Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA PASIEN DIABETES MELITUS DI RUANGAN DAHLIA 1


RSUD NGUDI WALUYO WLINGIKABUPATEN BLITAR

Oleh :
RIZKY IRMAWATI
NIM. 40219017

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
INSTITUT ILMU KESEHATAN BHAKTI WIYATA
KEDIRI
2019
LEMBARAN PENGESAHAN

NAMA : RIZKY IRMAWATI

NIM : 40219017

PRODI : PROFESI NERS

PEMBIMBING INSTITUSI PEMBIMBING


LAHAN

( ) (
)
LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN
PADA PASIEN DIABETES MELITUS DI RUANGAN DAHLIA 1
RSUD NGUDI WALUYO WLINGIKABUPATEN BLITAR

A. Definisi
Diabetes Mellitus ialah keadaan hiperglikemia (kelebihan kadar gula darah)
kronik disertai berbagai kelainan metabolik akibat gangguan hormonal yang
menimbulkan komplikasi pada mata, ginjal, saraf, dan pembuluh darah (Nugroho,
2011).
Diabetes mellitus adalah gangguan metabolisme yang ditandai dengan
hiperglikemi yang berhubungan dengan abnormalitas metabolisme karbohidrat,
lemak dan protein yang disebabkan oleh penurunan sekresi insulin atau penurunan
sensitifitas insulin atau keduanya dan menyebabkan komplikasi kronis
mikrovaskular, makrovaskular, dan neuropati (Nurarif & Kusuma, 2015).
Diabetes Mellitus adalah penyakit kronik progresif yang ditandai dengan
ketidakmampuan tubuh untuk melakukan metabolisme karbohidrat, lemak dan
protein, mengarah pada hiperglikemia (kadar glukosa darah tinggi).
B. Etiologi
1. Diabetes Mellitus tipe 1
DM tipe 1, disebut IDDM (Insulin Dependent Diabetes Mellitus) ditandai
dengan destruksi sel beta pulau langerhans akibat proses autoimun.
Destruksi sel-sel pembuat insulin melalui mekanisme imunologik menyebabkan
hilangnya hampir seluruh insulin endogen. Pemberian insulin eksogen terutama
tidak hanya untuk menurunkan kadar glukosa plasma melainkan juga untuk
menghindari ketoasidosis diabetika (KAD) dan mempertahankan kehidupan.
Diabetes yang tergantung insulin ditandai dengan penghancuran sel – sel beta
penkreas yang disebabkan oleh :
 Faktor genetik penderita tidak mewarisi diabetes tipe itu sendiri, tetapi
mewarisi suatu predisposisi atau kecenderungan genetik kearah terjadinya
diabetes tipe 1
 Faktor imunologi (autoimun)
 Faktor lingkungan : virus atau toksin tertentu dapat memicu proses autoimun
yang menimbulakn estruksi sel beta (Nurarif & Kusuma, 2015).
2. Diabetes Mellitus tipe 2
DM tipe 2 disebut NIDDM (Non-Insulin Dependent Diabetes Mellitus) adalah
gangguan yang melibatkan, baik genetik dan faktor lingkungan. DM tipe 2
disebabkan oleh kegagalan relative sel beta dan resistensi insulin. Resistensi
insulin adalah turunnya kemampuan insulin untuk merangsang pengambilan
glukosa oleh jaringan perifer dan untuk menghambat produksi glukosa
oleh hati :
 Tipe 2 dengan obesitas
 Tipe 2 tanpa obesitas
Faktor resiko yang berhubungan dengan proses terjadinya diabetes tipe 2 : usia,
obesitas, riwayat dan keluarga. Hasil pemeriksaan glukosa darah 2 jam pasca
pembedahan dibagi menjadi 3 yaitu :
 < 140 mg/dl = Normal
 140 -< 200 mg/dl = Toleransi glukosa terganggu
 ≥ 200 mg/dl = diabetes
3. Diabetes gestasional
DM gestasional merupakan diagnosis DM yang menerapkan untuk perempuan
dengan intoleransi glukosa atau ditemukan pertama kali selama kehamilan. DM
gestasional terjadi pada 2-5% perempuan hamil namun menghilang ketika
hamilnya berakhir (Black, 2014).
4. Tipe diabetes lainnya
Diabetes melitus tipe khusus merupakan diabetes yang terjadi karena adanya
kerusakan pada pankreas yang memproduksi insulin dan mutasi gen serta
mengganggu sel beta pankreas, sehingga mengakibatkan kegagalan dalam
