DISUSUN OLEH:
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Data dan Informasi dari Kemenkes RI, 2017 estimasi jumlah ibu
bersalin/nifas menurut Provinsi Tahun 2017 sebanyak 5. 082.537 ibu. Di
Indonesia angka kejadian sectio caesarea mengalami peningkatan, pada tahun
2000 jumlah ibu bersalin dengan sectio caesarea 47,22%, tahun 2001 sebesar
45,19%, tahun 2002 sebesar 47,13%, tahun 2003 sebesar 46,87%, tahun 2004
sebesar 53,2%, tahun 2005 sebesar 51,59%, tahun 2006 sebesar 53,68%, dan
tahun 2007 belum terdapat yang signifikan, tahun 2009 sebesar sekitar 22,8%
(Karundeng, 2014).
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang diatas, maka ditetapkan rumusan
C. Tujuan Penelitian
a. Tujuan Umum
b. Tujuan Khusus
D. Manfaat
1. Bagi Peneliti
TINJAUAN PUSTAKA
b. Etiologi
1) Faktor ibu :
a) Distosia
b) CPD
c) Preeklamsi Berat dan Eklamsia
d) Gagal Proses Persalinan
e) Seksio Ulang
f) Plasenta Previa
g) Solutio Plasenta
h) Tumor Jalan Lahir yang menimbulkan Obstruksi
i) Ruptura Uteri
j) Takut persalinan Pervaginan
k) Pengalaman Buruk melahirkan pervaginan.
l) Adanya Keinginan untuk melahirkan pada hari yang telah
ditentukan.
m)Disfungsi Uterus.
n) Usia ibu lebih dari 35 tahun.
o) Herpes genital Aktif.
2) Faktor janin:
a) Terjadinya Gawat janin (distress)
b) Letak janin
c) Kehamilan ganda
d) Adanya bobot badan bayi yang ukurannya lebih dari normal.
(Solehati,2015,hlm.79).
(Endang Purwoastuti,2015,hlm.119).
c. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis pada pasien dengan post sectiocaesarea, Menurut
Prawirohardjo, 2007 (dalam buku Aspiani,2017,hlm.368) antara lain:
1) Kehilangan darah selama prosedur pembedahan 600-800 ml.
2) Terpasang kateter : urin jernih dan pucat.
3) Abdomen lunak dan tidak ada distensi.
4) Bising usus tidak ada.
5) Ketidakmampuan untuk menghadapi situasi baru.
6) Balutan abdomen tampak sedikit noda.
7) Aliran lochea sedang dan bebas bekuan.
e. Indikasi
1) Riwayat seksio saesarea.
2) Perdarahan pervaginan.
3) Persalinan prematur (usia kehamilan <37 minggu).
4) Ketuban pecah disertai dengan mekoneum kental.
5) Ketuban pecah lama (lebih dari 24 jam).
6) Ketuban pecah pada persalinan prematur (usia gestasi <37 minggu).
7) Ikterus.
8) Anemia berat.
9) Tanda atau gejala infeksi.
10) Hipertensi dalam kehamilan dana tahu preeklamsia.
11) Tinggi fundus 40 cm atau lebih.
12) Gawat janin.
13) Primipara dalam kala 1 fase aktif dan kepala janin masih 5/5.
14) Presentasi bukan belakang kepala.
15) Presentasi ganda (majemuk).
16) Kehamilan ganda atau gemeli.
17) Tali pusat menumbung.
18) Syok.
(Djami dan Indrayani,2016,hlm.211).
Indikasi janin:
Gawat janin,
letak janin,
plasenta
Indikasi Ibu :
Indikasi janin: f.
Distosia, CPD, PEB & Eklamsia, gagal prosedur persalinan, seksio ulang,
Gawat janin, letak janin, plasenta previa
solutio plasenta, tumor jalan lahir yang menyebabkan obstruksi, rupture uteri.
Path
way
Sectio caesarea
Jaringan Jaringan
Pathwa
Penurunan saraf Penurunan saraf fisiologis psikologis
ekstremitas bawah otonom terputus terbuka y Sectio
Fase Taking In,
Caesare
Skem
Penuruan Merangsang
Kelumpuhan
saraf vegetatif area sensorik
Proteksi Taking Hold, a a 2.1
kurang Uterus Laktasi dan Letting Go
dan motorik
Dx. Hambatan Penurunan Invasi Progesteron & Perubahan
mobilitas fisik periltastik usus bakteri Kontraksi esterogen psikologis
dx. nyeri akut uterus menurun
dx. Perubahan
dx. Resiko Prolaktin anggota
infeksi meningkat baru
Adekuat Tidak
adekuat
Pengelupasan Pertumbuhan Kebutuhan
desidusa Atonia kelenjar susu meningkat
uteri
Oksitosin
Lochea dx.
Perdarahan meningkat
Ansietas
Sumber :
Solehati,2015,hlm.79 dx. Kekurangan Isapan bayi
Hipovolemik
Sukarni,2013,hlm.338 volume cairan lemah
Nurjanah,2013,hlm.4
dx. Ketidakefektifan pemberian ASI
Indikasi janin:
Gawat janin,
letak janin,
plasenta
f.
g. Pemeriksaan penunjang
1) Urinalisis : untuk mendeteksi proteinuria atau infeksi atau setelah
pelepasan kateter urin.
2) Hitung sel darah putih : dapat diinstruksikan untuk mendeteksi infeksi
(nilai normal 20.000 hingga 25.000/mm3 adalah lazim selama minggu
pertama hingga kedua postpartum).
