Anda di halaman 1dari 16

BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Sectio caesarea

1. Definis
Sectio Caesarea (SC) adalah suatu persalinan buatan, dimana janin
dilahirkan melalui suatu insisi pada dinding perut dan dinding rahim dengan
syarat rahim dalam keadaan utuh serta berat janin diatas 500 gram
(Prawirohardjo, 2010).
Sectio Caesarea (SC) adalah suatu pembedahan guna melahirkan janin
lewat insisi pada dinding abdomen dan uterus sehingga janin dapat lahir
secara utuh dan sehat (Jitawiyono, 2012).
Menurut Mochtar (2012) Sectio Caesarea adalah suatu cara melahirkan
janin dengan membuat sayatan pada dinding uterus melalui dinding depan
perut dan vagina. Ada beberapa istilah dalam Sectio Caesarea (SC) yaitu:
a. Sectio Caesarea Primer ( Elektif)
SC primer bila sejak mula telah direncanakan bahwa janin akan
dilahirkan dengan cara SC.
b. Sectio Caesarea Sekunder
SC sekunder adalah keadaan ibu bersalin dilakukan partus percobaan
terlebih dahulu, jika tidak ada kemajuan (gagal) maka dilakukan SC.
c. Sectio Caesarea Ulang
Ibu pada kehamilan lalu menjalani operasi SC dan pada kehamilan
selanjutnya juga dilakukan SC.
d. Sectio Caesarea Histerektomy
Suatu operasi yang meliputi kelahiran janin dengan SC yang secara
langsung diikuti histerektomi karena suatu indikasi.

5
e. Operasi Porro
Merupakan suatu operasi dengan kondisi janin yang telah meninggal
dalam rahim tanpa mengeluarkan janin dari kavum uteri dan langsung
dilakukan histerektomi. Misalnya pada keadaan infeksi rahim yang berat.
2. Etiologi
a. Etiologi yang berasal dari Ibu
Pada primigvida Dengan kelainan letak, primi para tua disertai kelainan
letak ada, disporposi sefalo pelvic (dispoporsi janin/panggul) ada sejarah
kehamilan dan persalinan yang buruk. Terdapat kesempitan panggul
plasenta previa terutama pada primigravida, solusio plasenta tingkat I-II, 11
komplikasi kehamilan yang disertai penyakit (jantung, DM), gangguan
perjalanan persalinan (kista ovarium, mioma uteri, dan sebagainya).
b. Etiologi yang berasal dari janin
Fetal Distress/ gawat janin, mal presentasi dan mal posisi kedudukan
janin, prolapsus tali pusat dengan pembukaan kecil, kegagalan persalinan
vakum atau forceps ekstraksi. (Nurarif & Hardhi, 2015)

3. Patofisiologis
Adanya beberapa kelainan/hambatan pada proses persalinan yang
menyebabkan bayi tidak dapat lahir secara normal/spontan, misalnya karena
ketidakseimbangan ukuran kepala bayi dan panggul ibu, keracunan kehamilan
yang parah, pre eklampsia dan eklampsia berat, kelainan letak bayi seperti
sungsang dan lintang, kemudian sebagian kasus mulut rahim tertutup plasenta
yang lebih dikenal dengan plasenta previa, bayi kembar, kehamilan pada ibu
yang berusia lanjut, persalinan yang berkepanjangan, plasenta keluar dini,
ketuban pecah dan bayi belum keluar dalam 24 jam, kontraksi lemah dan

