II

TENTANG CKD ( Chronic Kidney Disease ) di RUANG 24A

RUMAH SAKIT SAIFUL ANWAR MALANG

DI SUSUN OLEH:

DWI PRASTYO UTOMO

14.1.015

PRODI KEPERAWATAN POLTEKKES RS DR.SOEPRAOEN

TA. 2016 / 2017

JL.S.SUPRIADI NO.22 TELP(0341) 351275 MALANG

Website: http://poltekkes-soepraoen.ac.id
LAPORAN PENDAHULUAN GAGAL GINJAL KRONIK/ CHRONIC KIDNEY
DISEASE (CKD)

GAGAL GINJAL KRONIK/ CHRONIC KIDNEY DISEASE (CKD)

A. DEFINISI
 Gagal ginjal kronik atau penyakit renal tahap akhir (ESRD) merupakan gangguan fungsi renal
yang progresif dan irreversible dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan
metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia (retensi urea dan
sampah nitrogen lain dalam darah) (Brunner & Suddarth, 2001).
 Gagal Ginjal Kronik (GGK) adalah penurunan fungsi ginjal yang bersifat persisten
dan irreversible. Sedangkan gangguan fungsi ginjal yaitu penurunan laju filtrasi glomerulus
yang dapat digolongkan dalam kategori ringan, sedang dan berat (Mansjoer, 2007).
 CRF (Chronic Renal Failure) merupakan gangguan fungsi ginjal yang progresif
dan irreversible, yang menyebabkan kemampuan tubuh gagal untuk mempetahankan
metabolisme dan keseimbangan cairan maupun elektrolit, sehingga timbul gejala uremia yaitu
retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah (Smeltzer, 2001).

B. KLASIFIKASI CKD
Sesuai dengan topik yang saya tulis didepan Cronic Kidney Disease (CKD). Pada
dasarnya pengelolaan tidak jauh beda dengan cronoic renal failure (CRF), namun pada
terminologi akhir CKD lebih baik dalam rangka untuk membatasi kelainan klien pada kasus
secara dini, kerena dengan CKD dibagi 5 grade, dengan harapan klien datang/ merasa masih
dalam stage – stage awal yaitu 1 dan 2. secara konsep CKD, untuk menentukan derajat (stage)
menggunakan terminology CCT (clearance creatinin test) dengan rumus stage 1 sampai stage
5. sedangkan CRF (cronic renal failure) hanya 3 stage. Secara umum ditentukan klien datang
dengan derajat 2 dan 3 atau datang dengan terminal stage bila menggunakan istilah CRF.
1. Gagal ginjal kronik / Cronoic Renal Failure (CRF) dibagi 3 stadium :
a. Stadium I : Penurunan cadangan ginjal
 Kreatinin serum dan kadar BUN normal
 Asimptomatik
 Tes beban kerja pada ginjal: pemekatan kemih, tes GFR
b. Stadium II : Insufisiensi ginjal
 Kadar BUN meningkat (tergantung pada kadar protein dalam diet)
 Kadar kreatinin serum meningkat
 Nokturia dan poliuri (karena kegagalan pemekatan)
Ada 3 derajat insufisiensi ginjal:
1) Ringan
40% - 80% fungsi ginjal dalam keadaan normal
2) Sedang
15% - 40% fungsi ginjal normal
3) Kondisi berat
2% - 20% fungsi ginjal normal
c. Stadium III: gagal ginjal stadium akhir atau uremia
 kadar ureum dan kreatinin sangat meningkat
 ginjal sudah tidak dapat menjaga homeostasis cairan dan elektrolit
 air kemih/ urin isoosmotis dengan plasma, dengan BJ 1,010

2. KDOQI (Kidney Disease Outcome Quality Initiative) merekomendasikan pembagian CKD


berdasarkan stadium dari tingkat penurunan LFG (Laju Filtrasi Glomerolus) :
a. Stadium 1 : kelainan ginjal yang ditandai dengan albuminaria persisten dan LFG yang
masih normal ( > 90 ml / menit / 1,73 m2)
b. Stadium 2 : Kelainan ginjal dengan albuminaria persisten dan LFG antara 60 -89
mL/menit/1,73 m2)
c. Stadium 3 : kelainan ginjal dengan LFG antara 30-59 mL/menit/1,73m2)
d. Stadium 4 : kelainan ginjal dengan LFG antara 15-29mL/menit/1,73m2)
e. Stadium 5 : kelainan ginjal dengan LFG < 15 mL/menit/1,73m2 atau gagal ginjal
terminal.

C. ETIOLOGI
Gagal ginjal kronik terjadi setelah berbagai macam penyakit yang merusak nefron
ginjal. Sebagian besar merupakan penyakit parenkim ginjal difus dan bilateral.
1. Infeksi, misalnya Pielonefritis kronik.
2. Penyakit peradangan, misalnya Glomerulonefritis.
3. Penyakit vaskuler hipertensif, misalnya Nefrosklerosis benigna, nefrosklerosis maligna,
stenosis arteri renalis.
4. Gangguan jaringan penyambung, seperti lupus eritematosus sistemik (SLE), poli arteritis
nodosa, sklerosis sistemik progresif.
5. Gangguan kongenital dan herediter, misalnya Penyakit ginjal polikistik, asidosis tubuler
ginjal.
6. Penyakit metabolik, seperti DM, gout, hiperparatiroidisme, amiloidosis.
7. Nefropati toksik, misalnya Penyalahgunaan analgetik, nefropati timbale.
8. Nefropati obstruktif
a. Sal. Kemih bagian atas: Kalkuli neoplasma, fibrosis, netroperitoneal.
b. Sal. Kemih bagian bawah: Hipertrofi prostate, striktur uretra, anomali congenital pada leher
kandung kemih dan uretra.

