Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PENDAHULUAN SECTIO CAESAREA (SC)

DISUSUN OLEH :

SRIYANINGSIH

0377

RUMAH SAKIT INDRIATI BOYOLALI

2023
BAB I
PENDAHULUAN
Persalinan merupakan proses alami yang sangat penting bagi seorang ibu
dimana terjadi pengeluaran hasil konsepsi (janin dan plasenta) yang telah cukup
bulan (37-42 minggu). Terdapat dua metode persalinan, yaitu persalinan lewat
vagina yang dikenal dengan persalinan alami dan persalinan caesar atau Sectio
Caesarea (SC) (Cuningham, 2018).
Sectio Caesarea merupakan suatu proses persalinan buatan yang
dilakukan melalui pembedahan dengan cara melakukan insisi pada dinding perut
dan rahim ibu, dengan syarat rahim harus dalam keadaan utuh, serta berat janin di
atas 500 gram (Solehati & Kosasih, 2015).
Ada beberapa indikasi untuk dilakukan tindakan SC antara lain gawat
janin, persalinan lama, plasenta previa, mal presentase janin atau letak lintang,
panggul sempit, prolaps tali pusat dan preeklamsi (Sumaryati, 2018).
Menurut World Health Organization (WHO) angka kelahiran yang
menggunakan prosedur operasi Sectio Caesarea bertambah tinggi di dunia dan
melebihi kisaran 10 % hingga 15 %. Amerika Latin serta daerah Karibia menjadi
negara dengan angka tertinggi dalam melakukan prosedur Sectio Caesarea yaitu
40, 5%, selanjutnya Eropa sebesar 25%, Asia sebesar 19,2%, serta Afrika sebesar
7,3% (Kurniawaty & Febrianita, 2020).
Berdasarkan hasil RISKESDAS pada tahun 2018 menyatakan terdapat
15,3% persalinan yang dilakukan melalui tindakan operasi. Provinsi tertinggi
dengan persalinan melalui SC adalah DKI Jakarta (27,2%), Kepulauan Riau
(24,7%), dan Sumatera Barat (23,1%) (Depkes RI, 2018). Di Indonesia Sectio
Caesarea umumnya dilakukan bila ada indikasi medis tertentu, sebagai tindakan
mengakhiri kehamilan dan komplikasi.
Sectio Caesarea sebanyak 25% dari jumlah kelahiran yang ada dilakukan
pada ibu-Ibu yang tidak memiliki risiko tinggi untuk melahirkan secara normal
maupun komplikasi persalinan lain, adanya indikasi untuk Sectio Caesarea adalah:
Disproporsi janin-panggul 21%, gawat janin 14%, Plasenta Previa 11%, riwayat
Sectio Caesarea 11%, kelainan letak 10%, pre-eklampsia 7% (Nadia & Mutia,
2018).
BAB II
KONSEP DASAR

A. DEFINISI
Seksio cesarea berasal dari perkataan Latin “Caedere” yang artinya
memotong. Seksio Cesarea adalah suatu cara melahirkan janin dengan
membuat sayatan pada dinding uterus melalui dinding depan perut atau
vagina (Mochtar, 1998 dalam Maryunani, 2014)
Sectio caesarea merupakan tindakan medis yang diperlukan untuk
membantu persalinan yang tidak bisa dilakukan secara normal akibat masalah
kesehatan ibu atau kondisi janin. Tindakan ini diartikan sebagai pembedahan
untuk melahirkan janin dengan membuka dinding perut dan dinding uterus
atau vagina atau suatu histerotomi untuk melahirkan janin dari dalam rahim
(Arda & Hartaty, 2021)
Menurut Guyton dalam Subekti (2018) bahwa Sectio caesarea adalah salah
satu bentuk pengeluaran fetus melalui sebuah irisan pembedahan yang
menembus abdomen seorang ibu (laparotomy) dan uterus (hiskotomy) untuk
mengeluarkan satu bayi atau lebih
B. INDIKASI
1. Hambatan jalan lahir
Indikasi dilakukannya sectio ceasarea bisa disebabkan karena adanya
hambatan pada jalan lahir seperti,CPD (Chepalo Pelvik Dispropotion)
dimana ukuran lingkar panggul ibu tidak sesuai dengan ukuran kepala
janin sehingga ibu tidak dapat melahirkan secara normal, adanya tumor
dan kelainan bawaan pada jalan lahir, tali pusat pendek dan ibu sulit
bernafas.
