I. DEFINISI
Leukemia adalah keganasan organ pembuat darah, sehingga sumsum tulang
didominasi oleh limfoblas yang abnormal. Leukemia limfoblastik akut adalah
keganasan yang sering ditemukan pada masa anak-anak (25-30% dari seluruh
keganasan pada anak), anak laki lebih sering ditemukan dari pada anak perempuan,
dan terbanyak pada anak usia 3-4 tahun. Faktor risiko terjadi leukimia adalah faktor
kelainan kromosom, bahan kimia, radiasi faktor hormonal,infeksi virus (Ribera,
2009).
ALL adalah kanker jaringan yang menghasilkan leukosit (Cecily,
2002).Leukemia Limfoblastik Akut (LLA) adalah suatu keganasan pada sel-sel
prekursor limfoid, yakni sel darah yang nantinya akan berdiferensiasi menjadi
limfosit T dan limfosit B. LLA ini banyak terjadi pada anak-anak yakni 75%,
sedangkan sisanya terjadi pada orang dewasa. Lebih dari 80% dari kasus LLA adalah
terjadinya keganasan pada sel T, dan sisanya adalah keganasan pada sel B.
Insidennya 1 : 60.000 orang/tahun dan didominasi oleh anak-anak usia < 15 tahun,
dengan insiden tertinggi pada usia 3-5 tahun (Landier, 2001)ALL adalah patologis dari
sel pembuluh darah yang bersifat sistematik dan biasanya berakhir fatal (Ngastiyah,
2005).
II. KLASIFIKASI
1. Leukemia Akut
Leukemia akut adalah keganasan primer sumsum tulang yang berakibat
terdesaknya komponen darah normal oleh komponen darah abnormal (blastosit)
yang disertai dengan penyebaran ke organ-organ lain. Leukemia akut memiliki
perjalanan klinis yang cepat, tanpa pengobatan penderita akan meninggal rata-rata
dalam 4-6 bulan.
a. Leukemia Limfositik Akut (LLA)
LLA merupakan jenis leukemia dengan karakteristik adanya proliferasi dan
akumulasi sel-sel patologis dari sistem limfopoetik yang mengakibatkan
organomegali (pembesaran alat-alat dalam) dan kegagalan organ.
LLA lebih sering ditemukan pada anak-anak (82%) daripada umur dewasa
(18%). Insiden LLA akan mencapai puncaknya pada umur 3-7 tahun. Tanpa
pengobatan sebagian anak-anak akan hidup 2-3 bulan setelah terdiagnosis
terutama diakibatkan oleh kegagalan dari sumsum tulang.
Klasifikasi LLA berdasarkan morfologik untuk lebih memudahkan
pemakaiannya dalam klinik, antara lain sebagai berikut:
L-1 terdiri dari sel-sel limfoblas kecil serupa dengan kromatin homogen,
nucleus umumnya tidak tampak dan sitoplasma sempit
L-2 pada jenis ini sel limfoblas lebih besar tapi ukurannya bervariasi,
kromatin lebih besar dengan satu atau lebih anak inti
L-3 terdiri dari sel limfoblas besar, homogeny dengan kromatin berbecak,
banyak ditemukan anak inti serta sitoplasma yang basofilik dan
bervakuolisasi
b. Leukemia Mielositik Akut (LMA)
LMA merupakan leukemia yang mengenai sel stem hematopoetik yang akan
berdiferensiasi ke semua sel mieloid. LMA merupakan leukemia
nonlimfositik yang paling sering terjadi. LMA atau Leukemia Nonlimfositik
Akut (LNLA) lebih sering ditemukan pada orang dewasa (85%) dibandingkan
anak-anak (15%). Permulaannya mendadak dan progresif dalam masa 1
sampai 3 bulan dengan durasi gejala yang singkat. Jika tidak diobati, LNLA
fatal dalam 3 sampai 6 bulan.
2. Leukemia Kronik
Leukemia kronik merupakan suatu penyakit yang ditandai proliferasi
neoplastik dari salah satu sel yang berlangsung atau terjadi karena keganasan
hematologi.
a. Leukemia Limfositik Kronis (LLK)
LLK adalah suatu keganasan klonal limfosit B (jarang pada limfosit T).
