Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN

PERSALINAN SECTIO CAESAREA

1. Pengertian Sectio Caesarea

Sectio caesarea adalah suatu cara melahirkan bayi melalui insisi pada dinding abdomen

dan Rahim. Pada beberapa dekade terakhir, cara ini telah jauh lebih sering dilakukan.

Prevalensinya di sejumlah rumah sakit di Inggris berkisar 15% atau lebih. Sectio

caesarea telah menggantikan teknik persalinan per vaginam dengan bantuan alat yang

berkomplikasi dan semakin sering digunakan dalam menangani janin yang beresiko.

Khususnya pada janin premature (Santoso & Elysabeth M, 2010).

Sectio caesarea adalah suatu persalinan buatan, dimana janin dilahirkan melalui suatu

insisi pada dinding perut dan dinding Rahim dengan syarat Rahim dalam keadaan utuh

serta berat janin di atas 500 gram (Wiknjosastro, 2010).

Sectio caesarea adalah pelahiran janin melalui insisi yang dibuat pada dinding abdomen

dan uterus. Tindakan ini dipertimbangkan sebagai pembedahan abdomen mayor (Reeder

dkk, 2015).

1
2. Jenis Sectio Caesarea

Ada beberapa jenis sectio caesarea (SC):

a. Jenis klasik yaitu dengan melakukan sayatan vertikal sehingga memungkinkan

ruangan yang lebih besar untuk jalan keluar bayi. Akan tetapi jenis ini sudah sangat

jarang dilakukan hari ini karena sangat berisiko terhadap terjadinya komplikasi.

b. Sayatan mendatar di bagian atas dari kandung kemih sangat umum di lakukan pada

masa sekarang ini. Metode ini meminimalkan risiko terjadinya pendarahan dan cepat

penyembuhannya.

c. Histerektomi caesar yaitu bedah caesar diikuti dengan pengangkatan rahim. Hal ini

dilakukan dalam kasus-kasus dimana pendarahan yang sulit tertangani atau ketika

plasenta tidak dapat dipisahkan dari rahim.

d. Bentuk lain dari bedah caesar seperti extraperitoneal SC atau Porro SC.

3. Syarat Sectio Caesarea

a. Rahim dalam keadaan utuh (karena pada sectio caesarea uterus akan diinsisi).

b. Berat janin diatas 500 gram.

4. Komplikasi Sectio Caesarea

a. Perdarahan

Sectio Caesarea merupakan pembedahan vascular dan perdarahan biasanya berkisar

antara 500 sampai 1000 mL. Darah yang sudah direaksi silang harus tersedia dan

infus sudah terpasang. Antisipasi perdarahan banyak dilakukan pada kasus plasenta

2
previa atau kehamilan kembar karena mungkin terjadi gangguan retraksi uterus pada

tempat insersi plasenta.

Jika terjadi robekan pada insisi segmen bawah saat mengeluarkan bayi, pembuluh

darah uterus yang besar mungkin ikut robek dan akan terjadi perdarahan hebat.

Pasien dapat cepat masuk dalam keadaan syok. Kehilangan darah biasanya

dikendalikan dengan jahitan, tetapi jika tidak mungkin dilakukan, operator mungkin

perlu melakukan tindakan penyelamatan berupa pengangkatan rahim. Identifikasi

serviks tidak selalu mudah dilakukan dan karena itu histerektomi subtotal dapat

dilakukan.

b. Pasca Operasi Sectio Caesarea

Rasjidi (2009) menguraikan bahwa komplikasi utama persalinan sectio caesarea

adalah kerusakan oragan-organ seperti vesika urinaria dan uterus saat dilakukan

operasi dan komplikasi yang berhubungan dengan anestesi, perdarahan, infeksi dan

tromboemboli. Kematian ibu lebih besar pada persalinan sectio caesarea

dibandingkan persalinan pervaginam.

Sementara itu, Aksu, Kucuk, Duzgun, (2011) menyatakan bahwa risiko komplikasi

akibat tindakan operasi caesar adalah vena thrombosis, karena berbagai faktor seperti

thrombophilia, American college of Obstetricians and Gynecologists (ACOG)

membuat kategori pasca operasi seksio sesarea menjadi dua yaitu rendah dan sampai

risiko tinggi.

