Anda di halaman 1dari 43

5

BAB II
TINJAUAN TEORI DAN TINJAUAN ASKEP

TINJAUAN TEORI
A. Sectio Caesarea
1. Pengertian
Seksio sesarea adalah suatu cara melahirkan janin dengan membuat
sayatan pada dinding uterus melalui depan perut, seksio sesarea juga
dapat didefinisikan sebagai histerektomia untuk melahirkan janin dari
dalam rahim (Sofian , 2012)
Sectio caesaria adalah suatu persalinan buatan dimana janin
dilahirkan melalui suatu insisi pada dinding depan perut dan dinding
rahim dengan syarat rahim dalam keadaan utuh serta berat janin di atas
500 gram (Nurarif, 2015).
Jadi dapat disimpulkan bahwa seksio sesaera adalah pembedahan
untuk melahirkan janin dengan membuat sayatan pada dinding uterus
melalui bagian depan perut. Istilah:
a. Seksio sesarea primer (efektif)
Sejak semula telah direncanakan bahwa janin akan dilahirkan secara
seksio sesarea, tidak diharapkan lagi kelahiran biasanya, misalnya
pada panggul yang sempit (CV kurang dari 8 cm)
b. Seksio sesarea sekunder
Jika tidak ada kemajuan persalinan atau partus percobaan gagal baru
dilakukan seksio sesarea
c. Seksio sesarea ulang
Ibu pada kehamilan yang lalu menjalin seksio sesarea yang secara
langsung diikuti histerektomi karena suatu indikasi
d. Seksio sesarea histerektomi
Suatu operasi yang meliputi kelahiran janin dengan seksio sesarea
yang secara langsung diikuti histerektomi, misalnnya pada keadaan
infeksi rahim yang berat.
e. Operasi porro
Suatu operasi tanpa pengeluaran janin dari vakum uteri (tentunya
janin sudah mati dan langsung dilakukan histerektomi misalnya
pada keadaan infeksi rahim berat.
6

Klasifikasi Operasi Seksio Sesarea


Menurut Sofian 2012:
1. Abdomen (seksio sesarea abdominalis)
Seksio sesarea trensperitonealis
a. Seksio sesarea klasik atau corporal dengan insisi memanjang pada
corpus uteri
b. Seksio sesarea ismika atau profinda atau low servikal dengan
insisi pada segmen bawah rahim
c. Seksio sesarea ekstraperitonealis, yaitu seksio sesarea tanpa
membuka peritoneum parietal dengan demikian, tidak membuka
kavum abdominalis
2. Vagina (seksio sesarea vaginalis)
Menutut arah sayatan pada rahim seksio sesarea dapat dilakukan
sebagai berikut:
a. Sayatan memanjang (longitudinal) menurut Kroning
b. Sayatan melintang (tranversal) menurut Kert
c. Sayatan huruf T (T-incision).
3. Seksio sesarea klasik (korporal)
Dilakukan dengan membuat sayatan memanjang pada korpus uteri
kira-kirasepanjang 10 cm.
Kelebihan :
a. Pengeluaran janin lebih cepat
b. Tidak mengakibatkan komplikasi tertariknya kandung kemih
c. Sayatan dapat diperpanjang ke proksimal atau distal

Kekurangan
a. Infeksi mudah menyebar secara intra abdominal karena tidak
ada reperitonealisasi yang baik
b. Pada persalinan berikutnya, lebih mudah terjadi rupture uteri
spontan.
4. Seksio sesarea ismika (provunda)
Dilakukan dengan membuat sayatan melintang-konkraf pada segmen
bawah rahim (low cervikal tranversal ) kira-kira sepanjang 10cm.
Kelebihan
a. Penjahitan luka lebih mudah
b. Penutupan luka dengan reperitonealisasi yang baik
c. Tumpang tindih peritoneal flap sangat baik untuk menahan
penyebaran isi uterus ke rongga peritonium
d. Perdarahan kurang
7

e. Dibandingkan dengan cara klasik, kemungkinan ruptur uteri


spontan lebih kecil
Kekurangan
a. Luka dapat menyebar ke kiri, kanan dan bawah sehingga dapat
menyebabkan putusnya uterine yang mengakibatkan perdarahan
dalam jumlah banyak.
b. Tingginya keluhan pada kandung kemih setelah pembedahan.

2. Etiologi
Menurut Sofian (2012) dijelaskan indikasi dari seksio sesarea adalah :
a. Plasenta Previa sentralis dan lateralis (posterior)
b. Panggul sempit
Holmer mengambil batas terendah untuk melahirkan janin Vias
Naturalis ialah CV = 8 cm. Panggul dengan CV (Conjugate vera)
<8cm dapat dipastikan tidak dapat melahirkan janin secara normal,
harus diselesaikan dengan seksio sesarea. Conjungate vera antara 8
dan 10 cm boleh dilakukan partus percobaan, baru setelah gagal,
dilakukan seksio sesarea sekunder.
c. Disproposi sefalofelvik, yaitu ketidakseimbangan antara ukuran
kepala dan ukuran panggul
d. Ruptur uteri mengancam
e. Partus lama (Prolonged labor)
f. Partus tak maju (obstrukted labor)
g. Distosia servik
h. Pre-eklamsi dan hipertensi
Pre-eklamsi dan eklamsi merupakan kesatuan penyakit yang langsung
disebabkan oleh kehamilan, sebab terjadinya masih belum jelas.
Setelah perdarahan dan infeksi, pre-eklamsi dan eklamsi merupakan
penyebab kematian maternal dan perinatal paling penting dalam ilmu
kebidanan. Karena itu diagnosa dini amatlah penting, yaitu mampu
mengenali dan mengobati agar tidak berlanjut menjadi eklamsi
i. Malpresentasi jalan :
1) Letak lintang
2) Letak bokong
3) Presentasi dahi dan muka (letak deflekasi) jika reposisi dan cara-
cara tidak berhasil
4) Presentasi rangkap jika reposisi tidak berhasil
5) Gemeli
8

Tidak selamanya bayi kembar dilahirkan secara caesar. Hal ini


karena kelahiran kembar memiliki resiko terjadi komplikasi yang
lebih tinggi daripada kelahiran satu bayi. Selain itu, bayi kembar
pun dapat mengalami sungsang atau salah letak lintang sehingga
sulit untuk dilahirkan secara normal.

3. Patofisiologi
Adanya beberapa kelainan atau hambatan pada proses persalinan
yang menyebabkan bayi tidak dapat lahir secara normal/spontan, misalnya
plasenta previa setralis dan lateralis, panggul sempit, disprporsi chepalo
pervic, rupture uteri mengancam, partus lama, partus tidak maju,
preeklamsi, distosia serviks, malpresentasi janin. Kondisi tersebut
menyebabkan perlu adanya suatu tindakan pembedahan yaitu sectin
caesarea (SC).
Dalam proses operasinya dilakukan tindakan anastesi yang akan
menyebabkan pasien mengalami imobilisasi sehingga akan menimbulkan
masalah intoleransi aktivitas. Adanya kelumpuhan sementara dan
kelemahan fisik akan menyebabkan pasien tidak mampu melakukan
aktivitas perawatan diri.
Kurangnya informasi mengenai proses pembedahan, penyembuhan
dan perawatan post operasi akan menimbulkan masalah ansietas pada
pasien. Selain itu juga, dalam proses pembedahan juga akan dilakukan
tindakan insisi pada dinding abdomen sehingga menyebabkan terputusnya
inkontitinuitas jaringan, pembuluh darah, dan saraf-saraf di sekitar daerah
insisi. Hal ini akan merangsang pengeluaran histamine dan prostagladin
yang akan menimbulkan rasa nyeri (nyeri akut).
Setelah proses pembedahan berakhir, daerah insisi akan ditutup dan
menimbulkan luka post operasi, yang bila tidak dirawat dengan baik akan
menimbulkan masalah resiko infeksi. (Doenges, 2013)

4. Manifestasi Klinis
Menurut (Moorhed, 2013)
9

a. Sectio cesaria transperitonealis profunda


Sectio cesaria transperitonealis propunda dengan insisi di segmen
bawah uterus. insisi pada bawah rahim, bisa dengan teknik melintang
atau memanjang. Keunggulan pembedahan ini adalah:

1) Pendarahan luka insisi tidak seberapa banyak.