2. PEB (Pre-Eklamasi Berat)
kesatuan penyakit yang langsung disebabkan oleh kehamilan, sebab
terjadinya masih belum jelas. Setelah perdarahan dan infeksi, preeklamsi
dan eklamsi merupakan penyebab kematian maternatal dan perinatal
paling penting dalam ilmu kebidanan. Karena itu diagnosa dini amatlah
penting, yaitu mampu mengenali dan mengobati agar tidak berlanjut
menjadi eklamsi.
3. KPD (Ketuban Pecah Dini)
Pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda persalinan dan ditunggu satu
jam belum terjadi inpartus. Sebagian besar ketuban pecah dini adalah
hamil aterm di atas 37 minggu.
4. Bayi kembar
Tak selamanya bayi kembar dilahirkan secara Sectio Caesarea. Hal ini
karena kelahiran kembar memiliki resiko terjadi komplikasi yang lebih
tinggi daripada kelahiran satu bayi. Selain itu, bayi kembar pun dapat
mengalami sungsang atau salah letak lintang sehingga sulit untuk
dilahirkan secara normal.
5. Polihidramnion
Polihidramnion/ Hidramnion adalah suatu kondisi pada ibu hamil dimana
volume cairan ketuban lebih dari 3000 ml. Pada keadaan normal, air
ketuban maksimal berkembang sampai dengan 1 liter, namun dalam
keadaan polihidramnion, air ketuban bisa mencapai 2-3 liter. Diagnosis
klinis sulit ditegakkan dan cukup bervariasi dengan menggunakan
pengukuran yang berbeda-beda. Untuk itu pemeriksaan USG
(ultrasonografi) dapat dibantu dengan pemeriksaan pengukuran lingkar
perut menggunakan medline. (Kostania, 2014)
C. KLASIFIKASI
1. Segmen Bawah Insisi Melintang
Memungkinkan kelahiran per abdominal yang aman sekaligus
dikerjakan kemudian pada saat persalinan dan sekalipun rongga rahim
terinfeksi, maka insisi melintang segmen bawah uterus telah
menimbulkan revolusi dalam pelaksanaan obstetric.
2. Segmen Bawah Insisi membujur
Cara membuka abdomen dan menyingkapkan uterus sama seperti insisi
melintang, insisi membujur dibuat dengan scapel dan dilebarkan dengan
gunting tumpul untuk menghindari cedera pada bayi
3. Sectio Caesarea Klasik
Insisi Longitudinal digaris tengah dibuat dengan scalpel kedalam dinding
anterior uterus dan dilebarkan keatas serta kebawah dengan gunting yang
berujung tumpul. Diperlukan luka insisi yang lebar karena bayi sering
dilahirkan dengan bokong dahulu. Janin serta plasenta dikeluarkan dan
uterus ditutup dengan jahitan tiga lapis. Pada masa modern ini hampir
sudah tidak dipertimbangkan lagi untuk mengerjakan Sectio Caesarea
Klasik. Satu-satunya indikasi untuk prosedur Segmen atas adalah
kesulitan teknis dalam menyingkapkan segmen bawah.
4. Sectio Caesarea Extraperitoneal
Pembedahan extraperitoneal dikerjakan untuk menghindari perlunya
histerektomi pada kasus-kasus yang mengalami infeksi luas, dengan
mencegah peritonitis generalisata yang sering bersifat fatal. Ada
beberapa metode sectio caesarea extraperitoneal seperti metode waterz,
latzko, dan norton, T. Tehnik pada prosedur ini relative lebih sulit, sering
tanpa sengaja masuk kedalam vacum peritoneal dan isidensi cedera
vesica urinaria meningkat. Metode ini tidak boleh dibuang tetapi tetap
disimpan sebagai cadangan kasus-kasus tertentu.
