Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA BAYI HIPERBILIRUBINEMIA DI RUANG NEONATUS


RSUD NGUDI WALUYO WLINGI KABUPATEN BLITAR

Oleh :
RESA VALENTINA
NIM. 40219015

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
INSTITUT ILMU KESEHATAN BHAKTI WIYATA
KEDIRI
2019
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN
PADA BAYI HIPERBILIRUBINEMIA DI RUANG NEONATUS
RSUD NGUDI WALUYO WLINGI KABUPATEN BLITAR

NAMA : RESA VALENTINA


NIM : 40219015
INSTITUSI : INSTITUT ILMU KESEHATAN BHAKTI WIYATA KEDIRI

PEMBIMBING INSTITUSI PEMBIMBING LAHAN

( ) ( )
A. Pengertian
Hiperbilirubinemia adalah suatu keadaan dimana menguningnya sklera, kulit
atau jaringan lain akibat perlekatan bilirubuin dalam tubuh atau akumulasi
bilirubin dalam darah lebih dari 5mg/ml dalam 24 jam, yang menandakan
terjadinya gangguan fungsional dari liper, sistem biliary, atau sistem hematologi (
Atikah & Jaya, 2016).
Hiperbilirubinemia adalah kondisi dimana tingginya kadar bilirubin yang
terakumulasi dalam darah dan akan menyebabkan timbulnya ikterus, yang mana
ditandai dengan timbulnya warna kuning pada kulit, sklera dan kuku.
Hiperbilirubinemia merupakan masalah yang sering terjadi pada bayi baru lahir.
Pasien dengan hiperbilirubinemia neonatal diberi perawatan dengan fototerapi dan
transfusi tukar (Kristianti ,dkk, 2015).
Hiperbilirubinemia merupakan terjadinya peningkatan kadar bilirubin dalam
darah, baik oleh faktor fisiologik maupun non-fisiologik, yang secara klinis
ditandai dengan ikterus.
B. Klasifikasi
Atikah dan Jaya, (2016), membagi ikterus menjadi 2 :
1. Ikterus Fisiologis
Ikterus fisiologis sering dijumpai pada bayi dengan berat lahir rendah,
dan biasanya akan timbul pada hari kedua lalu menghilang setelah minggu
kedua. Ikterus fisiologis muncul pada hari kedua dan ketiga. Bayi aterm yang
mengalami hiperbilirubin memiliki kadar bilirubin yang tidak lebih dari 12
mg/dl, pada BBLR 10 mg/dl, dan dapat hilang pada hari ke-14. Penyebabnya
ialah karna bayi kekurangan protein Y, dan enzim glukoronil transferase.
2. Ikterus Patologis
Ikterus patologis merupakan ikterus yang timnbul segera dalam 24 jam
pertama, dan terus bertamha 5mg/dl setiap harinya, kadal bilirubin untuk bayi
matur diatas 10 mg/dl, dan 15 mg/dl pada bayi prematur, kemudian menetap
selama seminggu kelahiran. Ikterus patologis sangat butuh penanganan dan
perawatan khusus, hal ini disebabkan karna ikterus patologis sangat
berhubungan dengan penyakit sepsis. Tanda-tandanya ialah :
- Ikterus muncul dalam 24jam pertama dan kadal melebihi 12mg/dl.
- Terjadi peningkatan kadar bilirubin sebanyak 5 mg/dl dalam 24jam.
- Ikterus yang disertai dengan hemolisis.
- Ikterus akan menetap setelah bayi berumur 10 hari pada bayi aterm , dan
14 hari pada bayi BBLR.
C. Etiologi
Hiperbilirubinemia dapat disebabkan oleh bermacam-macam keadaan.
