Anda di halaman 1dari 12

Nama : Wiwin Ambarwati

NIM : 18613165

LAPORAN PENDAHULUAN
MYELODISPLASTIC SYNDROME (MDS)

A. KONSEP PENYAKIT
1. Definisi
Myelodisplastic Syndrome (MDS) adalah kelompok penyakit
klonal hematopoietik sistem sel yang terdapat adanya keabnormalan
diferensiasi dan maturasi dari sumsum tulang, yang membawa pada
kegagalan sumsum tulang dengan sitopenia, disfungsi elemen darah, dan
kemungkinan terjadi komplikasi leukimia (Lestari & Sutirta, 2014).
MDS adalah kelainan sel sistem hemapoetik klonal heterogen
yang secara klinis bermanifestasi sebagai hematopoiesis yang tidak
efektif, sitopenia perifer, gangguan kualitatif sel darah dan perkusornya,
dan predileksi acute myelogenous leukimia (AML) (Jacobus, 2016).
2. Etiologi
MDS dapat bersifat primer atau sekunder. Anak dengan MDS
primer dapat didasari akibar kelainan genetik. Sekitar 20% anak – anak
memiliki anomali kongenital atau sindrome yang berkaitan dengan
abnormalitas kromosom.
MDS sekunder terjadi diduga karena paparan senyawa benzene,
setelah kemoterapi atau terapi radiasi (MDS terkait terapi) atau pada
pasien dengan gangguan gagal sumsum tulang yang diwariskan, anemia
aplastik yang dapat diikuti dengan pengobatan imunosupresif, atau MDS
yang diturunkan dari keluarga (Jacobus, 2016).
3. Manisfestasi Klinis
Menurut Mathew (2015) manifestasi klinis MDS dapat berupa :
a) Cepat lelah, lesu, pucat
b) Perdarahan dan mudah memar
c) Infeksi sistemik, demam yang berkepanjangan
d) Hepatosplenomegali mendominasi pada juvenile myelomonocytic
leukimia (JMML) dan limfadenopati hadir pada 40 – 76% pasien
dengan JMML
4. Klasifikasi
Klasifikasi Myelodisplastic Syndrome (MDS) menurut Jane Bain
(2014), yaitu :
a) Anemia refraktori : anemia tanpa adanya peningkatan sel blast.
b) Sitopenia refraktori : neutropenia atau trombositopenia tanpa adanya
peningkatan sel blast.
c) Anemia refraktori dengan cincin sideroblast : anemia sideroblast
tanpa adanya peningkatan sel blast.
d) Sitopenia refraktori dengan dysplasia multigalur : anemia atau
sitopenia dengan dysplasia lebih dari satu galur tanpa adanya
peningkatan sel blast.
e) Anemia refraktori dengan sel blast berlebihan : anemia dan displasia
dengan peningkatan sel blast didarah dan disumsum tulang.
f) MDS dengan sel (5)(q) terisolasi : anemia refraktori dengan atau
tanpa cincin sideroblast tanpa peningkatan sel blast.
g) MDS terkait terapi : MDS dalam kemoterapi sititoksik atau irradiasi.
5. Patofisiologi
Myelodisplastic Syndrome (MDS) disebabkan oleh paparan
senyawa bezene yang merupakan faktor resikonya, toksisitas lama akibat
pengobatan kanker biasanya dengan kombinasi radiasi dan radiomimetik
alkylating agen seperti bisulfan, nitrosourea atau procarbazine (dengan
masa laten 5 -7 tahun) atau DNA topoisomerase inhibitor (2 tahun).
Anemia aplastik yang dapat didapat yang diikuti dengan pengobatan
imunosupresif dapat berubah menjadi MDS.
MDS diperkirakan berasal dari mutasi pada sel sumsum tulang
yang multipoten tetapi efek spesifiknya belum diketahui. Diferensiasi
dari prekursor darah tidak seimbang dan ada peningkatan aktivitas
apoptosis sel disumsum tulang. Ekspansi klonal dari sel abnormal
mengakibatkan sel yang telah kehilangan kemampuan untuk
berdiferensiasi. Jika keseluruhan presentasi dari blas sumsum
berkembang melebihi batas (20 – 30%) maka ia akan bertransformasi
menjadi AML. Pasien MDS akan menderita sitopenia pada umumnya
seperti, anemia parah. Tetapi dalam beberapa tahun pasien akan
menderita kelebihan besi. Komplikasi yang berbahaya bagi megarreka
adalah pendarahan karena kurangnya trombosit atau infeksi karena
kurangnya leukosit (Mathew, 2015).
6. Pathway