5. Histerektomi Caesarea
Pembedahan ini merupakan Sectio Caesarea yang dilanjutkan dengan
pengeluaran uterus. Jika memungkinkan histerektomi harus dikerjakan
lengkap (histerektomi total). Akan tetapi, karena pembedahan subtoral
lebih mudah dan dapat dikerjakan lebih cepat, maka pembedahan
subtoral menjadi prosedur pilihan jika terdapat perdarahan hebat dan
pasien terjadi syok, atau jika pasien dalam keadaan jelek akibat sebab-
sebab lain. Pada kasus-kasus semacam ini lanjutan pembedahan adalah
menyelesaikannya secepat mungkin
6. Letak sungsang
Keadaan dimana jnin terletak memanjang dengan kepala di fundus uteri
dan bokong berada dibagian bawah kavum utei, dikenal beberapa jenis
sungsang yakni presentasi bokong,presentasi bokong kaki,
sempurna,presentasi bokong kaki tidak sempurna dan presentasi kaki.
7. Kelainan letak lintang
Letakk lintang sejati (paksi tubuh bayi tegak lurus pada rahimdan
menjadikan sudut 90°). Pada letak lintang, bahu biasanya berada diatas
pitu atas panggul sedangkan kepala terletak pada salah satu fosailiaka
dan bokokng pada fosa iliaka yang lain. Pada kelainan ini janin bias
berada pada presekntase bahu atau acromiom.
D. PATOFISIOLOGI
Seksio cesarea adalah suatu proses persalinan melalui pembedahan pada
bagian perut dan rahim dengan syarat rahim dalam keadaan utuh serta berat
janin diatas 500 gram. Selain berasal dari faktor ibu seperti panggul sempit
absolut, kegagalan melahirkan secara normal karena kurang adekuatnya
stimulasi, tumor-tumor jalan lahir yang menimbulkan obstruksi, stenosis
serviks/vagina, plasenta previa, disproporsi sefalopelvik, ruptura uteri
membakat, indikasi dilakukannya sectio caesarea dapat berasal dari janin
seperti kelainan letak, gawat janin, prolapsus plasenta, perkembangan bayi
yang terlambat, mencegah hipoksia janin, misalnya karena preeklamsia.
Setiap operasi sectio caesarea anestesi spinal lebih banyak dipakai
dikarenakan lebih aman untuk janin. Tindakan anestesi yang diberikan dapat
mempengaruhi tonus otot pada kandung Kemih sehingga mengalami
penurunan yang menyebabkan gangguan eliminasi urin. Sayatan pada perut
dan rahim akan menimbulkan trauma jaringan dan terputusnya inkontinensia
jaringan, pembuluh darah, dan saraf disekitar daerah insisi. Hal tersebut
merangsang keluarnya histamin dan prostaglandin. histamin dan
prostaglandin ini akan menyebabkan nyeri pada daerah insisi.
Rangsangan nyeri yang dirasakan dapat menyebabkan munculnya masalah
keperawatan hambatan mobilitas fisik. Selanjutnya hambatan mobilisasi fisik
yang dialami oleh ibu nifas dapat menimbulkan masalah keperawatan defisit
perawatan diri. Adanya jaringan terbuka juga akan menimbulkan munculnya
risiko tinggi terhadap masuknya bakteri dan virus yang akan menyebabkan
infeksi apabila tidak dilakukan perawatan luka yang baik
E. KOMPLIKASI
1. Infeksi Puerperal terbagi menjadi tiga, yaitu:
a. Ringan : dengan kenaikan suhu beberapa hari saja
b. Sedang : dengan kenaikan suhu yang lebih tinggi disertai dehidrasi
dan perut sedikit kembung
c. Berat : dengan peritonitis, sepsis dan ileus paralitik, infeksi berat
sering kita jumpai pada partus terlantar; sebelum timbul infeksi
nifas, telah terjadi infeksi intra partum karena ketuban yang telah
pecah terlalu lama
2. Perdarahan
a. Banyak pembuluh darah yang terputus dan terbuka
b. Atonia uteri
c. Perdarahan dan placental bed
3. Luka kandung kemih, emboli paru dan keluhan kandung kemih bila
reperitonialisasi terlalu tinggi
4. Kemungkinan rupture uteri spontan pada kehamilan mendatang.
F. PENATALAKSANAAN
Menurut Hartanti (2014), penatalakksanaan ibu post ksectio caesarea perlu
mendapatkan perawatan sebagai berikut :
1. Ruang pemulihan
Ruang Pemulihan Dalam ruang pemulihan prosedur yang harus
dilakukan yaitu memantau dengan cermat jumlah perdarahan dari vagina
dan palpasi fundus uteri untuk memastikan bahwa uterus berkontraksi
dengan baik.