Penyebab yang sering ditemukan disini adalah hemolisis yang timbul akibat
inkopatibilitas golongan darah ABO atau defisiensi enzim G6PD. Hemolisis ini
dapat pula timbul karna adanya perdarahan tertutup (hematoma cepal, perdarahan
subaponeurotik) atau inkompatibilitas golongan darah Rh. Infeksi juga memegang
peranan penting dalam terjadinya hiperbilirubinemia; keadaaan ini terutama terjadi
pada penderita sepsis dan gastroenteritis. Faktor lain yaitu hipoksia atau asfiksia,
dehidrasi dan asiosis, hipoglikemia, dan polisitemia (Atikah & Jaya, 2016).
Menurut Nelson, (2011), secara garis besar etiologi ikterus neonatorum dapat
dibagi :
1. Produksi yang berlebihan
Hal ini melebihi kemampuan bayi untuk mengeluarkannya, misalnya pada
hemolisis yang meningkat pada inkompatibilitas darah Rh, AB0, golongan
darah lain, defisiensi enzim G-6-PD, piruvat kinase, perdarahan tertutup dan
sepsis.
2. Gangguan dalam proses “uptake” dan konjugasi hepar
Gangguan ini dapat disebabkan oleh bilirubin, gangguan fungsi hepar,
akibat asidosis, hipoksia dan infeksi atau tidak terdapatnya enzim
glukoronil transferase (sindrom criggler-Najjar). Penyebab lain yaitu
defisiensi protein. Protein Y dalam hepar yang berperan penting dalam
“uptake” bilirubin ke sel hepar.
3. Gangguan transportasi
Bilirubin dalam darah terikat pada albumin kemudian diangkat ke
hepar.Ikatan bilirubin dengan albumin ini dapat dipengaruhi oleh obat
misalnya salisilat, sulfafurazole. Defisiensi albumin menyebabkan lebih
banyak terdapatnya bilirubin indirek yang bebas dalam darah yang mudah
melekat ke sel otak.
4. Gangguan dalam ekskresi
Gangguan ini dapat terjadi akibat obstruksi dalam hepar atau diluar
hepar.Kelainan diluar hepar biasanya disebabkan oleh kelainan bawaan.
Obstruksi dalam hepar biasanya akibat infeksi atau kerusakan hepar oleh
penyebab lain.
Etiologi ikterus yang sering ditemu-kan ialah: hiperbilirubinemia
fisiologik, inkompabilitas golongan darah ABO dan Rhesus, breast
milk jaundice, infeksi, bayi dari ibu penyandang diabetes melitus, dan
polisitemia/hiperviskositas. Etiologi yang jarang ditemukan yaitu: defisiensi
G6PD, defisiensi piruvat kinase, sferositosis kongenital, sindrom Lucey-
Driscoll, penyakit Crigler-Najjar, hipo-tiroid, dan hemoglobinopati.
(Mathindas, dkk , 2013)
D. Manifestasi Klinis
Gambaran klinis ikterus fisiologis :
1. Tampak pada hari 3-4
2. Bayi tampak sehat (normal)
3. Kadar bilirubin total <12mg%
4. Menghilang paling lambat 10-14 hari
5. Tak ada faktor risiko
6. Sebab fisiologis
Gambaran klinis ikterus patilogis :
1. Timbul pada umur <36jam
2. Cepat berkembang
3. Bisa disertai anemia
4. Menghilang lebih dari 2 minggu
5. Ada faktor risiko
6. Dasar : proses patologis
Tampak ikteris pada sklera, kuku dan sebagian besar kulit serta membran
mukosa. Jaundice yang tampak dalam 24 jam pertama sejak bayi lahir disebabkan
