Anda di halaman 1dari 7

KONSEP SECTIO CESARIA

 Definisi Sectio Caesarea

Sectio caesarea merupakan tindakan medis yang diperlukan untuk membantu persalinan yang tidak
bisa dilakukan secara normal akibat masalah kesehatan ibu atau kondisi janin. Tindakan ini diartikan
sebagai pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka dinding perut dan dinding uterus
atau vagina atau suatu histerotomi untuk melahirkan janin dari dalam rahim. (Etika Kesehatan pada
Persalinan Melalui Sectio Caesarea Tanpa Indikasi Medis). Persalinan SC adalah persalinan buatan,
janin dilahirkan melalui insisi pada dinding abdomen (laparatomi) dan dinding uterus atau rahim
(histerektomi), dengan syarat rahim dalam keadaan utuh serta berat janin lebih dari 500 gram.
(HUBUNGAN PENGETAHUAN IBU DENGAN RIWAYAT PERSALINAN SECTIO CAESAREA (SC) DI RSIA
NORFA HUSADA BANGKINANG TAHUN 2018).

 Epidemiologi

Dari hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia 2017, angka persalinan sesar Indonesia sebesar
17,02 persen. Namun, angka tersebut diikuti dengan tidak meratanya pemanfaatan persalinan sesar
dimana sebesar 66,5 persen persalinan sesar dilakukan oleh wanita perkotaan dan sebesar 75
persen persalinan sesar dilakukan oleh wanita golongan menengah keatas. Hampir semua provinsi di
Indonesia memiliki angka diatas 10 persen. Provinsi yang memiliki angka paling rendah adalah
Maluku Utara, yaitu sebesar 6,2 persen sedangkan provinsi dengan angka tertinggi adalah Bali
dengan angka 32,7 persen. Sedangkan bagi wanita tanpa komplikasi kehamilan, provinsi dengan
angka persalinan sesar paling rendah adalah Nusa Tenggara Timur dengan angka 5 persen dan yang
tertinggi adalah Bali dengan angka 34,7 persen. Hal ini Menunjukkan bahwa selain karakteristik
individu, karakteristik wilayah juga berpengaruh terhadap keputusan persalinan sesar wanita tanpa
komplikasi kehamilan. (DETERMINAN PERSALINAN SESAR WANITA TANPA KOMPLIKASI
KEHAMILAN DI INDONESIA 2017)

 Etiologi

Menurut Falentina (2019), penyebab sectio caesarea sebagai berikut :

