Anda di halaman 1dari 21

BAB 1

Tinjauan Teori

1. Pengertian
Seksio cesarea berasal dari perkataan Latin “Caedere” yang artinya memotong. Seksio Cesarea
adalah suatu cara melahirkan janin dengan membuat sayatan pada dinding uterus melalui dinding
depan perut atau vagina (Mochtar, 1998 dalam Maryunani, 2017).

Seksio cesarea atau kelahiran sesarea adalah melahirkan janin melalui irisan pada dinding perut
(laparatomi) dan dinding uterus (histerektomi). Definisi ini tidak termasuk melahirkan janin dari
rongga perut pada kasus rupture uteri atau kehamilan abdominal (Pritchard dkk, 1991 dalam
Maryunani, 2016).

Seksio Cesarea adalah proses persalinan melalui pembedahan dimana irisan dilakukan di perut
ibu (laparatomi) dan Rahim (histerektomi) untuk mengeluarkan bayi (Juditha dan Cynthia, 2009
dalam Maryuani, 2017).

Suatu persalinan buatan, di mana janin dilahirkan melalui suatu insisi pada dinding perut dan
dinding rahim dengan syarat rahim dalam keadaan utuh serta berat janin di atas 500 gram.
(Prawirohardjo, 2016).

2. Jenis Seksio Sesaria

Menurut Prawirohardjo (2016) Liu (2007) Oxorn dan Forte (2016) terdapat beberapa jenis seksio
cesarea, yaitu :

1) Seksio cesarea klasik : Pembedahan secara Sanger.


Insisi ini ditempatkan secara vertical di garis tengah uterus. Indikasi penggunaanya
meliputi :
a. Gestasi dini dengan perkembangan buruk pada segmen bawah
b. Jika akses ke segmen bawah terhalang oleh pelekatan ibroid uterus
c. Jika janin terimpaksi pada posisi tranversa
d. Pada keadaan segmen bawah vascular karena plasenta previa anterior
e. Jika ada karsinoma serviks
f. Jika kecepatan sangat penting, contohnya setelah kematian ibu. Kerugian:
a) Hemostasis lebih sulit dengan insisi vascular yang tebal
b) Pelekatan ke organ sekitarnya lebih mungkin
c) Plasenta anterior dapat ditemukan selama pemasukan
d) Penyembuhan terhambat karena involusi miometrial
e) Terdapat lebih besar risiko rupture uterus pada kehamilan berikutnya.

1) Seksio cesarea transperitoneal profunda (supra cervicalis = lower segmen caesarean


section).

2) Seksio cesarea diikuti dengan histerektomi (caesarean hysterectomy = seksio


histerektomi). Pembedahan ini merupakan section caesarea yang dilanjutkan dengan
pengeluaran uterus.
Indikasi :
a. Perdarahan akibat atonia uteri setelah terapi konservatif gagal
b. Perdarahan yang tidak dapat dikendalikan pada kasus-kasus placenta previa dan
abruption placentae tertentu
c. Placenta accrete
d. Fibromyoma yang multiple dan luas
e. Pada kasus-kasus tertentu kanker serviks atau ovarium
f. Rutur uteri yang tidak dapat diperbaiki
g. Sebagai metode sterilisasi kalau kelanjutan haid yang tidak dikehendaki demi
alasan medis
h. Cicatrix yang menimbulkan cacat pada uterus
i. Pelebaran luka insisi yang mengenai pembuluh-pembuluh darah
sehingga perdarahan tidak bias dihentikan dengan pengiatan ligature.

3) Seksio cesarea ekstraperitoneal Pembedahan ini dikerjakan untuk menghindari perlunya


histerektomi pada kasus-kasus yang mengalami infeksi luas dengan mencegah peritonitis
generalisata yang sering bersifat fatal.

