Anda di halaman 1dari 32

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KPERAWATAN

SECTIO CAESAREA (SC) PADA PASIEN DENGAN DIAGNOSA MEDIS


PLASENTA PREVIA DI RUANG VK RSUD BANGIL
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Praktik Profesi Ners
Departemen Maternitas

Oleh :

Anisa

NIM. 2022611002

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS TRIBHUWANA TUNGGADEWI
MALANG
2022

i
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Angka kesakitan dan kematian ibu merupakan indikator kesehatan umum
dan kesejahteraan masyarakat. Persalinan adalah proses membuka dan
menutupnya servik uteri disertai turunnya janin dan plasenta ke dalam jalan lahir
sampai keluar secara lengkap (berikut selaput-selaputnya). (Wagiyo, Putrono,
2016).
Persalinan dapat berlangsung secara fisiologis dan patologis. Salah satu dari
persalinan paotologis yaitu sectio caesarea. Operasi Sectio Caesaria merupakan
tindakan melahirkan janin yang sudah mampu hidup beserta plasenta dan selaput
ketuban secara transabdominal melalui insisi uterus. Di Indonesia, persentase
Sectio Caesarea cukup besar. Di rumah sakit pemerintah pada tahun 2008 rata-
rata persalinan dengan Sectio Caesarea sebesar 11%, sementara di Rumah Sakit
Swasta bisa lebih dari 30%. Dan tercatat dari 17.665 angka kelahiran terdapat
35,7% - 55,3% ibu melahirkan dengan proses sectio caesarea (Cahyono, 2014).
Suatu proses pembedahan setelah operasi atau post operasi akan
menimbulkan respon nyeri. Nyeri yang dirasakan ibu post partum dengan sectio
caesarea berasal dari luka yang terdapat dari perut. Tingkat dan keparahan nyeri
pasca operatif tergantung pada fisiologis dan psikologis individu dan toleransi
yang ditimbulkan nyeri (Yuliana dkk, 2015).
B. Tujuan

1. Mampu melakukan Asuhan Keperawatan Pada Klien sectio caesarea di RSUD


Bangil
2. Mampu melakukan Pengkajian Keperawatan pada klien sectio caesarea
Bangil Mampu menentukan Diagnosis Keperawatan pada klien sectio
caesarea Bangil
3. Mampu melakukan penyusunan perencanaan tindakan keperawatan yang
harus dilakukan pada klien sectio caesarea di RSUD Bangil
4. Mampu melakukan tindakan keperawatan yang sudah direncanakan pada
klien sectio caesarea di RSUD Bangil
5. Mampu melakukan evaluasi terhadap tindakan keperawatan pada klien sectio
caesarea di RSUD Bangil

C. Manfaat
Diharapkan dapat memberikan tambahan informasi kepada institusi pendidikan
khususnya bagi mahasiswa sebagai acuan lebih lanjut dalam pemberian asuhan
keperawatan dengan sectio caesarea.

ii
DAFTAR ISI

Bab I Pendahuluan…………………………………………………………ii
A. Latar Belakang……………………………………..………………...iii
B. Tujuan……………………………………………….……………….iv
C. Manfaat………………………………………………….…………...iv
Bab II Tinjauan Teori…………………………………………………...….1
A. Definisi…………………………………………………………...…..4
B. Klasifikasi …...…………………………………………………….....4
C. Etiologi ………..……………………………………...……………...6
D. Patofisiologi………………………………………………….....…....10
E. Manifestasi Klinis…………………………………………….……...12
F. Pemeriksaan Penunjang………………………………………...……19
G. Penatalaksanaan……………………………………………………...20
H. Laporan Pendahuluan Plasenta Previa……..………………………...21
I. Konsep Discharge Planning……………………..…………………...27
J. Asuhan Keperawatan…………………………………………….…..35
Daftar Pustaka…………………………………………………………..….36

iii
BAB II
TINJAUAN TEORI

1. Definisi
Persalinan section caesarea adalah suatu persalinan buatan, dimana janin
dilahirkan dengan dilakukan insisi di dinding perut dan rahim, dengan syarat
rahim dalam keadaan utuh serta berat janin diatas 500 gram (Prawirohardjo,
2010). Sectio caesarea merupakan suatu tindakan pengeluaran janin dan
plasentamelalui tindakan insisi pada dinding perut dan dinding
rahim dalam keadaan utuh (Ratnawati, 2016). Sectio caesarea adalah suatu
cara melahirkan janin dengan membuat sayatan pada dnding uterus melalui
dinding perut (Hartanti, 2014).
Seksio cesarea berasal dari perkataan Latin “Caedere” yang artinya
memotong. Seksio Cesarea adalah suatu cara melahirkan janin dengan membuat
sayatan pada dinding uterus melalui dinding depan perut atau vagina (Mochtar,
1998 dalam Maryunani, 2014). Seksio cesarea atau kelahiran sesarea adalah
melahirkan janin melalui irisan pada dinding perut (laparatomi) dan dinding
uterus (histerektomi). Definisi ini tidak termasuk melahirkan janin dari rongga
perut pada kasus rupture uteri atau kehamilan abdominal (Pritchard dkk, 1991
dalam Maryunani, 2014).
Berdasarkan beberapa pengertian  diatas dapat disimpulkan bahwa
section caesarea merupakan salah satu cara persalinan, yang mana janin
dikeluarkan dengan dilakukan insisi pada dinding abdomen dan dinding
uterus, dengan syarat berat janin diatas 500 gram dan rahim utuh.
2. Klasifikasi
Menurut Prawirohardjo (2010) Liu (2008) Oxorn dan Forte (2010) terdapat
beberapa jenis seksio cesarea, yaitu :
a. Seksio cesarea klasik : pembedahan secara Sanger.
Insisi ini ditempatkan secara vertical di garis tengah uterus. Indikasi
penggunaanya meliputi :
1) Gestasi dini dengan perkembangan buruk pada segmen bawah
2) Jika akses ke segmen bawah terhalang oleh pelekatan ibroid uterus
3) Jika janin terimpaksi pada posisi tranversa
4) Pada keadaan segmen bawah vascular karena plasenta previa anterior
5) Jika ada karsinoma serviks
6) Jika kecepatan sangat penting, contohnya setelah kematian ibu.
Kerugian :