3) Hb dan Ht : untuk mendeteksi kehilangan darah yang banyak dan atau
anemia, Hb dan Ht dapat sulit dievaluasi dalam 48 hingga 72 jam
pertama setelah kelahiran akibat perubahan volume darah dan
kehilangan volume plasma yang lebih besar daripada sel darah merah,
penurunan Ht sebesar 2 persen dari nilai saat masuk rumah sakit
mengindikasikan kehilangan darah sekitar 500ml.
4) Kultur luka: jika timbul gejala, untuk mengidentifikasi infeksi pada
drainase luka bedah.
(Green Carol,2012,hlm.672).
h. Komplikasi
1) Infeksi puerperal atau nifas
a) Ringan dengan kenaikan suhu beberapa hari saja.
b) Sedang dengan kenaikan suhu yang lebih tinggi, disertai dehidrasi
dan perut sedikit kembung.
c) Berat dengan peritonitis, sepsis dan ilneus paralitik. Infeksi berat
sering kita jumpai pada partus terlantar sebelum timbul infeksi
nifas, telah terjadi infeksi intrapartum karena ketuban yang telah
pecah terlalu lama.
2) Perdarahan karena
a) Banyak pembuluh darah yang terputus dan terbuka.
b) Atonia uteri.
c) Perdarahan pada placental bed.
3) Luka kandung kemih, emboli paru dan keluhan kandung kemih bila
reperitonialisasi terlalu tinggi.
4) Kemungkinan rupture uteri spontan pada kehamilan mendatang.
(Sofian,2011,hlm.87).
Komplikasi sectiocaesarea :
1) Komplikasi potensial kelahiran sesar,
a) Hemoragi postpartum atau bedah.
b) Infeksi (ISK, mastitis, puerperium, insisi).
c) Tromboflebitis
2) Komplikasi potensial anestesi dan atau analgesi epidural,
a) Retensi urine.
b) Gatal.
c) Mual dan muntal.
d) Depresi pernapasan
(Green Carol,2012,hlm.673).
i. Penatalaksanaan Sectiocaesarea
Penatalaksanaan Medis sama dengan kelahiran melalui vagina ,kecuali :
1) Morfin analgesia yang dikendalikan pasien (patient controlled
analgesia, PCA) atau Demerol untuk meredakan nyeri selama 24 jam
pertama pasca bedah.
2) Narkotika epidural untuk meredakan nyeri selama 24 jam pertama
pasca bedah.
3) Antiflatulen dan slang rektal untuk mengurangi distensi abdomen.
4) Infus IV dengan kecepatan rendah selama 24 jam, untuk mengganti
cairan yang hilang dan meningkatkan fungsi ginjal dan haluaran urine.
(Green Carol,2012,hlm.273).
2. Masa Nifas
a. Pengertian
Masa nifas dimulai setelah 2 jam postpartum dan berakhir ketika alat-alat
kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil, biasanya berlangsung
selama 6 minggu atau 42 hari, namun secara keseluruhan baik secara
fisiologis maupun psikologis akan pulih dalam waktu 3 bulan.
(Nurjanah,2013,hlm.2).
b. Tahapan Masa Nifas
1) Puerperium dini (immediate puerperium), yaitu pemulihan dimana ibu
telah diperbolehkan berdiri dan berjalan-jalan (waktu 0-24 jam
postpartum). Dalam agama islam dianggap telah bersih dan boleh
bekerja setelah 40 hari.
2) Puerperium intermedial (early puerperium), suatu masa dimana
pemulihan dari organ-organ reproduksi secara menyeluruh selama
kurang lebih 6-8 minggu.
3) Remote puerperium (later puerperium), waktu yang diperlukan untuk
memulihkan dan sehat kembali dalam keadaan yang sempurna secara
bertahap terutama jika selama masa kehamilan dan persalinan ibu
mengalami komplikasi, waktu untuk sehat bisa berminggu-minggu,
bulan bahkan tahun.
(Nurjanah,2013,hlm.4).
3) Perubahan Ligamen
Ligamen-ligamen dan diafragma pelvis serta fasia yang meregang
sewaktu kehamilan dan partus, setelah janin lahir, berangsur-angsur
menciut kembali seperti sediakala. Tidak jarang ligamen tum rotundum
menjadi kendor yang mengakibatkan letak uterus menjadi retroflexi.
Tidak jarang pula wanita mengeluh “kandungannya turun” setelah
melahirkan oleh karena ligamen, fasia dan jaringan penunjang alat
genitalia menjadi agak kendor.
5) Lochia
Pengeluaran lochia dapat dibagi berdasarkan waktu dan warnanya
diantaranya:
a) Lochia Rubra/merah (krueta)
Hari ke 1-2, terdiri dari darah segar bercampur sisa-sisa ketuban, sel-
sel desidua, sisa-sisa vernix kaseosa, lanugo dan mekonium.
b) Lochia Sanguinolenta
Hari ke 3-7, terdiri dari darah bercampur lendir, warna kecokelatan.
c) Lochia Serosa
Hari ke 7-14, bewarna kekuningan.
d) Lochia alba
Hari ke 14-selesai nifas, hanya merupakan cairan putih
e) Lochia purulent
Lochia yang berbau busuk dan terinfeksi
(Walyani dan Endang,2015,hlm.3).
2) Ambulasi
Dimasa lampau perawatan puerperineum sangat konservatif, dimana
puerperal harus tidur terlentang selama 40 hari. Kini perawatan
puerperium lebih aktif dengan dianjurkan untuk melakukan mobilisasi
dini. Perawatan mobilisasi dini mempunyai keuntungan :
a) Melancarkan pengeluaran lochia, mengurangi infeksi puerperium.
b) Mempercepat involusi alat kandung.
c) Melancarkan fungsi alat gastrointestinal dan alat perkelaminan.
d) Meningkatkan kelancaran peredaran darah, sehingga mempercepat
fungsi ASI dan pengeluaran sisa metabolisme.
b) BAB
Kebanyakan penderita mengalami obstivasi setelah minggu
kelahiran anak. Hal ini disebabkan karena pada waktu melahirkan
alat pencernaan mendapat tekanan yang menyebabkan calon
menjadi kosong, selain itu mempengaruhi peristaltik usus.