2. Pemberian Cairan Intravena
Perdarahan yang tidak disadari di vagina selama tindakan dan perdarahan
yang tersembunyi didalam uterus atau keduanya, sering menyebabkan
perkiraan kehilangan darah menjadi lebih rendah daripada sebenarnya.
Cairan intravena yang perlu disiapkan untuk memenuhi kebutuhan klien
yaitu larutan Ringer Laktat atau larutan Kristaloid ditambah Dektrosa
5%. Bila kadar Hb rendah diiberikan transfusi darah sesuai kebutuhan.
3. Tanda-Tanda Vital
Setelah pulih dari ansetesi, observasi pada klien dilakukan setiap
setengah jam setelah 2 jam pertama dan tiap satu jam selama minimal 4
jam setelah didapatkan hasil yang stabil. Tanda vital yang perlu
dievaluasi yaitu Tekanan darah, Nadi, Jumlah urin, Jumlah perdarahan,
Status fundus uteri, Suhu tubuh.
4. Pemberian analgesik
Diberikan paling banyak setiap 3 jam untuk mengurangi nyeri yang
dirasakan. Pemberian analgesik dapat berupa Meperidin 75-100mg
intramuskuler dan morfin sulfat 10-15mg intramuskuler.
5. Pengawasan fungsi vesika urinaria dan usus
Kateter vesika urinaria biasanya dapat dilepas dalam waktu 12 jam
setelah operasi dilakukan. Sedangkan untuk makanan padat dapat
diberikan kurang lebih 8 jam stelah operasi, atau jika klien tidak
mengalami komplikasi.
6. Pemeriksaan laboratorium
Hematrokit secara rutin diukur pada pagi hari stelah pembedahan.
Pemeriksaan dilakukan lebih dini apabila terdapat kehilangan darah yang
banyak selama operasi atau menunjukkan tanda-tanda lain yang
mengarah ke hipovoemik.
7. Menyusui
Menyusui dilakukan pada hari 0 post Sectio Caesarea. Apabila klien
memutuskan untuk tidak menyusui, dapat diberikan bebat untuk
menopang payudara yang bisa mengurangi rasa nyeri pada payudara.
8. Pencegahan infeksi pasca operasi
Infeksi panggul pasca operasi merupakan penyebab tersering dari demam
dan tetap terjadi pada 20% wanita walaupun telah diberikan antibiotik
profilaksis. Sejumlah uji klinis acak telah membuktikan bahwa antibiotik
dosis tunggal dapat diberikan saat Sectio Caesarea untuk menrunkan
angka infeksi.
9. Mobilisasi
Mobilisasai dilakukan secara bertahap meliputi miring kanan dan kiri
dapat dimulai sejak 6-10 jam setelah operasi. Hari kedua post operasi
penderita dapat didudukkan selama 5 menit dan diminta untuk bernafas
dalam. Kemudian posisi tidur telentang dapat diubahmenjadi posisi
setengah duduk. Selanjutnya dengan berturrut-turut selama hari demi hari
pasien dianjurkan belajar uduk selama sehari, belajar berjalan, dan
kemudian berjalan sendiri pada hari ketiga sampai hari kelima pasca
operasi sectio caesarea
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Menurut Martowirjo (2018), pemeriksaan diagnostikk yang dilakkukakkn
pada ibu Sectio Caesarea adalah :
1. Hitung darah lengkap
2. Golongan darah
3. Urinalisisi : menentutkkan CPD
4. Kultur : mengidentifikasi adanya virus heres simplekkks tipe II
5. Ultrasonografi : melokalisasi plasenta menentukkan pertumbuhan,
kedudukkan, dan presentaski janin.