4
1) Hemostasis lebih sulit dengan insisi vascular yang tebal
2) Pelekatan ke organ sekitarnya lebih mungkin
3) Plasenta anterior dapat ditemukan selama pemasukan
4) Penyembuhan terhambat karena involusi miometrial
5) Terdapat lebih besar risiko rupture uterus pada kehamilan berikutnya.
b. Seksio cesarea transperitoneal profunda (supra cervicalis = lower segmen
caesarean section).
c. Seksio cesarea diikuti dengan histerektomi (caesarean hysterectomy =
seksio histerektomi).
Pembedahan ini merupakan section caesarea yang dilanjutkan dengan
pengeluaran uterus.
Indikasi :
1) Perdarahan akibat atonia uteri setelah terapi konservatif gagal
2) Perdarahan yang tidak dapat dikendalikan pada kasus-kasus placenta
previa dan abruption placentae tertentu
3) Placenta accrete
4) Fibromyoma yang multiple dan luas
5) Pada kasus-kasus tertentu kanker serviks atau ovarium
6) Rutur uteri yang tidak dapat diperbaiki
7) Sebagai metode sterilisasi kalau kelanjutan haid yang tidak
dikehendaki demi alasan medis
8) Cicatrix yang menimbulkan cacat pada uterus
9) Pelebaran luka insisi yang mengenai pembuluh-pembuluh darah
sehingga perdarahan tidak bias dihentikan dengan pengiatan ligature
d. Seksio cesarea ekstraperitoneal
Pembedahan ini dikerjakan untuk menghindari perlunya histerektomi
pada kasus-kasus yang mengalami infeksi luas dengan mencegah
peritonitis generalisata yang sering bersifat fatal.
3. Etiologi

a. Etiologi yang berasal dari ibu


Yaitu pada primigravida dengan kelainan letak, primi para tua disertai
kelainan letak ada, disproporsi sefalo pelvik (disproporsi janin / panggul ),

5
ada sejarah kehamilan dan persalinan yang buruk, terdapat kesempitan
panggul, Plasenta previa terutama pada primigravida, solutsio plasenta
tingkat I – II, komplikasi kehamilan yang disertai penyakit ( jantung,
DM ). Gangguan perjalanan persalinan (kista ovarium, mioma uteri, dan
sebagainya).
b. Etiologi yang berasal dari janin
fetal distress / gawat janin, mal presentasi dan mal posisi kedudukan
janin, prolapsus tali pusat dengan pembukaan kecil, kegagalan persalinan
vakum atau forceps ekstraksi. (Nurarif & Hardhi, 2015).
4. Indikasi
a. Indikasi yang berasal dari ibu
Yaitu pada primigravida dengan kelainan letak, pramiparatua disertai ada
kelainan letak, disproporsi sefalo pelvik (disproporsi janin/panggul),
sejarah kehamilan dan persalinan yang buruk, terdapat kesempitan
pannggul, plasenta previa terutama pada primigravida, solusio plasenta
tingkat I-II, komplikasi kehamilan yaitu preeklamsia-eklamsia, atas
permintaan, kehhamilan yang disertai penyakit (jantung-DM), gangguan
perjalanan persalinan (kista ovarium, mioma uteri dan sebagainya).
b. Indikasi yang berasal dari janin
Fetal distress/gawat janin, mal presentasi dan mal posisi kedudukan janin,
prolapsus tali pusat dengan pembukaan kecil, kegagalan persalinan vakum
atau forceps ekstraksi (Jitowiyono, 2010).
5. Kontra Indikasi
Sectio sesarea tidak boleh dikerjakan kalau ada keadaan berikut ini :
a. Syok
b. Kalau janin sudah mati atau berada dalam keadaan jelek sehingga
kemungkinan hidup kecil. Dalam keadaan ini tidak ada alas an untuk
melakukan operasi berbahaya yang tidakdiperlukan.
c. Kalau jalan lahir ibu mengalami infeksi yang luas dan fasilitas untuk
caesarea extraperitoneal tidak tersedia.
6. Patofisiologi

6
Terjadi kelainan pada ibu dan kelainan pada janin menyebabkan persalinan
normal tidak memungkinkan dan akhirnya harus diilakukan tindakan
Sectiocaesarea, bahkan sekarang Sectio caesarea menjadi salah satu pilihan
persalinan (Sugeng, 2010). Adanya beberapa hambatan ada proses persalinan
yyang menyebabkan bayi tidak dapat dilahirkan secara normal, misalnya plasenta
previa, rupture sentralis dan lateralis, pannggul sempit, partus tidak maju (partus
lama), pre-eklamsi, distokksia service dan mall presentasi janin, kondisi tersebut
menyebabkan perlu adanya suatu tindakan pembedahan yaitu Sectiocaesarea (SC).
Dalam proses operasinya dilakukan tindakan yang akan menyebabkan pasien
mengalami mobilisasii sehingga akan menimbulkan masalah intoleransi aktivitas.
Adanya kelumpuhan sementara dan kelemahan fisik akan menyebabkan pasien
tidak mampu melakukan aktifitas perawatan diri pasien secara mandiri sehingga
timbul masalah deficit perawatan diri. Kurangnya informasi mengenai proses
pembedahan, penyembuhan dan perawatan post operasi akan menimbulkan
masalah ansietas pada pasien. Selain itu dalam proses pembedahan juga akan
dilakukan tindakan insisi pada dinding abdomen sehingga menyebabkan
inkontinuitas jaringan, pembuluh darah dan saraf-saraf di daerah insisi. Hal ini
akan merangsang pengeluaran histamin dan prostaglandin yang akan
menimbulkan rasa nyeri. Setelah semua proses pembedahan berakhir, daerah
insisi akan ditutup dan menimbulkan luka post operasii, yang bila tidak dirawat
dengan baik akan menimbulkan masalah resiko infeksi.
7. Pathway

7
8. Pemeriksaan Penunjang

a. Pemantauan janin terhadap kesehatan janin


b. Pemantauan EKG
c. JDL dengan diferensial
d. Elektrolit
e. Hemoglobin/Hematokrit
f. Golongan Darah
g. Urinalis
h. Amniosentesis terhadap maturitas paru janin sesuai indikasi
i. Pemeriksaan sinar X sesuai indikasi.
j. Ultrasound sesuai pesanan. (Tucker,Susan martin,1998. Dalam buku
Aplikasi Nanda 2015).
9. Penatalaksanaan
Ibu yang mengalami komplikasi obstetric atau medis memerlukan observasi
ketat setelah resiko Setiocaesarea. Bangsal persalinan adalah tempat untuk
memulihkan dan perawatan. Fasilitas perawatan intensif atau ketergantungan
tinggi harus siap tersedia dirumah sakit yang sama. Perawatan umum untuk semua
ibu meliputi :
a. Ruang pemulihan
Pasien dipantau dengan cermat di ruang pemulihan, meliputi
jumlah perdarahan dari vagina dan dilakukan palpasi fundus uteri untuk
memastikan bahwa uterus berkontraksi dengan kuat. Selain itu, pemberian
cairan intravena juga dibutuhkan. Kebutuhan akan cairan intravena
termasuk darah sangat bervariasi. Wanita dengan berat badan rata-rata
dengan hematokrit kurang dari atau sama dengan 30 dan volume darah
serta cairan ekstraseluler yang normal umumnya dapat mentoleransi
kehilangan darah sampai 2000ml.
b. Ruang perawatan
Beberapa prosedur yang dilakukan di ruang perawatan adalah:
1) Monitor tanda-tanda vital