6
sebagainya. Kondisi tersebut menyebabkan perlu adanya suatu tindakan
pembedahan yaitu Sectio Caesarea. (Sari, 2016).
4. Klasifikasi
Klasifikasi Sectio Caesarea menurut (Hary Oxorn dan William R. Forte,
2010) :
a. Segmen Bawah : Insisi Melintang
Karena cara ini memungkinkan kelahiran per abdominal yang aman
sekaligus dikerjakan kemudian pada saat persalinan dan sekalipun rongga
rahim terinfeksi, maka insisi melintang segmen bawah uterus telah
menimbulkan revolusi dalam pelaksanaan obstetric.
b. Segmen Bawah : Insisi membujur
Cara membuka abdomen dan menyingkapkan uterus sama seperti
insisi melintang, insisi membujur dibuat dengan scapel dan dilebarkan dengan
gunting tumpul untuk menghindari cedera pada bayi
c. Sectio Caesarea Klasik
Insisi Longitudinal digaris tengah dibuat dengan scalpel kedalam
dinding anterior uterus dan dilebarkan keatas serta kebawah dengan gunting
yang berujung tumpul. Diperlukan luka insisi yang lebar karena bayi sering
dilahirkan dengan bokong dahulu. Janin serta plasenta dikeluarkan dan uterus
ditutup dengan jahitan tiga lapis. Pada masa modern ini hampir sudah tidak
dipertimbangkan lagi untuk mengerjakan Sectio Caesarea Klasik. Satu-
satunya indikasi untuk prosedur segmen 15 atas adalah kesulitan teknis dalam
menyingkapkan segmen bawah.
d.Sectio Caesarea Extraperitoneal
Pembedahan extraperitoneal dikerjakan untuk menghindari perlunya
histerektomi pada kasus-kasus yang mengalami infeksi luas, dengan
mencegah peritonitis generalisata yang sering bersifat fatal. Ada beberapa
metode sectio caesarea extraperitoneal seperti metode waterz, latzko, dan
norton, T. Tehnik pada prosedur ini relative lebih sulit, sering tanpa sengaja

7
masuk kedalam vacum peritoneal dan isidensi cedera vesica urinaria
meningkat. Metode ini tidak boleh dibuang tetapi tetap disimpan sebagai
cadangan kasus-kasus tertentu.
e. Histerektomi Caesarea
Pembedahan ini merupakan Sectio Caesarea yang dilanjutkan
dengan pengeluaran uterus. Jika memungkinkan histerektomi harus dikerjakan
lengkap (histerektomi total). Akan tetapi, karena pembedahan subtoral lebih
mudah dan dapat dikerjakan lebih cepat, maka pembedahan subtoral menjadi
prosedur pilihan jika terdapat perdarahan hebat dan pasien terjadi syok, atau
jika pasien dalam keadaan jelek akibat sebab-sebab lain. Pada kasus-kasus
semacam ini lanjutan pembedahan adalah menyelesaikannya secepat
mungkin.

5. Resiko Kelahiran Sectio caesarea

a. Masalah yang muncul akibat bius yang di gunakan dalam pembedahan dan
obat-obatan penghilang rasa nyeri sesudah bedah sc

b. Perdarahan yang lebih berat dan peningkatan resiko perdarahan yang dapat
menimbulkan anemia atau memerlukan transfuse darah.

c. Resiko timbulnya masalah dari jaringan parut atau perlekatan didalam perut.

d. Peningkatan resiko masalah pernapasan dan temperature untuk bayi baru lahir.

e. Peningkatan kemungkinan harus dilakukan bedah cesar pada kehamilan


berikutnya.

6. Kontraindikasi

Menurut Maryunani (2014) beberapa kontraindikasi sesarea adalah berikut:

a. Infeksi pada peritoneum

b. Janin mati

8
c. Kurangnya fasilitas atau tenaga yang ahli

7. Komplikasi

Menurut Hartati dan Maryunani (2015) beberapa komplikasi yang dapat


terjadi pada Post SC adalah berikut :

1) Menurut Rasjidi (2009) komplikasi utama Post SC adalah kerusakan organ-


organ seperti vesika urinaria, uterus, perdarahan, infeksi atau tromboemboli,
dan yang lebih besar adalah kematian ibu. 9

2) Menurut Aksu kucuk, (2011) adalah seperti vena thrombosis, karena factor
seperti thrombophilia.

