Anda di halaman 1dari 55

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Sectio caesarea adalah suatu cara melahirkan janin dengan
membuat sayatan pada dinding uterus melalui dinding depan perut
(Sofian, 2012). Persalinan Sectio caesarea memiliki risiko kematian
25 kali lebih besar dibandingkan dengan persalinan pervaginam.
Meskipun demikian, Sectio caesarea merupakan alternatif terbaik bagi
ibu hamil yang mengalami risiko tinggi dalam proses persalinan untuk
menyelamatkan nyawa ibu ataupun janinnya. Menurut Kasdu (2003),
pada awalnya salah satu metode modern di bidang kedokteran
khususnya kebidanan, Sectio caesarea dikembangkan sebagai salah
satu metode untuk membantu menurunkan angka kematian ibu akibat
proses melahirkan.
Data World Health Organization (WHO) tahun 2015 selama
hampir 30 tahun tingkat persalinan dengan Sectio caesarea (SC)
menjadi 10% sampai 15% dari semua proses persalinan di negara-
negara berkembang. Berdasarkan data Riskesdas tahun 2018,
menunjukan angka kelahiran dengan metode Sectio caesarea sebesar
17,6% dari total 78.736 kelahiran sepanjang tahun 2018, dengan
provinsi tertinggi di Bali yaitu 30,2% dan provinsi terendah di Papua
yaitu 6,7%, sedangkan di provinsi Jawa Barat kejadian Sectio
caesarea yaitu 15,5% dengan urutan ke 20.
Setiap prosedur pembedahan termasuk tindakan Sectio
caesarea akan mengakibatkan terputusnya jaringan (luka). Dengan
adanya luka tersebut, akan merangsang nyeri yang disebabkan
jaringan luka mengeluarkan prostaglandin dan leukotriens yang
merangsang susunan saraf pusat, serta adanya plasma darah yang
akan mengeluarkan plasma extravasation sehingga terjadi edema dan
mengeluarkan bradidikin yang merangsang susunan saraf pusat,
kemudian diteruskan ke spinal cord untuk mengeluarkan impuls nyeri.
Nyeri akan menimbulkan berbagai masalah, baik masalah fisik
maupun psikologis. Masalah-masalah tersebut saling berkaitan.
Apabila masalah- masalah tersebut tidak segera diatasi akan
menimbulkan masalah yang kompleks (Solehati dan Kosasih, 2015).
Setelah dilakukan operasi, masalah yang lazim adalah ketidakefektifan
bersihan jalan nafas berhubungan dengan obstruksi jalan nafas
(mokus dalam jumlah berlebihan), jalan nafas alergik (respon obat
anestesi); nyeri akut berhubungan dengan agen injuri fisik
(pembedahan, trauma jalan lahir, episiotomi);
ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang kebutuhan
nutrisi post partum; ketidakefektifan pemberian ASI berhubungan
dengan kurang pengetahuan ibu, terhentinya proses menyusui;
Gangguan eliminasi urine; Gangguan pola tidur berhubungan dengan
kelemahan; resiko infeksi berhubungan dengan faktor risiko:
episiotomi, laserasi jalan lahir, bantuan pertolongan persalinan;
defisit perawatan diri: mandi/kebersihan diri, makan, toileting
berhubungan dengan kelelahan post partum; konstipasi; resiko syok
(hipovolemik); resiko perdarahan; defisiensi pengetahuan: perawatan
post partum berhubungan dengan kurangnya informasi tentang
penanganan post partum sehingga perlu dilakukan asuhan keperawatan
(Nurarif dan Kusuma, 2015).
Akibatnya klien dengan masalah nyeri post Sectio caesarea
akan mengalami penurunan kemandirian dan angka ketergantungan
lebih tinggi dibandingkan klien dengan post partum spontan. Oleh
karena itu, peran perawat sangat penting sebagai pemberi asuhan
keperawatan secara komprehensif yang meliputi pengkajian, analisa
data, intervensi, implementasi, dan evaluasi untuk memenuhi
kebutuhan dasar manusia melalui asuhan keperawatan baik dengan
farmakologi yaitu dengan kolaborasi analgetik, maupun non-
farmakologi yaitu dengan cara teknik relaksasi nafas dalam, distraksi,
aroma terapi, imajinasi terbimbing, teknik genggam jari, akunpuntur,
dan lain-lain.
Salah satu pengobatan non-farmakologis yang dapat dilakukan
adalah teknik relaksasi genggam jari. Teknik relaksasi genggam jari
merupakan cara yang mudah untuk mengelola emosi dan
mengembangkan kecerdasan emosional. Di sepanjang jari-jari
tangan kita terdapat saluran atau meridian energy yang berhubungan
dengan berbagai organ dan emosi (Puwahang, 2011).
Melihat keadaan diatas sehingga penulis tertarik untuk
membuat dan menyusun Karya Tulis Ilmiah dengan mengangkat judul
“Asuhan Keperawatan pada Klien Post Sectio Caesarea dengan Nyeri
Akut di Ruang Melati 2A RSUD dr. Soekardjo Tasikmalaya”.

1.2. Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang dan alasan mengangkat judul di
atas, maka perumusan masalah dalam studi kasus adalah “Bagaimana
Asuhan Melati 2A RSUD dr. Soekardjo Tasikmalaya?”.

1.3. Tujuan
1.3.1. Tujuan Umum
Tujuan umum penelitian ini adalah melakukan asuhan
keperawatan pada klien Post Sectio caesarea dengan Nyeri Akut di
Ruang Melati 2A RSUD dr. Soekardjo Tasikmalaya secara langsung
dan komprehensif dalam karya tulis.

1.3.2. Tujuan Khusus


1. Melakukan pengkajian keperawatan pada klien post Sectio
caesarea
dengan Nyeri Akut di Ruang Melati 2A RSUD dr. Soekardjo
Tasikmalaya.
2. Menetapkan diagnosis keperawatan pada klien post Sectio
caesarea
dengan Nyeri Akut di Ruang Melati 2A RSUD dr. Soekardjo
Tasikmalaya

3. Menyusun perencanaan keperawatan pada klien post Sectio


caesarea
dengan Nyeri Akut di Ruang Melati 2A RSUD dr. Soekardjo
Tasikmalaya.
4. Melaksanakan tindakan keperawatan pada klien post Sectio
caesarea
dengan Nyeri Akut di Ruang Melati 2A RSUD dr. Soekardjo
Tasikmalaya.
5. Melakukan evaluasi pada klien post Sectio caesarea dengan
Nyeri Akut di Ruang Melati 2A RSUD dr. Soekardjo
Tasikmalaya.
1.4. Manfaat
1.4.1. Teoritis
Bagi Profesi Keperawatan
Diharapkan dapat menjadi dasar dalam mengembangkan ilmu
keperawatan tentang asuhan keperawatan secara komprehensif pada
klien post Sectio caesarea dengan nyeri akut.

1.4.2. Praktis
1. Bagi Perawat
Diharapkan penelitian ini dapat meningkatkan pengetahuan dan
wawasan perawat tentang pengaruh terapi non-farmakologi
terhadap klien Post Sectio caesarea dengan masalah keperawatan
Nyeri Akut.
2. Bagi Rumah Sakit
Diharapkan penelitian ini dapat menjadi acuan dalam pengelolaan
masalah yang berhubungan dengan Nyeri di Rumah Sakit.Bagi
Institusi Pendidikan

Diharapkan penelitian ini dapat menjadi sumber referensi dalam


menambah ilmu pengetahuan serta dapat digunakan sebagai acuan
dalam pembuatan asuhan keperawatan pada ibu post Sectio
caesarea dengan masalah keperawatan nyeri akut

3. Bagi Penulis Selanjutnya


Dapat dijadikan sebagai data dasar sebagai penulis selanjutnya
yang memiliki minat dan perhatian yang sama serta fokus pada
penulis tentang asuhan keperawatan yang komprehensif pada klien
post Sectio caesarea dengan nyeri akut
BAB II
KONSEP DAN TEORI

A. Konsep Dasar Srctio Caesarea

Sectio caesarea adalah suatu persalinan buatan dimana janin dilahirkan


melalui suatu insisi pada dinding depan perut dan dinding rahim dengan syarat
rahim dalam keadaan utuh serta berat janin di atas 500 gram (Sarwono, 2009).
Sedangkan menurut (Gulardi & Wiknjosastro, 2006) Sectio caesarea adalah
tindakan untuk melahirkan janin dengan berat badan di atas 500 gram melalui
sayatan pada dinding uterus yang utuh, dan menurut (Mansjoer,2002) Sectio
caesarea ialah pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka dinding
parut dan dinding rahim.