2) Bahaya peritonitis tidak besar.
3) Perut uterus umumnya kuat sehingga bahaya ruptur uteri
dikemudian hari tidak besar karena pada nifas segmen bawah
uterus tidak seberapa banyak mengalami kontraksi seperti korpus
uteri sehingga luka dapat sembuh lebih sempurna.
a) Sectio cacaria klasik atau section cecaria korporal
Pada cectio cacaria klasik ini di buat kepada korpus uteri,
pembedahan ini yang agak mudah dilakukan, hanya di
selenggarakan apabila ada halangan untuk melakukan section
cacaria transperitonealis profunda. Insisi memanjang pada
segmen atas uterus.
b) Sectio cacaria ekstra peritoneal
Section cacaria eksrta peritoneal dahulu di lakukan untuk
mengurangi bahaya injeksi perporal akan tetapi dengan
kemajuan pengobatan terhadap injeksi pembedahan ini sekarang
tidak banyak lagi di lakukan. Rongga peritoneum tak dibuka,
dilakukan pada pasien infeksi uterin berat.
c) Section cesaria Hysteroctomi
Setelah sectio cesaria, dilakukan hysteroktomy dengan indikasi:
1) Atonia uteri
2) Plasenta accrete
3) Myoma uteri
4) Infeksi intra uteri berat

5. Komplikasi
Komplikasi-komplikasi yang bisa timbul ialah sebagai berikut :
Pada ibu (Sofian, 2012)
a. Infeksi puerperel (nifas)
1) Ringan dengan kenaikan suhu beberapa hari saja
2) Sedang dengan kenaikan yang lebih tinggi, disertai dehidrasi dan
perut sedikit kembung
3) Berat dengan peritonitis, sepsis, dan ileus paralitik. Infeksi berat
sering dijumpai pada partus terlantar, sebelum timbul infeksi
10

nifas, telah terjadi infeksi intrapartum karena ketuban yang telah


pecah terlalu lama. Penangannya adalah dengan pemberian cairan,
elektrolit dan antibiotik yang adekuat dan tepat.
b. Perdarahan karena :
1) Banyak pembuluh darah yang terputus dan terbuka
2) Atonia uteri
3) Perdarahan pada placenta bed
c. Luka kandung kemih, emboli paru dan keluhan kandung kemih bila
reperitoninealisasi terlalu tinggi
d. Kemungkinan ruptur uteri spontan pada kehamilan mendatang.
Pada bayi :
Nasib anak yang dilahirkan dengan seksio sesarea banyak tergantung dari
keadaan yang menjadi alasan untuk melakukan seksio sesarea. Di Negara-
negara dengan pengawasan antenatal dan intranatal yang baik, kematian
perinatal pasca seksio sesarea berkisar antara 4 sampai 7%

6. Pemeriksaan Penunjang/ Diagnostik


a. Pemeriksaan darah lengkap
1) Hemoglobin/hematokrit : untuk menguji perubahan dari
praoperatif dalam mengevaluasi efek kehilangan darah pada
pendarahan.
2) Leukosit (WBC) untuk mengidentifikasi adanya infeksi
3) Tes golongan darah : lama perdarahan (BT) dan waktu
pembekuan (CT) serta pemeriksaan elektrolit
b. Urinalisi : untuk mengetahui kultur urine
c. Kultur : mengidentifikasi adanya virus herpes simpleks II
d. Ultrasonografi (USG) relaksasi plasenta, menentukan pertumbuhan,
kedudukan dan prenatasi janin
e. Pemeriksaan sinarX (rontgen) sesuai indikasi
f. Pelvimetri : menentukan CPD
g. Amniosentesis : mengkaji maturitas paru janin
h. Tes setress kontraksi (NST) : meliputi respon janin terhadap gerakan
setres dari kontraksi uterus /pola abnormal
i. Pemantaun elektrolit kontinyu :memastikan status janin /aktivitas
uterus.

7. Penatalaksanaan Medis
a. Pre-operasi
1) Inforn consent
2) Pasien dipuasakan
11

3) Pencukuran area operasi (rambut pubis)


4) Pemasangan cairan intravena dan dower kateter
a) Pemeriksaan ttv
b) Tes lab sesuai indikasi
b. Post-operasi
Pemeriksaan cairan : karena selama 24 jam pertama pasien puasa
pasca operasi pemberian cairan infus harus cukup baik dan
mengandung elektrolit agar tidak terjadi hipertensi dan dehidrasi
cairan yang biasa di berikan seperti dekxtrosa 5-10%, garam fisiologis
(NACL 0,9%) dan RL secara bergantian dengan jumlah tetesan sesuai
kebutuhan.
1) Diet :
pada pasien post oprerasi SC selama 6-8 jam diharuskan untuk
puasa, kemudian 6-10 jam pasca operasi bisa diberikan minum
sedikit demi sedikit berupa air putih atau teh kalau sudah flatus
diberikan makanan bubur saring selanjutnya secara bertahap makan
bubur biasa dan nasi.
2) Mobilisasi :
Miring kanan dan miring kiri sudah dapat dilakukan sejak 6-10 jam
setelah operasi, hari 1 pasien sudah boleh duduk, selanjutnya hari
demi hari pasien dianjurkan berdiri kemudian berjalan.
3) Kateterisasi :
kandung kemih yang penuh mengakibatkan rasa nyeri dan tidak
enak pada pasien, menghalangi infolusi uterus dan menyebabkan
perdarahan, dianjurkan pemasangan kateter.
4) Obat- obatan antibiotik analgetic (suppo oral injeksi) untuk
meningkatkan vitalitas dan keadaan umum penderita dapat
diberikan neurobion dan vit c .
5) Perawatan luka :
Observasi luka operasi dan adanya perdarahan pada luka post op,
kasa perut harus dilihat pada 1 hari pasca bedah bila basah dan
berdarah harus dibuka dan diganti. Jahitan dibuka pada hari ke 7-9.
6) Efek anastesi pada SC pilihan utama jenis anastesi adalah BSA
diperlukan waktu 6-8 jam untuk efek BSA hilang dari tubuh pasien
SC dengan BSA setelah keruangan diberikan posisi V (kaki
dinaikan, diganjal dengan bantal begitupun kepala) untuk
12

meminimalisir dampak buruk dari BSA yaitu kelumpuhan. Setelah


6-8 jam pasien dapat dimobilisasikan secara perlahan, berturut dan
sesuai dengan tingkat kemampuan.
7) Nasehat pasca operasi
a) Dianjurkan jangan hamil selama kurung waktu kurang lebih
satu tahu, dengan memakai kontrasepsi
b) Kehamilan berikutnya hendaknya di awasi dengan
pemeriksaan antenatal yang baik.
c) Dianjurkan untuk bersalin di rumah sakit yang besar
d) Apakah kehamilan berikutnya harus denga SC, tergantung
pada indikasi SC dan keadaan pada kehamilan berikutnya.

B. PEB (Pre Eklamsi Berat)


1. Pengertian
Preeklampsia adalah sindrom klinis pada masa kehamilan (setelah
kehamilan 20 minggu) yang ditandai dengan peningkatan tekanan darah
(>140/90 mmHg) dan proteinuria (0,3 gram/hari) pada wanita yang
tekanan darahnya normal pada usia kehamilan sebelum 20 minggu
(Myrtha, 2015).
Preeklampsia adalah kelainan malafungsi endotel pembuluh darah
atau vaskular yang menyebar luas sehingga terjadi vasospasme setelah usia
kehamilan 20 minggu, mengakibatkan terjadinya penurunan perfusi organ
dan pengaktifan endotel yang menimbulkan terjadinya hipertensi, edema
nondependen, dan dijumpai proteinuria 300 mg per 24 jam atau 30mg/dl
(+1 pada dipstick) dengan nilai sangat fluktuatif saat pengambilan urin
sewaktu (Brooks, 2011).
Sedangkan pengertian eklampsia adalah apabila ditemukan kejang-
kejang pada penderita preeklampsia, yang juga dapat disertai koma. Pre-
eklampsia adalah salah satu kasus gangguan kehamilan yang bisa menjadi
penyebab kematian ibu.