3
Bonney & Jenny (2010) menjelaskan bahwa komplikasi pasca operasi sectio

caesarea pada insisi segmen bawah rahim dapat terjadi:

1) Berkurangnya vaskuler bagian atas uterus sehingga berisiko mengalami rupture

membrane.

2) Ileus dan peritonitis.

3) Pasca operasi obstruksi.

4) Masalah infeksi karena masuknya mikroorganisme selama pasca operasi.

Sedangkan Leifer (2012) menyatakan bahwa komplikasi pada ibu yang dilakukan

sectio caesarea yaitu:

1) Terjadinya aspirasi.

2) Emboli pulmonal.

3) Perdarahan.

4) Infeksi urinaria.

5) Injuri pada bladder.

6) Thrombophlebitis.

7) Infeksi pada luka operasi.

8) Komplikasi yang berhubungan dengan efek anestesi serta terjadinya injury.

9) Masalah respirasi pada fetal.

c. Tindakan Sectio Caesarea

1) Kelahiran caesar mungkin direncanakan ketika ukuran panggul ibu terlalu kecil

untuk janin yang besar, menghasilkan ketidaksesuaian kepala dengan panggul

4
(cephalopelvic disproportion). Caesar yang berulang mungkin diperlukan apabila

masing-masing kelahiran menunjuk pada masalah ini.

2) Kelahiran caesar secara emergency diindikasikan apabila persalinan gagal

mengalami kemajuan dan tercatat ada kondisi yang berbahaya bagi ibu dan janin

dan diperlukan kelahiran segera untuk keselamatan ibu dan janin.

3) Arah dan ukuran sayatan tergantung pada posisi / letak janin :

a) Sayatan transabdominal dapat digunakan.

b) Sayatan horizontal pada bagian uterus yang lebih rendah merupakan yang

paling sering digunakan.

c) Pada kehamilan berikutnya, upaya persalinan untuk kelahiran normal

diperbolehkan meski pada kehamilan sebelumnya kelahiran melalui caesar.

d. Persiapan Sebelum Dilakukan Sectio Caesarea

Persiapan pasien sebelum dilakukan sectio caesarea, antara lain:

1) Persiapan administrasi

2) Persiapan fisik

3) Persiapan mental

4) Persiapan penunjang

5) Persiapan sosial dan spiritual

6) Informed concent

7) Persiapan lain-lain

e. Keuntungan Sectio Caesarea

5
1) Dapat menghindari bahaya anastesi umum (intubasi yang gagal, inhalasi isi

lambung).

2) Retraksi Rahim lebih baik.

3) Memungkinkan ibu (dan pasangannya) untuk melihat dan mendengar bayi pada

saat kelahiran.

4) Penyembuhan pasca pembedahan yang cepat.

5) Persiapan anestesi epidural untuk sectio caesarea mungkin terlalu memakan

waktu dan jika waktu yang tersedia terlalu singkat dan jika tidak ingin dilakukan

anestesia umum, maka lakukan anestesi spinal.

f. Indikasi Sectio Caesarea

a. Sectio Caesarea berdasarkan indikasi pada ibu:

1) Proses persalinan normal yang lama atau kegagalan proses persalinan normal

(dystosia).

Persalinan lama disebut juga “distosia”, didefinisikan sebagai persalinan

yang abnormal/sulit (Prawirohardjo, 2014). Berikut penyebab terjadinya

persalinan distosia : kelainan tenaga (kelainan HIS), kelainan janin, kelainan

jalan lahir.

Penatalaksanaan pada persalinan distosia: pengukuran tekanan darah setiap

empat jam, pengukuran denyut jantung janin setiap setengah jam,

pemeriksaan dalam, pemberian cairan infus larutan glukosa 5% dan NaCl

6
serta bila disertai dengan ketuban pecah dini dilakukan persalinan operasi

sectio caesarea.

Komplikasi yang terjadi pada persalinan lama yaitu: infeksi intrapartum,

rupture uteri, pembentukan fistula, kaput suksedaneum, molase kepala janin.