1. Jenis Jenis Sectio Caesarea


a. Sectio caeasarea transperitonealis profunda

Sectio caeasarea transperitonealis profunda dengan insisi di segmen


bawah uterus. Insisi pada bawah rahim, bisa dengan teknik melintang atau
memanjang.
Keunggulan pembedahan ini :

1. Perdarahan luka insisi tidak seberapa banyak

2. Bahaya peritonitis tidak besar

3. Perut uterus umumnya kuat sehingga bahaya ruptur uteri dikemudian


hari tidak besar karena pada nifas segmen bawah uterus tidak seberapa
banyak mengalami kontraksi seperti korpus uteri sehingga luka dapat
sembuh lebih sempurna.
b. Sectio caesarea korporal / klasik
Pada Sectio caesarea korporal / klasik ini di buat kepada korpus uteri,
pembedahan ini yang agak mudah dilakukan, hanya di selenggarakan
apabila ada halangan untuk melakukan sectio caesarea transperitonealis
profunda. Insisi memanjang pada segmen uterus.
c. Sectio caesarea ekstra peritoneal

Sectio ceasarea ekstra peritoneal dahulu dilakukan untuk mengurangi


bahaya injeksi peroral akan tetapi dengan kemajuan pengobatan tehadap
injeksi pembedahan ini sekarang tidak banyak lagi dilakukan. Rongga
peritoneum tak dibuka, dilakukan pada pasien infeksi uteri berat.
d. Sectio caesarea hysteroctomi

Setelah sectio caesarea, dilakukan hysteroktomy dengan indikasi :

1. Atonia uteri
2. Plasenta accrete
3. Myoma uteri
4. Infeksi intra uteri berat
2. Adaptasi Fisiologis Post Partum
Akhir dari persalinan, hampir seluruh sistem tubuh mengalami perubahan
secara progresif. Semua perubahan pada ibu post partum perlu dimonitor oleh
perawat, untuk menghindari terjadinya komplikasi. Menurut Varney ( 2004),
perubahan-perubahan tersebut adalah sebagai berikut :
a. Sistem Respirasi

Penggunaan obat-obat anesthesia umum selama proses pembedahan


menyebabkan perubahan kecepatan frekuensi, kedalaman dan pola
respirasi. Setelah operasi mungkin terjadi penumpukan secret pada jalan
nafas yang menyebabkan perubahan pola nafas, juga suara tambahan
berupa rales. Hal ini tidak ditemukan pada anesthesia spinal. Sedangkan
peningkatan respirasi mungkin terjadi sebagai respon klien terhadap
adanya nyeri. Keadaan pernafasan selalu berhubungan dengan keadaan
suhu dan denyut nadi. Bila suhu nadi tidak normal, pernafasan juga akan
mengikutinya, kecuali apabila ada gangguan khusus pada saluran nafas.
b. Sistem Cardiovaskuler
Selama masa kehamilan dan persalinan sistem cardiovaskuler banyak
mengalami perubahan antara lain :
1) Cardiak Output
Penurunan cardiac output menyebabkan bradikardi (50-70x/menit)
pada hari pertama setelah persalinan. Bila frekuensi denyut nadi cepat
mengindikasikan adanya perdarahan, kecemasan, kelelahan, infeksi
penyakit jantung, dapat terjadi hipotensi orthostatik dengan penurunan
tekanan systolic kurang lebih 20 mmHg yang merupakan kompensasi
pertahanan tubuh untuk menurunkan resistensi vaskuler sebagai akibat
peningkatan tekanan vena. Biasanya ini terjadi beberapa saat setelah
persalinan, dan saat pertama kali melakukan mobilisasi (ambulasi).
Bila terjadi penurunan secara drastic merupakan indikasi terjadinya
perdarahan uteri.
2) Volume dan Konsentrasi Darah
Pada 72 jam pertama setelah persalinan banyak kehilangan plasma dari
pada sel darah. Selama persalinan erithropoesis meningkat
menyebabkan kadar hemoglobin menurun dan nilainya akan kembali
stabil pada hari keempat post partum. Jumlah leukosit meningkat pada
early post partum hingga nilainya mencapai 30.000/mm3 tanpa adanya
infeksi. Apabila peningkatan lebih dari 30 % dalam 6 jam pertama,
maka hal inimengindikasikan adanya infeksi. Jumlah darah yang
hilang selama persalinan sekitar 400500 ml. Pada klien post partum
dengan seksiosesarea kehilangan darah biasanya lebih banyak
dibanding persalinan normal (600-800 cc).
c. Sistem Gastrointestinal
Pada klien dengan post partum seksio sesarea biasanya mengalami
penurunan tonus otot dan motilitas traktus gastrointestinal dalam
beberapa waktu. Pemulihan kontraksi dan motilitas otot tergantung
atau dipengaruhi oleh penggunaan analgetik dan anesthesia yang
digunakan, serta mobilitas klien.
Sehingga berpengaruh pada pengosongan usus. Secara spontan
mungkin terhambat hingga 2-3 hari. Selain itu klien akan merasa pahit
pada mulut karena dipuasakan atau merasa mual karena pengaruh
anesthesia umum. Sebagai akibatnya klien akan mengalami gangguan
pemenuhan asupan nutrisi serta gangguan eliminasi BAB. Klien
dengan spinal anesthesia tidak perlu puasa sebelumnya.
d. Sistem Endokrin
1) Hormon plasenta
Hormon plasenta menurun dengan cepat setelah persalinan. Human
Chorionic Gonadotropin (HCG) menurun dengan cepat dan
menetap sampai 10% dalam 3 jam hingga hari ke-7 postpartum dan
sebagai onset pemenuhan mamae pada hari ke-3 postpartum.
2) Hormon pituitary
Prolaktin darah meningkat dengan cepat, pada wanita tidak
menyusui menurun dalam waktu 2 minggu. FSH dan LH
meningkat pada fase konsentrasi folikuler pada minggu ke-3, dan
LH tetap rendah hingga ovulasi terjadi.
3) Hipotalamik Pituitary Ovarium
Untuk wanita yang menyusui dan tidak menyusui akan mempengaruhi
lamanya ia mendapatkan menstruasi. Seringkali menstruasi pertama itu
bersifat anovulasi yang dikarenakanrendahnya kadar estrogen dan
progesteron. Diantara wanita laktasi sekitar 15% memperoleh
menstruasi selama 6 minggu dan 45% setelah 12 minggu. Diantara
wanita yang tidak laktasi 40%menstruasi setelah 6 minggu, 65% setelah
12 minggu dan 90% setelah 24 minggu. Untuk wanita laktasi 80%
menstruasi pertama anovulasi dan untuk wanita yang tidak laktasi 50%
siklus pertama anovulasi.
e. Sistem Perkemihan
Dinding kandung kencing memperlihatkan oedem dan hyperemia. Kadang-
kadang oedema trigonum, menimbulkan abstraksi dari uretra sehingga
terjadi retensio urine. Kandung kencing dalam puerperium kurang sensitif
dan kapasitasnya bertambah, sehingga kandung kencing penuh atau sesudah
kencing masih tertinggal urine residual (normal + 15 cc). Sisa urine dan
trauma pada kandung kencing waktu persalinan memudahkan terjadinya
infeksi. Dilatasi ureter dan pyolum normal dalam waktu 2 minggu. Urine
biasanya berlebihan (poliurie) antara hari kedua dan kelima, hal ini
disebabkan karena kelebihan cairan sebagai akibat retensi air dalam
kehamilan dan sekarang dikeluarkan.
Kadang-kadang hematuri akibat proses katalitik involusi. Acetonurie
terutama setelah partus yang sulit dan lama yang disebabkan pemecahan
karbohidrat yang banyak, karena kegiatan otot-otot rahim dan karena
kelaparan.
Proteinurine akibat dari autolisis sel-sel otot. Pada klien seksio sesarea
terutama pada kandung kemih dapat terjadi karena letak blass berdempetan
dengan uterus, sehingga pengosongan kandung kemih mutlak dilakukan dan
biasanya dipasang folly kateter selama pembedahan sampai 2 hari post
operasi. Dengan demikian kmungkinan dapat terjadi gangguan pola
eliminasi BAK, sehingga klien perlu dilakukan bldder training. Kaji warna
urine yang keluar, jumlahnya dan baunya.
f. Sistem Pencernaan
1) Nafsu Makan
Ibu biasanya setelah melahirkan diperbolehkan untuk mengkonsumsi
makanan ringan dan setelah benar-benar pulih dari efek analgesia,
anesthesia, dan keletihan, kebanyakan ibu merasa sangat lapar.
Permintaan untuk memperoleh makanan dua kali dari jumlah yang
biasa dikonsumsi disertai konsumsi camilan yang sering- sering
ditemukan.
2) Motilitas
Secara khas, penurunan tonus dan motilitas otot traktus cerna menetap
selama waktu yang singkat setelah bayi lahir. Kelebihan analgesia dan
anesthesia bisa memperlambat pengembalian tonus dan motilitas ke
keadaan normal.
3) Defekasi
Buang air besar secara spontan bisa tertunda selama dua sampai tiga
hari setelah ibu melahirkan. Keadaan ini bisa disebabkan karena tonus
otot usus menurun selama proses persalinan dan pada awal masa
pascapartum, ibu biasanya merasakan nyeri diperinium akibat
episiotomi, laserasi, atau hemoroid. Kebiasaan
buang air besar yang teratur perlu dicapai kembali setelah tonus
usus kembali normal.
g. Sistem Persarafan
Sistem persarafan pada klien post partum biasanya tidak mengalami
gangguan kecuali ada komplikasi akibat dari pemberian anesthesia spinal
atau penusukan pada anesthesi epidural dapat menimbulkan komplikasi
penurunan sensasi pada ekstremitas bawah. Klien dengan spinal
anesthesia perlu tidur flat selama 24 jam pertama.
h. Sistem Integumen
Cloasma/hyperpigmentasi kehamilan sering hilang setelah persalinan
akibat dari penurunan hormon progesterone dan melanotropin, namun
pada beberapa wanita ada yang tidak menghilang secara keseluruhan,
kadang ada yang hyperpigmentasi yang menetap. Pertumbuhan rambut
yang berlebihan terlihat selama kehamilan seringkali menghilang
setelah persalinan, sebagai akibat dari penurunan hormon progesterone
yang mempengaruhi folikel rambut sehingga rambut tampak rontok.
i. Sistem Muskuloskletal
Selama kehamilan otot abdomen teregang secara bertahap, hal ini
menyebabkan hilangnya kekenyalan otot pada masa post partum, terutama
menurunnya tonus otot dinding dan adanya diastasis rektus abdominalis.
Pada dinding abdomen sering tampak lembek dan kendur dan terdapat
luka/insisi bekas operasi, secara berangsur akan kembali pulih, selain itu
sensasi ekstremitas bawah dapat berkurang selama 24 jam pertama setelah
persalinan, pada klien post partum dengan seksio sesaria, hal ini terjadi bila
dilakukan regio anestesi dapat terjadi pula penurunan kekuatan otot yang
disebabkan oleh peregangan otot. Ligamen, fasia, dan diafragma pelvis
yang meregang pada waktu persalinan, setelah bayi lahir, secara berangsur-
angsur menjadi ciut dan pulih kembali sehingga tidak jarang uterus jatuh ke
belakang dan menjadi retrofleksi, karena ligamen rotundum menjadi
kendor. Stabilisasi secara sempurna terjadi pada 6-8 minggu setelah
persalinan. Sebagai akibat putusnya serat-serat elastik kulit dan distensi
yang berlangsung lama akibat besarnya uterus pada saat hamil, dinding
abdomen masih lunak dan kendur untuk sementara waktu. Pemulihan
dibantu dengan latihan.
j. Perubahan Tanda- Tanda Vital
1) Suhu Badan
Satu hari (24jam) postprtum suhu badan akan naik sedikit (37,5°C –
38°C) sebagai akibat kerja keras waktu melahirkan, kehilangan cairan
dan kelelahan. Apabila keadaan normal suhu badan menjadi biasa.
Biasanya pada hari ketiga suhu badan naik lagi karena adanya
pembentukan ASI, buah dada menjadi bengkak, berwarna merah karena
banyaknya ASI. Bila suhu tidak turun kemungkinan adanya infeksi pada
endometrium, mastitis, tractus genitalis atau sistem lain.
2) Nadi
Denyut nadi normal pada orang dewasa 60-80 kali permenit. Sehabis
melahirkan biasanya denyut nadi itu akan lebih cepat.
3) Tekanan darah
Biasanya tidak berubah, kemungkinan tekanan darah akan rendah
setelah ibu melahirkan karena ada perdarahan. Tekanan darah tinggi
pada postpartum dapat menandakan terjadinya preeklampsi postpartum.
k. Perubahan Hematologi
Selama minggu-minggu terakhir kehamilan, kadar fibrinogen dan plasma serta
faktor- faktor pembekuan darah meningkat. Pada hari pertama postpartum, kadar
fibrinogen dan plasma akan sedikit menurun tetapi darah lebih mengental dengan
peningkatan viskositas sehingga meningkatkan faktor pembekuan darah.
Leukositosis yang meningkat dimana jumlah sel darah putih dapat mencapai
15000 selama persalinan akan tetap tinggi dalam beberapa hari pertama dari
masa postpartum. Jumlah sel darah putih tersebut masih bisa naik lagi
sampai 25000 atau 30000 tanpa adanya kondisi patologis jika wanita tersebut
mengalami persalinan lama. Jumlah hemoglobine, hematokrit dan erytrosyt
akan sangat bervariasi pada awal-awal masa postpartum sebagai akibat dari
volume darah, volume plasenta dan tingkat volume darah yang berubah-
ubah.
Semua tingkatan ini akan dipengaruhi oleh status gizi dan hidrasi wanita
tersebut. Kira- kira selama kelahiran dan masa postpartum terjadi kehilangan
darah sekitar 200-500 ml. Penurunan volume dan peningkatan sel darah pada
kehamilan diasosiasikan dengan peningkatan hematokrit dan hemoglobine
pada hari ke 3-7 postpartum dan akan kembali normal dalam 4-5 minggu
postpartum.
l. Dinding Abdomen
Strie abdominal tidak bisa dilenyapkan sama sekali akan tetapi mereka bisa berubah
menjadi garis-garis yang halus berwarna putih perak (Varney, 2004:255). Ketika
miometrium berkontraksi dan berektrasi setelah kelahiran dan beberapa hari
sesudahnya, peritonium yang membungkus sebagian besar uterus dibentuk menjadi
lipatan-lipatan dan kerutan-kerutan. Ligamentum latum dan rotundum jauh
lebih kendor daripada kondisi tidak hamil, dan mereka memerlukan waktu cukup
lama untuk kembali dari peregangan dan pengendoran yang telah dialaminya selama
kehamilan tersebut.
m. Kehilangan Berat Badan
Seorang wanita akan kehilangan berat badannya sekitar 5 kg pada saat melahirkan.
Kehilangan ini berhubungan dengan berat bayi, placenta dan cairan ketuban. Pada
minggu pertama post partum seorang wanita akan kehilangan berat badannya
sebesar 2 kg akibat kehilangan cairan (Varney, 2004:255).
n. Varises
Varises di tungkai dan di sekitar anus (hemoroid) sering dijumpai pada
wanita hamil. Varises, bahkan varises vulva yang jarang dijumpai, akan
mengecil dengan cepat setelah bayi lahir.
Operasi varises tidak dipertimbangkan selama masa hamil. Regresi total
atau mendekati total diharapkan terjadi setelah melahirkan (Varney,
2004:156).
3. Adaptasi Psikologis pada Post Partum
Menurut Reva Rubin, adaptasi psikologi ibu post patum terbagi atas 3 bagian,
yaitu:
a. Fase Taking In
Fase ini merupakan periode ketergantungan yang berlangsung dari hari
pertama sampai hari kedua setelah melahirkan. Pada saat itu, fokus
perhatian ibu terutama pada dirinya sendiri. Kelelahan membuat ibu cukup
istirahat untuk mencegah gejala kurang tidur, seperti murah tersinggung. Hal
ini membuat ibu cenderung menjadi pasif terhadap lingkungannya.
b. Fase Taking Hold
Fase ini berlangsung selama 3 – 20 hari setelah melahirkan. Pada fase ini
taking hold, ibu merasa khawatir akan ketidakmampuan dan rasa tanggung
jawabnya dalam merawat bayi, selain itu perassannya sangat sensitive
sehingga mudah tersinggung jika komunikasinya kurang hati-hati. Saat ini
ibu memerlukan dukungan karena ini merupakan kesempatan yang baik
untuk menerima berbagai penyuluhan dalam merawat diri dan bayinya
sehingga tumbuh rasa percaya diri.
c. Fase Letting Go
Fase ini merupakan fase menerima tanggung jawab akan peran barunya
yang berlangsung 10 hari setelah melahirkan. Ibu sudah mulai
menyesuaikan diri dengan ketergantungan bayinya. Keinginan untuk
merawat diri dan bayinya meningkat pada fase ini.
4. Bounding Attachment
Bounding adalah proses pembentukan attachment atau membangun ikatan.
Attachmet adalah suatu ikatan khusus yang dikarakteristikkan dengan kualitas
– kualitas yang terbentuk dalam hubungan orang tua dan bayi (Perry, 2004).
Bounding attachment adalah suatu usaha untuk memberikan kasih saying dan
suatu proses yang saling merespon antara orang tua dan bayi lahir (Parmi,
2002). Sedangkan menurut (Subtroto Cit Lestari, 2002) bounding attachment
adalah sebuah peningkatan hubungan kasih sayang dengan keterikatan bathin
antara orang tua dan bayinya
Menurut Perry (2004), adapun tahap – tahap bounding attachment yaitu sebagai
berikut:
a. Perkenalan, dengan melakukan kontak mata, menyentuh, berbicara, dan
mengeksplorasi segera setelah mengenal bayinya.
b. Bounding (keterikatan)

