Anda di halaman 1dari 42

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sectio caesarea adalah suatu pembedahan guna melahirkan bayi
melalui insisi pada dinding abdomen dan uterus. Sectio caesarea dilakukan
sebagai pilihan terakhir setelah persalinan normal tidak dapat dilakukan
(Oxorn, 2010). Penyebab dilakukan sectio caesarea diantaranya disebabkan
oleh faktor janin, faktor ibu, riwayat persalinan. Indikasi sectio caesarea
antara lain adalah disproposi panggul (CPD), disfungsi uterus, distosia,
janin besar, gawat janin, eklamsia, hipertensi, riwayat pernah sectio caesarea
sebelumnya (Prawirohardjo, 2010).
World Health Organization (WHO) menetapkan standar rata-rata
sectio caesarea di sebuah negara adalah kurang dari 15% per 1000 kelahiran
di dunia (Gibbson L. et al, 2010). Menurut WHO peningkatan persalinan
dengan sectio caesarea di seluruh negara selama tahun 2007 – 2008 yaitu
110.000 per kelahiran di seluruh Asia (Sinha Kounteya, 2010 dalam
Sumelung, 2014).
Di Indonesia terjadi peningkatan persalinan dengan sectio caesarea,
mengalami peningkatan pada tahun 2000 sebesar 47,22 % di tahun 2005
sebesar 51,59% dan tahun 2006 sebesar 53,68% (Grace, 2007). Hasil
Riskesdas (2013), menunjukkan kelahiran bedah caesarea sebesar 9,8 %
dengan proporsi tertinggi di DKI Jakarta (19,9%) dan terendah di Sulawesi
Tenggara (3,3%). Di Jawa Tengah persalinan dengan sectio caesarea pada
tahun 2010 sebesar 11,8 % dan masuk ke peringkat ke -10. Angka kejadian
persalinan di RSUD Kota Salatiga periode tahun 2013 sebanyak 1521
persalinan yang terdiri dari 475 persalinan dengan sectio caesarea dan 1046
persalinan normal. Pada tahun 2014 jumlah persalinan di RSUD Kota
Salatiga mengalami penurunan yaitu 1085 persalinan dengan 319 persalinan
dengan sectio caesarea dan 766 persalinan normal. Dapat dikatakan jumlah
tindakan sectio caesarea dapat mencapai sepertiga dari persalinan normal
pada setiap tahunnya.
1.2 Tujuan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu memahami tentang konsep dasar Sectio caesaria
seperti:
a. Definisi Sectio Caesarea
b. Tujuan Sectio Caesarea
c. Indikasi Sectio Caesarea
d. Kontraindikasi
e. Keuntungan Sectio Caesarea
f. Kerugian Sectio Caesarea
g. Klasifikasi Sectio Caesarea
h. Manifestasi Sectio Caesarea
i. Etiologi Sectio Caesarea
j. Patofisiologi Sectio Caesarea
k. Pathway Sectio Caesarea
l. Komplikasi Sectio Caesarea
m. Pemeriksaan Penunjang Sectio Caesarea
n. Penatalaksanaan Post Sectio Caesarea

2. Tujuan Khusus
Mampu melakukan asuhan keperawatan pada ibu post operasi sectio
caesaria

1.3 Manfaat
Laporan Pendahuluan (LP) Ini diharapkan dapat menjadi landasan
teori mahasiswa dalam memberikan atau melakukan asuhan keperawatan
(maternitas) khususnya pada ibu post operasi dengan sectio caesaria.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Sectio caesarea adalah suatu cara melahirkan janin dengan membuat
sayatan pada dinding uterus melalui dinding depan perut, section caesarea
juga dapat didefinisikan sebagai bsuatu histektomia untuk melahirkan janin
dari dalam rahim (Mochtar, 2011).
Istilah caesarea berasal dari kata kerja latin caedere yang berarti
memotong atau menyayat (Cunningham, 2006). Sectio caesarea adalah
suatu pembedahan guna melahirkan bayi melalui insisi pada dinding
abdomen dan uterus (Oxorn, 2010).

2.2 Tujuan Sectio Caesarea


Tujuan melakukan sectio caesarea (SC) adalah untuk mempersingkat
lamanya perdarahan dan mencegah terjadinya robekan serviks dan segmen
bawah rahim.
Sectio Caesarea dilakukan pada plasenta previa totalis dan plasenta
previa lainnya jika perdarahan hebat. Selain dapat mengurangi kematian
bayi pada plasenta previa, sectio caesarea juga dilakukan untuk kepentingan
ibu, sehingga sectio caesarea dilakukan pada placenta previa walaupun anak
sudah mati.

Gambar 2.1 Sectio Caesarea


2.3 Indikasi
Dapat dikemukakan sebagai dasar section caesarea menurut Muchtar (2011)
adalah:
a. Plasenta previa sentralis dan lateralis (posterior).
b. Panggul sempit
c. Disproporsi sefalopelvik
d. Ruptura uteri mengancam
e. Partus lama
f. Partus tak maju
g. Distosia serviks
h. Pre-eklamsi dan hipertensi
i. Malpresentasi janin (letak lintang, letak bokong, presentasi dahi dan
muka, perentasi rangkap, gemeli)

2.4 Kontraindikasi
Menurut Oxorn, (2010) sectio caesarea tidak boleh dilakukan bila terdapat
keadaan sebagai berikut :
a. Bila janin sudah mati atau berada dalam keadaan yang jelek Sehingga
kemungkinan hidup kecil. Dalam keadaan ini tidak ada alasan untuk
melakukan operasi berbahaya yang tidak diperlukan.
b. Bila jalan lahir ibu mengalami infeksi yang luas dan fasilitas untuk
sectio caesarea extraperitoneal tidak tersedia.
c. Bila dokter dan tenaga asisten tidak berpengalaman atau memadai.

2.5 Keuntungan Sectio caesarea


Beberapa keuntungan dari sectio caesarea menurut Mochtar (2011)
a. Pengeluaran janin lebih cepat.
b. Tidak meyebabkan komplikasi tertariknya kandung kemih.
c. Sayatan dapat diperpanjang ke proksimal maupun distal.
2.6 Kerugian Sectio caesarea
Infeksi mudah menyebar secara intra abdominal karena tidak ada
reperitonealisasi yang baik. Pada persalinan berikutnya lebih mudah terjadi
ruptur uteri spontan (Mochtar,2011).

2.7 Klasifikasi Sectio caesarea


a.Sectio caesarea transperitonealis
1)Sectio caesarea klasik atau korporal dengan insisi memanjang pada korpus
uteri. 2)Sectio caesarea iskemika atau profunda atau low cervical dengan
insisi pada segmen bawah rahim.
3)Sectio caesarea ekstraperitonealis, yaitu Sectio caesarea tanpa membuka
peritonium parietale, dengan demikian, tidak membuka kavum abdominis
(Mochtar, 2011).

2.8 Manifestasi Klinik


Persalinan dengan sectio caesaria, memerlukan perawatan yang lebih
komprehensif yaitu: perawatan post operatif dan perawatan post partum.
Menurut Prawirohardjo (2010), manifestasi klinis pada klien dengan post
sectio caesarea, antara lain :
a. Kehilangan darah selama prosedur pembedahan 600-800 ml.
b. Terpasang kateter : urine jernih dan pucat.
c. Abdomen lunak dan tidak ada distensi.
d. Bising usus tidak ada.
e. Ketidakmampuan untuk menghadapi situasi baru.
f. Balutan abdomen tampak sedikit noda.
g. Aliran lokhia sedang dan bebas bekuan, berlebihan dan banyak.

