Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN ACUTE LYMPHOBLASTIC LEUKIMIA (ALL)

I. DEFINISI
Leukemia adalah keganasan organ pembuat darah, sehingga sumsum tulang
didominasi oleh limfoblas yang abnormal. Leukemia limfoblastik akut adalah
keganasan yang sering ditemukan pada masa anak-anak (25-30% dari seluruh
keganasan pada anak), anak laki lebih sering ditemukan dari pada anak perempuan,
dan terbanyak pada anak usia 3-4 tahun. Faktor risiko terjadi leukimia adalah faktor
kelainan kromosom, bahan kimia, radiasi faktor hormonal,infeksi virus (Ribera,
2009).
ALL adalah kanker jaringan yang menghasilkan leukosit (Cecily,
2002).Leukemia Limfoblastik Akut (LLA) adalah suatu keganasan pada sel-sel
prekursor limfoid, yakni sel darah yang nantinya akan berdiferensiasi menjadi
limfosit T dan limfosit B. LLA ini banyak terjadi pada anak-anak yakni 75%,
sedangkan sisanya terjadi pada orang dewasa. Lebih dari 80% dari kasus LLA adalah
terjadinya keganasan pada sel T, dan sisanya adalah keganasan pada sel B.
Insidennya 1 : 60.000 orang/tahun dan didominasi oleh anak-anak usia < 15 tahun,
dengan insiden tertinggi pada usia 3-5 tahun (Landier, 2001)ALL adalah patologis dari
sel pembuluh darah yang bersifat sistematik dan biasanya berakhir fatal (Ngastiyah,
2005).