2. Etiologi
Etiologi preeklampsia tidak diketahui secara pasti. Diketahui ada beberapa
faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian preeklampsia yaitu
(Myrtha, 2015) :
a. Nullipara
13

b. Multiparietas
c. Riwayat keluarga preeclampsia
d. Hipertensi kronis
e. Diabetes mellitus
f. Penyakit ginjal
g. Riwayat preeklampsia onset dini pada kehamilan sebelumnya (<34
minggu)
h. Riwayat syndrom HELLP (Hemolysis, Elevated Liver Enzymes, Low
Platelet)
i. Obesitas
j. Mola hidatidosa

3. Patofisiologi
Penyebab preeklampsia sampai sekarang belum diketahui, namun
ada perkiraan etiologi dari kelainan tersebut sehingga kelainan ini sering
dikenal sebagai the disease of theory. Adapun factor-faktor yang berperan
dalam penyakit ini, yaitu factor genetic, kerusakan pada endotel,
kehamilan pertama, dan iskemia plasenta. Adanya gangguan pada endotel
akan menurunkan sekresi dari prostasiklin yang umumnya banyak
disekresi pada saat kehamilan. Saat prostasiklin menurun makan
tromboksan akan akan disekresi lebih banyak oleh trombosit yang
mengakibatkan vasospasme secara menyeluruh. Pada kehamilan pertama,
kemungkinan disebabkan oleh pembentukan blocking antibodies terhadap
antigen plasenta tidak sempurna. Dari faktor genetik yang berperan adalah
adanya peningkatan Human Leukocyte Antigen (HLA) pada penderita
preeklampsia (diduga ibu-ibu dengan haplotype A 23/29, B44, dan DR 7).
Pada kehamilan normal, proliferasi trofoblas akan menginvasi
desidua dan myometrium dalam 2 tahap, namun karena adanya kelainan
yang salah satunya adalah aterosis pada arteri spiralis, maka lumen arteri
akan menjadi sempit yang mengakibatkan penurunan aliran darah ke
plasenta. Keadaan sikemik pada uterus menyebabkan pelepasan renin
uterus dan hiperoksidase lemak. Renin mengelir bersama darh sampai ke
organ hati dan bersama dengan angiotensinogen akan menjadi angiotensin
I kemudian menjadi angiotensin II, sehingga menyebabkan terjadinya
hipertensi. Angiotensin II juga mempengaruhi glandula suprarenal untuk
14

mengeluarkan aldosteron yang nantinya akan dapat mengakibatkan


terjadinya reabsorpsi Na dan retensi cairan yang dapat memuncukan
edema pada penderita. Vasospasme dan koagulasi intravascular akan
menyebabkan gangguan perfusi darah dan gangguan multi organ.
Pada darah akan mengalami endotheliasis yang menyebabkan
pembuluh darah dan sel darah merah akan pecah. Akibat terjadi
vasospasme generalisata, maka juga akan terjadi edema serebri yang dapat
meningkatkan TIK yang akan bermanifestasi pada nyeri kepala dan
gangguan perfusi serebral. Pada paru, LADEP akan meningkat yang
menyebabkan kongesti vena pulmonal, terjadinya perpindahan cairan dan
terjadi edema paru. Vasokonstriksi pembuluh darah paru akan menggaggu
kontraktilitas miokard yang dapat menyebabkan payah jatung. Vasospasme
yang terjadi pada ginjal menyebabkan penurunan GFR dan permeabilitas
terhadap protein akan meningkat. Penurunan GFR tidak diimbangai
dengan peningkatan reabsorpsi oleh tubulus sehingga menyebabkan
diuresis menurun dan dapat terjadi oliguria atau anuria. Pada mata akan
terjadi spasmus arteriola selanjutnya menyebabkan edema diskus optikus
dan retina.
Hipertensi yang terjadi, merangsang medulla oblongata dan saraf
parasimpatis akan meningkat. Peningkatan ini akan mempengaruhi
gastrointestinal dan ekstremitas. Pada gastrointestinal akan terjadi hipoksia
duodenal dan terjadi penumpukan ion H menyebabkan HCl meningkat
sehingga menyebabkan nyeri epigastrik. Selanjutnya akan terjadi
akumulasi gas yang dapat merangsang mual dan muntah. Pada ekstremitas
akan terjadi metabolisme anaerob menyebabkan ATP diproduksi dalam
jumlah sedikit yaitu 2 ATP dan pembentukan asam laktak, Hal ini
menimbulkan keadaan cepat lelah dan lemah. (Pathway terlampir)
(Sukami, 2013).

4. Manifestasi Klinis
15

Manifestasi klinis preeklampsia menurut Stright (2001) antara lain:


a. Manifestasi klinis preeklamsia ringan
1) Tekanan darah melebihi 140/90 mmHg; atau meningkat di atas
batas dasar 30 mmHg tekanan sistolik atau 15 mmHg tekanan
diastolic dalam dua kali pembacaan yang diambil dengan jarak 6
jam.
2) Edema menyeluruh di muka, tangan, dan pergelangan kaki (tanda
klasik)
3) Pertambahan berat badan sekitar 1,5 kg (3,3 pon) per bulan pada
trimester kedua atau lebih dari 1,3 sampai 2,3 kg (3 sampai 5 pon)
per minggu pada trimester ketiga.
4) Proteinuria 1+ sampai 2+, atau 300 mg/ dl, dalam sampel 24 jam.
b. Preeklamsia yang memburuk/ sedang
1) Peningkatan tekanan darah yang cepat
2) Kenaikan berat badan yang cepat
3) Edema menyeluruh
4) Peningkatan proteinuria
5) Nyeri epigastrik, ditandai hiperefleksia, dan sakit kepala berat,
yang biasanya mendahului kejang pada eklamsia
6) Gangguan penglihatan
7) Oliguria (<120 mL dalam 4 jam)
8) Iritabilitas
9) Mual dan muntah hebat
c. Preeklamsia berat
1) Tekanan darah melebihi 160/110 mmHg dicatat dalam dua
pembacaan yang diperoleh dengan jarak 6 jam dengan klien pada
keadaan tirah baring.
2) Proteinuria melebihi 5g/24 jam
3) Oliguria (kurang dari 400 mL/ 24 jam)
4) Sakit kepala
5) Pandangan buram, melihat ada bintik-bintik, dan edema retina
6) Pitting edema pada sacrum, muka, dan ekstremitas bagian atas
7) Dyspnea
8) Nyeri epigastrik
9) Mual dan muntah
10) Hiperefleksia

5. Komplikasi
16

Komplikasi yang terberat adalah kematian ibu dan janin. Komplikasi


dibawah ini biasanya terjadi pada Preeklampsia berat dan eklampsia
(JNPK-KR, 2008).
a. Solusio plasenta. Komplikasi ini terjadi pada ibu yang menderita
hipertensi akut dan lebih sering terjadi pada Preeklampsia.
b. Hipofibrinogenemia. Pada Preeklampsia berat
c. Hemolisis. Penderita dengan Preeklampsia berat kadang-kadang
menunjukkan gejala klinik hemolisis yang di kenal dengan ikterus.
Belum di ketahui dengan pasti apakah ini merupakan kerusakan sel-
sel hati atau destruksi sel darah merah. Nekrosis periportal hati sering
di temukan pada autopsi penderita eklampsia dapat menerangkan
ikterus tersebut.
d. Perdarahan otak. Komplikasi ini merupakan penyebab utama kematian
maternal penderita eklampsia.
e. Kelainan mata. Kehilangan penglihatan untuk sementara, yang
berlansung sampai seminggu.
f. Edema paru-paru.
g. Nekrosis hati. Nekrosis periportal hati pada Preeklampsi – eklampsia
merupakan akibat vasopasmus arteriol umum.
h. Sindrom HELLP yaitu haemolysis, elevated liver enzymes, dan low
platelet.
i. Kelainan ginjal
j. Komplikasi lain. Lidah tergigit, trauma dan fraktura karena jatuh
akibat kejang-kejang pneumonia aspirasi.
k. Prematuritas, dismaturitas dan kematian janin intra – uterin.