2) Penyakit penyerta :

a) HELLP Syndrome

Pre-eklampsia merupakan penyulit kehamilan yang memiliki dampak

yang besar terhadap ibu dan janin (Wantania, 2017). Komplikasi pre-

eklampsia sebagai berikut: eklampsia, HELLP (hemolysis, elevated liver

enzymes, low platelet), rupture liver, edema paru, gagal ginjal, DIC

(disseminated intravascular coagulation), hipertensi emergensi,

ensefalopati dan cortical blindness.

Penatalaksanaan pada ibu hamil tergantung dari usia gestasi dan tingkat

keparahan penyakit. Usia kehamilan < 37 minggu akan diberikan

kortikosteroid yang berfungsi untuk mempercepat pematangan paru janin.

Usia > 37 minggu akan direncanakan tindakan persalinan sectio caesarea

dengan catatan kondisi ibu stabil.

b) Ibu menderita herpes

7
Herpes simplex virus (HSV) adalah virus DNA double stranded, kapsid

icosahedral, ber-envelope, dan termasuk dalam famili Herpesviridae.

Virus ini masuk melalui membrane mukosa dan kulit yang tidak intak,

lalu bermigrasi ke jaringan saraf (Djojosugito, 2016). Infeksi HSV pada

neonatus dapat diperoleh pada saat kehamilan, intrapartum, atau post

partum. Penatalaksanaan pada ibu menderita herpes dilakukan dengan

cara persalinan sectio caesarea untuk mencegah infeksi neonatus pada

saat intrapartum.

Komplikasi yang terjadi abnormalitas pada neonates (anomali kongenital

tersebut berupa kelainan mata (chorioretinitis, microphtalmia, katarak),

kerusakan neurologis (klasifikasi intracranial, microcephali), growth

retardation, dan kelainan perkembangan psikmotor).

c) Plasenta previa

Plasenta previa adalah plasenta yang letaknya abnormal, yaitu pada

segmen bawah uterus sehingga dapat menutupi sebagian atau seluruh

pembukaan jalan lahir (Walyani, 2015). Faktor predisposisi plasenta

previa ada banyak dan mencakup kehamilan dengan jarak terlalu rapat,

abnormalitas pada struktur uterus, fertilisasi lambat dan jaringan parut

akibat sectio caesarea sebelumnya. Gejala utama berupa perdarahan per

vagina yang tidak nyeri pada bulan terakhir kehamilan disebabkan oleh

pelepasan plasenta dari dinding uterus (Rosdahl & Kowalski, 2017).

8
Penatalaksanaan pada plasenta previa dilakukan dengan cara persalinan

sectio caesarea agar mencegah terjadinya perdarahan.

Komplikasi plasenta previa bagi ibu adalah kehilangan tonus otot (atoni),

rupture uterus, retensi jaringan plasenta, dan embolisme udara. Bagi janin

adalah risiko gawat janin, kematian janin dalam kandungan.

d) Usia Ibu

Usia ibu turut menentukan kesehatan maternal dan sangat berhubungan

erat dengan kondisi kehamilan, persalinan dan nifas serta bayinya. Usia

ibu hamil yang terlalu muda atau terlalu tua (< 20 tahun dan > 35 tahun)

akan menimbulkan faktor penyulit saat hamil, bersalin maupun nifas.

Proses reproduksi sebaiknya berlangsung pada ibu berumur antara 20

hingga 34 tahun karena jarang terjadi penyulit kehamilan dan juga

persalinan (Prawirohardjo,2010).

Penatalaksanaan dan komplikasi, pada ibu hamil usia muda dengan faktor

penyulit kehamilan dilakukan dengan cara persalinan sectio caesarea

karena tubuh ibu belum siap menghadapi persalinan dan menurunkan

risiko perdarahan. Pada ibu hamil usia tua persalinan yang dianjurkan

dengan persalinan sectio caesarea agar mencegah terjadinya perdarahan

yang disebabkan kontraksi jaringan otot rahim yang kurang baik dan

penyulit pada waktu persalinan.

9
e) Usia Kehamilan

Usia kehamilan ibu umumnya berlangsung 40 minggu atau 280 hari. Usia

kehamilan adalah batas waktu ibu mengandung, yang dihitung mulai dari

hari pertama haid terakhir (HPHT). Menurut federasi obstetric ginekologi

internasional, kehamilan di definisikan sebagai fertilisasi atau penyatuan

dari spermatozoa dan ovum dan dilanjutkan dengan nidasi atau implantasi.

