Anda di halaman 1dari 17

BAB 2

TINJAUAN TEORI

2.1 KONSEP MEDIS

A. Definisi

Talasemia merupakan penyakit anemia hemalitik dimana terjadi kerusakan sel darah

merah di dalam pembuluh darah sehingga umur eritrosit menjadi pendek (kurang dari 100

hari). (Ngastiyah, 2015).

Thalasemia merupakan sindrom kelainan yang diwariskan (inherited) dan masuk

kedalam kelompok hemoglobinopati, yakni kelainan yang disebabkan oleh gangguan

sintesis hemoglobin akibat mutasi didalam atau dekat gen globin (Sudoyo aru 2015).

B. Etiologi

Ketidakseimbangan dalam rantai protein globin alfa dan beta, yang diperlukan

dalam pembentukan hemoglobin, disebabkan oleh sebuah gen cacat yang diturunkan.

Untuk menderita penyakit ini, seseorang harus memiliki 2 gen dari kedua orang tuanya.

Jika hanya 1 gen yang diturunkan, maka orang tersebut hanya menjadi pembawa tetapi

tidak menunjukkan gejala-gejala dari penyakit ini (Suriadi 2016).

a. Thalasemia Mayor

Karena sifat sifat gen dominan. Thalasemia mayor merupakan penyakit

yang ditandai dengan kurangnya kadar hemoglobin dalam darah. Akibatnya,

penderita kekurangan darah merah yang bisa menyebabkan anemia. Dampak

lebih lanjut, sel-sel darah merahnya jadi cepat rusak dan umurnya pun sangat

pendek, hingga yang bersangkutan memerlukan transfusi darah untuk

4
5

memperpanjang hidupnya. Penderita thalasemia mayor akan tampak normal saat

lahir, namun di usia 3-18 bulan akan mulai terlihat adanya gejala anemia. Selain

itu, juga bisa muncul gejala lain seperti jantung berdetak lebih kencang dan facies

cooley. Faies cooley adalah ciri khas thalasemia mayor, yakni batang hidung

masuk ke dalam dan tulang pipi menonjol akibat sumsum tulang yang bekerja

terlalu keras untuk mengatasi kekurangan hemoglobin. Penderita thalasemia

mayor akan tampak memerlukan perhatian lebih khusus. Pada umumnya,

penderita thalasemia mayor harus menjalani transfusi darah dan pengobatan

seumur hidup. Tanpa perawatan yang baik, hidup penderita thalasemia mayor

hanya dapat bertahan sekitar 1-8 bulan. Seberapa sering transfusi darah ini harus

dilakukan lagi-lagi tergantung dari berat ringannya penyakit. Yang pasti, semakin

berat penyakitnya, kian sering pula si penderita harus menjalani transfusi darah.

b. Thalasemia Minor

Individu hanya membawa gen penyakit thalasemia, namun individu hidup

normal, tanda-tanda penyakit thalasemia tidak muncul. Walau thalasemia minor

tak bermasalah, namun bila ia menikah dengan thalasemia minor juga akan

terjadi masalah. Kemungkinan 25% anak mereka menerita thalasemia mayor.

Pada garis keturunan pasangan ini akan muncul penyakit thalasemia mayor

dengan berbagai ragam keluhan. Seperti anak menjadi anemia, lemas, loyo dan

sering mengalami pendarahan. Thalasemia minor sudah ada sejak lahir dan akan

tetap ada di sepanjang hidup penderitanya, tapi tidak memerlukan transfusi darah

di sepanjang hidupnya.

