Anda di halaman 1dari 4

1.

Definisi

Myelodisplastic Syndrome (MDS) adalah kelompok penyakit klonal hematopoietik sistem sel yang
terdapat adanya keabnormalan diferensiasi dan maturasi dari sumsum tulang, yang membawa pada
kegagalan sumsum tulang dengan sitopenia, disfungsi elemen darah, dan kemungkinan terjadi
komplikasi leukimia (Lestari & Sutirta, 2014).

MDS adalah kelainan sel sistem hemapoetik klonal heterogen yang secara klinis bermanifestasi
sebagai hematopoiesis yang tidak efektif, sitopenia perifer, gangguan kualitatif sel darah dan
perkusornya, dan predileksi acute myelogenous leukimia (AML) (Jacobus, 2016).

2. Etiologi

MDS dapat bersifat primer atau sekunder. Anak dengan MDS primer dapat didasari akibar kelainan
genetik. Sekitar 20% anak-anak memiliki anomali kongenital atau sindrome yang berkaitan dengan
abnormalitas kromosom.

MDS sekunder terjadi diduga karena paparan senyawa benzene, setelah kemoterapi atau terapi
radiasi (MDS terkait terapi) atau pada pasien dengan gangguan gagal sumsum tulang yang
diwariskan, anemia aplastik yang dapat diikuti dengan pengobatan imunosupresif, atau MDS yang
diturunkan dari keluarga (Jacobus, 2016).

3. Manisfestasi Klinis

Menurut Mathew (2015) manifestasi klinis MDS dapat berupa :

a) Cepat lelah, lesu, pucat

b) Perdarahan dan mudah memar

c) Infeksi sistemik, demam yang berkepanjangan

d) Hepatosplenomegali mendominasi pada juvenile myelomonocytic leukimia (JMML) dan


limfadenopati hadir pada 40 - 76% pasien dengan JMML

4. Klasifikasi

Klasifikasi Myelodisplastic Syndrome (MDS) menurut Jane Bain(2014), yaitu :

a) Anemia refraktori: anemia tanpa adanya peningkatan sel blast.

b) Sitopenia refraktori: neutropenia atau trombositopenia tanpa adanya peningkatan sel blast.

c) Anemia refraktori dengan cincin sideroblast: anemia sideroblast tanpa adanya peningkatan sel
blast.

d) Sitopenia refraktori dengan dysplasia multigalur : anemia atau sitopenia dengan dysplasia lebih
dari satu galur tanpa adanya peningkatan sel blast.

e) Anemia refraktori dengan sel blast berlebihan: anemia dan displasia dengan peningkatan sel blast
didarah dan disumsum tulang.
f) MDS dengan sel (5)(q) terisolasi : anemia refraktori dengan atau tanpa cincin sideroblast tanpa
peningkatan sel blast.

g) MDS terkait terapi: MDS dalam kemoterapi sititoksik atau irradiasi.

5. Patofisiologis

Myelodisplastic Syndrome (MDS) disebabkan oleh paparan senyawa bezene yang merupakan faktor
resikonya, toksisitas lama akibat pengobatan kanker biasanya dengan kombinasi radiasi dan
radiomimetik alkylating agen seperti bisulfan, nitrosourea atau procarbazine (dengan masa laten 5-7
tahun) atau DNA topoisomerase inhibitor (2 tahun). Anemia aplastik yang dapat didapat yang diikuti
dengan pengobatan imunosupresif dapat berubah menjadi MDS.

MDS diperkirakan berasal dari mutasi pada sel sumsum tulang yang multipoten tetapi efek
spesifiknya belum diketahui. Diferensiasi dari prekursor darah tidak seimbang dan ada peningkatan
aktivitas apoptosis sel disumsum tulang. Ekspansi klonal dari sel abnormal. mengakibatkan sel yang
telah kehilangan kemampuan untuk berdiferensiasi. Jika keseluruhan presentasi dari blas sumsum
berkembang melebihi batas (20 - 30%) maka ia akan bertransformasi menjadi AML. Pasien MDS akan
menderita sitopenia pada umumnya seperti, anemia parah. Tetapi dalam beberapa tahun pasien
akan menderita kelebihan besi. Komplikasi yang berbahaya bagi megarreka adalah pendarahan
karena kurangnya trombosit atau infeksi karena kurangnya leukosit (Mathew, 2015).