Pengeluaran cairan lebih banyak pada waktu persalinan
mempengaruhi terjadinya konstipasi. Biasanya bila penderita tidak
BAB sampai 2 hari sesudah persalinan, ditolong dengan pemberian
guecerne spuit/diberikan obat-obatan.
Biasanya 2-3 hari postpartum masih susah BAB, maka sebaiknya
diberikan laksan atau paraffin (1-2 hari postpartum), atau pada hari
ke-3 diberi laksan supositoria dan minum air hangat. Agar dapat
buang air besar dengan teratur dilakukan dengan:
(1) Diet teratur.
(2) Pemberian cairan yang banyak.
(3) Ambulasi yang baik.
(4) Bila takut buang air besar secara episiotomy maka diberikan
larutan supositoria.
5) Istirahat
Umumnya wanita sangat lelah setelah melahirkan, lebih bila partus
berlangsung agak lama. Seorang ibu baru akan cemas apakah ia
mampu merawat anaknya atau tidak. Hal ini mengakibatkan susah
tidur, juga akan terjadi gangguan pada tidur karena beban kerja
bertambah, ibu harus bangun malam untuk meneteki atau mengganti
popok yang sebelumnya tidak pernah dilakukan, untuk itu anjurkan
ibu:
a) Beristirahat yang cukup untuk mencegah kelelahan yang
berlebihan.
b) Sarankan ia untuk kembali ke kegiatan-kegiatan yang tidak berat.
c) Kurang istirahat akan mempengaruhi ibu dalam beberapa hal :
(1) Mengurangi jumlah ASI yang diproduksi
(2) Memperlambat proses involusi, uterus dan memperbanyak
perdarahan
(3) Menyebabkan depresi dan ketidakmampuan untuk merawat
bayi dan dirinya sendiri.
6) Seksual
Dinding vagina kembali ke keadaan sebelum hamil dalam 6-8 minggu.
Secara fisik aman untuk memulai hubungan suami istri begitu darah
merah berhenti, dan ibu dapat memasukkan 1 atau 2 jari kedalam
vagina tanpa rasa nyeri. Begitu darah merah berhenti dan dia tidak
merasakan ketidaknyamanan, aman untuk memulai melakukan
hubungan suami istri kapan saja ibu siap.
Banyak budaya yang mempunyai tradisi memulai hubungan suami istri
samapai masa waktu tertentu, misalnya setelah 40 hari atau 6 minggu
setelah persalinan. Keputusan tergantung pada pasangan yang
bersangkutan.
Hubungan seksual dapat dilakukan dengan aman ketika luka
episiotomi telah sembuh dan loke telah berhenti. Hendaknya pula
hubungan seksual dapat ditunda sedapat mungkin sampai 40 hari
setelah persalinan, karena pada waktu itu diharapkan organ-organ
tubuh telah pulih kembali. Ibu mengalami ovulasi dan mungkin
mengalami kehamilan sebelum haid yang pertama timbul setelah
persalinan. Untuk itu bila senggama tidak mungkin menunggu sampai
hari ke-40, suami/ istri perlu melakukan usaha untuk mencgah
kehamilan. Pada saat inilah waktu yang tepat untuk memberikan
konseling tentang pelayanan KB.
7) Keluarga Berencana
Kontrasepsi besaral dari kata kontra berarti ‘mencegah’ atau
‘melawan’ dan kontrasepsi yang berarti pertemuan antara sel telur
yang matang dan sel sperma yang mengakibatkan kehamilan. Maksud
dari kontrasepsi adalah menghindari atau mencegah terjadinya
kehamilan sebagai akibat pertemuan antara sel telur yang matang
dengan sel sperma tersebut.
3. Oligohidroamnion
a. PengertianVolume air ketuban pada kehamilan cukup bulan kira-kira
1000-1500 cc. Air ketuban bewarna putih keruh, berbau amis dan berasa
manis. Reaksinya agak alkalis atau netral, dengan berat jenis 1,008.
Komposisinya terdiri atas 90% air, sisanya albumin, urea, asam urik,
kreatinin, sel-sel epitel, rambut lanugo, verniks caseosa dan garam an-
organik. Kadar protein kira-kira 2,6%g/l terutama albumin. Cavum amnion
menerima cairan dengan difusi dari darah maternal. Fetus menelan cairan
tersebut dan mengalirkannya kedalam dan keluar paru fetal. Urine fetus
juga mengalir masuk kedalam cairan ini yang akan mempertinggi volume
cairan amnion. Sedikitnya kurang dari 300ml cairan amnion dihubungkan
dengan abnormalitas pada renal fetal. Oligohidroamnion, yaitu suatu
keadaan dimana air ketuban kurang dari normal atau kurang dari 500 ml.
(Djami dan Indrayani,2016,hlm.83).
c. Manifestasi klinik
1) Perut ibu kelihatan kurang buncit
2) Denyut jantung janin sudah terdengar lebih dini dan lebih jelas
3) Ibu merasa nyeri diperut pada setiap gerakan anak.
4) Persalinan lebih lama dari biasanya.
5) Sewaktu his/ mules akan terasa lebih sakit sekali
6) Bila ketuban pecah,air ketuban akan sedikit sekali bahkan tidak ada
yang keluar.
(Khumaira,2012,hlm.189).
d. Penatalaksanaan
Penanganan oligohidroamnion bergantung pada situasi klinik dan
dilakukan pada fasilitas kesehatan yang lebih lengkap mengingat prognosis
janin yang tidak baik. Kompresi tali pusat selama proses persalinan dengan
Sectio caesarea merupakan pilihan terbaik pada kasus oligohidroamnion.