C. Patofisiologi
6

Normal hemoglobin adalah terdiri dari Hb-A dengan polipeptida rantai alpa dan dua

rantai beta. Pada beta thalasemia yaitu tidak adanya atau kurangnya rantai beta thalasemia

yaitu tidak adanya atau kekurangan rantai beta dalam molekul hemoglobin yang mana ada

gangguan kemampuan ertrosit membawa oksigen. Ada suatu kompensator yang

meningkat dalam rantai alpa, tetapi rantai beta memproduksi secara terus menerus

sehingga menghasilkan hemoglobin defictive. Ketidak seimbangan polipeptida ini

memudahkan ketidakstabilan dan disint,egrasi. Hal ini menyebabkan sel darah merah

menjadi hemolisis dan menimbulkan anemia dan atau hemosiderosis.

Kelebihan pada rantai alpa ditemukan pada talasemia beta dan kelebihan rantai beta

dan gama ditemukan pada talasemia alpa. Kelebihan rantai polipeptida ini mengalami

presipitasi, yang terjadi sebagai rantai polipeptida alpa dan beta, atau terdiri dari

hemoglobin tak stabil badan heint, merusak sampul eritrosit dan menyebabkan hemolisis.

Reduksi dalam hemoglobin menstimulasi yang konstan pada bone marrow, produksi RBC

diluar menjadi eritropik aktif. Kompensator produksi RBC secara terus menerus pada

suatu dasar kronik, dan dengan cepatnya destruksi RBC,menimbulkan tidak edukatnya

sirkulasi hemoglobin. Kelebihan produksi dan edstruksi RBC menyebabkan bone marrow

menjadi tipis dan mudah pecah atau rapuh. (Suriadi, 2014 : 23-24).

Pada talasemia letak salah satu asam amino rantai polipre tidak berbeda

urutannya/ditukar dengan jenis asam amino lain. Perubahan susunan asam amino tersebut.

Bisa terjadi pada ke-4 rantai poliper Hb-A, sedangkan kelainan pada rantai alpha dapat

menyebabkan kelainan ketiga Hb yaitu Hb-A, Hb-A2 dan Hb-F. (Hassan, 2015 : 49)

D. Manifestasi Klinis
7

Bayi baru lahir dengan thalasemia beta mayor tidak anemis. Gejala awal pucat

mulanya tidak jelas, biasanya menjadi lebih berat dalam tahun pertama kehidupan dan

pada kasus yang berat terjadi beberapa minggu pada setelah lahir. Bila penyakit ini tidak

ditangani dengan baik, tumbuh kembang masa kehidupan anak akan terhambat. Anak

tidak nafsu makan, diare, kehilangan lemak tubuh dan dapat disertai demam berulang

akibat infeksi. Anemia berat dan lama biasanya menyebabkan pembesaran jantung.

Terdapat hepatosplenomegali. Ikterus ringan mungkin ada. Terjadi perubahan pada

tulang yang menetap, yaitu terjadinya bentuk muka mongoloid akibat system eritropoesis

yang hiperaktif. Adanya penipisan korteks tulang panjang, tangan dan kaki dapat

menimbulkan fraktur patologis. Penyimpangan pertumbuhan akibat anemia dan

kekurangan gizi menyebabkan perawakan pendek. Kadang-kadang ditemukan epistaksis,

pigmentasi kulit, koreng pada tungkai, dan batu empedu. Pasien menjadi peka terhadap

infeksi terutama bila limpanya telah diangkat sebelum usia 5 tahun dan mudah mengalami

septisemia yang dapat mengakibatkan kematian. Dapat timbul pensitopenia akibat

hipersplenisme.

( Williams 2015).

Secara umum, tanda dan gejala yang dapat dilihat antara lain:

1) Letargi

2) Pucat

3) Kelemahan

4) Anoreksia

5) Sesak nafas, tebalnya tulang kranial, Pembesaran limpa, menipisnya

tulang kartilago

E. WOC (SDKI)
8

F.
Penyebab primer: Penyebab sekunder:
- Sintetis Hb A << - Defisiensi asam folat
- Eritropoisis tidak efektif - Hemodelusi
- Destruksi eritrosit - Destruksi eritrosit oleh s.
intramedular retikuloendotelial