- Kelainan genetik
- Paparan senyawa benzene
- Kemoterapi
- Terapi radiasi
- Anemia aplastik
- MDS yang diturunkan dari keluarga

Mutasi pada sel sumsum

Sel kehilangan kemampuan


untuk berdiferensiasi

MDS

Menurunnya jumlah sel darah

Menurunnya jumlah Menurunnya jumlah sel darah Menurunnya jumlah sel


trombosit merah (anemia) darah putih (leukimia)
(trombositopenia)

Resiko perdarahan Penurunan Hb Resiko infeksi


Lesu, kelelahan

Intoleransi Suplai oksigen


aktivitas berkurang

Perfusi perifer
tidak efektif
7. Penatalaksanaan
Menurut Thaha & Sutirta (2014), terapi utama adalah hindari
pemaparan lebih lanjut terhadap agen penyebab. Tetapi sering sulit untuk
mengetahui penyebab karena etiologinya yang tidak jelas atau idiopatik.
Terapi suportif diberikan sesuai gejala yaitu : anemia, neutropenia
dan trombositopenia.
a) Anemia
Pada anemia berikan transfusi packed red cell jika hemoglobin
kurang dari 7g/dl, berikan hb 9-10g/dl. Pada pasieen yang lebih muda
mempunyaitoleransi kadar hemoglobin sampai 7-8g/dl. Untuk pasien
yang lebih tua kadar hemoglobin dijaga diatas 8g/dl.
b) Neutropenia
Pada neutropenia jauhi buah – buahan segar dan sayur, fokus dalam
menjaga perawatan higienis mulut dan gigi, cuci tangan yang sering.
Jika terjadi infeksi maka identifikasi sumbernya, serta berikan
antibiotik spektrum luas sebelum mendapatkan kultur untuk
mengetahui bakteri gram positif atau negatif. Transfusi granulosit
diberikan paada keadaan sepsis berat kuman gram negatif, dengan
netropenia berat yang tidak memberikan respon terhadap pemberian
antibiotik.
c) Trombositopenia
Pada trombositopenia berikan transfusi trombosit jika terdapat
pendarahan aktif atau trombosit <20.000/mm.
Terapi jangka panjang terdiri dari : terapi imunsupresif, terapi
transplantasi sumsum tulang. Berikut penjelasannya :
a) Terapi imunsupresif adalah dengan pemberian anti lymphocyte
globuline (ALG) atau anti thymocyteglobulin (ATG), kortikosteroid,
siklosporin yang bertujuan untuk menekan proses imonologik. ALG
dapat bekerja meningkatkan pelepasan haemopoetic growth factor.
Sekitar 40% - 70% dari kasus memberi respon terhadapt pemberian
ALG. Terapi ATG dapat menyebabkan reaksi alergi, dengan pasien
mengalami demam, athralgia, dan skin rash sehingga diberikan
bersamaan dengan kortokosteroid. Siklosporin menghambat
produksi interleukin – 2 oleh sel – T serta menghambat ploriferasi
sel –T dari respon oleh interleukin – 2. Pasien yang terapi dengan
siklosporin membutuhkan perawatan khusus karena obat dapat
menyebabkan disfungsi ginjal dan hipertensi serta perlu diawasi
hubungan interaksi dengan obat lainnya.
b) Terapi transplantasi sumsum tulang lebih direkomendasikan sebagai
terapi pertama, dengan donor keluarga yang sesuai. Karena itu,
terapi imunsupresif direkomendasikan pada pasien :
- Lebih tua dari 40 tahun, walaupun rekomendasi berdasarkan
dokter dan faktor pasiennya
- Tidak mampu mentoleransi transplantasi sumsum tulang karena
masalah penyakit atau usia tua
- Tidak mempunyai donor yang sesuai
- Akan diterapi transplantasi sumsum tulang, tetapi sedang
menunggu untuk donor yang sesuai