oleh penyakit hemolitik, sepsis atau ibu dengan diabetik dan infeksi. Kulit kuning
kehijauan, muntah, anorexia, fatique, warna urin gelap, warna tinja seperti dempul,
letargi (lemas), kejang, tak mau menetek, tonus otot meninggi dan akhirnya
opistotonus.
E. Patofisiologi
Bilirubin diproduksi dalam sistem retikuloendotelial sebagai produk akhir dari
katabolisme heme dan terbentuk melalui reaksi oksidasi reduksi. Karena sifat
hidrofobiknya, bilirubin tak terkonjugasi diangkut dalam plasma, terikat erat pada
albumin. Ketika mencapai hati, bilirubin diangkut ke dalam hepatosit, terikat
dengan ligandin. Setelah diekskresikan ke dalam usus melalui empedu, bilirubin
direduksi menjadi tetrapirol tak berwarna oleh mikroba di usus besar. Bilirubin tak
terkonjugasi ini dapat diserap kembali ke dalam sirkulasi, sehingga meningkatkan
bilirubin plasma total (Mathindas ,dkk, 2013).
Bilirubin mengalami peningkatan pada beberapa keadaan. Kondisi yang sering
ditemukan ialah meningkatnya beban berlebih pada sel hepar, yang mana sering
ditemukan bahwa sel hepar tersebut belum berfungsi sempurna. Hal ini dapat
ditemukan apabila terdapat peningkatan penghancuran eritrosit, polisitemia,
pendeknya umur eritrosit pada janin atau bayi, meningkatnya bilirubin dari sumber
lain, dan atau terdapatnya peningkatan sirkulasi enterohepatik (Atikah & Jaya,
2016). Bilirubin di produksi sebagian besar (70-80%) dari eritrosit yang telah
rusak. Kemudian bilirubin indirek (tak terkonjugasi) dibawa ke hepar dengan cara
berikatan dengan albumin.
Bilirubin direk (terkonjugasi) kemudian diekskresikan melalui traktus
gastrointestinal. Bayi memiliki usus yang belum sempurna, karna belum terdapat
bakteri pemecah, sehingga pemecahan bilirubin tidak berhasil dan menjadi
bilirubin indirek yang kemudian ikut masuk dalam aliran darah, sehingga bilirubin
terus bersirkulasi (Atikah & Jaya, 2016).
F. Komplikasi
1. Sistem Eliminasi
Pada bayi normal, feses akan berwarna kuning kehijauan, sementara pada bayi
dengan hiperbilirubin biasanya akan berwarna pucat. Hai ini disebabkan oleh
bilirubin tak larut dalam lemak akibat dari kerja hepar yang mengalami
gangguan.
2. Sistem Pencernaan
Bayi dengan hiperbilirubinemia mengalami gangguan pada nutrisi, karena
biasanya bayi akan lebih malas dan tampak letargi, dan juga reflek sucking
yang kurang, sehingga nutrisi yang akan dicerna hanya sedikit. Dengan nutrisi
yang kurang, bayi bisa berisiko infeksi karna daya tahan tubuh yang lemah.
3. Sistem Integumen
Pada bayi normal, kulit bayi akan tambah merah muda, akan tetapi pada bayi
yang mengaami hiperbilirubin, kulit bayi akan tampak berwarna kekuningan.
Ini disebabkan karna fungsi hepar yang belum sempurna, defisiensi protein
“Y”, dan juga tidak terdapat bakteri pemecah bilirubin dalam usus akibat dari
imaturitas usus, sehingga bilirubin indirek terus bersirkulasi keseluruh tubuh.