2.9 Etiologi
Menurut Oxorn (2010), indikasi sectio caesarea lebih bersifat absolute dan
relative. Setiap keadaan yang tidak memungkinkan kelahiran lewat jalan
lahir merupakan indikasi absolute untuk sectio caesarea. Diantaranya adalah
panggul sempit yang sangat berat dan neoplasma yang menyumbat jalan
lahir. Pada indikasi, kelahiran pervaginam bisa terlaksana tetapi dengan
keadaan tertentu membuat kelahiran lewat sectio caesarea akan lebih aman
bagi ibu, anak ataupun keduanya. Faktor-faktor yang menyebabkan
perlunya tindakan sectio caesarea yaitu:
a. Faktor ibu
Disporporsi fetopelvic, mencakup panggul sempit, fetus terlalu besar,
atau adanya ketidakseimbangan antara ukuran bayi dan ukuranpelvic.
Disfungsi uterus, mencakup kerja uterus yang tidak terkoordinasikan,
inersia, ketidakmampuan dilatasi cervix, partus menjadi lama.
1. Neoplasma
Neoplasma yang menyumbat pelvis menyebabkan persalinan
normal tidak mungkin dilakukan. Kanker invasif yang didiagnosa
pada trimester ketiga dapat diatasi dengan sectio caesarea yang
dilanjutkan dengan terapi radiasi, pembedahan radikal atau
keduanya.
2. Riwayat sectio caesarea sebelumnya.
Meliputi riwayat jenis insisi uterus sebelumnya, jumlah sectio
caesarea sebelumnya dan indikasi sectio caesarea sebelumnya.
Pada sebagian negara besar ada kebiasaan yang dilakukan akhir-
akhir ini yaitu setelah prosedur sectio caesarea dilakukan maka
persalinan mendatang juga harus diakhiri dengan tindakan sectio
caesarea juga.
3. Plasenta previa sentralis dan lateralis
4. Abruptio plasenta
5. Toxemia gravidarum antara lain pre eklamsia dan eklamsia,
hipertensi essensial dan nephritis kronis.
6. Diabetes maternal
7. Infeksi virus herpes pada Traktus genitalis
b. Faktor janin
1. Gawat janin
Disebut gawat janin, bila ditunjukkan dengan adanya bradikardi
berat atau takikardi. Namun gawat janin tidak menjadi indikasi
utama dalam peningkatan angka sectio caesarea. Stimulasi
oxytocin menghasilkan abnormalitas pada frekuensi denyut
jantung janin. Keadaan gawat janin pada tahap persalinan
memungkinkan dokter memutuskan untuk melakukan operasi.
Terlebih apabila ditunjang kondisi ibu yang kurang mendukung.
Sebagai contoh, bila ibu menderita hipertensi atau kejang pada
rahim dapat mengakibatkan gangguan pada plasenta dan tali pusar
yaitu aliran darah dan oksigen kepada janin menjadi terganggu.
Kondisi ini dapat mengakibatkan janin mengalami gangguan
seperti kerusakan otak. Bila tidak segera ditanggulangi, maka
dapat menyebabkan kematian janin (Oxorn, 2010).
2. Ukuran Janin
Berat bayi lahir sekitar 4000 gram atau lebih (giant baby),
menyebabkan bayi sulit keluar dari jalan lahir. Umumnya
pertumbuhan janin yang berlebihan disebabkan sang ibu
menderita kencing manis (diabetes mellitus). Bayi yang lahir
dengan ukuran yang besar dapat mengalami kemungkinan
komplikasi yang lebih berat dari pada bayi normal karena sifatnya
masih seperti bayi prematur yang tidak bisa bertahan dengan baik
terhadap persalinan yang lama (Oxorn, 2010).
3. Cacat atau kematian janin sebelumnya Ibu - ibu yang pernah
melahirkan bayi yang cacat atau mati dilakukan sectio caesarea
elektif.
4. Malposisi dan malpresentasi bayi
5. Insufisiensi plasenta
6. Inkompatibilitas rhesus, jika janin mengalami cacat berat akibat
antibodi dari ibu Rh (-) yang menjadi peka dan bila induksi dan
persalinan pervaginam tidak berhasil maka tindakan sectio
caesarea dilakukan.
7. Post mortem caesarean
yaitu dilakukan pada ibu yang baru saja meninggal bilamana bayi
masih hidup
2.10 Pathofisiologi SC
Adanya beberapa kelainan / hambatan pada proses persalinan yang
menyebabkan bayi tidak dapat lahir secara normal/spontan, misalnya
plasenta previa sentralis dan lateralis, panggul sempit, disproporsi cephalo
pelvic, rupture uteri mengancam, partus lama, partus tidak maju, pre-
eklamsia, distosia serviks, dan malpresentasi janin. Kondisi tersebut
menyebabkan perlu adanya suatu tindakan pembedahan yaitu Sectio
Caesarea (SC).
Dalam proses operasinya dilakukan tindakan anestesi yang akan
menyebabkan pasien mengalami imobilisasi sehingga akan menimbulkan
masalah intoleransi aktivitas. Adanya kelumpuhan sementara dan
kelemahan fisik akan menyebabkan pasien tidak mampu melakukan
aktivitas perawatan diri pasien secara mandiri sehingga timbul masalah
defisit perawatan diri. Kurangnya informasi mengenai proses pembedahan,
penyembuhan, dan perawatan post operasi akan menimbulkan masalah
ansietas pada pasien. Selain itu, dalam proses pembedahan juga akan
dilakukan tindakan insisi pada dinding abdomen sehingga menyebabkan
terputusnya inkontinuitas jaringan, pembuluh darah, dan saraf -saraf di
sekitar daerah insisi. Hal ini akan merangsang pengeluaran histamin dan
prostaglandin yang akan menimbulkan rasa nyeri (nyeri akut). Setelah
proses pembedahan berakhir, daerah insisi akan ditutup dan menimbulkan
luka post op, yang bila tidak dirawat dengan baik akan menimbulkan
masalah resiko infeksi.
2.11 Pathway

Nurarif dan hardhi, (2015)


2.12 Komplikasi
Menurut Oxorn (2010) komplikasi dari sectio caesarea
adalah :
1. Perdarahan disebabkan karena:
a. Atonia Uteri
b. Pelebaran insisi uterus
c. Kesulitan mengeluarkan plasenta
d. Hematoma ligament latum (broad ligament)
2. Infeksi Puerperal (nifas)
a. Traktus genitalia
b. Insisi
c. Traktus urinaria
d. Paru - paru dan traktus respiratorius atas
3. Thrombophlebitis
4. Cidera, dengan atau tanpafistula
a. Traktus urinaria
b. Usus
5. Obstruksi usus
a. Mekanis
b. Paralitik

2.13 Pemeriksaan Penunjang


1. Hemoglobin atau hematokrit (HB/Ht) untuk mengkaji perubahan dari
kadar pra
operasi dan mengevaluasi efek kehilangan darah pada pembedahan.
2. Leukosit (WBC) mengidentifikasi adanya infeksi
3. Tes golongan darah, lama perdarahan, waktu pembekuan darah
4. Urinalisis/ kultur urine
5. Pemeriksaan elektrolit
2.14 Penatalaksanaan Post Sectio Caesarea
Menurut Cunningham (2006) penatalaksanaan pasca operatif meliputi
pemantauan ruang pemulihan dan pemantauan di ruang rawat. Di ruang
pemulihan jumlah perdarahan pervagina harus dimonitor secara cermat,
fundus uteri harus sering dipalpasi untuk memastikan bahwa kontraksi
uterus tetap kuat. Palpasi abdomen kemungkinan besar akan menyebabkan
nyeri yang hebat sehingga pasien dapat ditoleran dengan pemberian
analgetik.
a. Pemberian cairan
Karena 24 jam pertama penderita puasa pasca operasi, maka pemberian
cairan perintavena harus cukup banyak dan mengandung elektrolit agar
tidak terjadi hipotermi, dehidrasi, atau komplikasi pada organ tubuh
lainnya. Cairan yang biasa diberikan biasanya D5 10%, garam fisiologi
dan RL secara bergantian dan jumlah tetesan tergantung kebutuhan.
Bila kadar Hb rendah diberikan transfusi darah sesuai kebutuhan.
b. Diet
Pemberian cairan perinfus biasanya dihentikan setelah penderita flatus
lalu dimulailah pemberian minuman dan makanan peroral. Pemberian
minuman dengan jumlah yang sedikit sudah boleh dilakukan pada 6 -
10 jam pasca operasi, berupa air putih dan air teh.
c. Mobilisasi
Mobilisasi dilakukan secara bertahap meliputi :
1. Miring kanan dan kiri dapat dimulai sejak 6 - 10 jam setelah
operasi.
2. Latihan pernafasan dapat dilakukan penderita sambil tidur
telentang sedini 11 mungkin setelah sadar
3. Hari kedua post operasi, penderita dapat didudukkan selama 5
menit dan diminta untuk bernafas dalam lalu menghembuskannya.
4. Kemudian posisi tidur telentang dapat diubah menjadi posisi
setengah duduk (semifowler)
5. Selanjutnya selama berturut - turut, hari demi hari, pasien
dianjurkan belajar duduk selama sehari, belajar berjalan, dan
kemudian berjalan sendiri pada hari ke - 3 sampai hari ke5 pasca
operasi.
d. Kateterisasi
Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan tidak enak
pada penderita, menghalangi involusi uterus dan menyebabkan
perdarahan. Kateter biasanya terpasang 24 - 48 jam / lebih lama lagi
tergantung jenis operasi dan keadaan penderita.
e. Pemberian obat - obatan
1. Antibiotik
2. Analgetik dan obat untuk memperlancar kerja saluran pencernaan
a. Supositoria : ketopropen sup 2x/24 jam
b. Oral : tramadol tiap 6 jam atau paracetamol
c. Injeksi : penitidine 90 - 75 mg diberikan setiap 6 jam bila perlu
3. Obat - obatan lain
Untuk meningkatkan vitalitas dan keadaan umum penderita dapat
diberikan caboransia seperti neurobion I vit. C
f. Perawatan luka
Kondisi balutan luka dilihat pada 1 hari post operasi, bila basah dan
berdarah harus dibuka dan diganti
g. Perawatan rutin
Hal - hal yang harus diperhatikan dalam pemeriksaan adalah suhu,
tekanan darah, nadi,dan pernafasan.
h. Perawatan Payudara
Pemberian ASI dapat dimulai pada hari post operasi jika ibu
memutuskan tidak menyusui, pemasangan pembalut payudara yang
mengencangkan payudara tanpa banyak menimbulkan kompesi,
biasanya mengurangi rasa nyeri.
LAPORAN PENDAHULUAN IUGR (INTRAUTERINE GROWTH
RESTRICTION)