II. KLASIFIKASI
1. Leukemia Akut
Leukemia akut adalah keganasan primer sumsum tulang yang berakibat
terdesaknya komponen darah normal oleh komponen darah abnormal (blastosit)
yang disertai dengan penyebaran ke organ-organ lain. Leukemia akut memiliki
perjalanan klinis yang cepat, tanpa pengobatan penderita akan meninggal rata-rata
dalam 4-6 bulan.
a. Leukemia Limfositik Akut (LLA)
LLA merupakan jenis leukemia dengan karakteristik adanya proliferasi dan
akumulasi sel-sel patologis dari sistem limfopoetik yang mengakibatkan
organomegali (pembesaran alat-alat dalam) dan kegagalan organ.
LLA lebih sering ditemukan pada anak-anak (82%) daripada umur dewasa
(18%). Insiden LLA akan mencapai puncaknya pada umur 3-7 tahun. Tanpa
pengobatan sebagian anak-anak akan hidup 2-3 bulan setelah terdiagnosis
terutama diakibatkan oleh kegagalan dari sumsum tulang.
Klasifikasi LLA berdasarkan morfologik untuk lebih memudahkan
pemakaiannya dalam klinik, antara lain sebagai berikut:
 L-1 terdiri dari sel-sel limfoblas kecil serupa dengan kromatin homogen,
nucleus umumnya tidak tampak dan sitoplasma sempit
 L-2 pada jenis ini sel limfoblas lebih besar tapi ukurannya bervariasi,
kromatin lebih besar dengan satu atau lebih anak inti
 L-3 terdiri dari sel limfoblas besar, homogeny dengan kromatin berbecak,
banyak ditemukan anak inti serta sitoplasma yang basofilik dan
bervakuolisasi
b. Leukemia Mielositik Akut (LMA)
LMA merupakan leukemia yang mengenai sel stem hematopoetik yang akan
berdiferensiasi ke semua sel mieloid. LMA merupakan leukemia
nonlimfositik yang paling sering terjadi. LMA atau Leukemia Nonlimfositik
Akut (LNLA) lebih sering ditemukan pada orang dewasa (85%) dibandingkan
anak-anak (15%). Permulaannya mendadak dan progresif dalam masa 1
sampai 3 bulan dengan durasi gejala yang singkat. Jika tidak diobati, LNLA
fatal dalam 3 sampai 6 bulan.
2. Leukemia Kronik
Leukemia kronik merupakan suatu penyakit yang ditandai proliferasi
neoplastik dari salah satu sel yang berlangsung atau terjadi karena keganasan
hematologi.
a. Leukemia Limfositik Kronis (LLK)
LLK adalah suatu keganasan klonal limfosit B (jarang pada limfosit T).
Perjalanan penyakit ini biasanya perlahan, dengan akumulasi progresif yang
berjalan lambat dari limfosit kecil yang berumur panjang.
LLK cenderung dikenal sebagai kelainan ringan yang menyerang individu
yang berusia 50 sampai 70 tahun dengan perbandingan 2:1 untuk laki-laki.
b. Leukemia Granulositik/Mielositik Kronik (LGK/LMK)
LGK/LMK adalah gangguan mieloproliferatif yang ditandai dengan produksi
berlebihan sel mieloid (seri granulosit) yang relatif matang. LGK/LMK
mencakup 20% leukemia dan paling sering dijumpai pada orang dewasa usia
pertengahan (40-50 tahun). Abnormalitas genetik yang dinamakan kromosom
philadelphia ditemukan pada 90-95% penderita LGK/LMK.
Sebagian besar penderita LGK/LMK akan meninggal setelah memasuki fase
akhir yang disebut fase krisis blastik yaitu produksi berlebihan sel muda
leukosit, biasanya berupa mieloblas/promielosit, disertai produksi neutrofil,
trombosit dan sel darah merah yang amat kurang.
III. ETIOLOGI
1. Faktor Prediposisi
a. Genetik
1) Keturunan
 Adanya Penyimpangan Kromosom
Insidensi leukemia meningkat pada penderita kelainan kongenital,
diantaranya pada sindroma Down, sindroma Bloom, Fanconi’s
Anemia, sindroma Wiskott-Aldrich, sindroma Ellis van Creveld,
sindroma Kleinfelter, D-Trisomy sindrome, sindroma von
Reckinghausen, dan neurofibromatosis. Kelainan-kelainan kongenital
ini dikaitkan erat dengan adanya perubahan informasi gen, misal pada
kromosom 21 atau C-group Trisomy, atau pola kromosom yang tidak
stabil, seperti pada aneuploidy.
 Saudara kandung
Dilaporkan adanya resiko leukemia akut yang tinggi pada kembar
identik dimana kasus-kasus leukemia akut terjadi pada tahun pertama
kelahiran. Hal ini berlaku juga pada keluarga dengan insidensi
leukemia yang sangat tinggi
2) Faktor Lingkungan
Beberapa faktor lingkungan di ketahui dapat menyebabkan kerusakan
kromosom dapatan, misal: radiasi, bahan kimia, dan obat-obatan yang
dihubungkan dengan insiden yang meningkat pada leukemia akut,
khususnya ALL ,
b. Virus
Dalam banyak percobaan telah didapatkan fakta bahwa RNA virus
menyebabkan leukemia pada hewan termasuk primata. Penelitian pada
manusia menemukan adanya RNA dependent DNA polimerase pada sel-sel
leukemia tapi tidak ditemukan pada sel-sel normal dan enzim ini berasal dari
virus tipe C yang merupakan virus RNA yang menyebabkan leukemia pada
hewan. Salah satu virus yang terbukti dapat menyebabkan leukemia pada
manusia adalah Human T-Cell Leukemia. Jenis leukemia yang ditimbulkan
adalah Acute T- Cell Leukemia.
c. Bahan Kimia dan Obat-obatan
1) Bahan Kimia
Paparan kromis dari bahan kimia (misal: benzen) dihubungkan dengan
peningkatan insidensi leukemia akut, misal pada tukang sepatu yang
sering terpapar benzen. Selain benzen beberapa bahan lain dihubungkan
dengan resiko tinggi dari AML, antara lain: produk – produk minyak,
cat, ethylene oxide, herbisida, pestisida, dan ladang elektromagnetik
2) Obat-obatan
Obat-obatan anti neoplastik (misal: alkilator dan inhibitor topoisomere II)
dapat mengakibatkan penyimpangan kromosom yang menyebabkan AML.
Kloramfenikol, fenilbutazon, dan methoxypsoralen dilaporkan
menyebabkan kegagalan sumsum tulang yang lambat laun menjadi AML
d. Radiasi
Hubungan yang erat antara radiasi dan leukemia (ANLL) ditemukan pada
pasien-pasien anxylosing spondilitis yang mendapat terapi radiasi, dan pada
kasus lain seperti peningkatan insidensi leukemia pada penduduk Jepang yang
selamat dari ledakan bom atom. Peningkatan resiko leukemia ditemui juga
pada pasien yang mendapat terapi radiasi misal: pembesaran thymic, para
pekerja yang terekspos radiasi dan para radiologis.
e. Leukemia Sekunder
Leukemia yang terjadi setelah perawatan atas penyakit malignansi lain
disebut Secondary Acute Leukemia (SAL) atau treatment related leukemia.
Termasuk diantaranya penyakit Hodgin, limphoma, myeloma, dan kanker
payudara. Hal ini disebabkan karena obat-obatan yang digunakan termasuk
golongan imunosupresif selain menyebabkan dapat menyebabkan kerusakan
DNA .
f. Faktor lain
Menurut Ngastiyah (2005) penyebab ALL sampai sekarang belum diketahui
dengan jelas, diduga kemungkinan besar karena virus (virus onkologik),
faktor lain yang turut berperan adalah:
1) Faktor eksterogen seperti sinar X, sinar radioaktif, hormon, bahan kimia
(bentol, arsen, preparat sulfat), infeksi (virus, bakteri).
2) Faktor endogen seperti Ras (orang Yahudi mudah menderita).