D. PATOFISIOLOGI
Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron (termasuk glomerulus dan
tubulus) diduga utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesa nefron utuh). Nefron-nefron yang
utuh hipertrofi dan memproduksi volume filtrasi yang meningkat disertai reabsorpsi walaupun
dalam keadaan penurunan GFR / daya saring. Metode adaptif ini memungkinkan ginjal untuk
berfungsi sampai ¾ dari nefron–nefron rusak. Beban bahan yang harus dilarut menjadi lebih
besar daripada yang bisa direabsorpsi berakibat diuresis osmotik disertai poliuri dan haus.
Selanjutnya karena jumlah nefron yang rusak bertambah banyak oliguri timbul disertai retensi
produk sisa. Titik dimana timbulnya gejala-gejala pada pasien menjadi lebih jelas dan muncul
gejala-gejala khas kegagalan ginjal bila kira-kira fungsi ginjal telah hilang 80% - 90%. Pada
tingkat ini fungsi renal yang demikian nilai kreatinin clearance turun sampai 15 ml/menit atau
lebih rendah itu.
Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang normalnya
diekskresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan mempengaruhi
setiap sistem tubuh. Semakin banyak timbunan produk sampah, akan semakin berat.
1. Gangguan Klirens Ginjal
Banyak masalah muncul pada gagal ginjal sebagai akibat dari penurunan jumlah glomeruli
yang berfungsi, yang menyebabkan penurunan klirens substansi darah yang sebenarnya
dibersihkan oleh ginjal
Penurunan laju filtrasi glomerulus (GFR) dapat dideteksi dengan mendapatkan urin 24-jam
untuk pemeriksaan klirens kreatinin. Menurut filtrasi glomerulus (akibat tidak berfungsinya
glomeruli) klirens kreatinin akan menurunkan dan kadar kreatinin akan meningkat. Selain itu,
kadar nitrogen urea darah (BUN) biasanya meningkat. Kreatinin serum merupakan indicator
yang paling sensitif dari fungsi karena substansi ini diproduksi secara konstan oleh tubuh.
BUN tidak hanya dipengaruhi oleh penyakit renal, tetapi juga oleh masukan protein dalam
diet, katabolisme (jaringan dan luka RBC), dan medikasi seperti steroid.
2. Retensi Cairan dan Ureum
Ginjal juga tidakmampu untuk mengkonsentrasi atau mengencerkan urin secara normal pada
penyakit ginjal tahap akhir, respon ginjal yang sesuai terhadap perubahan masukan cairan dan
elektrolit sehari-hari, tidak terjadi. Pasien sering menahan natrium dan cairan, meningkatkan
resiko terjadinya edema, gagal jantung kongestif, dan hipertensi. Hipertensi juga dapat terjadi
akibat aktivasi aksis rennin angiotensin dan kerja sama keduanya meningkatkan sekresi
aldosteron. Pasien lain mempunyai kecenderungan untuk kwehilangan garam, mencetuskan
resiko hipotensi dan hipovolemia. Episode muntah dan diare menyebabkan penipisan air dan
natrium, yang semakin memperburuk status uremik.
3. Asidosis
Dengan semakin berkembangnya penyakit renal, terjadi asidosis metabolic seiring dengan
ketidakmampuan ginjal mengekskresikan muatan asam (H+) yang berlebihan. Penurunan
sekresi asam terutama akibat ketidakmampuan tubulus gjnjal untuk menyekresi ammonia
(NH3‾) dan mengabsopsi natrium bikarbonat (HCO3) . penurunan ekskresi fosfat dan asam
organic lain juga terjadi
4. Anemia
Sebagai akibat dari produksi eritropoetin yang tidak adekuat, memendeknya usia sel darah
merah, defisiensi nutrisi dan kecenderungan untuk mengalami perdarahan akibat status
uremik pasien, terutama dari saluran gastrointestinal. Pada gagal ginjal, produksi eritropoetin
menurun dan anemia berat terjadi, disertai keletihan, angina dan sesak napas.
5. Ketidakseimbangan Kalsium dan Fosfat
Abnormalitas yang utama pada gagal ginjal kronis adalah gangguan metabolisme kalsium dan
fosfat. Kadar serum kalsium dan fosfat tubuh memiliki hubungan saling timbal balik, jika
salah satunya meningkat, maka yang satu menurun. Dengan menurunnya filtrasi melalui
glomerulus ginjal, terdapat peningkatan kadar serum fosfat dan sebaliknya penurunan kadar
serum kalsium. Penurunan kadar kalsium serum menyebabkan sekresi parathormon dari
kelenjar paratiroid. Namun, pada gagal ginjal tubuh tak berespon secara normal terhadap
peningkatan sekresi parathormon dan mengakibatkan perubahan pada tulang dan pebyakit
tulang. Selain itu juga metabolit aktif vitamin D (1,25-dehidrokolekalsiferol) yang secara
normal dibuat di ginjal menurun.
6. Penyakit Tulang Uremik
Disebut Osteodistrofi renal, terjadi dari perubahan kompleks kalsium, fosfat dan
keseimbangan parathormon.
Patways CKD / Gagal Ginjal :
Pathway Chronic Kidney Disease (CKD)/ Gagal Ginjal Kronik
E. TANDA DAN GEJALA
1. Kelainan hemopoesis, dimanifestasikan dengan anemia
a. Retensi toksik uremia → hemolisis sel eritrosit, ulserasi mukosa sal.cerna, gangguan
pembekuan, masa hidup eritrosit memendek, bilirubuin serum meningkat/normal, uji
comb’s negative dan jumlah retikulosit normal.
b. Defisiensi hormone eritropoetin
Ginjal sumber ESF (Eritropoetic Stimulating Factor) → def. H eritropoetin → Depresi
sumsum tulang → sumsum tulang tidak mampu bereaksi terhadap proses
hemolisis/perdarahan → anemia normokrom normositer.
2. Kelainan Saluran cerna
a. Mual, muntah, hicthcup
Dikompensasi oleh flora normal usus → ammonia (NH3) → iritasi/rangsang mukosa
lambung dan usus.
b. Stomatitis uremia
Mukosa kering, lesi ulserasi luas, karena sekresi cairan saliva banyak mengandung
urea an kurang menjaga kebersihan mulut.
c. Pankreatitis
Berhubungan dengan gangguan ekskresi enzim amylase.
3. Kelainan mata
4. Kardiovaskuler :
a. Hipertensi
b. Pitting edema
c. Edema periorbital
d. Pembesaran vena leher
e. Friction Rub Pericardial
5. Kelainan kulit
a. Gatal
Terutama pada klien dgn dialisis rutin karena:
a). Toksik uremia yang kurang terdialisis
b). Peningkatan kadar kalium phosphor
c). Alergi bahan-bahan dalam proses HD
b. Kering bersisik
Karena ureum meningkat menimbulkan penimbunan kristal urea di bawah kulit.
c. Kulit mudah memar
d. Kulit kering dan bersisik
e. rambut tipis dan kasar
5. Neuropsikiatri
6. Kelainan selaput serosa
7. Neurologi :
a. Kelemahan dan keletihan
b. Konfusi
c. Disorientasi
d. Kejang
e. Kelemahan pada tungkai
f. rasa panas pada telapak kaki
g. Perubahan Perilaku
8. Kardiomegali.
Tanpa memandang penyebabnya terdapat rangkaian perubahan fungsi ginjal yang
serupa yang disebabkan oleh desstruksi nefron progresif. Rangkaian perubahan tersebut
biasanya menimbulkan efek berikut pada pasien : bila GFR menurun 5-10% dari keadaan
normal dan terus mendekati nol, maka pasien menderita apa yang disebut Sindrom Uremik
Terdapat dua kelompok gejala klinis :
 Gangguan fungsi pengaturan dan ekskresi; kelainan volume cairan dan elektrolit,
ketidakseimbangan asam basa, retensi metabolit nitrogen dan metabolit lainnya, serta anemia
akibat defisiensi sekresi ginjal.
 Gangguan kelainan CV, neuromuscular, saluran cerna dan kelainan lainnya

