Tinjauan Teori
1. Pengertian
Seksio cesarea berasal dari perkataan Latin “Caedere” yang artinya memotong. Seksio Cesarea
adalah suatu cara melahirkan janin dengan membuat sayatan pada dinding uterus melalui dinding
depan perut atau vagina (Mochtar, 1998 dalam Maryunani, 2017).
Seksio cesarea atau kelahiran sesarea adalah melahirkan janin melalui irisan pada dinding perut
(laparatomi) dan dinding uterus (histerektomi). Definisi ini tidak termasuk melahirkan janin dari
rongga perut pada kasus rupture uteri atau kehamilan abdominal (Pritchard dkk, 1991 dalam
Maryunani, 2016).
Seksio Cesarea adalah proses persalinan melalui pembedahan dimana irisan dilakukan di perut
ibu (laparatomi) dan Rahim (histerektomi) untuk mengeluarkan bayi (Juditha dan Cynthia, 2009
dalam Maryuani, 2017).
Suatu persalinan buatan, di mana janin dilahirkan melalui suatu insisi pada dinding perut dan
dinding rahim dengan syarat rahim dalam keadaan utuh serta berat janin di atas 500 gram.
(Prawirohardjo, 2016).
Menurut Prawirohardjo (2016) Liu (2007) Oxorn dan Forte (2016) terdapat beberapa jenis seksio
cesarea, yaitu :
a) Indikasi janin
Kelainan letak
Gawat janin
Prolapsus plasenta
Perkembangan bayi yang terlambat
Mencegah hipoksia janin, misalnya karena preeklamsia.
a. Indikasi relatif
a) Riwayat seksio cesarea sebelumnya
b) Presentasi bokong
c) Distosia
d) Fetal distress
e) Preeklamsi berat, penyakit kardiovaskuler dan diabetes
f) Ibu dengan HIV positif sebelum inpartu
g) Gemeli, menurut Eastman, seksio cesarea dianjurkan :
Bila janin pertama letak lintang atau presentasi bahu
Bila terjadi interlock
Distosia oleh karena tumor
IUFD (Intra Uterine Fetal Death)
a. Indikasi Sosial
a) Wanita yang takut melahirkan berdasarkan pengalaman sebelumnya
b) Wanita yang ingin seksio cesarea elektif karena takut bayinya mengalami
cedera atau asfiksia selama persalinan atau mengurangi risiko kerusakan
dasar panggul
c) Wanita yang takut terjadinya perubahan pada tubuhnya atau sexuality
image setelah melahirkan.
b. Kontraindikasi
Menurut Rasjidi (2018) kontraindikasi dari seksio cesarea adalah:
a) Janin mati
b) Syok
c) Anemia berat
d) Kelainan kongenital berat
e) Infeksi piogenik pada dinding abdomen
f) Minimnya fasilitas operasi seksio cesarean
2. Patofisiologi
Seksio Caesarea Seksio cesarea adalah suatu proses persalinan melalui pembedahan pada
bagian perut dan rahim dengan syarat rahim dalam keadaan utuh serta berat janin diatas
500 gram. Selain berasal dari faktor ibu seperti panggul sempit absolut, kegagalan
melahirkan secara normal karena kurang adekuatnya stimulasi, tumor-tumor jalan lahir
yang menimbulkan obstruksi, stenosis serviks/vagina, plasenta previa, disproporsi
sefalopelvik, ruptura uteri membakat, indikasi dilakukannya sectio caesarea dapat
berasal dari janin seperti kelainan letak, gawat janin, prolapsus plasenta, perkembangan
bayi yang terlambat, mencegah hipoksia janin, misalnya karena preeklamsia.
Setiap operasi sectio caesarea anestesi spinal lebih banyak dipakai dikarenakan lebih
aman untuk janin. Tindakan anestesi yang diberikan dapat mempengaruhi tonus otot
pada kandung kemih sehingga mengalami penurunan yang menyebabkan gangguan
eliminasi urin.
Sayatan pada perut dan rahim akan menimbulkan trauma jaringan dan terputusnya
inkontinensia jaringan, pembuluh darah, dan saraf disekitar daerah insisi. Hal tersebut
merangsang keluarnya histamin dan prostaglandin. histamin dan prostaglandin ini akan
menyebabkan nyeri pada daerah insisi. Rangsangan nyeri yang dirasakan dapat
menyebabkan munculnya masalah keperawatan hambatan mobilitas fisik. Selanjutnya
hambatan mobilisasi fisik yang dialami oleh ibu nifas dapat menimbulkan masalah
keperawatan defisit perawatan diri.