1. CPD (Chepalo Pelvik Disproportion)


Chepalo pelvik disproportion (CPD) adalah ukuran lingkar panggul ibu tidak sesuai dengan
ukuran lingkar kepala janin yang dapat menyebabkan ibu tidak dapat melahirkan secara
alami. Tulang-tulang panggul merupakan susunan beberapa tulang yang membentuk rongga
panggul yang merupakan jalan yang harus dilalui oleh janin ketika akan lahir secara alami.
Bentuk panggul yang menunjukkan kelainan atau panggul patologis juga dapat
menyebabkan kesulitan dalam proses persalinan alami sehingga harus dilakukan tindakan
operasi.
2. PEB (Pre-Eklamsi Berat)
Pre-eklamsi dan eklamsi merupakan kesatuan penyakit yang langsung disebabkan oleh
kehamilan, sebab terjadinya masih belum jelas. Setelah perdarahan dan infeksi, pre-eklamsi
dan eklamsi merupakan penyebab kematian maternal dan perinatal paling penting. Karena
itu diagnosa dini amatlah penting, yaitu mampu mengenali dan mengobati agar tidak
berlanjut menjadi eklamsi.
3. KPD (Ketuban Pecah Dini)
Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda persalinan dan
ditunggu satu jam belum terjadi inpartu. Sebagian besar ketuban pecah dini adalah hamil
aterm di atas 37 minggu, sedangkan dibawah 36 minggu. Ketuban dinyatakan pecah dini bila
terjadi sebelum proses persalinan berlangsung Ketuban pecah dini merupakan masalah
penting dalam obstetri berkaitan dengan penyulit kelahiran premature dan terjadinya infeksi
khoriokarsinoma sampai sepsis, yang meningkatkan morbiditas dan mortalitas perinatal dan
menyebabkan infeksi ibu. Ketuban pecah dini disebebkan oleh berkurangnya kekuatan
membrane atau meningkatnya tekanan intrauterine. Berkurangnya kekuatan membrane
disebabkan oleh adanya infeksi yang dapat berasal dari vagina dan serviks.
4. Bayi kembar
Tidak selamanya bayi kembar dilahirkan secara Caesarea. Hal ini karena kelahiran kembar
memiliki resiko terjadi komplikasi yang lebih tinggi daripada kelahiran satu bayi. Selain itu,
bayi kembar pun dapat mengalami sungsang atau salah letak lintang sehingga sulit untuk
dilahirkan secara normal.
5. Faktor hambatan jalan lahir
Adanya gangguan pada jalan lahir, misalnya jalan lahir yang tidak memungkinkan adanya
pembukaan, adanya tumor, dan kelainan bawaan pada jalan lahir, tali pusat pendek dan ibu
sulit bernapas.
6. Kelainan letak janin
a) Kelainan pada letak kepala
1) Letak kepala tengadah
Bagaian terbawah adalah puncak kepala, pada pemeriksaan
dalam teraba UUB yang paling rendah. Etiologinya kelainan panggul, kepala bentuknya
bundar, anaknya kecil atau mati, kerusakan panggul.
2) Presentasi muka
Letak kepala tengadah (defleksi), sehingga bagian kepala yang terletak paling rendah ialah
muka. Hal ini jarang terjadi, kira-kira 0,27-0,5 %.
3) Presentasi dahi
Posisi kepala antara fleksi dan defleksi. Dahi berada pada posisi terendah dan tetap paling
depan. Pada penempatan dagu, biasanya dengan sendirinya akan menjadi letak muka atau
letak belakang kepala.
b) Letak sungsang
Letak sungsang merupakan keadaan dimana janin terletak memanjang dengan kepala di
fundus uteri dan bokong berada dibagaian bawah kavum uteri.dikenal beberapa jenis
sungsang, yakni presentasi bokong, presentasi bokong kaki, sempurna, presentasi bokong
kaki tidak sempurna dan presentasi kaki.
c) Kelainan letak lintang
Letak lintang ialah jika letak bayi di dalam Rahim sedemikian rupa hingga paksi tubuh bayi
melintang terhadap paksi Rahim.
 Klasifikasi

Ada beberapa klasifikasi section caesarea menurut Purwoastuti & Walyani, (2015) :

1. Sectio Caesarea Klasik yaitu dengan melakukan sayatan vertikal sehingga memungkinkan ruangan
yang lebih besar untuk jalan keluar bayi. Akan tetapi jenis ini sudah sangat jarang dilakukan karena
sangat berisiko terhadap terjadinya komplikasi.

2. Sectio Caesarea Transperitonel Profunda yaitu Sayatan mendatar dibagian atas dari kandung
kemih sangat umum dilakukan pada masa sekarang ini. Metode ini meminimalkan risiko terjadinya
pendarahan dan cepat penyembuhannya.
3. Histerektomi Caesarea yaitu bedah Caesarea diikuti dengan pengangkatan rahim. Hal ini dilakukan
dalam kasus-kasus dimana pendarahan yang sulit tertangani atau ketika plasenta tidak dapat
dipisahkan dari rahim.

4. Sectio Caesarea extraperitoneal Yaitu Sectio Caesarea berulang pada seorang pasien yang
sebelumnya melakukan Sectio Caesarea. Biasanya dilakukan di atas bekas sayatan yang lama.

 Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis Sectio caesarea Berdasarkan Hijratun (2019), manifestasi klinis sectio caesarea,
antara lain:

a. Kehilangan darah selama prosedur pembedahan 600-800 ml.

b. Terpasang kateter, urin berwarna jernih dan pucat.

c. Abdomen lunak dan tidak ada distensi.

d. Tidak ada bising usus.

e. Ketidakmampuan untuk menghadapi situasi baru.

f. Balutan abdomen tampak sedikit noda.

g. Aliran lokhia sedang dan bebas bekuan, berlebihan, dan banyak.