Mutasi DNA

Produksi rantai alfa dan beta Hb berkurang

Kelainan pada eritrosit

Pengikatan O2 berkurang
\
Kompensator pada rantai α

Hb detectif

MK: Risiko Infeksi


Ketidakseimbangan polipeptida (D.0142)
(
Eritrosit tidak stabil
Transfusi
Anemia darah berulang
Hemolisis
berat
Hemosiderosis

Suplay O2 << Penumpukan


Besi

MK: perfusi
Ketidakseimbangan Suplay O2 ke
perifer tidak
suplay O2 dan jaringan
kebutuhan efektif (D.0009)
perifer <<
9

Dyspneu Endokrin Jantung Hepar Limpa Kulit


menjadi
Penggunaan otot kelabu
bantu napas Tumbang Gagal hepatomegali splenomegali
terganggu jantung
MK: Gangguan
Kelelahan MK: Gangguan
MK: RIsiko MK: Nyeri integritas
Tumbuh
cidera Akut (D.0077) kulit/jaringan
Kembang
MK: Intoleransi (D.0136) (D.0129)
(D.0106)
aktivitas
(D.0056)

Malas makan

Intake
nutrisi << MK: Defisit Nutrisi
(D.0019)

G. Pemeriksaan Penunjang

a) Pemeriksaan laboratorium.

Pada hapusan darah topi di dapatkan gambaran hipokrom mikrositik, anisositosis,

polklilositosis dan adanya sel target (fragmentasi dan banyak sel normoblas). Kadar

besi dalam serum (SI) meninggi dan daya ikat serum terhadap besi (IBC) menjadi

rendah dan dapat mencapai nol Elektroforesis hemoglobin memperlihatkan tingginya

HbF lebih dari 30%, kadang ditemukan juga hemoglobin patologik. Di Indonesia kira-

kira 45% pasien Thalasemia juga mempunyai HbE maupun HbS. Kadar bilirubin

dalam serum meningkat, SGOT dan SGPT dapat meningkat karena kerusakan

parankim hati oleh hemosiderosis. Penyelidikan sintesis alfa/beta terhadap refikulosit

sirkulasi memperlihatkan peningkatan nyata ratio alfa/beta yakni berkurangnya atau


10

tidak adanya sintetis rantai beta (Wiwanitkit 2017)..

b) Pemeriksaan radiologis Gambaran radiologis tulang akan memperlihatkan medula yang

labor, korteks tipis dan trabekula kasar. Tulang tengkorak memperlihatkan “hair-on-

end” yang disebabkan perluasan sumsum tulang ke dalam tulang korteks.

c) Pemeriksaan Penunjang

1) Studi hematologi : terdapat perubahan – perubahan pada sel darah merah, yaitu

mikrositosis, hipokromia, anosositosis, poikilositosis, sel target, eritrosit yang

immature, penurunan hemoglobin dan hematrokrit.

2) Elektroforesis hemoglobin : peningkatan hemoglobin

3) Pada thalasemia beta mayor ditemukan sumsum tulang hiperaktif terutama seri

eritrosit. Hasil foto rontgen meliputi perubahan pada tulang akibat hiperplasia

sumsum yang berlebihan. Perubahan meliputi pelebaran medulla, penipisan

korteks, dan trabekulasi yang lebih kasar.

4) Analisis DNA, DNA probing, gone blotting dan pemeriksaan PCR (Polymerase

Chain Reaction) merupakan jenis pemeriksaan yang lebih maju.