Pertimbangan untuk melakukan SC adalah sebagai berikut.
1) Indeks kantung amnion (ICA) 5 cm atau kurang.
2) Deselerasi frekuensi detak jantung janin.
3) Kemungkinan aspirasi mekonium pada kehamilan postterm.
1. Pengkajian
Pengkajian keperawatan adalah suatu proses untuk mengupulkan informasi
dari pasien, membuat data dasar tentang pasien, dan membuat catatan tentang
respons kesehatan pasien. Pengkajian yang komperehensif atau menyeluruh,
sistematis, yang logis akan mengarah dan mendukung pada identifikasi
masalah-masalah pasien. Masalah-masalah ini dengan menggunakan data
pengkajian sebagai dasar formulasi yang dinyatakan sebagai diagnosa
keperawatan (Dokumentasi Keperawatan, 2017), yang meliputi sebagai
berikut:
1. Indentitas Ibu
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan,
alamat, status pernikahan, suku bangsa, nomor register, tanggal masuk
rumah sakit dan diagnosa medis.
2. Keluhan Utama Pada umumnya Ibu dengan Post Sectio Caesarea
mengeluh nyeri pada daerah luka bekas operasi.
3. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat Kesehatan Sekarang
Riwayat kesehatan sekarang berisi tentang pengkajian data yang
dilakukan untuk menentukan sebab dari dilakukannya operasi
Sectio Caesarea misalnya letak bayi seperti sungsang dan lintang,
kemudian sebagian kasus mulut rahim tertutup plasenta yang lebih
dikenal dengan plasenta previa, bayi kembar (multiple pregnancy),
preeklampsia eklampsia berat, ketuban pecah dini yang nantinya
akan membantu membuat rencana tindakan terhadap pasien.
b. Riwayat Kesehatan Dulu
Hal yang perlu dikaji dalam riwayat penyakit dahulu adalah
penyakit yang pernah diderita pasien khusunya, penyakit konis,
menular, dan menahun seperti penyakit hipertensi, jantung, DM,
TBC, hepatitis dan penyakit kelamin. Ada tidaknya riwayat operasi
umum/ lainnya maupun operasi kandungan (sectio caesarea,
miomektomi, dan sebagainya).
c. Riwayat Kesehatan Keluarga Dari genogram keluarga apakah
keluarga pasien memiliki riwayat penyakit kronis, seperti penyakit
jantung, hipertensi, diabetes, serta penyakit menular seperti TBC,
hepatitis, dan penyakit kelamin yang mungkin penyakit tersebut
diturunkan pada pasien.
4. Riwayat Perkawinan
Hal yang perlu dikaji pada riwayat perkawinan adalah menikah sejak
usia berapa, berapa kali menikah, lama pernikahan, status pernikahan
saat ini.
5. Riwayat Obstetri
Pada pengkajian riwayat obstetri meliputi riwayat kehamilan,
persalinan, maupun abortus yang dinyatakan dengan kode GxPxAx
(Gravida, Para, Abortus), berapa kali ibu hamil, penolong persalinan,
cara persalinan, penyembuhan luka persalinan, keadaan bayi saat baru
lahir, berat badan lahir anak jika masih ingat.
Riwayat menarche, siklus haid, ada tidaknya nyeri haid atau
gangguan haid lainnya.
6. Riwayat Kontrasepsi
Hal yang dikaji dalam riwayat kontrasepsi untuk mengetahui apakah
ibu pernah ikut program kontrasepsi, jenis yang dipakai sebelumnya,
apakah ada masalah dalam pemakaian kontrasepsi tersebut, dan
setelah masa nifas apakah akan menggunakan kontrasepsi kembali.
7. Pola Kesehatan Fungsional
a. Pola Nutrisi dan Metabolisme
Pada pasien nifas biasanya terjadi peningkatan nafsu makan
karena dari keinginan untuk menyusui bayinya.
b. Pola Aktifitas
Pada pasien post Sectio Caesarea aktifitas masih terbatas,
ambulasi dilakukan secara bertahap, setelah 6 jam pertama dapat
dilakukan miring kanan dan kiri. Kemudian ibu dapat
diposisikan setengah duduk atau semi fowler. Selanjutnya ibu
dianjurkan untuk belajar duduk selama sehari, belajar berjalan,
dan kemudian berjalan sendiri pada hari ke tiga sampai hari ke
lima pasca operasi.
c. Pola Eliminasi
Pada pasien post Sectio Caesarea sering terjadi adanya
konstipasi sehingga pasien takut untuk melakukan BAB.
d. Istirahat dan Tidur
Pada pasein post Sectio Caesarea terjadi perubahan pada pola
istirahat dan tidur karena adanya kehadiran bayi dan nyeri yang
dirasakan akibat luka pembedahan.
e. Pola Sensori
Pasien merasakan nyeri pada abdomen akibat luka pembedahan
yang dilakukan.
f. Pola Status Mental
Pada pemeriksaan status mental meliputi kondisi emosi,
orientasi pasien, proses berpikir, kemauan atau motivasi, serta
persepsi psaien.
g. Pola Reproduksi dan Sosial
Pada pasien post Sectio Caesarea terjadi disfungsi seksual yaitu
perubahan dalam hubungan seksual atau fungsi dari seksual
yang tidak adekuat karena adanya proses persalinan dan masa
nifas.
