Anda di halaman 1dari 44

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pneumonia adalah radang parenkim paru. Kebanyakan kasus pneumonia
disebabkan oleh mikroorganisme, tetapi ada sejumlah penyebab nonifeksi yang
kadang-kadang perlu dipertimbangkan, selain itu pneumonia juga seringkali
disebabkan oleh virus dan bakteri. Pneumonia bacterial (atau pneumokokus)
secara khas diawali dengan awitan menggigil, demam yang timbul dengan
cepat, dan nyeri dada yang terasa ditusuk-tusuk yang dicetuskan oleh bernapas
dan batuk. Pneumonia atipikal beragam dalam gejalanya, tergantung pada
organisme penyebab. Pneumonia akibat virus kebanyakan didahului gejala-
gejala pernapasan beberapa hari, termasuk rhinitis dan batuk.
Pneumonia merupakan infeksi saluran nafas bawah yang masih menjadi
masalah kesehatan di Negara berkembang maupun Negara maju. menurut
survey demografi kesehatan Indonesia, angka kematian balita pada tahun 2007
sebesar 44 per 1000 kelahiran hidup. Menurut Riskesdas, penyebab kematian
balita karena pneumonia adalah nomer 2 dari seluruh kasus kematian balita
(15,5%). Sehingga jumlah kematian balita akibat pneumonia tahun 2007 adalah
30.470 balita, atau rata-rata 83 balita meninggal setiap hari akibat pneumonia.
Prevalensi pneumonia pada balita usia kurang dari 1 tahun di Provinsi Jawa
Timur pada tahun 2007 adalah 0,2%, sedangkan untuk usia 1-4 tahu mencapai
0,7%. Dari hasil pencatatan dan pelaporan tahun 2012, cakupan penemuan
penderita pneumonia balita di Jawa Timur sebesar 27,08% dengan jumlah
penderita yang dilaporakan oleh kabupaten/kota adalah 84.392 orang. Target
cakupan penemuan penderita pneumonia balita pada than 2012 adalah sebesar
80% dari 38 kabupaten/kota yang mencapai target tersebut hanyalah 3
kabupaten/kota yaitu Kabupaten Bojonegoro, Kota Pasuruan dan Kabupaten
Gresik. Rendahnya capaian target penemuan penderita pneumonia karena
masih ada petugas puskesmas yang kurang memahami pengklasifikasian
pneumonia pada balita, kurang aktifnya deteksi dini pneumonia atau masih

1
belum optimalnya dalam tatalaksana penderita pneumonia dan rendahnya
kelengkapan laporan dari puskesmas yang ada di kabupaten/kota.
Mengingat pneumonia merupakan salah satu penyakit berat yang dapat
mengancam jiwa, termasuk di dalamnya adalah balita maka diperlukan
penanganan yang serius agar kasus pneumonia dapat menurun presentasi
kejadiannya. Jika tidak maka akan dapat menimbulkan komplikasi pada sistem
tubuh.
Dalam proses perawatan dan pengobatan pada klien dengan gangguan
pneumonia, klien diposisikan dalam keadaan fowler dengan sudut 45o. serta
pemberian O2 yang adekuat untuk menurunkan perbedaan O2 di alveoli-arteri,
dan mencegah hipoksia seluler. Dapat juga dilakukan dengan pemberian cairan
intravena untuk IVline dan pemenuhan hidrasi tubuh untuk mencegah
penurunan dan volume cairan tubuh secara umum. Maka dari itu diperlukan
proses keperawatan pada pasien pneumonia dengan tepat agar tidak terjadi
komplikasi, mendukung proses penyembuhan, menjaga/mengembalikan fungsi
respirasi, dan memberikan insformasi tentang proses penyakit/prognosis dan
treatment.

1.2 Tujuan
a) Tujuan Umum
Mahasiswa dapat memahami konsep teori dan asuhan keperawatan klien
dengan gangguan sistem pernapasan, khususnya pneumonia.

b) Tujuan khusus
1) Konsep teori
a) Menjelaskan anatomi dan fisiologi sistem pernapasan
b) Mengetahui definisi pneumonia
c) Mengetahui etiologi pneumonia
d) Mengetahui patofisiologi dan WOC pneumonia
e) Mengetahui manifestasi klinis pneumonia
f) Mengetahui penatalaksanaan pneumonia
g) Mengetahui komplikasi pneumonia

2
h) Mengetahui prognosis pneumonia
i) Dapat menjelaskan proses keperawatan pada klien pneumonia
j) Dapat memberikan asuhan keperawatan pada klien pneumonia

2) Asuhan keperawatan klien dengan gangguan pneumonia


a) Menjelaskan tentang pengkajian klien dengan pneumonia
b) Menjelaskan tentang diagnosis keperawatan klien dengan
pneumonia
c) Menjelaskan intervensi dan rasional tindakan kepada klien dengan
pneumonia

1.3 Manfaat
a) Untuk memermudah mahasiswa dalam mencari sumber informasi
mengenai pneumonia
b) Untuk menambah literatur/referensi mengenai pneumonia

3
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Anatomi dan fisiologi sistem pernapasan


A) Anatomi dan fisiologi sistem pernapasan
1) Organ-organ pernapasan atas
a) Hidung
Hidung merupakan saluran udara yang pertama, mempunyai 2 lubang,
dipisahkan oleh sekat hidung (septum oil) di dalamnya terdapat bulu-bulu
yang berguna untuk menyaring udara, debu, dan kotoran yang masuk ke
dalam lubang hidung. Hidung terdiri dari hidung luar dan nasi di belakang
hidung luar.
b) Faring
Merupakan tempat persimpangan antara jalan napas dan jalan
makanan. Terdapat di bawah dasar tengkorak, di belakang rongga hidung
dan mulut sebelah depan ruas tulang leher. Faring dibagi atas tiga bagian:
(1) Bagian atas yang sama tingginya dengan koana yang disebut
nasofaring. Terletak tepat di belakang cavum nasi, di bawah basis cranii dan di
depan vertebrae cervicalis I dan II.
(2) Bagian tengah yag sama tingginya dengan ismus fausium disebut
orofaring. Orofaring berhubungan ke bawah dengan laringofaring, merupakan
bagian dari faring yang terletak tepat di belakang laring, dan dengan ujung atas
esophagus.
(3) Bagian abawah sekat, dinamakan langiofaring.
c) Laring
Merupakan saluran pendek yang menghubungkan faring dan trakea
dan bertindak sebagai pembentuk suara.

2) Organ saluran pernapasan bawah


a) Trakea
Merupakan lanjutan dari laring yang dibentuk oleh 16-20 cincin yang
terdiri dari tulang-tulang rawan yang berbentuk seperti kuku kuda. Panjang

4
trakea 9-11 cm dan di belakang terdiri dari jaringan ikat yang dilapisi oleh
oto polos.
b) Bronkhial dan alveoli
Ujung distal trakea membagi menjadi bronki primer kanan dan kiri
yang terletak di dalam rongga dada. Fungsi percabangan bronkial untuk
memberikan saluran bagi udara antara trakea dan alveoli.
Alveoli berjumlah 300-500 juta di dalam paru-paru, fungsinya adalah
sebagai satu-satunya tempat pertukaran gas antara lingkungan eksternal dan
aliran darah.
c) Paru-paru
Merupakan sebuah alat tubuh yang sebagian besar terdiri dari
gelembung-gelembung (gelembung hawa alveoli). Gelembung-gelembung
alveoli ini terdiri dari sel-sel epitel dan endotel.

Banyaknya gelembung paru-paru ini kurang lebih 700.000.000 buah


(paru kanan dan kiri. Kapasitas paru-paru:
(1) Kapasitas total
Jumla udara yang dapat mengisi paru-paru pada inspirasi sedalam-
dalamnya.
(2) Kapasitas vital
Jumlah udara yang dapat dikeluarkan setelah ekspirasi maksimal
Bagian-bagian paru:
a) Pleura adalah bagian terluar dri paru-paru dikelilingi oleh
membran halus, licin atau pleura.
b) Mediastinum adalah bagian dinding yang membagi rongga
toraks menjadi 2 bagian.
c) Lobus adalah bagian paru-paru dibagi menjadi lobus kiri terdiri
atas lobus bawah dan atas tengah dan bawah.
d) Bronkus dan bronkiolus terdapat beberapa divisi bronkus di
dalam setiap lobus paru. Bronkiolus adalah percabangan dari
bronkus.