A. DEFINISI

Menurut WHO (1969), janin yang mengalami pertumbuhan yang


terhambat adalah janin yang mengalami kegagalan dalam mencapai berat
standard atau ukuran standard yang sesuai dengan usia kehamilannya.
IUGR (intrauterine growth restriction) adalah gangguan pertumbuhan
pada janin dan bayi baru lahir yang meliputi semua parameter (lingkar kepala,
berat badan, panjang badan), yang beratnya dibawah 10 persentil untuk usia
gestasionalnya. Bayi-bayi antara persentil 10 dan 90 diklasifikasikan sebagai
kelompok dengan berat sesuai usia gestasional. (Wikjosastro, 2005)
Pertumbuhan Janin Terhambat atau Intra Uterine Growth Restriction
adalah suatu keadaan dimana terjadi gangguan nutrisi dan pertumbuhan janin
yang mengakibatkan berat badan lahir dibawah batasan tertentu dari usia
kehamilannya.
Menurut Gordon(2005), pertumbuhan janin terhambat (Intrauterine
growth restriction) diartikan sebagai suatu kondisi dimana janin berukuran
lebih kecil dari standar ukuran biometri normal pada usia kehamilan. Kadang
pula istilah PJT sering diartikan sebagai kecil untuk masa kehamilan-KMK
(small for gestational age). Umumnya janin dengan PJT memiliki taksiran
berat dibawah persentil ke-10. Artinya janin memiliki berat kurang dari 90 %
dari keseluruhan janin dalam usia kehamilan yang sama. Janin dengan PJT
pada umumnya akan lahir prematur (<37 minggu) atau dapat pula lahir cukup
bulan (aterm, >37 minggu). Bila berada di bawah presentil ke-7 maka disebut
small for gestational age (SGA), di mana bayi mempunyai berat badan kecil
yang tidak menimbulkan kematian perinatal.

Gambar 1. Bayi dengan IUGR (kiri) dan


bayi dengan pertumbuhan normal sesuai
usia gestasi
Gambar 2. Pelbagai tipe IUGR (ACC/SCN, 2000).

Jadi ada dua komponen penting pada PJT yaitu:

1. Berat badan lahir di bawah presentil ke-10


2. Adanya faktor patologis yang menyebabkan gangguan pertumbuhan.
Sedangkan pada SGA ada dua komponen yang berpengaruh yaitu:

1. Berat badan lahir di bawah presentil ke-7


2. Tidak adanya proses patologis.
Ada dua bentuk PJT menurut Renfield (1975) yaitu:
1. Proportionate Fetal Growth Restriction: Janin yang menderita distress
yang lama di mana gangguan pertumbuhan terjadi berminggu-minggu
sampai berbulan-bulan sebelum bayi lahir sehingga berat, panjang dan
lingkar kepala dalam proporsi yang seimbang akan tetapi
keseluruhannya masih di bawah gestasi yang sebenarnya.
2. Disproportionate Fetal Growth Restriction: Terjadi akibat distress
subakut. Gangguan terjadi beberapa minggu sampai beberapa hari
sebelum janin lahir. Pada keadaan ini panjang dan lingkar kepala
normal akan tetapi berat tidak sesuai dengan masa gestasi. Bayi tampak
waste dengan tanda-tanda sedikitnya jaringan lemak di bawah kulit,
kulit kering keriput dan mudah diangkat, bayi kelihatan kurus dan lebih
panjang. Pada bayi PJT perubahan tidak hanya terhadap ukuran panjang,
berat dan lingkaran kepala akan tetapi organ-organ di dalam badanpun
mengalami perubahan, misalnya Drillen (1975) menemukan berat otak,
jantung, paru dan ginjal bertambah sedangkan berat hati, limpa,
kelenjar adrenal dan thimus berkurang dibandingkan bayi prematur
dengan berat yang sama. Perkembangan dari otak, ginjal dan paru
sesuai dengan masa gestasinya.

B. PERTUMBUHAN NORMAL INTRAUTERIN


Pada masa kehamilan janin mengalami pertumbuhan tiga tahap di
dalam kandungan, yaitu:

1. Hiperplasia, yaitu: Pada 4-20 minggu kehamilan terjadi mitosis yang


sangat cepat dan peningkatan jumlah DNA.
2. Hiperplasia dan hipertrofi, yaitu: Pada 20-28 minggu aktifitas mitosis
menurun, tetapi peningkatan ukuran sel bertambah.
3. Hipertrofi, yaitu: Pada 28-40 minggu pertumbuhan sel menjadi maksimal
terutama pada minggu ke 33, penambahan jumlah lemak, otot dan
jaringan ikat tubuh.

C. PERKEMBANGAN PJT INTRAUTERIN


Peningkatan rasio berat plasenta terhadap berat lahir ditimbulkan oleh
kondisi diet rendah nutrisi terutama protein
1. Kondisi kekurangan nutrisi pada awal kehamilan
Pada kondisi awal kehamilan pertumbuhan embrio dan trofoblas
dipengaruhi oleh makanan. Studi pada binatang menunjukkan bahwa
kondisi kekurangan nutrisi sebelum implantasi bisa menghambat
pertumbuhan dan perkembangan. Kekurangan nutrisi pada awal
kehamilan dapat mengakibatkan janin berat lahir rendah yang simetris.
Hal sebaiknya terjadi kondisi percepatan pertumbuhan pada kondisi
hiperglikemia pada kehamilan lanjut
2. Kondisi kekurangan nutrisi pada pertengahan kehamilan
Defisiensi makanan mempengaruhi pertumbuhan janin dan
plasenta, tapi bisa juga terjadi peningkatan pertumbuhan plasenta sebagai
kompensasi. Didapati ukuran plasenta yang luas.
3. Kondisi kekurangan nutrisi pada akhir kehamilan
Terjadi pertumbuhan janin yang lambat yang mempengaruhi
interaksi antara janin dengan plasenta. Efek kekurangan makan
tergantung pada lamanya kekurangan. Pada kondisi akut terjadi
perlambatan pertumbuhan dan kembali meningkat jika nutrisi yang
diberikan membaik. Pada kondisi kronis mungkin telah terjadi proses
perlambatan pertumbuhan yang irreversibel.