6. Pathway

7. Penatalaksanaan

Menurut Thaha & Sutirta (2014), terapi utama adalah hindari pemaparan lebih lanjut terhadap agen
penyebab. Tetapi sering sulit untuk mengetahui penyebab karena etiologinya yang tidak jelas atau
idiopatik.Terapi suportif diberikan sesuai gejala yaitu: anemia, neutropenia dan trombositopenia.

a) Anemia

Pada anemia berikan transfusi packed red cell jika hemoglobin kurang dari 7g/dl, berikan hb
9-10g/dl. Pada pasicen yang lebih muda mempunyaitoleransi kadar hemoglobin sampai 7-8g/dl.
Untuk pasien yang lebih tua kadar hemoglobin dijaga diatas 8g/dl.

b) Neutropenia

Pada neutropenia jauhi buah-buahan segar dan sayur, fokus dalam menjaga perawatan higienis
mulut dan gigi, cuci tangan yang sering. Jika terjadi infeksi maka identifikasi sumbernya, serta
berikan antibiotik spektrum luas sebelum mendapatkan kultur untuk mengetahui bakteri gram
positif atau negatif. Transfusi granulosit diberikan paada keadaan sepsis berat kuman gram negatif,
dengan netropenia berat yang tidak memberikan respon terhadap pemberianantibiotik.

c) Trombositopenia

Pada trombositopenia berikan transfusi trombosit jika terdapat pendarahan aktif atau trombosit
<20.000/mm.

Terapi jangka panjang terdiri dari terapi imunsupresif, terapi transplantasi sumsum tulang. Berikut
penjelasannya :
a) Terapi imunsupresif adalah dengan pemberian anti lymphocyte globuline (ALG) atau anti
thymocyteglobulin (ATG), kortikosteroid, siklosporin yang bertujuan untuk menekan proses
imonologik. ALG dapat bekerja meningkatkan pelepasan haemopoetic growth factor. Sekitar 40%-
70% dari kasus memberi respon terhadapt pemberian ALG. Terapi ATG dapat menyebabkan reaksi
alergi, dengan pasien mengalami demam, athralgia, dan skin rash sehingga diberikan bersamaan
dengan kortokosteroid. Siklosporin menghambat produksi interleukin 2 oleh sel T serta menghambat
ploriferasi sel-T dari respon oleh interleukin-2. Pasien yang terapi dengan siklosporin membutuhkan
perawatan khusus karena obat dapat menyebabkan disfungsi ginjal dan hipertensi serta perlu
diawasi hubungan interaksi dengan obat lainnya.

b) Terapi transplantasi sumsum tulang lebih direkomendasikan sebagai terapi pertama, dengan
donor keluarga yang sesuai. Karena itu, terapi imunsupresif direkomendasikan pada pasien :

Lebih tua dari 40 tahun, walaupun rekomendasi berdasarkan dokter dan faktor pasiennya

Tidak mampu mentoleransi transplantasi sumsum tulang karena masalah penyakit atau usia tua

Tidak mempunyai donor yang sesuai

Akan diterapi transplantasi sumsum tulang, tetapi sedang menunggu untuk donor yang sesuai

Memilih terapi imunosupresif setelah menimbang faktor resiko dan manfaat dari semua pilihan
terapi.

8. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang menurut Diyantini (2011) adalah:

1. Pemeriksaan darah lengkap, bertujuan untuk mengetahui perubahan pada jumlah masing- masing
komponen darah yang ada. Dari pemeriksaan ini akan didapatkan gambaran adanya anemia,
trombositopenia, leukopenia.

2. Pemeriksaan yang paling khas adalah kelainan diferensiasi (displasia) yang mengenai katiga garis
turunan sel darah (eritroid, mieloid, dan megakariosit).

a) Garis turunan eritroid

Sideroblas bercincin, eritroblas dengan mitokondria yang penuh zat besi dan terlihat sebagai granul
perinuklear pada pewarnaan Prussian blue. Maturasi megaloblastoid yang menyerupai gambaran
yang terlihat sebagai pada defisiensi vitamin B12 atau folat. Kelainan pembentukan tunas nukleus
yang memproduksi nukleus salah satu bentuk dan sering dengan garis polipoid.

b) Garis turunan granulositik

Sel-sel neutrofil dengan berkurangnya jumlah granul sekunder, granul toksik atau Dohle bodies
(badan dohle). Sel-sel pseudo- pelger huet (sel-sel neutrofil dengan dua lobus nukleus saja).
Mielboblas mungkin meningkat tetapi berdasarkan definisi terdiri kurang dari 20% keseluruhan
selularitas sumsum tulang.

c) Garis turunan megakariositik


Megakariositik dengan lobus nukleus yang tunggal atau nukleus multiple yang terpisah (megakarios
it "pawn ball"). Darah perifer darah perifer sering mengandung sel-sel pseudo- pelger -huet,
trombosit raksas, makrosit, pikilosit, dan monositosis relatif atau absolut. Biasanya mieloblas
membentuk kurang dari 100% leukosit perifer

9. Prognosis

Kesintasan hidup rata-rata penderita bervariasi dari 9 hingga 29 bulan kendati sebagian pasien dapat
hidup selama 5 tahun atau lebih (Mathew, 2015). Faktor yang menandai hasil akhir yang buruk
meliputi

a) Perkembangan tumor sedusah terapi sitotoksik. Pasien MDS yang terkait memiliki sitopenia yang
lebih berat dan sering berkembang dengan cepat menjadi AML, pasien ini memiliki kesintasan hidup
rata-rata hanya 4 hingga 8 bulan.

b) Peningkatan jumlah blas didalam sumsum tulang atau darah.

c) Kelainan kromosom klonal yang multiple.

d) Trombositopenia yang berat.

Anda mungkin juga menyukai