5
e) Alveoli paru terbentuk oleh sekitar 300 juta alveoli yang
tersusun dalam kloster antara 15-20 alveoli.

d) Toraks
Rongga toraks terdiri dari rongga pleura kanan dan kiri dan bagian
tengah yang disebut mediastinum. Toraks mempunyai peranan penting
dalam pernapasan, karena bentuk elips dari tulang rusuk dan sudut
perlekatannya tulang belakang. Perubahan dalam ukuran toraks inilah
yang memungkinkan terjadinya proses inspirasi dan ekspirasi.

B) Fisiologi pernapasan
Pernapasan adalah peristiwa menghirup udara dari luar yang mengandung
oksigen ke dalam tubuh serta menghembuskan udara yang banyak mengandung
CO2 sebagai sisa dari oksidasi keluar dari tubuh. Penghisapan udara ini disebut
inspirasi dan menghembuskan disebut ekspirasi.
Pernapsan paru-paru merupakan pertukaran oksigen dan karbondioksida
yang terjadi pada paru-paru. Pernapasan melalui paru-paru atau pernapasan
eksterna oksigen diambil melalui mulut dan hidung pada waktu bernapas
dimana oksigen masuk melalui trakea sampai ke alveoli berhubungan dengan
darah dalam kapiler pulmonar, alveoli memisahkan oksigen dari darah, O2
menembus membran, diambil oleh sel darah merah dibawa ke jantung dan dari
jantung dipompakan ke seluruh tubuh. Guna pernapasan:
1) Mengambil O2 yang kemudian di bawa oleh darah ke seluruh tubuh (sel-
selnya) untuk mengadakan pembakaran.
2) Mengeluarkan CO2 yang terjadi sebagai sisa dari pembakaran, kemudian
dibawa oleh darah ke paru-paru untuk dibuang (karena tidak berguna lagi
oleh tubuh).
3) Menghangatkan dan melembabkan udara.
Pernapasan dalam keadaan normal
Orang dewasa : 16-24 kali/menit
Anak-anak kira-kira : 24 kali/menit
Bayi kira-kira : 30 kali/menit

6
Paru adalah struktur elastik yang dibungkus dalam sangkar toraks, yang
merupakan suatu bilik udara kuat dengan dinding yang dapat menahan tekanan.
Efek dari gerakan ini adalah secara bergantian meningkatkan dan menurunkan
kapasitas dada. Inspirasi adalah ketika kapasitas dalam dada meningkat, udara
masuk melalui trakea. Ekspirasi adalah ketika dinding dada dan diafragma
kembali ke ukuran semula.

2.2 Tinjauan Pustaka


2.2.1 Definisi Pneumonia
Pneumonia merupakan suatu proses peradangan dimana terdapat
konsolidasi yang disebabkan pengisian rongga alveoli oleh eksudat.
Pertukaran gas tidak dapat terjadi berlangsung pada daerah yang mengalami
konsolidasi dan darah dialirkan ke sekitar alveoli yang tidak berfungsi.
Hiposekmia dapat terjadi tergantung banyaknya jumlah alveoli yang rusak.
Pneumonia adalah proses inflamatori parenkim paru yang umumnya
disebabkan oleh agens infeksius. Pneumonia adalah penyakit infeksius yang
sering menyebabkan kematian di Amerika Serikat. Dengan pria menduduki
peringkat ke-empat pria dan wanita menempati peringkat ke-lima sebagai
akibat hospitalisasi.

7
Pneumonia adalah radang parenkim paru. Kebanyakan kasus pneumonia
disebabkan oleh mikroorganisme, tetapi ada sejumlah penyebab nonifeksi
yang kadang-kadang perlu dipertimbangkan.

2.2.2 Etiologi
Pneumonia dibedakan menjadi beberapa jenis berdasarkan penyebabnya
antara lain yaitu :

Jenis Etiologi Gejala


Sindroma Streptococcus pneumonia Onset mendadak dingin,
tipikal jenis pneumonia tidak menggigil, dan demam
penyulut (39-40 °C)
Streptococcus pneumonia Nyeri pada pleuritis
dengan penyulut Batuk produktif, sputum
hijau, purulent, dan
mungkin mengandung
bercak darah, serta
hidung kemerahan
Refraksi intercostal,
penggunaan otot
aksesorius, dan bisa
timbul sianosis.
Sindrom Haemophilus influenza Onset bertahap dalam 3-5
atipikal Staphylococcus aureus hari
Mycoplasma pneumonia
Malaise, nyeri kepala,
Virus pathogen
nyeri tenggorokan, dan
batuk kering
Nyeri dada karena batuk
Aspirasi Aspirasi basil gram Anaerobic campuran:
negative: Klebsiela, mulanya onset perlahan
Pseudomonas, Demam rendah, dan
Enterobacter, Escherichia batuk
proteus, dan basil garam Produksi sputum/bau

8
positif: Staphyloccus busuk
Aspirasi asam lambung Foto dada: jaringan
interstitial yang terkena
di paru-parunya.
Infeksi gram negative
atau positif
Gambaran klinik
mungkin sama dengan
pneumonia klasik
Distress respirasi
mendadak, dyspnea berat,
sianosis, batuk,
hiposekmia, dan diikuti
tanda infeksi sekunder
Hematogen Terjadi bila kuman Gejala pulmonal timul
pathogen menyebar ke minimal dibanding gejala
paru-paru melalui aliran septicemia
darah: Staphyloccus, E. Batuk nonproduktif dan
coli, dan anaerob enteric nyeri pleuritik sama
dengan yang terjadi pada
emboli paru-paru

Berikut merupakan tabel penyebab pneumonia pada anak berdasarkan


usia:

Umur Kuman Penyebab


Lahir – 3 minggu Group B Streptococcus
Kuman gram negative (misalnya
E.Coli)
3 minggu – 3 bulan Virus (RSV, parainfluenza virus,
Influenza A dan B, adenovirus)
Chlamydia trachomatis
Sterptococcus pneumonia
4 bulan – 4 tahun Streptococcus pneumonia
Virus

9
Haemophilus influenza
Group A streptococcus
(streptococcus pyogenes)
Streptococcus aureus
Mycoplasma pnaumoniae
Spesies streptococcus lainnya
Lebih 5 tahun Mycoplasma pneumonia
Chlamydia pneumonia
Streptococcus pneumonia

Pneumonia akibat virus. Virus penyebab pneumonia yang paling lazim


adalah virus sinsitial pernapasan ( respiratory syncytial virus VRS ),
parainfluenzae, influenza, dan adenovirus. Pada umumnya, infeksi virus
saluran pernapasan bawah jauh lebih sering selama bulan-bulan musim
dingin dan RSV merupakan virus yang paling lazim yang menyebabkan
pneumonia, terustama selama masa bayi. Walaupun sifat musiman agen
virus ini sangat meramalkan, epidemic local dapat membelokkan gambaran
insiden pada tahun tertentu. Jenis dan keparahan penyakit dipengaruhi oleh
beberapa faktor termasuk umur, jenis kelamin, musim dalam tahun tersebut,
dan kepadatan penduduk. Anak laki-laki terkena sedikit lebih sering
daripada anak perempuan. Tidak seperti bronkiolitis, dimana angka serangan
puncak adalah dalam tahun pertama, angka serangan puncak untuk
pneumonia virus adalah antara umur 2 dan 3 tahun dan sedikit demi sedikit
menurun sesudahnya.

2.2.3 Patofisiologi

Etiologi: Jamur, Bakteri, Virus

Inhalasi mikroba dengan jalan


Melalui udara
Aspirasi organisme dari
nasofaring
Hematogen Nyeri dada
Panas dan 10
demam
Reaksi inflamasi hebat Anoreksia pausea
vomit
pleuritis dan berlubang

Red blood Count (RBC), white


Blood Count (WBC), dan cairan
keluar masuk ke alveoli
Dispanea
Sekresi, edema, dan Sianosis
prochopasme Batuk

Akumulasi sputum
di jalan napas

Suplai O2 menurun
Mk: Bersihan jalan Tertelan di labung
napas tidak efektif
dan pola napas tidak
Mk: Toleransi
teratur Keseimbangan asam
Aktivitas
basa terganggu

Mual dan muntah

Mk: kebutuhan nutrisi


kurang dari kebutuhan
tubuh

Paru terlindungi dari infeksi melalui beberapa mekanisme: filtrasi di


partikel hidung, pencegahan aspirasi dengan refleks epiglottis, ekspulsi
benda asing melalui refleks batuk, pembersihan ke arah kranial oleh
mukosilier, fagositosis kuman oleh makrofag elveolar, netralisasi kuman
oleh substansi imun local dan drainase melalui sistem limfatik. Faktor
predisposisi pneumonia: aspirasi, gangguan imun, septisema, malnutrisi,
campak, pertussis, penyakit jantung bawaan, gangguan neuromuscular,

11
kontaminasi perinatal dan gangguan klirens mucus atau sekresi seperti pada
fibrosis kistik, benda asing atau disfungsi silier.
Mikroorganisme mencapai paru melalui jalan nafas, aliran darah,
aspirasi benda asing, transplasental atau selama persalinan pada neonatur.
Umumnya pneumonia terjadi akibat inhalasi atau aspirasi mikroorganisme,
sebagian kecil terjadi melalui aliran darah (hematogen). Secara klinis sulit
membedakan pneumonia bakteri dan virus. Bronkopneumonia merupakan
jenis pneumonia tersering pada bayi dan anak kecil. Pneumonia lobaris lebih
sering ditemukan dengan pertambahan umur. Pada pneumonia berat bisa
terjadi hiposekmia, hiperkapnea, asidosis respiratorik, asidosis metabolik,
dan gagal napas.