MANIFESTASI SINDROM UREMIK


Sistem Tubuh Manifestasi
Biokimia  Asidosis Metabolik (HCO3 serum 18-20 mEq/L)
 Azotemia (penurunan GFR, peningkatan BUN,
kreatinin)
 Hiperkalemia
 Retensi atau pembuangan Natrium
 Hipermagnesia
 Hiperurisemia

Perkemihan& Kelamin  Poliuria, menuju oliguri lalu anuria


 Nokturia, pembalikan irama diurnal
 Berat jenis kemih tetap sebesar 1,010
 Protein silinder
 Hilangnya libido, amenore, impotensi dan sterilitas

Kardiovaskular  Hipertensi
 Retinopati dan enselopati hipertensif
 Beban sirkulasi berlebihan
 Edema
 Gagal jantung kongestif
 Perikarditis (friction rub)
 Disritmia
Pernafasan  Pernafasan Kusmaul, dispnea
 Edema paru
 Pneumonitis
Hematologik  Anemia menyebabkan kelelahan
 Hemolisis
 Kecenderungan perdarahan
 Menurunnya resistensi terhadap infeksi (ISK,
pneumonia,septikemia)

Kulit  Pucat, pigmentasi


 Perubahan rambut dan kuku (kuku mudah patah,
tipis, bergerigi, ada garis merah biru yang berkaitan
dengan kehilangan protein)
 Pruritus
 “kristal” uremik
 kulit kering
 memar

Saluran cerna  Anoreksia, mual muntah menyebabkan penurunan


BB
 Nafas berbau amoniak
 Rasa kecap logam, mulut kering
 Stomatitis, parotitid
 Gastritis, enteritis
 Perdarahan saluran cerna
 Diare

Metabolisme  Protein-intoleransi, sintesisi abnormal


intermedier  Karbohidrat-hiperglikemia, kebutuhan insulin
menurun
 Lemak-peninggian kadar trigliserida

Neuromuskular  Mudah lelah


 Otot mengecil dan lemah
 Susunan saraf pusat :
 Penurunan ketajaman mental
 Konsentrasi buruk
 Apati
 Letargi/gelisah, insomnia
 Kekacauan mental
 Koma
 Otot berkedut, asteriksis, kejang
 Neuropati perifer :
 Konduksi saraf lambat, sindrom restless leg
 Perubahan sensorik pada ekstremitas – parestesi
 Perubahan motorik – foot drop yang berlanjut
menjadi paraplegi
Gangguan kalsium dan  Hiperfosfatemia, hipokalsemia
rangka  Hiperparatiroidisme sekunder
 Osteodistropi ginjal
 Fraktur patologik (demineralisasi tulang)
 Deposit garam kalsium pada jaringan lunak (sekitar
sendi, pembuluh darah, jantung, paru-paru)
 Konjungtivitis (uremik mata merah)
F. KOMPLIKASI
a. Hiperkalemia akibat penurunana ekskresi, asidosis metabolic, katabolisme dan masukan
diet berlebih.
b. Perikarditis, efusi pericardial, dan tamponade jantung akibat retensi produk sampah
uremik dan dialysis yang tidak adekuat
c. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi system rennin-angiotensin-
aldosteron
d. Anemia akibat penurunan eritropoetin, penurunan rentang usia sel darah merah,
perdarahan gastrointestinal akibat iritasi toksin dna kehilangan drah selama hemodialisa
e. Penyakit tulang serta kalsifikasi metastatik akibat retensi fosfat, kadar kalsium serum
yang rendah dan metabolisme vitamin D abnormal.
f. Asidosis metabolic
g. Osteodistropi ginjal
h. Sepsis
i. neuropati perifer
j. hiperuremia

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Laboratorium
a. Pemeriksaan penurunan fungsi ginjal
 Ureum kreatinin.
 Asam urat serum.
b. Identifikasi etiologi gagal ginjal
 Analisis urin rutin
 Mikrobiologi urin
 Kimia darah
 Elektrolit
 Imunodiagnosis
c. Identifikasi perjalanan penyakit
 Progresifitas penurunan fungsi ginjal
 Ureum kreatinin, Clearens Creatinin Test (CCT)
GFR / LFG dapat dihitung dengan formula Cockcroft-Gault:
Nilai normal :
Laki-laki : 97 - 137 mL/menit/1,73 m3 atau
0,93 - 1,32 mL/detik/m2
Wanita : 88-128 mL/menit/1,73 m3 atau
0,85 - 1,23 mL/detik/m2
- Hemopoesis : Hb, trobosit, fibrinogen, factor pembekuan
 Elektrolit : Na+, K+, HCO3-, Ca2+, PO42-, Mg+
 Endokrin : PTH dan T3,T4
 Pemeriksaan lain: berdasarkan indikasi terutama faktor pemburuk ginjal, misalnya: infark
miokard.
2. Diagnostik
a. Etiologi CKD dan terminal
 Foto polos abdomen.
 USG.
 Nefrotogram.
 Pielografi retrograde.
 Pielografi antegrade.
 Mictuating Cysto Urography (MCU).
b. Diagnosis pemburuk fungsi ginjal
 RetRogram
 USG.