Adanya jaringan terbuka juga akan menimbulkan munculnya risiko tinggi terhadap
masuknya bakteri dan virus yang akan menyebabkan infeksi apabila tidak dilakukan
perawatan luka yang baik.
3. Pathway
Indikasi ibu Indikasi bayi
Sectio Caesarea
Merangsang area
sensorik Resti Infeksi
Menurut Rasjidi (2019) takipneu sesaat pada bayi baru lahir lebih sering terjadi pada
persalinan seksio cesarea, dan kejadian trauma persalinan pun tidak dapat disingkirkan.
Risiko jangka panjang yang dapat terjadi adalah terjadinya plasenta previa, solusio
plasenta, plasenta akreta dan ruptur uteri.
6. Asuhan Keperawatan
1) Pengkajian
a. Pola Pengkajian Pola Fungsional Dongoes (2016) dan Kozier & Erb (2019)
a) Aktivitas dan istirahat Gejala:
kelemahan dan keletihan, keterbatasan dalam ambulasi, perubahan pola
istirahat, dan jam tidur pada malam hari, adanya faktor mempengaruhi
tidur misalnya nyeri dan ansietas.
b) Sirkulasi darah
Kehilangan darah selama prosedur pembedahan kurang lebih 600- 800
ml. Volume darah menurun seperti sebelum hamil.
c) Integritas ego Gejala :
faktor stress ( keuangan, pekerjaan, dan perubahan peran ) masalah dalam
penampilan, misalnya lesi dalam pembedahan, masalah tentang keluarga,
penolakan terhadap keadaan saat ini, perasaan tidak berdaya, putus asa,
tidak bermakna, rasa bersalah dan depresi. Tanda : ansietas, terjadi
penolakan, menyangkal, menarik diri, marah, harga diri rendah.
d) Eliminasi
Kateter urinarius mungkin terpasang dengan urine berwarna jernih pucat.
Pasien yang tidak terpasang kateter tetap diajnurkan untuk melakukan
kateterisasi rutin kira-kira 12 jam pasca bedah, kecuali jika pasien dapat
buang air kecil sebanyak 100 cc atau lebih dalam suatu jangka. Pasien
kemungkinan mengalami konstipasi dengan tanda adanya perubahan
bising usus dan distensi abdomen.
e) Makanan atau cairan
Gejala: Membran mukosa yang kering ( pembatasan masukan atau
periode puasa pre operatif dan post operatif ) anoreksia, mual, muntah,
haus. Tanda: antopometri
A : BB: TB:
B : Hemoglobin : Hematokrit(HCT) :
C : mukosa bibir kering
D :-
f) Neurosensori
Kerusakan gerakkan dan sensasi dibawah tingkatan anastesi spinal
epidural. Setalah 24 jam pasien boleh duduk, miring ke kanan, miring ke
kiri serta melipat kaki agar perdarahan lancar.
g) Nyeri atau ketidaknyamanan
Terdapat beberapa cara untuk mengkaji klien dengan nyeri. Diantaranya
adalah (pengkajian PQRST) :
Lokasi Nyeri:
Untuk memastikan lokasi nyeri yang dialami klien, perawat harus
meminta klien menunjukan daerah yang dirasakan tidak nyaman bagi
klien.
Skala Intensitas atau Tingkat Nyeri Penggunaan skala intensitas
nyeri adalah metode yang mudah dalam menentukan intensitas
nyeri klien. Sebagian besar skala menggunakan rentang 0-10
dengan 0 mengindikasikan “tidak nyeri” dan nomor tertinggi
mengindikasikan “kemungkinan nyeri terhebat” bagi klien
tersebut. Dimasukanya kata-kata penjelas pada skala dapat
membantu beberapa klien yang mengalami kesulitan dalam
menentukan nilai nyerinya. Klien diminta untuk menunjukkan
skala nilai yang paling baik mewakili intesitas nyerinya.
Tidak semua klien dapat mengerti atau menghubungkan nyeri
yang dirasakan pada skala intensitas nyeri berdasarkan angka.
Anak-anak yang tidak dapat mengkomunikasikan
ketidaknyamanan secara verbal dan klien lansia yang mengalami
kerusakan kognitif atau sulit berkomunikasi tidak dapat
menghubungkan nyeri yang dirasakan pada skala intensitas nyeri
berdasarkan angka. Maka dari itu skala tingkat nyeri wajah adalah
cara yang efektif untuk klien tersebut. Skala wajah memiliki skala
nomor pada tiap ekspresi sehingga intensitas nyeri dapat
didokumentasikan. Jelaskan pada klien bahwa setiap wajah adalah
wajah seseorang, yang terlihat bahagia karena ia tidak merasa
nyeri (sakit) dan yang terlihat sedih karena ia merasakan nyeri
(sakit).