1. Indikasi Seksio Cesarea


Indikasi seksio Cesarea menurut Rasjidi (2017) yaitu :
a. Indikasi mutlak
a) Indikasi ibu
 Panggul sempit absolut
 Kegagalan melahirkan secara normal karena kurang adekuatnya
stimulasi
 Tumor-tumor jalan lahir yang menimbulkan obstruksi.
 Stenosis serviks/vagina.
 Plasenta previa
 Disproporsi sefalopelvik
 Ruptura uteri membakat.

a) Indikasi janin
 Kelainan letak
 Gawat janin
 Prolapsus plasenta
 Perkembangan bayi yang terlambat
 Mencegah hipoksia janin, misalnya karena preeklamsia.

a. Indikasi relatif
a) Riwayat seksio cesarea sebelumnya
b) Presentasi bokong
c) Distosia
d) Fetal distress
e) Preeklamsi berat, penyakit kardiovaskuler dan diabetes
f) Ibu dengan HIV positif sebelum inpartu
g) Gemeli, menurut Eastman, seksio cesarea dianjurkan :
 Bila janin pertama letak lintang atau presentasi bahu
 Bila terjadi interlock
 Distosia oleh karena tumor
 IUFD (Intra Uterine Fetal Death)

a. Indikasi Sosial
a) Wanita yang takut melahirkan berdasarkan pengalaman sebelumnya
b) Wanita yang ingin seksio cesarea elektif karena takut bayinya mengalami
cedera atau asfiksia selama persalinan atau mengurangi risiko kerusakan
dasar panggul
c) Wanita yang takut terjadinya perubahan pada tubuhnya atau sexuality
image setelah melahirkan.

b. Kontraindikasi
Menurut Rasjidi (2018) kontraindikasi dari seksio cesarea adalah:
a) Janin mati
b) Syok
c) Anemia berat
d) Kelainan kongenital berat
e) Infeksi piogenik pada dinding abdomen
f) Minimnya fasilitas operasi seksio cesarean
2. Patofisiologi
Seksio Caesarea Seksio cesarea adalah suatu proses persalinan melalui pembedahan pada
bagian perut dan rahim dengan syarat rahim dalam keadaan utuh serta berat janin diatas
500 gram. Selain berasal dari faktor ibu seperti panggul sempit absolut, kegagalan
melahirkan secara normal karena kurang adekuatnya stimulasi, tumor-tumor jalan lahir
yang menimbulkan obstruksi, stenosis serviks/vagina, plasenta previa, disproporsi
sefalopelvik, ruptura uteri membakat, indikasi dilakukannya sectio caesarea dapat
berasal dari janin seperti kelainan letak, gawat janin, prolapsus plasenta, perkembangan
bayi yang terlambat, mencegah hipoksia janin, misalnya karena preeklamsia.

Setiap operasi sectio caesarea anestesi spinal lebih banyak dipakai dikarenakan lebih
aman untuk janin. Tindakan anestesi yang diberikan dapat mempengaruhi tonus otot
pada kandung kemih sehingga mengalami penurunan yang menyebabkan gangguan
eliminasi urin.

Sayatan pada perut dan rahim akan menimbulkan trauma jaringan dan terputusnya
inkontinensia jaringan, pembuluh darah, dan saraf disekitar daerah insisi. Hal tersebut
merangsang keluarnya histamin dan prostaglandin. histamin dan prostaglandin ini akan
menyebabkan nyeri pada daerah insisi. Rangsangan nyeri yang dirasakan dapat
menyebabkan munculnya masalah keperawatan hambatan mobilitas fisik. Selanjutnya
hambatan mobilisasi fisik yang dialami oleh ibu nifas dapat menimbulkan masalah
keperawatan defisit perawatan diri.