6. Pemeriksaan Penunjang/ Diagnostik


Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan antara lain:
a. Pemeriksaan fungsi ginjal ureum dan kreatinin (Pemeriksaan kadar
protein dalam urin jika dalam urine mengandung lebih dari 0,3 g/liter
dalam air kencing selama 24 jam atau pemeriksaan kualitatif
menunjukkan 1 atau 2 +) .
17

b. Evaluasi hematologik , (Hematokrit, jumlah trombosit, morfologi


eritrosit pada sediaan apus darah tepi).
c. Pemeriksaan fungsi hati (bilirubuin, protein serum, aspartat
aminotranferase)
d. Waktu pembekuan darah, pada pre-eklamsia , waktu pembekuan darah
kadang-kadang ditemukan kurang dari 1 menit.
Menurut American College of Obstetrics and Gynecology, diagnosis
dibuat jika tekanan darah >140/90 mmHg pada dua kali pengukuran
disertai proteinuria >300 mg/hari. Edema, yang merupakan gambaran
klasik preeklampsia, tidak lagi digunakan sebagai dasar diagnosis karena
sensitivitas maupun spesifi sitasnya rendah. Pada 20% kasus tidak
ditemukan proteinuria ataupun hipertensi. Pemeriksaan laboratorium,
seperti tes fungsi hepar, pemeriksaan protein urin, dan kreatinin serum
dapat membantu mengetahui derajat kerusakan target organ, tetapi tidak
ada yang spesifik untuk diagnosis preeklampsia (Myrtha, 2015).
Kriteria diagnosis Preeklampsia (JNPK-KR, 2008).
a. Kriteria minimal preeklampsia
1) TD ≥ 140/90 mmHg setelah kehamilan 20 minggu
2) Ekskresi protein dalam urin ≥ 300mg/24 jam atau ≥ +1 dipstik,
rasio protein kreatinin ≥30mg /mmol
3) Kriteria preeklampsia berat (preeklampsia dengan minimal satu
gejala) yaitu :
a) TD ≥ 160/110 mmHg
b) Proteinuria ≥ 5g/24 jam atau ≥ +2 dipstik
c) Ada keterlibatan organ lain :
(1) Hematologi : trombositopenia (< 100.000 /ul), hemolysis
mikroangiopati
(2) Hepar : peningkatan SGOT dan SGPT, nyeri epigastrik atau
kuadran kanan atas
(3) Neurologis : sakit kepala persisten, skotoma penglihatan
(4) Janin : pertumbuhan janin terhambat, oligihidramion
(5) Paru : edema paru dan atau gagal jantung kongestif
(6) Ginjal : oliguria ( ≤ 500 ml/ 24 jam ), kreatinin ≥1,2 mg/dl.

7. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan Preeklampsia menurut Stright (2001) adalah sebagai
berikut:
a. Preeklamsia ringan
18

1) Rawat jalan
a) Anjurkan istirahat baring 2 jam siang hari dan tidur > 8 jam
malam hari jika susah tidur beri fenobarbital 3 x 30 mg / hari
b) Diberikan obat penunjang antara lain : vit b komplex, vit c / vit e
dan zat besi
c) Kunjungan ulang dilakukan 1 minggu kemudian untuk menilai
perkembangan kehamilan dan kesejahteraan janin.
d) Diet biasa (tidak perlu diet rendah garam)
2) Rawat inap
Kriteria untuk rawat tinggal bagi px yang telah diterapi dalam 2x
kunjungan selang 1 minggu tidak ada perbaikan klinis /
laboratorium

b. Preeklamsia berat
1) Preeklamsia berat pada kehamilan kurang dari 37 minggu
a) Jika janin belum menunjukan tanda-tanda maturitas paru-paru
dengan uji kocok dan rasio L/S, maka penanganannya adalah
sebagai berikut :
(1) Berikan suntikan sulfas magnesikus dengan dosis 8 gr
intramusuler kemudian disusul dengan injeksi tambahan 4
gr intramuskuler setiap (selama tidak ada kontraindikasi)
(2) Jika ada perbaikan jalannya penyakit, pemberian sulfas
magnesikus dapat diteruskan lagi selama 24 jam sampai
dicapai criteria pre-eklamsi ringan (kecuali ada
kontraindikasi)
b) Jika pada pemeriksaan telah dijumpai tanda-tanda kematangan
paru janin, maka penatalaksanaan kasus sama seperti pada
kehamilan diatas 37 minggu
2) Pre-eklamsi berat pada kehamilan diatas 37 minggu
a) Penderita dirawat inap
(1) Istirahat mutlak dan ditempatkan dalam kamar isolasi
19

(2) Berikan diit rendah garam dan tinggi protein


(3) Berikan suntikan sulfas magnesikus 8 gr intramuskuler, 4
gr di bokong kanan dan 4 gr di bokong kiri
(4) Suntikan dapat diulang dengan dosis 4 gr setiap 4 jam
(5) Syarat pemberian MgSO4 adalah: reflex patella positif;
dieresis 100 cc dalam 4 jam terakhir; respirasi 16 kali per
menit, dan harus tersedia antidotumnya yaitu kalsium
glukonas 10% dalam ampul 10 cc
b) Berikan obat anti hipertensi : injeksi katapres 1 ampul i.m. dan
selanjutnya dapat diberikan tablet katapres 3 kali ½ tablet atau
2 kali ½ tablet sehari
c) Diuretika tidak diberikan, kecuali bila terdapat edema umum,
edema paru dan kegagalan jantung kongerstif.Untuk itu dapat
disuntikan 1 ampul intravena Lasix.
d) Segera setelah pemberian sulfas magnesikus kedua, dilakukan
induksi partus dengan atau tanpa amniotomi.Untuk induksi
dipakai oksitosin (pitosin atau sintosinon) 10 satuan dalam
infuse tetes
e) Kala II harus dipersingkat dengan ekstrasi vakum atau forceps,
jadi ibu dilarang mengedan
20

TINJAUAN ASKEP
A. Sectio Caesarea
1. Pengkajian
Pada pengkajian klien dengan sectio caesaria, data yang dapat ditemukan
meliputi distress janin, kegagalan untuk melanjutkan persalinan, malposisi
janin, prolaps tali pusat, abrupsio plasenta, plasenta previa dan pre
eklamsi.
a. Identitas atau biodata klien
Meliputi nama, umur, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan,
agama, suku, alamat, no. cm, tanggal MRS, tanggal pengkajian,
sumber informasi.
b. Keluhan utama
1) Keluhan utama saat masuk rumahsakit
2) Keluhan utama saat pengkajian
c. Riwayat Obstetri
1) Riwayat menstruasi (menarche, banyaknya, keluhan, HPHT dan
TP)
2) Riwayat perkawinan (menikah)
3) Riwayat kontrasepsi (akseptor KB, Jenis, lama, masalah)
4) Riwayat kehamilan, persalinan dan nifas yang dulu
21

Anak Ke Kehamilan Persalinan Komplikasi Nifas Anak


Umur
Pe- Penol Peny Lase Infe Perda
No Th Keha Jenis JK BB PJ
nyulit ong ulit rasi ksi rahan
milan