6. Amniosintes : mengkaji maturase paru janin
7. Ktes strss kontrakksi atau non-stres : mengkaji respon janin
8. Penentuan elektronik selanjutnya : memastikan status janin/aktivitas
uterus
H. TINJAUAN ASKEP MATERNITAS SECARA TEORI
1. Pengkajian
Pengkajian keperawatan pada ibu post operasi Sectio Caesarea menurut
Sagita dalam Rini (2018) adalah sebagai berikut :
a. Identitas
Pasien Astuti (2017) menjelaskan bahwa ibu usia diatas 35 tahun
lebih beresiko tinggi terjadi terminasi kehamilan dengan cara
sctiocaesarea, dan dari hasil penelitian Purwanti (2016) menjelaskan
usia beresiko untuk hamil adalah 35tahun dikarenakan pada usia 20
tahun fungsi organ ibu serta psikologis ibu belum siap pada usia >35
tahun dikarenakan penurunan elastisitas otot panggul.
b. Keluhan Utama
Rini (2018) mengatakan keluhan utama pada post operasi Sectio
Caesarea biasanya adalah nyeri dibagian abdomen akibat luka
jahitan setelah operasi, pusing dan sakit pinggang.
c. Riwayat Kesehatan
1) Riwayat Kesehatan
Sekarang Riwayat kesehatan sekarang berisi tentang pengkajian
data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari dilakuakannya
operasi Sectio Caesarea seperti kelainan letak bayi (letak
sungsang dan letak lintang), faktor plasenta (plasenta previa,
solution plasenta, plasenta accrete, vasa previa), kelainan tali
pusat (prolapses tali pusat, telilit tali pusat), bayi kembar
(multiple pregnancy), pre eklampsia, dan ketuban pecah dini yang
nantinya akan membantu membuat rencana tindakan terhadap
pasien. Riwayat pada saat sebelum inpartus di dapatkan cairan
yang keluar pervaginan secara spontan kemudian tidak di ikuti
tanda-tanda persalinan (Rini, 2018).
2) Riwayat Kesehatan Dahulu
Didapatkan data pasien pernah riwayat Sectio Caesarea
sebelumnya, panggul sempit, serta letak bayi sungsang. Meliputi
penyakit yang lain dapat juga mempengaruhi penyakit sekarang,
seperti danya penyakit Diabetes Melitus, jantung, hipertensi,
hepatitis, abortus dan penyakit kelamin (Rini, 2018)..
3) Riwayat Perkawinan
Pada riwayat perkawinan hal yang perlu dikaji adalah menikah
sejak usia berapa, lama pernikahan, berapa kali menikah, status
pernikahan saat ini (Rini, 2018).
4) Riwayat Obsterti
Pada pengkajian riwayat obstetri meliputi riwayat kehamilan,
persalinan dan nifas yang lalu, berpa kali ibu hamil, penolong
persalinan, dimana ibu bersalin, cara bersalin, jumlah anak,
apakah pernah abortus, dan keadaan nifas post operasi Sectio
Caesarea yang lalu (Rini, 2018)..
5) Riwayat Persalinan Sekarang
Meliputi tanggal persalinan, jenis persalinan, lama persalinan,
jenis kelamin anak, keadaan anak
6) Riwayat KB
Pengkajian riwayat KB dilakukan untuk mengetahui apakah
pasien pernah ikut program KB, jenis kontrasepsi, apakah
terdapat keluhan dan masalah dalam penggunaan kontrasepsi
tersebut, dan setelah masa nifas ini akan menggunakan alat
kontrasepsi apa.
7) Riwayat Kesehatan Keluarga
Didapatkan pasien pernah melakukan terminasi kehamilan dengan
sectio caesarea dan terkoreksi penyakit turunan dalam keluarga
seperti jantung, Hipertensi, TBC, Diabetes Melitus, penyakit
kelamin, abortus yang mungkin penyakit tersebut diturunkan
kepada pasien
d. Pola Fungsi Kesehatan
1) Pola Aktivitas Aktivitas
Pasien terbatas, dibantu oleh orang lain untuk memenuhi
keperluannya karena pasien mudah letih, pasien hanya bisa
beraktivitas ringan seperti : duduk ditempat tidur, menyusui.
2) Pola Eliminasi
Pasien dengan pos partum biasanya sering terjadi adanya perasaan
sering/susah kencing akibat terjadinya odema dari trigono, akibat
tersebut menimbulkan infeksi uretra sehingga menyebabkan
konstipasi karena takut untuk BAB.