D. KLASIFIKASI
Antara PJT dan SGA banyak terjadi salah pengertian karena definisi
keduanya hampir mirip. Tetapi pada SGA tidak terjadi gangguan
pertumbuhan, bayi hanya mempunyai ukuran tubuh yang kecil. Sedangkan
pada IUGR terjadi suatu proses patologis sehingga berat badan janin tersebut
kecil untuk masa kehamilannya.
Berdasarkan gejala klinis dan USG janin kecil dibedakan atas:

1. Janin kecil tapi sehat. Berat lahir di bawah presentil ke-10 untuk masa
kehamilannya. Mempunyai ponderal index dan jaringan lemak yang
normal.
Ponderal index = BB(gram) x 100

PB(cm)

2. Janin dengan gangguan pertumbuhan karena proses patologis, inilah yang


disebut true fetal growth restriction. Berdasarkan ukuran kepala, perut,
dan panjang lengan dibagi menjadi dua bagian, yaitu:
a. Simetris (20%), gangguan terjadi pada fase Hiperplasia, di mana
total jumlah sel kurang, ini biasanya disebabkan oleh gangguan
kromosom atau infeksi kongenital misalnya TORCH. Proses
patologis berada di organ dalam sampai kepala.
b. Asimetris (80%), gangguan terjadi pada fase Hipertrofi, di mana jumlah
total sel normal tetapi ukurannya lebih kecil. Biasanya gangguan ini
disebabkan oleh faktor maternal atau faktor plasenta.

Simetris Asimetris

Semua bagian tubuh kecil Kepala lebih besar dari perut

Ponderal index normal Meningkat

Perbandingan kepala, perut dan Meningkat


panjang tangan normal

Etiologi: faktor genetik dan infeksi Insufisiensi plasenta kronik

Jumlah sel-lebih kecil Normal

Ukuran sel normal Kecil

Bayi dengan komplikasi prognosisnya Biasanya tanpa komplikasi baik


buruk prognosisnya

Tabel 1. Perbandingan IUGR Simetris dan Asimetris

Gambar 3. Size comparison between an IUGR baby (left) and a normal


E. ETIOLOGI
PJT merupakan hasil dari suatu kondisi ketika ada masalah atau
abnormalitas yang mencegah sel dan jaringan untuk tumbuh atau
menyebabkan ukuran sel menurun. Hal tersebut mungkin terjadi ketika janin
tidak cukup mendapat nutrisi dan oksigen yang diperlukan untuk
pertumbuhan dan perkembangan organ dan jaringan, atau karena infeksi.
Meskipun beberapa bayi kecil karena genetik (orang tuanya kecil),
kebanyakan PJT disebabkan oleh sebab lain.

Penyebab dari PJT dapat dibedakan menjadi tiga faktor, yaitu:

1. Maternal
a. Tekanan darah tinggi
b. Penyakit ginjal kronik
c. Diabetes Melitus
d. Penyakit jantung dan pernapasan
e. Malnutrisi dan anemia
f. Infeksi
g. Pecandu alkohol dan obat tertentu
h. Perokok

2. Uterus dan Plasenta


a. Penurunan aliran darah di uterus dan plasenta
b. Plasenta abruption, plasenta praevia, infark plasenta (kematian sel
pada plasenta), korioangioma.
c. Infeksi di jaringan ikat sekitar uterus
d. Twin-to-twin transfusion syndrome
3. Janin
a. Janin kembar
b. Penyakit infeksi (Infeksi bakteri, virus, protozoa dapat
menyebabkan PJT. Rubela dan cytomegalovirus (CMV) adalah
infeksi yang sering menyebabkan PJT).
c. Kelainan kongenital
d. Kelainan kromosom (Kelainan kromosom seperti trisomi atau
triploidi dan kelainan jantung bawaan yang berat sering berkaitan
dengan PJT. Trisomi 18 berkaitan dengan PJT simetris serta
polihidramnion (cairan ketuban berlebih). Trisomi 13 dan sindroma
Turner juga berkaitan dengan PJT) .
e. Pajanan teratogen (zat yang berbahaya bagi pertumbuhan janin).
Berbagai macam zat yang bersifat teratogen seperti obat anti
kejang, rokok, narkotik, dan alkohol dapat menyebabkan PJT.
Penyebab dari PJT menurut kategori retardasi pertumbuhan simetris
dan asimetris dibedakan menjadi:

1. Simetris: Memiliki kejadian lebih awal dari gangguan pertumbuhan


janin yang tidak simetris, semua organ mengecil secara proporsional.
Faktor yang berkaitan dengan hal ini adalah kelainan kromosom,
kelainan organ (terutama jantung), infeksi TORCH (Toxoplasmosis,
Other Agents <Coxsackie virus, Listeria), Rubella, Cytomegalovirus,
Herpes simplex/Hepatitis B/HIV, Syphilis), kekurangan nutrisi berat
pada ibu hamil, dan wanita hamil yang merokok. Faktor-faktor
lainnya:

a. Pertambahan berat maternal yang jelek


b. Infeksi janin
c. Malformasi kongenital
d. Kelainan kromosom
e. Sindrom Dwarf
2. Asimetris: Gangguan pertumbuhan janin asimetris memiliki waktu
kejadian lebih lama dibandingkan gangguan pertumbuhan janin
simetris.  Beberapa organ lebih terpengaruh dibandingkan yang lain,
lingkar perut adalah bagian tubuh yang terganggu untuk pertama kali,
kelainan panjang tulang paha umumnya terpengaruhi belakangan,
lingkar kepala dan diameter biparietal juga berkurang. Faktor yang
mempengaruhi adalah insufisiensi (tidak efisiennya) plasenta yang
terjadi karena gangguan kondisi ibu termasuk diantaranya tekanan
darah tinggi dan diabetes dalam kehamilan dalam kehamilan (8).
Faktor-faktor lainnya:
a. Penyakit vaskuler
b. Penyakit ginjal kronis
c. Hipoksia kronis
d. Anemia maternal
e. Abnormalitas plasenta dan tali pusat
f. Janin multipel
g. Kehamilan postterm
h. Kehamilan ekstrauteri
3. Kombinasi Simetris dan Asimetris (Intermediate):

a. Obat-obat teratogenik: Narkotika, tembakau, alkohol, beberapa


preparat antikonvulsan.
b. Malnutrisi berat

F. INSIDEN
Di negara berkembang angka PJT kejadian berkisar antara 2%-8% pada
bayi dismature, pada bayi mature 5% dan pada postmature 15%. Sedangkan
angka kejadian untuk SGA adalah 7% dan 10%-15% adalah janin dengan
PJT.

Pada 1977, Campbell dan Thoms memperkenalkan ide pertumbuhan


simetrik dan pertumbuhan asimetrik. Janin yang kecil secara simetrik
diperkirakan mempunyai beberapa sebab awal yang global (seperti infeksi
virus, fetal alcohol syndrome). Janin yang kecil secara asimetrik diperkirakan
lebih kearah kecil yang sekunder karena pengaruh restriksi gizi dan pertukaran gas.
Dashe dkk mempelajari hal tersebut diantara 1364 bayi PJT (20% pertumbuhan
asimetris, 80% pertumbuhan simetris) dan 3873 bayi dalam presentil 25-75 (cukup
untuk usia kehamilan). Tabel memperlihatkan daftar statistik yang signifikan pada
kejadian dan hasil perinatal diantara kelompok tersebut.

Kejadian PJT PJT Sesuai usia


Asimetris Simetris gestasi
Anomalies 14% 4% 3%
Morbiditas tidak serius 86% 95% 95%
Induksi persalinan (<36 wk) 12% 8% 5%
Tekanan darah tinggi dalam 7% 2% 1%
kehamilan (<32 wk)
Intubasi dalam VK 6% 4% 3%
Neonatal ICU 18% 9% 7%
Respiratory distress syndrome 9% 4% 3%
Perdarahan intraventrikular 2% <1% <1%
(grade III atau IV)
Kematian Neonatal 2% 1% 1%
Usia gestasi saat persalinan 36.6 mgg ± 37.8 mgg 37.1 mgg ± 3.3
3.5 mgg ±2.9 mgg mgg
Kelahiran preterm <32 mgg 14% 6% 11%
Tabel 2. Kejadian dan Hasil Perinatal

