Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA PASIEN MYELODYPLASTIC SYNDROME (MDS) DI


RUANG ADENIUM RSD Dr. SOEBANDI JEMBER

DI SUSUN OLEH:
CLARISA DWI YUNITA FEBRIANTI
14.401.18.010

PRODI DIII KEPERAWATAN


AKADEMI KESEHATAN RUSTIDA
GLENMORE-BANYUWANGI
2021
A. Konsep Penyakit
1. Definisi
Myelodisplastic syndrome (MDS) adalah kelompok penyakit
klonal hematopoietik stem cell yang terdapat adanya keabnormalan
diferensiasi dan maturasi dari sumsum tulang, yang membawa pada
kegagalan sumsum tulang dengan sitopenia, disfungsi elemen darah,
dan kemungkinan terjadi komplikasi leukemia (Lestari and Sutirta,
2014).
MDS adalah kelainan sel stem hemapoetik klonal heterogen
yang secara klinis bermanifestasi sebagai hematopoiesis yang tidak
efektif, sitopenia perifer, gangguan kualitatif sel darah dan
perkusornya, dan predileksi acute myelogenous leukimia (AML)
(Jacobus, 2016).
2. Etiologi
MDS dapat bersifat primer atau sekunder. Anak dengan MDS
primer dapat didasari akibat kelainan genetik, namun masih belum
diketahui penyebab yang mempengaruhi perkembangan MDS pada
usia muda. Sekitar 20% anak-anak memiliki anomali kongenital atau
sindrom yang berkaitan dengan abnormalitas kromosom.
MDS sekunder terjadi pada pasien diduga karena paparan
senyawa benzene, setelah kemoterapi atau terapi radiasi (MDS terkait
terapi) atau pada pasien dengan gangguan gagal sumsum tulang yang
diwariskan, anemia aplastik yang didapat yang diikuti dengan
pengobatan imunosupresif, atau MDS yang diturunkan dari keluarga.
(Mathew, 2015; Jacobus, 2016).
3. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis dari penderita dengan MDS (Mathew,
2015) dapat berupa:
a. Cepat lelah, lesu, pucat,
b. Perdarahan dan mudah memar,
c. Infeksi sistemik, demam yang berkepanjangan,
d. Hepatosplenomegali mendominasi pada juvenile myelomonocytic
leukemia (JMML), dan limfadenopati hadir pada 40-76% pasien
dengan JMML.
4. Klasifikasi
Beberapa jenis syndrome mielodispastik menurut Barbara, 2014:
a. Anemia refraktori: anemia tanpa adanya peningkatan sel blast
b. Sitopenia refraktori: neutropenia atau trombositopenia tanpa
adanya peningkatan sel blast.
c. Anemia refraktori dengan cincin sideroblast: anemia sideroblast
tanpa adanya peningkatan sel blast.
d. Sitopenia refraktori dengan dysplasia multigalur: anemia atau
sitopenia dengan dysplasia lebih dari satu galur tanpaadanya
peningkatan sel blast.
e. Anemia refraktori dengan sel blas berlebihan: anemia dan displsia
dengan peningkatan sel blast didarah dan disumsum tulang.
f. MDS dengan sel (5)(q) terisolasi: anemia refraktori dengan atau
tanpa cincin sideroblast tanpa peningkatan sel blast.
g. MDS terkait terapi: MDS dalam kemoterapi sititoksik atau
iradiasi.
5. Patofisiologi
MDS disebabkan paparan senyawa benzene yang merupakan
faktor resikonya, toksisitas lama akibat pengobatan kanker biasanya
dengan kombinasi radiasi dan radiomimetik alkylating agent seperti
bisulfan, nitrosourea atau procarbazine (dengan masa laten 5-7 tahun)
atau DNA topoisomerase inhibitor (2 tahun). Anemia aplastik yang
didapat yang diikuti dengan pengobatan imunosupresif dapat berubah
menjadi MDS.
MDS diperkirakan berasal dari mutasi pada sel sumsum
tulang yang multipoten tetapi defek spesifiknya belum diketahui.
Diferensiasi dari sel prekursor darah tidak seimbang dan ada
peningkatan aktivitas apoptosis sel di sumsum tulang. Ekspansi
klonal dari sel abnormal mengakibatkan sel yang telah kehilangan
kemampuan untuk berdiferensiasi. Jika keseluruhan persentasi dari
blas sumsum berkembang melebihi batas (20-30%) maka ia akan
bertransformasi menjadi AML. Pasien MDS akan menderita sitopenia
pada umumnya seperti anemia parah. Tetapi dalam beberapa tahun
pasien akan menderita kelebihan besi. Komplikasi yang berbahaya
bagi mereka adalah pendarahan karena kurangnya trombosit atau
infeksi karena kurangnya leukosit. (Mathew, 2015).
6. Pathway