IV. TANDA DAN GEJALA


Leukemia limfositik akut menyerupai leukemia granulositik akut dengan
tanda dan gejala dikaitkan dengan penekanan unsur sumsum tulang normal
(kegagalan sumsum tulang) atau keterlibatan ekstramedular oleh sel leukemia.
Akumulasi sel-sel limfoblas ganas di sumsumtulang menyebabkan berkurangnya
sel-sel normal di darah perifer dengan manifestasi utama berupa infeksi,
perdarahan, dan anemia. Gejala lain yang dapat ditemukan yaitu:
1. Anemia: mudah lelah, letargi, pusing, sesak, nyeri dada
2. Anoreksia, kehilangan berat badan, malaise
3. Nyeri tulang dan sendi (karena infiltrasi sumsum tulang oleh sel leukemia),
biasanya terjadi pada anak
4. Demam, banyak berkeringat pada malam hari (hipermetabolisme)
5. Infeksi mulut, saluran napas, selulitis, atau sepsis. Penyebab tersering adalah
gramnegatif usus stafilokokus, streptokokus, serta jamur
6. Perdarahan kulit, gusi, otak, saluran cerna, hematuria
7. Hepatomegali, splenomegali, limfadenopati
8. Massa di mediastinum (T-ALL)
9. Leukemia SSP (Leukemia cerebral); nyeri kepala, tekanan intrakranial naik,
muntah,kelumpuhan saraf otak (VI dan VII), kelainan neurologik fokal, dan
perubahan statusmental.

V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan diagnostik yang lazim dilakukan pada anak dengan Leukemia
Limfositik Akut adalah:
1. Pemeriksaan sumsum tulang Leukemia Limfositik Akut (BMP/Bone
Marrow Punction):
a. Ditemukan sel blast yang berlebihan
b. Peningkatan protein
2. Pemeriksaan darah tepi Leukemia Limfositik Akut
a. Pansitopenia (anemia, lekopenia, trombositopneia)
b. Peningkatan asam urat serum
c. Peningkatan tembaga (Cu) serum
d. Penurunan kadar Zink (Zn)
e. Peningkatan leukosit dapat terjadi (20.000 – 200.000/µl) tetapi dalam
bentuk sel blast/sel primitif
3. Biopsi hati, limpa, ginjal, tulang untuk mengkaji keterlibatan/infiltrasi sel
kanker ke organ tersebut
4. Fotothorax untuk mengkaji keterlibatan mediastinum
5. Sitogenik: 50-60% dari pasien ALL mempunyai kelainan berupa:
a. Kelainan jumlah kromosom, seperti diploid (2n), haploid (2n-a),
hiperploid (2n+a)
b. Bertambah atau hilangnya bagian kromosom (partial delection)
c. Terdapat marker kromosom, yaitu elemen yang secara morfologis bukan
komponen kromosom normal dari bentuk yang sangat besar sampai
yang sangat kecil
VI. PENATALAKSANAAN
A. Medis
Menurut Ngastiyah, 2005 penatalaksanaan pada pasien ALL adalah:
1. Transfusi darah, jika kadar Hb kurang dari 69%. Pada trombositopenia
yang berat dan pendarahan pasif dapat diberikan transfusi trombosit dan
bila terdapat tanda-tanda DIC dapat diberikan heparin.
2. Kortosteroid (prednison, kortison, deksametason, dan sebagainya). Setelah
dicapai remisi dosis dikurangi sedikit demi sedikit dan akhirnya dihentikan.
3. Sitostatika, selain sitistatika yang lama (6-merkaptispurin atau 6 mp,
metotreksat atau MTX) pada waktu ini dipakai pula yang baru dan lebih
paten seperti obat lainnya. Umumnya sitostatika diberikan dalam
kombinasi bersama-sama dengan prednison. Pada pemberian obat-obatan
ini sering terdapat akibat samping berupa alopsia (botak), stomatitis,
leucopenia, infeksi sekunder atau kadidiasis. Bila jumlah leukosit kurang
dari 2000 / mm3 pemberiannya harus hati-hati.
4. Infeksi sekunder dihindarkan (lebih baik pasien dirawat di kamar yang suci
hama).
5. Imunoterapi, merupakan cara pengobatan yang terbaru. Setelah dicapai
remisi dan jumlah sel leukimia cukup rendah (105-106), imunoterapi mulai
diberikan (mengani cara pengobatan yang terbaru masih dalam
perkembangan).