4. Sistem Kerja Hepar (ekskresi hepar)
Pada bayi yang mengalami hiperbilirubin biasanya disebabkan oleh sistem
kerja hepar yang imatur, akibat nya hepar mengalami gangguan dalam
pemecahan bilirubin, sehingga bilirubin tetap bersirkulasi dengan pembuluh
darah untuk menyebar keseluruh tubuh.
5. Sistem Persyarafan
Bilirubin indirek yang berlebihan serta kurang nya penanganan akan terus
menyebar hingga ke jaringan otak dan syaraf, hal ini sangat membahayakan
bagi bayi, dan akan menyebabkan kern ikterus, dengan tanda dan gejala yaitu
kejang-kejang, penurunan kesadaran, hingga bisa menyebabkan kematian.
(Widagdo, 2012).
G. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan bilirubin serum Bilirubin pada bayi cukup bulan mencapai
puncak kira-kira 6 mg/dl, antara 2 dan 4 hari kehidupan. Jika nilainya diatas 10
mg/dl yang berarti tidak fisiologis, sedangkan bilirubin pada bayi prematur
mencapai puncaknya 10-12 mg/dl, antara 5 dan 7 hari kehidupan. Kadar
bilirubin yang lebih dari 14 mg/dl yaitu tidak fisiologis. Ikterus fisiologis pada
bayi cukup bulan bilirubin indirek munculnya ikterus 2 sampai 3 hari dan
hilang pada hari ke 4 dan ke 5 dengan kadar bilirubin yang mencapai puncak
10-12 mg/dl, sedangkan pada bayi dengan prematur bilirubin indirek
munculnya sampai 3 sampai 4 hari dan hilang 7 sampai 9 hari dengan kadar
bilirubin yang mencapai puncak 15 mg/dl/hari. Pada ikterus patologis
meningkatnya bilirubin lebih dari 5 mg/dl perhari.
2. Ultrasound untuk mengevaluasi anatomi cabang kantong empedu
3. Radioisotope scan dapat digunakan untuk membantu membedakan hepatitis
dan atresia biliary. (Surasmi, dkk, 2003; Lynn & Sowden, 2009; Widagdo,
2012)
Data penunjang
- Pemeriksaan kadar bilirubin serum (total) (normal = <2mg/dl).
- Pemeriksaan darah tepi lengkap dan gambaran apusan darah tepi.
- Penentuan golongan darah dari ibu dan bayi.
- Pemeriksaan kadar enzim G6PD.
- Pada ikterus yang lama, lakukan uji fungsi hati, uji fungsi tiroid, uji urin
terhadap galaktosemia.
- Bila secara klinis dicurigai sepsis, lakukan pemeriksaan kultur darah, urin,
IT rasio dan pemeriksaan C reaktif protein (CPR).
H. Penatalaksanaan
Menurut Atikah dan Jaya, 2016, cara mengatasi hiperbilirubinemia yaitu:
1. Mempercepat proses konjugasi, misalnya pemberian fenobarbital.
Fenobarbital dapat bekerja sebagai perangsang enzim sehingga konjugasi
dapat dipercepat.
2. Memberikan substrat yang kurang untuk transportasi atau konjugasi.
Contohnya ialah pemberian albumin untuk meningkatkan bilirubion bebas.
3. Melakukan dekomposisi bilirubin dengan fototerapi ini ternyata setelah dicoba
dengan alat-alat bantuan sendiri dapat menurunkan bilirubin dengan cepat.
Walaupun demikian fototerapi tidak dapat menggantikan transfusi tukar pada
proses hemolisis berat. Fototerapi dapat digunakan untuk pra dan pasca
transfusi tukar.