Kualitas Nyeri Penjelasan dengan kata sifat membantu orang
untuk mengkomunikasikan kualitas nyeri. Beberapa istilah yang
sering digunakan klien untuk menggambarkan nyeri misalnya
terasa seperti terbakar, seperti tertusuk, panas, tidak dapat ditahan
dll. Perawat perlu mencatat kata-kata sebenarnya yang digunakan
klien dalam menggambarkan nyeri karena kata-kata klien lebih
akurat dan deskriptif.
Pola Nyeri Pola nyeri meliputi waktu awitan, durasi, dan kapan
nyeri berulang. Perawat perlu menanyakan kepada klien saat
kapan nyeri terjadi, berapa lama nyeri berlangsung, dan apakah
terjadi nyeri berulang.
Faktor Presipitasi Aktivitas tertentu terkadang dapat
mengakibatkan nyeri. Seperti aktivitas-aktivitas yang berat pada
seseorang yang berisiko mengalami nyeri akan menyebabkan
nyeri terjadi. Faktor lingkungan seperti kondisi dingin atau panas
yang ekstrem dan kelembaban yang ekstrem dapat mempengaruhi
terjadinya nyeri. Selain itu stressor fisik dan emosional juga dapat
menyebabkan nyeri terjadi.
Faktor yang Meringankan Nyeri Perawat meminta kien untuk
menjelaskan apa saja yang sudah klien lakukan untuk membantu
meringankan nyeri misalnya dengan obat tradisional atau dengan
memperbanyak istirahat. Perawat perlu mengkaji efek dari setiap
tindakan yang dilakukan terhadap nyeri, apakah tindakan tersebut
dapat meringankan nyeri atau justru memperburuk nyeri.
Gejala Terkait Gejala terkait seperti mual, muntah, pusing dan
diare juga termasuk dalam penilaian klinis nyeri. Gejala tersebut
dapat berhubungan dengan awitan nyeri dan akan menyebabkan
terjadinya nyeri.
Respons Perilaku dan Fisiologis Terdapat bermacam-macam
respon yang dilakukan klien terhadap nyeri. Ekspresi wajah
seringkali merupakan respons perilaku seseorang terhadap nyeri.
Respon fisiologis bervariasi sesuai dengan asal dan durasi nyeri.
Pada saat nyeri berlangsung sistem saraf simpatis terstimulasi
yang akan mengakibatkan respons fisiologis seperti peningkatan
tekanan darah, frekuensi nadi, frekuensi napas, pucat, diaforesis
dan dilatasi pupil.
Respons Afekif Respons afektif terjadi berdasarkan situasi,
derajat, durasi nyeri, dan interpretasi nyeri. Perawat perlu
mengeksplorasi dan memahami perasaan klien misalnya rasa
cemas, takut, kelelahan, dan depresi. Karena banyak klien dengan
nyeri yang kronik menjadi depresi karena nyeri yang dialaminya
tidak kunjung reda.
Efek Nyeri pada Aktifitas Sehari-hari Perawat meminta klien
untuk menjelaskan bagaimana nyeri telah mempengaruhi aktivitas
sehari-harinya seperti tidur, konsentrasi, bekerja, hubungan
interpersonal, hubungan perkawinan atau seks, aktivitas rumah
tangga, aktivitas di waktu luang, dan status emosional. Dengan
mengetahui bagaimana efek nyeri terhadap aktivitas sehari-hari
klien dapat membantu perawat memahami prespektif klien
terhadap keparahan nyerinya.
Sumber Koping Setiap individu akan menunjukkan koping mereka
terhadap nyeri. Perawat dapat mendorong cara yang digunakan
klien untuk dapat meringankan nyeri. Strategi tersebut dapat
berupa penggunaan distraksi, berdoa, kegiatan keagamaan,
maupun dukungan dari orang terdekat.
h) Pernafasan
Bunyi paru jelas dan vesikuler
i) Keamanan Balutan abdomen tampak sedikit atau kering dan utuh. Jalur
parenteral bila digunakan, paten dan sisi bebas aritmia, bengkak dan nyeri
tekan.
j) Seksualitas Fundus kontraksi kuat dan terletak di umbilikus. Terjadi
pengeluaran lokhea yaitu lokhea rubra pada hari pertama sampai ke tiga
masa post partum, lokhea serosa pada hari kelima sampai hari ke
sembilan post partum, serta lokhea alba pada hari kesepuluh sampai enam
minggu post partum.
k) Pembelajaran Respon klien terhadap ketidaktahuan
l) Higiene Dilakukan personal higiene yang mungkin dibantu pihak
keluarga
a. Pemeriksaan fisik
a) Keadaan umum : baik, sedang, atau buruk.
b) Tingkat kesadaran : composmentis, sopor atau somnolen.
c) Tanda-tanda vital
Tekanan Darah : Mengetahui faktor risiko hipertensi atau
hipotensi. Batas normal tekanan darah adalah 110/60-140/90
mmHg.