Bila dihitung dari saat fertilasasi hingga lahirnya bayi, kehamilan normal

akan berlangsung dalam waktu 40 minggu atau 10 bulan atau 9 bulan

menurut kalender internasional (Prawirohardjo, 2010).

Menurut Manuaba (2010). Lama kehamilan berlangsung sampai

persalinan aterm adalah sekitar 280 sampai 300 hari dengan perhitungan

sebagai berikut: usia kehamilan sampai 28 minggu dengan berat janin

1000 gr bila berakhir disebut keguguran, usia kehamilan 29 sampai 36

minggu bila terjadi persalinan disebut prematuritas, usia kehamilan 37

sampai 42 minggu disebut aterm, usia kehamilan melebihi 42 minggu

disebut kehamilan lewat waktu atau postdastism (serotinus).

Penatalaksanaan pada umur kehamilan lewat waktu dilakukan dengan

cara persalinan sectio caesarea karena tubuh ibu tidak memberikan

stimulus berupa kontraksi HIS, dilatasi serviks dan penurunan janin.

Komplikasi yang dapat terjadi adalah kematian janin dalam rahim, akibat

10
insufiensi plasenta karena menuanya plasenta dan kematian yang

meningkat (Wulandari & Ratna, 2018).

f) Kehamilan Berisiko

Kehamilan berisiko atau kelainan kehamilan meliputi:

(1) Penyakit Jantung

Pada trimester pertama kehamilan akan terjadi peningkatan curah

jantung dan selanjutnya peningkatan terjadi perlahan sampai nilai

maksimum 40% di atas nilai normal pada pertengahan kehamilan.

Pada saat persalinan, curah jantung meningkat lebih tinggi lagi selama

terjadi kontraksi sehingga dapat menimbulkan risiko gagal jantung.

Pada ibu hamil dengan penyakit jantung, keadaan ini dapat

mengakibatkan ancaman yang nyata pada otot jantung.

Penatalaksanaan pada ibu dengan penyakit jantung dilakukan dengan

cara persalinan sectio caesarea, mencegah terjadinya peningkatan beban

kerja jantung. Komplikasi yang dapat terjadi adalah gagal jantung

karena jantung tidak dapat memenuhi kebutuhan sirkulasi (Hanretty,

2010).

(2) Hipertensi Gestasional

11
Hipertensi gestasional adalah hipertensi yang terjadi saat kehamilan

berlangsung dan biasanya pada bulan terakhir kehamilan atau lebih

setelah 20 minggu usia kehamilan pada wanita yang sebelumnya

normotensive, tekanan darah mencapai nilai 140/90 mmHg atau

kenaikan tekanan sistolik 30 mmHg dan tekanan diastolic 15 mmHg

diatas nilai normal (Junaidi, 2010).

Pada kehamilan terjadi kenaikan volume plasma rata-rata sebesar 1.200

ml dan vasodilatasi yang memungkinkan tekanan perifer tetap rendah.

Jika vasodilatasi ini dinetralkan oleh spasme arteror, terjadilah

hipertensi dan penurunan perfusi semua organ, termasuk rahim dan

lokasi plasenta (placental site). Pembagian hipertensi dalam kehamilan

ialah hipertensi kronik, preeklampsia, eklampsia (Sari, 2016).

Penatalaksanaan pada ibu dengan hipertensi gestasional, usia kehamilan

< 37 minggu dilakukan tindakan observasional untuk menstabilkan

tekanan darah kecuali bila mengalami perburukan dilakukan tindakan

persalinan sectio caesarea, usia kehamilan > 37 minggu dilakukan

tindakan persalinan sectio caesarea, mencegah terjadinya peningkatan

beban kerja jantung dan peningkatan tekanan intrakranial (TIK).

Keadaan ini berpotensi menimbulkan komplikasi yang berbahaya dan

berkaitan dengan peningkatan angka kematian ibu dan janin (Hanretty,

2010).