Adanya jaringan terbuka juga akan menimbulkan munculnya risiko tinggi terhadap
masuknya bakteri dan virus yang akan menyebabkan infeksi apabila tidak dilakukan
perawatan luka yang baik.
3. Pathway
Indikasi ibu Indikasi bayi
Sectio Caesarea

luka section pengaruh anastesi Adaptasi post partum


caesaria spinal
kurang pengetahuan
Trauma jaringan Tonus otot kandung kemih menurun

Jaringan terputus Jaringan terbuka Distensi kandung kemih

Histamin dan Proteksi Kurang Perubahan eliminasi urin


prostaglandin
keluar
Invasi Bakteri Gangguan Eliminasi Urin

Merangsang area
sensorik Resti Infeksi

Nyeri Akut Gangguan Mobilisasi Fisik Defisit Perawatan Diri


4. Komplikasi
Komplikasi utama persalinan seksio cesarea adalah kerusakan organ-organ seperti vesika
urinasia dan uterus saat dilangsungkannya operasi, komplikasi anestesi, perdarahan,
infeksi dan tromboemboli. Kematian ibu lebih besar pada persalinan seksio cesarea
dibandingkan persalinan pervagina (Rasjidi, 2019).

Menurut Rasjidi (2019) takipneu sesaat pada bayi baru lahir lebih sering terjadi pada
persalinan seksio cesarea, dan kejadian trauma persalinan pun tidak dapat disingkirkan.
Risiko jangka panjang yang dapat terjadi adalah terjadinya plasenta previa, solusio
plasenta, plasenta akreta dan ruptur uteri.

Sementara itu menurut Leveno (2018) menyatakan bahwa komplikasi pascaoperasi


seksio sesaria meningkatkan morbiditas ibu secara drastis dibandingkan dengan
persalinan pervaginam. Penyebab utamanya adalah endomiometritis, perdarahan, infeksi
saluran kemih, dan tromboembolisme. Infeksi panggul dan infeksi luka operasi
meningkat dan, meskipun jarang, dapat menyebabkan fasiitis nekrotikans.

5. Penatalaksanaan Post Sectio Caesarea


a. Perawatan post Sectio Caesarea menurut Rasjidi (2019) yaitu:
a) Ruang Pemulihan Dalam ruang pemulihan prosedur yang harus dilakukan
yaitu memantau dengan cermat jumlah perdarahan dari vagina dan
palpasi fundus uteri untuk memastikan bahwa uterus berkontraksi dengan
baik.
b) Pemberian Cairan Intravena Perdarahan yang tidak disadari di vagina
selama tindakan dan perdarahan yang tersembunyi didalam uterus atau
keduanya, sering menyebabkan perkiraan kehilangan darah menjadi lebih
rendah daripada sebenarnya. Cairan intravena yang perlu disiapkan untuk
memenuhi kebutuhan klien yaitu larutan Ringer Laktat atau larutan
Kristaloid ditambah Dektrosa 5%. Bila kadar Hb rendah diiberikan
transfusi darah sesuai kebutuhan.
c) Tanda-Tanda Vital Setelah pulih dari ansetesi, observasi pada klien
dilakukan setiap setengah jam setelah 2 jam pertama dan tiap satu jam
selama minimal 4 jam setelah didapatkan hasil yang stabil. Tanda vital
yang perlu dievaluasi yaitu Tekanan darah, Nadi, Jumlah urin, Jumlah
perdarahan, Status fundus uteri, Suhu tubuh.
d) Analgesik Pemberian analgesik dapat diberikan paling banyak setiap 3
jam untuk mengurangi nyeri yang dirasakan. Pemberian analgesik dapat
berupa Meperidin 75-100mg intramuskuler dan morfin sulfat 10- 15mg
intramuskuler.
e) Pengawasan fungsi vesika urinaria dan usus Kateter vesika urinaria
biasanya dapat dilepas dalam waktu 12 jam setelah operasi dilakukan.
Sedangkan untuk makanan padat dapat diberikan kurang lebih 8 jam
stelah operasi, atau jika klien tidak mengalami komplikasi.
f) Pemeriksaan laboratorium Hematrokit secara rutin diukur pada pagi hari
stelah pembedahan. Pemeriksaan dilakukan lebih dini apabila terdapat
kehilangan darah yang banyak selama operasi atau menunjukkan tanda-
tanda lain yang mengarah ke hipovoemik.
g) Menyusui Menyusui dilakukan pada hari 0 post Sectio Caesarea. Apabila
klien memutuskan untuk tidak menyusui, dapat diberikan bebat untuk
menopang payudara yang bisa mengurangi rasa nyeri pada payudara.
h) Pencegahan infeksi pasca operasi Infeksi panggul pasca operasi
merupakan penyebab tersering dari demam dan tetap terjadi pada 20%
wanita walaupun telah diberikan antibiotik profilaksis. Sejumlah uji
klinis acak telah membuktikan bahwa antibiotik dosis tunggal dapat
diberikan saat Sectio Caesarea untuk menrunkan angka infeksi.
i) Mobilisasi Mobilisasai dilakukan secara bertahap meliputi miring kanan
dan kiri dapat dimulai sejak 6-10 jam setelah operasi. Hari kedua post
operasi penderita dapat didudukkan selama 5 menit dan diminta untuk
bernafas dalam. Kemudian posisi tidur telentang dapat diubahmenjadi
posisi setengah duduk. Selanjutnya dengan berturrut-turut selama hari
demi hari pasien dianjurkan belajar uduk selama sehari, belajar berjalan,
dan kemudian berjalan sendiri pada hari ketiga sampai hari kelima pasca
operasi sectio caesarea
j) Kateterisasi Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan
tidak enak pada penderita, meghalangi involusi uterus dan menyebabkan
perdarahan. Kateter biasanya terpasang 24-48 jam atau lebih.