- Kelainan genetik
- Paparan senyawa benzen
- Kemoterapi
- Terapi Radiasi
- Anemia aplastik
- MDS yang diturunkan dari keluarga

Mutasi pada sel sumsum

Sel kehilangan kemampuan untuk


berdiferensiasi

MDS

Menurunnya jumlah sel darah

Menurunnya jumlah Menurunnya jumlah sel darah Menurunnya


trombosit merah (anemia) jumlah sel darah
(trombositopenia) putih (leukimia)

Risiko perdarahan lesu, kelelahan penurunan Hb Risiko


infeksi

Intoleransi aktivitas Suplai oksigen Perfusi perifer tidak


berkurang efektif
7. Komplikasi
Komplikasi dari sindrom mielodisplasia meliputi:
a. Anemia,
b. Perdarahan sulit berhenti akibat rendahnya trombosit
(trombositopenia),
c. Sering mengalami infeksi akibat rendahnya sel darah putih
matang,
d. Berkembang menjadi leukemia akut (kanker darah). (Mathew,
2015).
8. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan darah lengkap, bertujuan untuk mengetahui
perubahan pada jumlah dari masing-masing komponen darah
yang ada. Dari pemeriksaan ini akan didapatkan gambaran
adanya anemia, trombositopenia, leukopenia.
b. Hasil pemeriksaan yang paling khas adalah kelainan diferensiasi
(displasia) yang mengenai ketiga garis-turunan sel darah
(eritroid, mieloid dan megakariosit).
1) Garis turunan eritroid: sideroblas bercincin, eritroblas
dengan mitokondria yang penuh zat besi dan terlihat
sebagai granul perinuklear pada pewarnaan Prussian blue.
Maturasi megaloblastoid yang menyerupai gambaran yang
terlihat pada defisiensi vitamin B12 atau folat. Kelainan
pembentukan tunas nukleus yang memproduksi nukleus
salah bentuk dan sering dengan garis polipoid.
2) Garis turunan granulositik: sel-sel neutrofil dengan
berkurangnya jumlah granul sekunder, granulasi toksik atau
Dohle bodies (badan Dohle). Sel-sel pseudo-Pelger-Huet
(sel-sel neutrofil dengan dua lobus nukleus saja). Mieloblas
mungkin meningkat tetapi berdasarkan definisi terdiri
kurang dari 20% keseluruhan selularitas sumsum tulang.
3) Garis turunan megakariositik: megakariositik dengan lobus
nukleus yang tunggal atau nukleus multiple yang terpisah
(megakariosit “pawn ball”). Darah perifer: darah perifer
sering mengandung sel-sel pseudo-Pelger-Huet, trombosit
raksasa, makrosit, poikilosit dan monositosis relatif atau
absolut. Biasanya mieloblas membentuk kurang dari 10%
leukosit perifer
c. Biopsi sumsum tulang, dilakukan ketika ditemukan adanya
kelainan pada hasil pemeriksaan darah lengkap, yang bertujuan
untuk mengetahui ada tidaknya peningkatan pada jumlah sel
blast (Diyantini, 2011).
9. Penatalaksanaan Medis
a. Medis
Berikan perawatan suportif sampai diagnosis ditegakkan.
Banyak pasien datang dengan sitopenia berat dan risiko infeksi
yang mencolok. Transfusi dan antibiotik spektrum luas mungkin
diperlukan untuk mengobati anemia yang mengancam jiwa,
trombositopenia, dan infeksi sampai terapi definitif dapat
dimulai.
1) Transplantasi sel induk hematopoietic
Karena MDS adalah kelainan sel punca klonal awal
dengan sel punca non-plasenta residual yang sangat
terbatas, terapi myeloablative adalah satu-satunya pilihan
pengobatan dengan potensi kuratif yang realistis. Rejimen
untuk penyelamatan sel induk hematopoietik menghasilkan
30-50% tingkat event-free survival (EFS) pada 3 tahun
penilaian. Hasil meningkat pada anak-anak yang relatif
muda dan yang menerima sel induk hematopoietik segera
setelah diagnosis.
Terapi myeloablative dengan penyelamatan sel
induk hematopoietik dari human leukocyte antigen (HLA),
saudara kandung yang cocok adalah terapi terbaik untuk
MDS. Untuk anak-anak yang tidak memiliki donor saudara
kandung yang memenuhi syarat, donor alternatif harus
dicari, meskipun hasilnya bahkan kurang menguntungkan
dibandingkan dengan donor saudara kandung.
b. Farmakologi
Untuk anak-anak dengan peningkatan jumlah sel blast,
pengobatan seperti AML biasanya digunakan. Agen kemoterapi