12
(3) Pre-eklamsia dan eklamsia

Pre-eklamsia adalah penyakit hipertensi yang timbul setelah 20 minggu

kehamilan disertai dengan proteinuria. Pre-eklamsia dan eklamsia

merupakan kesatuan penyakit, yakni yang langsung disebabkan oleh

kehamilan, walaupun belum jelas bagaimana halite terjadi. Pre-

eklamsia diikuti dengan timbulnya hipertensi disertai protein urin dan

oedema akibat kehamilan setelah usia kehamilan 20 minggu atau segera

setelah persalinan (Walyani, 2015).

Penatalaksanaan pada ibu dengan hipertensi gestasional, usia kehamilan

< 37 minggu dilakukan tindakan observasional untuk menstabilkan

tekanan darah kecuali bila mengalami perburukan dilakukan tindakan

persalinan sectio caesarea, usia kehamilan > 37 minggu dilakukan

tindakan persalinan sectio caesarea, mencegah terjadinya peningkatan

beban kerja jantung dan peningkatan tekanan intrakranial (TIK).

Keadaan ini berpotensi menimbulkan komplikasi seperti kejang

(eklamsia), HELLP syndrome dan kematian ibu maupun janin.

(4) Anemia Pada Kehamilan

Pada kehamilan sering terjadi anemia, terutama ketika kehamilan

berikutnya terjadi dalam kurun waktu yang berdekatan. Anemia

meningkatkan angka kesakitan dalam kehamilan, risiko infeksi, dan

13
apabila terjadi dapat menimbulkan ancaman perdarahan post partum.

Faktor-faktor nutrisi utama yang berperan adalah besi, asam folat dan

vitamin B (Hanretty, 2010).

Komplikasi yang diakibatkan yaitu: keguguran (abortus), kelahiran

premature, persalinan yang lama akibat kelelahan otot rahim didalam

berkontraksi (inersia uteri), perdarahan pasca melahirkan karena tidak

adanya kontraksi otot rahim (atonia uteri), syok, infeksi baik saat

bersalin serta anemia yang berat (<4 gr%) dapat menyebabkan

dekompensasi kordis.

(5) Diabetes Mellitus Gestasioanal

Diabetes mellitus gestasioanal adalah merupakan gangguan endokrin

yang ditandai dengan kegagalan pankreas untuk menghasilkan insulin

yang memadai untuk penggunaan glukosa yang tepat (Rosdahl &

Kowalski, 2017).

Beberapa ahli merekomendasikan pemeriksaan gula darah sewaktu pada

saat kunjungan antenatal pertama dan pada usia kehamilan 28 minggu.

Pemeriksaan ini dapat mengidentifikasi pasien yang membutuhkan tes

toleransi glukosa. Para ahli lainnya merekomendasikan tes toleransi

glukosa pada kelompok-kelompok berisiko tinggi (Hanretty, 2010).

14
Masalah selama kehamilan meliputi kematian janin, makrosomia (janin

yang berukuran sangat besar), janin yang mengalami gangguan

pernapasan, persalinan sulit, pre-eklampsia atau eklampsia,

polihidramnion, dan malformasi kongenital.

(6) HIV

HIV disebabkan oleh infeksi retrovirus yang menyerang sistem imunitas

seluler dan mengakibatkan gangguan pada sistem imunitas tubuh. HIV

dapat menular melalui kontak darah, kontak seksual, ataupun transmisi

vertikal (dari ibu ke anak). Selama masa kehamilan sangat penting untuk

menekan tingkat viral load yang ditunjukkan dengan pemeriksaan CD4

karena penularan infeksi HIV dapat melalui plasenta selama masa

kehamilan. Risiko penularan paling besar terjadi pada saat proses

kelahiran, yaitu saat kontak bayi dengan cairan tubuh ataupun darah ibu.

Terapi ARV selama masa kehamilan disarankan untuk dilanjutkan,

profilaksis ARV diberikan pada ibu saat menjelang kelahiran dan pada

bayi saat post partum (Marianto, 2019).