VII. ASUHAN KEPERAWATAN


A. Pengkajian
1. Identitas
a. Identitas Anak
 Umur: ALL lebih sering terjadi pada umur kurang dari 5 tahun. Angka
kejadian tertinggi adalah pada umur 3 tahun.
 Jenis kelamin: leukemia limpfositik akut paling sering terjadi pada laki-
laki dibandingkan perempuan.
b. Identitas Orang Tua
 Pendidikan: Pendidikan yang rendah pada orang tua mengakibatkan
kurangnya pengetahuan terhadapa penyakit anaknya.
 Pekerjaan: Pekerjaan orang tua yang berhubungan dengan bahan kimia,
radiasi sinar X, sinar radioaktif, berpengaruh kepada anaknya. Selain itu
sejauh mana orang tua mempengaruhi pengobatan penyakit anaknya.
2. Keluhan Utama
Nyeri sendi dan tulang sering terjadi, lemah, nafsu makan menurun,
demam (jika disertai infeksi) bisa juga disertai dengan sakit kepala, purpura,
penurunan berat badan dan sering ditemukan suatu yang abnormal. Kelelahan
dan petekie berhubungan dengan trombositopenia juga merupakan gejala-gejala
umum terjadi
3. Riwayat Kehamilan dan Kelahiran
Saat hamil ibu sering mengkomsumsi makanan dengan bahan pengawet
dan penyedap rasa. Radiasi pada ibu selama kehamilan dapat meningkatkan
resiko Saat hamil ibu sering mengkomsumsi makanan dengan bahan pengawet
dan penyedap rasa. Radiasi pada ibu selama kehamilan dapat meningkatkan
resiko pada janinnya. Lebih sering pada saudara sekandung, terutama pada
kembar.
4. Riwayat Keluarga
Insiden ALL lebih tinggi berasal dari saudara kandung anak-anak yang
terserang terlebih pada kembar monozigot (identik).
5. Riwayat Tumbuh Kembang
Pada penderita ALL pertumbuhan dan perkembangannya mengalami
keterlambatan akibat nutrisi yang didapat kurang karena penurunan nafsu
makan, pertumbuhan fisiknya terganggu, terutama pada berat badan anak
tersebut. Anak keliatan kurus, kecil dan tidak sesuai dengan usia anak.
a. Riwayat Perkembangan
 Motorik Kasar
Pada anak dengan penyakit ALL pada umumnya dapat melakukan
aktivitas secara normal, tapi mereka cepat merasa lelah saat melakukan
aktivitas yang terlalu berat (membutuhkan banyak energi).
 Motorik Halus
Pada umumnya anak dengan ALL masih dapat melakukan aktivitas
ringan seperti halnya anak-anak normal. Karena aktivitas ringan tidak
membutuhkan energi yang banyak dan anak tidak mudah lelah
6. Data Psikososio Spiritual
a. Psikologi
Anak belum tahu tentang penyakitnya, sehingga anak tidak merasa memiliki
penyakit. Orang tua mengalami kecemasan mengenai penyakit yang dialami
anak, kondisinya apakah bisa sembuh atau tidak, serta masalah financial
keluarga.
b. Sosial
Anak jarang bermain dengan teman-temannya, karena kondisi anak lemah
sehingga orangtua tidak mengizinkan anak untuk beraktivitas yang berat.
Dirumah anak bermain dengan orang tua dan saudaranya, tetapi bermain
yang ringan.
c. Spiritual
Sebelum tidur anak diingatkan oleh orang tua untuk berdoa. Saat anak
melihat orang tuanya berdoa anak mengikuti cara orang tuanya berdoa.
7. ADL
a. Nutrisi
Anak makan 2 kali sehari, pada ALL terjadi penurunan nafsu makan. Anak
suka makan makanan siap saji maupun jajan diluar rumah. Anak tidak
suka makan sayur-sayuran, makan buah kadang-kadang sehingga zat besi
yang diperlukan berkurang. Selain itu pengaruh ibu yang suka masak
menggunakan penyedap rasa dan sering menyediakan makanan siap saji
dirumah.
b. Aktivitas istirahat dan tidur
Saat beraktivitas anak cepat kelelahan. Anak kebanyakan istirahat dan
tidur karena kelemahan yang dialaminya. Sebagaian aktivitas biasanya
dibantu oleh keluarga. Saat tidur anak ditemani oleh ibunya. Tidur anak