2.2.4 Manifestasi klinis


Klasifikasi pneumonia berdasarkan penyebabnya:
a) Pneumonia Bacterial,
b) Pneumonia Atipikal,
c) Pneumonia akibat virus.
Pneumonia bacterial (atau pneumokokus) secara khas diawali dengan
awitan menggigil, demam yang timbul dengan cepat (39,5°C sampai 40,5°C
[101°F sampai 105°F], dan nyeri dada yang terasa ditusuk-tusuk yang
dicetuskan oleh bernapas dan batuk. Pasien sangat sakit dengan takipnea
sangat jelas (25 sampai 45 kali/menit) disertai dengan pernapasan
mendengkur, pernapassan cuping hidung, dan penggunaan otot-otot aksesori
pernapasan.
Pneumonia atipikal beragam dalam gejalanya, tergantung pada
organisme penyebab. Banyak pasien mengalami infeksi saluran pernapasan
atas (kongesti nasal, sakit tenggorok), dan awitan gejala pneumonianya
bertahap. Gejala yang menonjol adalah sakit kepala, demam tingkat rendah,
nyeri pleuritis, myalgia, ruam, dan faringitis. Setelah beberapa hari, sputum
mukoid atau mukopurulen dikeluarkan.
Nadi cepat dan bersambung (bounding). Nadi biasanya meningkat
sekitar 10kali/menit untuk setiap kenaikan satu derajat Celcius. Bradikardia

12
relative untuk suatu demam tingkatan tertentu dapat menandakan infeksi
virus, infeksi Micoplasma, atau infeksi dengan spesies Legionella.
Pada banyak kasus pneumonia, pipi berwarna kemerahan, warna mata
menjadi lebih terang, dan bibir serta bidang kuku sianotik. Pasien lebih
menyukai untuk duduk tegak di tempat tidur dengan condong ke arah depan,
mencoba untuk mencapai pertukaran gas yang adekuat tanpa mencoba untuk
batuk atau napas dalam. Pasien banyak mengeluarkan keringat. Sputum
purulent dan bukan merupakan indicator yang dapat dipercaya diari eriologi.
Sputum berbusa, bersemu darah sering dihasilkan pada pneumonia
pneumokokus, stafilokokus, Klebsiella, dan streptokokus. Pneumonia
Klebsiella sering juga mempunyai sputum yang kental; sputum H.
Influenzae biasanya berwarna hijau.
Tanda-tanda lain terjadi pada pasien dengan kondisi seperti kanker, atau
pada mereka yang menjalani pengobatan dengan imunosupresan, yang
menurunkan daya tahan terhadap infeksi dan terhadap organisme yang
sebelumnya tidak dianggap pathogen serius. Pasien demikian menunjukkan
deman, krekles, dan temuan fisik yang menandai area solid (konsolidasi)
pada lobus-lobus paru, termasuk peningkatan fremitus taktil, perkusi pekak,
bunyi napas bronkovesikular atau bronkial, egofoni (bunyi mengembik yang
terauskultasi), dan bisikan pektoriloquy (bunyi bisikan yang terauskultasi
melalui dinding dada). Perubahan ini terjadi karena bunyi ditranmisikan
lebih baik melalui jaringan padat atau tebal (konsolidasi) ketimbang melalui
jaringan normal.
Pada pasien lansia atau mereka yang menderita PPOM, gejala –gejala
dapat berkembang secara tersembunyi. Sputum purulent mungkin menjadi
satu-satunya tanda pneumonia pada pasien ini. Sangat sulit untuk
mendeteksi perubahan yang halus pada kondisi mereka karena telah
mengalami gangguan fungsi paru yang serius.
Pneumonia akibat virus. Kebanyakan virus pneumonia didahului gejala-
gejala pernapasan beberapa hari, termasuk rhinitis dan batuk. Seringkali
anggota keluarga yang lain sakit. Walaupun biasanya ada demam, suhu
biasanya lebih rendah daripada pneumonia bakteri. Takipnea, yang disertai

13
dengan retraksi intercostal, subcostal, dan suprasentral; pelebaran cuping
hidung; dan penggunaan otot tambahan sering ada. Infeksi berat dapat
disertai dengan sianosis dan kelelahan pernapasan. Auskultasi dada dapat
menampakkan ronki dan mengi yang luas, tetapi ronki dan mengi ini sukar
dilokalisasi sumbernya dari suara yang kebetulan ini pada anak yang amat
muda dengan dada hipersonor. Pneumonia virus tidak dapat secara tepat
dibedakan dari penyakit mikoplasma atas dasar klinis murni dan kadang-
kadang mungkin sukar dibedakan dari pneumonia bakteri. Lagipula, bukti
adanya infeksi virus ada pada banyak penderita yang telah konfirmasi
pneumonia bakteri.

2.2.5 Penatalaksanaan
Konsolidasi atau area yang menebal dalam paru-paru yang akan tampak
pada rontgen dada mencakup area berbecak atau keseluruhan lobus
(pneumonia lobaris). Pada pemeriksaan fisik, temuan akan beragam
tergantung pada keparahan pneumonia. Temuan tersebut dapat mencakup
bunyi napas bronkovesikular atau bronkial, krekles, peningkatan fremitus,
egofoni positif, dan pekak pada perkusi.
Pengobatan pneumonia termasuk pemberian antibiotic yang sesuai
seperti yang ditetapkan oleh hasil pewarnaan Gram. Penisilin G merupakan
antibiotic pilihan untuk infeksi oleh S. pneumoniae. Medikasi efektif lainnya
termasuk eritromasin, klindamisin, sefalosporin generasi kedua dan ketiga,
penisilin lainnya, dan trimethoprim sulfametoksazol (Bactrim).
Pneumonia mikoplasma memberikan respons terhadap eritromasin,
tetrasiklin, dan derivate tetrasiklin (doksisiklin). Pneumonia atipikal lainnya
mempunyai penyebab virus, dan kebanyakan tidak memberikan respon
terhadap antimicrobial. Pneumocystis carinii memberikan respon terhadap
pentamidin dan trimethoprim-sulfametoksazol (Bactrim, TMP-SMZ).
Inhalasi lembab, hangat sangat membantu dalam menghilangkan iritasi
bronkial. Asuhan keperawatan dan pengobatan ( dengan pengecualian terapi
antimkrobial) sama dengan yang diberikan untuk pasien yang mengalami
pneumonia akibat bakteri.

14
Pasien menjalani tirah baring sampai infeksi menunjukkan tanda-tanda
penyembuhan. Jika dirawat di rumah sakit, pasien diamati dengan cermat
dan secara kontinu sampai kondisi klinis membaik.
Jika terjadi hipoksemia, pasien diberikan oksigen. Analisa gas darah
arteri dilakukan untuk menentukan kebutuhan oksigen dan untuk
mengevaluasi keefektifan terapi oksigen. Oksigen dengan konsentrasi tinggi
merupakan kontraindikasi pada pasien dengan PPOM karena oksigen ini
dapat memperburuk ventilasi alveolar dengan menggantikan dorongan
ventilasi yang masih tersisa dan mengarah pada dekompensasi. Tindakan
dukungan pernapasan seperti intibasi endotrakeal, inspirasi oksigen
konsentrasi tinggi, ventilasi mekanis, dan tekanan ekspirasi akhir positif
(PEEP) mungkin diperlukan untuk beberapa pasien tersebut.