c. Attachment, perasaan saying yang mengikat individu dengan individu lainnya.


6. Etiologi
Menurut Manuaba (2002) indikasi ibu dilakukan sectio caesarea adalah ruptur uteri
iminen, perdarahan antepartum, ketuban pecah dini. Sedangkan indikasi dari janin
adalah fetal distres dan janin besar melebihi 4.000 gram> Dari beberapa faktor sectio
caesarea diatas dapat diuraikan beberapa penyebab sectio sebagai berikut :

a. CPD (Chepalo Pelvik Dispropotion) adalah ukuran lingkar panggul ibu tidak
sesuai dengan ukuran kepala janin yang dapat menyebabkan ibu tidak dapat
melahirkan secara normal. Tulang-tulang panggul merupakan susunan
beberapa tulang yang membentuk rongga panggul yang merupakan jalan
yang harus dilalau oleh janin ketika akan lahir secara normal. Bentuk panggul
yang menunjukkan kelainan atau panggul patologis juga dapat menyebabkan
kesulitan dalam proses persalinan normal sehingga harus dilakukan tindakan
operasi. Keadaan patologis tersebut menyebabkan bentuk rongga panggul menjadi
asimetris dan ukuran-ukuran bidang panggul menjadi abnormal.

b. PEB (Pre-Eklamasi Berat) adalah kesatuan penyakit yang langsung


disebabkan oleh kehamilan, sebab terjadinya masih belum jelas. Setelah
perdarahan dan infeksi, pre- eklamsi dan eklamsi merupakan penyebab
kematian maternatal dan perinatal paling penting dalam ilmu kebidanan.
Karena itu diagnosa dini amatlah penting, yaitu mampu mengenali dan
mengobati agar tidak berlanjut menjadi eklamsi.
c. KDP ( Ketuban Pecah Dini ) adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat
tanda persalinan dan ditunggu satu jam belum terjadi inpartus. Sebagian
besar ketuban pecah dini adalah hamil aterm di atas 37 minggu.

d. Bayi kembar, tak selamanya bayi kembar dilahirkan secara sectio caesarea.
Hal ini karena kelahiran kembar memiliki resiko terjadi komplikasi yang
lebih tinggi daripada kelahiran satu bayi. Selain itu, bayi kembar pun dapat
mengalami sungsang atau salah letak lintang sehingga sulit untuk
dilahirkan secara normal.

e. Faktor hambatan jalan lahir, adanya gangguan pada jalan lahir, misalnya
jalan lahir yang tidak memungkinkan adanya pembukaan, adanya tumor
dan kelainan bawaan pada jalan lahir, tali pusat pendek dan ibu sulit
bernafas.
1. Kelainan letak janin Kelainan pada letak kepala

a) Letak kepala tengadah, bagian terbawah adalah puncak kepala,


pada pemerikasaan dalam teraba UUB yang paling rendah.
Etiologinya kelainan panggul, kepala bentuknya bundar, anaknya
kecil atau mati, kerusakan dasar panggul.

b) Presentasi muka, letak kepala tengadah (defleksi), sehingga bagian


kepala yang terletak paling rendah ialah muka. Hal ini jarang
terjadi, kira-kira 0,27-0,5 %.

c) Presentasi dahi, posisi kepala antara fleksi dan defleksi, dahi berada
pada posisi terendah dan tetap paling depan. Pada penempatan
dagu, biasnya dengan sendirinya akan berubah menjadi letak muka
atau letak belakang kepala.