H. Penatalaksanaan

a. Memberikan transfusi hingga Hb mencapai 10 gram/dl. Komplikasi dari pemberian

transfusi darah yang berlebihan akan menyebabkan terjadinya pemupukan zat besi

yang disebut hemosiderotis ini dapat dicegah dengan pemberian deferoxamine

(Desferal). (Suriadi 2014)

b. S. Plenectomy: dilakukan untuk mengurangi penekanan pada abdomen dan

meningkatkan rentang hidup sel darah merah yang berasal dari suplemen (transfusi) .
11

c. Pada keluarga dengan riwayat thalasemia perlu dilakukan penyuluhan genetik untuk

menentukan resiko memiliki anak yang menderita thalasemia. Pengidap thalasemia

yang mendapat pengobatan secara baik dapat menjalankan hidup layaknya orang

normal di tengah masyarakat. Sementara zat besi yang menumpuk di dalam tubuh

bisa dikeluarkan dengan bantuan obat, melalui urine. Penyakit thalasemia dapat

dideteksi sejak bayi masih di dalam kandungan, jika suami atau istri merupakan

pembawa sifat (carrier) thalasemia, maka anak mereka memiliki kemungkinan

sebesar 25 persen untuk menderita thalasemia. Karena itu, ketika sang istri

mengandung, disarankan untuk melakukan tes darah di laboratorium untuk

memastikan apakah janinnya mengidap thalasemia atau tidak.

I. Komplikasi

Akibat anemia yang berat dan lama, sering terjadi gagal jantung. Tranfusi

darah yang berulang ulang dan proses hemolisis menyebabkan kadar besi dalam darah

sangat tinggi, sehingga di timbun dalam berbagai jarigan tubuh seperti hepar, limpa,

kulit, jantung dan lain lain. Hal ini menyebabkan gangguan fungsi alat tersebut

(hemokromatosis). Limpa yang besar mudah ruptur akibat trauma ringan. Kadang

kadang thalasemia disertai tanda hiperspleenisme seperti leukopenia dan

trompositopenia. Kematian terutama disebabkan oleh infeksi dan gagal jantung.

Hepatitis pasca transfusi biasa dijumpai, apalagi bila darah transfusi telah diperiksa

terlebih dahulu terhadap HBsAg. Hemosiderosis mengakibatkan sirosis hepatis,

diabetes melitus dan jantung. Pigmentasi kulit meningkat apabila ada hemosiderosis,

karena peningkatan deposisi melanin.(Hassan dan attalas 2002, dalam Herdata 2018).
12

2.2 KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

Asuhan keperawatan adalah proses atau rangkaian kegiatan pada praktik

keperawatan yang diberikan secara langsung kepada klien/pasien di berbagai tatanan

pelayanan kesehatan. Proses keperawatan terdiri dari atas lima tahap yaitu pengkajian,

diagnosis, perencanaan, implementasi, dan evaluasi. Setiap tahap dari proses keperawatan

saling terkait dan ketergantungan satu sama lain (Budiono, 2015).

A. PENGKAJIAN

a. Identitas Pasien (Susilaningrum 2015)

Umur : Pada thalasemia mayor yang gejala klinisnya jelas, gejala tersebut telah

terlihat sejak anak berumur kurang dari 1 tahun.Sedangkan pada

thalasemia minor yang gejalanya lebih ringan, biasanya anak baru

datang berobat pada umur sekitar 4 – 6 tahun.

Jenis kelamin : Jenis kelamin tidak ada perbedaan signifikan antara penderita

thalasemia yang perempuan dan laki-laki.

Suku/bangsa : Thalasemia banyak dijumpai pada bangsa disekitar laut tengah

(mediterania). Seperti turki, yunani, Cyprus, dll. Di Indonesia sendiri,

thalassemia cukup banyak dijumpai pada anak, bahkan merupakan

penyakit darah yang paling banyak diderita.

B. Riwayat Kesehatan
13

1) Keluhan Utama:

Anak thalassemia basanya mengeluh, badanya terasa lemas, tidak bisa beraktivitas

secara normal, tidak nafsu makan, sesak nafas dan badan kekuningan (Budiono,

2015).

2) Riwayat Kesehatan sekarang

Biasanya anak cenderung mudah lelah atau lemah dikarenakan pasien anemia dan

membutuhkan tranfusi (Susilaningrum 2015).