menghasilkan insulin secara teratur sesuai dengan kebutuhan tubuh. Sindrom
hormonal yang dapat mengganggu sekresi dan menghambat kerja insulin yaitu
sindrom chusing, akromegali dan sindrom genetik (ADA, 2015).
C. Manifestasi Klinis
Beberapa gejala umum yang dapat ditimbulkan oleh penyakit DM diantaranya :
1. Pengeluaran urin (Poliuria)
Poliuria adalah keadaan dimana volume air kemih dalam 24 jam meningkat
melebihi batas normal. Poliuria timbul sebagai gejala DM dikarenakan kadar
gula dalam tubuh relatif tinggi sehingga tubuh tidak sanggup untuk
mengurainya dan berusaha untuk mengeluarkannya melalui urin. Gejala
pengeluaran urin ini lebih sering terjadi pada malam hari dan urin yang
dikeluarkan mengandung glukosa (PERKENI, 2011).
2. Timbul rasa haus (Polidipsia)
Polidipsia adalah rasa haus berlebihan yang timbul karena kadar glukosa
terbawa oleh urin sehingga tubuh merespon untuk meningkatkan asupan cairan
(Subekti, 2009).
3. Timbul rasa lapar (Polifagia)
Pasien DM akan merasa cepat lapar dan lemas, hal tersebut disebabkan karena
glukosa dalam tubuh semakin habis sedangkan kadar glukosa dalam darah
cukup tinggi (PERKENI, 2011).
4. Peyusutan berat badan
Penyusutan berat badan pada pasien DM disebabkan karena tubuh terpaksa
mengambil dan membakar lemak sebagai cadangan energi (Subekti, 2009).
5. Gejala lain yang dikeluhkan adalah kesemutan, gatal, mata kabur, impotensi,
peruritas vulva.
D. Patofisiologi
Diabetes mellitus merupakan penyakit yang disebabkan oleh adanya kekurangan
insulin secara relative maupun absolut. Defisiensi insulin dapat terjadi melalui 3 jalan
yaitu :
a. Rusaknya sel beta pancreas karena pengaruh dari luar (virus, zat kimia
tertentu, dll).
b. Desensitasi atau kerusakan reseptor insulin (down regulation) di jaringan
perifer (Manaf, 2009)
c. Desensitasi atau penurunan insulin reseptor glukosa pada kelenjar pancreas.
Aktivitas insulin yang rendah akan menyebabkan :
1) Penurunan penyerapan glukosa oleh sel-sel disertai peningkatan
pengeluaran glukosa oleh hati melalui proses gluconeogenesis dan
glikogenolisis. Karena sebagian besar sel tubuh tidak dapat mengganggu
glukosa tanpa bantuan insulin, timbul keadaan ironis yakni terjadi
kelebihan glukosa ekstrasel sementara terjadi defisiensi glukosa intrasel.
2) Kadar glukosa yang meninggi ke tingkat dimana jumlah glukosa yang
difiltrasi melebihi kapasitas sel-sel tubulus melakukan reabsorpsi dan
menyebabkan glukosa muncul pada urin, keadaan ini dinamakan
glukosaria.
3) Glukosa pada urin menimbulkan efek osmotic yang menarik H2O
bersamanya. Keadaan ini menimbulkan diuresis osmotic yang ditandai
dengan polyuria (sering berkemih)
4) Cairan yang keluar dari tubuh secara berlebihan akan menyebabkann
kegagalan sirkulasi perifer karena volume darah turun mencolok.
Kegagalan sirkulasi perifer, apabila tidak diperbaiki dapat menyebabkan
kematian karena penurunan aliran darah ke otak atau menimbulkan
gagal ginjal sekunder akibat tekanan filtrasi yang tidak adekuat.
5) Selain itu, sel-sel kehilangan air karena tubuh mengalami dehidrasi
akibat perpindahan osmotic air dari dalam sel ke cairan ekstrasel yang
hipertonik. Akibatnya timbul polydipsia (rasa haus berlebihan) sbagai
mekanisme kompensasi untuk mengatasi dehidrasi.
6) Defisiensi glukosa intrasel menyebabkan “sel kelaparan” akibatnya
nafsu makan meninngkat sehingga timbul polifagia.
7) Efek defisiensi insulin pada metabolism lemak menyebabkan penurunan
sintesis trigliserida dan peningkatan tiposis. Hal ini akan menyebabkan
mobilisasi besr-besaran asam lemak dari simpanan trigliserida.