2.2.6 Komplikasi
Potensial komplikasi pneumonia yang mungkin terjadi :
1) Hipotensi dan syok
Syok dan gagal pernapasan. Pasien biasanya memberikan respos
terhadap pengobatan dalam 24 sampai 48 jam setelah terapi antibiotic
diberikan. Komplikasi pneumonia mencakup hipertensi dan syok serta gagal
pernapasan (terutama pada penyakit baksteri gram negative yang menyerang
lansia).
Komplikasi ini ditemukan terutama pada pasien yang tidak mendapat
pengobatan spesifik, mendapat pengobatan yang tidak mencukupi atau
menunda pengobatan atau terapi antimikroba dimana oragnisme
penginfeksinya resisten, atau pada mereka dengan penyakit sebelumnya
yang menyulitkan pneumonia.
Jika pasien sakit parah, tetapi agresif dapat mencakup dukungan
hemodinamik dan ventilitator untuk melawan kolaps perifer dan
mempertahankan tekanan darah arteri. Agens vasopressor mungkin
diberikan secara intravena dengan infus kontinu dan dengan kecepata yang
disesuaikan dengan respon tekanan. Kortikosteroid mungkin diberikan
secara parenteral untuk melawan syok dan toksisitas pada pasien dengan

15
pneumonia yang menderita sakit sangat parah dan pada mereka yang
menghadapi bahaya terserang infeksi. Pasien mungkin membutuhkan
intubasi endotrakea dan ventilasi mekanik. Gagal jantung kongestif,
distritmia jantung, pericarditis, dan miokarditis juga merupakan komplikasi
pneumonia yang mengarah pada syok.

2) Gagal pernapasan
Efek pneumonia terhadap paru-paru pada orang yang menderita
pneumonia sering kesulitan bernafas, dan itu tidak mungkin bagi mereka
untuk tetap cukup bernafas tanpa bantuan agar tetap hidup. Bantuan
pernapasan non-invasiv yang dapat membantu seperti mesin untuk jalan
nafas dengan bilevel tekanan positif, dalam kasus lain pemasangan
endotracheal tube kalau perlu dan ventilator dapat digunakan untuk
membantu pernafasan. Pneumonia dapat menyebabkan gagal nafas oleh
pencetus akut respiratory distress.

3) Atelectasis
Atelectasis adalah suatu kondisi dimana paru-paru tidak dapat
mengebang secara sempurna. Atelectasis (akibat obstruksi bronkus oleh
penumpukan sekresi) dapat terjadi pada sembarang fase dari pneumonia
akut.

4) Efusi pleural
Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapat penumpukan cairan
dalam pleura berupa transudate atau eksudat yang diakibatkan terjadinya
ketidakseimbangan antara produksi dan absorpsi di kapiler dan pleura
viseralis. Efusi pleural, dimana cairan terkumpul dalam rongga pleural
cukup umum terjadi dan dapat menandakan dimulainya epiema (cairan
purulent di dalam ruang pleura). Torasentesis diagnostic biasanya perlu
dilakukan untuk menegakkan efusi pleura. Setelah efusi pleura terlihat dala

16
gambaran rontgen dada, mungkin dipasang selang dada untuk mengatasi
infeksi pleura dengan membuat drainase yang tepat dari empyema.

5) Delirium
Delirium adalah kemungkinan komplikasi lain dan dianggap sebagai
kedaruratan medis ketika hal ini terjadi. Keadaan ini mungkin disebabkan
oleh hipoksia, meningitis, atau sindrom putus zat alcohol. Pasien dengan
delirium dberikan oksigen, hidrasi yang adekuat, dan sediasi riangan sesuai
yang diresepkan dan diobservasi dengan konstan.

6) Superinfeksi
Superinfeksi dapat terjadi dengan pemberian dosis antibiotic yang sangat
besar, seperti penisilin, atau dengan penggunaan kombinasi antibiotic. Jika
pasien membaik dan demam menghilang setelah diberikan terapi antibiotic,
tetapi selanjutnya terjadi peningkatan suhu tubuh disertai dengan batuk dan
adanya bukti penyesuaian pneumonia, kemungkinannya adalah superinfeksi.
Antibiotic diganti dengan penyesuaian atau dihentikan sama sekali pada
beberapa kasus.

2.2.7 Prognosis
Dengan pengobatan, sebagian tipe dari pneumonia karena bakteri dapat
diobati dalam satu sampai dua minggu. Pneumonia karena virus mungkin
berakhir lama, pneumonia karena mycoplasma memerlukan empat sampai
lima minggu untuk memutuskan sama sekali.
Pada umumnya prognosis, tergantung dari faktor penderita, bakteri
penyebab dan penggunaan antibiotik yang tepat serta adekuat. Perawatan
yang baik dan intensif sangat mempengaruhi prognosis penyakit pada
penderita yang dirawat. Dengan pengobatan, kebanyakan jenis pneumonia
bakteri akan stabil dalam waktu 3–6 hari. Kadang-kadang memakan waktu
beberapa minggu sebelum kebanyakan gejala diatasi. Hasil rontgen biasanya
bersih dalam waktu empat minggu dan mortalitas rendah (kurang dari 1%).
Di kalangan lansia atau orang yang memiliki masalah paru-paru lain

17
penyembuhan mungkin memakan waktu lebih dari 12 minggu. Di kalangan
orang yang memerlukan perawatan di rumah sakit, mortalitas mungkin
hingga 10% dan di kalangan mereka yang memerlukan perawatan intensif
(ICU) mortalitas bisa mencapai 30–50%. 
Pneumonia adalah infeksi yang diperoleh di rumah sakit paling umum
yang menyebabkan kematian. Sebelum adanya antibiotik, mortalitas
biasanya 30% di kalangan mereka yang dirawat di rumah sakit. Komplikasi
bisa muncul terutama di kalangan lansia dan mereka yang memiliki masalah
kesehatan dasar. Ini bisa termasuk, antara lain: empiema, abses paru-
paru, bronkiolitis obliteran, sindrom kesulitan pernafasan akut, sepsis, dan
memburuknya masalah kesehatan dasar.

2.3 Proses Keperawatan


2.3.1 Pengkajian
Sebagian besar pasien dengan pneumonia tidak dirawat di rumah sakit.
Namun demikian, karena banyak pasien yang dirawat di rumah sakit
mengalami pneumonia, pengkajian yang cermat oleh perawat merupakan hal
penting untuk mendeteksi masalah ini. Adanya demam pada setiap pasien
yang dirawat harus mewaspadakan perwat terhadap kemungkinan
pneumonia bakterialis.
Pengkajian keperawatan lebih jauh mengidentifikasi manifestasi klinis
pneumonia; nyeri, takipnea; penggunaan otot-otot aksesori pernapasan untuk
bernapas; nadi cepat,bounding atau bradikardia relative; batuk; dan sputum
purulent. Keparahan, letak, dan penyebab nyeri dada harus diidentifikasi
juga hal apa yang dapat menghilangkannya. Segala perubahan dalam suhu
dan nadi, jumlah, bau, dan warna sekresi, frekuensi dan keparahan batuk,
dan tingkat takipnea atau sesak napas juga dipantau. Konsolidasi pada paru-
paru dikaji dengan mengevaluasi bunyi napas (pernapasan bronkial, ronki
bronkovesikular, atau krekles), fremitus, egofoni, pektoriloquy berbisik, dan
hasil perkusi ( pekak pada bagian dada yang sakit).

18
Pasien dikaji terhadap perilaku yang tidak biasa, perubahan status
mental, prostrasi, dan gagal jantung kongestif. Mungkin tampak gelisah,
delirium, terutama pada pasien dengan pecandu alcohol.

1) Anamnesis
Gejala yang timbul biasanya mendadak tetapi dapat didahului dengan
infeksi saluran napas akut bagian atas. Gejalanya antara lain batuk, demam
tinggi terus-menerus, sesak, kebiruan di sekitar mulut, menggigil (pada
anak), kejang (pada bayi) dan nyeri dada. Biasanya anak lebih suka
berbaring pada sisi yang sakit. Pada bayi muda sering menunjukkan gejala
nonspesifik seperti hipotermi, penurunan kesadaran, kejang atau kembung
sehingga sulit dibedakan dengan meningitis, sepsis atau ileus.