3) Sedangkan menurut Bonney & Jenny (2010) adalah : a) Berkurangnya


vaskuler bagian atas uterus sehingga dapat menyebabkan rupture uterus. b)
Ileus dan peritonitis c) Infeksi akibat mikroorganisme

4) Dan menurut Leifer (2012) adalah seperti :

a) Terjadinya aspirasi

b) Emboli pulmonal

c) Perdarahan

d) Infeksi urinaria

e) Injuri pada bledder

f) Thrombophlebitis

g) Infeksi pada luka operasi

h) Masalah respirasi pada fetal

Untuk meminimalkan komplikasi pascaoperatif terdapat beberapa tahap


yang dapat dilakukan yaitu :

9
a) Tangani semua jaringan dengan ketelitian yang tinggi

b) Gunakan sarung tangan yang bebas debu atau serbuk

c) Rawat perdarahan

d) Hati-hati dalam pemilihan benang atau implant

e) Jaga agar tetap bersih dan kering

f) Lakukan pencegahan infeksi dengan baik

8. Pemeriksaan Penunjang

a.Pemantauan janin terhadap kesehatan janin


b. Pemantauan CTG
c. Pemeriksaan darah
d. Urinalis
e. Amniosintesis terhadap maturitas paru janin sesuai indikasi
f. Ultrasound sesuai pesanan
(Tucker susan, martin, 1998. Dalam Buku Aplikasi Nanda 2015).

B. PARTUS MACET
I. DEFINISI
Partus macet adalah kondisi dimana kontraksi uterus kuat tetapi fetus tidak
bisa turun ke pelvis karena ada sesuatu yang menghalanginya. Partus macet
adalah persalinan patologis yang membutuhkan penanganan yang tepat karena
jika tidak dapat menimbulkan morbiditas atau mortalitas pada pasien ataupun
bayi (Prawirohardjo Sarwono, 2010).
Persalinan patologis dengan partus macet dapat menimbulkan komplikasi
bagi pasien maupun bayi, komplikasi bagi pasien yaitu infeksi intrapartum,
ruptur uteri, pembentukan fistula dan cidera dasar panggul, sedangkan pada bayi
dapat berakibat terjadinya kaput suksadaneum dan moulase kepala janin, oleh

10
karena itu deteksi dini dan tindakan asuhan kebidanan yang tepat diperlukan
untuk mengurangi morbiditas dan mortalitas pasien dan bayinya.

II. ETIOLOGI
1. Cephalo Pelvic Dispropostional (CPD)
Cephalopelvic dispropostinal terjadi ketika tidak adanya kesesuaian
diantara kepala janin dengan pelvis. Kondisi itu tidak memungkinkan fetus
melewati pelvis dengan mudah. Cephalopelvis disproportional dapat terjadi
pada pelvis yang kecil dengan ukuran kepala fetus yang normal, atau pelvis
yang normal dengan fetus yang besar, atau kombinasi antara fetus yang besar
dengan pelvis yang kecil. Cephalopelvis disproportional tidak dapat
didiagnosa sebelum umur kehamilan berumur 37 minggu (WHO, 2008)

2. Passage : Kelainan jalan lahir


Partus macet karena kelainan jalan lahir dapat disebabkan karena
kelainan pada jaringan keras yang disebut tulang panggul dan kelainan pada
jaringan lunak panggul.
a. Partus macet karena kelainan panggul
Partus macet karena kelainan panggul atau bagian keras disebabkan oleh
kesempitan panggul. Panggul dibedakan menjadi tiga pintu yaitu pintu atas
panggul, pintu tengah panggul dan pintu bawah panggul. Pintu atas
panggul dianggap sempit apabila konjugata vera ≤ 10 cm atau diameter
transversal ≤ 12 cm. Kesempitan pintu tengah panggul jika diameter
interspinarum < 9 cm dan diameter transversal ditambah dengan diameter
sagitalis posterior ≤ 13,5 cm, sedangkan pintu bawah panggul dianggap
sempit jika jarak antar tuber os iscii ≤ 8 cm. Jika jarak ini berkurang maka
arkus pubis akan meruncing, oleh karena itu besarnya arkus pubis
dipergunakan untuk menentukan kesempitan pintu bawah panggul.
Kesempitan pintu atas panggul dapat berakibat persalinan menjadi lebih