H. PENATALAKSANAAN MEDIS
1. Terapi Konservatif
Perubahan fungsi ginjal bersifat individu untuk setiap klien Cronic renal Desease
(CKD) dan lama terapi konservatif bervariasi dari bulan sampai tahun.
Tujuan terapi konservatif :
a. Mencegah memburuknya fungsi ginjal secara profresi.
b. Meringankan keluhan-keluhan akibat akumulasi toksi asotemia.
c. Mempertahankan dan memperbaiki metabolisme secara optimal.
d. Memelihara keseimbangan cairan dan elektrolit.
Prinsip terapi konservatif :
a. Mencegah memburuknya fungsi ginjal.
1). Hati-hati dalam pemberian obat yang bersifat nefrotoksik.
2). Hindari keadaan yang menyebabkan diplesi volume cairan ekstraseluler dan
hipotensi.
3). Hindari gangguan keseimbangan elektrolit.
4). Hindari pembatasan ketat konsumsi protein hewani.
5). Hindari proses kehamilan dan pemberian obat kontrasepsi.
6). Hindari instrumentasi dan sistoskopi tanpa indikasi medis yang kuat.
7). Hindari pemeriksaan radiologis dengan kontras yang kuat tanpa indikasi medis yang
kuat.
b. Pendekatan terhadap penurunan fungsi ginjal progresif lambat
1). Kendalikan hipertensi sistemik dan intraglomerular.
2). Kendalikan terapi ISK.
3). Diet protein yang proporsional.
4). Kendalikan hiperfosfatemia.
5). Terapi hiperurekemia bila asam urat serum > 10mg%.
6). Terapi hIperfosfatemia.
7). Terapi keadaan asidosis metabolik.
8). Kendalikan keadaan hiperglikemia.
c. Terapi alleviative gejala asotemia
1). Pembatasan konsumsi protein hewani.
2). Terapi keluhan gatal-gatal.
3). Terapi keluhan gastrointestinal.
4). Terapi keluhan neuromuskuler.
5). Terapi keluhan tulang dan sendi.
6). Terapi anemia.
7). Terapi setiap infeksi.
2. Terapi simtomatik
a. Asidosis metabolik
Jika terjadi harus segera dikoreksi, sebab dapat meningkatkan serum K+ (hiperkalemia ) :
1). Suplemen alkali dengan pemberian kalsium karbonat 5 mg/hari.
2). Terapi alkali dengan sodium bikarbonat IV, bila PH < atau sama dengan 7,35 atau serum
bikarbonat < atau sama dengan 20 mEq/L.
b. Anemia
1). Anemia Normokrom normositer
Berhubungan dengan retensi toksin polyamine dan defisiensi hormon eritropoetin
(ESF: Eritroportic Stimulating Faktor). Anemia ini diterapi dengan pemberian Recombinant
Human Erythropoetin ( r-HuEPO ) dengan pemberian 30-530 U per kg BB.
2). Anemia hemolisis
Berhubungan dengan toksin asotemia. Terapi yang dibutuhkan adalah membuang
toksin asotemia dengan hemodialisis atau peritoneal dialisis.
3). Anemia Defisiensi Besi
Defisiensi Fe pada CKD berhubungan dengan perdarahan saluran cerna dan
kehilangan besi pada dialiser ( terapi pengganti hemodialisis ). Klien yang mengalami anemia,
tranfusi darah merupakan salah satu pilihan terapi alternatif ,murah dan efektif, namun harus
diberikan secara hati-hati.
Indikasi tranfusi PRC pada klien gagal ginjal :
a). HCT < atau sama dengan 20 %
b). Hb < atau sama dengan 7 mg5
c). Klien dengan keluhan : angina pektoris, gejala umum anemia dan high output heart
failure.
Komplikasi tranfusi darah :
a). Hemosiderosis
b). Supresi sumsum tulang
c). Bahaya overhidrasi, asidosis dan hiperkalemia
d). Bahaya infeksi hepatitis virus dan CMV
e). Pada Human Leukosite antigen (HLA) berubah, penting untuk rencana transplantasi
ginjal.
c. Kelainan Kulit
1). Pruritus (uremic itching)
Keluhan gatal ditemukan pada 25% kasus CKD dan terminal, insiden meningkat pada
klien yang mengalami HD.
Keluhan :
a). Bersifat subyektif
b). Bersifat obyektif : kulit kering, prurigo nodularis, keratotic papula dan lichen symply
Beberapa pilihan terapi :
a). Mengendalikan hiperfosfatemia dan hiperparatiroidisme
b). Terapi lokal : topikal emmolient ( tripel lanolin )
c). Fototerapi dengan sinar UV-B 2x perminggu selama 2-6 mg, terapi ini bisa diulang
apabila diperlukan
d). Pemberian obat
 Diphenhidramine 25-50 P.O
 Hidroxyzine 10 mg P.O
2). Easy Bruishing
Kecenderungan perdarahan pada kulit dan selaput serosa berhubungan denga retensi
toksin asotemia dan gangguan fungsi trombosit. Terapi yang diperlukan adalah tindakan
dialisis.
d. Kelainan Neuromuskular
Terapi pilihannya :
1). HD reguler.
2). Obat-obatan : Diasepam, sedatif.
3). Operasi sub total paratiroidektomi.
e. Hipertensi
Bentuk hipertensi pada klien dengan GG berupa : volum dependen hipertensi, tipe
vasokonstriksi atau kombinasi keduanya. Program terapinya meliputi :
1). Restriksi garam dapur.
2). Diuresis dan Ultrafiltrasi.
3). Obat-obat antihipertensi.
3. Terapi pengganti
Terapi pengganti ginjal dilakukan pada penyakit ginjal kronik stadium 5, yaitu pada
LFG kurang dari 15 ml/menit. Terapi tersebut dapat berupa hemodialisis, dialisis peritoneal,
dan transplantasi ginjal (Suwitra, 2006).
a. Dialisis yang meliputi :
1). Hemodialisa
Tindakan terapi dialisis tidak boleh terlambat untuk mencegah gejala toksik
azotemia, dan malnutrisi. Tetapi terapi dialisis tidak boleh terlalu cepat pada pasien GGK
yang belum tahap akhir akan memperburuk faal ginjal (LFG). Secara khusus, indikasi HD
adalah
1. Pasien yang memerlukan hemodialisa adalah pasien GGK dan GGA untuk sementara
sampai fungsi ginjalnya pulih.
2. Pasien-pasien tersebut dinyatakan memerlukan hemodialisa apabila terdapat indikasi:
a. Hiperkalemia > 17 mg/lt
b. Asidosis metabolik dengan pH darah < 7.2
c. Kegagalan terapi konservatif
d. Kadar ureum > 200 mg % dan keadaan gawat pasien uremia, asidosis metabolik berat,
hiperkalemia, perikarditis, efusi, edema paru ringan atau berat atau kreatinin tinggi
dalam darah dengan nilai kreatinin > 100 mg %
e. Kelebihan cairan
f. Mual dan muntah hebat
g. BUN > 100 mg/ dl (BUN = 2,14 x nilai ureum )
h. preparat (gagal ginjal dengan kasus bedah )
i. Sindrom kelebihan air
j. Intoksidasi obat jenis barbiturat
Indikasi tindakan terapi dialisis, yaitu indikasi absolut dan indikasi elektif. Beberapa
yang termasuk dalam indikasi absolut, yaitu perikarditis, ensefalopati/ neuropati azotemik,
bendungan paru dan kelebihan cairan yang tidak responsif dengan diuretik, hipertensi berat,
muntah persisten, dan Blood Uremic Nitrogen (BUN) > 120 mg% atau > 40 mmol per liter
dan kreatinin > 10 mg% atau > 90 mmol perliter. Indikasi elektif, yaitu LFG antara 5 dan 8
mL/menit/1,73m², mual, anoreksia, muntah, dan astenia berat (Sukandar, 2006).
Menurut konsensus Perhimpunan Nefrologi Indonesia (PERNEFRI) (2003) secara
ideal semua pasien dengan Laju Filtrasi Goal (LFG) kurang dari 15 mL/menit, LFG kurang
dari 10 mL/menit dengan gejala uremia/malnutrisi dan LFG kurang dari 5 mL/menit
walaupun tanpa gejala dapat menjalani dialisis. Selain indikasi tersebut juga disebutkan
adanya indikasi khusus yaitu apabila terdapat komplikasi akut seperti oedem paru,
hiperkalemia, asidosis metabolik berulang, dan nefropatik diabetik.
Hemodialisis di Indonesia dimulai pada tahun 1970 dan sampai sekarang telah
dilaksanakan di banyak rumah sakit rujukan. Umumnya dipergunakan ginjal buatan yang
kompartemen darahnya adalah kapiler-kapiler selaput semipermiabel (hollow fibre kidney).
Kualitas hidup yang diperoleh cukup baik dan panjang umur yang tertinggi sampai sekarang
14 tahun. Kendala yang ada adalah biaya yang mahal (Rahardjo, 2006).
2). Dialisis Peritoneal (DP)
Akhir-akhir ini sudah populer Continuous Ambulatory Peritoneal Dialysis (CAPD)
di pusat ginjal di luar negeri dan di Indonesia. Indikasi medik CAPD, yaitu pasien anak-anak
dan orang tua (umur lebih dari 65 tahun), pasien-pasien yang telah menderita penyakit sistem
kardiovaskular, pasien-pasien yang cenderung akan mengalami perdarahan bila dilakukan
hemodialisis, kesulitan pembuatan AV shunting, pasien dengan stroke, pasien GGT (gagal
ginjal terminal) dengan residual urin masih cukup, dan pasien nefropati diabetik disertai co-
morbidity dan co-mortality. Indikasi non-medik, yaitu keinginan pasien sendiri, tingkat
intelektual tinggi untuk melakukan sendiri (mandiri), dan di daerah yang jauh dari pusat ginjal
(Sukandar, 2006).
b. Transplantasi ginjal atau cangkok ginjal.
Transplantasi ginjal merupakan terapi pengganti ginjal (anatomi dan faal).
Pertimbangan program transplantasi ginjal, yaitu:
1) Cangkok ginjal (kidney transplant) dapat mengambil alih seluruh (100%) faal
ginjal, sedangkan hemodialisis hanya mengambil alih 70-80% faal ginjal alamiah
2) Kualitas hidup normal kembali
3) Masa hidup (survival rate) lebih lama
4) Komplikasi (biasanya dapat diantisipasi) terutama berhubungan dengan obat
imunosupresif untuk mencegah reaksi penolakan
5) Biaya lebih murah dan dapat dibatasi
2. Konsep Teori Asuhan Keperawatan