2. Letak sungsang merupakan keadaan dimana janin terletak memanjang


dengan kepala difundus uteri dan bokong berada di bagian bawah
kavum uteri. Dikenal beberapa jenis letak sungsang, yakni presentasi
bokong, presentasi bokong kaki sempurna, presentasi bokong tidak
sempurna dan presentasi kaki.
7. Involusi
Menurut Manuba Ida (2009) dan Sarwono (2002), involusi terbagi atas 2 bagian
yaitu :

a. Pengertian involusi uteri

Involusi uteri adalah pengecilan yang normal dari suatu organ setelah
organ tersebut memenuhi fungsinya, misalnya pengecilan uterus setelah
melahirkan. Involusi uteri adalah mengecilnya kembali Rahim setelah
persalinan kembali kebentuk asal. Involusi atau pengerutan uterus
merupakan suatu proses dimana uterus kembali ke kondisi sebelum hamil
dengan berat sekitar 60 gram. Proses ini dimulai segera setelah plasenta
lahir akibat kontraksi otot polos uterus.
Involusio Tinggi fundus uteri Berat uterus

Bayi lahir Setinggi pusat 1000 gram


Uri lahir 2 jari dibawah pusat 750 gram
1 minggu Pertengahan simpisis – pusat 500 gram
2 minggu Tidak teraba diatas simpisis 350 gram
6 minggu Bertambah kecil 50 gram
8 minggu Sebesar normal 30 gram
b. Proses Involusi Uterus
Ischemi pada miometrium disebut juga lokal ischemia yaitu kekurangan
darah pada uterus. Kekurangan darah ini bukan hanya karena kontraksi
dan retraksi yang cukup lama seperti tersebut diatas tetapi disebabkan oleh
pengurangan aliran darah yang pergi ke uterus di dalam masa hamil,
karena uterus harus membesar menyesuaikan diri dengan pertumbuhan
janin.
Demikianlah dengan adanya hal-hal diatas, uterus akan mengalami
kekurangan darah sehingga jaringan otot-otot uterus mengalami otropi
kembali kepada ukuran semula. Setelah bayi dilahirkan, uterus yang
selama persalinan mengalami kontraksi dan retraksi akan menjadi keras
sehingga dapat menutup pembuluh darah besar yang bermuara pada bekas
implantasi plasenta. (Sarwono, 2002).
Waktu Bobot uterus Diameter uterus Palpasi uterus
Pada akhir 900 gram 12,5 cm Lembut / lunak
persalinan
Akhir minggu ke - 1 450 gram 7,5 cm 2 cm
Akhir minggu ke -2 200 gram 5,0 cm 1 cm
Akhir minggu ke - 6 60 gram 2,5 cm Menyempit

8. Lochea
Lochea adalah nama yang diberikan pada pengeluaran cairan dari uterus
yang terlepas melalui vagina selama masa nifas. Dengan adanya involusi
uterus, maka lapisan luar dari desidua yang mengelilingi situs plasenta akan
menjadi necrotic (layu/mati). Desidua yang mati akan keluar bersama dengan
sisa cairan. Campuran antara darah dan desidua tersebut dinamakan lokia,
yang biasanya berwarna merah muda atau putih pucat (Varney, 2004:253).
Menurut Rustam Mochtar (1998) pengeluaran lochia dapat dibagi berdasarkan
jumlah dan warna sebagai berikut :
1. Lokia rubra berisi darah segar dan sisa-sisa selaput ketuban, sel-sel
desidua, verniks kaseosa. Lanugo dan mekoneum selama 2 hari pasca
persalinan.
2. Lokia sanguinolenta berwarna merah kuning berisi darah dan lendir, hari
ke 3-7 pasca persalinan.
3. Lokia serosa berwarna kuning, cairan tidak berdarah lagi, pada hari ke
7-14 pasca persalinan.
4. Lokia alba cairan putih, setelah 2 minggu.
5. Lokia purulenta terjadi infeksi, keluar cairan seperti nanah berbau busuk.
6. Lokia astastis lokia tidak lancar keluarnya.

9. Laktasi
Laktasi dapat diartikan dengan pembentukan dan pengeluaran air susu ibu
(ASI), yang merupakan makanan pokok terbaik bagi bayi yang bersifat
alamiah. Bagi setiap ibu yang melahirkan akan tesedia makanan bagi bayinya,
dan bagi si anak akan merasa puas dalam pelukan ibunya, merasa aman,
tenteram, hangat akan kasih sayang ibunya. Hal ini merupakan faktor yang
penting bagi perkembangan anak selanjutnya. Produksi ASI masih sangat
dipengaruhi oleh faktor kejiwaan, ibu yang selalu dalam keadaan tertekan,
sedih, kurang percaya diri dan berbagai ketegangan emosional akan
menurunkan volume ASI bahkan tidak terjadi produksi ASI. Ibu yang sedang
menyusui juga jangan terlalu banyak dibebani urusan pekerjaan rumah tangga,
urusan kantor dan lainnya karena hal ini juga dapat mempengaruhi produksi
ASI. Untuk memproduksi ASI yang baik harus dalam keadaan tenang.
Menurut Varney ( 2004), ada 2 reflek yang sangat dipengaruhi oleh keadaan jiwa
ibu, yaitu:
a. Refleks Prolaktin
Pada waktu bayi menghisap payudara ibu, ibu menerima rangsangan
neurohormonal pada putting dan areola, rangsangan ini melalui nervus
vagus diteruskan ke hypophysa lalu ke lobus anterior, lobus anterior akan
mengeluarkan hormon prolaktin yang masuk melalui peredaran darah
sampai pada kelenjarkelenjar pembuat ASI dan merangsang untuk
memproduksi ASI.
b. Refleks Let Down
Refleks ini mengakibatkan memancarnya ASI keluar, isapan bayi akan
merangsang putting susu dan areola yang dikirim lobus posterior melalui
nervus vagus, dari glandula pituitary posterior dikeluarkan hormon
oxytosin ke dalam peredaran darah yang menyebabkan adanya kontraksi
otot-otot myoepitel dari saluran air susu, karena adanya kontraksi ini maka
ASI akan terperas ke arah ampula.
10. Manifestasi Klinik
manifestasi klinis terbagi atas 4 bagian yaitu :
a. Pusing
b. Mual muntah
c. Nyeri sekitar luka operasi
d. Peristaltic usus menurun

11. Patofisiologis
Sectio caesarea merupakan tindakan untuk melahirkan bayi dengan berat di
atas 500 gram dengan sayatan pada dinding uterus yang masih utuh. Indikasi
dilakukan tindakan sc yaitu distorsi kepala panggul, disfungsi uterus, distorsia
jaringan lunak, placenta previa dll, untuk ibu. Sedangkan untuk janin adalah
gawat janin. Janin besar dan janin lintang setelah dilakukan SC ibu akan
mengalami adaptasi post partum baik aspek kognitif berupa kurang
pengetahuan. Akibat kurang informasi dari aspek fisiologis yaitu produk
oxitosin yang tidak adekuat akan mengakibatkan ASI yang keluar hanya
sedikit, luka dari insisi akan menjadi post de entris bagi kuman. Oleh karena
itu perlu diberikan antibiotik dan perawatan luka dengan prinsip steril. Nyeri
adalah salah satu utama karena insisi yang mengakibatkan gangguan rasa
nyaman.

Sebelum dilakukan operasi pasien perlu dilakukan anestesi bisa bersifat


regional dan umum. Namun anestesi umum lebih banyak pengaruhnya
terhadap janin maupun ibu anestesi janin sehingga kadang-kadang bayi lahir
dalam keadaan upnou yang tidak dapat diatasi dengan mudah. Akibatnya janin
bisa mati, sedangkan pengaruhnya anestesi bagi ibu sendiri yaitu terhadap
tonus uteri berupa atonia uteri sehingga darah banyak yang keluar. Untuk
pengaruh terhadap nafas yaitu jalan nafas yang tidak efektif akibat sekret yang
berlebihan karena kerja otot nafas silia yang menutup. Anastesi ini juga
mempengaruhi saluran pencarnaan dengan menurunkan mobilitas usus.
Seperti yang telah diketahui setelah makanan masuk lambung akan terjadi
proses penghancur dengan bantuan peristaltik usus. Kemudian diserap untuk
metabolisme sehingga tubuh memperoleh energi. Akibat dari mortilitas yang
menurun maka peristaltik juga menurun. Makanan yang ada di lambung akan
menumpung dan karena reflek untuk batuk juga menurun. Maka pasien
sengat motilitas yang menurun juga berakibat pada perubahan pola
eliminasi yaitu konstipasi.
6. Pathway

Penyebab : pinggul sempit,


Ketuban pecah dini, preeklamsi berat Sectio Caesarea
Kelainan letak janin, bayi kembar,
Kelainan sungsang.