6. Asuhan Keperawatan
1) Pengkajian
a. Pola Pengkajian Pola Fungsional Dongoes (2016) dan Kozier & Erb (2019)
a) Aktivitas dan istirahat Gejala:
kelemahan dan keletihan, keterbatasan dalam ambulasi, perubahan pola
istirahat, dan jam tidur pada malam hari, adanya faktor mempengaruhi
tidur misalnya nyeri dan ansietas.
b) Sirkulasi darah
Kehilangan darah selama prosedur pembedahan kurang lebih 600- 800
ml. Volume darah menurun seperti sebelum hamil.
c) Integritas ego Gejala :
faktor stress ( keuangan, pekerjaan, dan perubahan peran ) masalah dalam
penampilan, misalnya lesi dalam pembedahan, masalah tentang keluarga,
penolakan terhadap keadaan saat ini, perasaan tidak berdaya, putus asa,
tidak bermakna, rasa bersalah dan depresi. Tanda : ansietas, terjadi
penolakan, menyangkal, menarik diri, marah, harga diri rendah.
d) Eliminasi
Kateter urinarius mungkin terpasang dengan urine berwarna jernih pucat.
Pasien yang tidak terpasang kateter tetap diajnurkan untuk melakukan
kateterisasi rutin kira-kira 12 jam pasca bedah, kecuali jika pasien dapat
buang air kecil sebanyak 100 cc atau lebih dalam suatu jangka. Pasien
kemungkinan mengalami konstipasi dengan tanda adanya perubahan
bising usus dan distensi abdomen.
e) Makanan atau cairan
Gejala: Membran mukosa yang kering ( pembatasan masukan atau
periode puasa pre operatif dan post operatif ) anoreksia, mual, muntah,
haus. Tanda: antopometri
A : BB: TB:
B : Hemoglobin : Hematokrit(HCT) :
C : mukosa bibir kering
D :-
f) Neurosensori
Kerusakan gerakkan dan sensasi dibawah tingkatan anastesi spinal
epidural. Setalah 24 jam pasien boleh duduk, miring ke kanan, miring ke
kiri serta melipat kaki agar perdarahan lancar.
g) Nyeri atau ketidaknyamanan
Terdapat beberapa cara untuk mengkaji klien dengan nyeri. Diantaranya
adalah (pengkajian PQRST) :
 Lokasi Nyeri:
Untuk memastikan lokasi nyeri yang dialami klien, perawat harus
meminta klien menunjukan daerah yang dirasakan tidak nyaman bagi
klien.
 Skala Intensitas atau Tingkat Nyeri Penggunaan skala intensitas
nyeri adalah metode yang mudah dalam menentukan intensitas
nyeri klien. Sebagian besar skala menggunakan rentang 0-10
dengan 0 mengindikasikan “tidak nyeri” dan nomor tertinggi
mengindikasikan “kemungkinan nyeri terhebat” bagi klien
tersebut. Dimasukanya kata-kata penjelas pada skala dapat
membantu beberapa klien yang mengalami kesulitan dalam
menentukan nilai nyerinya. Klien diminta untuk menunjukkan
skala nilai yang paling baik mewakili intesitas nyerinya.
Tidak semua klien dapat mengerti atau menghubungkan nyeri
yang dirasakan pada skala intensitas nyeri berdasarkan angka.
Anak-anak yang tidak dapat mengkomunikasikan
ketidaknyamanan secara verbal dan klien lansia yang mengalami
kerusakan kognitif atau sulit berkomunikasi tidak dapat
menghubungkan nyeri yang dirasakan pada skala intensitas nyeri
berdasarkan angka. Maka dari itu skala tingkat nyeri wajah adalah
cara yang efektif untuk klien tersebut. Skala wajah memiliki skala
nomor pada tiap ekspresi sehingga intensitas nyeri dapat
didokumentasikan. Jelaskan pada klien bahwa setiap wajah adalah
wajah seseorang, yang terlihat bahagia karena ia tidak merasa
nyeri (sakit) dan yang terlihat sedih karena ia merasakan nyeri
(sakit).
 Kualitas Nyeri Penjelasan dengan kata sifat membantu orang
untuk mengkomunikasikan kualitas nyeri. Beberapa istilah yang
sering digunakan klien untuk menggambarkan nyeri misalnya
terasa seperti terbakar, seperti tertusuk, panas, tidak dapat ditahan