terganggu karena nyeri sendi yang sering dialami oleh leukemia.
c. Eliminasi
Anak gangguan ALL pada umumnya mengalami diare, dan penurunan
haluran urin. BAB 3-5x sehari, dengan konsistensi cair. Haluan urin sedikit
yang disebabkan susahnya masukan cairan pada anak, warna urine kuning
keruh. Saat BAK anak merasa nyeri karena nyeri tekan diperianal.
d. Personal hygiene
Anak mandi 2x sehari, gosok gigi 2x setelah makan dan mau tidur.
Sebagaian aktivitas hygiene personal sebagaian dibantu oleh orang tua.
8. Keadaan Umum
Pada anak –anak tampak pucat, demam, lemah, sianosis
9. Pemeriksaan TTV
a. RR: Pada penderita PDA, manifestasi kliniknya pada umumnya anak sesak
nafas, tachypnea (Pernafasan >70x/menit)
b. Nadi: Pada penderita ALL, terdapat manifestasi klinik nadi teraba kuat dan
cepat (takikardia)
c. TD: pada penderita ALL, tekanan darahnya tinggi disebabkan oleh
hiperviskositas darah (Aziz, 2005)
d. Suhu: Pada penderita ALL yang terjadi infeksi l suhu akan naik (hipertermi,
>37,50C) (Weni K, 2010)
10. Pemeriksaan Fisik head to toe
a. Kepala dan Leher
1) Rongga mulut: apakah terdapat peradangan (infeksi oleh jamur atau
bakteri), perdarahan gusi, pertumbuhan gigi apakah sudah lengkap, ada
atau tidaknya karies gigi.
2) Mata: Konjungtiva (anemis atau tidak), sclera (kemerahan, ikterik)
3) Telinga : ketulian
4) Leher: distensi vena jugularis
5) Perdarahan otak: Leukemia system saraf pusat: nyeri kepala, muntah
(gejala tekanan tinggi intrakranial), perubahan dalam status mental,
kelumpuhan saraf otak, terutama saraf VI dan VII, kelainan neurologic
fokal.
b. Pemeriksaan Dada dan Thorax
1) Inspeksi: bentuk thorax, kesimetrisan, adanya retraksi dada,
penggunaan otot bantu pernapasan
2) Palpasi denyut apex (Ictus Cordis)
3) Perkusi untuk menentukan batas jantung dan batas paru.
4) Auskultasi: suara nafas, adakah ada suara napas tambahan: ronchi
(terjadi penumpukan secret akibat infeksi di paru), bunyi jantung I, II,
dan III jika ada
c. Pemeriksaan Abdomen
1) Inspeksi bentuk abdomen apakah terjadi pembesaran pada kelenjar
limfe, ginjal, terdapat bayangan vena, auskultasi peristaltik usus,
palpasi nyeri tekan bila ada pembesaran hepar dan limpa
2) Perkusi adanya asites atau tidak.
d. Pemeriksaan Genetalia
e. Pemeriksaan integument
1) Perdarahan kulit (pruritus, pucat, sianosis, ikterik, eritema, petekie,
ekimosis, ruam)
2) nodul subkutan, infiltrat, lesi yg tidak sembuh, luka bernanah,
diaforesis (gejala hipermetabolisme).
3) peningkatan suhu tubuh
4) Kuku : rapuh, bentuk sendok / kuku tabuh, sianosis perifer.
f. Pemeriksaan Ekstremitas
1) Adakah sianosis, kekuatan otot
2) Nyeri tulang dan sendi (karena infiltrasi sumsum tulang oleh sel-sel
leukemia
B. Diagnosa
1. Resiko infeksi
2. Intoleransi aktivitas
3. Resiko cidera
4. Resiko hipovolemia
5. Ketidakseimbangan nutrisi
6. Nyeri akut
7. Gangguan Integritas kulit / jaringan
8. Resiko perfusi perifertidak efektif
C. Intervensi Keperawatan
No. SDKI SLKI SIKI
1. Resiko infeksi Setelah dilakukan tindakan Observasi
Faktor resiko : keperawatan selama 2× 24 1. Monitor tanda dan gejala
1. Penyakit kronis jam diharapkan derajat infeksi lokal dan sitemik
2. Efek prosedur invasif infeksi berdasarkan
Terapeutik
3. Malnutrisi observasi atau sumber
1. Batasi jumlah pengunjung
4. Peningkatan paparan informasi menurun
2. Cuci tangan sebelum dan
organisme patogen Kriteria hasil :
sesudah kontak dnegan
lingkungan 1. Demam menurun
pasien dan lingkungan
5. Ketidakadekuatan 2. Kultur darah membaik
pasien