Peningkatan asam lemak dalam darah sebagian besar digunakan oleh sel
sebagai sumber energy alternative karena glukosa tidak dapat masuk ke
dalam sel.
8) Efek insulin pada metabolism protein menyebabkan pergeseran netto
kea rah metabolism protein. Penguraian protein-protein otot
menyebabkan otot rangka kisut dan melemah sehingga terjadi
penurunan berat badan (Sherwood, 2001)
Patofisiologi diabetes gestasional
Gestational diabetes terjadi ketika ada hormon antagonis insulin yang
berlebihan saat kehamilan. Hal ini menyebabkan keadaan resistensi insulin dan
glukosa tinggi pada ibu yang terkait dengan kemungkinan adanya reseptor
insulin yang rusak (NIDDK, 2014 dan ADA, 2014).
E. Komplikasi
Diabetes melitus merupakan salah satu penyakit yang dapat menimbulkan berbagai
macam komplikasi, antara lain :
1. Komplikasi metabolik akut
Kompikasi metabolik akut pada penyakit diabetes melitus terdapat tiga macam
yang berhubungan dengan gangguan keseimbangan kadar glukosa darah jangka
pendek, diantaranya :
a. Hipoglikemia
Hipoglikemia (kekurangan glukosa dalam darah) timbul sebagai
komplikasi diabetes yang disebabkan karena pengobatan yang kurang tepat
(Smeltzer & Bare, 2008).
b. Ketoasidosis diabetic
Ketoasidosis diabetik (KAD) disebabkan karena kelebihan kadar glukosa
dalam darah sedangkan kadar insulin dalam tubuh sangat menurun
sehingga mengakibatkan kekacauan metabolik yang ditandai oleh trias
hiperglikemia, asidosis dan ketosis (Soewondo, 2006).
c. Sindrom HHNK (koma hiperglikemia hiperosmoler nonketotik)
Sindrom HHNK adalah komplikasi diabetes melitus yang ditandai dengan
hiperglikemia berat dengan kadar glukosa serum lebih dari 600 mg/dl
(Price & Wilson, 2006).
2. Komplikasi metabolik kronik
Komplikasi metabolik kronik pada pasien DM menurut Price & Wilson
(2006) dapat berupa kerusakan pada pembuluh darah kecil (mikrovaskuler) dan
komplikasi pada pembuluh darah besar (makrovaskuler) diantaranya:
a. Komplikasi pembuluh darah kecil (mikrovaskuler)
Komplikasi pada pembuluh darah kecil (mikrovaskuler) yaitu :
1) Kerusakan retina mata (Retinopati)
Kerusakan retina mata (Retinopati) adalah suatu mikroangiopati ditandai
dengan kerusakan dan sumbatan pembuluh darah kecil (Pandelaki,
2009).
2) Kerusakan ginjal (Nefropati diabetik)
Kerusakan ginjal pada pasien DM ditandai dengan albuminuria menetap
(>300 mg/24jam atau >200 ih/menit) minimal 2 kali pemeriksaan dalam
kurun waktu 3-6 bulan. Nefropati diabetik merupakan penyebab utama
terjadinya gagal ginjal terminal.
3) Kerusakan syaraf (Neuropati diabetik)
Neuropati diabetik merupakan komplikasi yang paling sering ditemukan
pada pasien DM. Neuropati pada DM mengacau pada sekelompok
penyakit yang menyerang semua tipe saraf (Subekti, 2009).
b. Komplikasi pembuluh darah besar (makrovaskuler)
Komplikasi pada pembuluh darah besar pada pasien diabetes yaitu stroke
dan risiko jantung koroner.
1) Penyakit jantung coroner
Komplikasi penyakit jantung koroner pada pasien DM disebabkan
karena adanya iskemia atau infark miokard yang terkadang tidak disertai
dengan nyeri dada atau disebut dengan SMI (Silent Myocardial
Infarction) (Widiastuti, 2012).
2) Penyakit serebrovaskuler
Pasien DM berisiko 2 kali lipat dibandingkan dengan pasien non-DM
untuk terkena penyakit serebrovaskuler. Gejala yang ditimbulkan
menyerupai gejala pada komplikasi akut DM, seperti adanya keluhan
pusing atau vertigo, gangguan penglihatan, kelemahan dan bicara pelo
(Smeltzer & Bare, 2008).
F. Pemeriksaan Penunjang
1. Kadar glukosa darah
Table : kadar glukosa darah sewaktu dan puasa dengan metode enzimatik
sebagai patokan penyaring