11
lama akibat gangguan pembukaan dan banyak waktu yang digunakan untuk
molase kepala janin sedangkan kesempitan pintu tengah panggul dan pintu
bawah panggul dapat menimbulkan gangguan putaran paksi (Fauziyah
Yulia, 2012).
b. Partus macet karena kelainan jalan lahir lunak disebakan oleh beberapa
faktor yaitu kelainan vulva (atresia karena bawaan atau didapat seperti
radang atau trauma), kelainan vagina (atresia, sekat atau tumor), kelainan
serviks (atresia conglutination orivicii eksternii, cicatrices servik, servik
kaku pada primi tua), abnormalitas uteri dan tumor (Solikhah Umi, 2011).

3. Passanger : kelainan janin


Keadaan normal presentasi janin adalah belakang kepala dengan
penunjuk ubun-ubun kecil dalam posisi transversal (saat memasuki pintu atas
panggul) dan posisi anterior (setelah melewati pintu tengah panggul), dengan
presentasi tersebut kepala janin akan masuk panggul dalam ukuran terkecilnya
(sirkumferensia suboksipitobregmitikus). Hal tersebut dicapai bila sikap
kepala janin fleksi.
Sikap yang tidak normal akan menimpulkan kesulitan persalinan yang
disebabkan karena diameter kepala yang harus melalui panggul menjadi lebih
besar. Berdasarkan kelainannya, partus macet karena kelainan passanger
dibedakan menjadi beberapa macam, yaitu :
a. Partus Macet karena kelainan presentasi janin
Menurut Prawirohardjo Sarwono (2010), Presentasi adalah titik tunjuk
untuk menentukan bagian terendah janin. Adapun Kelainan presentasi janin
dibedakan menjadi beberapa macam yaitu :
1) Presentasi puncak kepala
Menurut Marmi, dkk (2016), presentasi puncak kepala atau disebut
juga presentasi sinsiput, terjadi apabila derajat defleksinya ringan,
sehingga ubun-ubun besar menjadi bagian terendah. Pada umumnya

12
presentasi puncak kepala merupakan kedudukan sementara yang
kemudian akan berubah menjadi presentasi belakang kepala.

2) Presentasi dahi
Menurut Rukiyah dan Lia (2010), presentasi dahi adalah keadaan
dimana kedudukan kepala berada diantara fleksi maksimal, sehingga
dahi merupakan bagian terendah. Janin dengan presentasi dahi dapat
disebabkan oleh beberapa faktor yaitu kemiringan anterior uterus,
kontraksi pelvis, polihidramnion dan abnormalitas kongenital misalnya,
anensefalus.
Pada umumnya presentasi dahi bersifat sementara untuk kemudian
dapat berubah menjadi presentasi belakang kepala atau presentasi muka,
atau tetap menjadi presentasi dahi, oleh karena itu apabila tidak terdapat
gawat janin menunggu kemajuan persalinan dapat dilakukan. Bila
presentasinya tetap presentasi dahi, maka janin tidak dapat dilahirkan
pervaginam karena besarnya diameter oksipitomental yang harus
melewati panggul, maka tindakan seksio sesarea diperlukan untuk
melahirkan janin dengan presentasi dahi (Prawirahardjo Sarwono,
2010).

3) Presentasi Muka
Menurut Cunningham, dkk (2012), presentasi muka merupakan
presentasi kepala dengan defleksi maksimal hingga oksiput mengenai
punggung dan muka terarah ke bawah. Penyebab presentasi muka yaitu
adanya pembesaran leher yang nyata atau lilitan tali pusat di sekitar
leher dapat menyebabkan ekstensi, janin anensefalus, panggul sempit,
janin sangat besar, paritas tinggi dan perut gantung.

13
4) Presentasi bokong
Presentasi bokong adalah janin letak memanjang dengan bagian
terendahnya bokong, kaki atau kombinasi keduanya. Faktor resiko
terjadinya presentasi bokong adalah panggul sempit, terdapat lilitan tali
pusat atau tali pusat pendek, kelainan uterus (uterus arkuatum, uterus
septum, aterus dupleks), terdapat tumor di pelvis minor yang
menggangu masuknya kepala janin ke pintu atas panggul, plasenta
previa, kehamilan ganda (Manuaba, 2008).