3) Riwayat kesehatan Dahulu

Klien cenderung memiliki riwayat kesehatan yang mudah terkena infeksi saluran

pernapasan atas atau infeksi lainya. Ini dikarenakan rendahnya HB yang berfungsi

sebagai alat transport selain itu kesehatan anak di masa lalu cenderung mengeluh

lemas (Susilaningrum 2015).

4) Riwayat penyakit keluarga

Karena merupakan penyakit keturunan, maka perlu dikaji apakah orang tua yang

menderita thalassemia.Apabila kedua orang tua menderita thalassemia, maka anaknya

berisiko menderita thalassemia mayor.Oleh karena itu, konseling pranikah sebenarnya

perlu dilakukan karena berfungsi untuk mengetahui adanya penyakit yang mungkin

disebabkan karena keturunan.

C. Pola fungsi kesehatan


14

1) Pola nutrisi dan metabolism

Karena adanya anoreksia, anak sering mengalami susah makan, sehingga berat

badan anak sangat rendah dan tidak sesuai dengan usianya (Susilaningrum

2015).

2) Pola aktivitas

Anak terlihat lemah dan tidak selincah anak usianya. Anak banyak tidur /

istirahat, karena bila beraktivitas seperti anak normal mudah merasa lelah.

3) Pola istirahat dan tidur

Biasanya pola tidur pasien kurang terpenuhi karena kondisi pasien yang lemas

dan rewel (Susilaningrum 2015).

4) Pola eliminasi

Klien mengalami penurunan jumlah urine dan feses karena jumlah asupan

nutrisi disebabkan oleh anoreksia (Susilaningrum 2015).

D. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik dilakukan untuk melihat tanda pasti pada pasien. Pemeriksaan

fisik dilakukan secara Head To Toe, diantaranya : (Susilaningrum 2015).

a) Tanda-tanda vital
15

Biasanya hasil pengkajian tanda-tanda vital pada anak thalassemia tekanan

darahnya menurun karena anemia, nadi biasanya takikardi atau lebih dari

90x/menit, pernapasanya cepat atau lebih dari batas normal, suhu biasnya

naik turun sesuai dengan keadaan pasien.

b) TB/BB

Pertumbuhan fisik dan berat badan anak thalasemia mengalami penurunan

atau tidak sesuai dengan usianya.

c) Kulit

Biasanya warna kulit pada pasien thalassemia ini pucat kekuningan, jika

anak sering mendapatkan tansfusi maka warna kulit akan menjadi kelabu

seperti besi. Hal ini terjadi karena adanya penimbunan zat besi pada

jaringan kulit (hemosiderosis)

d) Kuku

Biasanya pada anak dengan thalasemia kondisi kuku pucat, ada sianosis,

CRT < 2 detik.

e) Kepala

Biasanya pada anak dengan thalasemia yang belum/tidak mendapatkan

pengobatan mempunyai bentuk yang khas, yaitu kepala membesar dan

muka mongoloid, jarak mata lebar, serta tulang dahi terlihat lebar.

f) Mata

Biasanya pada anak dengan thalasemia bagian konjungtiva terlihat pucat


16

(anemis) dan kekuningan.

g) Hidung

Pada penderita thalasemia biasanya tidak terdapat pangkal hidung, hal ini

disebabkan karena adanya penipisan koteks pada tulang.

h) Mulut dan faring

Pada penderita thalasemia bagian mukosa pada mulut terlihat pucat..

i) Telinga

Pada anak thalasemia tidak memiliki gangguan pada telinga.

j) Dada

Pada inspeksi terlihat bahwa dada sebelah kiri menonjol akibat adanya

pembesaran jantung yang disebabkan oleh anemia kronik

k) Abdomen

Biasanya pada penderita thalassemia pada saat inspeksi terlihat

membuncit, dan saat di palpasi ada pembesaran limfa dan hati

(hepatospeknomegali).

l) Genetalia

Biasanya pada penderita thalassemia tidak ada kelaian genetalia, adanya

pembesaran skrotum atau adanya lesi pada genetalia.

m) Ekstremitas

Dapat terjadi fraktur patologik yaitu fraktur yang terjadi pada tulang

karena adanya kelainan/penyakit yang menyebabkan kelemahan pada

tulang.
17

E. Diagnosa keperawatan SDKI

1) Intoleransi aktifitas (D.0056) berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai

oksigen dan kebutuhan.