Payudara bengkak Post antenatal/ Terputusnya Luka terbuka


Masa nifas inkontinyuitas
Jaringan di perut

Kurang proteksi
Tidak rawat gabung
Involusi uterus
Sensitifitas
Saraf sensori Invasi bakteri
Menyusui tidak efektif
Terdapat kontraksi
D.0029
Uterus(mules-mules)
Respon otak Risiko Infeksi
D.0142
Respon otak
Meringis

Ketidaknyamanan
Pasca partum Nyeri akut
D.0075 D.0077

B. Konsep Asuhan Keperawatan Post partum dengan Sectio Caesarea


1. Pengkajian

Pada pengkajian klien dengan sectio caesarea, data yang ditemukan meliputi
distres janin, kegagalan untuk melanjutkan persalinan, malposisi janin, prolaps tali
pusat, abrupsio plasenta dan plasenta previa.

a. Identitas atau biodata klien

Meliputi : nama, umur, agama, jenis kelamin, alamat, suku bangsa, pekerjaan,
pendidikan, tanggal masuk rumah sakit, nomor registrasi, dan diagnosa
keperawatan.

b. Keluhan utama

Keluhan yang dirasakan klien pada saat ini dikumpulkan untuk menentukan
prioritas intervensi keperawatan, keluhan utama pada post operasi SC biasanya
adalah nyeri dibagian abdomen, pusing dan sakit pinggang.
2. Riwayat kesehatan

a. Riwayat kesehatan sekarang

Riwayat pada saat sebelum inpartus di dapatkan cairan yang keluar


pervaginan secara spontan kemudian tidak di ikuti tanda-tanda persalinan.

b. Riwayat Kelahiran

Didapatkan data klien pernah riwayat SC sebelumnya, panggul sempit, serta


letak bayi sungsang. Meliputi penyakit yang lain dapat juga mempengaruhi
penyakit sekarang.

c. Riwayat penyakit Dahulu

Didapatkan data klien pernah menderita menyakit sebelumnya, riwayat


dirawat di RS, riwayat pengobatan yang sedang di jalani.

d. Riwayat kesehatan keluarga


Adakah penyakit turunan dalam keluarga seperti jantung, HT, TBC, DM,
penyakit kelamin, abortus yang mungkin penyakit tersebut diturunkan
kepada klien.

3. Pemeriksaan fisik

1. Kepala

a. Rambut

Bagaimana bentuk kepala, warna rambut, kebersihan rambut, dan


apakah ada benjolan.

b. Mata

Terkadang adanya pembengkakan pada kelopak mata,


konjungtiva, dan kadang-kadang keadaan selaput mata pucat
(anemia) karena proses persalinan yang mengalami perdarahan,
sclera kuning.

c. Telinga

Biasanya bentuk telinga simetris atau tidak, bagaimana


kebersihannya, adakah cairan yang keluar dari telinga. Adanya
polip atau tidak dan apabila pada post partum kadang- kadang
ditemukan pernapasan cuping hidung.
a. Mulut dan gigi

Mulut bersih / kotor, mukosa bibir kering / lembab.

2. Leher

Saat dipalpasi ditemukan ada / tidak pembesaran kelenjar tiroid,


karna adanya proses penerangan yang salah.

3. Thorak

a. Payudara

Simetris kiri dan kanan, tidak ada kelainan pada payudara, areola
hitam kecoklatan, putting susu menonjol, air susu lancer dan
banyak keluar.

b. Paru-paru
I : Simetris / tidak kiri dan kanan, ada / tidak terlihat
pembengkakan.
P : Ada / tidak nyeri tekan, ada / tidak teraba massa
P : Redup / sonor
A : Suara nafas Vesikuler / ronkhi / wheezing

c. Jantung
I : Ictus cordis teraba / tidak P
: Ictus cordis teraba / tidak P :
Redup / tympani
A : Bunyi jantung lup dup

4. Abdomen
I : Terdapat luka jahitan post op ditutupi verban, adanya strie
gravidarum
P : Nyeri tekan pada luka,konsistensi uterus lembek / keras
P : Redup
A : Bising usus

5. Genetalia
Pengeluaran darah bercampur lender, pengeluaran air ketuban, bila
terdapat pengeluaran mekomium yaitu feses yang dibentuk anak
dalam kandungan menandakan adanya kelainan letak anak.
6. Eksremitas
Pemeriksaan odema untuk melihat kelainan-kelainan karena
membesarkan uterus, karena pre eklamsia atau karena penyakit
jantung atau ginjal.
7. Tanda-tanda vital
Apabila terjadi perdarahan pada post partum tekana darah turun, nadi
cepat, pernafasan meningkat, suhu tubuh turun.
4. Pemeriksaan Penunjang
a. Elektroensefalogram (EEG)
Untuk membantu menetapkan jenis dan fokus dari kejang.
b. Pemindaian CT
Untuk mendeteksi perbedaan kerapatan jaringan.
c. Magneti Resonance Imaging (MRI)
Menghasilkan bayangan dengan menggunakan lapangan magnetik dan
gelombang radio, berguna untuk memperlihatkan daerah-daerah otak
yang tidak jelas terlihat bila menggunakan pemindaian CT.

d. Uji laboratorium
1. Fungsi lumbal : menganalisis cairan serebrovaskuler
2. Hitung darah lengkap : mengevaluasi trombosit dan hematokrit
3. Panel elektrolit
4. Skrining toksik dari serum dan urin
5. AGD
6. Kadar kalsium darah
7. Kadar natrium darah
8. Kadar magnesium darah
5. Analisa Data
No Data Etiologi Masalah
Keperawatan
1. Data Mayor Sectio Caesarea Nyeri akut
DS: D.0077
Mengeluh nyeri Terputusnya
DO: jaringan
Tampak meringis
Bersikap Protektik
Gelisah
Frekuensi nadi meningkat Sensitifitas ujung
Sulit tidur saraf nyeri

Data Minor Respon otak


DS: (Tidak ada)
DO: Meringis
1. TD meningkat
2. Pola nafas berubah Nyeri akut
3. Nafsu makan berubah
4. Proses berfikir
terganggu
5. Menarik diri
6. Berfokus pada diri
sendiri
7. Diaforesis

2. Data Mayor Ketidak


DS: Pasca Partum nyamanan
Mengeluh tidak nyaman pasca partum
DO: Involusi Uterus D.0075
Tampak meringis
1. Terdapat kontraksi Terdapat kontaksi
uterus uterus
2. Payudara bengkak
Respon otak
Data Minor
DS: tidak ada Meringis
DO:
1. TD meningkat Ketidak
2. Frekuensi nadi nyamanan pasca
meningkat partum
3. Berkeringan berlebih
4. Menangis/merintih
5. Hemoroid
3. Data Mayor Pasca Partum Menyusui
DS: tidak efektif
1. Kelelahan maternal Peningkatan D.0029
2. kecemasan maternal hormon prolaktin
DO: dan oksitoksin
Bayi tidak mampu melekat
pada payudara ibu tidak rawat
ASI tidak menetes/memancar gabung

payudara
bengkak dan
keras

Menyusui Tidak
Efektif
4. Faktor risiko Sectio Caesarea Risiko infeksi
DS:
Pasien mengatakan nyeri Terputusnya
pada luka operasi jaringan

DO:
Terdapat luka operasi tertutup Terdapat lupa
perban operasi

Risiko Infeksi

6. Diagnosa Keperawatan
1) Nyeri akut berhubungan dengan agen pencidera fisik ditandai dengan
tampak meringis
2) Ketidaknyamanan pasca partum berhubungan dengan Involusi uterus
ditandai dengan terdapat kontraksi uterus (mules – mules)
3) Menyusui Tidak Efektif berhubungan dengan payudara bengkak ditandai
dengan ASI tidak menetes
4) Risiko Infeksi berhubungan dengan efek prosedur invasif
7. Intervensi Keperawatan
Diagnosa Tujuan dan Kriteria hasil Intervensi Keperawatan
Keperawatan (SDKI) (SLKI) (SIKI)
Nyeri akut berhubungan dengan
Setelah dikakukan tindakan
Manajemen Nyeri
agen pencidera fisik keperawatan 1x24 jam diharapkan
Observasi :
ditandai dengan tampak Tingkat nyeri menurun.  Identifikasi lokasi, karakteristik, frekuensi,
meringis intensitas nyeri
Kriteria Hasil :  Identifikasi skala nyeri
 Keluhan nyeri menurun (5)  Identifikasi factor penyebab nyeri
 Tampak meringis menurun  Monitor efek samping penggunaan analgetik
(5)
 Sikap protektif menurun (5)
Terapeutik :
 Berikan teknik nonfarmakologis (tarik nafas
dalam, kompre hangat atau dingin)
 Kontrok lingkungan yang memperberat rasa
nyeri (suhu, pencahayaan, kebisingan)
 Fasilitas istirahat dan tidur

Edukasi :
 Jelaskan penyebab dan pemicu nyeri
 Jelaskan strategi pereda nyeri
 Anjurkan monitor nyeri secara mandiri
 Anjurkan teknik nonfarkamkologis untuk
mengurangi nyeri

Kolaborasi :
 Kolaborasi pemberian analgetik (jika perlu)
No Diagnosa Tujuan dan Kriteria hasil
Intervensi Keperawatan
Keperawatan (SDKI) (SLKI)
(SIKI)
2 Ketidaknyamanan pasca partum Setelah dikakukan
tindakan
Perawatan Pasca Seksio Sesarea
berhubungan dengan keperawatan 2x24 jam diharapkan
Observasi :
Involusi uterus ditandai Tingkat kenyamanan meningkat.
dengan terdapat kontraksi  Identifikasi riwayat kehamilan dan persalinan
uterus (mules – mules) Kriteria Hasil :
 Monitor tanda – tanda vital ibu
 Keluhan tidak nyaman
menurun  Monitor respon fisiologis (nyeri, perubahan
uterus, kepatenan jalan napas, dan lokea)
 kontraksi uterus menurun
 Payudara bengkak menurun  Monitor kondisi luka dan balutan

Terapeutik :
 Diskusikan perasaan, pertanyaan dan perhatian
pasien terkait pembedahan
 Berikan dukungan menyusui yang memadai, jika
dimungkinkan