pertahanan tubuh 3. Kadar sel darah putih
3. Pertahankan tehnik
primer membaik
aseptik pada pasien
6. Ketidakedekuatan
berisiko tinggi
pertahanan tubuh
sekunder Edukasi
1. Anjurkan meningkatkan
asupan cairan
2. Intoleransi aktivitas Setelah dilakukan tindakan Observasi
Penyebab : keperawatan selama 2x24 1. Identifikasi defisit tingkat
1. Ketidakseimbangan jam diharapkan intoleransi aktivitas
antara suplai dan aktifitas menurun dengan 2. Identifikasi kemampuan
kebutuhan oksigen kriteria hasil : berpartisipasi dalam
2. Tirah baring 1. Frekuensi nadi membaik aktivitas
3. Kelemahan 2. Saturasi oksigen 3. Identifikasi sumber daya
4. Imobilisasi meningkat untuk aktifitas yang
5. Gaya hidup monoton 3. Keluhan lelah menurun diinginkan
DS : 4. Warna kulit membaik 4. Identifikasi straategi
1. Mengeluh lelah 5. Tekanan darah membaik meningkatkan partisipasi
DO : 6. Frekuensi nafas dalam aktivitas
1. Frekuensi jantung membaik 5. Monitor respon
meningkat >20% 7. Ekg iskemia membaik emosional, fisik, sosial
kondisi istirahat 8. Kemudahan melakukan dan spiritual terhadap
2. Tekanan darah berubah aktivitas membaik aktivitas
> 20% dari kondisi 9. Kecepatan berjalan Terapeutik
istirahat membaik 1. Fasilitasi focus pada
3. Gambaran EKG kemampuan, bukan
menunjukkan iskemia defisit yang dialami
2. Komitmen untuk
meningkatkan frekuensi
dan rentang aktivitas
3. Fasilitasi memilih
aktivitas dan tetapkan
tujuan aktivitas yang
konsisten sesuai
kemampuan
4. Koordinasi pemilihan
aktivitas
5. Fasilitasi transport untuk
menghindari aktivitas,
jika sesuai
6. Fasilitasi aktivitas fisik
rutin
7. Fasilitasi aktivitas
pengganti saat
mengalami keterbatasan
waktu, energy, gerak
8. Fasilitasi aktivitas
motorik kasar untuk px
hiperaktif
9. Fasilitasi aktivitas
motorik untuk
merelaksasi otot
10. Libatkan keluarga
dalam aktivitas jika
perlu
11. Jadwalkan aktivitas
rutin sehari hari
12. Berikan penguat positif
atas partisipasi dalam
aktivitas
Edukasi
1. Jelaskan metode
aktivitas fisik sehari-
hari, jika perlu
2. Ajarkan cara melakukan
aktivitas yang dipilih
3. Anjurkan melakukan
aktivitas fisik,sosial
spiritual dan kognitif
dalam menjaga fungsi
dan kesehatan
4. Anjurkan terlibat dalam
aktivitas kelompok atau
terapi, jika perlu
5. Kolaborasi
6. Kolaborasi dengan terapi
okupasi dalam
merencanakan dan
memonitoring program
aktifitas, jika sesuai
7. Rujuk pada pusat atau
program aktivitas
komunitas, jika perlu
3. Resiko cidera Setelah dilakukan tindakan Obesrvasi
keperawatan selama 3×24 1. Identifikasi area
jam, diharapkan resiko lingkungan yang
Faktor resiko : cedera yang diamati atau berpotensi menyebabkan
1. Terpapar patogen dilaporkan menurun cedera
2. Terpapar zat kimia
toksik Kriteria hasil : Terapeutik
3. Terpapar agen
nosokomial 1. Toleransi aktivitas 1. Sediakan cahaya yang
4. Ketidakamananan meningkat mewadai
transportasi 2. Nafsu makan meningkat
5. Ketidaknormalan profil 2. Gunakan pengaman
3. Kejadian cedera
darah tmpat tidur sesuai
menurun
6. Perubahan orientasi 4. Tekanan drah membaik dengan kebijakan
afektif 5. Frekuensi nadi fasilitas pelayanan
7. Perubahan sensasi membaik kesehatan
8. Disfungsi autoimun 6. Frekuensi nafas 3. Diskusikan bersama
9. Disfungsi biokimia membaik anggota keluarga yang
10. Hipoksia jaringan 7. Pola istirahat membaik
11. Kegagaln mekanisme dapat mendampingi
pertahanan tubuh pasien
12. Malnutrisi
13. Perubahan fungsi Edukasi
psikomotor
14. Perubahan fungsi 1. Jelaskan alasan
kognitif intervensi pencegahan
jatuh ke pasien dan
keluarga