2) Resiko infeksi (D.0142) berhubungan dengan pertahanan sekunder tak adekuat:

penurunan Hb, leukopeni atau penurunan granulosit.

3) Resiko integritas kulit/jaringan (D. 0129) berhubungan dengan perubahan sirkulasi dan

neurologis.

4) Perfusi perifer tidak efektif (D.0009) berhubungan dengan penurunan hemoglobin

5) Intoleransi aktivitas (D.0056) berhubungan dengan ketidak seimbangan antara suplai

dan kebutuhan oksigen

6) Gangguan Tumbuh Kembang (D.0106) berhubungan dengan efek ketidak mampuan

fisik.

7) RIsiko cidera (D.0136) berhubungan dengan ketidak mampuan profil darah.

8) Nyeri Akut (D.0077) berhubungan dengan fisiologis

9) Gangguan integritas kulit/jaringan (D.0129) berhubungan dengan perubahan sirkulasi.

10) Defisit Nutrisi (D.0019) berhubungan dengan keidak mapuan menelan makanan.
TG N Tujuan (SLKI) Kriteria Hasil (SLKI) Intervensi (SIKI)
L o
1 setelah dilakukan tindakan - Ketidak seimbangan antara Pemantauan tanda-tanda vital (1.06198)
selama 1x24 jam suplai dan kebutuhan
diharapkan kecukupan oksigen membaik Observasi :
energi untuk melakukan - Kelemahan membaik - Monitor tekanan darah
aktivitas sehari-hari - Imobilitas membaik - Monitor nadi (frekuensi, irama, kekuatan)
membaik. - Gaya hidup monoton - Monitor pernapasan (frekuensi, kedalaman)
membaik - Monitor suhu tubuh
- Monitor oksimetri nadi
- Monitor tekanan nadi
- Identifikasi penyebab perubahan tanda
vital

Terapeutik
- Atur interval pemantauan sesuai kondisi pasien
- Dokumentasi hasil pemantauan

4
5
Edukasi
-Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
-Informasikan hasil pemantauan, jika
perlu

2 Setelah dilakukan asuhan - Tidak ada tanda-tanda Identifikasi Resiko ( 1.14502)


keperawatan 1x24 jam infeksi
tidak terdapat faktor risiko Observasi
infeksi .      - Identifikasi resiko biologis, lingkungan, dan perilaku
- Identifikasi risiko secara berkala di masing-masing unit
- Identifikasi risiko baru sesuai perencanaan yang telah ditetapkan.

Teraupeutik
- Tentukan metode pengelolahan risiko yang baik dan ekonomis
- Lakukan pengelolahan resiko secara efektif
- Lakukan update perencanaan secara regular
- Dokumentasi temuan risiko secara akurat.
6
3 setelah dilakukan - Tidak terjadi kerusakan Edukasi perawatan kulit (1.12426.)
tindakan selama 1x24 jaringan
jam diharapkan terjadi - Tidak terjadi kerusakan Observasi

keutuhan kulit dan lapisan kulit - Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima informasi

jaringan . - Tidak nyeri


Terapeutik
- Dan tidak ada perdarahan
- Sediakan materi dan media pendidikan kesehatan

- Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai kesepakatan

- Berikan kesempatan untuk bertanya

Edukasi
- Anjurkan minum cukup cairan

- Anjurkan melapor jika ada lesi kulit yang tidak biasa

- Amjurkan membersihkan dengan air hangat

Anda mungkin juga menyukai