Jenis persalinan yang disarankan pada wanita hamil dengan infeksi HIV

dipengaruhi adanya kontraindikasi obstetric dan viral load pada usia

gestasi 36 minggu. Bagi wanita dengan viral load < 50 kopi/mL tanpa

kontraindikasi obstetric, disarankan persalinan per vaginam. Bagi wanita

dengan viral load > 400 kopi/mL disarankan persalinan dengan seksio

sesarea. Untuk wanita dengan viral load 50 – 399 kopi/mL pada usia

15
gestasi 36 minggu sectio caesarea dapat di pertimbangkan sesuai perkiraan

viral load, lama terapi, faktor obstetric, dan pertimbangan pasien. Bagi

wanita dengan riwayat seksio sesarea dan viral load ≤ 50 kopi/mL dapat

dicoba persalinan per vaginam. Saat seksio sarea yang disarankan adalah

pada usia gestasi 38 hingga 39 minggu.

g) Riwayat Sectio Caesarea (SC)

Riwayat SC adalah suatu jaringan parut akibat pembedahan uterus sebelumnya.

Jaringan parut dapat menyebabkan uterus mudah robek bila dilakukan persalinan

normal sehingga pada ibu hamil yang sudah pernah menjalani persalinan SC,

persalinan selanjutnya juga akan dilakukan dengan SC untuk menghindarkan risiko

robekan uterus (Wulandari & Ratna, 2018).

Komplikasi pada ibu yang memiliki riwayat SC, resiko rupture uteri pada kehamilan

selanjutnya dapat menyebabkan kelainan pada letak plasenta, yaitu plasenta previa

(Suryawinata & Islamy, 2019). Karena adanya bahaya yang lebih besar akan

timbulnya rupture uteri pada riwayat SC, maka perlu dilakukan SC ulang.

h) Jarak Kehamilan

Suatu pertimbangan untuk menentukan kehamilan yang pertama dengan kehamilan

berikutnya (Depkes RI, 2010). Jarak kehamilan adalah jarak interval waktu antara

dua kehamilan yang berurutan dari seseorang wanita. Jarak kehamilan yang pendek

secara langsung akan memberikan efek pada kesehatan wanita maupun janin yang

16
dikandung. Wanita setelah melahirkan membutuhkan waktu 2 sampai 3 tahun untuk

memulihkan tubuhnya dan mempersiapkan diri untuk kehamilan dan persalinan

selanjutnya. Bila jarak kehamilan dan persalinan terlalu dekat maka cenderung

menimbulkan kerusakan pada sistem reproduksi (Sawitri dkk, 2014 dalam Rifdiani,

2016).

Jarak kehamilan terlalu dekat yaitu jarak kehamilan yang kurang dari 2 tahun. Jarak

kehamilan ideal yaitu jarak kehamilan yang memiliki batas waktu yang normal.

Jarak kehamilan terlalu jauh yaitu jarak kehamilan yang memiliki kurun waktu lebih

dari 10 tahun dari kehamilan yang lalu.

Melahirkan kembali dengan jarak kehamilan < 2 tahun memiliki risiko lebih

dibandingkan dengan jarak kehamilan ≥ 2 tahun (Natturini, 2009 dalam Rifdiani,

2016). Jarak kehamilan anak yang < 2 tahun, rahim ibu belum siap untuk

menampung dan menjadi tumbuh kembang janin.

b. Sectio Caesarea berdasarkan indikasi pada utero-plasenta:

Janin dan plasenta dihubungkan dengan tali pusat yang berisi 2 arteri dan satu vena; vena

berisi darah penuh oksigen, sedangkan arteri yang kembali dari janin berisi darah kotor

(Prawirohardjo, 2014).

Tali pusat berisi masa mukopolisakarida yang disebut jeli Wharton dan bagian luar

adalah epitel amnion. Panjang tali pusat bervariasi, yaitu 30 – 90 cm. pembuluh darah tali

pusat berkembang dan berbentuk seperti heliks, agar terdapat fleksibilitas dan terhindar

17
dari torsi. Tekanan darah arteri pada akhir kehamilan diperkirakan 70/60 mmHg,

sedangkan tekanan vena diperkirakan 25 mmHg. Pada kehamilan aterm arus darah pada

tali pusat berkisar 350 ml/menit. Pada bagian ibu dimana arteri spiralis menyemburkan

darah, tekanan relative rendah yaitu 10 mmHg. Arus darah uteroplasenta pada kehamilan

aterm diperkirakan 500-750 ml/menit. Tekanan darah yang relative tinggi pada kapilar,

termasuk pada vili dapat mengakibatkan kebocoran sehingga darah ibu tidak masuk ke

janin.