Kadar Glukosa Darah Sewaktu (mg/dl)


Kadar Glukosa Darah DM Belum Pasti
Sewaktu DM

Plasma vena >200 100 – 200

Darah Kapiler >200 80 – 100


Kadar Glukosa Darah Puasa (mg/dl)
Kadar Glukosa Darah DM Belum Pasti

Puasa DM

Plasma vena >120 110 – 120

Darah kapiler >120 90 – 110


2. Kriteria diagnostic WHO untuk diabetes mellitus pada sedikitnya 2 kali
pemeriksaan
a. Glukosa plasma sewaktu >200 mg/dl (11,1 mmol/L)
b. Glukosa plasma puasa >140/dl (7,8 mmol/L)
c. Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian sesudah
mengkonsumsi 75 gr karbohidrat (2 jam post pradial (pp) > 200 mg/dl)
3. Tes Laboratorium DM
Jenis tes pada pasien DM dapat berupa tes saring, tes diagnostik, tes
pemantauan terapi dan tes untuk mendeteksi komplikasi.
4. Tes saring
Tes – tes saring pada DM adalah :
a. GDP(Gula Darah Puasa),GDS(Gula Darah Sewaktu)
b. Tes glukosa urin :
 Tes konvensional (metode reduksi/Benedict)
 Tes carik celup (metode glucose oxidase/hexokinase (Nurarif &
Kusuma, 2015).
5. Tes diagnostik
Tes – tes diagnostik pada DM adalah : GDP, GDS, GD2PP (Glukosa Darah 2
jam Post Prandial), Glukosa jam ke-2 TTGO (Nurarif & Kusuma, 2015).
6. Tes untuk mendeteksi komplikasi
Tes – tes untuk mendeteksi komplikasi adalah :
a. Mikroalbuminaria : urin
b. Ureum, kreatinin, asam urat
c. Kolesterol (total, LDL, HDL dan Trigliserida) : plasma vena (puasa)
(Nurarif & Kusuma, 2015)
G. Penatalaksanaan
Dalam jangka pendek penatalaksanaan DM bertujuan untuk menghilangkan
keluhan/gejala DM. Sedangkan tujuan jangka panjangnya adalah untuk mencegah
komplikasi. Tujuan tersebut dilaksanakan dengan cara menormalkan kadar glukosa ,
lipid dan insulin. Untuk mempermudah tercapainya tujuan tersebut kegiatan
dilaksanakan dalam bentuk pengelolaan pasien secara holistik dan mengajarkan
kegiatan mandiri. Untuk pasien berumur 60 tahun ke atas, sasaran glukosa darah lebih
tinggi daripada biasa (puasa < 150 mg/dl dan sesudah makan <200 mg/dl (Nurarif &
Kusuma, 2015).
Kerangka utama penatalaksanaan DM yaitu perencanaan makan, latihan
jasmani, obat hipoglikemik,dan penyuluhan.
1. Perencanaan makan (meal planning)
Prinsipnya menggunakan 3J (tepat jenis, jumlah, dan jadwal). Selain itu pada
consensus Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PERKENI) telah ditetapkan
bahwa standar yang dianjurkan adalah santapan dengan komposisi seimbang
berupa karbohidrat (60-70%), protein(10-15%), dan lemak (20-25%).
a. Cara menghitung kalori pada pasien DM
Presentase jumlah kalori diit DM harus disesuaikan oleh status gizi pada
penderita, penentuan gizi dilaksanakan dengan menghitung presentase of
relative body weight (BBR = Berat Badan Normal) dengan rumus :