2) Pemeriksaan fisik
A) B1-B6
a) B1 (Breating)
Pemeriksaan fisik pada klien dengan pneumonia merupakan
pemeriksaan fokus dan berurutan. Pemeriksaan ini terdiri atas
inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi.

b) B2 (Blood)
Pada klien dengan pneumonia pengkajian yang didapat meliputi:
1) Inspeksi :
Didapatkan adanya kelemahan fisik secara umum
2) Palpasi :
Denyut nadi perifer melemah
3) Perkusi :
Batas jantung tidak mengalami pergeseran
4) Auskultasi :
Tekanan darah biasanya normal. Bunyi jantung tambahan
biasanya tidak didapatkan

19
c) B3 (Brain)
Klien dengan pneumonia yang berat sering terjadi penurunan
kesadaran, didapatkan sianosis perifer apabila gangguan perfusi
berat. Pada pengkajian objektif, wajah klien tampak meringis,
menangis, merintih, mengerang, dan menggeliat.

d) B4 (Bladder)
Pengukuran volume urine berhubungan dengan intake cairan.
Oleh karena itu, perawat perlu memonitor adanya oliguria, karena
hal tersebut tanda awal dari syok.

e) B5 (Bowel)
Klien biasanya mengalami mual, muntah, penurunan napsu
makan, dan penurunan berat badan.

f) B6 (bone)
Kelemahan dan keletihan fisik secara umum sering menyebabkan
ketergantungan klien terhadap bantuan orang lain dalam melakukan
aktifitas sehati-hari

3) Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan laboratorium yang nonspesifik yang seringkali dilakukan
diantaranya :
a) Hitung leukosit: dapat terjadi leukositosis dengan hitung jenis
bergeser ke kiri
b) Laju endap darah: meningkat pada infeksi bacterial namun banyak
dipengaruhi oleh faktor-faktor lainnya.
c) C Reactive Protein (CRP): meningkat pada infeksi bacterial
d) Procalcitonin: dianggap lebih baik disbanding CRP

Bila fasilitas memungkinkan pemeriksaan analisis gas darah


menunjukkan keadaan hiposekmia (karena ventilation perfusion mismatch).

20
Kadar PaCO2 dapat rendah, normal atau meningkat tergantung kelainannya.
Dapat terjadi asidosis respiratorik, asidosis metabolic, dan gagal napas.
Pemeriksaan kultur darah jarang menunjukkan respons terhadap penanganan
awal.
Pada foto dada terlihat infiltrate alveolar maupun interstisial yang dapat
ditemukan di seluruh lapangan paru.

Luas kelainan pada gambaran radiologis biasa sebanding dengan derajat


klinis penyakit, kecuali pada infeksi mikoplasma yang gambaran radiologis
lebih berat daripada keadaan klinis. Gambaran lain yang dapat dijumpai :
(1) Konsolidasi pada satu lobus atau lebih pada pneumonia lobaris.
(2) Penebalan pleura pada pleuritis.
(3) Komplikasi pneumonia seperti atelectasis, efusi pleura,
pneumomediastinum, pneumotoraks, abses, pneumatokel.

2.3.2 Intervensi
a) Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan faktor
penumpukan sputum pada jalan napas.
Tujuan : Anak dapat bernapas dengan baik dan efektif.
Kriteria hasil : Rasa sesak napas menghilang dan frekuensi napas
dapat kembali normal sesuai dengan usia
Intervensi dan rasional :
1) Memperbaiki Potensi Jalan Napas. Membuang sekresi adalah
penting karena sekresi yang tertahan akan mengganggu pertukaran gas dan
dapat memperlambat pemulihan. Perbanyak masukan cairan (2-3 L/ hari),
karena hidrasi yang adekuat mengencerkan dan membebaskan sekresi paru

21
dan juga mengganti cairan yang diakibatkan oleh demam, diaphoresis,
dehidrasi, dan frekuensi pernapasan cepat. Udara yang dilembabkan untuk
melepaskan sekresi yang memperbaiki ventilasi. Masker wajah dengan
kelembaban tinggi (menggunakan baik udara yang dikompres atau oksigen)
memberikan udara yang hangat, dilembabkan pada percabangan bronkial
dan mengencerkan cairan. Pasien didorong untuk batuk dengan cara yang
diuraikan bagi pasien pascaoperatif.
2) Fisioterapi dada sangat penting dalam melepaskan dan
memobilisasi sekresi. Pasien dibaringkan dalam posisi yang tepat untuk
melakukan drien terhadap paru yang sakit, kemudian dada divibrasi dan
diperkusi. Setelah paru didrainase selama 10 sampai 20 menit (tergantung
toleransi), pasien didorong untuk napas dalam dan batuk. Jika pasien terlalu
lemah untuk batuk dengan efektif, mukus mungkin harus dikeluarkan
dengan menggunakan penghisap nasotrakea atau aspirasi bronkoskopis
sesuai indikasi. Oksigen diberikan sesuai yang diresepkan. Keefektifan
konsentrasi oksigen dipantau dengan mengkaji terhadap manifestasi klinis
hipoksia da analisis gas darah.
b) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan
persediaan dan kebutuhan oksigen dalam tubuh manusia
Tujuan : Anak dapat melakukan aktivitas sesuai kemampuan.
Kriteria hasil : Dapat melakukan aktivitas sesuai kemampuan dan
tidak meraskaan sesak napas.
Intervensi dan rasional :
1) Peningkatan istirahat dan penghematan energi. Pasien yang
lemah didorong untuk istirahat dan tetap ditempat tidur untuk menghindari
terlalu banyak gerakan dan kemungkinan memperburuk gejala. Posisi yang
nyaman untuk meningkatkan istirahat dan pernapasan (misalnya posisi semi
Fowler) dilakukan dan diubah dengan teratur. Pasien rawat jalan untuk tidak
terlalu bekerja berat dan hanya melakukan aktivitas sedang – sedang saja.
Jika diresepkan sedatif atau transkuiliser, status mental pasien (sensorium)
dievaluasi sebelum obat – obat diberikan. Gelisah, konfusi, dan agresi

22
mungkin timbul karena hipoksia serebral, dalam kasus ini pemberian sedatif
merupakan kontraindikasi.
2) Penyuluhan pasien dan pertimbangan perawatan di Rumah.
Setelah demam menghilang, pasien secara bertahap dapat meningkatkan
aktivitas. Keletihan dan kelemahan dapat berkepanjangan setelah
pneumonia. Dorong latihan pernapasan untuk membersihkan paru – paru
dan meningkatkan ekspansi penuh paru. Pasien diinstruksikan untuk kembali
ke klinik atau ke dokter untuk pemeriksaan rontgen dada tindak lanjut dan
pemeriksaan lengkap. Pasien yang sangat lemah dapat membutuhkan
kunjungan rumah oleh perawat untuk memantau status, mencegah
komplikasi lebih lanjut, dan memberikan penyuluhan pasien yang
berkepanjangan.
3) Dorong pasien untuk berhenti merokok. Karena merokok akan
merusak aktivitas siliaris trakeobronkial, yang merupakan pertahanan garis
depan paru – paru. Merokok juga mengiritasi sel – sel mukosa bronki dan
menghambat fungsi sel – sel makrofag (pemangsa). Pasien diinstruksikan
untuk menghindari keletihan, perubahan suhu mendadak, dan masukan
alkohol yang berlebihan, yang menurunkan daya tahan terhadap pneumonia.
Perawat bersama pasien meninjau prinsip –prinsip nutrisi dan istirahat yang
adekuat, karen satu episode pneumonia dapat membuat pasien retan terhadap
kambuhan infeksi saluran pernapasan. Pasien didorong untuk mendapatkan
vaksinn influenza pada waktu yang diharuskan, karena influenza
meningkatkan kerentanan terhadap pneumonia bakterialis sekunder,
terutama yang disebabkan oleh Staphylococcus, H. Influenzae, dan S.
Pneumoniae. Pasien juga didorong untuk mendapatkan nasihat medis
mengenai penerimaan vaksin (Pneumovax) untuk s. Pneumoniae.
c) Pemenuhan nutrisi yang kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan faktor peningkatan metabolism tubuh dan penurunan nafsu makan.
Tujuan : memperbaiki nafsu makan anak
Kriteria hasil : kebutuhan nutrisi tubuh dapat terpenuhi dan nafsu
makan dapat kembali membaik
Intervensi dan rasional :

23
1) Peningkatan masukan cairan. Frekuensi pernapasan pasien
dengan pneumonia meningkat karena dispnea dan demam. Peningkatan
frekuensi pernapasan mengarah pada peningkatan kehilangan cairan tidak
kasat mata selama ekhalasi. Pasien dapat dengan cepat menjadi dehidrasi.
Oleh karenanya, perbanyak pemberian cairan (sedikitnya 2 L/hari).
Seringkali, pasien yang mengalami kesulitan bernapas kehilangan napsu
makan mereka dan hanya akan minum cairan. Cairan, selanjutnya akan
bermanfaat untuk penggantian kehilangan volume. Nutrien juga dapat
diberikan melalui IV.
2) Pantau jumlah makanan yang dikonsumsi. Penurunan nafsu
makan pada pasien dapat mengakibatkan gangguan pemenuhan kebutuhan
nutrisi, oleh karena itu dengan pemantauan jumlah makanan yang
dikonsumsi oleh klien dapat mengidentifikasi kemajuan-kemajuan atau
penyimpangan sasaran yang diharapkan.
3) Jaga kebersihan mulut. Bau yang kurang menyenangkan dapat
mempengaruhi nafsu makan klien. Seringkali klien yang merasa tidak enak
makan karena bau mulutnya yang dianggap mengganggu lebih memilih
untuk tidak makan. Oleh karea itu menjaga dan mempertahankan bau
kesegaran mulut dan ruangan sangat perlu dilakukan.