Edukasi :
 Informasikan pada ibu dan keluarga tentang
kondisi ibu dan bayi
 Anjurkan latihan ekstremitas, perubahan posisi,
batuk dan napas dalam
 Anjurkan ibu cara menyusui, jika memungkinkan
 Anjurkan ibu mengkonsumsi nutrisi TKTP
Diagnosa Tujuan dan Kriteria hasil Intervensi Keperawatan
Keperawatan (SDKI) (SLKI) (SIKI)
Menyusui Tidak Efektif
Setelah dikakukan tindakan
Edukasi Menyusui I.12393
berhubungan dengan keperawatan 3x24 jam diharapkan
Observasi :
payudara bengkak ditandai status menyusui meningkat:  Edukasi kesiapan dan kemampuan menerima
dengan ASI tidak menetes informasi
Kriteria Hasil :  Identifikasi tujuan dan keinginan menyusui
 Tetesan/pancaran asi
meningkat Terapeutik :
 Sumpai ASI adekuat  Berikan konseling menyusui
meningkat  Jelaskan manfaat menyusui bagi ibu dan bayi
 Kelelahan maternal menurun  Ajarkan 4 posisi munyusui dan peletakan (latch
 Kecemasan maternal menurun on) dengan benar
 Ajarkan perawatan payudara antepartum dengan
mengkompres dengan kapas yang telah diberikan
minyak kelapa
 Ajarkan perawatan payudara postpartum
(memerah ASI, pijat payudara, pijat oksitoksin)

Edukasi :
 Sediakan materi dan media pendidikan kesehatan
 Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai
kesepakatan
 Berikan kesempatan untuk bertanya
 Dukung ibu meningkatkan kepercayaan diri
dalam menyusui
 Libatkan sistem pendukung : suami, keluarga,
tenaga kesehatan dan masyarakat

Resiko infeksi berhubungan dengan kerusakan


Setelah melakukan tindakan
Perawatan Luka I.14564
integritas kulit. keperawatan 3x 24 Observasi:
jam
diharapkan Tingkat infeksi  Monitor karakteristik luka (drainase, warna,
menurun. ukuran, bau)
 Monitor tanda- tanda infeksi

 Kebersihan tangan meningkat


Terapeutik :
 Kebersihan badan meningkat
 Nyeri menurun  Lepaskan balutan dan plaster secara perlahan

 Cukur rambut di sekitar daerah luka, jika perlu


 Bersihkan dengan cairan NaCl atau pembersih
nontoksik, sesuai kebutuhan

 Bersihkan jaringan nektorik

 Berikan salep yang sesuai ke kulit/lesi, jika


perlu

 Pasang balutan sesuai jenis luka

 Pertahankan teknik steril saat melakukan


perawatan luka

 Ganti balutan sesuai jumlah eksudat dan


darainase

 Jadalwkan perubahan posisi setiap 2 jam atau


sesuai kondisi pasien

 Berikan diet dengan kalori 30-35


kkal/kgBB/hari dan protein 1,25 –
1,5g/kgBB/hari

 Berikan suplemen vitamin dan mineral (VIT


A, Vit C, Zinc, asam amino) sesuai indikasi

Edukasi:

 Jelakan tanda gejala infeksi

 Anjurkan mengkonsumsi makanan tinggi


kalori dan protein

 Ajarkan prosedur perawatan luka secara


mandiri

Kolaborasi:

 Kolaborasi pemberian antibiotik, jika


perlu
8. Implementasi

Setelah rencana keperawatan disusun langkah selanjutnya adalah dalam


menetapkan tindakan keperawatan. Tindakan ini dapat dilakukan secara mandiri
atau kerjasama dengan tim kesehatan lainnya (Hidayat, 2004).
9. Evaluasi
Evaluasi adalah untuk penilaian yang dilakukan untuk mengetahui keberhasilan
tujuan. Jika kriteria yang ditetapkan belum tercapai maka tugas perawat
selanjutnya adalah melakukan pengkajian kembali (Hidayat, 2004).
BAB III
LAPORAN KASUS

A. Pengkajian
1. Identitas
a. Identitas Pasien
Nama : Ny. Y
Umur : 23 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Agama : Islam
Suku / Bangsa : Sunda / Indonesia
Status Pernikahan : Menikah
Alamat : Cikatomas, Kabupaten Tasikmalaya
Diagnosa Medis : P1A1 dengan inpartu letak muka
Tanggal Pengkajian : 30 Januari 2023

b. Identitas Penanggung Jawab


Nama : Tn. Y
Umur : 28 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Wiraswasta
Agama : Islam
Hubungan Dengan Pasien : Suami

2. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat Kesehatan Saat Ini
Nyeri

b. Riwayat Kesehatan Dahulu


Pasien datang ke ponek obgyn di antar bersama keluarganya pada tanggal 30
Januari 2023 pukul 08.00, pasien mengatakan dari puskesmas cikatomas dirujuk ke
rumah sakit karena belum ada kontraksi dan saat dilakukan pemeriksaan USG di
klinik didapatkan ke abnormalan pada letak muka. Pada saat dilakukan pengkajian
pada tanggal 30 Januari 2023 pukul 09.15 WIB pasien mengatakan nyeri pada luka
bekas operasi, nyeri dirasakan seperti di sayat-sayat dengan skala nyeri 7 (1-10),
nyeri akan bertambah jika badan di gerakan dan nyeri mereda jika badan di
istirahatkan. Pasien mengeluh mules seperti sedang haid keluar darah nifas ± 200
cc sejak pukul 21.00 tanggal 21 Januari 2023. Payudara teraba bengkak dan keras,
ASI keluar sedikit, pasien mengatakan belum dipompa dan bayi dirawat di pompa
terpisah.

c. Riwayat Penyakit Dahulu


Pada saat dilakukan pengkajian tanggal 30 Januari 2023 pasien mengatakan tidak
mempunyai riwayat penyakit menular, pasien mengatakan pernah di rawat karena
keguguran pada tahun 2021.

d. Riwayat Penyakit Keluarga


Pada saat dilakukan pengkajian tanggal 30 Januari 2023 keluarga pasien
mengatakan dari seluruh anggota keluarga tidak ada yang mempunyai penyakit
keturunan seperti hipertensi, diabetes mellitus, jantung, dan penyakit lainnya.

e. Riwayat Menstruasi
Umur Menarche : 15 Tahun
Siklus Haid : 28 Hari
Lama Haid : 6 Hari
Jumlah Darah Haid : 3 kali ganti pembalut
Keluhan Saat Haid : Tidak Ada

f. Riwayat Perkawinan
Menikah Pada Usia : 20 Tahun
Usia Perkawinan : 2 Tahun
Pernikahan Ke- :1

g. Riwayat Kehamilan
Status Obstetri : P1A1 (41 Minggu)
HPHT : Lupa
HPL : 9 Januari 2023
Tempat ANC : Puskesmas Cikapomas
Keluhan Saat Hamil : Trimester 1 : mual, muntah sesekali
Trimester 2 : Tidak Ada Keluhan
Trimester 3 : Sering BAK, sulit tidur dan pinggang terasa sakit
h. Riwayat Kehamilan lalu :
Riwayat abortus pada usia kandungan 2 bulan pada tahun 2021

3. Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum : Sakit Sedang
Kesadaran : Compos Mentis (E4,M5,V6)
Tanda-Tanda Vital : TD : 120/70 mmHg R : 22 x/Menit
P : 108 x/Menit S : 36,20C

4. Pemeriksaan Fisik Persistem


a. Sistem Pernafasan
- Inspeksi : Bentuk dada simetris, tidak ada cuping hidung, tidak ada
retraksi dinding dada
- Auskultasi : Suara nafas vesikuler, tidak ada suara nafas tambahan
- Palpasi : Tidak ada nyeri tekan
- Perkusi : Suara perkusi thorax sonor
b. Sistem Kardiovaskuler
- Inspeksi : CTR <2 detik
- Auskultasi : Bunyi jantung lup-dup, reguler, tidak ada krepitasi
- Palpasi : Tidak ada nyeri tekan
c. Sistem Gastrointestinal
- Inspeksi : Perut tampak kembung
- Auskultasi : Bising usus (+) 8 x/menit
- Palpasi : Perut kembung, teraba tidak keras
- Perkusi : Perut kembung
d. Sistem Urinaria
- Inspeksi : Perut kembung, terisi urin
- Auskultasi : -
- Palpasi : Nyeri tekan tidak ada
- Perkusi : Saat dilakukan perkusi terdapat kembung (+)
e. Sistem Reproduksi
- Payudara : terdapat ASI keluar sedikit, payudara bengkak, terdapat
pembesaran kelenjar susu
- Abdomen : TFU 1 jari dibawah pusar
- Vagina : Kemerahan, keluar darah nifas ± 100 cc, lochea rubra
f. Sistem Pengindraan
- Penglihatan : Tidak rabun jauh atau dekat
- Pendengaran : Tidak ada kelainan pendengaran
- Penecapan : Tidak ada kelainan pengecapan
- Penciuman : Tidak ada kelainan penciuman
g. Sistem Muskuloskeletal dan Integumen
- Inspeksi : Pergerakan terbatas karena efek pasca operasi, tidak ada edema
pada ekstermitas
- Palpasi : Homan sign, varises
h. Sistem Neurologi
Kekuatan otot :
5 5
5 5
5. Perubahan Psikologis
Fase taking-in : Tergantung pada keluarga atau orang lain, pasien lebih sering
menceritakan kejadian saat melahirkan/SC, kebutuhan tidur dan makan meningkat

6. Pemeriksaan Penunjang

Jenis Pemeriksaan 29-Jan-23 30-Jan-23


Hemoglobin 11,6 g/dl 12,1 g/dl
Hematokrit 34,00% 36,00%
Leukosit 20.500 /3 20.100 /mm3
Trombosit 181.000 /3 187.000 /mm3
Perdarahan 2,00
Pembekuan 4,00