A. PENGKAJIAN
1. Pengkajian Primer

Pengkajian dilakukan secara cepat dan sistemik,antara lain :


 Airway
1) Lidah jatuh kebelakang
2) Benda asing/ darah pada rongga mulut
3) Adanya sekret
 Breathing
1) pasien sesak nafas dan cepat letih
2) Pernafasan Kusmaul
3) Dispnea
4) Nafas berbau amoniak
 Circulation
1) TD meningkat
2) Nadi kuat
3) Disritmia
4) Adanya peningkatan JVP
5) Terdapat edema pada ekstremitas bahkan anasarka
6) Capillary refill > 3 detik
7) Akral dingin
8) Cenderung adanya perdarahan terutama pada lambung
 Disability : pemeriksaan neurologis  GCS menurun bahkan terjadi koma, Kelemahan dan
keletihan, Konfusi, Disorientasi, Kejang, Kelemahan pada tungkai
A : Allert  sadar penuh, respon bagus
V : Voice Respon  kesadaran menurun, berespon thd suara
P : Pain Respons  kesadaran menurun, tdk berespon thd suara, berespon thd rangsangan
nyeri
U : Unresponsive  kesadaran menurun, tdk berespon thd suara, tdk bersespon thd nyeri

2. Pengkajian Sekunder

Pemeriksaan sekunder dilakukan setelah memberikan pertolongan atau


penenganan pada pemeriksaan primer.
Pemeriksaan sekunder meliputi :
1. AMPLE : alergi, medication, past illness, last meal, event
2. Pemeriksaan seluruh tubuh : Head to toe
3. Pemeriksaan penunjang : lebih detail, evaluasi ulang
 Keluhan Utama
Badan lemah, cepat lelah, nampak sakit, pucat keabu-abuan, kadang-kadang disertai
udema ekstremitas, napas terengah-engah.
 Riwayat kesehatan
Faktor resiko (mengalami infeksi saluran nafas atas, infeksi kulit, infeksi saluran
kemih, hepatitis, riwayat penggunaan obat nefrotik, riwayat keluarga dengan penyakit
polikistik, keganasan, nefritis herediter)

Anamnesa
 Oliguria/ anuria 100 cc/ hari, infeksi, urine (leucosit, erytrosit, WBC, RBC)
 Cardiovaskuler: Oedema, hipertensi, tachicardi, aritmia, peningkatan kalium
 Kulit : pruritus, ekskortiasis, pucat kering.
 Elektrolit: Peningkatan kalium, peningkatan H+, PO, Ca, Mg, penurunan HCO3
 Gastrointestinal : Halitosis, stomatitis, ginggivitis, pengecapan menurun, nausea,
ainoreksia, vomitus, hematomisis, melena, gadtritis, haus.
 Metabolik : Urea berlebihan, creatinin meningkat.
 Neurologis: Gangguan fungsi kognitif, tingkah laku, penurunan kesadaran, perubahan
fungsi motorik
 Oculair : Mata merah, gangguan penglihatan
 Reproduksi : Infertil, impoten, amenhorea, penurunan libido
 Respirasi : edema paru, hiperventilasi, pernafasan kusmaul
 Lain-lain : Penurunan berat badan