dll. Perawat perlu mencatat kata-kata sebenarnya yang digunakan
klien dalam menggambarkan nyeri karena kata-kata klien lebih
akurat dan deskriptif.
 Pola Nyeri Pola nyeri meliputi waktu awitan, durasi, dan kapan
nyeri berulang. Perawat perlu menanyakan kepada klien saat
kapan nyeri terjadi, berapa lama nyeri berlangsung, dan apakah
terjadi nyeri berulang.
 Faktor Presipitasi Aktivitas tertentu terkadang dapat
mengakibatkan nyeri. Seperti aktivitas-aktivitas yang berat pada
seseorang yang berisiko mengalami nyeri akan menyebabkan
nyeri terjadi. Faktor lingkungan seperti kondisi dingin atau panas
yang ekstrem dan kelembaban yang ekstrem dapat mempengaruhi
terjadinya nyeri. Selain itu stressor fisik dan emosional juga dapat
menyebabkan nyeri terjadi.
 Faktor yang Meringankan Nyeri Perawat meminta kien untuk
menjelaskan apa saja yang sudah klien lakukan untuk membantu
meringankan nyeri misalnya dengan obat tradisional atau dengan
memperbanyak istirahat. Perawat perlu mengkaji efek dari setiap
tindakan yang dilakukan terhadap nyeri, apakah tindakan tersebut
dapat meringankan nyeri atau justru memperburuk nyeri.
 Gejala Terkait Gejala terkait seperti mual, muntah, pusing dan
diare juga termasuk dalam penilaian klinis nyeri. Gejala tersebut
dapat berhubungan dengan awitan nyeri dan akan menyebabkan
terjadinya nyeri.
 Respons Perilaku dan Fisiologis Terdapat bermacam-macam
respon yang dilakukan klien terhadap nyeri. Ekspresi wajah
seringkali merupakan respons perilaku seseorang terhadap nyeri.
Respon fisiologis bervariasi sesuai dengan asal dan durasi nyeri.
Pada saat nyeri berlangsung sistem saraf simpatis terstimulasi
yang akan mengakibatkan respons fisiologis seperti peningkatan
tekanan darah, frekuensi nadi, frekuensi napas, pucat, diaforesis
dan dilatasi pupil.
 Respons Afekif Respons afektif terjadi berdasarkan situasi,
derajat, durasi nyeri, dan interpretasi nyeri. Perawat perlu
mengeksplorasi dan memahami perasaan klien misalnya rasa
cemas, takut, kelelahan, dan depresi. Karena banyak klien dengan
nyeri yang kronik menjadi depresi karena nyeri yang dialaminya
tidak kunjung reda.
 Efek Nyeri pada Aktifitas Sehari-hari Perawat meminta klien
untuk menjelaskan bagaimana nyeri telah mempengaruhi aktivitas
sehari-harinya seperti tidur, konsentrasi, bekerja, hubungan
interpersonal, hubungan perkawinan atau seks, aktivitas rumah
tangga, aktivitas di waktu luang, dan status emosional. Dengan
mengetahui bagaimana efek nyeri terhadap aktivitas sehari-hari
klien dapat membantu perawat memahami prespektif klien
terhadap keparahan nyerinya.
 Sumber Koping Setiap individu akan menunjukkan koping mereka
terhadap nyeri. Perawat dapat mendorong cara yang digunakan
klien untuk dapat meringankan nyeri. Strategi tersebut dapat
berupa penggunaan distraksi, berdoa, kegiatan keagamaan,
maupun dukungan dari orang terdekat.
h) Pernafasan
Bunyi paru jelas dan vesikuler
i) Keamanan Balutan abdomen tampak sedikit atau kering dan utuh. Jalur
parenteral bila digunakan, paten dan sisi bebas aritmia, bengkak dan nyeri
tekan.
j) Seksualitas Fundus kontraksi kuat dan terletak di umbilikus. Terjadi
pengeluaran lokhea yaitu lokhea rubra pada hari pertama sampai ke tiga
masa post partum, lokhea serosa pada hari kelima sampai hari ke
sembilan post partum, serta lokhea alba pada hari kesepuluh sampai enam
minggu post partum.
k) Pembelajaran Respon klien terhadap ketidaktahuan
l) Higiene Dilakukan personal higiene yang mungkin dibantu pihak
keluarga

