Disusun Oleh :
DANIAR REZA HERMAWAN
13.0142.N
A. Latar Belakang
Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta
informasi dimasa sekarang ini, dimana seseorang dengan mudahnya
memperoleh informasi yang diinginkan termasuk informasi didunia kesehatan
yang membahas tentang tindakan persalinan dengan cara sectio caesarea,
bahkan mungkin dengan berjalannya waktu sectio caesarea akan menjadi
sesuatu yang biasa dalam kelahiran, dimana sectio caesar dilakukan atas
permintaan penderita. Makin dikenalnya tindakan persalinan dengan cara
sectio caesarea dan bergesernya pandangan masyarakat akan metode persalinan
yang dilakukan menjadikan tindakan operasi sectio caesarea sebagai suatu
fenomena yang baru dan tidak lagi tabu untuk dibicarakan dan dilakukan di
masyarakat ( Gondo, 2006 ).
Sectio caesarea ialah pembedahan untuk melahirkan janin dengan
membuka dinding perut dan dinding uterus ( Wiknjosastro, 2007 ). Sectio
caesarea ini diperlukan jika persalinan normal atau pervaginam tidak mungkin
dilakukan, dengan keadaan abnormalitas pada bayi, ibu yang memiliki kelainan
plasenta, perdarahan hebat dan mencegah kematian janin, ( Liu, 2008 ). Sectio
caesarea adalah suatu persalinan buatan, di mana janin dilahirkan melalui suatu
insisi pada dinding rahim dengan syarat rahim dalam keadaan utuh serta berat
janin di atas 500 gram ( Ilmu Bedah Kebidanan, 2004 ).
Menurut badan kesehatan dunia WHO, wanita yang meninggal akibat
komplikasi kehamilan dan persalinan dengan 529.000 kematian permenitnya
dan presentasi operasi sectio caesarea lebih dari 10- 15 % pertahunnya. WHO
memperkirakan bahwa rata-rata bedah sectio caesarea ada diantara 10 – 15 %
dari seluruh kelahiran di negara-negara berkembang ( Dewi, 2007 ).
Angka persalinan dengan cara sectio caesarea di negara maju meningkat
dari 5% menjadi 15%. Peningkatan ini sebagian disebabkan oleh mode,
sebagian karena ketakutan timbul perkara jika tidak dilahirkan bayi yang
sempurna, sebagian lagi karena perubahan pola kehamilan, wanita menunda
kehamilan anak pertama dan membatasi jumlah anak ( LLewellyn, 2009).
Jumlah persalinan sectio caesarea di Indonesia sendiri, terutama di rumah
sakit pemerintah adalah sekitar 20 – 25% dari total jumlah persalinan,
sedangkan di rumah sakit swasta jumlahnya lebih tinggi yaitu sekitar 30 – 80%
dari total jumlah persalinan ( Nurasyid, 2009 )
Penelitian yang dilakukan oleh Sarmana ( 2004 ) di rumah sakit St
Elizabet Medan menunjukan bahwa permintaan persalinan sectio ceasarea
paling banyak dilakukan oleh ibu yang melahirkan untuk pertama kalinya.
Faktor yang paling dominan mendorong ibu bersalin meminta persalinan sectio
caesarea adalah karena rasa sakit pada persalinan sebesar 96,5 %. Alasan ibu
untuk melahirkan secara sectio caesarea adalah : 1) kesehatan lebih terjamin
terutama untuk kesehatan bayi maupun ibu sebesar (53,5 %), 2) karena ingin
sekaligus sterilisasi (35,5 %), 3) Kosmetik sex (25 %) oleh karena ibu ingin
mempertahankan tonus vagina tetap utuh, 4) akibat trauma persalinan yang lalu
(21,5 %) misalnya ; ekstraksi vakum, 5) rasa sakit pada persalinan alami
menjadi sesuatu yang mengkhawatirkan ibu sehingga ibu lebih memilih sectio
caesarea dari pada persalinan spontan ( Sarmana, 2004 ).