7. Analisa Data

No. Data Etiologi Masalah


Keperawatan
DS : Nyeri akut
Pasien mengatakan nyeri
DO : Inkontinuitas Jaringan
- Pasien tampak
Sensitifitas ujung saraf
meringis dengan
skala 7 (1-10)
- TD : Respon otak
120/70
mmHg
- Meringis
P : 110 x/Menit
- R : 20 x/menit
- S : 36,20C Nyeri Akut
DS : - Pasca partum Ketidaknyamanan
DO : Pasca Partum
- Tampak Involusi uteri
meringis
- Mules Terdapat
seperti kontraksi

sedang haid uterus

- TD 120/70
mmHg Tidakefektifan pasca

- Nadi 110 parttum


x/Menit
DS : Pasca partum Menyusui Tidak Efektif
Payudara bengkak
DO : Peningkatan hormon
ASI tidak efektif prolaktin &
oksitosin

Bayi tidak rawat gabung

ASI tidak keluar

Payudara bengkak

Menyusui tidak efektif


DS : Risiko Infeksi
Pasien mengatakan nyeri
pada luka Terputusnya jaringan
post
operasi
DO : Terdapat luka operasi

Terdapat luka post operasi tertutup perban


tertutup perban
Risiko infeksi

8. Masalah Keperawatan
1) Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik ditandai dengan tampak
meringis
2) Ketidak nyamanan pasca partum berhubungan dengan invasi uterus ditandai
dengan kontraksi uterus (mules)
3) Menyusui tidak efektif berhubungan dengan payudara bengkak ditandai dengan
ASI tidak memancar
4) Risiko infeksi berhubungan dengan efek prosedur invasif

9. Intervensi Keperawatan

N Dx Tujuan dan kriteria hasil Intervensi Keperawatan


o Keperawata (SLKI) (SIKI)
n (SDKI)
1 Nyeri akut Setelah dilakukan Manajemen nyeri
berhubunga tindakan keperawatan Observasi :
n dengan selama 1x24 jam 1) Identifikasi
agen diharapkan tingkat nyeri lokasi,
pencederaa menurun dengan kriteria karakteristik,
n fisik d.d hasil : frekuensi
tampak - Keluhan nyeri intensitas nyeri
meringis menurun 2) Identifikasi
- Tampak meringis skala nyeri
menurun 3) Identifikasi
faktor skala
nyeri
4) Monitor efek
samping
penggunaan
analgetik
Terapetik :
1) Berikan Teknik
non farmakologi
(Teknik nafas
dalam)
2) Control
lingkungan yang
memperberat
nyeri(suhu,
cahaya, suara)
3) Fasilitasi
istirahat dan
tidur
Edukasi :
1) Jelaskan
penyebab dan
pemicu nyeri
2) Jelaskan strategi
Pereda nyeri
3) Anjurkan
monitor nyeri
secara mandiri
4) Anjurkan
Teknik non
farmakologi
untuk
mengurangi
nyeri
Kolaborasi :
1) Pemberian
analgetik
(jikaperlu)
2 Ketidak Setelah dilakukan Perawatan pasca sc
nyemana tindakan keperawatan Observasi :
pasca selama 2x24 jam 1) Identifikasi
partum diharapkan tingkat riwayat
berhubunga kenyamanan meningkat kehamilan dan
n dengan dengan kriteria hasil : persalinan
involusi - Keluhan tidak 2) Monitor TTV
uterus d.d 3) Monitor respon
terdapat nyaman menurun fisiologis
kontraksi - Kontraksi uterus 4) Monitor kondisi
uterus menurun luka dan balutan
(mules- - Payudara bengkak Terapetik :
mules) menurun 1) Diskusikan
perasaan,
pertanyaan dan
perhatian pasien
terkait
pembedahan
2) Berikan
dukungan
menyusui yang
memadai jika
dimungkinkan
Edukasi :
1) Informasikan
kepada ibu dan
keluarga tentang
kondisi ibu dan
bayi
2) Anjurkan latihan
ekstermitas,peru
bahan posisi,
bentuk dan nafas
dalam
3) Anjurkan ibu
cara menyusui
4) Anjurkan ibu
mengkonsumsi
nutrisi TKTP
3 Menyusui Setelah dilakukan Edukasi menyusui
tidak efektif tindakan keperawatan Observasi :
derhubunga 3x24 jam diharapkan 1) Edukasi
n dengan status menyusui kesiapan dan
bengkak d.d meningkat dengan kriteria kemampuan
ASI tidak hasil : menerima
menetes - Tetesan/pancaran informasi
ASI meningkat 2) Identifikasi
- Suplai ASI tujuan dan
adekuat keinginan
menyusui
Terapetik :
1) Berikan
konseling
menyusui
2) Jelaskan
manfaat
menyusui bagi
ibu dan bayi
3) Ajarkan 4 posisi
menyusui dan
peletakan (latch
on) dengan
benar
4) Ajarkan
perawatan
payudara
antepartum
dengan kompres
kapas yang
sudah diberikan
minyak kelapa
5) Ajarkan
perawatan
payudara post
partum
(memerah ASI,
pijat payudara,
pijat oksitoksin)
Edukasi :
1) Sediakan materi
dan media
pendidikan
kesehatan
2) Jadwalkan
pendidikan
kesehatan sesuai
kesepakatan
3) Berikan
kesepakatan
untuk bertanya
4) Dukung ibu
meningkatkan
kepercayaan diri
dalam menyusui
5) Libatkan sistem
pendukung
suami, keluarga,
tenaga
kesehatan, dan
masyarakat)
4 Resiko Setelah dilakukan Perawatan luka
infeksi tindakan keperawatan Observasi :
berhubunga selama 3x24 jam 1) Monitor
n dengan diharapkan risiko infeksi karakteristik
kerusakan menurun dengan kriteria luka
integritas hasil : 2) Monitor tanda-
kulit - Kebersihan badan tanda infeksi
meningkat Terapetik :
- Kebersihan tangan 1) Lepaskan
meningkat balutan dan
- Nyeri menurun flaster secara
perlahan
2) Cukur rambut
disekitar darah
luka
3) Bersihkan
jaringan
nekrotik
4) Berikan salep
yang sesuai kulit
5) Pasang balutan
sesuai jenis luka
6) Pertahankan
Teknik steril
saat melakukan
perawatan luka
7) Ganti balutan
sesuai jumlah
eksudat dan
drenase
8) Jadwalkan
perubahan posisi
setiap 2 jam atau
atau kondisi
pasien
9) Berikan diet
dengan kalori
30-35
kkal/kgBB/hari
dan protein
1.25-1,59/kgBB/
hari
10) Berikan
suplemen
vitamin dan
mineral (Vit A,
Vit C, Zinc,
asam amnion)
sesuai indikasi
Edukasi :
1) Jelaskan tanda
dan gejala
infeksi
2) Anjurkan
mengkonsumsi
makanan tinggi
kalori dan
protein
3) Anjurkan
perawatan luka
secara mendiri
Kolaborasi :
1) Pemberian
antibiotic jika
perlu

10. Implementasi Keperawatan

N Tang Implementasi Tanggal/ Evaluasi


o gal/ Jam
Dx Jam
1 31/1- 1) Mengidentifikasi 14.00 S : Pasien Mengatakan
2023 lokasi, karakter WIB nyeri berkurang
frekuensi dan O:
09.15 intensitas nyeri. - Pasien tampak meringis
WIB Hasil : - Skala nyeri 5
Pasien mengatakan nyeri - TD: 110/85mmHg
pada lokasi post op sc RR: 23x/m
nyeri dirasakan P: 108x/m
seperti disayat. S: 37,8 C
2) Mengidentifikasi A : Masalah belum
skala nyeri teratasi
Hasil : P : Intervensi diteruskan