5) Riwayat kehamilan, persalinan yang sekarang


a) Riwayat kehamilan
b) Riwayat persalinan (diagnosa medis, terapi saat pengkajian)
d. Riwayat kesehatan masa lalu
1) Imunisasi
2) Riwayat alergi
3) Riwayat kecelakaan
4) Riwayat di rawat di RS
5) Riwayat pemakaian obat
e. Riwayat penyakit keluarga
Adakah penyakit keturunan dalam keluarga seperti jantung, DM, HT,
TBC, penyakit kelamin, abortus, yang mungkin penyakit tersebut
diturunkan kepada klien.
f. Pola kebiasaan
1) Bernafas
2) Makan dan minum
Pada klien nifas biasanaya terjadi peningkatan nafsu makan karena
dari keinginan untuk menyusui bayinya.
3) Eliminasi
Pada pasien pos partum sering terjadi adanya perasaan sering
/susah kencing selama masa nifas yang ditimbulkan karena
terjadinya odema dari trigono, yang menimbulkan inveksi dari
uretra sehingga sering terjadi konstipasi karena penderita takut
untuk melakukan BAB.
22

4) Gerak dan aktivitas


Pada pasien pos partum klien dapat melakukan aktivitas seperti
biasanya, terbatas pada aktifitas ringan, tidak membutuhkan tenaga
banyak, cepat lelah, pada klien nifas didapatkan keterbatasan
aktivitas karena mengalami kelemahan dan nyeri.
5) Istirahat dan tidur
Pada klien nifas terjadi perubagan pada pola istirahat dan tidur
karena adanya kehadiran sang bayi dan nyeri epis setelah
persalinan

6) Kebersihan diri
7) Pengaturan suhu tubuh
8) Rasa nyaman
9) Rasa aman
10) Data sosial
Peran klien dalam keluarga meliputi hubungan klien dengan
keluarga dan orang lain.
11) Prestasi dan produktivitas
Terjadi disfungsi seksual yaitu perubahan dalam hubungan
seksual atau fungsi dari seksual yang tidak adekuat karena adanya
proses persalinan dan nifas.
12) Rekreasi
13) Belajar
14) Ibadah
g. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum
a) Kesadaran
b) Bangun tubuh
c) Postur tubuh
d) Cara berjalan
e) Gerak motorik
23

f) Keadaan kulit
g) Tanda-tanda vital (tekanan darah, nadi, respirasi dan suhu)
h) Berat dan sebelum hamil
i) Berat badan saat hamil
j) Tinggi badan dan lingkar lengan
2) Head to toe
a) Kepala
Bagaimana bentuk kepala, kebersihan kepala, kadang-kadang
terdapat adanya cloasma gravidarum, dan apakah ada benjolan

b) Mata
Terkadang adanya pembengkakan paka kelopak mata,
konjungtiva, dan kadang-kadang keadaan selaput mata pucat
(anemia) karena proses persalinan yang mengalami
perdarahan, sklera kunuing
c) Hidung
Adanya polip atau tidak dan apabila pada post partum kadang-
kadang ditemukan pernapasan cuping hidung
d) Telinga
Biasanya bentuk telingga simetris atau tidak, bagaimana
kebersihanya, adakah cairan yang keluar dari telinga.
e) Leher
Kadang-kadang ditemukan adanya penbesaran kelenjar tioroid,
karena adanya proses menerang yang salah
f) Thorax
(1) Payudara
(2) Jantung
(3) Paru
g) Abdomen
Pada klien nifas abdomen kendor kadang-kadang striae masih
terasa nyeri. Fundus uteri 3 jari dibawa pusat.
h) Genitalia
Pengeluaran darah campur lendir, pengeluaran air ketuban, bila
terdapat pengeluaran mekomium yaitu feses yang dibentuk
anak dalam kandungan menandakan adanya kelainan letak
anak.
i) Anus
24

Kadang-kadang pada klien nifas ada luka pada anus karena


rupture
j) Ekstermitas
Atas (odema, varises, CRT)
Bawah (odema, varises, CRT)
h. Pemeriksaan penunjang
i. Data bayi
Laktasi

2. Diagnosa Keperawatan
a. Ansietas berhubungan dengan krisis situasi, ancaman konsep diri,
ancaman yang dirasakan dari kesejahteraan maternal dan janin,
transmisi interpersoanal
b. Menyusui tidak efektif berhubungan dengan kurangnya pengetahuan
ibu tentang cara menyusui yang bernar.
c. Nyeri akut berhubungan dengan peningkatan/kontraksi otot yang lebih
lama, reaksi psikologis, injury fisik jalan lahir, trauma pembedahan
efek ansatesi dan efek hormonal, distensi kandung kemih/abdomen
d. Defisit pengetahuan berhubungan dengan tidak mengenal atau
familiar dengan sumber informasi tentang cara perawatan bayi.
e. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelelahan sehabis bersalin
f. Resiko infeksi berhubungan dengan luka operasi
g. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan imobilitas
25

3. Perencanaan Keperawatan
Tujuan dan Kriteria
No Diagnosa Keperawatan Intervensi
Hasil
1 Ansietas Tujuan : Mandiri :
Berhubungan dengan : Setelah dilakukan
1. Kaji tanda ansietas verbal dan nonverbal
a. Kurang pengetahuan asuhan keperawatan 2. Bantu pasien mengengkspresikan perasaan marah,
tentang pembedahan selama....x 24 jam kehilangan dan takut
yang akan diharapkan tingkat 3. Jelaskan prosedur pembedahan sesuai dengan jenis operasi
4. Beri lingkungan yang tenang dan suasana penuh istirahat
dilaksanakan dan kecemasan pasien 5. Orientasikan pasien terhadap prosedur rutin dan aktifitas
hasil akhir berkurang atau hilang yang diharapkan
pascaoperasi 6. Berikan HE tentang pentingnya meningkatkan kontrol
b. Perubahan status sensasi pasien
Kriteria hasil :
kesehatan
1. Pasien Kolaborasi
c. Stres
menyatakan 1. Berikan obat ansiolitik sesuai indikasi gol:diasepam dosis:
DS: Dewasa2-10mg PO
kecemasannya
1) Pasien
berkurang
mengatakan
2. Pasien dapat
merasa ketakutan
mengidentifikas
2) Pasien
i penyebab atau
mengatakan
faktor yang
26

merasa khawatir mempengaruhi


3) Pasien
bansietasnya
mengatakan 3. Wajah pasien
bingung tampak rileks
1. Tanda-tanda
DO:
vital dalam
1) Pasien terlihat
batas normal
gelisah
Tekanan darah:
2) Perubahan TTV :
Sis .90-120
a) TD : ....
b) S : .... mmHg
c) N : .... Dias .60-80
d) RR : ....
mmHg
3) Wajah pasien
Suhu : 36,5-
terlihat tegang
37,5C
Respirasi : 16-
20 x/menit
Nadi : 60-100
x/menit
2. Pasien
mengatakan
nyeri dapat
dikontrol
27

3. Pasien tidak
meringis.
2 Menyusui tidak efektif Setelah diberikan Health Education
1. Berikan informasi mengenai:
berhubungan dengan tindakan keperawatan
Fisiologi menyusui
kurangnya pengetahuan selama ...x24 jam klien Keuntungan menyusui
Perawatan payudara
ibu tentang cara menunjukkan respon
Kebutuhan diit khusus
menyusui yang benar breast feeding adekuat Faktor-faktor yang menghambat proses menyusui
2. Demonstrasikan breast care dan pantau kemampuan klien
dengan indikator:
1. Klien untuk melakukan secara teratur
3. Ajarkan cara mengeluarkan ASI dengan benar, cara
mengungkapkan
menyimpan, cara transportasi sehingga bisa diterima oleh bayi
puas dengan
4. Berikan dukungan dan semangat pada ibu untuk melaksanakan
kebutuhan untuk
pemberian Asi eksklusif
menyusui 5. Berikan penjelasan tentang tanda dan gejala bendungan
2. Klien mampu
payudara, infeksi payudara
mendemonstrasikan 6. Anjurkan keluarga untuk memfasilitasi dan mendukung klien
perawatan payudara dalam pemberian ASI
7. Diskusikan tentang sumber-sumber yang dapat memberikan
informasi/memberikan pelayanan KIA
3 Nyeri akut berhubungan Setelah dilakukan Pain Management
dengan agen injuri fisik asuhan keperawatan 1. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk
(luka insisi operasi) selama ...x24 jam lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor
28