BB = BB (kg) x 100 %

TB (cm) - 100
2. Latihan jasmani
Dianjurkan latihan jasmani teratur 3 – 4 kali tiap minggu selama ± 30 menit
yang sifatnya sesuai CRIPE (Continous Rgytmical Interval Progressive
Endurance Training) Latihan dilakukan terus menerus tanpa berhenti, otot-otot
berkontraksi dan relaksasi secara teratur , selang-seling antara gerak cepat dan
lambat, berangsur-angsur dari sedikit ke latihan yang lebih berat secara bertahap
dan bertahan dalam waktu tertentu. Latihan yang dapat dijadikan pilihan adalah
jalan kaki, jogging, lari, renang, bersepeda.
Sedapat mungkin mencapai zona sasaran atau zona latihan , yaitu 75 – 85%
denyut nadi maksimal. Denyut nadi maksimal (DNM) dapat dihitung dengan
menggunakan formula berikut: (Bararah, 2013).
DNM = 220 – umur (dalam tahun)
3. Obat hipoglikemik
a. Obat Hipoglikemik (OHO)
1) Sulfonilurea
Obat golongan sulfonirea bekerja dengan cara :
 Menstimulasi penglepasan insulin yang tersimpan
 Menurunkan ambang sekresi insulin
 Meningkatkan sekresi insulin sebagai akibat rangsangan glukosa
Klorpropamid kurang dianjurkan pada keadaan insufisiensi renal dan
orang tua karena risiko hipoglikemia yang berkepanjangan, demikian
juga glibenklamid. Untuk orang tua dianjurkan preparat dengan waktu
kerja pendek (tolbutamid, glikuidon). Glikuidon juga diberikan pada
pasien DM dengan gangguan fungsi ginjal atau hati ringan.
2) Biguanid
Biguanid menurunkan kadar glukosa darah tapi tidak sampai di bawah
normal. Preparat yang ada dan aman adalah metformin. Obat ini
dianjurkan untuk pasien gemuk (Indeks Masa Tubuh / IMT 30) sebagai
obat tunggal. Pada pasien dengan berat lebih (IMT 27 – 30), dapat
dikombinasi dengan obat golongan sulfonylurea.
3) Inhibitor α glucosidase
Obat ini bekerja secara kompetitif menghambat kerja enzim α
glucosidase di dalam saluran pencernaan, sehingga menurunkan
penyerapan glukosa dan menurunkan hiperglikemia pascaprandial
4) Insulin Sensitizing agent
Thoazolidinediones adalah golongan obat baru yang mempunyai efek
farmakologi meningkatkan sensitiviats insulin. Sehingga bias
mengalami masalah resistensi insulin dan berbagai masalah akibat
resistensi insulin tanpa menyebabkan hiperglikemia (Black, 2014).
H. Asuhan Keperawatan Teori
a) Pengkajian
1. Identitas
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, alamat
status perkawinan, suku bangsa, nomor register, tanggal masuk rumah
sakit dan diagnosa medis.
2. Riwayat kesehatan sekarang
Berisi tentang upaya yang telah dilakukan oleh pasien untuk mengatasi
penyakitnya.
3. Keluhan utama
Adanya rasa kesemutan pada kaki/ tungkai bawah, rasa raba yang
menurun, adanya luka yang tidak sembuh – sembuh dan berbau, adanya
nyeri pada luka. (Bararah, 2013).
4. Riwayat kesehatan dahulu
Adanya riwayat penyakit DM atau penyakit lain yang ada kaitannya