8
Setelah pulih dari ansetesi, observasi pada klien dilakukan setiap
setengah jam setelah 2 jam pertama dan tiap satu jam selama minimal
4 jam setelah didapatkan hasil yang stabil. Tanda vital yang perlu
dievaluasi yaitu Tekanan darah, Nadi, Jumlah urin, Jumlah
perdarahan, Status fundus uteri, Suhu tubuh
2) Analgesic
Pemberian analgesik dapat diberikan paling banyak setiap 3 jam untuk
mengurangi nyeri yang dirasakan. Pemberian analgesik dapat berupa
Meperidin 75-100mg intramuskuler dan morfin sulfat 10- 15mg
intramuskuler.
3) Terapi cairan dan makana
Pemberian cairan intravena, pada umumnya mendapatkan 3
liter cairan memadai untuk 24 jam pertama setelah tindakan, namun
apabila pengeluaran urin turun, dibawah 30ml/jam, wanita tersebut
harus segera dinilai kembali.
4) Pengawasan fungsi vesika urinaria dan usus
Kateter vesika urinaria biasanya dapat dilepas dalam waktu 12 jam
setelah operasi dilakukan. Sedangkan untuk makanan padat dapat
diberikan kurang lebih 8 jam stelah operasi, atau jika klien tidak
mengalami komplikasi.
5) Ambulasi
Mobilisasi pada klien post operasi menurut (Manuaba et al. 2009)
dilakukan secara bertahap meliputi :
a. Miring kanan dan kiri dapat dimulai sejak 6 - 10 jam
setelahoperasi.
b. Latihan pernafasan dapat dilakukan penderita sambil tidur telentan
g sedini mungkin setelah sadar
c. Hari kedua post operasi, penderita
dapat didudukkan selama 5menit dan diminta untuk bernafas
dalam lalu menghembuskannya.
d. Kemudian posisi tidur telentang dapat diubah menjadi posisiseten
gah duduk (semifowler).

9
e. Selanjutnya selama berturut-turut, hari demi hari pasien diajarkan
belajar duduk, belajar berjalan, dan kemudian berjalan sendiri
pada hari ke-3 dan ke-5 pasca operasi
6) Perawatan luka
Luka insisi diperiksa setiap hari dan jahitan kulit (atau klip)
padahari keempat setelah pembedahan. Pada hari ketiga pasca
persalinan,mandi dengan pancuran tidak membahayakan luka insisi.
7) Pemeriksaan laboratorium
Hematrokit secara rutin diukur pada pagi hari stelah pembedahan.
Pemeriksaan dilakukan lebih dini apabila terdapat kehilangan darah
yang banyak selama operasi atau menunjukkan tanda-tanda lain yang
mengarah ke hipovoemik.
8) Menyusui
Menyusui dilakukan pada hari 0 post Sectio Caesarea. Apabila klien
memutuskan untuk tidak menyusui, dapat diberikan bebat untuk
menopang payudara yang bisa mengurangi rasa nyeri pada payudara.
9) Pencegahan infeksi pasca operasi
Infeksi panggul pasca operasi merupakan penyebab tersering dari
demam dan tetap terjadi pada 20% wanita walaupun telah diberikan
antibiotik profilaksis. Sejumlah uji klinis acak telah membuktikan
bahwa antibiotik dosis tunggal dapat diberikan saat Sectio Caesarea
untuk menrunkan angka infeksi.
10) Kateterisasi
Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan tidak enak
pada penderita, meghalangi involusi uterus dan menyebabkan
perdarahan. Kateter biasanya terpasang 24-48 jam atau lebih.
10. Komplikasi
Komplikasi utama persalinan seksio cesarea adalah kerusakan organ-organ
seperti vesika urinasia dan uterus saat dilangsungkannya operasi, komplikasi
anestesi, perdarahan, infeksi dan tromboemboli. Kematian ibu lebih besar pada
persalinan seksio cesarea dibandingkan persalinan pervagina (Rasjidi, 2009).

10
Menurut Rasjidi (2009) takipneu sesaat pada bayi baru lahir lebih sering
terjadi pada persalinan seksio cesarea, dan kejadian trauma persalinan pun tidak
dapat disingkirkan. Risiko jangka panjang yang dapat terjadi adalah terjadinya
plasenta previa, solusio plasenta, plasenta akreta dan ruptur uteri.
Sementara itu menurut Leveno (2009) menyatakan bahwa komplikasi
pascaoperasi seksio sesaria meningkatkan morbiditas ibu secara drastis
dibandingkan dengan persalinan pervaginam. Penyebab utamanya adalah
endomiometritis, perdarahan, infeksi saluran kemih, dan tromboembolisme.
Infeksi panggul dan infeksi luka operasi meningkat dan, meskipun jarang, dapat
menyebabkan fasiitis nekrotikans.

11
Laporan Pendahuluan Plasenta Previa
A. Pengertian
Plasenta previa adalah plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah rahim
demikian rupa sehingga menutupi seluruh atau sebagian dari ostium uteri
internum (Prawirohardjo, 2014). Beberapa pengertian atau defenisi dari plasenta
previa dituliskan disini bertujuan agar bidan atau perawat kebidanan dapat lebih
memahami tentang plasenta previa, antara lain:
1) Plasenta praevia/plasenta previa yang berasal dari kata “prae” yang berarti
depan dan “vias” yang berarti plasenta didepan jalan lahir atau menutupi
jalan lahir (Mayunani dan Yulianingsih, 2013).
2) Plasenta Previa adalah keadaan dimana plasenta berimplantasi pada
tempat abnormal, yaitu pada segmen bawah rahim sehingga menutupi
sebagian atau selutuh pembukaaan jalan lahir (ostium uteri) dan oleh
karena nya bagian terendah janin sering kali terkendala memasuki pintu
atas panggul (Yulia Fauziyah, S.Kep., M.Sc).
3) Plasenta previa merupakan plasenta yang letaknya abnormal, yaitu pada
segmen bawah rahim sehingga dapat menutupi sebagian atau seluruh
ostium uteri internum ( Nugroho, 2013).
4) Plasenta previa adalah plasenta yang berada didepan jalan lahir (prae =
didepan, vias= jalan). Jadi yang dimaksud plasenta previa adalah plasenta
yang implantasinya tidak normal sehingga menutupi seluruh atau
sebagian jalan lahir (Maryunani dan Yulianingsih, 2013).
5) Plasenta previa adalah suatu kehamilan dimana plasenta berimplantasi
abnormal pada segmen bawah rahim, menutupi atau tidak menutupi
ostium uteri internum, sedangkan kehamilan tersebut sudah viable atau
mampu hidup diluar rahim (usia kehamilan 22 minggu atau berat janin
>500 gram (Manuaba dkk, 2013)
B. Klasifikasi
Menurut Prawirohardjo Plasenta previa secara umum dibagi menjadi empat
bagian yaitu :
1) Plasenta previa totalis atau komplit adalah plasenta yang menutupi
seluruh ostium uteri internum.