Penatalaksanaan hiperbilirubinemia secara alami :

1. Bilirubin Indirek Penatalaksanaanya dengan metode penjemuran dengan sinar


ultraviolet ringan yaitu dari jam 7.oo – 9.oo pagi. Karena bilirubin fisioplogis
jenis ini tidak larut dalam air.
2. Bilirubin Direk Penatalaksanaannya yaitu dengan pemberian intake ASI yang
adekuat. Hal ini disarankan karna bilirubin direk dapat larut dalam air, dan
akan dikeluarkan melalui sistem pencernaan. (Atikah & Jaya, 2016 ; Widagdo,
2012)
I. WOC
Terlampir.
J. Asuhan Keperawatan Teori
1. Pengkajian
Pengkajian pada kasus hiperbilirubinemia meliputi :
a. Identitas, seperti : Bayi dengan kelahiran prematur, BBLR, dan lebih sering
diderita oleh bayi laki-laki.
b. Keluhan utama Bayi terlihat kuning dikulit dan sklera, letargi, malas
menyusu, tampak lemah, dan bab berwarna pucat.
c. Riwayat kesehatan
1) Riwayat kesehatan sekarang
Keadaan umum bayi lemah, sklera tampak kuning, letargi, refleks hisap
kurang, pada kondisi bilirubin indirek yang sudah .20mg/dl dan sudah
sampai ke jaringan serebral maka bayi akan mengalami kejang dan
peningkatan tekanan intrakranial yang ditandai dengan tangisan
melengking.
2) Riwayat kesehatan dahulu Biasanya ibu bermasalah dengan hemolisis.
Terdapat gangguan hemolisis darah (ketidaksesuaian golongan Rh atau
golongan darah A,B,O). Infeksi, hematoma, gangguan metabolisme
hepar obstruksi saluran pencernaan, ibu menderita DM. Mungkin
praterm, bayi kecil usia untuk gestasi (SGA), bayi dengan letardasio
pertumbuhan intra uterus (IUGR), bayi besar untuk usia gestasi (LGA)
seperti bayi dengan ibu diabetes. Terjadi lebih sering pada bayi pria
daripada bayi wanita.
3) Riwayat kehamilan dan kelahiran Antenatal care yang kurang baik,
kelahiran prematur yang dapat menyebabkan maturitas pada organ dan
salah satunya hepar, neonatus dengan berat badan lahir rendah,
hipoksia dan asidosis yang akan menghambat konjugasi bilirubin,
neonatus dengan APGAR score rendah juga memungkinkan terjadinya
hipoksia serta asidosis yang akan menghambat konjugasi bilirubin.
d. Pemeriksaan fisik
1) Kepala-leher.
Ditemukan adanya ikterus pada sklera dan mukosa.
2) Dada
Ikterus dengan infeksi selain dada terlihat ikterus juga akan terlihat
pergerakan dada yang abnormal.
3) Perut
Perut membucit, muntah, kadang mencret yang disebabkan oleh
gangguan metabolisme bilirubin enterohepatik.
4) Ekstremitas
Kelemahan pada otot.
5) Kulit
Menurut rumus kramer apabila kuning terjadi di daerah kepala dan
leher termasuk ke grade satu, jika kuning pada daerah kepala serta
badan bagian atas digolongkan ke grade dua. Kuning terdapat pada
kepala, badan bagian atas, bawah dan tungkai termasuk ke grade tiga,
grade empat jika kuning pada daerah kepala, badan bagian atas dan
bawah serta kaki dibawah tungkai, sedangkan grade 5 apabila kuning
terjadi pada daerah kepala, badan bagian atas dan bawah, tungkai,
tangan dan kaki.
6) Pemeriksaan neurologis
Letargi, pada kondisi bilirubin indirek yang sudah mencapai jaringan
serebral, maka akan menyebabkan kejang-kejang dan penurunan
kesadaran.
7) Urogenital
Urine berwarna pekat dan tinja berwarna pucat. Bayi yang sudah
fototerapi biasa nya mengeluarkan tinja kekuningan.
NO Diagnosa Kriteria Hasil Intervensi
1. Ikterik Setelah dilakukan Perawatan bayi
neonatus tindakan keperawatan Observasi :
penyebab : selama 3x 24 jam - Monitor TTV bayi (terutama suhu
Penurunan diharapkan integritas 36,5-37,5℃)
bb abnormal kulit dan jaringan Terapeutik :
(>7-8% pada meningkat dengan - Mandikan bayi dengan suhu
bayi baru kriteria hasil : ruangan 21-24℃
lahir yang a. Elastisitas - Mandikan bayi dalam waktu 5-10
menyusu asi, meningkat menit 2 kali dalam sehari