8. Pemeriksaan Fisik
a. Kepala
Pemeriksaan kepala meliputi bentuk kepala, kebersihan
kepala, apakah ada benjolan atau lesi, dan biasanya pada ibu
post partum terdapat chloasma gravidarum.
b. Mata
Pemeriksaan mata meliputi kesimetrisan dan kelengkapan
mata, kelopak mata, konjungtiva anemis atau tidak, ketajaman
penglihatan. Biasanya ada keadaan dimana konjungtiva
anemis karena proses persalinan yang mengalami perdarahan.
c. Hidung
Pemeriksaan hidung meliputi tulang hidung dan posisi septum
nasi, kondisi lubang hidung, apakah ada sekret, perdarahan
atau tidak, serta sumbatan jalan yang mengganggu pernafasan.
d. Telinga
Pemeriksaan telinga meliputi bentuk, kesimetrisan, keadaan
lubang telinga, kebersihan, serta ketajaman telinga. 5) Leher
Pemeriksaan leher meliputi kelenjar tiroid, vena jugularis,
biasanya pada pasien post partum terjadi pembesaran kelenjar
tiroid karena adanya proses menerang yang salah.
e. Dada
i. Jantung
Bunyi jantung I dan II regular atau ireguler, tunggal
atau tidak, intensitas kuat atau tidak, apakah ada bunyi
tambahan seperti murmur dan gallop. (
ii. Paru-Paru Bunyi pernafasan vesikuler atau tidak,
apakah ada suara tambahan seperti ronchi dan
wheezing. Pergerakan dada simetris, pernafasan
reguler, frekuensi nafas 20x/menit.
f. Payudara
Pemeriksaan meliputi inspeksi warna kemerahan atau tidak,
ada oedema atau tidak, dan pada hari ke-3 postpartum,
payudara membesar karena vaskularisasi dan engorgement
(bengkak karena peningkatan prolaktin pada hari I-III), keras
dan nyeri, adanya hiperpigmentasi areola mamae serta
penonjolan dari papila mamae. Ini menandai permukaan
sekresi air susu dan apabila aerola mamae dipijat, keluarlah
cairan kolostrum. Pada payudara yang tidak disusui,
engorgement (bengkak) akan berkurang dalam 2-3 hari, puting
mudah erektil bila dirangsang. Pada ibu yang tidak menyusui
akan mengecil pada 1-2 hari. Palpasi yang dilakukan untuk
menilai apakah adanya benjolan, serta mengkaji adanya nyeri
tekan.
g. Abdomen
Pemeriksaan meliputi inspeksi untuk melihat apakah luka
bekas operasi ada tanda-tanda infeksi dan tanda perdarahan,
apakah terdapat striae dan linea, apakah ada terjadinya
Diastasis Rectus Abdominis yaitu pemisahan otot rectus
abdominis lebih dari 2,5 cm pada tepat setinggi umbilikus
sebagai akibat pengaruh hormon terhadap linea alba serta
akibat perenggangan mekanis dinding abdomen, cara
pemeriksaannya dengan memasukkan kedua jari kita yaitu jari
telunjuk dan jari tengah ke bagian dari diafragma dari perut
ibu. Jika jari masuk dua jari berarti diastasis rectie ibu normal.
Jika lebih dari dua jari berarti abnormal. Auskultasi dilakukan
untuk mendengar peristaltik usus yang normalnya 5-35 kali
permenit, palpasi untuk mengetahui kontraksi uterus baik atau
tidak. Intensitas kontraksi uterus meningkat segera setelah
bayi lahir kemudian terjadi respons uterus terhadap penurunan
volume intra uterine kelenjar hipofisis yang mengeluarkan
hormone oksitosin, berguna untuk memperkuat dan mengatur
kontraksi uterus dan mengkrompesi pembuluh darah. Pada 1-2
jam pertama intensitas kontraksi uterus berkurang jumlahnya
dan menjadi tidak teratur karena pemberian oksitosin dan
isapan bayi.
h. Genetalia
Pemeriksaan genetalia untuk melihat apakah terdapat
hematoma, oedema, tanda-tanda infeksi, pemeriksaan pada
lokhea meliputi warna, bau, jumlah, dan konsistensinya.
i. Anus
Pada pemeriksaan anus apakah terdapat hemoroid atau tidak.
j. Integumen
Pemeriksaan integumen meliputi warna, turgor, kelembapan,
suhu tubuh, tekstur, hiperpigmentasi. Penurunan melanin
umumnya setelah persalinan menyebabkan berkurangnya
hiperpigmentasi kulit.
k. Ekstremitas
Pada pemeriksaan kaki apakah ada: varises, oedema, reflek
patella, nyeri tekan atau panas pada beti. Adanya tanda homan,
caranya dengan meletakkan 1 tangan pada lutut ibu dan di
lakukan tekanan ringan agar lutut tetap lurus. Bila ibu
merasakan nyeri pada betis dengan tindakan tersebut, tanda
Homan (+).
g. Penyuluhan/pembelajaran
Kelahiran caesarea yang tidak direncanakan, dapat mempengaruhi
kesiapan dan pemahaman ibu terhadap prosedur.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah keputusan klinis mengenai seseorang, keluarga,
atau masyarakat sebagai akibat dari masalah kesehatan atau proses kehidupan
yang aktual atau potensial. Diagnosa keperawatan merupakan dasar dalam
penyusunan rencana tindakan asuhan keperawatan, tujuan dokumentasi
diagnosa keperawatan untuk meunliskan masalah/problem pasien atau
perubahan status kesehatan pasien. (Dokumentasi Keperawatan, 2017).
Masalah yang mungkin muncul, sebagai berikut :
SDKI, 2017
1. D.0077 Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik, luka
post operasi Sectio Caesarea.
2. D.0142 Risiko infeksi berhubungan dengan efek prosedur
pembedahan Sectio Caesarea. D.0054 Gangguan mobilitas fisik
berhubungan dengan nyeri, terpasang alat invasif.
3. D.0029 Menyusui tidak efektif berhubungan dengan ketidakadekuatan
suplai ASI.