12
2) Plasenta previa parsialis adalah plasenta yang menutupi sebagian ostium
uteri internum.
3) Plasenta previa marginalis adalah plasenta yang tepinya berada pada
pinggir ostium uteri internum.
4) Plasenta letak rendah adalah plasenta yang berimplantasi pada segmen
bawah rahim demikian rupa sehingga tepi bawahnya berada pada jarak
lebih kurang 2 cm dari ostium uteri internum . jarak yang lebih dari 2 cm
dianggap plasenta letak normal (Prawirohardjo, 2014).
C. Etiologi
Penyebab utama terjadinya plasenta previa belum diketahui. Tetapi terdapat
beberapa faktor resiko yang menyebabkan meningkatnya seorang ibu atau
wanita hamil berkesempatan mengalami plasenta previa, yaitu :
1) Paritas atau Jumlah kelahiran hidup dan mati yang di miliki seorang
wanita (Prawirohardjo, 2009).
Hasil pengamatan ibu yang memiliki pritas tinggi berisko mempunyai
peluangan mengalami plasenta previa dibanding ibu yang peritas rendah .
Hal ini sesuai dengan teori Summapraja (2011) yang mengatakan bahwa
plasenta previa 3 kali lebih sering terjadi pada wanita multi para dari pada
primipara. Seiring bertambahnya frekuensi kehamilan kesuburan pada
fundus akan semakin berkurang .hal ini cenderung membuat plasenta
mencari tempat lain untuk berimplantasi dan cenderung kebagian bawah
rahim. Untuk itu dharapkan seorang wanita untuk dapat membatasi atau
menjarangkan kehamilannya dengan mengikuti program KB (Jurnal
Kedokteran Yarsi, 2015)
2) Usia (< 20 tahun atau >35 tahun )
Usia ibu yang lanjut mempunyai peluang 3,655 kali untuk mengalami
plasemta Previa Untuk ibu yang usia di bawah dari 20 tahun memiliki
peluang 1,296 kali untuk mengalami plasenta previa . Menurut Manuaba
(2010) Usia reproduktif yang aman untuk seorang ibu mengalami
kehamilan antara 20-25 tahun dibawah dan diatas . Pada ibu yang usianya
kuramg dari 20 tahun cenderung mengalami plasenta previa karean saat
usia 20 tahun organ reproduksi belum matang seluruhnya dan

13
mengakibatkan endometrium juga belum siap untuk menjadi tempat
implantasi sehingga plasenta akan memperlebar sehingga tumbuh
kebawah dan menutupi ostium uteri internum (Jurnal Kedokteran Yarsi,
2015).
3) Operasi Caesar
Menurut Mochtar tahun 2008 ibu yang mempunyai riwayat operasi caesar
akan mempunyai pelunang mengalami kejadian plasenta previa kibat
sayatan pada 18 STIKes Elisabeth Medan dinding uterus yang dapat
mengakibatkan parut didalam rahim sehingga meningkatkan
kemungkinan terjadinya plasenta previa (Jurnal Kedokteran Yarsi, 2015)
4) Kehamilan Ganda
Ibu yang memiliki riwayat kehamilan ganda akan memiliki peluang untuk
mengalami kejadian plasenta previa, dengan dua janin dan pergerakan
kedua janin didalam kandungan membuat plasenta memilih tempat
implantasi yang lain yaitu di segmen bawah rahim (Jurnal Kedokteran
Yarsi, 2015).
5) Riwayat Kuretase
Kuretase adalah tindakan medis untuk mengeluarkan jaringan atau sisa
jringan dalam rahim ibu dengan fungsi diagnostik atau terapeutik
(Prawirohardjo,2009). Ibu yang memiliki riwayat kuretase akan memiliki
peluang mengalami plasenta previa pada kehamilannya, kejadian tersebut
diakibatkan karena adanya luka yang cukup dalam pada dinding
endometrium akibat kuretase dengan sendok kuret akan mengganggu
vaskularisasi pada desidua sehingga mengakibatkan berkurangnya
kesuburan endometrium (Jurnal Kedokteran Yarsi, 2015).
6) Tumor
Plasenta previa dapat diakibatkan oleh danya tumor dalam hal tersebut
tumor ialah mioma dan polip endometrium karena biasanya mioma dan
polip akan tumbuh pada fundus uteri sehingga dalam kehamilan plasenta
akan mencari tempat yang masih tersedia untuk berimplantasi yaitu
disegmen bawah rahim sehingga menutupi ostium internum uteri ,
disamping itu tumor akan semakin 19 STIKes Elisabeth Medan

14
berkembang dalam uterus dapat menekan lasenta sehingga bergeser
menutupi selutuh jalan lahir (Jurnal Kedokteran Yarsi, 2015).
7) Riwayat plasenta previa
Ibu yang memiliki riwayat plasenta previa memiliki peluang uuntuk
mengalami kejadian plaenta previa hal tersebut dikarenankan jaringan
endometrium sudah tidak baik akiat kejadian plasenta previa sebelumnya.
Untuk itu diharapkan kepada ibu yang sudah mengalami plasenta previa
untuk membatasi kehamilannya dengan mengikuti program Kb. (Jurnal
Kedokteran Yarsi, 2015).
D. Patofisiologi
Pada usia kehamilan lanjut, umumnya pad trimester ketiga dan mungkin juga
lebih awal, oleh karena telah mulai terbentuknya segmen bawah rahim , tapak
plasenta akan mengalami pelepasan. Oleh karena fenomena pembentukan segmen
bawah rahim itu perdarahan ditempat itu relatif dipermudah dan diperbanyak ole
segmen bawah rahim dan servik tidak mampu berkontraksi dengan kuat karena
elemen otot yang dimilikiny sangt minimal dengan akibat pembuluh darah pada
tempt itu tidak akan tertutup dengan sempurna.
Perdarahan Pertama Biasanya sedikit tetapi cenderung lebih banyak pada
perdarahan berikutnya. Untuk berjaga-jaga mencegah syok hal tersebut perlu
dipertimbangkan. Perdarahan pertama sudah bisa terjadi pada kehamilan dibawah
30 minggu tetapi lebih separuh kejadiannya pada umur kehamilan 34 minggu
keatas . Hal lain yang perlu diperhatikan adalah dinding segmen bawah rahim
yang tipis mudah diinovasi oleh pertumbuhan vili dari trofoblas, akibatnya
plasenta melekat lebih kuat pada dinding uterus. Segmen bawah rahim dan servik
yang rapuh mudah robek oleh sebab kurangnya elemenen otot yang melindungi
segmen bawah rahim, kondisi inila yang berpotensi meningkatkan kejadian
perdarahan dan plasenta previa pada kehamilan (Prawirohardjo, 2014).
E. Manifestasi Klinis
1) Gejala utama plasenta previa adalah perdarahan tanpa sebab, tanpa rasa
nyeri dan biasanya berulang. Darah pervaginam biasanya berwarna merah
segar. Darah berwarna merah terang pada usia kehamilan trimester ketiga
merupakan tanda plasenta previa. Perdarahan pertama biasanya tidak