3) Pola Istirahat dan Tidur
Pasien pada masa nifas sering terjadi perubahan pola istirahat dan
tidur akibat adanya kehadiran sang bayi dan nyeri jahitan
4) Pola Hubungan dan Peran
Pasien akan menjadi ibu dan istri yang baik untuk suaminya
5) Pola Penanggulangan Stress
Pasien merasa cemas karena tidak bisa mengurus bayinya sendiri
6) Pola Sensori Kognitis
Pasien merasakan nyeri pada prineum karena adanya luka
janhitan akibat Sectio Caesarea
7) Pola Persepsi dan Konsep Diri
Pasien merasa dirinya tidak seindah sebelum hamil, semenjak
melahirkan pasien menalami perubahan pada ideal diri
8) Pola Reproduksi dan Sosial
Terjadi perubahan seksual atau fungsi seksualitas akibat adanya
proses persalinan dan nyeri ekas jahitan luka Sectio Caesarea.
e. Pemeriksaan Fisik
1) Tanda - Tanda Vital
Apabila terjadi perdarahan pada post partum tekana darah turun,
nadi cepat, pernafasan meningkat, suhutubuhturun
2) Kepala
a) Rambut
Bagaimana bentuk kepala, warna rambut, kebersihan rambut,
dan apakah ada benjolan
b) Mata
Terkadang adanya pembengkakan pada kelopak mata,
konjungtiva, dan kadang-kadang keadaan selaput mata pucat
(anemia) karena proses persalinan yang mengalami
perdarahan, sclera kuning
c) Telinga
Biasanya bentuk telinga simetris atau tidak, bagaimana
kebersihannya, adakah cairan yang keluar dari telinga
d) Hidung
Adanya polip atau tidak dan apabila pada post partum
kadangkadang ditemukan pernapasan cuping hidung
e) Mulut dan Gigi Mulut
bersih / kotor, mukosa bibir kering / lembab
3) Leher
Saat dipalpasi ditemukan ada / tidak pembesaran kelenjar tiroid,
karna adanya proses penerangan yang salah
4) Thorax
a) Payudara
Simetris kiri dan kanan, tidak ada kelainan pada payudara,
areola hitam kecoklatan, putting susu menonjol, air susu
lancer dan banyak keluar.
b) Paru-Paru
Inspeksi : Simetris / tidak kiri dan kanan, ada / tidak
terlihat pembengkakan.
Palpasi : Ada / tidak nyeri tekan, ada / tidak teraba
massa
Perkusi : Redup / sonor
Auskultasi : Suara nafas Vesikuler / ronkhi / wheezing
c) Jantung
Inspeksi : Ictus cordis teraba / tidak
Palpasi : Ictus cordis teraba / tidak
Perkusi : Redup
Auskultasi : Bunyi jantung lup dup
5) Abdomen
Inspeksi : Terdapat luka jahitan post op ditutupi verban,
adanya strie gravidarum
Palpasi : Nyeri tekan pada luka, konsistensi uterus lembek /
keras
Perkusi : Tympani
Auskultasi : Bising usus (+)
6) Genetalia
Pengeluaran darah bercampur lender, pengeluaran air ketuban,
bila terdapat pengeluaran mekomium yaitu feses yang dibentuk
anak dalam kandungan menandakan adanya kelainan letak anak
7) Ekstremitas
Pemeriksaan odema untuk melihat kelainan-kelainan karena
membesarkan uterus, karena pre eklamsia atau karena penyakit
jantung atau ginjal
2. Diagnosa keperawatan dan intervensi
No Diagnose keperawatan Tujuan dan kriteria hasil Intervensi keperawatan

1 Nyeri akut berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan Manajemen nyeri (I. 08238)
agen pencedera fisik (D.0077) keperawatan maka tingkat nyeri Observasi
menurun dengan kriteria hasil: 1. Identifikasi lokasi, karakteristik, frekuensi
1. Keluhan nyeri menurun dan kualitas nyeri
2. Meringis menurun 2. Identifikasi skala nyeri
3. Sikap protektif menurun 3. Identifikasinyeri non verbal
4. Gelisah menurun 4. Monitor nyeri pada kualitas hidup
5. Kesulitan tidur menurun 5. Identifikasifaktor yang memperberat dan
6. Frekuensi nadi membaik memperingannyeri
7. Tekanan darah membaik 6. Identifikasipengaruh budaya pada
8. Pola tidur membaik responnyeri
9. Nafsu makan membaik 7. Monitor efek samping penggunaan
10. Perilaku membaik analgesik
Terapeutik
1. Berikan Teknik non farmakologi untuk
mengurangi rasa nyeri
2. Control lingkungan yang menyebabkan
nyeri
3. Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri
dalam pemilihan strategi meredakan nyeri
4. Fasilitasi isirahat dan tidur
Edukasi
1. Jelaskan strategi Pereda dan pemicu nyeri
2. Anjurkan monitor nyeri secara mandiri
3. Anjarkan menggunakan analgetic secara
tepat
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian analgesic
2 Risiko infeksi ditandai dengan efek Setelah dilakukan Tindakan Pencegahan infeksi (I. 14539)
prosedur invasif (D.0142) keperawatan maka status nutrisi Observasi
membaik dengan kriteria hasil : 1. Monitor tanda gejala infeksi lokal dan
1. Porsi makan yang dihabiskan sistemik
meningkat Terapeutik
2. Frekuensi makan membaik 1. Berikan perawatan kulit pada area edema
3. Nafsu makan membaik
4. Membrane mukosa membaik 2. Pertahankan teknik aseptik pada pasien
5. Sikap terhadap makan dan beresiko tinggi
minum sesuai dengan tujuan Edukasi .