Keluarga berencana merupakan suatu perencanaan tentang waktu yang
tepat untuk memiliki anak. Di dalam keluarga berencana terdapat teknik
kontrasepsi yang digunakan untuk mencegah kehamilan sebagai upaya untuk
mengatur kehamilan. Jika pasangan yang sudah menikah memiliki kesuburan
baik, 90% pasangan wanita akan hamil dalam satu tahun bila mereka tidak
menggunakan alat kontrasepsi (Gunningham, et al., 1997). Oleh karena itu
untuk pengaturan waktu kehamilan, tidak terlepas dari peran alat kontrasepsi.
Kehamilan tak terencana dapat menyebabkan gangguan mayor di dalam
kehidupan seorang wanita yang berdampak pada kesehatan ibu dan neonatus.
Kontrasepsi mantap pada wanita disebut tubektomi, yaitu tindakan
memotong tuba Fallopii / tuba uterina. Metode kontrasepsi merupakan usaha
untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian yang tinggi akibat
kehamilan. setiap metode mempunyai kelebihan dan kekurangan sehingga
terkadang pemilihannya menjadi masalah bagi wanita. kontrasepsi tubektomi
merupakan kontrasepsi jangka panjang (permanen) dan relatif tidak
menimbulkan efek samping, tetapi yang menjadi masalah adalah operasi
pengembalian fekunditas bagi pasangan yang ingin mengubah rencana untuk
menambah anak lagi belum dapat dijamin dan biaya yang diperlukan sangat
mahal. kontrasepsi tubektomi dianjurkan bagi mereka yang sudah mempunyai
anak minimal 2 orang dan usia ibu di atas 35 tahun. hal ini disebabkan karena
kehamilan usia di atas 35 tahun berisiko tinggi dan sangat rentan terhadap
penyakit.
Tubektomi dapat dilakukan pasca keguguran, pasca persalinan atau masa
interval haid. Pasca persalinan, tubektomi sebaiknya dilakukan dalam 24 jam
pertama atau selambat-lambatnya 48 jam pertama. Apabila lewat dari 48 jam
maka tubektomi akan dipersulit oleh edema tuba uterina, infeksi dan
kegagalan. Edema tuba uterina akan berkurang setelah hari VII-X pasca
persalinan. Tubektomi setelah hari itu akan lebih dipersulit oleh adanya
penciutan alat-alat genital dan mudahnya terjadi perdarahan.
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Setelah menyelesaikan penulisan laporan kasus ini diharapkan
mahasiswa mampu memahami asuhan keperawatan Sectio caesarea+MOW
dengan menerapkan proses keperawatan
2. Tujuan Khusus Perawat
a. Untuk mengetahui pengkajian pada pasien dengan post op Sectio
caesarea+MOW.
b. Untuk mengetahui diagnosa keperawatan pada pasien dengan post op
Sectio caesarea+MOW
c. Untuk mengetahui nursing care plan pada pasien dengan post op Sectio
caesarea+MOW
d. Untuk mengetahui implementasi pada pasien dengan post op Sectio
caesarea+MOW
e. Untuk mengetahui evaluasi pada pasien pasien dengan post op Sectio
caesarea+MOW
3. Tujuan Khusus Klien
Klien dapat mengetahui tentang Sectio caesarea+MOW dan
tindakan keperawatan pada Sectio caesarea+MOW.
C. Manfaat Penulisan
1. Bagi Profesi Keperawatan
Memberikan gambaran bagi perawat mengenai asuhan keperawatan
pada pasien post op Sectio caesarea+MOW sehingga dapat dijadikan
sebagai acuan bagi perawat dalam memberikan asuhan keperawatan pada
pasien yang menjalani perawatan dan pengobatan di rumah sakit
2. Bagi Institusi Pelayanan/Rumah Sakit
Memberikan wacana dalam meningkatkan mutu pelayanan rumah
sakit dengan salah satu caranya yakni mengembangkan metode pendekatan
mental/ psikologis dan spiritual/ religi terhadap pasien post op Sectio
caesarea+MOW di unit pelayanannya.
3. Bagi Penulis
Mengetahui bentuk-bentuk asuhan yang diperlukan oleh pasien
dengan post op Sectio caesarea+MOW baik dalam bentuk asuhan
keperawatan dalam segi psikis ataupun fisik.
D. Metode dan Teknik Penulisan
Penulis menggunakan studi pustaka dengan cara membaca dan
mencari materi dari berbagai sumber untuk mendapatkan dasar-dasar ilmiah
yang berhubungan dengan pembuatan laporan ini.