15
banyak sehingga tidak akan berakibat fatal, tetapi perdarahan berikutnya
hampir selalu lebih banyak dari sebelumnya (Prawirohardjo, 2014).
2) Bagian terdepan janin tinggi (floating)/ belum memasuki pintu atas
panggul (PAP). Sering dijumpai kelainan letak (sungsang atau lintang).
Turunnya bagian terbawah janin ke dalam pintu atas panggul (PAP) akan
terhalang, tidak jarang terjadi kelainan letak janin dalam rahim, dan dapat
menimbulkan asfiksia sampai kematian janin dalam rahim.
3) Pendarahan pertama (first bleeding) biasanya tidak banyak dan tidak fatal,
kecuali bila dilakukan periksaan dalam sebelumnya, sehingga pasien
sempat dikirimkan ke rumah sakit. Tetapi perdarahan berikutnya
(recurrent bleeding) biasanya lebih banyak. 21 STIKes Elisabeth Medan
4) Janin biasanya masih baik, namun dapat juga disertai gawat janin sampai
kematian janin tergantung beratnya plasenta previa
5) Pada pemeriksaan jalan lahir, teraba jaringan plasenta (lunak).
6) Pada ibu bergantung keadaan umum dan jumlah darah yang hilang,
perdarahan yang sedikit demi sedikit atau dalam jumlah yang banyak
dengan waktu yang singkat, dapat menimbulkan anemia sampai syok
(Maryunani dan Yulianingsih, 2017).
F. Pemeriksaan Penunjang
Perempuan hamil yang mengalami perdarahan dalam kehamilan terimester ke
tiga biasanya menderita plasenta previa (Prawirohardjo,2014). Jika plasenta
previa terdeteksi pada akhir tahun pertama atau trimester kedua, seringkali
lokasi plasenta akan bergeser ketika rahim membesar. Ini dapat dilakukan
pemeriksaan dengan beberapa tidakan sebagai berikut :
1) Anamnesis
Pada anamnesis dapat dinyatakan beberapa hal yang berkaitan dengan
perdarahan antepartum seperti umur kehamilan saat terjadinya
perdarahan, apakah ada rasa nyeri, warna dan bentuk terjadinya
perdarahan, frekuensi serta banyaknya perdarahan. Perdarahan jalan lahir
pada kehamilan setelah 22 minggu berlangsung tanpa rasa nyeri nyeri,
tanpa alasan, terutama pada multigravida.
2) Pemeriksaan luar

16
a. Inspeksi
Dapat dilihat perdarahan yang keluar pervaginam: banyak atau sedikit,
darah beku dan sebagainya. Jika telah berdarah banyak maka ibu
kelihatan anemis.
b. Palpasi
Janin sering belum cukup bulan, jadi fundus uteri masih rendah,
sering dijumpai kesalahan letak janin, bagian terbawah janin belum
turun, apabila letak kepala, biasanya kepala masih goyang atau
terapung (floating) atau mengolak diatas pintu atas panggul.

c. USG
Menegakkan diagnosa plasenta previa dapat pula dilakukan dengan
pemeriksaan ultrasonografi. Penentuan letak plasenta dengan cara ini
ternyata sangat tepat, tidak menimbulkan bahaya radiasi bagi ibu dan
janinnya, dan tidak rasa nyeri. USG abdomen selama trimester kedua
menunjukkan penempatan plasenta previa. Transvaginal
ultrasonografi dengan keakuratan dapat mencapai 100% identifikasi
plasenta previa. Transvaginal ultrasonografi dengan keakuratan
berkisar 95%. Dengan USG dapat ditentukan implantasi plasenta atau
jarak tepi plasenta terhadap ostium. Bila jarak tepi kurang dari 5 cm
disebut plasenta letak rendah. Bila tidak dijumpai plasenta previa,
dilakukan pemeriksaan inspekulo untuk melihat sumber perdarahan
lain.
G. Komplikasi
Beberapa komplikasi utama yang akan terjadi pada ibu hamil yag menderita
plasenta previa , diantaranya ada bisa menimbulka perdarahn yang cukup
banyak dan fatal.
1) Syok
Oleh karena pembentukan segmen bawah rahim yang terjadi secara
rimtik, maka pelepasan plasenta dari tempat implantasinya diuterus dapat

17
berulang dan semakin banyak, dan perdarahan yang terjadi itu tidak dapat
dicegah sehingga penderita menjadi anemia bahkan syok.
2) Retensio
Plasenta Oleh karena plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah
rahim dan sifat segmen ini yang tipis mudahlah jaringan trofoblas dengan
kemmampuan inovasinya menerobos kedalam miometrium bahkan
sampai ke perimetrium dan menjadi sebab kejadian plasenta previa. Oleh
karena itu harus berhati-hati pada tindakan manual plasenta ini karena jika
terjadi salah satu penyebab perdarahan banyak dan tidak terkendali
dengan cara sederhana pada keadaan gawat seperti ini harus dilakukan
histerektomi total.
3) Kelainan Letak
Kelaianan letak anak pada lasenta previa lebih sering terjadi. Hal ini
memaksa lebih sering diambil tindakan operasi dengan segala
konsekuensi.
4) Kelahiran Prematur
Kejadian ini sering tidak terhindarkan oleh karena itu tindakan terminasi
kheamilan terpaksa dilakukan dalam kehamilan belum aterm. Pada
kehamilan < 24 STIKes Elisabeth Medan 37 minggu dapat dilakukan
amniosintesis untuk mengetahui kematangan paru janin dan pemberian
kortikosterod untuk mempe rcepat pematangan paru janin sebagai upaya
antisipasi (Prawirohardjo, 2014).
H. Penatalaksanaan
Semua pasien atau ibu dengan perdarahan pervaginam pada kehamilan
trimester ke -3 , harus dirawat dirumah sakit tanpa periksa dalam ( touche vagina).
Bila pasien dalam keadaan syok karena perdarahan yang banyak, harus segera
dilakukan perbaikan keadaan umumnya dengan pemberian infus atau transfusi
darah (Maryunani dan Yulianingsih, 2017). Untuk itu dalam melakukan rujukan
pasien dengan plasenta previa, bidan seharusnya mengambil sikap yang
memperhatikan hal-hal berikut ini:
1) Sebelum dirujuk, anjurkan pasien untuk tirah baring total dengan
menghadap kekiri, tidak melakukan senggama, menghindari peningkatan