Patologi pada berkurangnya arus darah uteroplasenta, misalnya pada preeclampsia,

mengakibatkan perkembangan janin terhambat (PJT). Implantasi plasenta yang tidak

normal sejak awal menyebabkan model arteri spiralis tidak sempurna (relative kaku). Hal

ini menyebabkan sirkulasi uteroplasenta abnormal dan berakibat risiko preeclampsia. Ada

beberapa kondisi akut yang juga mempengaruhi fungsi plasenta, yaitu solusio plasenta,

plasenta previa, kontraksi hipertonik, dan obat epinefrin.

c. Sectio Caesarea berdasarkan indikasi pada janin:

1) Gawat janin

Gawat janin biasanya menandakan kekhawatiran obstetris tentang keadaan janin,

yang kemudian berakhir dengan sectio caesarea atau persalinan buatan lainnya

(Prawirohardjo, 2014). Keadaan janin biasanya dinilai dengan menghitung denyut

jantung janin (DJJ) dan memeriksa kemungkinan adanya meconium didalam cairan

amnion.

18
2) Prolapses funikuli (tali pusat penumpang)

Prolapses tali pusat merupakan komplikasi yang jarang terjadi, kurang dari 1 per 200

kelahiran, tetapi dapat mengakibatkan tingginya kematian janin. Oleh karena itu,

diperlukan keputusan yang matang dan pengelolaan segera (Prawirohardjo, 2014).

Prolapses tali pusat dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

a) Tali pusat terkemuka, bila tali pusat berada dibawah bagian terendah janin dan

ketuban masih intak.

b) Tali pusat menumbung, bila tali pusat keluar melalui ketuban yang sudah pecah

ke serviks, dan turun ke vagina.

c) Occult prolapse, tali pusat berada disamping bagian terendah janin turun ke

vagina, tali pusat dapat teraba atau tidak, ketuban dapat pecah atau tidak.

Tekanan pada tali pusat oleh bagian terendah janin dan jalan lahir akan mengurangi

atau menghilangkan sirkulasi plasenta. Bila tidak dikoreksi, komplikasi ini dapat

mengakibatkan kematian janin. Penatalaksanaan pada prolaps tali pusat yaitu tali

pusat berdenyut, jika tali pusat berdenyut berarti janin masih hidup. Tali pusat tidak

berdenyut, jika tali pusat tidak berdenyut berarti janin telah meninggal.

3) Kehamilan kembar

Kehamilan kembar adalah kehamilan dengan lebih dari satu janin. Sebagian besar

kehamilan tersebut merupakan kasus kembar dua atau ganda (Hanretty, 2014).

Kehamilan kembar dua biasanya terjadi pada wanita yang paritasnya tinggi dan pada

wanita yang berusia lebih tua pada saat terjadi pembuahan. Kehamilan kembar dua

dizigotik juga lebih sering dijumpai pada wanita yang perawakannya tinggi dan

19
gemuk. Komplikasi yang terjadi peningkatan motalitas perinatal yaitu persalinan

prematur, berat badan lahir rendah, pembatasan pertumbuhan intrauterine (IUGR),

preeklampsia, gestasional diabetes, abrupsi plasenta, operasi caesar, dan perdarahan

post partum.