dengan defisiensi insulin misalnya penyakit pancreas. Adanya riwayat
penyakit jantung, obesitas, maupun arterosklerosis, tindakan medis yang
pernah di dapat maupun obat-obatan yang biasa digunakan oleh pasien.
5. Riwayat penyakit keluarga
Dari keluarga biasanya terdapat salah satu anggota keluarga yang juga
menderita DM atau penyakit keturunan yang dapat menyebabkan
terjadinya defisiensi insulin misalkan hipertensi, jantung. (Bararah, 2013).
6. Riwayat Pengobatan
Pengobatan pasien dengan diabetes mellitus tipe 1 menggunakan terapi
injeksi insulin eksogen harian untuk kontrol kadar gula darah. Sedangkan
pasien dengan diabetes mellitus biasanya menggunakan OAD (Obat Anti
Diabetes) oral seperti sulfonilurea, biguanid, meglitinid, inkretin,
amylonomimetik, dll (Black, 2014).
7. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum
 Kesadaran : Pasien dengan DM biasanya datang ke RS dalam
keadaan komposmentis dan mengalami hipoglikemi akibat reaksi
pengguanaan insulin yang kurang tepat. Biasanya pasien
mengeluh gemetaran, gelisah, takikardia (60-100 x per menit),
tremor, dan pucat (Bararah, 2013).
 Tanda – tanda vital : Pemeriksaan tanda vital yang terkait dengan
tekanan darah, nadi, suhu, turgor kulit, dan frekuensi
pernafasan. (Bararah, 2013).
b. Body System
1) Sistem pernapasan
 Inspeksi : lihat apakah pasien mengalami sesak napas
 Palpasi : mengetahui vocal premitus dan mengetahui adanya
massa, lesi atau bengkak.
 Auskultasi : mendengarkan suara napas normal dan napas
tambahan (abnormal : weheezing, ronchi, pleural friction rub
) (Bararah, 2013).
2) Sistem kardiovaskuler
 Inspeksi: amati ictus kordis terlihat atau tidak
 Palpasi: takikardi/bradikardi, hipertensi/hipotensi, nadi
perifer melemah atau berkurang.
 Perkusi: Mengetahui ukuran dan bentuk jantung secara kasar,
kardiomegali.
 Auskultasi: Mendengar detak jantung, bunyi jantung dapat
didiskripsikan dengan S1, S2 tunggal (Bararah, 2013)
3) Sistem Persyarafan
Terjadi penurunan sensoris, parasthesia, anastesia, letargi,
mengantuk, reflex lambat, kacau mental, disorientasi. (Bararah,
2013).
Pasien dengan kadar glukosa darah tinggi sering mengalami
nyeri saraf. Nyeri saraf sering dirasakan seperti mati rasa,
menusuk, kesemutan, atau sensasi terbakar yang membuat pasien
terjaga waktu malam atau berhenti melakukan tugas
harian (Black, 2014).
4) Sitem Perkemihan
Poliuri, retensi urine, inkontinensia urine, rasa panas atau sakit
saat proses miksi (Bararah, 2013).
5) Sistem Pencernaan
Terdapat polifagi, polidipsi, mual, muntah, diare, konstipasi,
dehidrasi, perubahan berat badan, peningkatan lingkar abdomen.
(Bararah, 2013).
Neuropati aoutonomi sering mempengaruhi gastro intestinal.
Pasien mungkin dysphagia, nyeri perut, mual, muntah,
penyerapan terganggu, hipoglikemi setelah makan, diare,
konstipasi dan inkontinensia alvi (Black, 2014).