Kesehatan 1. Jelaskan tanda dan gejala infeksi
6. Pengetahuan tentang makanan 2. Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi dan
sehat meningkat cairan
7. Pengetahuan tentang standrat
nutrisi yang tepat meningkat
3 Ketidaknyamananpasca partum setelah dilakukan tindakan Perawatan Kenyamanan (I. 08245)
berhubungan dengan pembengkakan keperawatan maka kenyamanan Observasi
payudara dimana alveoli mulai terisi pasca partum meningkat dengan 1. Identifikasi gejala yang tidak
ASI (D.0075) kriteria hasil : menyenangkan
1. Keluhan tidak nyaman menurun 2. Identifikasi pemahaman tentangkondisi dan
2. Meringis menurun situasi
3. Merintih menurun 3. Identifikasi masalah emosional dan spiritual
4. Payudara bengkak membaik Terapeutik
5. Tekanan darah membaik 1. Berikan posisi nyaman
6. Frekuensi nadi membaik 2. Berikan kompres hangat
3. Ciptakan lingkungan yang nyaman
4. Berikan terapi hipnosis
5. Berikan pemijatan
6. Dukungan keluarga dan pengasuh terlibat
dalam terapi
Edukasi
1. Ajarkan terapi relaksasi
2. Jelaskan mengenai kondisi dan pilihan
terapi
3. Ajarkan Latihan pernafasan
4. Ajarkan Teknik distraksi
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian analgesic
4 Gangguan Mobilitas Fisik Setelah dilakukan Tindakan Dukungan Mobilisasi (l.05173)
berhubungan dengan Nyeri (D.0054) keperawatan maka Mobilitas Observasi
fisikkmembaik dengan kriteria hasil : 1. Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik
1. Pergerakan ekstremitas lainya
meningkat 2. Identifikasi toleransi fisik melakukan
2. Kekuatan otot meningkat pergerakan
3. Nyeri menurun 3. Monitor kondisi umum selama melakukan
4. Kecemasan menurun mobilisasi
Terapeutik
1. Fasilitasi aktivitas mobilisasi dengan alat
bantu (mis. pagar tempat tidur)
2. Libatkan keluarga untuk membantu klien
dalam meningkatkan pergerakan
Edukasi
1. Jelaskan tujuan dan prosedur mobilisasi
2. Anjurkan mobilisasi dini
3. Ajarkan mobilisasi sederhana (mis. duduk
di tempat tidur, pindah dari tempat tidur ke
kursi dan berjalan)
Defisit Perawatan Diri berhubungan Setelah dilakukan Tindakan Dukungan Perawatan Diri (l. 11348)
dengan Kelemahan (D.0109) keperawatan maka perawatan diri Observasi
membaik dengan kriteria hasil: 1. Identifikasi kebiasaan aktivitas perawatan
1. Kemampuan mandi meningkat diri sesuai usia
2. Kemampuan ke toilet 2. Monitor tingkat kemandirian
(BAB/BAK) meningkat Terapeutik
3. Minat melakukan perawatan diri 1. Siapkan keperluan pribadi (mis. parfum,
meningkat sikat gigi, dan sabun mandi)
2. Dampingi dalam melakukan perawatan diri
sampai mandiri
Edukasi
1. Anjurkan melakukan perawatan diri secara
konsisten sesuai kemampuan
Gangguan Pola Tidur berhubungan Setelah dilakukan Tindakan Dukungan Tidur (l. 05174)
dengan Kurangnya Kontrol Tidur keperawatan maka pola tidur Observasi
(D.0055) membaik dengan Kriteria hasil : 1. Identifikasi faktor pengganggu tidur (mis.