B. Masalah keperawatan
1. Gangguan pertukaran gas b.d perubahan membran kapiler-alveolar
2. Penurunan cardiac output b.d perubahan preload, afterload dan sepsis
3. Pola nafas tidak efektif b.d edema paru, asidosis metabolic, pneumonitis, perikarditis
4. Kelebihan volume cairan b.d mekanisme pengaturan melemah
5. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake makanan yang
inadekuat (mual, muntah, anoreksia dll).
6. Intoleransi aktivitas b.d keletihan/kelemahan, anemia, retensi produk sampah dan
prosedur dialysis.
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
NO DIAGNOSA KEPERAWATAN TUJUAN INTERVENSI
1 Gangguan pertukaran gas b/d NOC : NIC :
kongesti paru, hipertensi  Respiratory Status : Gas exchange
 Respiratory Status : ventilation
pulmonal, penurunan perifer yang Airway Management
mengakibatkan asidosis laktat  Vital Sign Status
dan penurunan curah jantung. Kriteria Hasil :  Buka jalan nafas, guanakan teknik chin lift atau jaw thrust
 Mendemonstrasikan peningkatan ventilasi dan bila perlu
Definisi : Kelebihan atau oksigenasi yang adekuat  Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
kekurangan dalam oksigenasi dan Memelihara kebersihan paru paru dan bebas dari  Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas
atau pengeluaran karbondioksida tanda tanda distress pernafasan buatan
di dalam membran kapiler alveoli Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas
 Pasang mayo bila perlu
yang bersih, tidak ada sianosis dan dyspneu  Lakukan fisioterapi dada jika perlu
Batasan karakteristik : (mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas  Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
- Gangguan penglihatan dengan mudah, tidak ada pursed lips)
 Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan
- Penurunan CO2 Tanda tanda vital dalam rentang normal
 Lakukan suction pada mayo
- Takikardi
- Hiperkapnia  Berika bronkodilator bial perlu
- Keletihan  Barikan pelembab udara
- somnolen  Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan.
- Iritabilitas  Monitor respirasi dan status O2
- Hypoxia
- kebingungan
- Dyspnoe Respiratory Monitoring
- nasal faring
- AGD Normal  Monitor rata – rata, kedalaman, irama dan usaha respirasi
- sianosis  Catat pergerakan dada,amati kesimetrisan, penggunaan
- warna kulit abnormal (pucat, otot tambahan, retraksi otot supraclavicular dan intercostal
kehitaman)  Monitor suara nafas, seperti dengkur
- Hipoksemia
- hiperkarbia  Monitor pola nafas : bradipena, takipenia, kussmaul,
- sakit kepala ketika bangun hiperventilasi, cheyne stokes, biot
- frekuensi dan kedalaman nafas  Catat lokasi trakea
abnormal  Monitor kelelahan otot diagfragma ( gerakan paradoksis )
Faktor faktor yang berhubungan :  Auskultasi suara nafas, catat area penurunan / tidak
- ketidakseimbangan perfusi adanya ventilasi dan suara tambahan
ventilasi  Tentukan kebutuhan suction dengan mengauskultasi
perubahan membran kapiler- crakles dan ronkhi pada jalan napas utama
alveolar  Uskultasi suara paru setelah tindakan untuk mengetahui
hasilnya

AcidBase Managemen

 Monitro IV line
 Pertahankanjalan nafas paten
 Monitor AGD, tingkat elektrolit
 Monitor status hemodinamik(CVP, MAP, PAP)
 Monitor adanya tanda tanda gagal nafas
 Monitor pola respirasi
 Lakukan terapi oksigen
 Monitor status neurologi
 Tingkatkan oral hygiene

2 Penurunan curah jantung b/d NOC : NIC :


respon fisiologis otot jantung,  Cardiac Pump effectiveness Cardiac Care
peningkatan frekuensi, dilatasi,  Circulation Status  Evaluasi adanya nyeri dada ( intensitas,lokasi, durasi)
hipertrofi atau peningkatan isi  Vital Sign Status  Catat adanya disritmia jantung
sekuncup Kriteria Hasil:  Catat adanya tanda dan gejala penurunan cardiac putput
 Tanda Vital dalam rentang normal (Tekanan darah, Monitor status kardiovaskuler
Nadi, respirasi)  Monitor status pernafasan yang menandakan gagal jantung
 Dapat mentoleransi aktivitas, tidak ada kelelahan  Monitor abdomen sebagai indicator penurunan perfusi
 Tidak ada edema paru, perifer, dan tidak ada asites Monitor balance cairan
Tidak ada penurunan kesadaran  Monitor adanya perubahan tekanan darah
 Monitor respon pasien terhadap efek pengobatan
antiaritmia
 Atur periode latihan dan istirahat untuk menghindari
kelelahan
 Monitor toleransi aktivitas pasien
 Monitor adanya dyspneu, fatigue, tekipneu dan ortopneu
 Anjurkan untuk menurunkan stress

Vital Sign Monitoring


 Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
 Catat adanya fluktuasi tekanan darah
 Monitor VS saat pasien berbaring, duduk, atau berdiri
 Auskultasi TD pada kedua lengan dan bandingkan
 Monitor TD, nadi, RR, sebelum, selama, dan setelah
aktivitas
 Monitor kualitas dari nadi
 Monitor adanya pulsus paradoksus
 Monitor adanya pulsus alterans
 Monitor jumlah dan irama jantung
 Monitor bunyi jantung
 Monitor frekuensi dan irama pernapasan
 Monitor suara paru
 Monitor pola pernapasan abnormal
 Monitor suhu, warna, dan kelembaban kulit
 Monitor sianosis perifer
 Monitor adanya cushing triad (tekanan nadi yang
melebar, bradikardi, peningkatan sistolik)
 Identifikasi penyebab dari perubahan vital sign