E. Sistematika Penulisan
a. BAB I Pendahuluan yang berisi latar belakang, tujuan penulisan, manfaat
penulisan, metode dan teknik pengumpulan data, serta sistematika
penulisan.
b. BAB II Tinjauan pustaka yang berisi tentang konsep dasar yang meliputi
materi yang diperoleh dari berbagai referensi.
c. BAB III Tinjauan kasus yang berisi, pengkajian, diagnosa keperawatan,
perencanaan, implementasi, dan evaluasi.
d. BAB IV Pembahasan yang terdiri atas pembahasan dari kasus yang ada
dan kesesuaian atau tidak dengan materi yang telah dipaparkan.
e. BAB V Penutup yang terdiri atas simpulan dan saran.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian
Sectio caesarea adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan
membuka dinding perut dan dinding uterus. (Sarwono , 2005)
Sectio caesarea adalah suatu cara melahirkan janin dengan membuat
sayatan pada dinding uterus melalui depan perut atau vagina. Atau disebut
juga histerotomia untuk melahirkan janin dari dalam rahim. (Mochtar, 1998)
B. Etiologi
1. Indikasi SC, Indikasi klasik yang dapat dikemukakan sebagai dasar section
caesarea adalah :
a. Prolog labour sampai neglected labour.
b. Ruptura uteri imminen
c. Fetal distress
d. Janin besar melebihi 4000 gr
e. Perdarahan antepartum (Manuaba, I.B, 2001)
2. Sedangkan indikasi yang menambah tingginya angka persalinan dengan
sectio adalah :
a. Letak lintang
Bila terjadi kesempitan panggul, maka sectio caesarea adalah
jalan/cara yang terbaik dalam melahirkan janin dengan segala letak
lintang yang janinnya hidup dan besarnya biasa. Semua primigravida
dengan letak lintang harus ditolong dengan sectio caesarea walaupun
tidak ada perkiraan panggul sempit. Multipara dengan letak lintang
dapat lebih dulu ditolong dengan cara lain.
b. Letak belakang
Sectio caesarea disarankan atau dianjurkan pada letak belakang
bila panggul sempit, primigravida, janin besar dan berharga.
c. Plasenta previa sentralis dan lateralis
d. Presentasi lengkap bila reposisi tidak berhasil.
e. Gemeli menurut Eastman, sectio cesarea dianjurkan bila janin pertama
letak lintang atau presentasi bahu, bila terjadi interior (looking of the
twins), distosia karena tumor, gawat janin dan sebagainya.
f. Partus lama
g. Partus tidak maju.
h. Pre-eklamsia dan hipertensi
i. Distosia serviks
C. Tujuan Sectio Caesarea
Tujuan melakukan sectio caesarea (SC) adalah untuk mempersingkat
lamanya perdarahan dan mencegah terjadinya robekan serviks dan segmen
bawah rahim. Sectio caesarea dilakukan pada plasenta previa totalis dan
plasenta previa lainnya jika perdarahan hebat. Selain dapat mengurangi
kematian bayi pada plasenta previa, sectio caesarea juga dilakukan untuk
kepentingan ibu, sehingga sectio caesarea dilakukan pada placenta previa
walaupun anak sudah mati.
D. Jenis - Jenis Operasi Sectio Caesarea (SC)
1. Abdomen (SC Abdominalis)
a. Sectio Caesarea Transperitonealis
b. Sectio caesarea klasik atau corporal : dengan insisi memanjang pada
corpus uteri.
c. Sectio caesarea profunda : dengan insisi pada segmen bawah uterus.
2. Sectio caesarea ekstraperitonealis
Merupakan sectio caesarea tanpa membuka peritoneum parietalis
dan dengan demikian tidak membuka kavum abdominalis.
3. Vagina (sectio caesarea vaginalis)
4. Menurut arah sayatan pada rahim, sectio caesaria dapat dilakukan apabila :
a. Sayatan memanjang (longitudinal)
b. Sayatan melintang (tranversal)
c. Sayatan huruf T (T Insisian)
5. Sectio Caesarea Klasik (korporal)
Dilakukan dengan membuat sayatan memanjang pada korpus uteri
kira-kira 10cm.
Kelebihan : Mengeluarkan janin lebih memanjang, Tidak
menyebabkan komplikasi kandung kemih tertarik, Sayatan bisa
diperpanjang proksimal atau distal
Kekurangan :Infeksi mudah menyebar secara intraabdominal
karena tidak ada reperitonial yang baik. Untuk persalinan berikutnya lebih
sering terjadi rupture uteri spontan.
Ruptura uteri karena luka bekas SC klasik lebih sering terjadi
dibandingkan dengan luka SC profunda. Ruptur uteri karena luka bekas
SC klasik sudah dapat terjadi pada akhir kehamilan, sedangkan pada luka
bekas SC profunda biasanya baru terjadi dalam persalinan.
Untuk mengurangi kemungkinan ruptura uteri, dianjurkan supaya
ibu yang telah mengalami SC jangan terlalu lekas hamil lagi. Sekurang -
kurangnya dapat istirahat selama 2 tahun. Rasionalnya adalah memberikan
kesempatan luka sembuh dengan baik. Untuk tujuan ini maka dipasang
akor sebelum menutup luka rahim.
6. Sectio Caesarea (Ismika Profunda)
Dilakukan dengan membuat sayatan melintang konkaf pada
segmen bawah rahim kira-kira 10cm
Kelebihan : Penjahitan luka lebih mudah.Penutupan luka dengan
reperitonialisasi yang baik. Tumpang tindih dari peritoneal flap baik sekali
untuk menahan isi uterus ke rongga perineum. Perdarahan kurang.
Dibandingkan dengan cara klasik kemungkinan ruptur uteri spontan lebih
kecil
Kekurangan : Luka dapat melebar ke kiri, ke kanan dan bawah
sehingga dapat menyebabkan arteri uteri putus yang akan menyebabkan
perdarahan yang banyak. Keluhan utama pada kandung kemih post
operatif tinggi.
E. Komplikasi
1. Infeksi Puerperalis
Komplikasi ini bersifat ringan, seperti kenaikan suhu selama
beberapa hari dalam masa nifas atau dapat juga bersifat berat, misalnya
peritonitis, sepsis dan lain-lain. Infeksi post operasi terjadi apabila
sebelum pembedahan sudah ada gejala - gejala infeksi intrapartum atau
ada faktor - faktor yang merupakan predisposisi terhadap kelainan itu
(partus lama khususnya setelah ketuban pecah, tindakan vaginal
sebelumnya). Bahaya infeksi dapat diperkecil dengan pemberian
antibiotika, tetapi tidak dapat dihilangkan sama sekali, terutama SC klasik
dalam hal ini lebih berbahaya daripada SC transperitonealis profunda.
2. Perdarahan
Perdarahan banyak bisa timbul pada waktu pembedahan jika
cabang arteria uterina ikut terbuka atau karena atonia uteri
3. Luka kandung kemih
4. Embolisme paru – paru
5. Suatu komplikasi yang baru kemudian tampak ialah kurang kuatnya perut
pada dinding uterus, sehingga pada kehamilan berikutnya bisa terjadi
ruptura uteri. Kemungkinan hal ini lebih banyak ditemukan sesudah sectio
caesarea klasik.
F. Prognosis
Dengan kemajuan teknik pembedahan, adanya antibiotika dan persediaan
darah yang cukup, pelaksanaan sectio ceesarea sekarang jauh lebih aman dari
pada dahulu.
Angka kematian di rumah sakit dengan fasilitas baik dan tenaga yang
kompeten < 2/1000. Faktor - faktor yang mempengaruhi morbiditas
pembedahan adalah kelainan atau gangguan yang menjadi indikasi
pembedahan dan lamanya persalinan berlangsung.
Anak yang dilahirkan dengan sectio caesaria nasibnya tergantung dari
keadaan yang menjadi alasan untuk melakukan sectio caesarea. Menurut
statistik, di negara - negara dengan pengawasan antenatal dan intranatal yang
baik, angka kematian perinatal sekitar 4 - 7% (Mochtar, 1998)
G. Patofisiologi
Adanya beberapa kelainan / hambatan pada proses persalinan yang
menyebabkan bayi tidak dapat lahir secara normal / spontan, misalnya
plasenta previa sentralis dan lateralis, panggul sempit, disproporsi cephalo
pelvic, rupture uteri mengancam, partus lama, partus tidak maju, pre-eklamsia,
distosia serviks, dan malpresentasi janin. Kondisi tersebut menyebabkan perlu
adanya suatu tindakan pembedahan yaitu Sectio Caesarea (SC).
Dalam proses operasinya dilakukan tindakan anestesi yang akan
menyebabkan pasien mengalami imobilisasi sehingga akan menimbulkan
masalah intoleransi aktivitas. Adanya kelumpuhan sementara dan kelemahan
fisik akan menyebabkan pasien tidak mampu melakukan aktivitas perawatan
diri pasien secara mandiri sehingga timbul masalah defisit perawatan diri.
Kurangnya informasi mengenai proses pembedahan, penyembuhan, dan
perawatan post operasi akan menimbulkan masalah ansietas pada pasien.
Selain itu, dalam proses pembedahan juga akan dilakukan tindakan insisi pada
dinding abdomen sehingga menyebabkan terputusnya inkontinuitas jaringan,
pembuluh darah, dan saraf - saraf di sekitar daerah insisi. Hal ini akan
merangsang pengeluaran histamin dan prostaglandin yang akan menimbulkan
rasa nyeri (nyeri akut). Setelah proses pembedahan berakhir, daerah insisi
akan ditutup dan menimbulkan luka post op, yang bila tidak dirawat dengan
baik akan menimbulkan masalah risiko infeksi.
H. Pemeriksaan Penunjang
1. Hemoglobin atau hematokrit (HB/Ht) untuk mengkaji perubahan dari
kadar pra operasi dan mengevaluasi efek kehilangan darah pada
pembedahan.
2. Leukosit (WBC) mengidentifikasi adanya infeksi
3. Tes golongan darah, lama perdarahan, waktu pembekuan darah
4. Urinalisis / kultur urine
5. Pemeriksaan elektrolit
I. Penatalaksanaan Medis Post SC
1. Pemberian cairan
Karena 24 jam pertama penderita puasa pasca operasi, maka
pemberian cairan perintavena harus cukup banyak dan mengandung
elektrolit agar tidak terjadi hipotermi, dehidrasi, atau komplikasi pada
organ tubuh lainnya. Cairan yang biasa diberikan biasanya DS 10%, garam
fisiologi dan RL secara bergantian dan jumlah tetesan tergantung
kebutuhan. Bila kadar Hb rendah diberikan transfusi darah sesuai
kebutuhan.
2. Diet
Pemberian cairan perinfus biasanya dihentikan setelah penderita
flatus lalu dimulailah pemberian minuman dan makanan peroral.
Pemberian minuman dengan jumlah yang sedikit sudah boleh dilakukan
pada 6 - 10 jam pasca operasi, berupa air putih dan air teh.
3. Mobilisasi
Mobilisasi dilakukan secara bertahap meliputi :
a. Miring kanan dan kiri dapat dimulai sejak 6 - 10 jam setelah operasi
b. Latihan pernafasan dapat dilakukan penderita sambil tidur telentang
sedini mungkin setelah sadar
c. Hari kedua post operasi, penderita dapat didudukkan selama 5 menit
dan diminta untuk bernafas dalam lalu menghembuskannya.
d. Kemudian posisi tidur telentang dapat diubah menjadi posisi setengah
duduk (semifowler)
e. Selanjutnya selama berturut-turut, hari demi hari, pasien dianjurkan
belajar duduk selama sehari, belajar berjalan, dan kemudian berjalan
sendiri pada hari ke-3 sampai hari ke5 pasca operasi.
4. Kateterisasi
Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan tidak
enak pada penderita, menghalangi involusi uterus dan menyebabkan
perdarahan. Kateter biasanya terpasang 24 - 48 jam / lebih lama lagi
tergantung jenis operasi dan keadaan penderita.
5. Pemberian obat-obatan
a. Antibiotik
b. Analgetik dan obat untuk memperlancar kerja saluran pencernaan
6. Perawatan luka
Kondisi balutan luka dilihat pada 1 hari post operasi, bila basah
dan berdarah harus dibuka dan diganti
7. Perawatan rutin
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemeriksaan adalah suhu,
tekanan darah, nadi,dan pernafasan. (Manuaba, 1999)
BAB III
TINJAUAN KASUS
I. PENGKAJIAN DATA
Riwayat Keperawatan
Tanggal pasien datang : 03 Oktober 2013
Jam pasien datang : 13.30 WIB
Tanggal pengkajian : 03 Oktober 2013
Jam pengkajian : 19.00 WIB
Diagnosa medis : Sectio Caesarea+MOW hari ke 0
A. Biodata
1. Biodata Klien
Nama klien : Ny. L
Umur : 33 tahun
Suku/bangsa : Jawa/Indonesia
Agama : Islam
Pendidikan : D3
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Candi Kalasan, Pasadena Semarang
2. Biodata penanggung jawab
Nama : Tn. R
Umur : 38 tahun
Pekerjaan : Pedagang
Alamat : Candi Kalasan, Pasadena Semarang
B. Riwayat kesehatan Umum
1. Riwayat kesehatan dahulu
Klien mengatakan bahwa ia tidak pernah menderita penyakit DM,
jantung, asma dan hipertensi. Klien mengatakan sudah pernah dua kali
menjalani operasi caesar.
2. Riwayat penyakit sekarang
Klien mengatakan selama kehamilan ini selalu memeriksakan
kehamilannya di poli kandungan RS Tugurejo. Pada saat periksa yang
terakhir dokter poli kandungan menganjurkan klien untuk opname di RS
Tugurejo sebelum muncul kenceng-kenceng karena klien sudah dua kali
menjalani operasi caesar. Klien dirawat di ruang Bougenville kelas III.
Karena klien akan menjalani operasi caesar yang ketiga maka dokter
menyarankan untuk dilakukan tindakan MOW (steril), klien bersedia
dilakukan SC dan MOW.
3. Keluhan Utama
Klien mengeluh nyeri.
P : nyeri luka jahitan muncul ketika bergerak dan kadang spontan, Q :
seperti teriris, R : abdomen, S : 7 , T : timbul saat bergerak/ berganti posisi
klien tampak meringis sambil mengusap-usap perutnya.
4. Riwayat kesehatan keluarga (Genogram)
Keterangan
Laki-laki
perempuan
meninggal
pasien
tinggal dalam satu rumah
Di dalam keluarga klien tidak terdapat riwayat serotinus, bayi
kembar, bayi bayi besar, anak kedua lahir premature (38minggu) dan
meninggal pada usia 12 bulan karena sakit muntaber.
5. Alergi
Klien mengatakan tidak memiliki alergi baik alergi debu, makanan
ataupun cuaca. Tidak ditemukan alergi pada obat.
6. Kebiasaan yang mengganggu kesehatan
Klien mengatakan tidak mempunyai kebiasaan yang dapat
mengganggu kesehatannya.
7. Riwayat sosial
Klien mengatakan hubungan dengan masyarakat baik, tidak ada
masalah dengan masyarakat tempat tinggalnya.
8. Personal hygiene
Sebelum sakit selama sakit
Mandi 2x sehari belum pernah
Gosok gigi 2x sehari belum pernah
Cuci rambut 2 hari sekali belum pernah
Potong kuku 1x seminggu belum pernah
Ganti pakaian sehari sekali sehari sekali
Masalah/ keluhan: tidak ada keluhan
9. Riwayat keperawatan untuk pola nutrisi-metabolik (porsi dan jenis)
Klien mengatakan sebelum operasi makan 3x sehari, porsi sedang,
dengan nasi, lauk pauk, sayur, kadang-kadang buah, dan minum air putih
7-8 gelas/hari. Setelah operasi klien belum memiliki nafsu makan, makan
malam cuma habis satu sendok. Minum banyak.
Masalah/keluhan: Tidak nafsu makan.
10. Riwayat keperawatan untuk pola eliminasi
Klien mengatakan sebelum sakit BAB lancar setiap hari, selama
hamil ini BAB 2 hari sekali, konsistensi lunak, tidak ada masalah dalam
BAB. Sebelum sakit BAK 4-6 x/ hari, warna kuning jernih. Selama sakit
BAK ±1000 cc/hr, tidak ada masalah/keluhan dan tidak terasa nyeri, warna
kuning jernih. Selama sakit belum pernah BAB.
11. Riwayat keperawatan untuk pola aktivitas latihan
Saat hamil :
Klien mengatakan pada saat hamil usia 1-7 bulan klien masih
mengerjakan pekerjaan rumahnya sendiri. Namun memasuki usia
kehamilan 8 bulan klien sudah mulai mengurangi aktivitasnya. Klien
dibantu suami dan ibu mertua dalam mengerjakan pekerjaan rumah.
Setelah melahirkan :
Klien mengatakan setelah melahirkan susah beraktivitas, karena
sakit pada daerah jahitannya semakin sakit jika untuk beraktivitas.
Klien tampak lemas
12. Istirahat atau Tidur
Saat hamil
Tidur siang : kadang-kadang, lamanya 1,5 jam. Tidur pukul 13.30-
15.00
Tidur malam : kurang lebih 8 jam, tidur mulai pukul 21.00-05.00
Setelah melahirkan
Tidur siang : Belum tidur siang
Tidur malam : Belum tidur malam.
Masalah/keluhan : tidak ada.
13. Pengetahuan tentang nifas
Klien mengatakan sudah tahu tentang bagaimana melakukan
perawatan setelah melakukan persalinan, termasuk dalam merawat bayi
dan bagaimana dalam memberikan ASI-nya, klien tahu tentang kebutuhan
nutrisi pada ibu nifas.
Klien mengatakan pada persalinan yang pertama dan kedua,
bayinya diberikan ASI eksklusif selama 6 bulan. Bulan berikutnya bayinya
diberikan makanan tambahan lain hingga usia 1 tahun. Pada persalinan ini
klien mengatakan juga akan memberikan ASI eksklusif selama 6 bulan.
14. Adaptasi psikologis terhadap kelahiran bayi, meliputi :
Letting in, tanda : klien masih mengeluh sakit dan belum
menanyakan bayinya. Klien masih fokus dengan yang dirasakannya
sendiri. Keluarga klien mendukung dan mendampingi klien selama klien
dalam fase pulih dari anestesi dan merasakan nyeri.
15. Riwayat keperawatan untuk nilai/kepercayaan
Klien mengatakan tidak dapat melakukan ibadah sholat lima waktu
seperti biasanya dikarenakan masih dalam masa nifas.
C. Riwayat kebidanan Obstetrik
Status Obstetrik : G 3 P 3 A 0
1. Riwayat menstruasi
Menarche : pada usia 13 tahun
Lama haid : 7 hari
Siklus haid : 28 hari
Jumlah : sehari 2x ganti pembalut
Keluhan : tidak ada
2. Riwayat pernikahan
Status : Menikah
Umur waktu menikah yang pertama kali : 23 tahun
Berapa kali menikah : 1x
Lama menikah dengan suami yang sekarang : 10 tahun.
3. Riwayat kehamilan, persalinan dan nifas yang lalu
No Umur JK Kondisi Kehamilan Persalinan Nifas
saat ini
masalah dalam
bulan
1. DS : Nyeri Terputusnya
Klien mengatakan nyeri kontinuitas
P : nyeri luka jahitan muncul jaringan
ketika bergerak dan kadang sekunder akibat
spontan, Q : seperti teriris, R : pembedahan
abdomen, S : 7 , T : timbul saat (SC)
bergerak/ berganti posisi.
DO :
Klien tampak meringis sambil
mengusap-usap perutnya
V. INTERVENSI
Tgl/ No. Rencana tujuan dan Intervensi Rasional paraf
jam Dx kriteria hasil
3/10/1 1 Setelah dilakukan 1. Pantau TTV 1. Peningkatan
3 tindakan keperawatan nyeri dapat
19.00 selama 3x 24 jam, meningkatkan
diharapkan klien dapat nilai tanda-
mengontrol nyeri atau tanda vital.
nyeri hilang. Kriteria 2. Berikan posisi 2. Posisi yang
hasil : yang nyaman nyaman dapat
Klien melaporkan menurunkan
sudah tidak merasakan ketegangan
nyeri lagi, klien tampak sehingga dapat
rileks, tidak tampak mengeluarkan
menahan nyeri jika hormon
bergerak, skala 0-3, endorphine
TTV dalam rentang sebagai anestesi
normal. natural dari
tubuh.
3. Ajarkan klien 3. Distraksi dapat
manajemen mengalihkan
nyeri dengan konsentrasi atau
teknik distraksi fokus klien
atau relaksasi. terhadap rasa
sakit.
Sedangkan
relaksasi dapat
menstimulus
tubuh untuk
mengeluarkan
hormon
endorphine.
4. Berikan 4. Lingkungan
lingkungan yang nyaman
yang nyaman. dapat
menurunkan
ketegangan
yang dapat
meningkatkan
vasokontriksi
pembuluh
darah.
5. Anjurkan klien 5. Aktivitas berat
untuk dapat
mengurangi meningkatkan
aktivitas yang tingkat nyeri.
berlebihan.
6. Kolaborasi, 6. Obat analgesik
berikan obat dapat
analgesik menurunkan
nyeri
3/10/1 2. Setelah dilakukan 1. Bina hubungan 1. Menciptakan
3 tindakan keperawatan saling percaya hubungan saling
19.00 selama 2X24 jam di dengan klien percaya antara
harapkan pasien dapat dan keluarga pasien dan
menunjukkan perawat.
peningkatan mobilitas 2. Bantu pasien 2. Mempertahanka
dengan kriteria hasil latihan gerak n kekuatan otot
klien menunjukkan aktif dan mobilisasi.
dapat mengubah posisi
(duduk, berdiri, miring 3. Obsevasi TTV 3. Untuk
kanan, miring kiri) mengetahui
dapat berjalan sendiri kondisi pasien
ke kamar mandi, dan mengetahui
menggendong bayi, perkembangan
menyusui bayi. pasien serta
menentukan
tindakan
selanjutnya.
4. Kolaborasi 4. Memberi terapi
dengan secara tepat,
fisioterapi yang diharapkan
dalam program dapat
latihan. mempercepat
proses
penyembuhan
pasien.
1
Menganjurkan klien untuk S : klien mengatakan akan
melakukan nafas dalam ketika menggunakan nafas dalam
nyeri untuk mengontrol nyeri
O : klien nampak sedang tidak
nyeri
1-4 Mengukur tanda-tanda vital S : klien bersedia untuk
klien diukur ttv
O : TD 130/90 mmHg, N 80x,
suhu 37’C, Rr 20 x/mnt
VII. EVALUASI
Nama : Ny.L No. RM : 428193
Umur : 33 tahun DX. Medis : post op SC+MOW
Tgl/ No Evaluasi Keperawatan Paraf
jam Dx
3/10/13 1 S : klien mengatakan nyeri P : nyeri luka jahitan
19.00 muncul ketika bergerak dan kadang spontan, Q : seperti
teriris, R : abdomen, S : 7 , T : timbul saat bergerak/
berganti posisi.
O: Klien tampak meringis sambil mengusap-usap
perutnya
A : masalah nyeri belum teratasi
P : observasi skala nyeri, anjurkan teknik nafas dalam,
kolaborasi pemberian obat untuk nyeri
Pada kasus di atas, klien bernama Ny.L post op SC+MOW. Klien berumur
33 tahun. P3 A0. Klien memasuki fase nifas dalam kondisi normal tanpa adanya
komplikasi. Masuk ke ruang bougenville pada tanggal 03 Oktober 2013 pukul
13.45 WIB. Klien diterima dalam keadaan sadar, klien dipasang infus RL, dan
dipasang DC di ruang bougenville, klien nampak lemas.
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama tiga hari, mulai pada tanggal
03-05 Oktober 2013, masalah keperawatan yang dapat teratasi adalah gangguan
mobilitas fisik dan resiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh. Masalah
keperawatan nyeri baru dapat teratasi sebagian. Masalah resiko infeksi juga belum
dapat teratasi dikarenakan masih ada luka yang kemungkinan resiko infeksi masih
sangat besar dapat terjadi pada Ny.L. Klien dinyatakan boleh pulang pada tanggal
06 oktober 2013 pukul 09.30 WIB. Kondisi klien baik namun masih terkadang
merasa sedikit nyeri.
BAB V
PENUTUP