20
DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S. (2010). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta
Depkes RI. (2010). Asuhan Persalinan Normal. Jakarta
Dinas Kesehatan Jabar. (2016). Profil Kesehatan Provinsi Jawa Barat
Dharma, Kusuma Kelana. (2011). Metodologi Penelitian Keperawatan Panduan Melaksanakan
dan Menerapkan Hasil Penelitian. Jakarta: Trans Info Media
Donsu, Jenita Doli Tine. (2016). Metodologi Penelitian Keperawatan. Yogyakarta: Pustaka Baru
Hanretty, Kevin P. (2014). Ilustrasi Obstetri. Edisi Ketujuh. Singapore: Chee Hooi Ping
Hartati, Suryani & Anik Maryunani, (2015). Asuhan Keperawatan Ibu Postpartum Seksio
Sesarea Pendekatan Teori Model Selfcare dan Comfort. Jakarta: CV Trans Info Media
Manuaba. (2010). Buku Ajar Patologi Obstetri Untuk Mahasiswa Kebidanan. Jakarta: EGC
Manurung, Suryani. (2011). Buku Ajar Keperawatan Maternitas Asuhan Keperawatan
Intranatal. Jakarta: Trans Info Media
Notoatmodjo, S. (2010). Promosi Kesehatan Teori dan Aplikasi. Jakarta: Rineka Cipta
Notoatmodjo, S. (2012). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta
Nursalam. (2011). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta:
Salemba Medika
Nursalam, (2017). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta:
Salemba Medika
Prawirohardjo, Sarwono. (2010). Ilmu Kandungan. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo
Prawirohardjo, Sarwono. (2011). Ilmu Kandungan. Edisi Ketiga. Jakarta: PT Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo
Purwoastuti, Endang & Elisabeth Siwi Walyani. (2015). Panduan Materi Kesehatan Reproduksi
& Keluarga Berencana. Yogyakarta: Pustakabarupress
Reeder, Sharon J. Martin, Leonide L & Deborah Koniak-Griffin. (2010). Keperawatan
Maternitas Kesehatan Wanita, Bayi, & Keluarga. Volume 2. Jakarta: EGC

21
Rosdahl, Caroline Bunker, & Kowalski, Mary T. (2017). Buku Ajar Keperawatan Dasar
Keperawatan Maternal & Bayi Baru Lahir. Jakarta: EGC
Sastroasmoro, S, & Sofyan I. (2014). Dasar – Dasar Metodologi Penelitian Klinis Edisi ke-5.
Jakarta: CV. Sagung Seto
Walyani, Elisabeth Siwi. (2015). Asuhan Kebidanan Kegawatdaruratan Maternal & Neonatal.
Yogyakarta: Pustakabarupress
Wiknjosastro, Hanifa. (2010). Ilmu Bedah Kebidanan. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono
Prawihardjo
Handayani, Sri., & Mubarokah, Kismi. (2019). Kondisi Demografi Ibu dan Suami Pada Kasus
Kematian Ibu. 3(1), 99-108.
Pamilangan, Edwin D., Wantania, John J.E., & Lumentut, Anastesia M. (2019).Indikasi Seksio
Sesarea di RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado Tahun 2017 dan 2018. 8(1), 137-145.
Pratiwi, R. A.B., Gunanegara, R. F., & Ivone, J. (2019). Faktor-faktor yang Mempengaruhi
Persalinan dengan Sectio Caesarea di RSUD Lembang pada Tahun 2017. 2(3), 838-846.
Sari, Ruri Maiseptya., & Absari, Nuril. (2017). Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan
Tindakan Sectio Caesaera di Rumah Sakit DKT Bengkulu.
Sulastri., Wahyuningsih, Mae Sri Hartati., & Hapsari, Elsi Dwi. (2018). Efek Pemberian
Aromaterapi Jeruk Masam Terhadap Intensitas Nyeri Pasca Bedah Sesar.
Sumardi, Fitri Sepviyanti., Umar, Nazaruddin., Rehatta, Margaritta., & Saleh, Siti Chasnak.
(2016). Pengelolaan Anestesi untuk Evakuasi Hematoma Epidural pada Wanita dengan
Kehamilan 22 – 24 Minggu. 5(2),
Susanti, Tri. (2018). Hubungan Usia Dan Jarak Kehamilan Dengan Kejadian Plasenta Previa
Di Rsud Dr. H.Abdul Moeloek Provinsi Lampung Tahun 2018
Susanto, Praditia, Yoan Putri., & Juniarti, Nurul Wahdaniah. (2019). Faktor-Faktor Yang
Berhubungan Dengan Penatalaksanaan Persalinan Sectio Caesarea di RS TK.III Pelamonia
Makassar Tahun 2019.
Wulandari, P., & Maharani, R. P. (2018). Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Tindakan
Persalinan. 5(2), 64-71.

22

Anda mungkin juga menyukai