3 Pola Nafas tidak efektif NOC : Fluid management


 Respiratory status : Ventilation  Pertahankan catatan intake dan output yang akurat
Definisi : Pertukaran udara  Respiratory status : Airway patency  Pasang urin kateter jika diperlukan
inspirasi dan/atau ekspirasi tidak Vital sign Status  Monitor hasil lAb yang sesuai dengan retensi cairan
adekuat Kriteria Hasil : (BUN , Hmt , osmolalitas urin )
 Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas  Monitor status hemodinamik termasuk CVP, MAP, PAP,
Batasan karakteristik : yang bersih, tidak ada sianosis dan dyspneu dan PCWP
- Penurunan tekanan (mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas  Monitor vital sign
inspirasi/ekspirasi dengan mudah, tidak ada pursed lips)  Monitor indikasi retensi / kelebihan cairan (cracles, CVP ,
- Penurunan pertukaran udara per  Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien tidak edema, distensi vena leher, asites)
menit merasa tercekik, irama nafas, frekuensi pernafasan
 Kaji lokasi dan luas edema
- Menggunakan otot pernafasan dalam rentang normal, tidak ada suara nafas
 Monitor masukan makanan / cairan dan hitung intake
tambahan abnormal)
kalori harian
- Nasal flaring  Tanda Tanda vital dalam rentang normal (tekanan
- Dyspnea darah, nadi, pernafasan)  Monitor status nutrisi
- Orthopnea  Berikan diuretik sesuai interuksi
- Perubahan penyimpangan dada  Batasi masukan cairan pada keadaan hiponatrermi dilusi
- Nafas pendek dengan serum Na < 130 mEq/l
- Assumption of 3-point position  Kolaborasi dokter jika tanda cairan berlebih muncul
- Pernafasan pursed-lip memburuk
- Tahap ekspirasi berlangsung Fluid Monitoring
sangat lama  Tentukan riwayat jumlah dan tipe intake cairan dan
- Peningkatan diameter anterior- eliminaSi
posterior  Tentukan kemungkinan faktor resiko dari ketidak
- Pernafasan rata-rata/minimal seimbangan cairan (Hipertermia, terapi diuretik, kelainan
 Bayi : < 25 atau > 60 renal, gagal jantung, diaporesis, disfungsi hati, dll )
 Usia 1-4 : < 20 atau > 30  Monitor serum dan elektrolit urine
 Usia 5-14 : < 14 atau > 25  Monitor serum dan osmilalitas urine
 Usia > 14 : < 11 atau > 24  Monitor BP, HR, dan RR
- Kedalaman pernafasan  Monitor tekanan darah orthostatik dan perubahan irama
 Dewasa volume tidalnya 500 ml jantung
saat istirahat  Monitor parameter hemodinamik infasif
 Bayi volume tidalnya 6-8 ml/Kg  Monitor adanya distensi leher, rinchi, eodem perifer dan
- Timing rasio penambahan BB
- Penurunan kapasitas vital  Monitor tanda dan gejala dari odema
Faktor yang berhubungan :
- Hiperventilasi
- Deformitas tulang
- Kelainan bentuk dinding dada
- Penurunan energi/kelelahan
- Perusakan/pelemahan muskulo-
skeletal
- Obesitas
- Posisi tubuh
- Kelelahan otot pernafasan
- Hipoventilasi sindrom
- Nyeri
- Kecemasan
- Disfungsi Neuromuskuler
- Kerusakan persepsi/kognitif
- Perlukaan pada jaringan syaraf
tulang belakang
- Imaturitas Neurologis
4 Kelebihan volume cairan b/d NOC : NIC :
berkurangnya curah jantung,  Electrolit and acid base balance Fluid management
retensi cairan dan natrium oleh  Fluid balance  Timbang popok/pembalut jika diperlukan
ginjal, hipoperfusi ke jaringan  Pertahankan catatan intake dan output yang akurat
perifer dan hipertensi pulmonal Kriteria Hasil:  Pasang urin kateter jika diperlukan
 Terbebas dari edema, efusi, anaskara  Monitor hasil lAb yang sesuai dengan retensi cairan
Definisi : Retensi cairan isotomik Bunyi nafas bersih, tidak ada dyspneu/ortopneu (BUN , Hmt , osmolalitas urin )
meningkat  Terbebas dari distensi vena jugularis, reflek  Monitor status hemodinamik termasuk CVP, MAP, PAP,
Batasan karakteristik : hepatojugular (+) dan PCWP
- Berat badan meningkat pada  Memelihara tekanan vena sentral, tekanan kapiler  Monitor vital sign
waktu yang singkat paru, output jantung dan vital sign dalam batas  Monitor indikasi retensi / kelebihan cairan (cracles, CVP ,
- Asupan berlebihan dibanding normal edema, distensi vena leher, asites)
output  Terbebas dari kelelahan, kecemasan atau  Kaji lokasi dan luas edema
- Tekanan darah berubah, tekanan kebingungan
 Monitor masukan makanan / cairan dan hitung intake
arteri pulmonalis berubah,  Menjelaskanindikator kelebihan cairan
kalori harian
peningkatan CVP
 Monitor status nutrisi
- Distensi vena jugularis
- Perubahan pada pola nafas,  Berikan diuretik sesuai interuksi
dyspnoe/sesak nafas, orthopnoe,  Batasi masukan cairan pada keadaan hiponatrermi dilusi
suara nafas abnormal (Rales atau dengan serum Na < 130 mEq/l
crakles), kongestikemacetan paru,  Kolaborasi dokter jika tanda cairan berlebih muncul
pleural effusion memburuk
- Hb dan hematokrit menurun,
perubahan elektrolit, khususnya Fluid Monitoring
perubahan berat jenis  Tentukan riwayat jumlah dan tipe intake cairan dan
- Suara jantung SIII eliminaSi
- Reflek hepatojugular positif  Tentukan kemungkinan faktor resiko dari ketidak
- Oliguria, azotemia seimbangan cairan (Hipertermia, terapi diuretik, kelainan
- Perubahan status mental, renal, gagal jantung, diaporesis, disfungsi hati, dll )
kegelisahan, kecemasan  Monitor berat badan
 Monitor serum dan elektrolit urine
Faktor-faktor yang berhubungan :  Monitor serum dan osmilalitas urine
- Mekanisme pengaturan melemah  Monitor BP, HR, dan RR
- Asupan cairan berlebihan  Monitor tekanan darah orthostatik dan perubahan irama
- Asupan natrium berlebihan jantung
 Monitor parameter hemodinamik infasif
 Catat secara akutar intake dan output
 Monitor adanya distensi leher, rinchi, eodem perifer dan
penambahan BB
 Monitor tanda dan gejala dari odema