G. MANIFESTASI KLINIS
Bayi-bayi yang dilahirkan dengan PJT biasanya tampak kurus, pucat,
dan berkulit keriput. Tali pusat umumnya tampak rapuh dan layu dibanding
pada bayi normal yang tampak tebal dan kuat. PJT muncul sebagai akibat dari
berhentinya pertumbuhan jaringan atau sel. Hal ini terjadi saat janin tidak
mendapatkan nutrisi dan oksigenasi yang cukup untuk perkembangan dan
pertumbuhan organ dan jaringan, atau karena infeksi. Meski pada sejumlah
janin, ukuran kecil untuk masa kehamilan bisa diakibatkan karena faktor
genetik (kedua orangtua kecil), kebanyakan kasus PJT atau Kecil Masa
Kehamilan (KMK) dikarenakan karena faktor-faktor lain. Beberapa
diantaranya sbb:
PJT dapat terjadi kapanpun dalam kehamilan. PJT yang muncul sangat
dini sering berhubungan dengan kelainan kromosom dan penyakit ibu.
Sementara, PJT yang muncul terlambat (>32 minggu) biasanya berhubungan
dengan problem lain. Pada kasus PJT, pertumbuhan seluruh tubuh dan organ
janin menjadi terbatas. Ketika aliran darah ke plasenta tidak cukup, janin
akan menerima hanya sejumlah kecil oksigen, ini dapat berakibat denyut
jantung janin menjadi abnormal, dan janin berisiko tinggi mengalami
kematian. Bayi-bayi yang dilahirkan dengan PJT akan mengalami keadaan
berikut :

 Penurunan level oksigenasi


 Nilai APGAR rendah (suatu penilaian untuk menolong identifikasi
adaptasi bayi segera setelah lahir)
 Aspirasi mekonium (tertelannya faeces/tinja bayi pertama di dalam
kandungan) yang dapat berakibat sindrom gawat nafas
 Hipoglikemi (kadar gula rendah)
 Kesulitan mempertahankan suhu tubuh janin
 Polisitemia (kebanyakan sel darah merah)

H. PATOFISIOLOGI
1. Kondisi kekurangan nutrisi pada awal kehamilan
Pada kondisi awal kehamilan pertumbuhan embrio dan trofoblas
dipengaruhi oleh makanan. Studi pada binatang menunjukkan bahwa
kondisi kekurangan nutrisi sebelum implantasi bisa menghambat
pertumbuhan dan perkembangan. Kekurangan nutrisi pada awal
kehamilan dapat mengakibatkan janin berat lahir rendah yang
simetris. Hal sebaiknya terjadi kondisi percepatan pertumbuhan pada
kondisi hiperglikemia pada kehamilan lanjut.
2. Kondisi kekurangan nutrisi pada pertengahan kehamilan
Defisiensi makanan mempengaruhi pertumbuhan janin dan plasenta,
tapi bisa juga terjadi peningkatan pertumbuhan plasenta sebagai
kompensasi. Didapati ukuran plasenta yang luas.
3. Kondisi kekurangan nutrisi pada akhir kehamilan
Terjadi pertumbuhan janin yang lambat yang mempengaruhi interaksi
antara janin dengan plasenta. Efek kekurangan makan tergantung pada
lamanya kekurangan. Pada kondisi akut terjadi perlambatan
pertumbuhan dan kembali meningkat jika nutrisi yang diberikan
membaik. Pada kondisi kronis mungkin telah terjadi proses
perlambatan pertumbuhan yang irreversibel.
I. DIAGNOSIS
1. Faktor Ibu

Ibu hamil dengan penyakit hipertensi, penyakit ginjal,


kardiopulmonal dan pada kehamilan ganda.

2. Tinggi Fundus Uteri

cara ini sangat mudah, murah, aman, dan baik untuk diagnosa pada
kehamilan kecil. Caranya dengan menggunakan pita pengukur yang di
letakkan dari simpisis pubis sampai bagian teratas fundus uteri. Bila pada
pengukuran di dapat panjang fundus uteri 2 (dua) atau 3 (tiga) sentimeter
di bawah ukuran normal untuk masa kehamilan itu maka kita dapat
mencurigai bahwa janin tersebut mengalami hambatan pertumbuhan.

Cara ini tidak dapat diterapkan pada kehamilan multipel,


hidramnion, janin letak lintang.

3. USG Fetomaternal

Pada USG yang diukur adalah diameter biparietal atau


cephalometry angka kebenarannya mencapai 43-100%. Bila pada USG
ditemukan cephalometry yang tidak normal maka dapat kita sebut sebagai
asimetris PJT. Selain itu dengan lingkar perut kita dapat mendeteksi
apakah ada pembesaran organ intra abdomen atau tidak, khususnya
pembesaran hati.

4. Doppler Velocimetry
Dengan menggunakan Doppler kita dapat mengetahui adanya
bunyi end-diastolik yang tidak normal pada arteri umbilicalis, ini
menandakan bahwa adanya PJT.

Profil biofisik menurut Manning :

Variebel Skor normal (skor =2) Skor abnormal (skor=0)


biofisik*
Gerakan nafas Paling sedikit 1 gerakan Tidak terdapat gerakan nafas
nafas dalam 30 detik lebih dari 30 detik
Gerakan badan Paling tidak 3 gerakan 2 atau ebih sedikit geraka
janin badan janin yang jelas
Tonus Paling tidak 1 episode Ekstensi perlahan diikuti fleksi
ekstensi aktif yang diikuti sebagian atau gerakan tungkai
fleksi pada badan atau tanpa fleksi atau tidak terdapat
tungkai janin, termasuk gerakan janin
membuka tutup tangan
Denyut jantung < 26 minggu, paling tidak Kurang dari 2 episode akselerasi
janin 2 akselerasi pada  10 dan selama waktu yang telah
denyut selama  10 detik ditentukan
26-36 minggu, paling
tidak 2 akselerasi pada 
10 denyut selama  15
detik
> 36 minggu, paling tidak
2 akselerasi pada  20
denyut selama  20 detik
Volume cairan Paling tidak 1 kantung Tidak terdapat kantung cairan
amnion cairan amnion dengan amnion berukuran 2x2 cm
ukuran 2x2 cm
* semua parameter dinilai dalam 30 menit

Fungsi Dinamik Janin – Plasenta

Skor 2 0
Reaktivitas DJJ ≥2 <2
Akselerasi-stimulasi ≥2 <2
Rasio SD A.Umbilikal <3 ≥3
Gerak Napas-stimulasi ≥2 <2
Indeks Cairan Amnion ≥ 10 < 10

Kurangi 2 nilai pada PJT dan Deselerasi

Apabila hasil Fungsi Dinamik Janin-Plasenta sebagai berikut :

 < 5 → Seksio Sesaria


≥ 5 → Usia gestasi < 35 minggu ulangi FDJP dalam 2 minggu dan
bila usia gestasi ≥ 35 terminasi kehamilan.

5. Pemeriksaan Laboratorium

 Pemeriksaan gula darah, bila ada indikasi diabetes mellitus


 Screening penyakit infeksi, waspada infeksi TORCH, Syphilis
 Pengukuran kadar enzim transaminase, waspada Hepatitis B dan C

J. DIAGNOSIS BANDING
Janin kecil pada ibu yang ukuran tubuhnya kecil pula. Wanita yang
tubuhnya kecil secara khas akan memiliki bayi yang berukuran kecil pula. Jika
wanita itu memulai kehamilannya dengan berat badan kurang dari 100 pound
(<50 kg). Resiko melahirkan bayi yang kecil menurut usia gestasionalnya akan
meningkat paling tidak dengan sebanyak dua kali lipat (Eastman dan
Jackson,1986; Simpson dkk.,1975). Pada wanita yang kecil dengan ukuran
panggul yang kecil, kelahiran bayi yang kecil dengan berat lahir yang secara
genetik dibawah berat lahir rata-rata untuk masyarakat umum, tidak selalu
merupakan kejadian yang tidak dikehendaki.

K. KOMPLIKASI PJT
PJT yang tidak segera diberi tindakan penanganan dokter dapat
menyebabkan bahaya bagi janin hingga menyebabkan kematian. Kondisi ini
disebabkan karena terjadinya kondisi asupan nutrisi dan oksigenasi yang tidak
lancar pada janin. Jika ternyata hambatan tersebut masih bisa di tangani
kehamilan bisa dilanjutkan dengan pantauan dokter, sebaliknya jika sudah tidak
bisa ditangani maka dokter akan mengambil tindakan dengan memaksa bayi untuk
dilahirkan melalui operasi meski belum pada waktunya.

Komplikasi pada PJT dapat terjadi pada janin dan ibu :

1. Janin
Antenatal : gagal nafas dan kematian janin

Intranatal : hipoksia dan asidosis

Setelah lahir :

a. Langsung:

 Asfiksia
 Hipoglikemi
 Aspirasi mekonium
 DIC
 Hipotermi
 Perdarahan pada paru
 Polisitemia
 Hiperviskositas sindrom
 Gangguan gastrointestinal

b. Tidak langsung
Pada simetris PJT keterlambatan perkembangan dimulai dari
lambat dari sejak kelahiran, sedangkan asimetris PJT dimulai sejak
bayi lahir di mana terdapat kegagalan neurologi dan intelektualitas.
Tapi prognosis terburuk ialah PJT yang disebabkan oleh infeksi
kongenital dan kelainan kromosom.