4. Resiko hipovolemia setelah dilakukan tindakan Observasi


Faktor resiko : keperawatan selama 1×24 1. Periksa tanda dan gejala
1. Kehilangan cairan jam diharapkan kondisi hipovolemia
secara aktif volume cairan intravaskuler, 2. Monitor intake dan
2. Gangguan absorsi intersisiel dan intraseluler output
cairan membaik Terapeutik
3. Usia lanjut kriteria hasil : 1. Hitung kebutuhan cairan
4. Kelebihan berat badan 1. Turgor kulit meningkat 2. Berikan posisi modified
5. Status hipermetabolik 2. Pengisian vena trendelenburg
6. Kegagalan meningkat 3. Berikan asupan cairan
mekanisme regulasi 3. Edema perifer menurun oral
7. Evaporasi 4. Perasaan lemah menurun Edukasi
8. Kekurangan intake 5. Frekuensi nadi membaik 1. Anjurkan
cairan 6. Membran mukosa memperbanyak asupan
9. Efek agen membaik cairan oral
farmakologis 7. Kadar hb membaik Kolaborasi
8. Intake cairan membaik 1. Kolaborasi pemberian
cairan IV isotonis atau
hipotonis
2. Kolaborasi pemberian
cairan koloid
3. Kolaborasi pemberian
produk darah
5. Ketidakseimbangan nutrisi Setelah dilakukan tindakan Observasi
Penyebab : keperawatan selama….x 24 1. Identifikasi status nutrisi
1. Ketidakmampuan jam di harapkan asupan 2. Identifikasi alergi dan
menelan makanan nutrisi untuk memenuhi intoleransi makanan
2. Ketidakmampuan kebutuhan membaik dengan 3. Identifikasi makanan yng
mencerna makanan kriteria hasil : disukai
3. Ketidakmampuan 1. Kekuatan oto 4. Identifikasi kebutuhan
mengarbsorbsi nutrient mengunyah meningkat kalori dan jenis nutien
4. Peningkatan kebutuhan 2. Kekuatan otot menelan 5. Identifikasi perlunya
metabolism meningkat penggunaan selang
5. Faktor ekonomi 3. Perasaan cepat kenyang nasogastrik
6. Faktor psikologis menurun 6. Monitor asupan makanan
Ds : 4. Nyeri abdomen menurun 7. Monitor berat badan
1. Cepat kenyang setelah 5. Frekuensi makan 8. Monitor hasil
makan meningkat pemeriksaan
2. Kram/nyeri abdomen 6. Nafsu makan meningkat laboratorium
3. Nafsu makan menurun 7. Membran mukosa Terapeutik
Do : membaik 1. Lakukan oral hygiene
1. Berat badan menurun sebelum makan, jika
minimal 10 % di bawah perlu
rentang ideal 2. Fasilitasi menentukan
pedoman diet ( piramida
makanan)
3. Sajikan makanan secara
menarik dan suhu yang
sesuai
4. Berikan makanan tinggi
serat untuk mencegah
konstipasi
5. Berikan makanan tinggi
kalori dan protein
6. Berikan suplemen
makanan jika perlu
7. Hentikan pemberian
makan melalui ngt jika
asupan oral dapat
ditoleransi
Edukasi
1. Anjurkan posisi duduk
jika perlu
6. Nyeri akut Setelah dilakukan tindakan Menejemen nyeri
Penyebab : keperawatan selama 1×24 Observasi
1. Agen pencedera diharapkan pengalaman 1. Identifikasi lokasi,
fisiologis (inflamasi, sesnsorik atau emosional karakteristik, durasi,
iskemia) yang berkaitan dengan frekuensi, kualitas,
2. Agen pencedera kerusakan jaringan aktual itensitas nyeri, dan skala
kimiawi (terbakar, atau fungsional dengan nyeri.
bahan kimia iritan) onset mendadak atau lambat 2. Identifikasi respon nyeri
3. Agen pencedera fisik dan berintensitas ringan non verbal
(prosedur oprasi, hingga berat dan konstan Terapeutik
trauma, terpotong) menurun 1. Berikan tehnik
Kriteria hasil : nonfarmakologis untuk
DS :
1. Keluhan nyeri menurun mengurangi rasa nyeri
1. Mengeluh nyeri
DO : 2. Meringis menurun (nafas dalam)
1. Tampak meringis 3. Gelisah menurun 2. Anjurkan istirahat
2. Gelisah
4. Kesulitan tidur menurun Edukasi :
3. Frekuensi nadi
meningkat 5. Frekuensi nadi membaik 1. Jelaskan srategi
4. Tekanan darah 6. Tekanan darah membaik meredakan nyeri
meningkat
2. Ajurkan memonitor
5. Pola napas berubah
nyeri secara mandiri
Kolaborasi :
1. Kolaborasi Pemberian
analgesik
7. Gangguan Integritas kulit / Setelah dilakukan tindakan Observasi
jaringan keperawatan selama ...×... 1. Identifikasi penyebab
Penyebab : diharapkan keutuhan kulit gangguan integritas kulit
1. Perubahan sirkulasi meningkat Terapeutik
2. Perubahan status nutrisi Kriteria hasil : 1. Ubah posisi 2 jam jika
3. Kekurangan/kelebihan 1. Keruisakan jaringan tirah baring
volume cairan menurun 2. Lakukan pemijatan pada
4. Penurunan mobilitas 2. Kerusakan lapiran kulit area penonjolan
5. Bahn kimia iriatif menurun 3. Gunakan produk
6. Suhu lingkungan yang 3. Nyeri menurun berbahan alami/ringan
ekstrem 4. Perdarahan menurun pada kulit hipovolemik
7. Faktor mekanis atau 5. Tekstur membaik Edukasi
faktor eletris 1. Anjurkan menggunakan
8. Efek samping terapi pelembab
radiasi 2. Anjurkan meningkatkan
9. Kelembaban nutrisi
10. Proses penuaan 3. Anjurkan meningkatkan
11. Neuropati perifer asupan buah dan sayuran
12. Perubahan pigmentasi
13. Perubahan hormonal
14. Kurang terpapar
informasi tentang
upaya mempertahankan
/melindungi integritas
jaringan
8. Resiko perfusi perifer Setelah dilakukan tindakan Observasi
keperawatan, diharapkan 1. Monitor status oksigen
tidak efektif
keadekuatan aliran darah 2. Monitor status cairan
Faktor resiko : 3. Monitor status kesadaran
pembuluh darah distal untuk
dan respon pupil
1. Hiperglikemi mempertahankan jaringan Terapeutik
2. Gaya hidup kurang meningkat
gerak
1. Berikan oksigen
3. Hipeertensi Kriteria hasil : 2. Pasang jalur iv
4. Merokok
3. Pasang kateter urien
5. Produser endovaskuler
1. Denyut nasi perifer Edukasi
6. Trauma
7. Kurang terpapar meningkat
2. Penyembuhan luka 1. Jelaskan tanda dan gejala
informaasi tentang
meningkat syok
faktor pemberat
3. Warna kulit pucat 2. Anjurkan lapor jika
menurun merasakan tanda dan
4. Edema perifer menurun gejala awal syok
5. Kelemahan otot 3. Anjurkan memperbanyak
menurun asupan cairan oral
6. Nekrosis menuurn Kolaborasi
7. Pengisian kapiler
membaik 1. Kolaborasi pemberian iv
8. Akral memebaik 2. Kolaborasi pemberian
9. Turgor kuliat membaik transfusi darah
10. TTV membaik 3. Kolaborasi pemberian
antiinflamasi
Daftar Pustaka