5 Ketidakseimbangan nutrisi NOC : NIC :


kurang dari kebutuhan tubuh  Nutritional Status : food and Fluid Intake Nutrition Management
Kriteria Hasil :  Kaji adanya alergi makanan
Definisi : Intake nutrisi tidak  Adanya peningkatan berat badan sesuai dengan  Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah
cukup untuk keperluan tujuan kalori dan nutrisi yang dibutuhkan pasien.
metabolisme tubuh.  Berat badan ideal sesuai dengan tinggi badan  Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake Fe
 Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi  Anjurkan pasien untuk meningkatkan protein dan
Batasan karakteristik :  Tidak ada tanda tanda malnutrisi vitamin C
- Berat badan 20 % atau lebih di Tidak terjadi penurunan berat badan yang berarti  Berikan substansi gula
bawah ideal  Yakinkan diet yang dimakan mengandung tinggi serat
- Dilaporkan adanya intake untuk mencegah konstipasi
makanan yang kurang dari RDA  Berikan makanan yang terpilih (sudah dikonsultasikan
(Recomended Daily Allowance) dengan ahli gizi)
- Membran mukosa dan  Ajarkan pasien bagaimana membuat catatan makanan
konjungtiva pucat harian.
- Kelemahan otot yang digunakan  Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori
untuk menelan/mengunyah  Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi
- Luka, inflamasi pada rongga  Kaji kemampuan pasien untuk mendapatkan nutrisi yang
mulut dibutuhkan
- Mudah merasa kenyang, sesaat
setelah mengunyah makanan Nutrition Monitoring
- Dilaporkan atau fakta adanya  BB pasien dalam batas normal
kekurangan makanan  Monitor adanya penurunan berat badan
- Dilaporkan adanya perubahan  Monitor tipe dan jumlah aktivitas yang biasa dilakukan
sensasi rasa  Monitor interaksi anak atau orangtua selama makan
- Perasaan ketidakmampuan untuk  Monitor lingkungan selama makan
mengunyah makanan  Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak selama jam
- Miskonsepsi makan
- Kehilangan BB dengan makanan  Monitor kulit kering dan perubahan pigmentasi
cukup  Monitor turgor kulit
- Keengganan untuk makan  Monitor kekeringan, rambut kusam, dan mudah patah
- Kram pada abdomen  Monitor mual dan muntah
- Tonus otot jelek  Monitor kadar albumin, total protein, Hb, dan kadar Ht
- Nyeri abdominal dengan atau  Monitor makanan kesukaan
tanpa patologi  Monitor pertumbuhan dan perkembangan
- Kurang berminat terhadap  Monitor pucat, kemerahan, dan kekeringan jaringan
makanan konjungtiva
- Pembuluh darah kapiler mulai  Monitor kalori dan intake nuntrisi
rapuh  Catat adanya edema, hiperemik, hipertonik papila lidah
- Diare dan atau steatorrhea dan cavitas oral.
- Kehilangan rambut yang cukup Catat jika lidah berwarna magenta, scarlet
banyak (rontok)
- Suara usus hiperaktif
- Kurangnya informasi,
misinformasi

Faktor-faktor yang berhubungan :


Ketidakmampuan pemasukan
atau mencerna makanan atau
mengabsorpsi zat-zat gizi
berhubungan dengan faktor
biologis, psikologis atau
ekonomi.
6 Intoleransi aktivitas b/d curah NOC : NIC :
jantung yang rendah,  Energy conservation Energy Management
ketidakmampuan memenuhi  Self Care : ADLs  Observasi adanya pembatasan klien dalam melakukan
metabolisme otot rangka, Kriteria Hasil : aktivitas
kongesti pulmonal yang  Berpartisipasi dalam aktivitas fisik tanpa disertai  Dorong anal untuk mengungkapkan perasaan terhadap
menimbulkan hipoksinia, peningkatan tekanan darah, nadi dan RR keterbatasan
dyspneu dan status nutrisi yang  Mampu melakukan aktivitas sehari hari (ADLs)  Kaji adanya factor yang menyebabkan kelelahan
buruk selama sakit secara mandiri  Monitor nutrisi dan sumber energi tangadekuat
 Monitor pasien akan adanya kelelahan fisik dan emosi
Intoleransi aktivitas b/d fatigue secara berlebihan
Definisi : Ketidakcukupan energu  Monitor respon kardivaskuler terhadap aktivitas
secara fisiologis maupun  Monitor pola tidur dan lamanya tidur/istirahat pasien
psikologis untuk meneruskan atau
menyelesaikan aktifitas yang Activity Therapy
diminta atau aktifitas sehari hari.  Kolaborasikan dengan Tenaga Rehabilitasi Medik
dalammerencanakan progran terapi yang tepat.
Batasan karakteristik :  Bantu klien untuk mengidentifikasi aktivitas yang mampu
a. melaporkan secara verbal adanya dilakukan
kelelahan atau kelemahan.  Bantu untuk memilih aktivitas konsisten yangsesuai
b. Respon abnormal dari tekanan dengan kemampuan fisik, psikologi dan social
darah atau nadi terhadap aktifitas  Bantu untuk mengidentifikasi dan mendapatkan sumber
c. Perubahan EKG yang yang diperlukan untuk aktivitas yang diinginkan
menunjukkan aritmia atau  Bantu untuk mendpatkan alat bantuan aktivitas seperti
iskemia kursi roda, krek
d. Adanya dyspneu atau  Bantu untu mengidentifikasi aktivitas yang disukai
ketidaknyamanan saat  Bantu klien untuk membuat jadwal latihan diwaktu luang
beraktivitas.  Bantu pasien/keluarga untuk mengidentifikasi kekurangan
dalam beraktivitas
Faktor factor yang berhubungan :  Sediakan penguatan positif bagi yang aktif beraktivitas
 Tirah Baring atau imobilisasi  Bantu pasien untuk mengembangkan motivasi diri dan
 Kelemahan menyeluruh penguatan
 Ketidakseimbangan antara suplei  Monitor respon fisik, emoi, social dan spiritual
oksigen dengan kebutuhan
 Gaya hidup yang dipertahankan.
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar keperawtan medikal bedah, edisi 8 vol 3. Jakarta:
EGC
Carpenito. 2001. Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan, Diagnosa
keperawatan dan masalah kolaboratif. Jakarta: EGC
Johnson, M., et all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition. New
Jersey: Upper Saddle River
Kasuari. 2002. Asuhan Keperawatan Sistem Pencernaan dan Kardiovaskuler Dengan
Pendekatan Patofisiology. Magelang. Poltekes Semarang PSIK Magelang
Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media
Aesculapius
Mc Closkey, C.J., et all. 1996. Nursing Interventions Classification (NIC) Second
Edition. New Jersey: Upper Saddle River
Nanda. 2005. Nursing Diagnoses Definition dan Classification. Philadelpia
Rab, T. 2008. Agenda Gawat Darurat (Critical Care). Bandung: Penerbit PT Alumni
Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta:
Prima Medika
Udjianti, WJ. 2010. Keperawatan Kardiovaskuler. Jakarta: Salemba Medika

Anda mungkin juga menyukai