2. Ibu

 Preeklampsi
 Penyakit jantung
 Malnutrisi

L. PENATALAKSANAAN
Langkah pertama dalam menangani PJT adalah mengenali pasien-
pasien yang mempunyai resiko tinggi untuk mengandung janin kecil.
Langkah kedua adalah membedakan janin PJT atau malnutrisi dengan janin
yang kecil tetapi sehat. Langkah ketiga adalah menciptakan metode adekuat
untuk pengawasan janin pada pasien-pasien PJT dan melakukan persalinan di
bawah kondisi optimal.

Untuk mengenali pasien-pasien dengan resiko tinggi untuk


mengandung janin kecil, diperlukan riwayat obstetrik yang terinci seperti
hipertensi kronik, penyakit ginjal ibu dan riwayat mengandung bayi kecil
pada kehamilan sebelumnya. Selain itu diperlukan pemeriksaan USG. Pada
USG harus dilakukan taksiran usia gestasi untuk menegakkan taksiran usia
gestasi secara klinis. Kemudian ukuran-ukuran yang didapatkan pada
pemeriksaan tersebut disesuaikan dengan usia gestasinya. Pertumbuhan janin
yang suboptimal menunjukkan bahwa pasien tersebut mengandung janin PJT.

Tatalaksana kehamilan dengan PJT ditujukan karena tidak ada terapi


yang paling efektif sejauh ini, yaitu untuk melahirkan bayi yang sudah cukup
usia dalam kondisi terbaiknya dan meminimalisasi risiko pada ibu.
Tatalaksana yang harus dilakukan adalah :

1. Pada PJT pada saat dekat waktu melahirkan, yang harus dilakukan adalah
segera dilahirkan
2. Pada PJT jauh sebelum waktu melahirkan, kelainan organ harus dicari
pada janin ini, dan bila kelainan kromosom dicurigai maka amniosintesis
(pemeriksaan cairan ketuban) atau pengambilan sampel plasenta, dan
pemeriksaan darah janin dianjurkan
a. Tatalaksana umum : setelah mencari adanya cacat bawaan dan
kelainan kromosom serta infeksi dalam kehamilan maka aktivitas
fisik harus dibatasi disertai dengan nutrisi yang baik. Tirah baring
dengan posisi miring ke kiri, Perbaiki nutrisi dengan menambah 300
kal perhari, Ibu dianjurkan untuk berhenti merokok dan
mengkonsumsi alkohol, Menggunakan aspirin dalam jumlah kecil
dapat membantu dalam beberapa kasus IUGR Apabila istirahat di
rumah tidak dapat dilakukan maka harus segera dirawat di rumah
sakit. Pengawasan pada janin termasuk diantaranya adalah melihat
pergerakan janin serta pertumbuhan janin menggunakan USG setiap
3-4minggu

b. Tatalaksana khusus : pada PJT yang terjadi jauh sebelum waktunya


dilahirkan, hanya terapi suportif yang dapat dilakukan. Apabila
penyebabnya adalah nutrisi ibu hamil tidak adekuat  maka nutrisi
harus diperbaiki. Pada wanita hamil perokok berat, penggunaan
narkotik dan alkohol, maka semuanya harus dihentikan

c. Proses melahirkan : pematangan paru harus dilakukan pada janin


prematur. Pengawasan ketat selama melahirkan harus dilakukan
untuk mencegah komplikasi setelah melahirkan. Operasi caesar
dilakukan apabila terjadi distress janin serta perawatan intensif
neonatal care segera setelah dilahirkan sebaiknya dilakukan.
Kemungkinan kejadian distress janin selama melahirkan meningkat
pada PJT karena umumnya PJT banyak disebabkan oleh insufisiensi
plasenta yang diperparah dengan proses melahirkan

3. Kondisi bayi.
Janin dengan PJT memiliki risiko untuk hipoksia perinatal
(kekurangan oksigen setelah melahirkan) dan aspirasi mekonium (terhisap
cairan mekonium). PJT yang parah dapat mengakibatkan hipotermia (suhu
tubuh turun) dan hipoglikemia (gula darah berkurang). Pada umumnya
PJT simetris dalam jangka waktu lama dapat mengakibatkan pertumbuhan
bayi yang terlambat setelah dilahirkan, dimana janin dengan PJT asimetris
lebih dapat “catch-up” pertumbuhan setelah dilahirkan.

PERAWATAN DAN PENATALAKSANAAN PERTUMBUHAN JANIN


TERHAMBAT PADA KEHAMILAN TRIMESTER KETIGA
Penatalaksanaan pada Pertumbuhan janin terhambata pada trimester akhir,
harus ditentukan apakah ada anomali pada janin atau janin memiliki kondisi
fisiologi yang buruk. Penentuan waktu persalinan sangat penting, sering kali harus
dipertimbangkan antara risiko kematian janin atau terjadinya persalinan prematur.

Beberapa terapi yang dapat dilakukan sebelum persalinan:

1. Istirahat
Mungkin merupakan satu-satunya terapi yang paling sering direkomendasikan.
Secara teori istirahat akan menurunkan aliran darah ke perifer dan
meningkatkan aliran darah ke sirkulasi uteroplasenta, yang diduga dapat
memperbaiki pertumbuhan janin. Pada penelitian yang dilakukan oleh Laurin
Dkk, menunjukkan bahwa rawat inap di rumah sakit tidak bermanfaat, tidak
terdapat perbedaan berat badan lahir antara pasien yang dirawat inap dengan
rawat jalan.
2. Suplementasi Nutrisi Ibu
Pada suatu penelitian ditemukan bahwa kurangnya nutrisi ibu memilki
sedikit efek pada berat lahir. Kekurangan kalori yang berat hingga lebih kecil
1500 kalori per hari dihubungkan dengan penurunan berat bayi lahir rata-rata
hampir 300 gram. Terdapat data yang menunjukkan bahwa suplementasi nutrisi
dalam bentuk asupan kalori oral dan atau suplemen protein memilki sedikit
efek dalam meningkatkan berat badan lahir.
Defisiensi beberapa logam pada asupan makanan ibu juga dihubungkan
dengan PJT. Walles Dkk. membuktikan bahwa kadar seng pada leukosit
perifer, yang merupakan indikator sensitif keadaan seng jaringan, menurun
pada ibu dengan janin dengan PJT.
Asam eikosapentanoid yang terdapat pada minyak ikan, diduga dapat
meningkatkan berat lahir dan dapat digunakan dalam pencegahan dan terapi
PJT. Asam ini bekerja secara kompetisi dengan asam arakhidonat yang
merupakan substrat dari enzim siklooksigenase. Zat vasoaktif, tromboksan A2
(TxA2) dan prostasiklin I2 (PGI2) telah diteliti sebagai mediator yang dapat
menurunkan aliran uteroplasenta pada PJT idiopatik. Prostasiklin merupakan
vasodilator, dan tromboksan merupakan vasokonstriktor yang kuat.
Keseimbangan antara dua zat ini menghasilkan tonus vaskuler pada
uteroplasenta. Konsumsi minyak ikan diduga menghasilkan penurunan sintesis
tromboksan dan meningkatkan konsentrasi prostasiklin. Perubahan rasio ini
akan menghasilkan vasodilatasi yang menyebabkan peningkatan aliran darah
utreroplasenta dan meningkatkan berat lahir, sehingga berguna dalam
pencegahan dan terapi PJT.
3. Terapi Farmakologi
Aspirin dan Dipiridamol
Aspirin atau asam asetilsalisilat, menghambat enzim siklooksigenase
secara ireversibel. Pemberian aspirin dosis rendah 1-2 mg/kg/hari
menghambat aktifitas siklooksigenase dan menghasilkan penurunan sintesis
tromboksan. Pemberian aspirin dosis rendah berkaitan dengan peningkatan
berat lahir rata-rata sebesar 516 gram. Juga ditemukan peningkatan yang
bermakna pada berat plasenta.
Dipiridamol, merupakan inhibitor enzim fosfodiesterase, dapat
menghambat penghancuran cyclic adenosine monophosphate (cAMP). Ini
akan meningkatkan konsentrasi cAMP yang dapat menyebabkan trombosit
lebih sensitif terhadap efek prostasiklin dan juga merangsang sintesis
prostasiklin yang menghasilkan vasodilatasi.
Beta mimetik
Obat ini memilki berbagai efek pada aliran daerah uteroplasenta. Salah
satunya adalah merangsang adenilat siklase miometrium yang menyebabkan
relaksasi uterus. Relaksasi ini akan menurunkan resistensi aliran darah uterus
dan meningkatkan perfusi. Efek vasodilatasi langsung pada arteri uterina juga
meningkatkan perfusi uterus. Secara teori hal ini bermanfaat pada pengobatan
PJT.