5) Presentasi bahu
Presentasi bahu adalah janin dalam kondisi melintang di dalam
uterus dengan sumbu janin tegak lurus atau hampir tegak lurus dengan
sumbu panjang pasien dan bahu sebagai bagian terendah janin.
Penyebab presentasi bahu yaitu dinding perut yang kendur pada
multipara, kesempitan panggul, plasenta previa, prematuritas, kelainan
bentuk rahim seperti uterus arkuatum, mioma uteri dan kehamilan
ganda (Fauziyah Yulia, 2012).

b. Partus macet karena kelainan posisi janin


a) Persisten Oksipito Posterior (POP)
Persisten Oksipito Posterior (POP) yaitu ubun-ubun kecil tidak
berputar ke depan, sehingga tetap berada di belakang disebakan karena
usaha penyesuain kepala terhadap bentuk dan ukuran panggul. Etiologi
POP yaitu usaha penyesuaian kepala terhadap bentuk dan ukuran
panggul, pada diameter anteroposterior lebih besar dari diameter
transversal pada panggul anterior, segmen depan menyempit seperti
pada panggul android, ubun-ubun kecil akan sulit memutar ke depan,
otot-otot dasar panggul lembek pada multipara atau kepala janin yang

14
kecil dan bulat sehingga tak ada paksaan pada belakang kepala janin
untuk memutar ke depan (Rukiyah, dan Lia, 2010).

b) Deep Transverse Position (DTP)


Deep Transverse Position yaitu keadaan dimana pembukaan serviks
telah lengkap, kepala berada di dasar panggul dan sutura sagitalis
melintang (Marmi, dkk, 2016).
c. Partus macet karena kelainan janin Beberapa kelainan janin yang dapat
menyebabkan partus macet yaitu :
a) Makrosomia
Makrosomia adalah bayi lahir dengan berat badan lebih dari 4000
gram. Bayi dengan makrosomia dapat disebakan karena pasien dengan
penyakit diabetes melitus, adanya keturunan penyakit diabetes melitus
di keluarga, atau multiparitas dengan riwayat makrosomia sebelumnya
(Solikhah, 2011).

b) Hydrochepalus
Hydrochepalus adalah penimbunan cairan serebrospinalis dalam
pentrikel otak janin, sehingga kepala menjadi besar serta terjadi
pelebaran sutura-sutura dan ubun - ubun. Cairan yang tertimbun dalam
pentrikel biasanya antara 500-1500 ml, akan tetapi dapat mencapai pula
hingga 5 liter. Penyebab hidrosephalus adalah tersumbatnya aliran
cairan cerebro spinal (CSS) pada salah satu tempat antara tempat
pembentukan CSS dalam sistem ventrikel dan tempat absorbsi dalam
ruang subarachnoid. Akibat penyumbatan tersebut terjadi dilatasi
ruangan CSS di atasnya. Hidrosephalus disebakan oleh satu dari tiga
faktor yaitu produksi CSS yang berlebihan, obstruksi jalur atau
gangguan absorbsi CSS (Rukiyah, A. Y. dan Lia Yulianti, 2010).

15
c) Kembar Siam
Kembar siam adalah keadaan anak kembar yang tubuh keduanya
bersatu. Hal ini terjadi apabila zigot dari bayi kembar identik gagal
terpisah secara sempurna. Kembar siam dibedakan menjadi dua yaitu
dizigot (kembar yang berasal dari dua sel telur yang dpasienahi sperma)
dan monozigot (kembar yang berasal dari satu telur yang dpasienahi
sperma kemudian membelah menjadi dua). Pembelahan pada kembar
siam akan menentukan kondisi bayi. Masa pembelahan sel telur terbagi
menjadi empat waktu yaitu 0-72 jam, 4-8 hari, 9-12 hari dan 13 hari atau
lebih. Pembelahan yang terjadi pada waktu 13 hari atau lebih akan
menghasilkan satu plasenta dan satu selaput ketuban serta karena waktu
pembelahannya yang kelamaan sehingga sel telur terlanjur berdempetan.
Faktor yang mempengaruhi waktu pembelahan dan mengakibatkan
pembelahan tidak sempurna sehingga mengakibatkan dempet dikaitkan
dengan infeksi, kurang gizi dan masalah lingkungan (Marmi, dkk,
2016).