Alimul, Hidayat A. 2005. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak 1 . Salemba Medika


Jakarta
Betz, Cecily, L. 2002. Buku Saku Keperawatan Pediatrik (Mosby’s Pediatric Nursing
Reference). Edisi 3. Jakarta:EGC
Herdman, T. Hether. 2012. Dignosa Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi 2012-
2014. Jakarta: EGC
Landier, W. 2001. Childhood Acute Lymphoblastic Leukimia. Current Perspectives.
Oncol Nurs Forum.
Kristyanasari, Weni. 2010. Gizi Ibu Hamil. Jakarta: Nuha Medika
Ngastiyah, 2005. Perawatan Anak Sakit Edisi 2. Jakarta: EGC
Nuraruf, Huda Amin, dkk. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis dan nanda Nic-Noc Eisi Revisi Jilid 1. Yogyakarta:
MediAction
Wong, Donna, L. 2004. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik Edisi 4. Jakarta:
EGC
PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Defisini Dan Indikator
Diagnostik, Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI
PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Definisi Dan Tindakan
Keperawatan, Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI
PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia Definisi Dan Kriteria Hasil
Keperawatan, Edisi 1. Jakarta : DPP
http://gedeagha.blogspot.co.id/2013/06/askep-leukimia-limfoblastik-akut.html
diakses pada 18 April 2017
http://lpkeperawatan.blogspot.co.id/2013/11/laporan-pendahuluan-akut-
limfoblastik.html diakses pada 18 April 2017
LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN
PADA PASIEN ANAK B DI RUANGAN NUSA INDAH RSUD
MARDI WALUYO KOTA BLITAR

Oleh :

RIZKY IRMAWATI
NIM : 40219017

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
INSTITUT ILMU KESEHATAN BHAKTI WIYATA
KEDIRI
2020
LEMBAR PENGESAHAN

NAMA : RIZKY IRMAWATI

NIM : 40219017

PRODI : PENDIDIKAN PROFESI NERS

PEMBIMBING LAHAN PEMBIMBING INSTITUSI

(........................................) (...............................................)

Anda mungkin juga menyukai