yang paling sering digunakan termasuk idarubicin,
dexamethasone, cytarabine arabinoside, fludarabine, etoposide,
daunorubicin, L-asparaginase, dan thioguanine.
c. Aktivitas/Latihan
Aktivitas harus dilakukan sesuai dengan toleransi pasien.
Pembatasan aktivitas diperlukan ketika jumlah trombosit rendah,
untuk mencegah komplikasi hemoragik akibat trauma ringan.
d. Diet
Tidak ada pembatasan diet yang diperlukan. Pasien harus
minum folat dan vitamin B-12 dalam jumlah yang cukup.
Batasan asupan zat besi mungkin diperlukan pada pasien yang
bergantung pada transfusi (Mathew, 2015).
B. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas
MDS dapat bersifat primer atau sekunder, anak dengan MDS
primer dapat disadari akibat kelainan genetik. 20% dapat terjadi
pada anak-anak.
b. Keluhan utama
Biasanya keluhan utama klien adalah adanya tanda-tanda
perdarahan pada kulit seperti petekie, tanda-tanda infeksi seperti
demam, menggigil, serta tanda anemia seperti kelelahan dan
pucat.
c. Riwayat penyakit sekarang
Biasanya klien tampak lemah dan pucat, mengeluh lelah, dan
sesak. Selain itu disertai juga dengan demam dan menggigil,
penurunan nafsu makan dan penurunan berat badan.
d. Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat penyakit dengan gangguan pada kromosom atau
pernah mengalami kemoterapi atau terapi radiasi.
e. Riwayat penyakit keluarga
Adanya keluarga yang pernah menderita leukemia atau penyakit
keganasan lain sebelumnya.
f. Pemeriksaan fisik
Head to toe
1) Kepala: kepala simetri, tidak ada luka tdak ada lesi
2) Mata: biasanya terdapat konjungtiva anemis, perdarahan
konjungtiva
3) Hidung: hidung simetris, rongga hidung simetris, tidak
terdapat polip maupun sekret
4) Mulut: tampak pucat, perdarahan pada gusi, serta adanya luka
yang menandakan kelemahan imun tubuh (sariawan atau
stomatis)
5) Telinga: tidak ada gangguan pada pendengaran, daun telinga
simetris tidak ada gangguan maupun cairan
6) Leher: tidak terdapat pembengkakan maupun benjolan, tidak
ada pembesaran kelenjar tiroid
7) Dada: pengembangan dada simetris, vocal fremitus simetris,
suara nafas vesikuler, tidak ada suara tambahan
8) Abdomen: tidak ada gangguan, peristaltic usus ada tidak ada
nyeri tekan
9) Ekstremitas: terdapat hambatan aktivitas pada anggota tubuh
bagian bawah maupun atas
10) Kulit dan kuku: terdapat perdarahan pada kulit seperti ptekie
g. Pemeriksaan penunjang
1) Dari hasil pemeriksaan darah akan didapatkan adanya
penurunan jumlah eritrosit sampai dengan ≤7,5 g/dl (anemia
berat), penurunan trombosit <100.000 g/ml (trombositopenia)
dan penurunan leukosit (leukositopenia).
2) Dari hasil biopsi sumsum tulang belakang akan didapatkan
gambaran adanya peningkatan jumlah sel blast (myeloblas)
≥20%.
2. Diagnosa Keperawatan (PPNI, 2017)
a. Perfusi Perifer Tidak Efektif b.d penurunan Hb
Definisi: Penurunan sirkulasi darah pada level kapiler yang dapat
mengganggu metabolisme tubuh.
Penyebab:
1) Penurunan konsentrasi hemoglobin
Gejala dan Tanda Mayor
Subjektif
(tidak tersedia)
Objektif
1) Warna kulit pucat.
2) Turgor kulit menurun.
Gejala dan Tanda Minor
Subjektif
1) Parastesia.
2) Nyeri ekstremitas (klaudikasi intermiten).
Objektif
1) Edema.
Kondisi Klinis Terkait
1) Tromboflebitis.
2) Anemia.
b. Risiko Perdarahan b.d menurunnya jumlah trombosit
Definisi: Berisiko mengalami kehilangan darah baik internal
(terjadi di dalam tubuh) maupun ekternal (Terjadi hingga keluar
tubuh).
Faktor Risiko
1) Aneurisma.
2) Kurang terpapar informasi tentang pencegahan perdarahan.
3) Gangguan koagulasi (mis. trombositopenia)
Kondisi Klinis Terkait
1) Trombositopenia
c. Intoleransi Aktivitas b.d lesu, kelelahan
Definisi: Ketidakcukupan energi untuk melakukan aktivitas
sehari-hari
Penyebab:
1) Ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen
2) Kelemahan