18
tekanan rongga perut ( misal: batuk, mengedan karena sulit buang air
besar).
2) Pemasangan infus untuk mengimbangi perdarahan
3) Sedapat mungkin diantar oleh petugas
4) Dilengkapi dengan keterangan secukupnya
5) Dipersiapkan donor darah untuk transfusi darah.
Selanjutnya, penanganan / penatalaksanaan plasenta previa tergantung pada:
1) Keadaan umum pasien,kadar Hb
2) Jumlah perdarahan yang terjadi
3) Umur kehamilan/taksiran berat badan janin 25 STIKes Elisabeth Medan
4) Jenis/klasifikasi plasenta previa 5) Paritas dan kemajuan persalinan
Oleh karena itu, penatalaksaan plasenta previa dibagi menjadi 2 bagian besar
yaitu :
A. Konservatif /ekspektatif
Penangan dengan konservatif adalah mempertahankan kehamilan sampai
waktu tertentu yang biasanya ditentukan oleh dokter yang melakukan
tidakan kolaborasi dengan bidan dirumah sakit. Yang bertujuan supaya
janin terlahir tidak prematur, ibu dirawat tanpa melakukan pemeriksaan
dalam melalui kanalis servikalis. Upaya diagnosis dilakukan secara non-
invasif. Pemantauan klinis dilakukan secara ketat dan baik.
Adapun kriteri dalam penanganan konservatif/ekspektatif yaitu :
1) Jika usia kehamilan belum optimal/kurang dari 37 minggu
2) Perdarahan sedikit
3) Kehamilan masih dapat dipertahankan, karena perdarahan pertama
pada umumnya tidak berat dan dapat berhenti dengan sendirinya
4) Belum ada tanda-tanda persalinan
5) Keadaan janin baik dengan memantau djj menggunakan dopler
6) Keadaan umum baik, kadar Hb 8/9% atau lebih
7) Pasien harus dirawat dengan istrahat baringan total
8) Pemberian infus dan elektrolit
9) Pemberian obat-obatan; untuk pematangan paru sesuai anjuran yang
diberikan dokter obgyn

19
10) Pemeriksaan Hb dan Ht dalam batas normal
11) Pemeriksaan USG keadaan plasenta masih dalam batas normal
12) Awasi perdarahan terus menerus, tekanan darah(tensi), nadi dan
denyut jantung janin
B. Penangan Aktif
Penangan aktif yang berarti kehamilan tersebut harus segera diakhiri atau
di terminasikan dengan persalinan perabdominal atau seksio sesaria.
Adapun kriteria dalam penanganan aktif yaitu :
1) Usia kehamilan (masa gestasi) > 37 minggu, berat badan janin >2500
gram
2) Perdarahan banyak 500 cc atau lebih
3) Ada tanda-tanda persalinan
4) Ada tanda-tanda gawat janin
5) Keadaan umum ibu tidak baik, ibu anemi, Hb 8,0 %

20
Konsep Discharge Planning
A. Pengertian Discharge Planning
Discharge planning merupakan suatu proses yang dinamis dan sistematis dari
penilaian, persiapan, serta koordinasi yang dilakukan untuk memberikan
kemudahan pengawasan pelayanan kesehatan dan pelayanan sosial sebelum dan
sesudah pulang. Discharge planning didapatkan dari proses interaksi ketika
keperawatan professional, pasien dan keluarga berkolaborasi untuk memberikan
dan mengatur kontinuitas keperawatan yang diperlukan oleh pasien saat
perencanaan harus berpusat pada masalah pasien yaitu pencegahan, terapeutik,
rehabilitatif, serta keperawatan rutin yang sebenarnya (Nursalam, 2015).
Discharge Planning adalah proses mempersiapkan klien untuk meninggalkan satu
tingkat asuhan ke tingkat yang lain di dalam atau di luar institusi layanan
kesehatan saat ini (Kozier, 2011).
Discharge planning sebagai perencanaan kepulangan pasien dan memberikan
informasi kepada klien dan keluarganya tentang hal-hal yang perlu dihindari dan
dilakukan sehubungan dengan kondisi atau penyakitnya. Berdasarkan beberapa
pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa discharge palnning adalah suatu
perencanaan pasien pulang dan memberikan pasien informasi tentang bagaiman
perawatannya ketika di rumah.
B. Penerima Layanan Discharge Planning
Semua pasien yang di hospitalisasikan memerlukan discharge planning
namun ada beberapa kondisi yang menyebabkan pasien beresiko tidak dapat
memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan yang berkelenjutan setelah pasien
pulang, seperti pasien yang menderita penyakit terminal atau pasien dengan
kecacatan permanen (Perry & Potter, 2005).
C. Tujuan Discharge Planning
Menurut Nursalam (2015) tujuan dari dilakukan discharge planning adalah
sebagai berikut:
1) Untuk menyiapkan pasien dan keluarga secara fisik, psikologis, dan
sosial, meningkatkan kemandirian pasien dan keluarga. 9

21
2) Meningkatkan keperawatan yang berkelanjutan pada pasien, membantu
rujukan pasien pada sistem pelayanan yang lain.
3) Membantu pasien dan keluarga memiliki pengetahuan dan keterampilan
serta sikap dalam memperbaiki serta mempertahankan status kesehatan
pasien.
4) Menjelaskan rentang keperawatan antara rumah sakit dan masyarakat.
Perencanaan pulang bertujuan untuk membantu pasien dan keluarga untuk
dapat memahami permasalahan, pencegahan yang harus ditempuh sehingga dapat
mengurangi angka kambuh dan penerimaaan kembali di rumah sakit, dan terjadi
pertukaran informasi antara pasien sebagai penerima pelayanan dengan
keperawatan dari pasien masuk sampai keluar rumah sakit.
Menurut Sarfina (2016) tujuan dilakukan discharge planning antara lain untuk
mempersiapkan pasien dan keluarga secara fisik dan psikologis dipulangkan ke
rumah, menyediakan informasi tertulis dan verbal kepada pasien dan pelayanan
kesehatan untuk memenuhi kebutuhan pasien dalam proses pemulangan,
memfasilitasi proses pemulangan, memfasilitassi proses pemindahan yang
nyaman dengan memastikan semua fasilitas pelayanan kesehatan yang diperlukan
telah dipersiapkan untuk menerima pasien meningkatkan tahap kemandirian yang
tertinggi kepada pasien dan keluarga. Discharge planning memberikan pelayanan
terbaik untuk menjamin berkelanjutan asuhan yang berkualitas antara rumah sakit
dan komunitas dengan memfasilitasi komunikasi yang efektif.
D. Manfaat Discharge Planning
Menurut Nursalam (20015) discharge planning mempunyai manfaat antara
lain sebagai berikut:
1) Memberi kesempatan kepada pasien untuk mendapat pelajaran selama
di rumah sakit sehingga bisa dimanfaatkan sewaktu dirumah.
2) Tindak lanjut yang sistemis yang digunakan untuk menjamin
komunitas keperawatan pasien.
3) Mengevaluasi pengaruh dan intervensi yang tercerna pada
penyembuhan pasien dan mengidentifikasi yang terencana pada
penyembuhan pasien dan mengidentifikasi kekambuhan atau
kebutuhan keperawatan baru.