1. Keluhan sulit tidur menurun fisik)
2. Keluhan tidak puas tidur 2. Identifikasi makanan dan minuman yang
menurun mengganggu tidur (mis. makan mendekati
3. Keluhan sering terbangun waktu tidur)
menurun Terapeutik
1. Lakukan prosedur untuk meningkatkan
kenyamanan (mis. pengaturan posisi)
Edukasi
1. Jelaskan pentingnya tidur cukup selama
sakit
2. Ajarkan relaksasi teknik nonfarmakologi
DAFTAR PUSTAKA

Aspiani, Reny Yuli. 2017 Buku Ajar Asuhan Keperawatan Maternitas


AplikasiNanda, NICdan NOC. Jakarta: CV. Trans Info Media.
Atoy, L Akhmad, A., & Febriana, R. (2019). Studi Kasus : Pemenuhan Kebutuhan
Personal Hygiene Pada Klien Post Natal Care (PNC) “Sectio Caesarea”.
Health Information : Jurnal Penelitian.
https://doi.org/10.36990/hijp.v11i1.108
Ayuningtyas, D., Oktarina, R., Nyoman Dwi Sutrisnawati, N., Administrasi dan
Kebijakan Kesehatan, D., Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, F.,
Administrasi Kebijakan Kesehatan, B., & Kesehatan Masyarakat Universitas
Sriwijaya, F. (2018). Etika Kesehatan pada Persalinan Melalui Sectio
Caesarea Tanpa Indikasi Medis Bioethics in Childbirth Through Sectio
Caesarea without Medical Indication. JURNAL MKMI.
https://doi.org/10.30597/mkmi.v14i1.2110
Fauziah, S. (2017). Keperawatan Maternitas Vol. 2. Jakarta : Prenada Medika
Hartuti, N., Wulandari, I. A., & Erna, E. (2019). Hubungan Paritas dan Umur Ibu
Terhadap Persalinan Sectio Caesarea di Rumah Sakit Umum Bahagia
Makasar Tahun 2019. Jurnal Kesehatan Delima Pelamonia, 3(2), 10-135.
https://doi.org/1037337/jkdp.v3i2.126
Hubungan Mobilisasi Dini Post Sectio Caesarea Dengan Penyembuhan Luka
Operasi di Ruang Kebidanan RSUD dr. Fauziah Kecamatan Kota Jagung
Kab. Biruen. Healthcare Technology and Medicine, 4(2), pp. 187-193.
Mitayani. (2016). Asuhan Keperawatan Maternitas. Jakarta : Salemba Medika.
Ruwayda. (2015). Hubungan Nyeri, Peran Keluarga, Dan Peran Petugas
Kesehatan Dengan Pelaksanaan Mobilisasi Dini Pada Klien Pasca Operasi
Sectio Caesarea di Ruang Kebidanan Rsud Raden Mattaher Jambi Tahun
2015.Jurnal Poltekkes Jambi, XIII. Solehati. (2017). Konsep Keperawatan
Maternitas. Bandung: PT Refika Aditama.
Suarni, L., & Apriyani, H. (2017).Metedologi Keperawatan (Pustaka pa).
Sumaryati, S., Widodo, G.G., & Purwaningsih, H., 2018. Hubungan
Mobilisasi Dini dengan Tingkat Kemandirian Klien. Indonesia Journal Of
Nursing Research, Volume 1, pp. 20-28.
Tim pokja SDKI DPP PPNI.(2016). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia.
Wahyuningsih, S. (2019). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Maternitas Post
Partum. Sleman : Deepublish. Wartonah & Tarwoto. (2015). Kebutuhan
Dasar Manusia dan Proses Keperawatan.In Salemba Medika.
https://doi.org/10.1039/c2dt32191b
Yanti, E., Harmawati, & Fidalni, N. (2019). Mobilisasi dini pada ibu post sectio
caesarea. Jurnal Abdimas Saintika, 1(1), 1-8.

Anda mungkin juga menyukai