>15% pada b. Hidrasi - Rawat tali pusat secara terbuka
bayi cukup meningkat - Bersihkan pangkal tali pusat
bulan), Pola c. Perfusi jaringan dengan lidi kapas
makan tidak meningkat - Kenakan popok bayi dibawah
ditetapkan d. Kerusakan umbilikus jika tali pusat belum
dengan baik, jaringan menurun terlepas
Kesulitan e. Kerusakan - Lakukan pemijatan bayi
transisi ke lapisan kulit - Ganti popok bayi jika basah
kehidupan menurun - Kenakan pakaian bayi dari bahan
ekstra uterin, f. Nyeri menurun katun
Usia kurang g. Perdarahan Edukasi :
dari 7 hari, menurun - Anjurkan ibu menyusui sesuai
Keterlambat h. Kemerahan kebutuhan bayi
an menurun - Ajarkan ibu cara merawat bayi di
pengeluaran i. Hematoma rumah
feses menurun - Ajarkan cara pemberian makanan
ditandai j. Suhu kulit pendamping asi pada bayi
dengan : membaik >6bulan
Profil darah k. Sensasi membaik
abnormal l. Tekstur membaik
(hemolisis, m. Pertumbuhan
bilirubin rambut membaik
serum total
>2mg/dl),
Membran
mukosa
kuning, Kulit
kuning,
Sklera
kuning
2 Hipertermia Setelah dilakukan Manajemen hipertermia
penyebab : tindakan keperawatan Observasi :
Dehidrasi, selama 3x 24 jam - Identifikasi penyebab
Terpapar diharapkan hipertermia
lingkungan termoregulasi - Monitor suhu tubuh
panas, neonatus membaik - Monitor kadar elektrolit
Proses dengan kriteria hasil : - Monitor haluaran urin
penyakit, a. Menggigil - Monitor komplikasi akibat
Ketidaksesua meningkat hipertermia
ian pakaian b. Akrosianosis Terapeutik :
dengan suhu meningkat - Sediakan lingkungan yang
lingkunga, c. Piloereksi dingin
Peningkatan meningkat - Longgarkan pakaian
suhu d. Konsumsi - Basahi permukaan tubuh
metabolisme, oksigen - Berikan cairan oral
respon meningkat - Ganti linen apabila hiperhidrosis
trauma, e. Kulit memorata - Hindari pemberian antipiretik
aktivitas meningkat - Berikan oksigen jika perlu
berlebihan, f. Dasar kuku Edukasi :
penggunaan sianotik - Anjurkan tirah baring
inkubator meningkat Kolaborasi :
g. Suhu tubuh - Kolaborasi pemberian cairan
menurun dan elektrolit IV bila perlu
h. Suhu kulit
menurun
i. Frekuensi nadi
menurun
j. Pengisian kapiler
menurun
k. Ventilasi
menurun
3 Menyusui Setelah dilakukan Edukasi nutrisi bayi
tidak efektif tindakan keperawatan Observasi :
penyebab : selama 3x 24 jam - Identifikasi kesiapan dan
ketidakadeku diharapkan status kemampuan ibu menerima
atan suplai menyusui membaik informasi
ASI, dengan kriteria hasil : - Identifikasi kemampuan ibu
hambatan a. Perlekatan bayi menyediakan nutrisi
pada pada payudara Terapeutik :
neonatus, ibu meningkat - Sediakan materi dan media
anomali b. Kemampuan ibu pendidikan kesehatan
payudara memposisikan - Jadwalkan penkes sesuai
ibu, bayi dengan kesepakatan
ketidakadeku benar meningkat - Berikan kesempatan kepada ibu
atan refleks c. Miksi bayi lebih untuk bertanya
oksitosin, dari 8 kali/24 jam Edukasi :
ketidakadeku meningkat - Jelaskan tanda tanda bayi lapar
atan refleks d. Berat badan bayi - Anjurkan menghindari
menghisap meningkat pemberian pemanis buatan
bayi, e. Tetsan asi - Ajarkan perilaku hidup sehat
payudara meningkat - Ajarkan cara memilih makanan
bengkak, f. Suplai asi sesuai usia bayi
riwayat adekuat - Ajarkan mengatur frekuensi
operasi meningkat makan sesuai usia bayi
payudara, g. Puting tidak lecet - Anjurkan tetap memberikan ASI
kelahiran setelah 2 minggu saat bayi sakit
kembar melahirkan
ditandai meningkat
dengan : h. Kepercayaan diri
kelelahan ibu meningkat
maternal, i. Intake bayi
kecemasan meningkat
maternal, j. Hisapan bayi
bayi tidak meningkat
mampu k. Lecet puting
melekat pada menurun
payudara l. Kelelahan
ibu, asi tidak maternal
menetes/ menurun
memancar, m. Kecemasan
BAK bayi maternal
kurang dari 8 menurun