III. PATOFISIOLOGIS
Partus Macet dapat disebabkan oleh presentasi janin seperti posisi oksipito
dan ukuran janin besarnya sekitar 4000 gram sehingga tidak pasien tidak dapat
melahirkan pervaginam meskipun ukuran panggul normal (Rohani, 2011).
Kepala fetus yang terlalu besar untuk rongga pelvis, dystosia jaringan lunak serta
adanya persalinan yang tidak efektif juga menjadi faktor penyebab lamanya kala
II sehingga akan menghambat kemajuan persalinan serta komplikasi tersendiri
(Rohani, 2011).

IV. MANIFESTASI KLINIS


Menurut Purwaningsih & Fatmawati (2010), manifestasi klinik partus tak
macet yaitu:

16
1. Pada pasien
a. Gelisah, letih, suhu badan meningkat, nadi cepat, pernafasan cepat,
meteorismus.
b. Di daerah lokal sering dijumpai edema vulva, edema serviks, cairan
ketuban berbau, terdapat mekonium.
2. Pada janin
a. Denyut jantung janin cepat/ tidak teratur, bahkan negatif, air ketuban
terdapat mekonium, kental kehijau-hijauan, berbau.
b. Kaput suksadenum yang membesar.
c. Moulage kepala yang hebat.
d. Kematian janin dalam kandungan

V. KOMPLIKASI
Partus Macet menurut Prawirohardjo (2008) yaitu:
1. Infeksi Intrapartum
2. Ruptura Uteri
3. Cincin Retraksi Patologis
4. Pembentukan Fistula
5. Cedera Otot-otot Dasar Panggul
6. Efek pada Janin
7. Kaput Suksedaneum
8. Molase Kepala Janin

VI. PEMERIKSAAN PENUNJANG


1. Laboratorium
a. Pemeriksaan Darah rutin
b. Pemeriksaan swab antigen
c. Pemeriksaan HIV, HbSag (Jika belum di lakukan di Faskes 1)
2. Pemeriksaan CTG

17
VII. PENATALAKSANAAN
Menurut WHO (2008), penanganan yang dapat dilakukan pada pasien
bersalin dengan partus macet yaitu :
1. Rehidrasi pasien
Bertujuan untuk mempertahankan volume plasma dan mencegah atau
mengobati hidrasi dan keton.
a. Memasang IV kateter, menggunakan nidle ukuran besar (no.18)
b. Jika pasien mengalami syok, berikan larutan salin atau ringer laktat hingga
1 liter, kemudian ulangi 1 liter dengan tetesan 20 tetes per menit sampai
nadi lebih dari 90 kali per menit, tekanan darah sistolik 100 mmHg atau
lebih tinggi. Namun jika muncul masalah pernafasan, turunkan 1 liter untuk
4-6 jam.
c. Jika pasien tidak mengalami syok tetapi ada dehidrasi dan ketonik, beri 1
liter cepat dan ulangi jika masih dehidrasi dan ketonik. Kemudian turunkan
1 liter untuk 4-6 jam
d. Catat dengan tepat pemberian cairan intravena dan pengeluaran urin
2. Beri antibiotik
Jika terdapat tanda-tanda infeksi atau membran telah pecah lebih dari 18
jam, umur kehamilan 37 minggu atau lebih berikan antibiotik seberti dibawah
ini :
a. Ampicilin 2 g tiap 6 jam dan
b. Gentamisin 5 mg/ BB/ IV tiap 24 jam
Jika pasien akan melahirkan secara sesarea, lanjutkan pemberian antibiotik
dan berikan mitronidazol 500 mg/IV tiap 8 jam sampai demam turun
selama 48 jam
3. Berikan dukungan
Pasien yang akan melahirkan pervaginam didampingi untuk memberikan
kenyamanan dan dukungan. Jelaskan semua prosedur kepada pasien, minta