6) Sistem integument
 Inspeksi : Melihat warna kulit, kuku, cacat warna, bentuk,
memperhatikan jumlah rambut, distribusi dan teksturnya.
 Palpasi: Meraba suhu kulit, tekstur (kasar atau halus),
mobilitas, meraba tekstur rambut (Bararah, 2013).
7) Sistem muskuluskeletal
Penyebaran lemak, penyebaran massa otot, perubahan tinggi
badan, cepat lelah, lemah dan nyeri (Bararah, 2013).
8) Sistem endokrin
Autoimun aktif menyerang sel beta pancreas dan produknya
mengakibatkan produksi insulin yang tidak adekuat yang
menyebabkan DM tipe 1. Respon sel beta pancreas terpapar
secara kronis terhadap kadar glukosa darah yang tinggi menjadi
progresif kurang efisien yang menyababkan DM tipe 2 (Black,
2014).
9) Sistem reproduksi
Anginopati dapat terjadi pada sistem pembuluh darah di organ
reproduksi sehingga menyebabkan gangguan potensi seks,
gangguan kualitas, maupun ereksi, serta memberi dampak pada
proses ejakulasi (Bararah, 2013).
10) Sistem penglihatan
Retinopati diabetic merupakan penyebab utama kebutan pada
pasien diabetes mellitus (Black, 2014).
11) Sistem imun
Klien dengan DM rentan terhadap infeksi. Sejak terjadi infeksi,
infeksi sangat sulit untuk pengobatan. Area terinfeksi sembuh
secara perlahan karena kerusakan pembuluh darah tidak
membawa cukup oksigen, sel darah putih, zat gizi dan antibody
ke tempat luka. Infeksi meningkatkan kebutuhan insulin dan
mempertinggi kemungkinan ketoasidosis (Black, 2014).
b) Diagnos Keperawatan
1. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan perifer
2. Defisit nutrisi
3. Gangguan persepsi sensori: penglihatan
4. Resiko ketidakstabilan kadar glukosa darah
5. Resiko gangguan integritas kulit / jaringan.
c) Intervensi Keperawatan
No Diagnosa keperawatan SLKI SIKI
1 Resiko ketidakefektifan Setelah dilakukan tindakan Observasi
perfusi jaringan perifer keperawatan, diharapkan 1. Monitor status oksigen
keadekuatan aliran darah 2. Monitor status cairan
Faktor resiko : 3. Monitor status kesadaran dan
pembuluh darah distal
respon pupil
1. Hiperglikemi untuk mempertahankan
2. Gaya hidup kurang gerak jaringan meningkat Terapeutik
3. Hipeertensi
4. Merokok Kriteria hasil : 1. Berikan oksigen
5. Produser endovaskuler 2. Pasang jalur iv
6. Trauma 1. Denyut nasi perifer 3. Pasang kateter urien
7. Kurang terpapar meningkat
informaasi tentang faktor 2. Penyembuhan luka Edukasi
pemberat meningkat
3. Warna kulit pucat 1. Jelaskan tanda dan gejala syok
menurun 2. Anjurkan lapor jika merasakan
4. Edema perifer menurun tanda dan gejala awal syok
5. Kelemahan otot 3. Anjurkan memperbanyak
menurun asupan cairan oral
6. Nekrosis menuurn
7. Pengisian kapiler Kolaborasi
membaik
8. Akral memebaik 1. Kolaborasi pemberian iv
9. Turgor kuliat membaik 2. Kolaborasi pemberian transfusi
10. TTV membaik darah
3. Kolaborasi pemberian
antiinflamasi