22
4) Membantu kemandirian pasien dalam kesiapan untuk melakukan
keperawatan rumah.
E. Prinsip-prinsip Discharge Planning
Nursalam (2015) mengemukakan prinsip-prinsip dalam discharge planning
antara lain sebagai berikut:
1) Pasien merupakan fokus dalam perencanaan pulang. Nilai keinginan
dan kebutuhan dari pasien perlu dikaji dan dievaluasi.
2) Kebutuhan dari pasien diidentifikasi. Kebutuhan ini dikaitkan dengan
masalah yang mungkin timbul pada saat pasien pulang nanti, sehingga
kemungkinan masalah yang timbul dirumah dapat segera diantisipasi.
3) Perencanaan pulang dilakukan secara kolaboratif. Perencanaan pulang
merupakan pelayanan multidisiplin dan setiap tim harus saling bekerja
sama.
4) Perencanaan pulang harus disesuaikan dengan sumber daya dan
fasilitas yang ada. Tindakan atau rencana yang akan dilakukan setelah
pulang disesuaikan dengan pengetahuan dari tenaga yang tersedia atau
fasilitas yang tersedia dimasyarakat.
5) Perencanaan pulang dilakukan pada setiap sistem pelayanan
kesehatan. Setiap pasien masuk tatanan pelayanan maka perencanaan
pulang harus dilakukan.
F. Pelaksanaan Discharge Planning
Proses discharge planning memiliki kesamaan dengan proses keperawatan.
Kesamaan tersebut bisa dilihat dari adanya pengkajian pada saat pasien mulai di
rawat sampai dengan adanya evaluasi serta dokumentasi dari kondisi pasien
selama mendapatkan perawatan di rumah sakit. Pelaksanaan dischage palnning
menurut Perry & Potter (2005) secara lebih lengkap dapat di urut sebagai berikut:
1) Pasien datang atau masuk rumah sakit
a) Sejak waktu penerimaan pasien, lakukan pengkajian tentang
kebutuhan pelayanan kesehatan untuk pasien pulang, dengan
menggunakan riwayat keperawatan, rencana perawatan dan
pengkajian kemampuan fisik dan fungsi kognitif yang dilakukan
secara terus menerus.

23
b) Kaji kebutuhan pendidikan kesehatan untuk pasien dan keluarga
yang berhubungan dengan terapi di rumah, hal-hal yang harus
dihindarkan akibat dari gangguan kesehatan yang dialami, dan
komplikasi yang mungkiin terjadi.
c) Bersama pasien dan keluarga, kaji faktor-faktor lingkungan di
rumah yang dapat mengganggu perawatan diri (contoh: ukuran
kamar, lebar jalan, langkah, fasilitas kamar mandi). (Perawat yang
melakukan perawatan di rumah hadir pada saat rujukan
dilakukan, untuk membantu pengkajian).
d) Berkolaborasi dngan dokter dan disiplin ilmu yang lain dalam
mengkaji perlunya rujukan untuk mendapat perawatan di rumah
atau di tempat pelayanan yang lainnya.
e) Kaji penerimaan terhadap masalah kesehatan dan larangan yang
berhubungan dengan masalah kesehatan tersebut.
f) Konsultasi dengan anggota tim kesehatan lain tentang berbagai
kebutuhan klien setelah pulang.
g) Tetapkan diagnosa keperawatan dan rencana perawatan yang
tepat. Lakukan implementasi rencana keperawatan. Evaluasi
kemajuan secara terus menerus.
2) Persiapan sebelum hari kepulangan pasien
a) Anjurkan cara-cara untuk merubah pengaturan fisik di rumah
sehingga kebutuhan pasien dapat terpenuhi.
b) Berikan informasi tentang sumber-sumber pelayanan
kesehatan di masyarakat kepada pasien dan keluarga.
c) Lakukan pendidikan untuk pasien dan keluarga sesegera
mungkin setelah pasien di rawat di rumah sakit (contoh: tanda
dan gejala, komplikasi, informasi tentang obat-obatan yang
diberikan, penggunaan perawatan medis dalam perawatan
lanjutan, diet, latihan, hal-hal yang harus dihindari sehubungan
dengan penyakit atau operasi yang dijalani). Pasien mungkin
dapat diberikan pamflet atau buku

24
3) Pada hari kepulangan pasien
a) Biarkan pasien dan keluarga bertanya atau berdiskusi tentang
berbagai isu berkaitan dengan perawatan di rumah (sesuai
pilihan).
b) Periksa order pulang dari dokter tentang resep, perubahan
tindakan pengobatan, atau alat-alat khusus yang diperlukan
pesan harus ditulis sedini mungkin.
c) Tentukan apakah pasien atau keluarga telah mengatur
transportasi untuk pulang ke rumah.
d) Tawarkan bantuan ketika pasien berpakaian dan
mempersiapkan seluruh barang-barang pribadinya untuk
dibawa pulang. Berikan privasi jika diperlukan.
e) Periksa seluruh kamar mandi dan lemari bila ada barang pasien
yang masih tertinggal. Carilah salinan daftar barang-barang
berharga milik kpasien yang telah ditandatangani dan minta
satpam atau administrator yang tepat untuk mengembalikan
barang-barang berharga tersebut kepada pasien. Hitung semua
barang-barang berharga yang ada.
f) Berikan pasien resep atau obat-obatan sesuai dengan pesan
dokter. Periksa kembali instruksi sebelumnya
g) Hubungi kantor keuangan lembaga untuk menentukan apakah
pasien masih perlu membayar sisa tagian biaya. Atur pasien
atau keluarga untuk pergi ke kantor tersebut.
h) Gunakan alat pengangkut barang untuk membawa barang-
barang pasien. berikan kursi roda untuk pasien yang tidak bisa
berjalan sendiri. Pasien yang meninggalkan rumah sakit
dengan mobil ambulans akan dipindahkan dengan kereta
dorong ambulans.
i) Bantu pasien pindah ke kursi roda atau kereta dorong dengan
mengunakan mekanika tubuh dan teknik pemindahan yang

25
benar. Iringi pasien masuk ke dalam lembaga dimana sumber
transaportasi merupakan hal yang diperhatikan.
j) Kunci kursi roda. Bantu pasien pindah ke mobil atau alat
transportasi lain. Bantu keluarga memindahkan barang-barang
pribadi pasien ke dalam kendaraan tersebut.
k) Kembali ke unit dan beritahukan departemen penerimaan dan
departemen lain yang berwenang mengenai waktu kepulangan
pasien.
l) Catat kepulangan pasien pada format ringkasan pulang. Pada
beberapa institusi pasien akan menerima salinan dari format
tersebut.
m) Dokumentasikan status masalah kesehatan saat pasien pulang