Nadi : Mengetahui denyut nadi pasien sehabis operasi, denyut nadi
akan lebih cepat. Batas normal denyu nadi 50-90 x/menit.
Suhu : Mengetahui suhu badan apakah ada peningkatan atau tidak,
jika terjadi kenaikan suhu diatas 37°C, kemungkinan terjadi
infeksi. Batas normal 35,6-37,7°C.
Respirasi : Mengetahui frekuensi pernafasan pasien yang dihitung
dalam 1 menit. Batas normal 18-24x/menit.
d) Kepala : perlu dikaji untuk mengetahui bentuk kepala dan kebersihan
rambut
e) Mata : perlu dikaji untuk mengetahui keadaan mulut, kebersihan mulut.
f) Hidung : perlu dikaji untuk mengetahui adanya polip atau tidak.
g) Telinga : perlu dikaji untuk mengetahui ada serumen atau tidak.
h) Mulut : perlu dikaji untuk mengetahui keadaan mulut dan kebersihan
mulut.
i) Leher : perlu dikaji untuk mengetahui adanya pembesaran kelenjar tiroid.
j) Dada : mengetahui kesimetrisan, massa, lesi, dan suara paru, dan keadaan
jantung.
k) Mammae : perlu dikaji untuk mengetahui adanya pembesaran atau tidak,
puting susu menonjol atau tidak.
l) Abdomen : perlu dikaji untuk mengetahui luka post operasi dan DRA
(Diastasis Rektus Abdominis). Pemeriksaaan diastasis rectie yaitu
tujuannya untuk mengetahui apakah pelebaran otot perut normal atau
tidak.
m) Ekstremitas : perlu dikaji untuk mengetahui terdapat edema, varises, dan
reflek pattela, nyeri tekan, atau panas pada betis. Adanya tanda Homan,
caranya dengan meletakkan 1 tangan pada lutut ibu dan dilakukan tekanan
ringan agar lutut tetap lurus. Bila ibu merasakan nyeri pada betis,
disimpulkan terdapat tanda homan.
n) Genetalia : perlu dikaji untuk mengetahui kebersihan pada genetalia.
Adanya perdarahan pada vagina.
7. Pemeriksaan penunjang
1) Pemindaian CT
Untuk mendeteksi perbedaan kecepatan jaringan
2) Magneti Resonance Imaging (MRI)
Menghasilkan bayangan dengan menggunakan lapangan magnetik dan gelombang
radio, berguna untuk memperlihatkan daerah-daerah otak yang tidak jelas terlihat bila
menggunakan pemindaian CT
3) Pemindaian positron emission tomography (PET)
Untuk mengevaluasi kejang yang membandel dan membantu menetapkan lokasi lesi,
perubahan metabolik, atau aliran darah dalam otak
4) Uji laboratorium
Fungsi lumbal Menganalisis cairan serebrovaskular
Hitung darah lengkap Mengevaluasi trombosit dan hematokrit
Panel elektrolit
AGD
Kadar kalsium darah
Kadar natrium darah
Kadar magnesium darah
BAB II
A. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut bd agen pencedera fisik (prosedur operasi section caesaria) (D.0077)
2. Risiko infeksi bd tindakan invasivedan adanya luka Sectio Caesare (D.0142)
3. Defisit pengetahuan b.d perawatan melahirkan Caesarea (D.0111)
Aprina dan Anita. (2017). Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Persalinan Sectio Caesarea
. Jurnal Kesehatan, 8 (1), 90-99
Aizid, R (2016). Sehat dan cerdas dengan terapi musik. Jogjakarta: laksana
Asmadi. (2018). Teknik Prosedural Keperawatan : Aplikasi Kebutuhan Dasar Klien. Jakarta :
Salemba Medika
Cahyono. (2017). Pengaruh Relaksasi Progresif Terhadap Penurunan Nyeri Pada Pasien Post
Operasi Sectio Caesarea Pada Hari Ke 1-2. Jurnal AKP, 5 (2), 13-18
Moorhead, S, dkk. (2016). Nursing Outcomes Classification (NOC), edisi 5. Jakarta : Elsevier
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia. Dewan
Pengurus Pusat: Jakarta Selatan.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Dewan Pengurus
Pusat: Jakarta Selatan.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Dewan
Pengurus Pusat: Jakarta Selatan.