2.3.3 Evaluasi
1) Menunjukkan perbaikan patensi jalan napas seperti yang ditunjukkan
dengan gas darah adekuat, suhu tubuh normal, bunyi napas normal, dan
batuk dengan efektif.
2) Istirahat dan menghemat energy dengan tetap berada di tempat tidur
ketika menunjukkan gejala.
3) Memperhatikan masukan cairan yang adekuat seperti yang dibuktikan
dengan meminum sejumlah cairan yang dianjurkan dan mempunyai
turgor kulit yang baik.
4) Mematuhi protocol pengobatan dan strategi pencegahan.
5) Bebas dari komplikasi
a) Tanda-tanda vital dan gas darah arteri normal

24
b) Batuk produktif
c) Menunjukkan tidak adanya gejala-gejala syok, gagal pernapasan, atau
efusi pleural.
d) Terorientasi dan waspada terhadap lingkungan sekitar.

2.4 Asuhan Keperawatan


2.4.1 Kasus
An.A (4 tahun) datang ke rumah sakit dengan ibunya dan mengeluhkan
pilek, batuk berdahak dan kadang disertai dengan sesak napas. Berat
badannya menurun 2kg dari berat badan awalnya yaitu dari 16kg menjadi
14kg karena penurunan nafsu makan yang dialami oleh klien. TD 130/90
mmHg; HR 90x/menit; RR 45x/menit.

2.4.2 Pengkajian
Nama : Ny.S
Usia : 40 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Sidoarjo
Agama : Islam
Masuk rumah sakit : 24 Mei 2015
Tanggal pengkajian : 24 Mei 2015

2.4.3 Keluhan utama


Pilek, batuk berdahak dan kadang disertai sesak napas.

2.4.4 Riwayat penyakit sekarang


Saat ini Ny.S mengalami pilek, batuk berdahak dan kadang disertai
dengan sesak napas. Nafsu makannya menurun semenjak 3 hari yang lalu
sehingga berat badannya juga menurun.

2.4.5 Riwayat penyakit dahulu

25
Tidak ditemukan.

2.4.6 Riwayat penyakit keluarga


Tidak ditemukan.

2.4.7 Pemeriksaan fisik


a) B1 (breathing) :
Pola napas : Irama Teratur √ Tidak Teratur
Jenis √ Dispneu Kusmaul
Ceyne Stokes Lain-lain : ….
Bunyi napas : Vesikuler Kanan Kiri
√ Ronchi Kanan Kiri
Melemah Kanan Kiri
Menghilang Kanan Kiri
Sesak napas : √ Ya Tidak
Otot bantu napas : Ya, sebutkan….. √ Tidak
Batuk : √ Ya Tidak
Produksi sputum : √ Ya, warna kuning kecoklatan Tidak
Pergerakan dada : √ Simetris Asimetris
Alat bantu napas : Ya √ Tidak
Masalah Keperawatan : Gangguan bersihan jalan napas & Intoleransi
Aktivitas

b) B2 (blood)
Irama jantung : √ Reguler Irreguler
Nyeri Dada : √ Ya Tidak
CRT : √ < 2 detik >2 detik
Distensi Vena Jugular : Ya √ Tidak
Cyanosis : Ya √ Tidak
Lain – lain : ...
Diagnosis Keperawatan :
Penurunan curah jantung

26
Ketidakefektifan perfusi jaringan : kardiopulmonal
Ketidakefektifan perfusi jaringan : perifer
Nyeri akut
Lain – lain : ...

c) B3 (brain)
i) Reflek fisiologi :
√ Patella √ Triceps √ Biceps lain – lain :...
ii) Reflek patologis :
Babinsky Brudzinky Kernig lain – lain :...
iii) Keluhan pusing : Ya √ Tidak
iv) Lain – lain : ...
v) Penglihatan (mata) :
1) Sclera
Anemis Ikterus lain – lain : ...
2) Penglihatan
√ Normal Kabur Kacamata Lensa Kontak
Lain – lain : ...
vi) Gangguan pendengaran : Ya √ Tidak Jelaskan : ...
vii) Penciuman (hidung) :
√ Tidak Bermasalah Tersumbat Sekret Epistaksis
Gangguan Penciuman : Ya, jelaskan : ...
viii) Pola Tidur : Normal √ Sulit Tidur Sering Bangun
ix) Istirahat / tidur : 8 jam / hari
x) Insomnia : Ya √ Tidak
xi) Somnambulisme : Ya √ Tidak
xii) Lain – lain : ...
Pengkajian Nyeri
Pencetus Kualitas Lokasi/ Skala Waktu Penyebab nyeri
Radiasi (1-10) hilang/berkurang
h

27
Nyeri mempengaruhi :
Dapat diabaikan Tugas
Konsentrasi Tidur
Aktivitas Fisik Nafsu Makan
Lain – lain : ...
Diagnosis Keperawatan :
Gangguan sensori / persepsi : penglihatan
Gangguan sensori / persepsi : pendengaran
Gangguan sensori / persepsi : penciuman
Insomnia
Deprivasi tidur
√ Nyeri akut
Nyeri kronik
Resiko jatuh
Resiko disfungsi nerovaskuler perifer
Lain – lain :...

d) B4 (bladder)
i) Kebersihan : √ Bersih Kotor
ii) Urin : Jumlah : - cc/ hr Warna : ...
iii) Kateter : Jenis : - Mulai : ...
iv) Kendung kencing
Membesar : Ya √ Tidak
Nyeri tekan : Ya √ Tidak
v) Gangguan :
√ Normal Anuria Oliguri
Retensi Nokturia Inkontinensia

28
Hematuri lain – lain : ...
vi) Intake cairan total : 600 cc/hr
vii) IWL : ... cc/ hr
viii) Lain – lain : ...
Diagnosis Keperawatan :
Gangguan eliminasi urine Retensi urin
Inkontinensia urine total Inkontensia urine fungsional
Inkontensia urine overflow Resiko infeksi
Lain – lain : ...

e) B5 (bowel)
i) Nafsu makan :
Baik √ Menurun frekuensi : 3 x/hari
Mual Muntah
ii) Porsi makan :
Habis √ Tidak Ket : ...
iii) Diet saat ini : Bebas
iv) Makanan kesukaan :...
v) Perubahan BB:
√ Tidak Ya, kira – kira ... kg/bulan/minggu
vi) Alat bantu makan
√ Tidak ada NGT, mulai ...
vii) Minum : 600 cc/hari jenis : ...
viii) Mulut dan tenggorokan
a) Mulut : √ Bersih Kotor Berbau
b) Mukosa : √ Lembab Kering Stomatitis
c) Tenggorokan :
Nyeri telan Kesulitan menelan
Pembesaran tonsil Lain – lain :..
d) Abdomen
√ Normal Tegang Kembung Ascites
Nyeri tekan, lokasi ...

29
ix) Peristaltik : 11 x/menit
x) Pembesaran hepar : Ya √ Tidak
xi) Pembesaran lien : Ya √ tidak
BAB : 1 x/ hari
Teratur : √ Ya Tidak
Terakhir tanggal : ...
Hemoroid Menela
Konsistensi : ... Bau : ... Warna : ...
xii) Lain – lain :....
Diagnosis Keperawatan :
Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh
Ketidakseimbangan nutrisi : labuh dari kebutuhan tubuh
Gangguan menelan
Inkontenensia alvi
Diare
Konstipasi
Resiko konstipasi
Lain – lain : ...

f) B6 (bone)
i) Kekuatan otot :
5 5

5 5
ii) Fraktur : Ya √ Tidak
iii) Dikubitus : √ Tidak ada Ada, lokasi : ..., derajat
iv) Luka : √ Tidak Ya, lokasi ... plus : Ya Tidak
v) Kulit : √ Normal Luka Memar
Kering gatal – gatal Bersisik
vi) Warna kulit : Ikterus Sianotik Kemerahan
Pucat Hiperpigmentasi Ptechie
vii) Akral : √ Hangat Dingin √ Merah

30
√ Kering Lembab/ basah Pucat
viii) Turgor : √ Baik Sedang Jelek
ix) Odema : Tidak ada Ada, lokasi ...
x) Pemakaian alat bantu : Traksi Gips Lokasi : ...
xi) Lokasi : ...
xii) Lain – lain : ...
Diagnosis Keperawatan :
Kekurangan volume cairan Kelebihan volume cairan
Hambatan mobilitas fisik Keletihan
Hambatan mobilitas fisik di tempat tidur
Kelambatan pemulihan pasca bedah Intoleransi aktivitas
Kerusakan integritas kulit
Kerusakan integritas jaringan
Resiko kekurangan volume cairan Resiko infeksi
Resiko ketidakseimbangan volume cairan
Resiko cidera
Lain – lain : ...