 PATOFISIOLOGIS

Ada beberapa kelainan atau hambatan pada proses persalinan yang menyebabkan bayi tidak lahir
normal atau spontan, misalnya disebabkan oleh panggul sempit dan plasenta previa. Dalam proses
operasinya dilakukan tindakan anastesi yang akan menyebabkan pasien mengalami imobilisasi, efek
anastesi menyebabkan konstipasi. Dalam proses pembedahan akan dilakukan tindakan insisi pada
dinding abdomen sehingga menyebabkan terputusnya janngam merangsang area sensorik yang
menyebabkan gangguan rasa nyaman yaitu nyeri.

Setelah proses pembedahan berakhir daerah insisi akan ditutup dan menimbulkan luka post sectio
caesarea yang bila tidak dirawat dengan baik akan menyebabkan resiko infeksi. Pada saat post
partum mengalami penurunan hormon progesteron dan estrogen akan terjadi kontraksi uterus dan
involusi tidak adekuat sehingga terjadi pendarahan dan bisa menyebabkan risiko syok, Hb menurun
dan kekurangan 02 mengakibatkan kelemahan dan menyebabkan detisit perawatan diri (Nurarit &
Kusuma, 2015).

 Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan penunjang yang perlu dilakukan pada pasien post op sectio caesarea adalah sebagai
berikut :

1. Hemogblobin atau hematocrit (HB/Ht) untuk mengkaji perubahan dari kadar pra operasi dan
mengevaluasi efek kehilangan darah pada pembedahan

2. Leukosit (WBC) mengidentifikasi adanya infeksi

3. Tes golongan darah, lama pendarahan, waktu pembekuan darah

4. Urinalisis / kultur urine

5. Pemeriksaan elektrolit
 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan yang perlu dilakukan pada pasien post op sectio caesarea adalah sebagai berikut :

1. Pemberian cairan

Karena 6 jam pertama penderita puasa pasca operasi, maka pemberian cairan perintravena harus
cukup banyak dan mengandung elektrolit agar tidak terjadi hipotermi, dehidrasi, atau komplikasi
pada organ tubuh lainnya. Cairan yang biasa diberikan DS 10%, garam fisiologis dan RL secara
bergantian dan jumlah tetesan tergantung kebutuhan. Bila kadar Hb rendah diberikan transfuse
darah sesuai kebutuhan.

2. Diet

Pemberian cairan intravena biasanya dihentikan setelah penderita flatus lalu dimulailah pemberian
minuman dan makanan peroral. Pemberian minuman dengan jumlah ynag sedikit sudah boleh
dilakukan pada 6-8 jam pasca operasi, berupa air putih dan teh.

3. Mobilisasi

Mobilisasi dilakukan secara bertahap meliputi:

1) Miring kanan dan kiri dapat dimulai sejak 6-10 jam setelah operasi.

2) Latihan pernafasan dapat dilakukan penderita sambil tidur telentang sedini mungkin setelah
sadar.

3) Hari kedua post operasi, penderita dapat di dudukkan selama 5 menit dan diminta untuk bernafas
dalam lalu menghembuskannya.

4) Kemudian posisi tidur telentang dapat diubah menjadi posisi setengah duduk (semifowler).

5) Selanjutnya selama beturut-turut, hari demi hari, pasien dianjurkan belajar duduk, belajar
berjalan, dan kemudian berjalan sendiri pada hari ke-3 sampai hari ke-5 pasca operasi.

4. Katerisasi

Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan tidak enak pada penderita, menghalangi
involusi uterus dan mneyebabkan perdarahan. Kateter biasanya terpaang 24-48 jam / lebih lama
tergantung jeis operasi.

5. Pemberian obat-obatan

a. Antibiotic

Cara pemilihan dan pemberian sangat berbeda disetiap institusi dan berdasarkan resep dokter.

b. Analgetik dan obat untuk memperlancar kerja saluran pencernaan

supositoria (ketopropen sup 2x / 24 jam), oral (tramadol tipa 6 jam / paracetamol), Injeksi pentidine
90-75 mg diberikan setiap 6 jam bila perlu.

c. Obat-obatan lain

Untuk meningkatkan vitalitas dan keadaan umum pasien dapat diberikan caboransia seperti
Neurobion I vit.C

6. Perawatan luka
Kondisi balutan luka dilihat pada 1 hari post operasi, bila basah dan berdarah harus dibuka dan
diganti.