diharapkan nteri presipitasi


2. Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
berkurang dengan
3. Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui
indicator:
pengalaman nyeri pasien
Pain Level
4. Kaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri
Pain control
5. Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau
Comfort level
6. Evaluasi bersama pasien dan tim kesehatan lain tentang
1. Mampu mengontrol
ketidakefektifan kontrol nyeri masa lampau
nyeri (tahu penyebab
7. Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan
nyeri, mampu
dukungan
menggunakan tehnik 8. Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti
nonfarmakologi suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan
9. Kurangi faktor presipitasi nyeri
untuk mengurangi
10. Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologi, non
nyeri, mencari
farmakologi dan inter personal)
bantuan) 11. Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi
Melaporkan bahwa 12. Ajarkan tentang teknik non farmakologi
13. Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
nyeri berkurang
14. Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
dengan 15. Tingkatkan istirahat
16. Kolaborasikan dengan dokter jika ada keluhan dan tindakan
menggunakan
nyeri tidak berhasil
manajemen nyeri
17. Monitor penerimaan pasien tentang manajemen nyeri
2. Mampu mengenali
18. Analgesic Administration
nyeri (skala, 19. Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas, dan derajat nyeri
29

sebelum pemberian obat


20. Cek instruksi dokter tentang jenis obat, dosis, dan frekuensi
21. Cek riwayat alergi
intensitas, frekuensi 22. Pilih analgesik yang diperlukan atau kombinasi dari analgesik
dan tanda nyeri) ketika pemberian lebih dari satu
3. Menyatakan rasa 23. Tentukan pilihan analgesik tergantung tipe dan beratnya nyeri
nyaman setelah 24. Tentukan analgesik pilihan, rute pemberian, dan dosis optimal
25. Pilih rute pemberian secara IV, IM untuk pengobatan nyeri
nyeri berkurang
4. Tanda vital dalam secara teratur
26. Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgesik
rentang normal
pertama kali
27. Berikan analgesik tepat waktu terutama saat nyeri hebat
28. Evaluasi efektivitas analgesik, tanda dan gejala (efek samping)
4 Kurang pengetahuan Setelah dilakukan Teaching : Disease Process
1. Berikan penilaian tentang tingkat pengetahuan pasien tentang
tentang perawatan ibu asuhan keperawatan
proses penyakit yang spesifik
nifas dan perawatan post selama ...x24 jam
2. Jelaskan patofisiologi dari penyakit dan bagaimana hal ini
operasi berhubungan diharapkan
berhubungan dengan anatomi dan fisiologi, dengan cara yang
dengan kurangnya pengetahuan klien
tepat.
sumber informasi meningkat dengan 3. Gambarkan tanda dan gejala yang biasa muncul pada penyakit,
indicator: dengan cara yang tepat
Kowlwdge : disease 4. Gambarkan proses penyakit, dengan cara yang tepat
5. Identifikasi kemungkinan penyebab, dengna cara yang tepat
process
6. Sediakan informasi pada pasien tentang kondisi, dengan cara
Kowledge : health
30

Behavior
1. Pasien dan keluarga
menyatakan yang tepat
pemahaman tentang 7. Hindari jaminan yang kosong
8. Sediakan bagi keluarga atau SO informasi tentang kemajuan
penyakit, kondisi,
pasien dengan cara yang tepat
prognosis dan 9. Diskusikan perubahan gaya hidup yang mungkin diperlukan
program pengobatan untuk mencegah komplikasi di masa yang akan datang dan
2. Pasien dan keluarga
atau proses pengontrolan penyakit
mampu 10. Diskusikan pilihan terapi atau penanganan
melaksanakan 11. Dukung pasien untuk mengeksplorasi atau mendapatkan

prosedur yang second opinion dengan cara yang tepat atau diindikasikan
12. Eksplorasi kemungkinan sumber atau dukungan, dengan cara
dijelaskan secara
yang tepat
benar 13. Rujuk pasien pada grup atau agensi di komunitas lokal, dengan
3. Pasien dan keluarga
cara yang tepat
mampu menjelaskan 14. Instruksikan pasien mengenai tanda dan gejala untuk
kembali apa yang melaporkan pada pemberi perawatan kesehatan, dengan cara
dijelaskan yang tepat
perawat/tim
kesehatan lainnya.
5 Defisit perawatan diri Setelah dilakukan Self Care assistane : ADLs
1. Monitor kemempuan klien untuk perawatan diri yang mandiri.
31

berhubungan dengan asuhan keperawatan


Kelelahan. selama ...x24 jam
2. Monitor kebutuhan klien untuk alat-alat bantu untuk
ADLs klien meningkat
kebersihan diri, berpakaian, berhias, toileting dan makan.
dengan indicator: 3. Sediakan bantuan sampai klien mampu secara utuh untuk
Self care : Activity of
melakukan self-care.
Daily Living (ADLs) 4. Dorong klien untuk melakukan aktivitas sehari-hari yang
1. Klien terbebas dari
normal sesuai kemampuan yang dimiliki.
bau badan 5. Dorong untuk melakukan secara mandiri, tapi beri bantuan
2. Menyatakan
ketika klien tidak mampu melakukannya.
kenyamanan 6. Ajarkan klien/ keluarga untuk mendorong kemandirian, untuk
terhadap memberikan bantuan hanya jika pasien tidak mampu untuk
kemampuan untuk melakukannya.
7. Berikan aktivitas rutin sehari- hari sesuai kemampuan.
melakukan ADLs
8. Pertimbangkan usia klien jika mendorong pelaksanaan
3. Dapat melakukan
aktivitas sehari-hari.
ADLS dengan
bantuan
6 Risiko infeksi Setelah dilakuakan Infection Control (Kontrol infeksi)
1. Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain
berhubungan dengan asuhan keperawatan
2. Pertahankan teknik isolasi
tindakan invasif, paparan selama ...x24 jam 3. Batasi pengunjung bila perlu
4. Instruksikan pada pengunjung untuk mencuci tangan saat
lingkungan patogen diharapkan resiko
berkunjung dan setelah berkunjung meninggalkan pasien
infeksi terkontrol
32

dengan indicator: 5. Gunakan sabun antimikrobia untuk cuci tangan


Immune Status 6. Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan kperawtan
Knowledge : Infection 7. Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat pelindung
8. Pertahankan lingkungan aseptik selama pemasangan alat
control
9. Ganti letak IV perifer dan line central dan dressing sesuai
Risk control
1. Klien bebas dari dengan petunjuk umum
10. Gunakan kateter intermiten untuk menurunkan infeksi
tanda dan gejala
kandung kencing
infeksi
11. Tingktkan intake nutrisi
2. Mendeskripsikan
12. Berikan terapi antibiotik bila perlu
proses penularan Infection Protection (Proteksi Terhadap Infeksi)
13. Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal
penyakit, factor
14. Monitor hitung granulosit, WBC
yang mempengaruhi 15. Monitor kerentanan terhadap infeksi
16. Batasi pengunjung
penularan serta
17. Saring pengunjung terhadap penyakit menular
penatalaksanaannya, 18. Partahankan teknik aspesis pada pasien yang beresiko
3. Menunjukkan 19. Pertahankan teknik isolasi k/p
20. Berikan perawatan kuliat pada area epidema
kemampuan untuk
21. Inspeksi kulit dan membran mukosa terhadap kemerahan,
mencegah timbulnya
panas, drainase
infeksi 22. Ispeksi kondisi luka / insisi bedah
4. Jumlah leukosit 23. Dorong masukkan nutrisi yang cukup
24. Dorong masukan cairan
dalam batas normal
25. Dorong istirahat
5. Menunjukkan
26. Instruksikan pasien untuk minum antibiotik sesuai resep
perilaku hidup sehat 27. Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan gejala infeksi
33

28. Ajarkan cara menghindari infeksi


29. Laporkan kecurigaan infeksi
30. Laporkan kultur positif
7 Intoleransi aktivitas Tujuan : Mandiri :
berhubungan dengan
Setelah dilakukan 1. Kaji kekuatan otot klien.
imobilitas post op SC 2. Posisikan pasien V, kepala dan kaki sama tinggi.
asuhan keperawatan
ditandai dengan : 3. Jelaskan perlunya diimobilisasi selama 6-8 jam post SC.
selama....x .... 4. Berikan aktivas pengalihan seperti mendengarkan musik
DS : intoleransi aktivitas dan sebagainya.
dapat diatasi.
a. Pasien kesemutan
dari perut ke Kriteria Hasil :
kaki.
b. ....................... a. Pasien tidak

DO : mengeluh
kesemutan.
a. Pasien dibantu b. Mulai dapat
untuk berpindah. melakukan
b. Pasien masih
mobilitas
dalam pengaruh
terhadap sesuai
anastesi BSA.
indikasi.
34

4. Pelaksanaan Keperawatan
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan
oleh perawat untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang
dihadapi kestatus kesehatan yang lebih baik yang menggambarkan kriteria
hasil yang diharapkan (Nurarif, 2015).