4. D.0049 Konstipasi berhubungan dengan penurunan motilitas
gastrointestinal.
5. D.0036 Risiko ketidakseimbangan cairan berhubungan dengan
prosedur pembedahan mayor, pembatasan cairan peroral.
3. Intervensi
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik pembedahan.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam
diharapkan nyeri dapat berkurang sampai dengan hilang dibuktikan
dengan. Kriteria hasil :
1) Pasien melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan skala 0-2.
2) Pasien mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu
menggunakan teknik non farmakologi untuk mengurangi nyeri).
3) Pasien nampak rileks dan nyaman
4) Tanda-tanda vital dalam batas normal : TD: 110/70-120/80 mmHg, S:
36-37◦C, RR: 18-22 x/menit, HR: 60-88 x/menit.
Intervensi:
Intervensi :
a) Ukur tanda-tanda vital (suhu, nadi, tekanan darah, pernapasan).
b) Kaji tanda dan gejala infeksi (REEDA).
c) Lakukan perawatan luka post operasi dengan teknik aseptik dan
antiseptik.
d) Berikan obat antibiotik Cefotaxime 2x1g melalui intravena.
Intervensi :
a) Ukur tanda-tanda vital sebelum/sesudah latihan dan lihat respon pasien
saat latihan.
b) Dampingi dan Bantu pasien penuhi kebutuhan ADLs .
c) Ubah posisi pasien miring kanan dan kiri.
d) Bantu pasien untuk berdiri dan ambulasi dengan jarak tertentu.
Intervensi :
a) Kaji kemampuan bayi untuk menghisap secara efektif.
b) Lakukan perawatan payudara (breast care).
c) Berikan obat pelancar ASI Moloco 3x1tab diminum.
Intervensi:
a) Kaji tanda dan gejala konstipasi.
b) Jelaskan penyebab dari masalah konstipasi pada pasien.
c) Instruksikan pada pasien atau keluarga pada diet tinggi serat, dengan
cara yang tepat.
Intervensi :
a) Ukur perubahan tanda-tanda vital (tekanan darah, nadi, pernapasan dan
suhu).
b) Kaji kehilangan cairan.
c) Berikan suplemen elektrolit tambahan yang diresepkan.
Intervensi :
a) Ukur tanda-tanda vital (tekanan darah, nadi, pernapasan dan suhu).
b) Identifikasi pada saat terjadi perubahan tingkat kecemasan.
c) Kolaborasi pemberian obat-obatan untuk mengurangi kecemasan.
BAB IV
TINJAUAN KASUS
BAB III
LAPORAN KASUS
A. BIODATA
1. Identitas passion
Nama : Ny. T
Jenis kelaminn : perempuan
Umur : 24 tahun
Pekerjaan : ibu rumah tangga
Pendidikan : SMU
e. pemeriksaan laboratorium
tanggal 07-01-2013
No Hasil Nilai normal
f. HB =11,2 gr % Pria 14-15. Wanita 12-16 gr%
HT = 34,0% 40-50%
Leukosit = 4000-10800/mm3
20.800/mm3 150000-450000/ microliter
Trombosit= darah
321.000
g. Therapy
No Nama obat Dosis
1 IVFD RL 20 gtt/I
2 Inj ketorolac 1 amp/ 12 jam
3 Inj gentamycin 1 amp/12 jam
4 Inj ceftriaxone 1 amp/12 jam
5 Inj vit c 1 amp/12 jam
6 Inj transamin 1 amp/12 jam
7 Inj alinamin 1 amp/12 jam
A. DATA FOKUS
Subjektif Objektif
Pasien mengatakan nyeri pada luka - ekspresi wajah meringis
SC - Terdapat luka insisi operasi pada
- Skala nyeri 4-5 nyeri sedang, daerah abdomen 12 cm
Klien mengatakan susah -S: 37,8ºC RR: 24x/I TD: 120/80
mengangkat kedua tungkai mmHg HR: 89 x/i
bawahnya -Leukosit = 20.800/mm3
- Klien mengatakan panas pada
luka post SC
B. ANALISA DATA
C. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri akut b.d Agen pencedera fisik: prosedur pembedahan
2. Resiko infeksi b.d Efek tindakan invansif
3. Gangguan mobilitas fisik b.d nyeri
D. INTERVENSI KEPERAWATAN
Dx Tujuan kriteria Intervensi Rasionalis
asi
1 Tujuan : Klien dapat beradaptasi Manajemen Nyeri Untuk berfokus pada
dengan nyeri yang dialami Observasi penyebab nyeri dan
Kriteria Hasil : Identifikasi PQRST managemennya
-keluhan nyeri menurun Identifikasi skala nyeri Untuk mengetahui tingkat
-Meringis menurun Identifikasi faktor yang nyeri klien
-gelisah dan kesulitan tidur menurun memperberat dan Teknik nonfarmakologis
-TTV normal memperingan nyeri untuk membantu
-pola tidur dan makan membaik Identifikasi pengaruh mengurangi nyeri
nyeri pada kualitas Membantu klien dan
hidup keluarga dalam informasi
Monitor keberhasilan mengontrol nyeri
terapi komplementer Pemberian posisi yang
yang sudah diberikan tepat untuk klien agar
Monitor efek samping istirahat dan tidur nyaman
pengguna analgetik
Terapeutik
Berikan teknih
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Fasilitasi istirahat dan
tidur
Pertimbangkan jenis
dan sumber sumber