M. PENCEGAHAN
Beberapa penyebab dari PJT tidak dapat dicegah. Bagaimanapun juga,
faktor seperti diet, istirahat, dan olahraga rutin dapat dikontrol. Untuk
mencegah komplikasi yang serius selama kehamilan, sebaiknya seorang ibu
hamil mengikuti nasihat dari dokternya; makan makanan yang bergizi tinggi;
tidak merokok, minum alkohol dan menggunakan narkotik; mengurangi
stress; berolahraga teratur; serta istirahat dan tidur yang cukup. Suplementasi
dari protein, vitamin, mineral, serta minyak ikan juga baik dikonsumsi. Selain
itu pencegahan dari anemia serta pencegahan dan tatalaksana dari penyakit
kronik pada ibu maupun infeksi yang terjadi harus baik.

Hal-hal yang harus diperhatikan untuk mencegah PJT pada janin untuk
setiap ibu hamil sebagai berikut :
1. Usahakan hidup sehat
Konsumsilah makanan bergizi seimbang. Untuk kuantitas, makanlah
seperti biasa ditambah ekstra 300 kalori/hari.
2. Hindari stress selama kehamilan
Stress merupakan salah satu faktor pencetus hipertensi.
3. Hindari makanan obat-obatan yang tidak dianjurkan selama kehamilan
Setiap akan mengkonsumsi obat, pastikan sepengetahuan/resep dokter
kandungan.
4. Olah raga teratur
Olah raga (senam hamil) dapat membuat tubuh bugar, dan mampu
memberi keseimbangan oksigenasi, maupun berat badan.
5. Hindari alkohol, rokok, dan narkoba
6. Periksakan kehamilan secara rutin
Pada saat kehamilan, pemeriksaan rutin sangat penting dilakukan agar
kondisi ibu dan janin dapat selalu terpantau. Termasuk, jika ada kondisi PJT,
dapat diketahui sedini mungkin. Setiap ibu hamil dianjurkan melakukan
pemeriksaan setiap 4 minggu sampai dengan usia kehamilan 28 minggu.
Kemudian, dari minggu ke 28-36, pemeriksaan dilakukan setidaknya setiap 2
minggu sekali. Selanjutnya, lakukan pemeriksaan setiap 1 minggu sampai
dengan usia kelahiran atau 40 minggu. Semakin besar usia kehamilan,
semakin mungkin pula terjadi hambatan atau gangguan. Jadi, pemeriksaan
harus dilakukan lebih sering seiring dengan bertambahnya usia kehamilan.
BAB 3
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian
Pada pengkajian klien dengan sectio caesaria, data yang dapat ditemukan
meliputi distress janin, kegagalan untuk melanjutkan persalinan, malposisi
janin, prolaps tali pust, abrupsio plasenta dan plasenta previa.
A. Anamnesa
a. Identitas atau biodata klien
Meliputi, nama, umur, agama, jenis kelamin, alamat, suku bangsa,
status perkawinan, pekerjaan, pendidikan, tanggal masuk rumah
sakit nomor register, dan diagnosa keperawatan.
b. Keluhan utama
Merasa kontraksi
c. Riwayat kesehatan
1. Riwayat kesehatan dahulu:
Penyakit kronis atau menular dan menurun sepoerti jantung,
hipertensi, DM, TBC, hepatitis, penyakit kelamin atau abortus.
2. Riwayat kesehatan sekarang :
Riwayat pada saat sebelun inpartu di dapatka cairan ketuban yang
keluar pervaginan secara sepontan kemudian tidak di ikuti tanda -
tanda persalinan.
3. Riwayat kesehatan keluarga:
Adakah penyakit keturunan dalam keluarga seperti jantung, DM,
HT, TBC, penyakit kelamin, abortus, yang mungkin penyakit
tersebut diturunkan kepada klien.

B. Pola - Pola Fungsi Kesehatan


1. Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat
Karena kurangnya pengetahuan klien tentang ketuban pecah dini,
dan cara pencegahan, penanganan, dan perawatan serta kurangnya
mrnjaga kebersihan tubuhnya akan menimbulkan masalah dalam
perawatan dirinya
2. Pola Nutrisi dan Metabolisme
Pada klien nifas biasanaya terjadi peningkatan nafsu makan karena
dari keinginan untuk menyusui bayinya.
3. Pola aktifitas
Pada pasien pos partum klien dapat melakukan aktivitas seperti
biasanya, terbatas pada aktifitas ringan, tidak membutuhkan tenaga
banyak, cepat lelah, pada klien nifas didapatkan keterbatasan
aktivitas karena mengalami kelemahan dan nyeri.
4. Pola eleminasi
Pada pasien pos partum sering terjadi adanya perasaan sering
/susah kencing selama masa nifas yang ditimbulkan karena
terjadinya odema dari trigono, yang menimbulkan inveksi dari
uretra sehingga sering terjadi konstipasi karena penderita takut
untuk melakukan BAB.
5. Istirahat dan tidur
Pada klien nifas terjadi perubagan pada pola istirahat dan tidur
karena adanya kehadiran sang bayi dan nyeri epis setelah
persalinan
6. Pola hubungan dan peran
Peran klien dalam keluarga meliputi hubungan klien dengan
keluarga dan orang lain.
7. Pola penanggulangan stress
Biasanya klien sering melamun dan merasa cemas
8. Pola sensori dan kognitif
Pola sensori klien merasakan nyeri pada prineum akibat luka
janhitan dan nyeri perut akibat involusi uteri, pada pola kognitif
klien nifas primipara terjadi kurangnya pengetahuan merawat
bayinya.
9. Pola persepsi dan konsep diri
Biasanya terjadi kecemasan terhadap keadaan kehamilanya, lebih -
lebih menjelang persalinan dampak psikologis klien terjadi
perubahan konsep diri antara lain dan body image dan ideal diri
10. Pola reproduksi dan sosial
Terjadi disfungsi seksual yaitu perubahan dalam hubungan seksual
atau fungsi dari seksual yang tidak adekuat karena adanya proses
persalinan dan nifas.

C. Pemeriksaan fisik
1. Kepala
Bagaimana bentuk kepala, kebersihan kepala, kadang - kadang
terdapat adanya cloasma gravidarum, dan apakah ada benjolan
2. Leher
Kadang - kadang ditemukan adanya penbesaran kelenjar tioroid,
karena adanya proses menerang yang salah
3. Mata
Terkadang adanya pembengkakan paka kelopak mata, konjungtiva,
dan kadang -kadang keadaan selaput mata pucat (anemia) karena
proses persalinan yang mengalami perdarahan, sklera kunuing.
4. Telinga
Biasanya bentuk telingga simetris atau tidak, bagaimana
kebersihanya, adakah cairan yang keluar dari telinga.
5. Hidung
Adanya polip atau tidak dan apabila pada post partum kadang -
kadang ditemukan pernapasan cuping hidung
6. Dada
Terdapat adanya pembesaran payu dara, adanya hiper pigmentasi
areola mamae dan papila mamae.
7. Abdomen
Tampak insisi post op SC, namun pada klien nifas abdomen kendor
kadang -kadang striae masih terasa nyeri. Fundus uteri 3 jari
dibawa pusat.
8. Genitalia
Pengeluaran darah campur lendir, pengeluaran air ketuban, bila
terdapat pengeluaran mekonium yaitu feses yang dibentuk anak
dalam kandungan menandakan adanya kelainan letak anak.
9. Anus
Kadang - kadang pada klien nifas ada luka pada anus karena
Rupture
10. Ekstermitas
Pemeriksaan odema untuk mrlihat kelainan - kelainan karena
membesarnya uterus, karenan preeklamsia atau karena penyakit
jantung atau ginjal.
11. Tanda - tanda vital
Apabila terjadi perdarahan pada pos partum tekanan darah turun,
nadi cepat, pernafasan meningkat, suhu tubuh turun.
12. Diagnosa Keperawatan
Beberapa diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada ibu
post SC yaitu :