a. Pemeriksaan fisik
a) Keadaan umum : baik, sedang, atau buruk.
b) Tingkat kesadaran : composmentis, sopor atau somnolen.
c) Tanda-tanda vital
 Tekanan Darah : Mengetahui faktor risiko hipertensi atau
hipotensi. Batas normal tekanan darah adalah 110/60-140/90
mmHg.
 Nadi : Mengetahui denyut nadi pasien sehabis operasi, denyut nadi
akan lebih cepat. Batas normal denyu nadi 50-90 x/menit.
 Suhu : Mengetahui suhu badan apakah ada peningkatan atau tidak,
jika terjadi kenaikan suhu diatas 37°C, kemungkinan terjadi
infeksi. Batas normal 35,6-37,7°C.
 Respirasi : Mengetahui frekuensi pernafasan pasien yang dihitung
dalam 1 menit. Batas normal 18-24x/menit.
d) Kepala : perlu dikaji untuk mengetahui bentuk kepala dan kebersihan
rambut
e) Mata : perlu dikaji untuk mengetahui keadaan mulut, kebersihan mulut.
f) Hidung : perlu dikaji untuk mengetahui adanya polip atau tidak.
g) Telinga : perlu dikaji untuk mengetahui ada serumen atau tidak.
h) Mulut : perlu dikaji untuk mengetahui keadaan mulut dan kebersihan
mulut.
i) Leher : perlu dikaji untuk mengetahui adanya pembesaran kelenjar tiroid.
j) Dada : mengetahui kesimetrisan, massa, lesi, dan suara paru, dan keadaan
jantung.
k) Mammae : perlu dikaji untuk mengetahui adanya pembesaran atau tidak,
puting susu menonjol atau tidak.
l) Abdomen : perlu dikaji untuk mengetahui luka post operasi dan DRA
(Diastasis Rektus Abdominis). Pemeriksaaan diastasis rectie yaitu
tujuannya untuk mengetahui apakah pelebaran otot perut normal atau
tidak.
m) Ekstremitas : perlu dikaji untuk mengetahui terdapat edema, varises, dan
reflek pattela, nyeri tekan, atau panas pada betis. Adanya tanda Homan,
caranya dengan meletakkan 1 tangan pada lutut ibu dan dilakukan tekanan
ringan agar lutut tetap lurus. Bila ibu merasakan nyeri pada betis,
disimpulkan terdapat tanda homan.
n) Genetalia : perlu dikaji untuk mengetahui kebersihan pada genetalia.
Adanya perdarahan pada vagina.