nyeri dalam pemilihan
strategi meredakan nyeri
Kontrol lingkungan
yang memperberat nyeri
Edukasi :
Jelaskan penyebab,
periode,
periode, dan pemicu
nyeri
Jelaskan strategi
meredakan nyeri
Anjurkan memonitor
nyeri secara mandiri
Anjurkan
menggunakan
analgetik secara tepat
Ajarkan tehnik
nonfarmakologis
untuk mengurangi
nyeri
Kolaborasi :
Kolaborasi
pemberian anlgetik ,
jika perlu
2 Tujuan: Tidak terjadi infeksi selama Observasi -Untuk mengetahui adanya
perawatan perdarahan dan luka -Monitor tanda dan infeksi
operasi. gejala infeksi lokal dan -Mencegah penyebaran
Kriteria Hasil : sistemik bakteri
- Demam menurun Terapeutik -Untuk menjaga
-Kemerahan menurun -Batasi jumlah kebersihan luka dan steril
-Nyeri menurun pengunjung -Untuk mencegah
-Bengkak menurun -Berikan perawatan terjadinya infeksi
-Kultur area luka membaik kulit pada area edema
-periode malaise menurun -Cuci tangan sesudah
Periode purulen menurun dan sebelum kontak
dengan pasien
-Pertahankan teknik
aseptik pada pasien
Edukasi
-Jelaskan tanda dan
gejala infeksi
-Ajarkan cuci tangan
dengan benar
-Ajarkan cara
memeriksa kondisi luka
atau luka operasi
-Anjurkan
meningkatkan asupan
nutrisi
-Anjurkan
meningkatkan asupan
cairan
Kolaborasi
-Kolaborasi pemberian
imunisasi, jika perlu
3 Tujuan : Kllien dapat melakukan Observasi Membantu evaluasi
aktivitas tanpa ada komplikasi Setalah -Identifikasi adanya batasan aktivitas yang
dilakukan keperawatan nyeri atau keluhan mampu dilakukan klien
Kriteria Hasil : fisik lainnya Untuk mengetahui faktor
-nyeri menurun -Identifikasi toleransi penyebab timbulnya
-kaku sendi menurun fisik melakukan kelelahan
-pergerakan ekstermitas meningkat ambulasi Meningkatkan nutrisi yang
-kekuatan otot meningkat -Monitor frekuensi adekuat
jantung dan
tekanan Untuk meningkatkan
darah sebelum memulai kualitas pola tidur
ambulasi Meningkatkan gerakan
-Monitor kondisi umum sendi
selama melakukan -Untuk mengontrol
ambulasi kelelahan
Terapeutik
-Fasilitasi aktivitas
ambulasi dengan alat
bantu (mis. tongkat,
kruk)
-Fasilitasi melakukan
mobilisasi fisik, jika
perlu
-Libatkan keluarga
untuk membantu pasien
dalam meningkatkan
ambulasi
Edukasi
-Jelaskan tujuan dan
prosedur ambulasi
-Anjurkan melakukan
ambulasi dini
-Ajarkan ambulasi
sederhana yang harus
dilakukan (mis.
berjalan dari tempat
tidur ke kursi roda,
berjalan dari tempat
tidur ke kamar mandi,
berjalan sesuai
toleransi)
E. CATATAN PERKEMBANGAN
N Implementasi Evaluasi
o
1 -mengkaji intensitas, S= klien mengatakan nyeri sudah
karakteristik, dan derajat tidak ada
nyeri O= klien tampak tenang
- mempertahankan tirah A= masalah nyeri teratasi
baring selama masa akut. P= intervensi dihentikan
-menerangkan nyeri yang
diderita klien dan
penyebabnya.
-mengajarkan teknik distraksi
-berkolaborasi pemberian
therapy obat
H:
- Inj ketorolac 1 amp / 8
jam
-mengkaji kondisi S= klien mengatakan masih panas
keluaran/dischart yang pada luka post SC
keluar ; jumlah, warna, dan O=pada luka post SC masih
bau dari luka operasi. tampak merah
H: warna luka masih merah , A=masalah resiko infeksi teratasi
bengkak dan panas sebagian
-menerangkan pada klien P=
pentingnya perawatan luka -Kaji pengeluaran pada luka
selama masa post operasi. -kolaborasi dengan dokter dalam
-melakukan pemeriksaan pemberian therapy obat
biakan pada dischart. I=
-melakukan perawatan luka -mengkaji pengeluaran pada luka
H: perawatan luka dengan -berkolaborasi dengan dokter
mengganti perban dalam pemberian therapy obat
-menerangkan pada klien cara E=masalah resiko infeksi teratasi
mengidentifikasi tanda infeksi sebagian
obat R= kaji kembali luka post SC
H: klien mengerti tanda –
tanda infeksi dengan obat
seperti merah, bengkak,
bintik-bintik merah
-berkolaborasi dengan dokter
dalam pemberian therapy
H:
Inj gentamycin 1 amp/ 8jam
- Inj ceftriaxone 1gr/12 jam
-mengkaji tingkat kemampuan S= klien mengatakan sudah bisa
klien untuk beraktivitas mengankat tungkai bawahnya
H: klien dapat melawan O=klien tampak tenang, tingkat
garvitasi tetapi lemah . kekuatan otot ROM : +5
kekuatan otot ROM +4 A=masalah gangguan mobilisasi
-mengkaji pengaruh aktivitas fisik sudah teratasi
terhadap kondisi luka dan P=intervensi dihentikan
kondisi tubuh umum
- membantu klien untuk
memenuhi kebutuhan aktivitas
sehari-hari.