18
izin kepadanya untuk melakukan tindakan, dengarkan dan peka terhadap
perasaan saat akan bersalin.
4. Kelahiran bayi
a. Jika pasti cephalopelvic disproportional, bayi harus dilahirkan secara
sectio sesarea
b. Jika bayi meninggal, harus dilahirkan secara embriotomi atau jika tidak
mungkin lahirkan dengan seksio sesarea
c. Jika bayi masih hidup, servik telah berdilatasi maksimal dan kepala berada
distasi 0 atau dibawahnya, lahirkan dengan ekstasi vavum
d. Jika bayi masih hidup dan servik telah berdilatasi maksimal dan ada
indikasi untuk melakukan simpisiotomi untuk meringankan kemacetan
(jika seksio sesarea tidak memungkinkan) dan kepala bayi berada di stasi
2, maka lahirkan dengan simpisiotomi dan ekstaksi vakum
e. Jika terjadi kemacetan, sedangkan janin hidup tetapi pembukaan serviks
lengkap dan kepala janin terlalu tinggi untuk dilakukan tindakan vakum
segera lahirkan janin dengan tindakan seksio sesarea.

VIII. DIAGNOSA
Diagnosis Persalinan Macet Pola persalinan Primipara Multipara Fase
deselerasi memanjang >3 jam >1 jam Terhentinya pembukaan >2 jam >2 jam
Terhentinya penurunan bagian terendah >1 jam >1 jam Kegagalan penurunan
bagian terendah tidak ada penurunan tidak ada penurunan (Wiknjosastro,
Hanifah 2005).

IX. INTERVENSI
1. Nilai cepat keadaan umum pasien hamil tersebut termasuk tanda-tanda vital.
2. Periksa denyut jantung janin selama atau segera sesudah his.
Hitung frekuensinya sekurang-kurangnya sekali dalam 30 menit selama
fase aktif dan tiap 5 menit selama kala II.

19
3. Memperbaiki keadaan umum
a. Dengan memberikan dukungan emosional, bila keadaan masih
memungkinkan anjurkan bebas bergerak duduk dengan posisi
yang berubah.
b. Berikan cairan searah oral atau parenteral dan upaya buang air kecil.
c. Berikan analgesia : tramadol atau petidin 25 mg IM (maksimum 1 mg/kg
BB), jika pasien merasakan nyeri yang sangat (Saifudin, 2006). Fase laten
yang memanjang (Prolonged latent phase). Diagnosis fase laten yang
memanjang dpasienat secara retrospektif. Bila his terhenti disebut
persalinan palsu atau belum inpartu. Bila mana kontraksi makin
teratur dan pembukaan bertambah sampai 3 cm, pasien tersebut
4. Bila tidak ada perubahan penipisan dan pembukaan serviks tidak
didapatkan tanda gawat janin, kaji ulang diagnosisnya kemungkinan pasien
belum dalam keadaan inpartu.
5. Bila didapatkan perubahan dalam penipisan dan pembukaan serviks,
lakukan drips oksi dengan 5 unit dalam 500 cc dekstrose atau NaCl
mulai dengan 8 tetes per menit, setiap 30 menit ditambah 4 tetes sampai his
adekuat maksimum 40 tetes per menit atau berikan preparat
prostaglandin lakukan penilaian 4 jam.
6. Bila didapatkan adanya tanda amnionitis, berikan induksi dengan
oksitosin 5 unit dalam 500 cc dekstrose mulai dengan 8 tetes per menit, setiap
15 menit di tambah 4 tetes sampai his yang adekuat (maksimum 40
tetes per menit) atau di berikan preparat prostaglandin serta obati infeksi
dengan ampisilin 2 gr Intra Vena (IV) sebagai dosis awal dan 1 gr Intra
vena (IV) setiap 6 jam dan gentamisin 2 X 80 mg (Saifudin, 2006).

20

Anda mungkin juga menyukai