5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan
yang menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan,
dan pelaksanaannya sudah berhasil dicapai. Perawat dapat memonitor
kealpaan yang terjadi selam tahap pengkajian, diagnosa, perencanaan, dan
pelaksanaan tindakan (Nurarif, 2015).
35

B. PEB (Pre Eklamsi Berat)


1. Pengkajian
Pada pengkajian klien dengan sectio caesaria, data yang dapat ditemukan
meliputi distress janin, kegagalan untuk melanjutkan persalinan, malposisi
janin, prolaps tali pusat, abrupsio plasenta, plasenta previa dan pre
eklamsi.
a. Identitas atau biodata klien
Meliputi nama, umur, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan,
agama, suku, alamat, no. cm, tanggal MRS, tanggal pengkajian,
sumber informasi.
b. Keluhan utama
3) Keluhan utama saat masuk rumahsakit
4) Keluhan utama saat pengkajian
c. Riwayat Obstetri
6) Riwayat menstruasi (menarche, banyaknya, keluhan, HPHT dan
TP)
7) Riwayat perkawinan (menikah)
8) Riwayat kontrasepsi (akseptor KB, Jenis, lama, masalah)
9) Riwayat kehamilan, persalinan dan nifas yang dulu

Anak Ke Kehamilan Persalinan Komplikasi Nifas Anak


Umur
Pe- Penol Peny Lase Infe Perda
No Th Keha Jenis JK BB PJ
nyulit ong ulit rasi ksi rahan
milan

10) Riwayat kehamilan, persalinan yang sekarang


a) Riwayat kehamilan
b) Riwayat persalinan (diagnosa medis, terapi saat pengkajian)

d. Riwayat kesehatan masa lalu


36

1) Imunisasi
2) Riwayat alergi
3) Riwayat kecelakaan
4) Riwayat di rawat di RS
5) Riwayat pemakaian obat
e. Riwayat penyakit keluarga
Adakah penyakit keturunan dalam keluarga seperti jantung, DM, HT,
TBC, penyakit kelamin, abortus, yang mungkin penyakit tersebut
diturunkan kepada klien.
f. Pola kebiasaan
1) Bernafas
2) Makan dan minum
Pada klien nifas biasanaya terjadi peningkatan nafsu makan karena
dari keinginan untuk menyusui bayinya.
3) Eliminasi
Pada pasien pos partum sering terjadi adanya perasaan sering
/susah kencing selama masa nifas yang ditimbulkan karena
terjadinya odema dari trigono, yang menimbulkan inveksi dari
uretra sehingga sering terjadi konstipasi karena penderita takut
untuk melakukan BAB.
4) Gerak dan aktivitas
Pada pasien pos partum klien dapat melakukan aktivitas seperti
biasanya, terbatas pada aktifitas ringan, tidak membutuhkan tenaga
banyak, cepat lelah, pada klien nifas didapatkan keterbatasan
aktivitas karena mengalami kelemahan dan nyeri.
5) Istirahat dan tidur
Pada klien nifas terjadi perubagan pada pola istirahat dan tidur
karena adanya kehadiran sang bayi dan nyeri epis setelah
persalinan

6) Kebersihan diri
37

7) Pengaturan suhu tubuh


8) Rasa nyaman
9) Rasa aman
10) Data sosial
Peran klien dalam keluarga meliputi hubungan klien dengan
keluarga dan orang lain.
11) Prestasi dan produktivitas
Terjadi disfungsi seksual yaitu perubahan dalam hubungan
seksual atau fungsi dari seksual yang tidak adekuat karena adanya
proses persalinan dan nifas.
12) Rekreasi
13) Belajar
14) Ibadah
g. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum
a) Kesadaran
b) Bangun tubuh
c) Postur tubuh
d) Cara berjalan
e) Gerak motorik
f) Keadaan kulit
g) Tanda-tanda vital (tekanan darah, nadi, respirasi dan suhu)
h) Berat dan sebelum hamil
i) Berat badan saat hamil
j) Tinggi badan dan lingkar lengan
2) Head to toe
a) Kepala
Bagaimana bentuk kepala, kebersihan kepala, kadang-kadang
terdapat adanya cloasma gravidarum, dan apakah ada benjolan

b) Mata
38

Terkadang adanya pembengkakan paka kelopak mata,


konjungtiva, dan kadang-kadang keadaan selaput mata pucat
(anemia) karena proses persalinan yang mengalami
perdarahan, sklera kunuing
c) Hidung
Adanya polip atau tidak dan apabila pada post partum kadang-
kadang ditemukan pernapasan cuping hidung
d) Telinga
Biasanya bentuk telingga simetris atau tidak, bagaimana
kebersihanya, adakah cairan yang keluar dari telinga.
e) Leher
Kadang-kadang ditemukan adanya penbesaran kelenjar tioroid,
karena adanya proses menerang yang salah
f) Thorax
(4) Payudara
(5) Jantung
(6) Paru
g) Abdomen
Pada klien nifas abdomen kendor kadang-kadang striae masih
terasa nyeri. Fundus uteri 3 jari dibawa pusat.
h) Genitalia
Pengeluaran darah campur lendir, pengeluaran air ketuban, bila
terdapat pengeluaran mekomium yaitu feses yang dibentuk
anak dalam kandungan menandakan adanya kelainan letak
anak.
i) Anus
Kadang-kadang pada klien nifas ada luka pada anus karena
rupture
j) Ekstermitas
Atas (odema, varises, CRT)
Bawah (odema, varises, CRT)
h. Pemeriksaan penunjang
i. Data bayi
Laktasi

2. Diagnosa Keperawatan
39

a. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan preload


ditandai dengan edema, peningkatan berat badan dan oliguria.
b. Nyeri akut berhubugan dengan preeklamsia ditandai dengan perubahan
tekanan darah, melaporkan nyeri secara verbal, mengekspresikan
prilaku iritabilitas, indikasi nyeri pada epigastrium dan sakit kepala.
c. Risiko gangguan hubungan ibu-janin dengan faktor resiko gangguan
transport oksigen karena hipertensi.
40