-membantu klien untuk
melakukan tindakan sesuai
dengan kemampuan /kondisi
klien
H: klien mampu melakukan
aktivitas dengan bantuan
-mengevaluasi perkembangan
kemampuan klien melakukan
aktivitas
H: tingkat kekuatan otot
klien dapat melawan gravitasi
tetapi lemah
-berkolaborasi dengan dokter
dalam pemberian therapy obat
H:
- IVFD RL 20 gtt/i
-mengkaji kondisi S= klien mengatakan tidak panas
keluaran/dischart yang keluar ; pada luka post SC
jumlah, warna, dan bau dari O=pada luka post SC sudah tidak
luka operasi. ada merah dan bengkak T : 36,8ºC
H: warna luka post operasi SC TD ; 120/80 mmHg HR: 80 x/I RR:
tidak merah dan tidak bengkak 20 x/i
panas A=masalah resiko infeksi teratasi
-menerangkan pada klien P= intervensi dihentikan
pentingnya perawatan luka
selama masa post operasi.
H: klien mengikuti apa yang
diterangkan perawat
-melakukan pemeriksaan
biakan pada dischart.
H: hasil pemeriksaan biakan
tidak terdapat tanda adanya
infeksi
-melakukan
perawatan luka
H: perawatan luka dengan
mengganti perban
-menerangkan pada klien cara
mengidentifikasi tanda infeksi
obat
H : klien
mengerti tentang tanda infeksi
obat seperti merah, panas, dah
bintik-bintik merah
-berkolaborasi dengan dokter
dalam pemberian therapy
H:
Inj gentamycin 1 amp/ 8jam
Inj ceftriaxone 1gr/12 jam
BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Sectio caesaria adalah suatu cara melahirkan janin dengan sayatan pada dinding
uterus melalui dinding depan perut. (Rustam Mochtar, 1992).
Operasi sectio caesarea dilakukan jika kelahiran pervaginal mungkin akan
menyebabkan resiko pada ibu ataupun pada janin, dengan pertimbangan hal-hal
yang perlu tindakan SC proses persalinan normal lama/ kegagalan proses persalinan
normal ( Dystasia ). Seperti disproporsi kepala panggul, Disfungsi uterus, Distosia
jaringan lunak, Plasenta previa, His lemah / melemah dan pada anak seperti Janin
besar. Gawat janin, Letak lintang dan Hydrocephalus.
Jenis- jenis sectio caesarea
1. Abdomen ( Sectio Caesarea Abdominalis )
a. Sectio Caesarea Transperitonealis
b. Sectio Caesarea ismika atau profunda atau low cervical dengan insisi pada
segmen bawah rahim.
c. Sectio Caesarea Extraperitonealis yaitu tanpa membuka peritoneum
parietalis dengan demikian tidak membuka cavum abdomen.
2. Vagina ( Sectio Caesarea Vaginalis )
Menurut arah sayatan rahim, section caesarea dapat dilakukan sebagai berikut:
a. Sayatan memanjang ( longitudinal )
b. Sayatan melintang ( transversal )
c. Sayatan huruf T ( T incision )
Operasi sectio caesarea dilakukan jika kelahiran pervaginal mungkin akan
menyebabkan resiko pada ibu ataupun pada janin, dengan pertimbangan hal-
halyang perlu tindakan SC proses persalinan normal lama/ kegagalan proses
persalinan normal ( Dystasia )
a. Fetal distress
b. His lemah / melemah
c. Janin dalam posisi sungsang atau melintang
d. Bayi besar ( BBL≥4,2 kg )
e. Plasenta previa
f. Kalainan letak
g. Disproporsi cevalo-pelvik ( ketidakseimbangan antar ukuran kepala dan
panggul)
h. Rupture uteri mengancam
i. Hydrocephalus
j. Primi muda atau tua
k. Partus dengan komplikasi
l. Panggul sempit
DAFTAR PUSTAKA
Aspiani, Reny Yuli. (2017). Buku Ajar Keperawatan Maternitas Aplikasi NANDA
NIC-NOC. Jakarta : TIM.
Batubara, Sakti Oktaria, Arron David Taek, dan Angela M. Gatum.(2018). Survey
Pelaksanaan Mobilisasi Dini Pada Ibu Post Sectio Caesarea Di Rsud Prof.
Dr. W.Z Johannes Kupang. CHMK MIDWIFERY SCIENTIFIC JOURNAL.
2 (2).
Djami dan Indrayani.(2016). Update Asuhan Persalinan dan Bayi Baru Lahir.
Jakarta: TIM.
Nurhayati, Nung ati, dkk. (2015). Relaksasi Autogenik Terhadap Penurunan Skala
Nyeri Pada Ibu Post Operasi Sectio Saecarea . JURNAL SKOLASTIK
KEPERAWATAN. 1(2). Diperoleh tanggal 6 Februari 2019.
Leveno, Kenneth J. (2016). Manual Komplikasi Kehamilan. Edisi 23. Jakarta : EGC.
Lynda Juall Carpenito. (2013). Buku Saku Diagnosis Keperawatan Edisi 13. Jakarta:
EGC.
Rini, Susilo & Feti Kumala. (2017). Panduan Asuhan Nifas dan Evidence Based
Practice. Edisi 1.Yogyakarta : Deepublish.
Sofian, Amru. (2011). Obstetri : Obstetri Operasi, Obstetri Sosial. Edisi 3. Jakarta :
EGC.
Solehati, Teti dan Kokasih Cecep Eli. (2015). Konsep & Aplikasi Relaksasi dalam
Keperawatan Maternitas. Bandung : Refika Aditama.
World Health Organization (WHO). (2015). The Global Numbers and Costs of
Additinally Needed and Unnecessary Caesarean Sections Performed per Year
: Overuse as a Barrier to Universal Covereage. Health Systems Financing.
WHO.
Zakaria, Veni Hadju, Suryani As’ad, dan Burhanuddin Bahar. (2016). Pengaruh
Pemberian Ekstrak Daun Kelor Terhadap Kuantitas Dan Kualitas Air Susu
Ibu (ASI) Pada Ibu Menyusui Bayi 0-6 Bulan. JURNAL MKMI. 12(3).
Diperoleh tanggal 27 Februari 2019.