7. Pemeriksaan penunjang
1) Pemindaian CT
Untuk mendeteksi perbedaan kecepatan jaringan
2) Magneti Resonance Imaging (MRI)
Menghasilkan bayangan dengan menggunakan lapangan magnetik dan gelombang
radio, berguna untuk memperlihatkan daerah-daerah otak yang tidak jelas terlihat bila
menggunakan pemindaian CT
3) Pemindaian positron emission tomography (PET)
Untuk mengevaluasi kejang yang membandel dan membantu menetapkan lokasi lesi,
perubahan metabolik, atau aliran darah dalam otak
4) Uji laboratorium
 Fungsi lumbal Menganalisis cairan serebrovaskular
 Hitung darah lengkap Mengevaluasi trombosit dan hematokrit
 Panel elektrolit
 AGD
 Kadar kalsium darah
 Kadar natrium darah
 Kadar magnesium darah
BAB II

Tinjauan Teori Keperawatan

A. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut bd agen pencedera fisik (prosedur operasi section caesaria) (D.0077)
2. Risiko infeksi bd tindakan invasivedan adanya luka Sectio Caesare (D.0142)
3. Defisit pengetahuan b.d perawatan melahirkan Caesarea (D.0111)

B. Rencana Asuhan Keperawatan

NO PRIORITAS TUJUAN DAN KRITERIA RENCANA TINDAKAN RASIONAL


KEPERAWATAN HASIL
1 1. Nyeri akut bd agen pencedera Setelah dilakukan asuhan 1) identifikasi skala 1) untuk mengetahui
fisik (prosedur operasi keperawatan selama 3x24 nyeri seberapakah rasa
section caesaria) (D.0077) jam maka nyeri akut 2) identifikasi lokasi, nyeri yang dialami
1. DS: teratasi dengan kriteria hasil karakteristik, durasi, oleh pasien
 Pasien mengatakan : frekuensi, kualitas, 2) untuk mengetahui
nyeri pada bagian perut 1) Kemampuan intensitas nyeri lokasi nyeri dan skala
bekas oprasi. menuntaskan aktivitas 3) identifikasi faktor nyeri yang muncul
 P: luka oprasi (5) yang memperberat saat nyeri
 Q: tertusuk-tusuk 2) Keluhan nyeri (5) dan memperingan 3) untuk mengetahui

 R: Perut bawah 3) Meringis (5) nyeri apa saja yang

 S: 6-7 4) Gelisah (5) Terapeutik: memperberat dan


 T: Menetap 5) Kesulitan tidur (5) 4) control lingkungan meringankan rasa
2. DO: 6) Menarik diri (5) yang memperberat nyerinya
 Pasien tampak meringis 7) Ketegangan otot (5) nyeri 4) untuk mengurangi