3.2 Diagnosa Keperawatan


1. Nyeri akut berhubungan dengan injury fisik jalan lahir.
2. Hambatan mobilitas fisik b.d anestesi
3. Resiko infeksi berhubungan dengan luka insisi
3.3 Rencana Keperawatan
Hambatan mobilitas fisik yang berhubungan dengan kerusakan neuromuscular, penurunan kekuatan otot, penurunan
kesadaran
Resiko: dalam
Tujuan infeksiwaktu 3x24 jam setelah diberikan
NOC : tindakan mobilitas klien meningkat atau NIC :
teradaptasi
  Immune Status Infection Control (Kontrol infeksi)
Criteria
Definisihasil : peningkatan
: Peningkatan kemampuan
resiko  dan tidak terjadi
Knowledge thrombosis
: Infection vena profunda dana.emboli
control paru merupakan
Bersihkan lingkunganancaman
setelahklien
dipakai
paralisis yang tidak mampu menggerakkan ekstremitas, 27amping27s tidak terjadi
masuknya organisme patogen   Risk control pasien lain
Intervensi Kriteria Hasil :
Rasional b. Pertahankan teknik isolasi
1. Faktor-faktor resiko : a. Klien bebas dari tanda dan gejala c. Batasi pengunjung bila perlu
Kaji tingkat kemampuan klien dalam melakukan Merupakan data dasar untuk melakukan intervensi selanjutnya
mobilitasa.fisik
Prosedur Infasif infeksi d. Instruksikan pada pengunjung untuk
b. Ketidakcukupan b. Mendeskripsikan proses penularan mencuci tangan saat berkunjung dan
Dekatkan alat dan sarana
pengetahuan yang dibutuhkan
untuk klien
penyakit, factor yang mempengaruhi setelah berkunjung meninggalkan pasien
dalam pemenuhan aktivitas sehari-hari
menghindari paparan penularan serta penatalaksanaannya, e. Gunakan sabun
Bila pemulihan mulai untuk dlakukan, klienantimikrobia untuk cuci
dapat  hipotensi
patogen c. Menunjukkan
ortostatik ( kemampuan untuk ) dan
dari disfungsi otonom tangan
kemungkinan membutuhkan meja
c. Trauma mencegah
tempat timbulnya infeksi
tidur untuk menolong merekaf. mengambil
Cuci tangan setiap
posisi sebelum
duduk tegakdan sesudah
d. Kerusakan jaringan dan d. Jumlah leukosit dalam batas normal tindakan kperawtan
Hindari factor-faktor yang memungkinkan
peningkatan paparan e. Menunjukkan perilaku hidup sehat g. Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat
terjadinya trauma pada saat klien melakukan
lingkungan Individu paralisis mempunyai kemungkinan
pelindung mengalalmi kompresi
mobilisasi
e. Ruptur membran amnion neuropati, paling sering saraf ulnar dan peritonial lingkungan aseptik selama
h. Pertahankan
f. Agen yang mengalami
Sokong ekstremitas farmasi
paralisis pemasangan alat
(imunosupresan) i. Ganti letak IV perifer dan line central
g. Malnutrisi Ekstremitas paralisis disokong dengandan posisi fungsional
dressing dan dengan
sesuai memberikan
petunjuk
h. Peningkatan paparan latihan rentang gerak secara pasif  paling
umumsedikit dua kali sehari
lingkungan
Monitor komplikasi patogenmobilitas fisik
gangguan j. Gunakan kateter intermiten untuk
i. Imonusupresi menurunkan infeksi kandung kencing
Deteksi awal thrombosis vena profunda dan 27amping27s sehingga dengan
j. Ketidakadekuatan imum k. Tingktkan intake nutrisi
penemuan yang cepat penanganan lebih mudah dilaksanakan.
buatan l. Berikan terapi antibiotik bila perlu
Kolaborasi dengan tim fisisoterapis
k. Tidak adekuat pertahanan Mencegah deformities kontraktur dengan menggunakan pengubahan posisi
sekunder (penurunan Hb, yang hati-hati dean 27ampin rentangInfection
gerak Protection (proteksi terhadap
Leukopenia, penekanan infeksi)
respon inflamasi) a. Monitor tanda dan gejala infeksi
l. Tidak adekuat pertahanan sistemik dan lokal
tubuh primer (kulit tidak b. Monitor hitung granulosit, WBC
utuh, trauma jaringan, c. Monitor kerentanan terhadap infeksi
penurunan kerja silia, cairan d. Batasi pengunjung
tubuh statis, perubahan e. Saring pengunjung terhadap penyakit
sekresi pH, perubahan menular
peristaltik) f. Partahankan teknik aspesis pada
2. Penyakit kronik pasien yang beresiko
g. Pertahankan teknik isolasi k/p
h. Berikan perawatan kuliat pada area
epidema
i. Inspeksi kulit dan membran mukosa
terhadap kemerahan, panas, drainase
j. Ispeksi kondisi luka / insisi bedah
k. Dorong masukkan nutrisi yang cukup
l. Dorong masukan cairan
m. Dorong istirahat
n. Instruksikan pasien untuk minum
antibiotik sesuai resep
o. Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan
gejala infeksi
p. Ajarkan cara menghindari infeksi
q. Laporkan kecurigaan infeksi
1. Laporkan kultur positif
BAB 4
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Sectio caesarea adalah suatu cara melahirkan janin dengan membuat
sayatan pada dinding uterus melalui dinding depan perut, section caesarea
juga dapat didefinisikan sebagai bsuatu histektomia untuk melahirkan janin
dari dalam rahim (Mochtar, 2011).
Tujuan mempersingkat lamanya perdarahan dan mencegah terjadinya
robekan serviks dan segmen bawah rahim. Indikasi dilakukan SC Plasenta
previa sentralis dan lateralis (posterior), Panggul sempit, Disproporsi
sefalopelvik, Ruptura uteri mengancam, Partus lama, Partus tak maju,
Distosia serviks. Penatalaksanaan dengan pemberian cairan per intra vena,
diit yang sesuai, mobilisasi, pemberian obat-batan analgesik, antipiretik dan
lain-lain.

4.2 Saran
Diharakan laporan pendahuluan asuhan keperawatan ini dapat
memberi pengetahuan dan menambah ilmu bagi sesama perawat maupun
tenaga medis lain dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien ibu
nifas dengan sectio caesarea.
DAFTAR PUSTAKA

Alkalay A, 2008. IUGR. http://pdfcontact.com/ebook/pengertian_iugr.html

Bianchi D.W, Crombleholme T.M, D’Alton M.E. Intrauterine Growth


Restriction. In: Fetology, Diagnosis and Management of the Fetal Patient. United
States of America: McGrow-Hill Co, Inc, 2000: 929-34

Chatelain F, 2010. Children Born With IUGR.


http//www.sav.sk/journals/endo/full/er0100f.pdf.

Cunninghan FG, Gant NF, Leveno KJ, et al, 2005. Obstetri Williams Vol 1/Edisi
21. EGC. Jakarta.

Chunninghan,F . Gary, dkk. 2010. Obstetri Williams. Jakarta : EGC

Harper T, 2008. Fetal Growth Restriction. http://www.emedicine.com.

JamesWD, 2009. IUGR.http://freedownloadbooks.net/-IUGR-pdf.html

Pertumbuhan Janin Terhambat (PJT). Dalam http://www.klikdokter.com. Diakses


tanggal 75 Januari 2020

Prawirohardjo. Sarwono. 2009. Ilmu kebidanan. Jakarta : PT Bina Pustaka

Rockville P and Bethesda, 2010. IUGR.


http://idmgarut.wordpress.com/2009/01/26/intra-uterine-growth-retardation-
iugr/

Sasongko W, 2009. Pertumbuhan Janin Terhambat. http://www.botefilia.com.

Sharoon C, 2010. Intrauterine Growth Restriction.


http//www.imagingpathways.health.wa.gov.au/includes/pdf/iugr.pdf-

Wikjosastro H, 2005. Ilmu Kandungan Edisi ke2 Cetakan ke4. YBB-SP. Jakarta

Anda mungkin juga menyukai