7. Perawatan rutin

Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemeriksaan adalah suhu, tekanan darah, nadi dan
pernafasan.

KONSEP MOW

 Definisi

Kontrasepsi metode operasi wanita (MOW) atau tubektomi atau juga dapat disebut sterilisasi adalah
tindakan penutupan terhadap kedua saluran telur sehingga sel telur tidak dapat melewati saluran
telur sehingga sel telur tidak bertemu dengan sperma laki-laki sehingga tidak terjadi kehamilan.
Sangat efektif (0,5 kehamilan per 100 prempuan selama tahun pertama penggunaan) dan efektif 6-
10 minggu setelah operasi (Triyanto dan Indriani, 2019).

 Cara kerja

Cara kerja tubektomi adalah dengan mengikat tuba falopi sehingga sperma tidak dapat bertemu
dengan ovum (Mega dan Wijayanegara, 2017).

 Indikasi tubektomi

1) Umur lebih dari 26 tahun

2) Anak lebih dari 2 orang

3) Yakin telah mempunyai keluarga dengan jumlah yang diinginkan

4) Ibu pasca persalinan

5) Pasien paham dan setuju dengan prosedur tubektomi terutama pengetahuan pasangan tentang
cara-cara kontrasepsi ini dengan risiko dan sifat permanennya kontrasepsi ini (Mulyani dan Rinawati,
2013).

 Kontraindikasi tubektomi.

1) Hamil atau diduga hamil

2) Perdarahan pervaginam yang tidak diketahui penyebabnya

3) Belum memberikan persetujuan tertulis

4) Tidak boleh menjalani prosespembedahan

5) Usia di bawah 30 tahun yang belum dan masih ingin memiliki anak (Mega dan Wijayanegara,
2017).

 Keuntungan Tubektomi

Menurut Proverawati (2010), tubektomi memberikan keuntungan non kontrasepsi yaitu:

1) Penggunaan sangat efektif, yaitu 0,5 kehamilan per 100 perempuan selama tahun
pertama penggunaan.
2) Tidak mempengaruhi terhadap proses menyusui (breastfeeding).
3) Tidak tergantung pada faktor senggama
4) Baik bagi klien bila kehamilan akan menjadi resiko kehamilan yang serius.
5) Pembedahan sederhana dapat dilakukan dengan anestesi lokal.
6) Tidak ada efek samping dalam jangka waktu yang panjang.
7) Tidak ada perubahan organ dalam.
 Keterbatasan Tubektomi

Menurut Proverawati (2010), metode tubektomi ini juga memiliki keterbatasan-keterbatasan yang
harus diperhatikan yaitu:

1) Harus dipertimbangkan sifat mantap metode kontrasepsi ini (tidak dapat dipulihkan
kembali).
2) Klien dapat menyesal di kemudian hari.
3) Resiko komplikasi kecil namun dapat meningkat apabila menggunakan anestesi setelah
tindakan.
 Komplikasi

Komplikasi Tubektomi dan Penanganannya Menurut Saifuddin (2010), komplikasi dan penanganan
MOW meliputi:

1) Infeksi Luka
Apabila terlihat infeksi luka, obati dengan antibiotic bila terdapat abses lakukan drainase dan
obati seperti yang terindikasi
2) Demam pasca operasi
Obati infeksi berdasarkan apa yang ditemukan
3) Luka pada kandung kemih, intestinal
Mengacu ke tingkat asuhan yang tepat, apabila kandung kemih atau usus luka dan diketahui
sewaktu operasi, lakukan reparasi primer, apabila ditemukan pasca operasi dirujuk ke rumah
sakit yang tepat bila perlu.
4) Hematoma (Subkutan)
Gunakan packs yang hangat dan lembab di tempat tersebut. Amati hal ini biasanya akan
berhenti dengan berjalannya waktu tetapi dapat membutuhkan drainase bila ektensif.
5) Emboli gas yang diakibatkan oleh laparoskopi.
Ajukan ke tingkat asuhan yang tepat dan mulailah resusitasi intensif, termasuk cara
intravena, resusitasi kardio pulmonar dan tindakan penunjang kehidupan lainnya.
6) Rasa sakit pada lokasi pembedahan
Pastikan adanya infeksi atau abses dan obati berdasarkan apa yang ditemukan
7) Perdarahan superficial (tepi kulit atau subkutan)
Mengontrol perdarahan dan obati berdasarkan apa yang ditemukan.
 Efek samping MOW