 Pasien tampak gelisah (L.08066) 5) fasilitasi istirahat rasa nyeri yang


dan tidur dirasakan psaien dan
Kolaborasi: memberikan
6) Kolaborasi kenyaman
pemberian analgetik 5) untuk mengurangi
jika perlu rasa nyeri yang
(I.08238) dirasakan pasien
6) untuk membantu
proses penyembuhan
pasien
2 Risiko infeksi bd tindakan Setelah dilakukan asuhan Observasi: 1) mencegah infeksi dan
invasive dan adanya luka keperawatan selama 3x24 1) Monitor tanda dan mempercepat
Sectio Caesare (D.0142) jam maka risiko infeksi gejala infeksi lokal penyembuhan luka
1. DS: - teratasi dengan kriteria dan siskemik 2) memfasilitasi waktu
2. DO: hasil: Terapeutik: istirahat pasien dan
 Terdapat luka insisi pada 1) kebersihan tangan 2) Batasi jumlah memperbaiki kondisi
abdomen (5) pengunjung pasien
 Luka bersih tidak 2) kebersihan badan (5) 3) cuci tangan sebelum 3) untuk mencegah
rembes dan tidak 3) demam (5) dan sesudah kontak terjadinya resiko
bengkak 4) nyeri (5) dengan pasien dan infeksi
 Leukosit 11,26 5) bengkak (5) lingkungan pasien mikroorganisme dari
6) nafsu makan (5) 4) pertahankan teknik lingkungan pasien
7) kadar sel darah putih aseptic pada pasien dan tenaga kesehatan
(5) berisiko tinggi 4) untuk mecegah
(L.14137) Edukasi: terjadinya infeksi
5) jelaskan tanda dan 5) untuk mengetahui
gejala infeksi tanda-tanda infeksi
6) ajarkan cara dan mencegah
mencuci tangan terjadinya infeksi
dengan benar sejak awal
7) anjurkan 6) mengurangi
meningkatkan kontaminasi
asupan nutrisi mikroorganisme
(I.14539) 7) untuk meningkatkan
daya tahan tubuh dan
mempercepat proses
penyembuhan
3 Defisit pengetahuan b.d Setelah dilakukan asuhan Observasi: 1) untuk mengetahui
perawatan melahirkan keperawatan selama 3x24 1) identifikasi kesiapan kesiapan dan
Caesarea (D.0111) jam maka defisit dan kemampuan kemampuan pasien
1. DS: pengetahuan teratasi menerima informasi dalam menerima
 Pasien mengatakan dengan kriteria hasil : terapeutik: informasi
kurang mengerti 1) perilaku sesuai 2) sediakan materi dan 2) materi dan media
perawatan setelah anjuran (5) media pendidikan pendidikan untuk
kelahiran karena 2) kemampuan kesehatan membantu
merupakan hal yang menjelaskan 3) jadwalkan mempermudah
baru pengetahuan tentang pendidikan pasien dalam
2. DO: suatu topik (5) kesehatan sesuai menerima informasi
 Pasien lebih sering 3) perilaku sesuai kesepakatan kesehatan
bertanya mengenai dengan pengetahuan 4) berikan kesempatan 3) untuk membuat
perawatan melahirkan (5) untuk bertanya kontrak waktu
4) pertanyaan tentang edukasi: dengan pasien yang
masalah yang 5) ajarkan perilaku terjadwal
dihadapi (5) hidup bersih dan 4) untuk memberikan
5) persepsi yang keliru sehat kesempatan pada
terhadap masalah (5) (I.12383) pasien untuk
(L.12111) bertanya hal yang
belum dipahami
5) untuk meningkatkan
pemahaman pasien
pada hal apa saja
yang mempengaruhi
kesehatan
DAFTAR PUSTAKA

Aprina dan Anita. (2017). Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Persalinan Sectio Caesarea
. Jurnal Kesehatan, 8 (1), 90-99

Aizid, R (2016). Sehat dan cerdas dengan terapi musik. Jogjakarta: laksana

Asmadi. (2018). Teknik Prosedural Keperawatan : Aplikasi Kebutuhan Dasar Klien. Jakarta :
Salemba Medika

Cahyono. (2017). Pengaruh Relaksasi Progresif Terhadap Penurunan Nyeri Pada Pasien Post
Operasi Sectio Caesarea Pada Hari Ke 1-2. Jurnal AKP, 5 (2), 13-18

Moorhead, S, dkk. (2016). Nursing Outcomes Classification (NOC), edisi 5. Jakarta : Elsevier

Liu, David T.Y. (2017). Manual Persalinan, Edisi 3. Jakarta : EGC

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia. Dewan
Pengurus Pusat: Jakarta Selatan.

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Dewan Pengurus
Pusat: Jakarta Selatan.

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Dewan
Pengurus Pusat: Jakarta Selatan.

Anda mungkin juga menyukai