Gejala dan Tanda Mayor
Subjektif
1) Mengeluh lelah
Objekif
1) Frekuensi jantung meningkat >20% dari kondisi istirahat
Gejala dan Tanda Minor
Subjektif
1) Dispnea saat/setelah aktivitas
2) Merasa tidak nyaman setelah beraktivitas
3) Merasa lemah
Objektif
1) Tekanan darah berubah >20% dari kondisi istirahat
Kondisi Klinis Terkait
1) Anemia
d. Risiko Infeksi b.d menurunnya sel darah putih
Definisi: Berisiko mengalami peningkatan terserang organisme
patogenik
Faktor Resiko:
1) Malnutrisi
2) Peningkatan paparan organisme patogen lingkungn
3) Ketidakadekuatan pertahanan tubuh primer:
a) Kerusakan integritas kulit
4) Ketidakadekuatan pertahanan tubuh sekunder:
a) Penurunan Hemoglobin
b) Leukopenia
3. Intervensi
a. Perfusi Perifer Tidak Efektif
Observasi:
1) Periksa sirkulasi perifer (mis. Nadi perifer, edema, pengisian
kapiler, warna, suhu, angkle brachial index)
2) Identifikasi faktor resiko gangguan sirkulasi (mis. Diabetes,
perokok, orang tuan, hipertensi dan kadar kolesterol tinggi)
3) Monitor panas, kemerahan, nyeri, atau bengkak pada
ekstremitas
Terapeutik
1) Hindari pemasangan infus atau pengambilan darah di area
keterbasan perfusi
2) Hindari pengukuran tekanan darah pada ekstremtas pada
keterbatasan perfusi
3) Hindari penekanan dan pemasangan tourniquet pada area
yang cidera
4) Lakukan pencegahan infeksi
5) Lakukan perawatan kaki dan kuku
6) Lakukan hidrasi
Edukasi
1) Anjurkan berolahraga rutin
2) Anjurkan melakukan perawatan kulit yang tepat (mis.
Melembabkan kulit kering pada kaki)
3) Anjurkan program rehabilitasi vasikuler
4) Anjurkan program diet untuk memperbaiki sirkulasi (mis.
Rendah lemak jenuh, minyak ikan, omega3)
5) Informasikan tanda dan gejala darurat yang diharuskan
laporkan (mis. Rasa sakit yang tidak hilang saat istirahat, luka
tidak sembuh, hilangnya rasa)
b. Risiko Perdarahan
Observasi
1) Monitor tanda dan gejala perdarahan
2) Monitor nilai hematokrit/homoglobin sebelum dan setelah
kehilangan darah
3) Monitor tanda-tanda vital ortostatik
4) Monitor koagulasi (mis. trombositopenia)
Terapeutik
1) Pertahankan bed rest selama perdarahan
2) Batasi tindakan invasif, jika perlu
3) Gunakan kasur pencegah dikubitus
Edukasi
1) Jelaskan tanda dan gejala perdarahan
2) Anjurkan meningkatkan asupan cairan untuk menghindari
konstipasi
3) Anjurkan menghindari aspirin atau antikoagulan
4) Anjurkan meningkatkan asupan makan dan vitamin K
5) Anjurkan segera melapor jika terjadi perdarahan
Kolaborasi
1) Kolaborasi pemberian obat dan mengontrol perdarahan, jika
perlu
c. Intoleransi Aktivitas
Observasi
1) Identifkasi gangguan fungsi tubuh yang mengakibatkan
kelelahan
2) Monitor kelelahan fisik dan emosional
3) Monitor pola dan jam tidur
4) Monitor lokasi dan ketidaknyamanan selama melakukan
aktivitas
Terapeutik
1) Sediakan lingkungan nyaman dan rendah stimulus (mis.
cahaya, suara, kunjungan)
2) Lakukan rentang gerak pasif dan/atau aktif
3) Berikan aktivitas distraksi yang menyenangkan
4) Fasilitas duduk di sisi tempat tidur, jika tidak dapat berpindah
atau berjalan.
Edukasi
1) Anjurkan tirah baring
2) Anjurkan melakukan aktivitas secara bertahap
3) Anjurkan menghubungi perawat jika tanda dan gejala
kelelahan tidak berkurang
4) Ajarkan strategi koping untuk mengurangi kelelahan
Kolaborasi
1) Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara meningkatkan
asupan makanan
d. Risiko Infeksi
KH:
1) Tingkat nyeri menurun
2) Integritas kulit dan jaringan membaik
3) Kontrol resiko meningkat
4) Pencegahan infeksi
Observasi
1) Monitoring tanda dan gejala infeksi local
2) Dan sistematik
Terapeutik
1) Berikan perawatan kulit pada edema
2) Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien dan
lingkungan pasie
Edukasi
1) Jelaskan tanda dan gejala infeksi
2) Ajarkan cara memeriksa kondisi luka
Kolaborasi
1) Kolaborasi pemberian analgetik
DAFTAR PUSTAKA

Besa, E.C., Nagalla, S. Medscape (2018). Myelodysplastic Syndrome. Diakses pada


tanggal 03 Juni 2018 dari https://emedicine.medscape.com/article/207347-
overview.

Diyantini, N.K. (2011). Laporan Pendahuluan Leukemia Myeloid Akut (LMA).


Diakses pada tanggal 03 Juni 2018 dari https://updoc.tips/download/free-pdf-
ebook-lp-aml-6.

Jacobus, D. J. (2016). Proses Autoimun Terkait Myelodisplastic syndrome. CDK-


240/vol. 43 no. 5. Diakses pada tanggal 02 Juni 2018 dari
http://www.cdkjournal.com/index.php/CDK/article/ viewFile/63/60.

Mathew, P., Grawe, G.H. Medscape (2015). Pediatric Myelodysplastic Syndrome.


Diakses pada tanggal 03 Juni 2018 dari
https://emedicine.medscape.com/article/988024-overview.

Nurarif .A.H. dan Kusuma. H. (2015). APLIKASI Asuhan Keperawatan


Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Jogjakarta:  MediAction.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI, (2016), Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia


(SDKI),  Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia

Tim Pokja SLKI DPP PPNI, (2018), Standar Luaran Keperawatan Indonesia


(SLKI),  Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia

Thaha,Wiradewi, L.AA,Sutirta, Y. (2014). Diagnosis, Diagnosis Differensial dan


Penatalaksanaan Immunosupresif dan Terapi Sumsum Tulang pada Pasien
Anemia Aplastik. Sanglah Denpasar: Fakultas Kedokteran, Universitas
Udayana.

Anda mungkin juga menyukai