10.20Pasien mengatakan skala a. Memberikan Teknik

WIB nyeri 7 (1-10) Berat. nonfarmakologi


3) Memberikan teknik b. Identifikasi skala
nonfarmakologi nyeri
(terapi relaksasi c. Kontrol lingkungan
dengan aroma terapi yang memperberat
laevender) nyeri
Hasil :
Pasien bersedia melakukan
10.15
terapi relaksasi aroma
WIB
terapi lavender)
4) Menganjurkan teknik
nonfarmakologi untuk
13.00
mengurangi nyeri
WIB
(dengan tarik nafas
dalam)
Hasil :
Pasien bersedia melakukan
teknik nafas dalam
ketika nyeri terasa
5) Mengkolaborasi
pemberian analgetik
Hasil :
Pasien bersedia
6) Memonitor efek
samping analaetik
Hasil :
Tidak ada alergi
2 31/1- 1) Mengidentifkasi 14 : 00 S : Pasien mengatakan
2023 riwayat kehamilan WIB masih muter-muter
dan kelahiran O:
Hasil : - Pasien tampak meringis
09.15Pasien mengatakan pernah - TD 110/85 mmHg
WIB keguguran pada tahun N : 108x/m
2021 dan dikuret RR : 23x/m
2) Memonitor TTV S : 37,8 C
09.20
Hasil : - Keluar darah nifas ±
WIB
TD : 110/85 mmHg S: 250 cc sudah diganti
37,8 C pembalut lochea rubra
N : 108x/m RR : A : Masalah belum teratasi
10.10 23x/m
WIB 3) Memonitor kondisi
luka dan balutan
Hasil :
Luka tertutup perban,
perban terlihat bersih
tidak ada rembes.
4) Memonitor kondisi
fisiologis
10.10
Hasil :
WIB
TFU : 1 Jari dibawah pusar
5) Menganjurkan latihan
eksternitas, perubahan
posisi,bentuk dan
nafas dalam
Hasil :
Pasien bersedia latihan
perubahan posisi
secara bertahap
6) Menganjurkan ibu
cara menyusui
Hasil :
Pasien dapat memahami
cara menyusui
7) Menganjurkan ibu
mengkonsumsi nutrisi
TKTP
Hasil :
Pasien bersedia
mengkonsumsi
makanan tinggi
protein / putih telur,
ikan gabus
3 31/01 1) Memberikan edukasi 14 : 00 S : Pasien mengatakan
- kesiapan dan WIB ASI saat dipopa hanya
2023 kemampuan
menerima informasi sedikit
Hasil : O:
Pasien bersedia - ASI keluar/menetes
mendapatkan - Payudara keras
penkes/menerima menurun
informasi tentang A : Masalah belum
menyusui teratasi
2) Mengidentifikasi P : Interpensi diteruskan
tujuan dan keinginan dan anjurkan perawatan
menyusui payudara
Hasil :
Pasien mengatakan sangat
ingin ASI kepada
anaknya
3) Melakukan perawatan
payudara (pijat
oksitosin dan
brascare)
Hasil:
Pasien bersedia melakukan
perawatan payudara
4 31/01 1) Memonitor karakter 14 : 00 S:-
- luka WIB O: Terdapat luka post op
2023Hasil : sc tertutup perban tidak
Luka ditutup perban dalam ada nanah atau darah
keadaan bersih, tidak rembes
10 :3 ada nanah/darah yang A : Masalah belum
0 rembes teratasi
WIB 2) Menjadwalkan P : Intervensi diteruskan
12 : perubahan posisi a. Monitor karakter
20 setiap 2 jam/sesuai luka
WIB kondisi pasien b. Melakukan
Hasil : perawatan luka
Pasien bersedia dengan c. Berikan diet
perlahan tinggi kalori dan
3) Berikan diet dengan
kalori 30.35 protein 1.25 1,59
kkal/kgBB/hari dan d. Berikan suplemen
12 :3 protein vitamin
0 1.25-1,59/kg/BB/hari e. Perawatan luka
WIB 4) Berikan asupan f. Pemberian
vitamin dan mineral antibiotik
Hasil :
Pasien bersedia diberikan
vit-C 1000 cc/hari
5) Pemberian
antibiotic/kolaborasi

12 :3Hasil :
0 Pasien diberikan ceftriaxone

WIB IV 2x1
6) Menjelaskan tanda
dan gejala infeksi
Hasil :
Pasien dapat memahami
tanda dan gejala
infeksi

11. Catatan perkembangan

N Tanggal Catatan perkembangan


o /jam
Dx
1 01/02/2 S : Pasien mengatakan nyeri saat akan bangun
023 O:
14:00 - Skala nyeri 3
- Meringis saat akan bangun
- TD : 110/70 mmHg
RR : 20x/m
N : 86x/m
- S : 36,2 c
A : Masalah teratasi sebagian
P : Intervensi diteruskan
16:20 I:
a. Memberikan teknik nafas dalam saat akan bangun
Hasil :
Pasien bersedia
b. Memberikan teknik relaksasi (aroma terapi lavender)
E:
- Pasien mengatakan terasa nyaman saat dilakukan terapi
lavender
- Pasien merasa lebih bias mengontrol nyeri dengan Teknik
nafsa dalam ketika akan bangun/miring
2 01/02/2 S : Pasien mengatakan masih merasakan muter muter
023 O:
14:10 - Pasien terlihat lebih tenang
- Wajah meringis berkurang
- Keluar darah nifas ±50 CC
Lochea rubra
- TD: 110/70 mmHg RR: 20x/menit
N: 86x/menit S: 36,2 C

A : Masalah tertasi sebagian


14:30
P : Intervensi diteruskan
I:
a. Monitor kondisi luka
Hasil : luka bersih tertutup perban, tidak ada darah atau nanah
rembes

b. Anjurkan latihan eksternitas


Hasil :
Pasien bersedia dengan perlahan
3 14.10 S: Pasien mengatakan payudaranya bengkak
WIB O:
- Asi keluar sedikit
- Payudara keras
A: Masalah belum teratasi
P: Intervensi diteruskan
I: Melakukan perawatan payudara/brascate
Hasil :
16.00 Pasien bersedia dilakukan brascate
WIB E: Bengkak berkurang setelah brascate
R: Brascate dilakukan 2x sehari pagi dan sore

16.20
WIB
4 01/02/2 S: Pasien mengatakan tidak ada demam/panas, lukanya sudah
023 tidak nyeri
14.00 O:
WIB - Terdapat luka post operasi SC
- Luka terlihat bersih tidak ada rembes
- TD: 110/70mmHg N: 86x/m
RR: 20x/m S: 36,2 C
A: Masalah belum teratasi
P : Intervensi dilakukan
I:
- Memberikan vitamin c 1000mg/hari
Hasil :
Pasien bersedia
- Memberikan terapi antibiotik ceftnaxoni 2x20mg
Hasil:
Pasien bersedia
E:
- Nyeri dirasakan berkurang skala 3
- Luka tidak rembes
R : Perawatan luka
1 02/02/2 S: Pasien mengatakan nyeri berkurang
023 O:
- Skala nyeri I ringan (1-10)
08.00 - Tidak ada meringis
WIB - TD: 105/80 mmHg RR: 21x/menit
N: 90x/menit S: 36,2 C
A: Masalah teratasi
P: Intervensi dihentikan
2 02/02/2 S: Pasien mengatakan mules hilang
023 O:
08.00 - Wajah meringis (-)
WIB - Darah nifas ±20 cc dalam pembalut
Lochea rubra
A: Masalah teratasi
P: Intervensi dihentikan
3 02/02/2 S: Pasien mengatakan payudara bengkak berkurang
023 O:
08.00 - Payudara bengkak keras
WIB - Asi keluar sedikit
A: Masalah belum teratasi
P: Intervensi diteruskan
I: Melakukan perawatan brascate
Hasil :
10.00
Pasien bersedia dilakukan brascate
WIB
E: Asi keluar (dilakukan pemompaan keluar 100cc)

S: Pasien mengatakan Asi keluar (200cc)


O: Bengkak berkurang
A: Masalah teratasi
14.10
P: Intervensi dihentikan
WIB
4 02/02/2
023 S: Pasien mengatakan tidak ada demam
08.00 O: Luka post operasi bersih tidak ada rembes
WIB A: Masalah belum teratasi
P: Intervensi diteruskan
I:
- Perawatan luka
Hasil :
- Luka dibersihkan dengan Nacl
13.00
- Luka dibersihkan dengan supratul
WIB
- Luka tidak ada rembes/darah/nanah
- Luka ditutup perban
E: Luka baik, bersih tidak ada tanda infeksi

S: Pasien mengatakan tidak ada demam, luka operasi bersih


tidak ada rembes
A: Masalah teratasi
14.10 P: Intervensi dihentikan
WIB
BAB V
SIMPULAN

A. SIMPULAN
1. Hasil pengkajian didapat keluhan pasien mengeluh nyeri
2. Diagnostic yang didapat dari hasil pengkajian yaitu Nyeri akut
berhubungan dengan agen pencedera fisik ditandai dengan tampak
meringis, Ketidak nyamanan pasca partum berhubungan dengan invasi
uterus ditandai dengan kontraksi uterus (mules), Menyusui tidak efektif
berhubungan dengan payudara bengkak ditandai dengan ASI tidak
memancar, Risiko infeksi berhubungan dengan efek prosedur invasif
3. Rencana yang dapat dilakukan dalam kasus pots of sc dengan Nyeri akut :
Identifikasi lokasi, karakteristik, frekuensi, Identifikasi skala nyeri
Berikan Teknik non farmakologi (Teknik nafas dalam), Pemberian
analgetik (jikaperlu), Ketidak nyamanan pasca partum Identifikasi
riwayat kehamilan, Monitor TTV, Berikan dukungan menyusui yang
memadai jika dimungkinkan Anjurkan ibu cara menyusui, Menyusui
tidak efektif : identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima informasi,
Identifikasi tujuan dan keinginan menyusui, Ajarkan 4 posisi menyusui
dan peletakan (latch on) dengan benar, Risiko infeksi berhubungan :
Monitor karakteristik luka, Monitor tanda-tanda infeksi Bersihkan
jaringan nekrotik Berikan salep, Jelaskan tanda dan gejala infeksi
Anjurkan mengkonsumsi makanan tinggi kalori dan protein, Pemberian
antibiotic jika perlu
4. Tindakan yang dapat dilakukan dalam kasus pots of sc dengan diagnose
Nyeri akut : Mengidentifikasi (lokasi, karakteristik, frekuensi),
Mengidentifikasi skala nyeri Memberikan teknik non farmakologi (teknik
nafas dalam), Melakukan pemberian analgetik (jika perlu), Ketidak
nyamanan pasca partum : Mengidentifikasi riwayat kehamilan,
Memonitor TTV, Memberikan dukungan menyusui yang memadai jika
dimungkinkan, menganjurkan ibu cara menyusui, Menyusui tidak
efektif : Mengidentifikasi kesiapan dan kemampuan menerima informasi,
Mengidentifikasi tujuan dan keinginan menyusui, Mengajarkan 4 posisi
menyusui dan peletakan (latch on) dengan benar, Risiko infeksi
berhubungan : Memonitor karakteristik luka, Memonitor tanda-tanda
infeksi, Membersihkan jaringan nekrotik, Memberikan salep,
Menjelaskan tanda dan gejala infeksi, Menganjurkan mengkonsumsi
makanan tinggi kalori dan protein, Melakuan pemberian antibiotic (jika
perluk)
5. Hasil dari tindakan yang diberikan kepada pasien selalama 3 hari
didapatkan penurunan skala nyeri dari skala 7 menjadi 1 dari rentang (0-
10), tidak ada mules, pengeluaran asi lancar (200cc), luka baik ditandai
luka bersih tiadak ada tanda infeksi

Anda mungkin juga menyukai