2 Defisit nutrisi Setelah dilakukan tindakan Observasi


keperawatan, diharapkan 1. Identifikasi status nutrisi
Penyebab : keadekuatan asupan nutrisi 2. Identifikasi kebutuhan kalori
untuk memenuhi dan nutrien
1. Ketidakmampuan 3. Monitor asupan makanan
menelan kebutuhan metabolisme
2. Ketidakmampuan membaik Terapeutik
mencerna makanan
3. Ketudakmampuan Kriteria hasil : 1. Fasilitasi menentukan pedoman
mengabsorsi nutruien diet
4. Peningkatan kebutuhan 1. Porsi makanan yang
metabolisme dihabiskan meningkat Edukasi
5. Faktor ekonomi 2. Pengetahuan memilih
6. Faktor psikologis makanan dan minuman 1. Ajarkan diet yang
yang sehat diprogramkan
3. Berat badan membaik
4. Frekuensi makan Kolaborasi
membaik
1. Kolaborasi demngan tim ahli
gizi untuk menentukan jumalh
kalori dan jenis nutrien

3 Gangguan persepsi sensori: Setelah dilakukan tindakan Observasi


penglihatan keperawatan, diharapkan 1. Monitor tanda-tanda vital
ganguan persepsi sendori 2. Monitor kebutuhan nutrisi dan
Penyebab : membaik eliminasi
1. Gangguan penglihatan
2. Gangguan pendengaran
3. Gangguan penghidupan Kriteria hasil :
4. Gangguan perabaan
5. Hipoksia serebral 1. Pasien mematuhi
6. Penyalahgunaan zat dietnya
7. Usia lanjut
2. Kadar gula darah
8. Pemannan toksin
lingkungan dalam batas normal
(GD1 = 70-130mg/dl,
GD2 = < 180 mg/dl)
3. Tidak ada tanda-tanda
hiperglikemia/hipoglik
emia
4 Resiko ketidakstabilan kadar Setelah dilakukan tindakan Obsevasi
glukosa darah keperawatan, diharapkan 1. Identifikasi kemingkinan
kadar glukosa darah berada penyebab hiperglikemia
Faktor resiko : 2. Identifikasi tanda gejala
pada rentang normal
hipoglikemia
1. Kurang terpapar 3. Monitor kadar glukosa darah
informasi tntang Kriteria hasil :
4. Monitor tanda dan gejala
menejemen diabetes hiperglikemia
2. Ketidaktepatan 1. Mengantuk menurun
pemantauan glukosa 2. Pusing menurun Terapeutik
darah 3. Lelah/lesu menurun
3. Kurang patuh pada 4. Keluhan lapar menurun 1. Konsulatsi dengan tim medis
rencana manajemen 5. Gemetar menurun jika tanda dan gejala
diabetes 6. Berkrtingat menurun hiperglikemia tetap ada atau
4. Manajemen medikasi 7. Kadar glukosa dalam memburuk
tidak terkontrol darah membaik 2. Berikan karbohidrat kompleks
5. Kehamilan dan protein sesuai diet
6. Periode pertumbuhan
cepat Edukasi
7. Stres berlebihan
8. Penambhan berat badan 1. Anjurkan monitor kadar
9. Kurang dapat menerima glukosa darah secara mandiri
diagnosis 2. Anjurkan kepatuhan terhadap
diet dan olahraga
3. Ajarkan pengelolaan diabetes
(penggunaan insulin)

Kolaborasi

1. Kolaborasi pemberian insulin


2. Kolaborasi pemberian kalium
3. Kolaborasi pemberian glukagon

5 Resiko gangguan integritas Setelah dilakukan tindakan Obesrvasi


kulit / jaringan keperawatan, diharapkan 1. Identifikasi penyebab
keutuhan kulit atau gangguan integritas kulit
Faktor resiko : jaringan meningkat
1. Perubahan sirkulasi Terapeutik
2. Perubahan status nutrisi Kriteria hasil :
3. Kekurangan/kelebihan 1. Hindari produk berbahan dasar
1. Elastisitas meningkat alkohol pada kulit kering
volume cairan
2. Hidrasi meningkat
4. Penurunan mobilitas Edukasi
3. Perfusi jaringan
5. Bahan kimia iritatif meningkat
6. Suhu lingkungan yang 4. Kerusakan jaringan 1. Anjurkan menggunakan
ekstrim menurun pelembab
7. Faktor mekanis 5. Kerusakan lapisan kulit 2. Anjurkan minum air yang
menurun cukup
8. Terapi radiasi
6. Nyeri menurun 3. Anjurkan meningkatkan
9. Kelembabpan 7. Perdarahan menurun asupan nutrisi
10. Proses penuaan 8. Kemerahan mnurun 4. Anjurkan meningkatkan
11. Neuropati perifer 9. Nekrosis menurun asupan buah dan sayur
12. Perubahan 10. Suhu kulit membaik
pigmentasi 11. Tekstur membaik
13. Perubahan hormonal
14. Penekanan pada
tinjolan tulang
15. Kurang terpapar
informasi tentang upaya
mempertahankan/
melindungi integritas
jaringan
DAFTAR PUSTAKA

Amin Huda Nurarif, S. 2015. APLIKASI Asuhan Keperawatan Berdasarkan


Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Yogyakarta: Media Action.

Bararah, T. 2013. Asuhan Keperawatan. Jakarta: Prestasi Pustakaraya.

Black, J. M. 2014. Keperawatan Medikal Bedah. Indonesia: CV Pentasada Media


Eduksi.

Jauhar, M. 2013. Asuhan Keperawatan. Jakarta: Prestasi Pustaka.

Nugroho, D. T. 2011. Asuhan Keperawatan. Yogyakarta: Nuha Medika.

PPNI. 2017. Standar Diagnosisi Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan: Tim Prokja
SDKI DPP PPNI.

Wilkinson, J. M. 2013. Diagnosa Keperawatan Edisi 9. Jakarta: EGC.

Wilkinson, J. M. 2017. Diagnosis Keperawatan edisi 10. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai