Disusun Oleh:
A. Latar Belakang
Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta
informasi dimasa sekarang ini, dimana seseorang dengan mudahnya
memperoleh informasi yang diinginkan termasuk informasi didunia kesehatan
yang membahas tentang tindakan persalinan dengan cara sectio caesarea,
bahkan mungkin dengan berjalannya waktu sectio caesarea akan menjadi
sesuatu yang biasa dalam kelahiran, dimana sectio caesar dilakukan atas
permintaan penderita. Makin dikenalnya tindakan persalinan dengan cara
sectio caesarea dan bergesernya pandangan masyarakat akan metode persalinan
yang dilakukan menjadikan tindakan operasi sectio caesarea sebagai suatu
fenomena yang baru dan tidak lagi tabu untuk dibicarakan dan dilakukan di
masyarakat ( Gondo, 2006 ).
Sectio caesarea ialah pembedahan untuk melahirkan janin dengan
membuka dinding perut dan dinding uterus ( Wiknjosastro, 2007 ). Sectio
caesarea ini diperlukan jika persalinan normal atau pervaginam tidak mungkin
dilakukan, dengan keadaan abnormalitas pada bayi, ibu yang memiliki kelainan
plasenta, perdarahan hebat dan mencegah kematian janin, ( Liu, 2008 ). Sectio
caesarea adalah suatu persalinan buatan, di mana janin dilahirkan melalui suatu
insisi pada dinding rahim dengan syarat rahim dalam keadaan utuh serta berat
janin di atas 500 gram ( Ilmu Bedah Kebidanan, 2004 ).
Menurut badan kesehatan dunia WHO, wanita yang meninggal akibat
komplikasi kehamilan dan persalinan dengan 529.000 kematian permenitnya
dan presentasi operasi sectio caesarea lebih dari 10- 15 % pertahunnya. WHO
memperkirakan bahwa rata-rata bedah sectio caesarea ada diantara 10 – 15 %
dari seluruh kelahiran di negara-negara berkembang ( Dewi, 2007 ).
Angka persalinan dengan cara sectio caesarea di negara maju meningkat
dari 5% menjadi 15%. Peningkatan ini sebagian disebabkan oleh mode,
sebagian karena ketakutan timbul perkara jika tidak dilahirkan bayi yang
sempurna, sebagian lagi karena perubahan pola kehamilan, wanita menunda
kehamilan anak pertama dan membatasi jumlah anak ( LLewellyn, 2009).
Jumlah persalinan sectio caesarea di Indonesia sendiri, terutama di rumah
sakit pemerintah adalah sekitar 20 – 25% dari total jumlah persalinan,
sedangkan di rumah sakit swasta jumlahnya lebih tinggi yaitu sekitar 30 – 80%
dari total jumlah persalinan ( Nurasyid, 2009 )
Penelitian yang dilakukan oleh Sarmana ( 2004 ) di rumah sakit St
Elizabet Medan menunjukan bahwa permintaan persalinan sectio ceasarea
paling banyak dilakukan oleh ibu yang melahirkan untuk pertama kalinya.
Faktor yang paling dominan mendorong ibu bersalin meminta persalinan sectio
caesarea adalah karena rasa sakit pada persalinan sebesar 96,5 %. Alasan ibu
untuk melahirkan secara sectio caesarea adalah : 1) kesehatan lebih terjamin
terutama untuk kesehatan bayi maupun ibu sebesar (53,5 %), 2) karena ingin
sekaligus sterilisasi (35,5 %), 3) Kosmetik sex (25 %) oleh karena ibu ingin
mempertahankan tonus vagina tetap utuh, 4) akibat trauma persalinan yang lalu
(21,5 %) misalnya ; ekstraksi vakum, 5) rasa sakit pada persalinan alami
menjadi sesuatu yang mengkhawatirkan ibu sehingga ibu lebih memilih sectio
caesarea dari pada persalinan spontan ( Sarmana, 2004 ).
Keluarga berencana merupakan suatu perencanaan tentang waktu yang
tepat untuk memiliki anak. Di dalam keluarga berencana terdapat teknik
kontrasepsi yang digunakan untuk mencegah kehamilan sebagai upaya untuk
mengatur kehamilan. Jika pasangan yang sudah menikah memiliki kesuburan
baik, 90% pasangan wanita akan hamil dalam satu tahun bila mereka tidak
menggunakan alat kontrasepsi (Gunningham, et al., 1997). Oleh karena itu
untuk pengaturan waktu kehamilan, tidak terlepas dari peran alat kontrasepsi.
Kehamilan tak terencana dapat menyebabkan gangguan mayor di dalam
kehidupan seorang wanita yang berdampak pada kesehatan ibu dan neonatus.
Kontrasepsi mantap pada wanita disebut tubektomi, yaitu tindakan
memotong tuba Fallopii / tuba uterina. Metode kontrasepsi merupakan usaha
untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian yang tinggi akibat
kehamilan. setiap metode mempunyai kelebihan dan kekurangan sehingga
terkadang pemilihannya menjadi masalah bagi wanita. kontrasepsi tubektomi
merupakan kontrasepsi jangka panjang (permanen) dan relatif tidak
menimbulkan efek samping, tetapi yang menjadi masalah adalah operasi
pengembalian fekunditas bagi pasangan yang ingin mengubah rencana untuk
menambah anak lagi belum dapat dijamin dan biaya yang diperlukan sangat
mahal. kontrasepsi tubektomi dianjurkan bagi mereka yang sudah mempunyai
anak minimal 2 orang dan usia ibu di atas 35 tahun. hal ini disebabkan karena
kehamilan usia di atas 35 tahun berisiko tinggi dan sangat rentan terhadap
penyakit.
Tubektomi dapat dilakukan pasca keguguran, pasca persalinan atau masa
interval haid. Pasca persalinan, tubektomi sebaiknya dilakukan dalam 24 jam
pertama atau selambat-lambatnya 48 jam pertama. Apabila lewat dari 48 jam
maka tubektomi akan dipersulit oleh edema tuba uterina, infeksi dan
kegagalan. Edema tuba uterina akan berkurang setelah hari VII-X pasca
persalinan. Tubektomi setelah hari itu akan lebih dipersulit oleh adanya
penciutan alat-alat genital dan mudahnya terjadi perdarahan.
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Setelah menyelesaikan penulisan laporan kasus ini diharapkan
mahasiswa mampu memahami asuhan keperawatan Sectio caesarea+MOW
dengan menerapkan proses keperawatan
2. Tujuan Khusus Perawat
a. Untuk mengetahui pengkajian pada pasien dengan post op Sectio
caesarea+MOW.
b. Untuk mengetahui diagnosa keperawatan pada pasien dengan post op
Sectio caesarea+MOW
c. Untuk mengetahui nursing care plan pada pasien dengan post op Sectio
caesarea+MOW
d. Untuk mengetahui implementasi pada pasien dengan post op Sectio
caesarea+MOW
e. Untuk mengetahui evaluasi pada pasien pasien dengan post op Sectio
caesarea+MOW
C. Manfaat Penulisan
1. Bagi Profesi Keperawatan
Memberikan gambaran bagi perawat mengenai asuhan keperawatan
pada pasien post op Sectio caesarea+MOW sehingga dapat dijadikan
sebagai acuan bagi perawat dalam memberikan asuhan keperawatan pada
pasien yang menjalani perawatan dan pengobatan di rumah sakit
2. Bagi Institusi Pelayanan/Rumah Sakit
Memberikan wacana dalam meningkatkan mutu pelayanan rumah
sakit dengan salah satu caranya yakni mengembangkan metode pendekatan
mental/ psikologis dan spiritual/ religi terhadap pasien post op Sectio
caesarea+MOW di unit pelayanannya.
3. Bagi Penulis
Mengetahui bentuk-bentuk asuhan yang diperlukan oleh pasien
dengan post op Sectio caesarea+MOW baik dalam bentuk asuhan
keperawatan dalam segi psikis ataupun fisik.
A. Pengertian
Sectio caesarea adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan
membuka dinding perut dan dinding uterus. (Sarwono , 2005)
Sectio caesarea adalah suatu cara melahirkan janin dengan membuat
sayatan pada dinding uterus melalui depan perut atau vagina. Atau disebut
juga histerotomia untuk melahirkan janin dari dalam rahim. (Mochtar, 1998).
B. Etiologi
1. Indikasi SC, Indikasi klasik yang dapat dikemukakan sebagai dasar section
caesarea adalah :
a. Prolog labour sampai neglected labour.
b. Ruptura uteri imminen
c. Fetal distress
d. Janin besar melebihi 4000 gr
e. Perdarahan antepartum (Manuaba, I.B, 2001)
2. Sedangkan indikasi yang menambah tingginya angka persalinan dengan
sectio adalah :
a. Letak lintang
Bila terjadi kesempitan panggul, maka sectio caesarea adalah
jalan/cara yang terbaik dalam melahirkan janin dengan segala letak
lintang yang janinnya hidup dan besarnya biasa. Semua primigravida
dengan letak lintang harus ditolong dengan sectio caesarea walaupun
tidak ada perkiraan panggul sempit. Multipara dengan letak lintang
dapat lebih dulu ditolong dengan cara lain.
b. Letak belakang
Sectio caesarea disarankan atau dianjurkan pada letak belakang
bila panggul sempit, primigravida, janin besar dan berharga.
c. Plasenta previa sentralis dan lateralis
d. Presentasi lengkap bila reposisi tidak berhasil.
e. Gemeli menurut Eastman, sectio cesarea dianjurkan bila janin pertama
letak lintang atau presentasi bahu, bila terjadi interior (looking of the
twins), distosia karena tumor, gawat janin dan sebagainya.
f. Partus lama
g. Partus tidak maju.
h. Pre-eklamsia dan hipertensi
i. Distosia serviks
F. Prognosis
Dengan kemajuan teknik pembedahan, adanya antibiotika dan persediaan
darah yang cukup, pelaksanaan sectio ceesarea sekarang jauh lebih aman dari
pada dahulu.
Angka kematian di rumah sakit dengan fasilitas baik dan tenaga yang
kompeten < 2/1000. Faktor - faktor yang mempengaruhi morbiditas
pembedahan adalah kelainan atau gangguan yang menjadi indikasi
pembedahan dan lamanya persalinan berlangsung.
Anak yang dilahirkan dengan sectio caesaria nasibnya tergantung dari
keadaan yang menjadi alasan untuk melakukan sectio caesarea. Menurut
statistik, di negara - negara dengan pengawasan antenatal dan intranatal yang
baik, angka kematian perinatal sekitar 4 - 7% (Mochtar, 1998)
G. Patofisiologi
Adanya beberapa kelainan / hambatan pada proses persalinan yang
menyebabkan bayi tidak dapat lahir secara normal / spontan, misalnya
plasenta previa sentralis dan lateralis, panggul sempit, disproporsi cephalo
pelvic, rupture uteri mengancam, partus lama, partus tidak maju, pre-eklamsia,
distosia serviks, dan malpresentasi janin. Kondisi tersebut menyebabkan perlu
adanya suatu tindakan pembedahan yaitu Sectio Caesarea (SC).
Dalam proses operasinya dilakukan tindakan anestesi yang akan
menyebabkan pasien mengalami imobilisasi sehingga akan menimbulkan
masalah intoleransi aktivitas. Adanya kelumpuhan sementara dan kelemahan
fisik akan menyebabkan pasien tidak mampu melakukan aktivitas perawatan
diri pasien secara mandiri sehingga timbul masalah defisit perawatan diri.
Kurangnya informasi mengenai proses pembedahan, penyembuhan, dan
perawatan post operasi akan menimbulkan masalah ansietas pada pasien.
Selain itu, dalam proses pembedahan juga akan dilakukan tindakan insisi pada
dinding abdomen sehingga menyebabkan terputusnya inkontinuitas jaringan,
pembuluh darah, dan saraf - saraf di sekitar daerah insisi. Hal ini akan
merangsang pengeluaran histamin dan prostaglandin yang akan menimbulkan
rasa nyeri (nyeri akut). Setelah proses pembedahan berakhir, daerah insisi
akan ditutup dan menimbulkan luka post op, yang bila tidak dirawat dengan
baik akan menimbulkan masalah risiko infeksi.
H. Pemeriksaan Penunjang
1. Hemoglobin atau hematokrit (HB/Ht) untuk mengkaji perubahan dari
kadar pra operasi dan mengevaluasi efek kehilangan darah pada
pembedahan.
2. Leukosit (WBC) mengidentifikasi adanya infeksi
3. Tes golongan darah, lama perdarahan, waktu pembekuan darah
4. Urinalisis / kultur urine
5. Pemeriksaan elektrolit
I. PENGKAJIAN DATA
Riwayat Keperawatan
Tanggal pasien datang : 15 Desember 2017
Jam pasien datang : 13.30 WIB
Tanggal pengkajian : 16 Desember 2017
Jam pengkajian : 15.00 WIB
Diagnosa medis : Sectio Caesarea+MOW hari ke 2
A. Biodata
1. Biodata Klien
Nama klien : Ny. L
Umur : 33 tahun
Suku/bangsa : Jawa/Indonesia
Agama : Islam
Pendidikan : D3
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Ulu Belu
2. Biodata penanggung jawab
Nama : Tn. R
Umur : 38 tahun
Pekerjaan : Pedagang
Alamat : Ulu Belu
3. Keluhan Utama
Klien mengeluh nyeri.
P : nyeri luka jahitan muncul ketika bergerak dan kadang spontan, Q :
seperti teriris, R : abdomen, S : 7 , T : timbul saat bergerak/ berganti posisi
klien tampak meringis sambil mengusap-usap perutnya.
Keterangan
Laki-laki
perempuan
meninggal
pasien
5. Alergi
Klien mengatakan tidak memiliki alergi baik alergi debu, makanan
ataupun cuaca. Tidak ditemukan alergi pada obat.
7. Riwayat sosial
Klien mengatakan hubungan dengan masyarakat baik, tidak ada
masalah dengan masyarakat tempat tinggalnya.
8. Personal hygiene
Sebelum sakit selama sakit
Mandi 2x sehari belum pernah
Gosok gigi 2x sehari belum pernah
Cuci rambut 2 hari sekali belum pernah
Potong kuku 1x seminggu belum pernah
Ganti pakaian sehari sekali sehari sekali
Masalah/ keluhan: tidak ada keluhan
9. Riwayat keperawatan untuk pola nutrisi-metabolik (porsi dan jenis)
Klien mengatakan sebelum operasi makan 3x sehari, porsi sedang,
dengan nasi, lauk pauk, sayur, kadang-kadang buah, dan minum air putih
7-8 gelas/hari. Setelah operasi klien belum memiliki nafsu makan, makan
malam cuma habis satu sendok. Minum banyak.
Masalah/keluhan: Tidak nafsu makan.
2. Riwayat pernikahan
Status : Menikah
Umur waktu menikah yang pertama kali : 23 tahun
Berapa kali menikah : 1x
Lama menikah dengan suami yang sekarang : 10 tahun.
3. Riwayat kehamilan, persalinan dan nifas yang lalu
No Umur JK Kondisi Kehamilan Persalinan Nifas
saat ini
masalah dalam
bulan
4. Riwayat KB
Klien mengatakan sebelumnya menggunakan KB suntik dengan jangka
waktu satu bulan.
2. Pemeriksaan fisik
Kepala
Inspeksi : Rambut berwarna hitam, distribusi rambut rata, rambut
tidak rontok, tidak tampak benjolan/luka di kepala.
Palpasi : Tidak teraba benjolan/luka di kepala
Muka
Inspeksi : Tidak tampak cloasma gravidarum, tidak pucat.
Palpasi : Tidak teraba benjolan/luka, tidak ada nyeri tekan
Mata
Inspeksi : Mata kanan dan kiri simetris, konjungtiva anemis, sklera
putih, tidak tampak lingkar gelap di bawah kelopak mata.
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan.
Hidung
Inspeksi : tampak 2 lubang hidung sama besar dan simetris, lubang
hidung tampak bersih.
Palpasi : Kartilago nasalis elastis.
Penciuman : Klien mampu membedakan bau-bauan
Telinga
Inspeksi : lubang telinga bersih tidak ada serumen, simetris kanan
dan kiri
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
Pendengaran : masih berfungsi dengan baik
Mulut
Inspeksi : tidak ada stomatitis, tidak ada caries gigi
Leher
Inspeksi : tidak ada pembesaran vena jugularis, tidak ada
pembesaran kelenjar tiroid
Dada
Inspeksi : simetris kanan dan kiri, pengembangan dada sama antara
kanan dan kiri
Palpasi : getaran dinding dada sama, konfigurasi dada 1: 2
Perkusi : terdengar sonor pada paru-paru dan pekak pada area jantung
Auskultasi : vesikuler pada paru-paru dan bunyi jantung I, II terdengar
reguler
Payudara
Inspeksi : bentuk simetris, nampak hiperpigmentasi areola, puting
payudara agak kecil
Palpasi : tidak ada nyeri tekan, ASI belum keluar
Abdomen
Inspeksi : tampak strie gravidarum, terlihat luka post operasi tertutup
kassa.
Auskultasi : terdengar bising usus kuadran kanan bawah 5 x/mnt,
kanan atas 3 x/mnt, kiri atas 2 x/mnt, kiri bawah 1 x/mnt.
Palpasi : TFU 2 jari dibawah pusat, uterus teraba keras.
Perkusi : tympani
E. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium
Leukosit 17.26 10^3/uL (nilai normal 3.6 – 11)
2. Terapi
Per oral:
Cefadroxil
Metilergometrin
Asam mefenamat
Per IV :
Ceftriaxone
Asam traneksamat
Ketorolac
1. DS : Nyeri Terputusnya
Klien mengatakan nyeri kontinuitas
P : nyeri luka jahitan muncul jaringan
ketika bergerak dan kadang sekunder akibat
spontan, Q : seperti teriris, R : pembedahan
abdomen, S : 7 , T : timbul saat (SC)
bergerak/ berganti posisi.
DO :
Klien tampak meringis sambil
mengusap-usap perutnya
V. INTERVENSI
Tgl/ No. Rencana tujuan dan Intervensi Rasional paraf
jam Dx kriteria hasil
16/12/ 1 Setelah dilakukan 1. Pantau TTV 1. Peningkatan
17 tindakan keperawatan nyeri dapat
15.00 selama 3x 24 jam, meningkatkan
diharapkan klien dapat nilai tanda-
mengontrol nyeri atau tanda vital.
nyeri hilang. Kriteria 2. Berikan posisi 2. Posisi yang
hasil : yang nyaman nyaman dapat
Klien melaporkan menurunkan
sudah tidak merasakan ketegangan
nyeri lagi, klien tampak sehingga dapat
rileks, tidak tampak mengeluarkan
menahan nyeri jika hormon
bergerak, skala 0-3, endorphine
TTV dalam rentang sebagai anestesi
normal. natural dari
tubuh.
3. Ajarkan klien 3. Distraksi dapat
manajemen mengalihkan
nyeri dengan konsentrasi atau
teknik distraksi fokus klien
atau relaksasi. terhadap rasa
sakit.
Sedangkan
relaksasi dapat
menstimulus
tubuh untuk
mengeluarkan
hormon
endorphine.
4. Berikan 4. Lingkungan
lingkungan yang nyaman
yang nyaman. dapat
menurunkan
ketegangan
yang dapat
meningkatkan
vasokontriksi
pembuluh
darah.
5. Anjurkan klien 5. Aktivitas berat
untuk dapat
mengurangi meningkatkan
aktivitas yang tingkat nyeri.
berlebihan.
6. Kolaborasi, 6. Obat analgesik
berikan obat dapat
analgesik menurunkan
nyeri
16/12/ 2. Setelah dilakukan 1. Bina hubungan 1. Menciptakan
17 tindakan keperawatan saling percaya hubungan saling
15.00 selama 2X24 jam di dengan klien percaya antara
harapkan pasien dapat dan keluarga pasien dan
menunjukkan perawat.
peningkatan mobilitas 2. Bantu pasien 2. Mempertahanka
dengan kriteria hasil latihan gerak n kekuatan otot
klien menunjukkan aktif dan mobilisasi.
dapat mengubah posisi
(duduk, berdiri, miring 3. Obsevasi TTV 3. Untuk
kanan, miring kiri) mengetahui
dapat berjalan sendiri kondisi pasien
ke kamar mandi, dan mengetahui
menggendong bayi, perkembangan
menyusui bayi. pasien serta
menentukan
tindakan
selanjutnya.
4. Kolaborasi 4. Memberi terapi
dengan secara tepat,
fisioterapi yang diharapkan
dalam program dapat
latihan. mempercepat
proses
penyembuhan
pasien.
1
Menganjurkan klien untuk S : klien mengatakan akan
melakukan nafas dalam ketika menggunakan nafas dalam
nyeri untuk mengontrol nyeri
O : klien nampak sedang
tidak nyeri
1-4
Mengukur tanda-tanda vital S : klien bersedia untuk
klien diukur ttv
O : TD 130/90 mmHg, N
80x, suhu 37’C, Rr 20 x/mnt
17/12/17
09.30 1,2,3,4 Klien pulang
VII. EVALUASI
Nama : Ny.L No. RM : 128193
Umur : 33 tahun DX. Medis : post op SC+MOW
Tgl/ No Evaluasi Keperawatan Paraf
jam Dx
16/12/17 1 S : klien mengatakan nyeri P : nyeri luka jahitan
15.00 muncul ketika bergerak dan kadang spontan, Q :
seperti teriris, R : abdomen, S : 7 , T : timbul saat
bergerak/ berganti posisi.
O: Klien tampak meringis sambil mengusap-usap
perutnya
A : masalah nyeri belum teratasi
P : observasi skala nyeri, anjurkan teknik nafas dalam,
kolaborasi pemberian obat untuk nyeri
Pada kasus di atas, klien bernama Ny.L post op SC+MOW. Klien berumur
33 tahun. P3 A0. Klien memasuki fase nifas dalam kondisi normal tanpa adanya
komplikasi. Masuk ke ruang bougenville pada tanggal 15 Desember 2017 pukul
13.45 WIB. Klien diterima dalam keadaan sadar, klien dipasang infus RL, dan
dipasang DC di ruang ekonomi bawah, klien nampak lemas.
PENUTUP
Jakarta : EGC.
Jakarta
Jakarta : EGC
EGC