2.4.8 Analisa data


No. Data Etiologi Masalah Keperawatan
1. DS: Aspirasi Gangguan bersihan
Klien mengatakan virus/bakteri/jamur jalan napas tidak efektif
anaknya batuk berulang masuk ke dan pola napas tidak
berdahak dan sesak alveoli efektif.
napas.
Klien mengatakan
batuk dengan Terjadi proses
dahak kental dan peradangan
sulit dikeluarkan.
Klien mengatakan
sulit dalam Terjadi infeksi dan kerja
bernapas. sel goblet meningkat

31
DO:
Klien kesulitan
bernapas Produksi sputum
RR: 25x/menit meningkat di jalan napas
TD: 130/90 mmhg

Ketidakefektifan
bersihan jalan napas
2. DS: Aspirasi Intoleransi aktivitas.
Klien mengatakan virus/bakteri/jamur
mudah lelah saat berulang masuk ke
beraktivitas. alveoli
Klien mengatakan
sering sesak napas
DO: Terjadi proses
Klien nampak peradangan
lelah, dan
mengeluarkan
banyak keringat Eksudat+serous masuk
N : 120x/menit alveoli sehingga terjadi
RR : 25x/menit akumulasi sekret

Konsolidasi di alveoli
dan suplai O2 turun

Intoleransi aktivitas
3. DS: Aspirasi Perubahan nutrisi
Klien mengatakan virus/bakteri/jamur kurang dari kebutuhan
nafsu makan berulang masuk ke tubuh.
berkurang, hanya alveoli
mampu

32
menghabiskan ½
porsi. Terjadi proses
Klien mengatakan peradangan
berat badan turun
2kg dari 50kg
menjadi 48kg. Terjadi infeksi dan kerja
DO: Klien nampak sel goblet meningkat
lemah.
A:
BB: 48 Produksi sputum
Lingkar lengan atas meningkat di jalan napas
: normal
B: Belum
dilakukan
pemeriksaan lab. Sputum tertelan di
C: Klien tampak lambung dan
lebih kurus. meningkatan asam
D: Yang harus lambung
dihindari penderita
adalah minuman
beralkohol, dan Mual, muntah, dan bb
asap rokok. turun

Perubahan nutrisi:
Kurang dari kebutuhan
tubuh

2.4.9 Diagnosa keperawatan


No. Diagnosa Tujuan/Kriteria Intervensi Rasional
Keperawatan Hasil
1. Bersihan jalan Tujuan Umum : 1) Pantau status 1) Untuk
napas tidak Setelah dilakukan pernapasan mengidentifikasi

33
efektif perawatan selama tiap 8 jam dan kemajuan-
berhubungan 2x24 jam sputum tanda-tanda kemajuan atau
dengan faktor dapat dikeluarkan vital tiap 4 penyimpangan
penumpukan sehingga jalan napas jam. dari hasil yang
sputum pada menjadi bersih dan 2) Pertahankan diharapkan.
jalan nafas. kembali efektif. posisi fowler / 2) Posisi tegak lurus
semifowler. memungkinkan
Tujuan Khusus : 3) Dorong klien ekspansi paru
a) Jalan napas untuk minum lebih penuh
membaik, minimal 2-3 dengan cara
b) Sputum dapat liter cairan per menurunkan
dikeluarkan hari. tekanan abdomen
dengan mudah, 4) Berikan pada diafragma.
c) Menghilangka ekspektoran 3) Untuk membantu
n rasa sesak sesuai dengan mengeluarkan
sehingga naas anjuran dan sekresi dan
klien dapa evaluasi cairan juga untuk
kembali keefektifannya membantu
normal yaitu . mengalirkan
19-23 5) Berikan obat-obatan
kali/menit oksigen dalam tubuh.
tambahan 4) Ekspektoran
Kriteria hasil : sesuai dengan membantu
a) Klien dapat anjuran. mengencerkan
bernapas 6) Dorong klien sekresi sehingga
dengan baik, untuk secret dapat
b) Frekuensi melakukan keluar pada saat
nafas klien napas dalam batuk.
mencapai 12- tiap 2 jam 5) Pemberian
20 kali per sekali dengan oksigen
menit, menggunakan tambahan dapat
c) Frekuensi nadi spirometer menurunkan

34
klien 60-100 insentif dan kerja pernapasan
kali permenit, catat dengan
d) Klien dapat perkembangan. menyediakan
batuk secara lebih banyak
efektif dan oksigen untuk
sputum dapat dikirim ke sel.
dikeluarkan, 6) Napas dalam
e) Analisa gas mengembangkan
darah klien alveolus dan
dalam batas mencegah
normal, atelectasis.
f) Volume Spirometer
inspirasi klien insentif dapat
akan membantu
meningkat meningkatkan
pada napas dalam dan
spirometer memungkinkan
insentif. ukuran yang
objektif terhadap
kemajuan klien.
2. Intoleransi Tujuan: 1) Monitor 1) Untuk
aktivitas Setelah dilakukan frekuensi nadi mengidentifikasi
berhubungan perawatan selama dan frekuensi kemajuan yang
dengan tidak 2x24 klien dapat napas sebelum dicapai atau
seimbangnya melakukan aktivitas dan sesudah penyimpangan
persediaan normal sehari-hari. aktivitas. dari sasaran yang
dan kebutuhan 2) Tunda diharapkan
oksigen Tujan Khusus : aktivitas jika 2) Gejala-gejala
berkurang. a) Dapat frekuensi nadi tersebut
melakukan dan frekuensi merupakan tanda
aktivitas sesuai napas adanya
kemampuan, meningkat intoleransi
b) Kerusakan secara cepat aktivitas.

35
pertukaran gas dan klien Konsumsi
dapat teratasi. mengeluh oksigen
sesak napas meningkat jika
dan kelelahan, aktivitas
Kriteria Hasil : tingkatan meningkat, daya
a) Klien dapat aktivitas tahan dapat lebih
melakukan secara lama, jika ada
ADL, bertahap untuk waktu istirahat
b) Klien dapat meningkatkan diantara
berjalan jauh toleransi. aktivitas.
tanpa 3) Beri klien 3) Untuk
mengalami istirahat tanpa menyimpan
rasa sesak, diganggu energi.
c) Pasein tidak diantara 4) Aktivitas fisik
merasakan lagi berbagai meningkatkan
sesak nafas aktivitas. kebutuhan
dan kelelahan. 4) Pertahankan oksigen dan
terapi oksigen sistem tubuh
selama akan berusaha
aktivitas, menyesuaikanny
lakukan a. Keseluruhan
tindakan sistem
pencegahan berlangsung
terhadap dalam tempo
komplikasi yang lebih
akibat lambat saat tidak
imobilisasi, ada aktivitas fisik
jika klien (tirah baring).
dianjurkan Tindakan
tirah baring perawatan yang
lama. spesifik dapat
meminimalkan

36
komplikasi dari
imobilisasi.
3. Perubahan Tujuan Umum: 1) Pantau 1) Untuk
nutrisi kurang Setelah dilakukan presentase mengidentifikasi
dari perawatan selama jumlah kemajuan-
kebutuhan 2x24 kebutuhan makanan yang kemajuan atau
tubuh nutrisi terpenuhi dan dikonsumsi penyimpangan
berhubungan seimbang. setiap kali dari sasaran yang
dengan faktor Tujuan Khusus : makan, diharapkan.
peningkatan a) Memenuhi timbang berat 2) Bau yang tidak
metabolisme kebutuhan nutrisi, badan setiap menyenangkan
tubuh dan b) Menaikkan nafsu hari. Hasil dapat
penurunan makan, pemeriksaan: mempengaruhi
nafsu makan c) Meningkatkan protein total, nafsu makan.
sekunder metabolisme albumin, dan 3) Peningkatan suhu
terhadap tubuh. osmolalitas. tubuh
demam. 2) Berikan meningkatkan
Kriteria Hasil : perawatan metabolisme.
a) Nafsu makan mulut tiap 4 4) Makanan porsi
klien dapat jam jika sedikit tapi
meningkat, sputum sering
b) Berat badan tercium bau memerlukan
klien kembali busuk. lebih sedikit
seperti semula Pertahankan energi.
dan kesegaran
meningkat, ruangan.
c) Sistem imun 3) Dorong klien
dalam tubuh untuk
pasien juga mengkonsums
akan i makanan
meningkat, tinggi kalori
d) Klien merasa tinggi protein.
segar dan tidak 4) Berikan

37
lesu. makanan
dengan porsi
sedikit tapi
sering yang
mudah
dikunyah jika
ada sesak
napas berat.