Perjalanan penyakit ini biasanya perlahan, dengan akumulasi progresif yang
berjalan lambat dari limfosit kecil yang berumur panjang.
LLK cenderung dikenal sebagai kelainan ringan yang menyerang individu
yang berusia 50 sampai 70 tahun dengan perbandingan 2:1 untuk laki-laki.
b. Leukemia Granulositik/Mielositik Kronik (LGK/LMK)
LGK/LMK adalah gangguan mieloproliferatif yang ditandai dengan produksi
berlebihan sel mieloid (seri granulosit) yang relatif matang. LGK/LMK
mencakup 20% leukemia dan paling sering dijumpai pada orang dewasa usia
pertengahan (40-50 tahun). Abnormalitas genetik yang dinamakan kromosom
philadelphia ditemukan pada 90-95% penderita LGK/LMK.
Sebagian besar penderita LGK/LMK akan meninggal setelah memasuki fase
akhir yang disebut fase krisis blastik yaitu produksi berlebihan sel muda
leukosit, biasanya berupa mieloblas/promielosit, disertai produksi neutrofil,
trombosit dan sel darah merah yang amat kurang.
III. ETIOLOGI
1. Faktor Prediposisi
a. Genetik
1) Keturunan
Adanya Penyimpangan Kromosom
Insidensi leukemia meningkat pada penderita kelainan kongenital,
diantaranya pada sindroma Down, sindroma Bloom, Fanconi’s
Anemia, sindroma Wiskott-Aldrich, sindroma Ellis van Creveld,
sindroma Kleinfelter, D-Trisomy sindrome, sindroma von
Reckinghausen, dan neurofibromatosis. Kelainan-kelainan kongenital
ini dikaitkan erat dengan adanya perubahan informasi gen, misal pada
kromosom 21 atau C-group Trisomy, atau pola kromosom yang tidak
stabil, seperti pada aneuploidy.
Saudara kandung
Dilaporkan adanya resiko leukemia akut yang tinggi pada kembar
identik dimana kasus-kasus leukemia akut terjadi pada tahun pertama
kelahiran. Hal ini berlaku juga pada keluarga dengan insidensi
leukemia yang sangat tinggi
2) Faktor Lingkungan
Beberapa faktor lingkungan di ketahui dapat menyebabkan kerusakan
kromosom dapatan, misal: radiasi, bahan kimia, dan obat-obatan yang
dihubungkan dengan insiden yang meningkat pada leukemia akut,
khususnya ALL ,
b. Virus
Dalam banyak percobaan telah didapatkan fakta bahwa RNA virus
menyebabkan leukemia pada hewan termasuk primata. Penelitian pada
manusia menemukan adanya RNA dependent DNA polimerase pada sel-sel
leukemia tapi tidak ditemukan pada sel-sel normal dan enzim ini berasal dari
virus tipe C yang merupakan virus RNA yang menyebabkan leukemia pada
hewan. Salah satu virus yang terbukti dapat menyebabkan leukemia pada
manusia adalah Human T-Cell Leukemia. Jenis leukemia yang ditimbulkan
adalah Acute T- Cell Leukemia.
c. Bahan Kimia dan Obat-obatan
1) Bahan Kimia
Paparan kromis dari bahan kimia (misal: benzen) dihubungkan dengan
peningkatan insidensi leukemia akut, misal pada tukang sepatu yang
sering terpapar benzen. Selain benzen beberapa bahan lain dihubungkan
dengan resiko tinggi dari AML, antara lain: produk – produk minyak,
cat, ethylene oxide, herbisida, pestisida, dan ladang elektromagnetik
2) Obat-obatan
Obat-obatan anti neoplastik (misal: alkilator dan inhibitor topoisomere II)
dapat mengakibatkan penyimpangan kromosom yang menyebabkan AML.
Kloramfenikol, fenilbutazon, dan methoxypsoralen dilaporkan
menyebabkan kegagalan sumsum tulang yang lambat laun menjadi AML
d. Radiasi
Hubungan yang erat antara radiasi dan leukemia (ANLL) ditemukan pada
pasien-pasien anxylosing spondilitis yang mendapat terapi radiasi, dan pada
kasus lain seperti peningkatan insidensi leukemia pada penduduk Jepang yang
selamat dari ledakan bom atom. Peningkatan resiko leukemia ditemui juga
pada pasien yang mendapat terapi radiasi misal: pembesaran thymic, para
pekerja yang terekspos radiasi dan para radiologis.
e. Leukemia Sekunder
Leukemia yang terjadi setelah perawatan atas penyakit malignansi lain
disebut Secondary Acute Leukemia (SAL) atau treatment related leukemia.
Termasuk diantaranya penyakit Hodgin, limphoma, myeloma, dan kanker
payudara. Hal ini disebabkan karena obat-obatan yang digunakan termasuk
golongan imunosupresif selain menyebabkan dapat menyebabkan kerusakan
DNA .
f. Faktor lain
Menurut Ngastiyah (2005) penyebab ALL sampai sekarang belum diketahui
dengan jelas, diduga kemungkinan besar karena virus (virus onkologik),
faktor lain yang turut berperan adalah:
1) Faktor eksterogen seperti sinar X, sinar radioaktif, hormon, bahan kimia
(bentol, arsen, preparat sulfat), infeksi (virus, bakteri).
2) Faktor endogen seperti Ras (orang Yahudi mudah menderita).
V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan diagnostik yang lazim dilakukan pada anak dengan Leukemia
Limfositik Akut adalah:
1. Pemeriksaan sumsum tulang Leukemia Limfositik Akut (BMP/Bone
Marrow Punction):
a. Ditemukan sel blast yang berlebihan
b. Peningkatan protein
2. Pemeriksaan darah tepi Leukemia Limfositik Akut
a. Pansitopenia (anemia, lekopenia, trombositopneia)
b. Peningkatan asam urat serum
c. Peningkatan tembaga (Cu) serum
d. Penurunan kadar Zink (Zn)
e. Peningkatan leukosit dapat terjadi (20.000 – 200.000/µl) tetapi dalam
bentuk sel blast/sel primitif
3. Biopsi hati, limpa, ginjal, tulang untuk mengkaji keterlibatan/infiltrasi sel
kanker ke organ tersebut
4. Fotothorax untuk mengkaji keterlibatan mediastinum
5. Sitogenik: 50-60% dari pasien ALL mempunyai kelainan berupa:
a. Kelainan jumlah kromosom, seperti diploid (2n), haploid (2n-a),
hiperploid (2n+a)
b. Bertambah atau hilangnya bagian kromosom (partial delection)
c. Terdapat marker kromosom, yaitu elemen yang secara morfologis bukan
komponen kromosom normal dari bentuk yang sangat besar sampai
yang sangat kecil
VI. PENATALAKSANAAN
A. Medis
Menurut Ngastiyah, 2005 penatalaksanaan pada pasien ALL adalah:
1. Transfusi darah, jika kadar Hb kurang dari 69%. Pada trombositopenia
yang berat dan pendarahan pasif dapat diberikan transfusi trombosit dan
bila terdapat tanda-tanda DIC dapat diberikan heparin.
2. Kortosteroid (prednison, kortison, deksametason, dan sebagainya). Setelah
dicapai remisi dosis dikurangi sedikit demi sedikit dan akhirnya dihentikan.
3. Sitostatika, selain sitistatika yang lama (6-merkaptispurin atau 6 mp,
metotreksat atau MTX) pada waktu ini dipakai pula yang baru dan lebih
paten seperti obat lainnya. Umumnya sitostatika diberikan dalam
kombinasi bersama-sama dengan prednison. Pada pemberian obat-obatan
ini sering terdapat akibat samping berupa alopsia (botak), stomatitis,
leucopenia, infeksi sekunder atau kadidiasis. Bila jumlah leukosit kurang
dari 2000 / mm3 pemberiannya harus hati-hati.
4. Infeksi sekunder dihindarkan (lebih baik pasien dirawat di kamar yang suci
hama).
5. Imunoterapi, merupakan cara pengobatan yang terbaru. Setelah dicapai
remisi dan jumlah sel leukimia cukup rendah (105-106), imunoterapi mulai
diberikan (mengani cara pengobatan yang terbaru masih dalam
perkembangan).
Oleh :
RIZKY IRMAWATI
NIM : 40219017
NIM : 40219017
(........................................) (...............................................)