Menurut Hartanto (2006), kontap wanita tidak menimbulkan efek samping jangka panjang yang
jelek. Selama paling sedikit dua dasawarsa terakhir ini, timbul perdebatan mengenai efek samping
jangka panjang bila memang ada dari kontap wanita. Persoalan efeksamping jangka panjang kontap
wanita meliputi empat hal, yaitu:

1) Perubahan-perubahan hormonal

2) Pola haid

3) Problem ginekologis
4) Problem psikologis

 Waktu pelaksanaan Tubektomi

Menurut Suratun (2008), waktu pelaksanaan tubektomi, yaitu:

1) Pasca persalinan, sebaiknya dalam jangka waktu 48 jam pasca persalinan.


2) Pasca keguguran, dapat dilaksanakan pada hari yang sama dengan evakuasi rahim atau
keesokan harinya.
3) Dalam masa interval (keadaan tidak hamil), sebaiknya dilakukan dalam 2 minggu pertama
dari siklus haid ataupun setelahnya.
 Persiapan pra-operatif MOW

Menurut Saifuddin (2010), persiapan pra-operatif MOW, yaitu:

1) Jelaskan secara lengkap mengenai tindakan MOW termasuk mekanisme.


2) Pencegahan kehamilan yang dihasilkan dan efek samping yang mungkin terjadi.
3) Berikan nasehat untuk perawatan luka bedah, kemana minta pertolongan bila terjadi
kelainan atau keluhan sebelum waktu kontrol.
4) Berikan nasehat tetang cara menggunakan obat yang diberikan sesudah tindakan
pembedahan.
5) Anjurkan klien puasa sebelum operasi atau tidak makan dan minum sekurang-kurangnya 2
jam sebelum operasi.
6) Datang ke klinik dengan diantar anggota keluarga atau ditemani orang dewasa.
7) Rambut pubis yang cukup panjang digunting pendek dan dibersihkan dengan sabun dan
air serta dilanjutkan dengan cairan antiseptic.
8) Tidak memakai perhiasan dan tidak memakai kosmetik seperti pemerah bibir, pemerah
pipi, kutek dan lain-lain.
9) Menghubungi petugas setibanya di klinik.
 Perawatan dan pemeriksaan Pasca Operasi

Perawatan dan pemeriksaan pasca operasi menurut Suratun (2008), yaitu:

1) Setelah tindakan pembedahan klien dirawat di ruang pulih selama kurang lebih 4 – 6 jam.
2) Bila dilakukan anestesi lokal, pemindahan klien dari meja operasi ke kereta dorong dan
dari kereta dorong ke tempat tidur di ruang pulih dilakukan oleh 2 orang perawat dengan
mendekatkan kareta dorong ke meja operasi atau tempat tidur. Akseptor diminta untuk
menggeserkan badannya, bila klien memperoleh anestesi umum pemindahan pasien
dilakukan oleh 3 – 4 orang.
3) Selama diruang pulih klien diamati dan dinilai:
a) Nadi, tekanan darah, pernafasan tiap 15 menit pertam, tiap 30 menit pada 1 jam kedua
dan selanjutnya tiap jam hingga pasien pulang.
b) Rasa nyeri yang timbul yang mungkin memerlukan pengobatan analgetik.
c) Perdarahan dari luka dan kemaluannya.
d) Suhu badannya.
4) Dua jam setelah tindakan dengan anestesi lokal klien diizinkan minum dan makan, karena
rasa mengantuk telah hilang.
5) Dua jam setelah tindakan dengan anestesi lokal klien diizinkan duduk dan latihan berjalan
dengan ditemani keluarganya apabila pasien tidak pusing.

Anda mungkin juga menyukai