2.4.10 Evaluasi Tindakan


Memastikan kriteria hasil yang di inginkan dapat tercapai, seperti:
1) Klien tidak mengalami sesak napas saat melakukan aktivitas.
2) Klien menunjukan kesejahteraan fisik dan psikologis.
3) Klien meningkatkan nafsu makan dan imun tubuh membaik.

38
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Organ pernapasan dalam tubuh dibedakan menjadi organ pernapasan atas
dan organ pernapasan bawah. Organ pernapasan atas terdiri dari hidung, faring
dan laring. Sedangkan untuk organ pernapasan bawah terdiri dari trakea,
bronchial, paru-paru, toraks.
Pneumonia merupakan suatu proses peradangan dimana terdapat konsolidasi
yang disebabkan pengisian rongga alveoli oleh eksudat. Kebanyakan kasus
pneumonia disebabkan oleh mikroorganisme, tetapi ada sejumlah penyebab
nonifeksi yang kadang-kadang perlu dipertimbangkan.
Virus penyebab pneumonia yang paling lazim adalah virus sinsitial
pernapasan (respiratory syncytial virus VRS), parainfluenzae, influenza, dan
adenovirus. Jenis dan keparahan penyakit dipengaruhi oleh beberapa faktor
termasuk umur, jenis kelamin, musim dalam tahun tersebut, dan kepadatan
penduduk. Anak laki-laki terkena sedikit lebih sering daripada anak
perempuan. Tidak seperti bronkiolitis, dimana angka serangan puncak adalah
dalam tahun pertama, angka serangan puncak untuk pneumonia virus adalah
antara umur 2 dan 3 tahun dan sedikit demi sedikit menurun sesudahnya.
Mikroorganisme mencapai paru melalui jalan nafas, aliran darah, aspirasi
benda asing, transplasental atau selama persalinan pada neonatur. Umumnya
pneumonia terjadi akibat inhalasi atau aspirasi mikroorganisme, sebagian kecil
terjadi melalui aliran darah (hematogen). Secara klinis sulit membedakan
pneumonia bakteri dan virus. Bronkopneumonia merupakan jenis pneumonia
tersering pada bayi dan anak kecil. Pneumonia lobaris lebih sering ditemukan
dengan pertambahan umur. Pada pneumonia berat bisa terjadi hiposekmia,
hiperkapnea, asidosis respiratorik, asidosis metabolik, dan gagal napas.
Pneumonia bacterial (atau pneumokokus) secara khas diawali dengan awitan
menggigil, demam yang timbul dengan cepat (39,5°C sampai 40,5°C [ 101°F
sampai 105°F ], dan nyeri dada yang terasa ditusuk-tusuk yang dicetuskan oleh
bernapas dan batuk. Pneumonia atipikal beragam dalam gejalanya, tergantung

39
pada organisme penyebab. Pneumonia akibat virus kebanyakan didahului
gejala-gejala pernapasan beberapa hari, termasuk rhinitis dan batuk.
Pengobatan pneumonia termasuk pemberian antibiotic yang sesuai seperti
yang ditetapkan oleh hasil pewarnaan Gram. Penisilin G merupakan antibiotic
pilihan untuk infeksi oleh S. pneumoniae. Medikasi efektif lainnya termasuk
eritromasin, klindamisin, sefalosporin generasi kedua dan ketiga, penisilin
lainnya, dan trimethoprim sulfametoksazol (Bactrim).
Pneumonia mikoplasma memberikan respons terhadap eritromasin,
tetrasiklin, dan derivate tetrasiklin (doksisiklin). Pneumonia atipikal lainnya
mempunyai penyebab virus, dan kebanyakan tidak memberikan respon
terhadap antimicrobial. Pneumocystis carinii memberikan respon terhadap
pentamidin dan trimethoprim-sulfametoksazol (Bactrim, TMP-SMZ). Inhalasi
lembab, hangat sangat membantu dalam menghilangkan iritasi bronkial.
Asuhan keperawatan dan pengobatan (dengan pengecualian terapi
antimkrobial) sama dengan yang diberikan untuk pasien yang mengalami
pneumonia akibat bakteri.
Potensial komplikasi pneumonia yang mungkin terjadi antara kain hipotensi
dan syok, gagal pernapasan, atelectasis, efusi pleural, delirium, dan super
infeksi.
Pada umumnya prognosis, tergantung dari faktor penderita, bakteri
penyebab dan penggunaan antibiotik yang tepat serta adekuat. Perawatan yang
baik dan intensif sangat mempengaruhi prognosis penyakit pada penderita yang
dirawat. Dengan pengobatan, kebanyakan jenis pneumonia bakteri akan stabil
dalam waktu 3–6 hari. Kadang-kadang memakan waktu beberapa minggu
sebelum kebanyakan gejala diatasi. Hasil rontgen biasanya bersih dalam waktu
empat minggu dan mortalitas rendah (kurang dari 1%). Di kalangan lansia atau
orang yang memiliki masalah paru-paru lain penyembuhan mungkin memakan
waktu lebih dari 12 minggu. Di kalangan orang yang memerlukan perawatan di
rumah sakit, mortalitas mungkin hingga 10% dan di kalangan mereka yang
memerlukan perawatan intensif (ICU) mortalitas bisa mencapai 30–50%. 

3.2 Saran

40
Sebagai seorang perawat diharapkan mampu memahami dan mengetahui
masalah yang berhubungan dengan gangguan sistem pernafasan pada pasien,
agar perawat mampu melakukan asuhan keperawatan pada klien tersebut.
Sebagai salah satu tenaga kesehatan yang sering berinteraksi dengan pasien,
perawat harus mampu memenuhi kebutuhan pasien, salah satunya adalah
kebutuhan yang berhubungan dengan sistem pernafasan. Penyusunan makalah
ini belum sempurna, untuk itu diperlukan peninjauan ulang terhadap isi dari
makalah ini.

41
WOC (Web Of Caution)

Etiologi : jamur, bakteri, virus

Terhirup/teraspirasi

Masuk ke alveoli

Proses peradangan

PNEUMONIA

Peningkatan suhu Eksudat+serous Peningkatan


Infeksi tubuh masuk alveoli konsentrasi
protein, cairan
alveoli
Kerja sel goblet Hipertermi Akumulasi
sekret
Tekanan osmotik
Mk: Resiko tinggi dan hidrostatik
Produksi Sputum kekurangan volume Konsolidasi di
cairan alveoli
Difusi turun
Akumulasi sputum
Tertelan di lambung Komplience paru
di jalan napas
menurun
Akumulasi cairan
Akumulasi
di alveoli
sputum
Mk: Bersihan Suplai O2 turun
jalan napas tidak
efektif dan pola Keseimbangan asam basa Cairan menekan
napas tidak dilambung terganggu saraf
Sesak napas

Perubahan asam-
basa lambung 42
Mk: Nyeri
Mk: Toleransi Pleuritik
aktivitas
Mual, muntah

Mk: Perubahan nutrisi: Kurang


dari kebutuhan tubuh

43
DAFTAR PUSTAKA

Dewanto, George, Wita J. Suwono, Budi Riyanto, dan Yuda Taruna. 2009.
Panduan Praktis Diagnosis & Tata Laksana Penyakit Saraf. Jakarta: EGC

Dinas Kesehatan Jawa Timur. 2013. Profil Kesehatan Provinsi Jawa Timur Tahun
2012. Surabaya

Engram, Barbara.1999.Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah


Vol.1.Jakarta: EGC

Gibson, John.2003.Fisiologi & Anatomi Modern untuk Perawat Edisi


2.Jakarta:EGC

Kemenkes RI.2010.Buletin Jendela Epidemiologi Pneumonia Balita.Jakarta

Muttaqin, Arif.Buku Ajar Asuhan Keperawatan dengan Gangguan Sistem


Pernapasan. Jakarta:Salemba Medika.

Soemyarso, Ninik Asmaningsih, Darto Saharso, dan Sjamsul Arief.2014.Modul


Pembelajaran Ilmu Kesehatan Anak.Surabaya:Airlangga University Press
(AUP)

Somantri, Irman.2007.Keperawatan Medikal Bedah Asuhan Keperawatan pada


Pasien dengan Gangguan Sistem Pernapasan. Jakarta:Salemba Medika

Wahab, A Samik. 2000. Ilmu Kesehatan Anak Nelson Vol. II E/15. Jakarta: EGC.

44

Anda mungkin juga menyukai