kali dalam n. Bayi rewel
24jam, nyeri/ menurun
lecet terus o. Bayi menangis
menerus setelah menyusu
setelah menurun
minggu
kedua, intake
bayi tidak
adekuat, bayi
menghisap
terus
menerus,
bayi
menangis
saat disusui
4 Risiko Setelah dilakukan Manajemen Hipovolemia
hipovolemia tindakan keperawatan 1. Observasi
dengan selama 3x 24 jam a. Periksa tanda gejala
faktor risiko diharapkan status hipovolemia (frekuensi
: kehilangan cairan membaik nadi meningkat, nadi
cairan secara dengan criteria hasil : teraba lemah, tekanan
aktif, a. Kekuatan nadi darah menurun, tekanan
gangguan meningkat nadi menyempit, turgor
absorbsi b. Turgor kulit kulit menurun, membran
cairan, usia meningkat mukosa kering, volume
lanjut, c. Output urin urin meningkat,
kelebihan meningkat hematokrit meningkat,
berat badan, d. Pengisian vena haus, lemah)
status meningkat b. Monitor intake output
hipermetabol e. Ortopnea cairan
ik, kegagalan menurun 2. Terapeutik
mekanisme f. Dispnea menurun a. Hitung kebutuhan cairan
regulasi, g. PND menurun b. Berikan posisi modified
evapoasi, h. Edema anasarka trendelenburg
kekurangan menurun c. Berikan asupan cairan oral
intake i. Keluhan haus 3. Edukasi
cairan, efek menurun a. Anjurkan memperbanyak
agen j. Konsentrasi urin asupan cairan oral
farmakologis menurun b. Anjurkan menghindari
k. Frekuensi nadi perubahan posisi
membaik mendadak
l. Tekanan darah 4. Kolaborasi
membaik a. Kolaborasi pemberian
m. Tekanan nadi cairan IV isotonis
membaik (NaCl,RL)
n. Membran mukosa b. Kolaborasi pemberian
membaik cairan IV hipotonis
o. JVP membaik (glukosa 2,5%, NaCl 0,4%)
p. Kadar Hb, Ht c. Kolaborasi pemberian
membaik cairan koloid (albumin,
q. Hepatomegali plasmanate)
membaik d. Kolaborasi pemberian
r. Oliguria membaik produk darah
s. Intake cairan
membaik
t. Status mental
membaik
u. Suhu tubuh
membaik
5 Risiko Setelah dilakukan Perawatan Integritas Kulit
gangguan tindakan keperawatan Observasi :
integritas selama 3x 24 jam - Ientifikasi dan merawat kulit
kulit/jaringa diharapkan integritas Terapeutik :
n dengan kulit dan jaringan - Ubah posisi tiap 2 jam jika tirah
faktor risiko meningkat dengan baring
: perubahan kriteria hasil : - Lakukan pemijatan area tonjolan
sirkulasi, a. Elastisitas tulang bila perlu
perubahan meningkat - Bersihkan parienal dengan air
status nutrisi, b. Hidrasi hangat
kekurangan/ meningkat - Gunakan produk bahan
kelebihan c. Perfusi jaringan petrolium atau minyak pada
volume meningkat kulit kering
cairan, bahan d. Kerusakan - Hindari produk berbahan kasar
kimia iritatif, jaringan menurun dan alkohol
terapi e. Kerusakan Edukasi :
radiasi, lapisan kulit - Anjurkan menggunakan
kelembapan, menurun pelembab
proses f. Nyeri menurun - Anjurkan minum cukup
penuaan, g. Perdarahan - Anjurkan meningkatkan asupan
neuropati menurun nutrisi
perifer, h. Kemerahan - Anjurkan mnghindari suhu
perubahan menurun ekstrim
hormonal, i. Hematoma - Anjurkan mandi dan
kurang menurun menggunakan sabun secukupnya
terpapar j. Suhu kulit
informasi membaik
tentang k. Sensasi membaik
upaya l. Tekstur membaik
melindungi m. Pertumbuhan
integritas rambut membaik
jaringan

DAFTAR PUSTAKA

Atikah,M,V & Jaya,P. 2015. Buku Ajar Kebidanan Pada Neonatus, Bayi, dan
Balita. Jakarta. CV.Trans Info Media

Kristanti ,H,M. Etika,R. Lestari,P . 2015. Hyperbilirubinemia Treatment Of


Neonatus. Folia Medica Indonesian Vol. 51

Mathindas, S. Wiliar,R. Wahani,A . 2013. Hiperbilirubinemia Pada Neonatus.


Jurnal Biomedik, Volume 5, Nomor 1, Suplemen

Nelson. Waldo E. dkk. 2011. Nelson Ilmu Kesehatan Anak Edisi 15 Vol. 1 . Jakarta.
EGC

Widagdo. 2012. Tatalaksana Masalah Penyakit Anak Dengan Ikterus. Jakarta. Sagung
Seto

Anda mungkin juga menyukai