26
Asuhan Keperawatan
A. Pengkajian
Pengkajian adalah proses dinamis yang terorganisasi yang meliputi tiga
aktvitas dasar, yaitu mengumpulkan data secara sistematis, memilah danmengatu
r data yang dikumpulkan, mendokumentasikan data dalam formatyang dapat
dibuka kembali (Tarwoto & Wartonah, 2010).
Pengkajian pada klien post operasi sectio caesarea menurut Chairani(2017)
yaitu sebagai berikut:
a) Identitas pasien
Meliputi nama lengkap, umur, tempat lahir, tempat tinggal, asal suku
bangsal.
b) Keluhan utama
Nyeri pada area post operasi
c) Riwayat kesehatan sekarang
Meliputi keluhan yang dirasakan yang berhubungan dengan gangguan atau
penyakit yang dirasakan saat ini dan keluhan yang dirasakan setelah pasien
di operasi
d) Riwayat kesehatan terdahulu
Meliputi penyakit lain yang dapat mempengaruhi penyakitsekarang,
maksudnya apakah pasien pernah mengalami penyakit yangsama (plasenta
previa)
e) Riwayat kesehatan keluarga
Meliputi penyakit yang diderita pasien dan apakah keluarga pasienada juga
mempunyai riwayat persalinan yang sama (plasenta previa).
f) Keadaan klien meliputi:
1. Sirkulasi
Hipertensi dan pendarahan vagina yang mungkin terjadi.Kemungkinan
kehilangan darah selama prosedur pembedahan kira-kira 600-800 mL
2. Integritas ego
Dapat menunjukkan prosedur yang diantisipasi sebagai
tandakegagalan dan atau refleksi negatif pada kemampuan sebagai

27
wanita. Menunjukkan labilitas emosional dari kegembiraan,ketakutan,
menarik diri, atau kecemasan
3. Makanan dan cairan: abdomen lunak dengan tidak ada distensi(diet
ditentukan)
4. Neurosensori: kerusakan gerakan dan sensasi di bawah tingkatanestesi
spinal epidural.
5. Nyeri/ketidaknyamananMungkin mengeluh nyeri dari berbagai sumber
karena trauma bedah, distensi kandung kemih, efek-
efek anesthesia, nyeri tekanuterus mungkin ada.
6. Pernapasan: bunyi paru-paru vesikuler dan terdengar jelas.
7. Keamanan: balutan badomen dapat tampak sedikit noda/kering
danutuh.8)Seksualitas: fundus kontraksi kuat dan terletak di
umbilikus. Aliranlokhea sedang
B. Diagnosis keperawatan
Masalah-masalah atau diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada
klien post operasi sectio caesarea menurut NANDA (2015), diantaranya sebagai
berikut:
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik (00132)
b. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri (00085)
c. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif (00004)
d. Defisit perawatan diri: mandi, berpakaian, makan, dan eliminasi
berhubungan dengan kelemahan (00108)
C. Intervensi Keperawatan
Intervensi keperawatan adalah preskripsi untuk perilaku spesifik
yangdiharapkan dari pasien dan atau tindakan mandiri yaitu yang harus
dilakukanoleh perawat dan tindakan kolaboratif yaitu yang dilakukan oleh
pemberi perawatan lainnya. Intervensi dilakukan untuk membantu pasien mencap
aihasil yang diharapkan (Mayasari, 2012)
D. Implementasi Keperawatan
Implementasi merupakan tindakan yang sudah direncanakan dalam rencana
keperawatan. Tindakan mencakup tindakan mandiri dan tindakan kolaborasi
(Wartonah, 2015). Implementasi keperawatan adalah tahap ketika perawat

28
mengaplikasikan rencana asuhan keperawatan dalam bentuk intervensi
keperawatan guna membantu pasien mencapai tujuan yang telah ditetapkan
(Asmadi, 2008).
Implementasi keperawatan terdiri dari beberapa komponen:
a) Tanggal dan waktu dilakukan implementasi keperawatan
b) Diagnosis keperawatan
c) Tindakan keperawatan berdasarkan intervensi keperawatan
d) Tanda tangan perawat pelaksana
E. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi yaitu penilaian hasil dari proses. Penilaian hasil menentukan
seberapa jauh keberhasilan yang dicapai sebagai keluaran dari tindakan, Penilaian
ini merupakan proses untuk menentukan apakah ada atau tidak kekeliruan dari
setiap tahapan proses mulai dari pengkajian hingga pelaksanaan. Evaluasi
dilakukan berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya dalam
perencanaan, membandingkan hasil tindakan keperawatan yang telah
dilaksanakan dengan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya dan menilai
efektivitas proses keperawatan mulai dari tahap pengkajian hingga pelaksanaan.
Menurut Dermawan D. (2012) evaluasi adalah proses keberhasilan tindakan
keperawatan yang membandingkan antara proses dengan tujuan yang telah
ditetapkan, dan menilai efektif tidaknya dari proses keperawatan yang
dilaksanakan serta hasil dari penilaian keperawatan tersebut digunakan untuk
bahan perencanaan selanjutnya apabila masalah belum teratasi.

29
DAFTAR PUSTAKA

Ainu,Hikma.2018. Asuhan Keperawatan Post Sectio Caesarea Dengan Fokus


Studi Pengelolaan Nyeri Akut Di Rsud Djojonegoro Kabupaten
Temanggung.Diakses tanggal 9 Februari 2023
(https://repository.poltekkes-smg.ac.id/repository/082_LAILIA
%20AINUHIKMA.pdf)

Khasanah, Rafikatul. 2014. Asuhan Keperawatan  Pada  Ny.  R Dengan  Post


SC Atas Indikasi Janin Letak  Sungsang Di Ruang Dewi Kunthi RSUD K
ota Semarang .Diakses tanggal 9 Februari 2023.
<http://repository.unissula.ac.id/1517/3/Rafikatul%20Khasanah
%20%2089.331.61374.pdf >

Pasaribu, Dewi Santi Purwanti.2018.Asuhan Kebidanan Ny.W Usia 39 Tahun


G₁P₀A₀ Usia Kehamilan 33 Minggu 4 Hari Dengan Plasenta Previa di
Rumah Sakit Santa Elisabeth.Diakses tanggal 12 Februari 2023.
https://repository.stikeselisabethmedan.ac.id/wp-content/uploads/2019/04/
Dewi-Santi-Purwanti-Pasaribu.pdf

PPNI (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: defisini dan kriteria hasil
kepeawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI

PPNI (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: defisini dan Tindakan


Kepeawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI

30
32

Anda mungkin juga menyukai