3. Perencanaan Keperawatan
Diagnosa Tujuan & Kriteria Intervensi Rasional
Hasil
Penurunan Setelah dilakukan NIC Label : NIC Label :
curah jantung tindakan keperawatan 1. Cardiac Care 1. Cardiac Care
berhubungan selama 3.x24 jam status a. Lakukan pengkajian secara a. Pengkajian secara komprensif dapat
dengan kardiovaskular pasien komphrensif (CRT , oedem, warna memberikan data untuk pemantauan
perubahan dalam rentang normal dan temperature ekstrimitas) secara faktor-faktor preklmasia
b. Tanda-tanda vital dapat memberikan
preload d.d dengan kriteria hasil: teratur pada pasien preklamsia
b. Pantau secara rutin tanda-tanda vital informasi perkembangan status
peningkatan NOC Label :
pada pasien preklamsia preklamsia pasien
berat badan, 1. Cardiac Pump
oedem dan Effectiveness
oliguria a. Tekanan darah 2. Circulatory Care : Arterial 2. Circulatory Care : Arterial Insufficiency

sistolik 130 Insufficiency a. Mengkaji status sirkulasi perifer pasien


b. Untuk memantau perkembangan
mmHg a. Melakukan penilaian yang
b. Tekanan darah kondisi pasien
komprehensif dari sirkulasi perifer
c. Memantau status cairan pasien
diastolic 90 (misalnya: memeriksa nadi perifer,
mmHg edema, pembuluh kapiler, warna kulit,
c. Nadi perifer
dan temperature) pada pasien
teraba
preklamsia
41

d. Produksi urine b. Evaluasi edema perifer dan nadi


dalam rentang pasien preklamsia secara teratur.
c. Monitor status cairan, termasuk
normal (12000-
masukan dan keluaran setiap jam pada
15000 cc)
e. Edema perifer pasien preklamsia
(muka , jari
3. Circulatory Care: Venous Insufficiency
tangan dan 3. Circulatory Care: Venous
a. Melancarkan sirkulasi darah ke jantung
pergelangan Insufficiency
untuk mengurangi beban kerja jantung
kaki ) berkurang a. Meninggikan anggota badan yang b. Untuk mencegah adanya penumpukan
f. Mual berkurang
berpengaruh sebesar 20 derajat atau cairan di ekstremitas bawah.
g. Tidak terjadi
lebih di atas level dari jantung, secara
sianosis (CRT > 3
tepat pada pasien preklamsia
detk ).
b. Mendorong latihan gerakan pasif atau
aktif terutama pada ektremitas bawah
3. Fluid balance
selama terbaring pada pasien
a. Mempertahankan
preklamsia 4. Nausea Management
urine output 4. Nausea Management a. Untuk mengetahui karateristik mual
a. Kaji frekuensi,durasi dan faktor
sesuai dengan pasien
penyebab mual pada pasien b. Menurunkan tingkat mual pasien
usia dan BB, BJ
c. Untuk mengalihkan rasa mual
preklamsia
urine normal.
b. Anjurkan pemberian obat antiemetic
42

sesuai resep dokter


c. Mengajarkan penggunaan teknik
nonfarmakologi (hipnosis,
biofeedback dan akupresur) untuk 5. Medication Administration :
mengelola mual Intravenous
a. Prinsip 12 benar obat mencegah
5. Medication Administration : terjadinya kesalahan dalam pemberian
obat
Intravenous
b. Mengetahui alergi yang dimiliki klien
a. Ikuti 12 benar pemberian obat
c. MgSo4 adalah obat untuk mencegah
b. Perhatikan riwayat kesehatan pasien
eklamsia
dan riwayat alergi pasien preklamsia
c. Berikan obat magnesium sulfat
(MgSO4) injeksi secara tepat
Nyeri akut Setelah dilakukan NIC Label: NIC Label:
berhubungan asuhan keperawatan 1. Pain Management 1. Pain Management
a. Lakukan pengkajian nyeri a. Untuk mengetahui tindakan yang tepat
dengan selama ...x 24 jam,
epigastrium dan nyeri kepala secara sesuai dengan skala nyeri klien
preeklmasia diharapkan nyeri
komprehensif termasuk
ditandai terkontrol dengan
lokasi,karakteristik,durasi,frekuensi,k
dengan kriteria hasil :
NOC Label : ualitas, dan factor presipitasi
perubahan b. Agar mampu mengontrol faktor eksternal
1. Pain Level (PQRST) pada pasien preklamsia.
tekanan darah , yang dapat mempengaruhi nyeri pada
b. Kontrol lingkungan pasien
a. Mampu mengenali
43

melaporkan nyeri (skala, preklamsia yang dapat klien.


nyeri secara intensitas, mempengaruhi nyeri seperti
verbal , frekuensi dan suhu,ruangan,pencahayaan,dan c. Posisi yang nyaman dapat mengurangi
mengekspresik tanda nyeri) kebisingan. rasa nyeri yang dialami pasien.
c. Berikan posisi yang nyaman pada d. Agar perhatian pasien terhadap nyerinya
an iritabilitas , 2. Pain control
pasien pada pasien preklamsia teralihkan sehingga nyeri berkurang atau
indikasi nyeri a. Mampu
d. Ajarkan tentang teknik non
bahkan bisa hilang tanpa analgetik.
pada mengontrol nyeri
farmakologi; napas
epigastrium (tahu
dalam,relaksasi,distraksi,kompres
dan sakit penyebab,mampu
hangat/dingin pada pasien e. Agar nyeri pasien dapat berkurang
kepala mengunakan
preklamsia untuk mengalihkan rasa setelah pemberian terapi farmakologi.
teknik non
nyeri.
farmakologi untuk e. Kolaborasi pemberiaan analgetik
mengurangi untuk mengurangi nyeri epigastrium
nyeri,mencari dan nyeri kepala sesuai anjuran
bantuan) dokter
3. Comfort level
a. Mampu
melaporkan
bahwa nyeri
44

epigastrium dan
nyeri kepala
berkurang
menggunakan
managemen
nyeri.
b. Menyatakan
rasa aman
setelah nyeri
epigastrium dan
nyeri kepala
berkurang

Resiko Setelah dilakukan NIC Label : NIC Label :


gangguan asuhan keperawatan Prenatal Care Prenatal Care
hubungan Ibu- selama …x 24 jam, a. Anjurkan pada pasien preklamsia a. Untuk mengetahui lebih dini jika
Janin klien terhindar dari tentang pentingnya perawatan terjadi masalah dalam kehamilan
ditandai resiko gangguan kehamilan secara rutin selama sehingga dapat ditangani dengan cepat
dengan hubungan Ibu-Janin kehamilan
b. Untuk memberikan dukungan secara
b. Mendorong ayah atau otau orang
gangguan yang ditandai dengan
psikologis terhadap Ibu hamil dan
45

transport kriteria hasil: penting lainnya dalam pelaksanaan dapat membantu perawatan.
oksigen NOC Label : perawatan kehamilan pada pasien
c. Agar pasien dapat memenuhi nutrisi
1. Prenatal health preklamsia
yang sesuai untuk pasien sendiri dan
c. Anjurkan pasien preklamsia
behavior
janinnya.
memenuhi nutrisi yang dibutuhkan
a. Mempertahanka
selama kehamilan d. Untuk mengetahui jika terjadi
n pola kenaikan
penambahan berat badan yang
berat badan
d. Monitor berat badan selama hamil abnormal, lebih maupun kurang dari
yang sehat.
b. Mempertahankan normalnya.
e. Untuk mengetahui peningkatan
asupan gizi yang
e. Monitor tingkat Glukosa urin dan glukosa ataupun protein dalam urin
memadai untuk
protein urin pada pasien preklamsia dalam batas normal atau tidak
kehamilan
c. Berkonsultasi ke sehingga dapat mencegah dengan
tenaga kesehatan cepat komplikasi kehamilan.
f. Monitor jumlah hemoglobin pada f. Untuk mengetahui jumlah hemoglobin
profesional
pasien preklamsia sehingga pasien tidak mengalami
tentang
perubahan jumlah hemoglobin yang
penggunaan obat
g. Monitor fetal heart rate pada pasien berarti.
non-resep
g. Untuk mengetahui apakah terjadi fetal
preklamsia.
distress atau tidak.
46
47

4. Pelaksanaan Keperawatan
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan
oleh perawat untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang
dihadapi kestatus kesehatan yang lebih baik yang menggambarkan kriteria
hasil yang diharapkan (Nurarif, 2015).

5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan
yang menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan,
dan pelaksanaannya sudah berhasil dicapai. Perawat dapat memonitor
kealpaan yang terjadi selam tahap pengkajian, diagnosa, perencanaan, dan
pelaksanaan tindakan (Nurarif, 2015).

Anda mungkin juga menyukai