- Memilih terapi imunosupresif setelah menimbang faktor resiko
dan manfaat dari semua pilihan terapi.
8. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang menurut Diyantini (2011) adalah :
1. Pemeriksaan darah lengkap, bertujuan untuk mengetahui perubahan
pada jumlah masing – masing komponen darah yang ada. Dari
pemeriksaan ini akan didapatkan gambaran adanya anemia,
trombositopenia, leukopenia.
2. Pemeriksaan yang paling khas adalah kelainan diferensiasi (displasia)
yang mengenai katiga garis turunan sel darah (eritroid, mieloid, dan
megakariosit).
a) Garis turunan eritroid
Sideroblas bercincin, eritroblas dengan mitokondria yang penuh
zat besi dan terlihat sebagai granul perinuklear pada pewarnaan
Prussian blue. Maturasi megaloblastoid yang menyerupai
gambaran yang terlihat sebagai pada defisiensi vitamin B12 atau
folat. Kelainan pembentukan tunas nukleus yang memproduksi
nukleus salah satu bentuk dan sering dengan garis polipoid.
b) Garis turunan granulositik
Sel – sel neutrofil dengan berkurangnya jumlah granul sekunder,
granul toksik atau Dohle bodies (badan dohle). Sel - sel pseudo –
pelger – huet (sel – sel neutrofil dengan dua lobus nukleus saja).
Mielboblas mungkin meningkat tetapi berdasarkan definisi terdiri
kurang dari 20% keseluruhan selularitas sumsum tulang.
c) Garis turunan megakariositik
Megakariositik dengan lobus nukleus yang tunggal atau nukleus
multiple yang terpisah (megakariosit “pawn ball”). Darah
perifer : darah perifer sering mengandung sel – sel pseudo –
pelger – huet, trombosit raksas, makrosit, pikilosit, dan
monositosis relatif atau absolut. Biasanya mieloblas membentuk
kurang dari 100% leukosit perifer.
9. Prognosis
Kesintasan hidup rata – rata penderita bervariasi dari 9 hingga 29
bulan kendati sebagian pasien dapat hidup selama 5 tahun atau lebih
(Mathew, 2015). Faktor yang menandai hasil akhir yang buruk meliputi :
a) Perkembangan tumor sedusah terapi sitotoksik. Pasien MDS yang
terkait memiliki sitopenia yang lebih berat dan sering berkembang
dengan cepat menjadi AML, pasien ini memiliki kesintasan hidup
rata- rata hanya 4 hingga 8 bulan.
b) Peningkatan jumlah blas didalam sumsum tulang atau darah.
c) Kelainan kromosom klonal yang multiple.
d) Trombositopenia yang berat.
B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Anamnesa
 Identitas : mengkaji identitas klien dan penanggung jawab yang
meliputi ; nama, umur, agama, suku bangsa, pendidikan, pekerjaan,
status perkawinan, dan alamat.
 Keluhan utama : biasanya keluhan utama klien adalahandanya
tanda – tanda perdarahan pada kulit seperti petekie, tanda – tanda
infeksi seperti demam, menggigil, serta tanda anemia seperti
kelelahan dan pucat.
 Riwayat penyakit sekarang : biasanya klien tampak lemah dan
pucat, mengeluh lelah, dan sesak. Selain itu juga disertai juga
dengan demam dan menggigil, penurunan nafsu makan dan
penurunan berat badan.
 Riwayat penyakit dahulu : adanya riwayat penyakit dengan
gangguan pada kromosom atau pernah mengalamikemoterapi atau
terapi radiasi.
 Riwayat kesehatan keluarga : adanya keluarga yang pernah
mengalami atau menderita leukimia atau penyakit keganasan lain
sebelumnya.
b. Pola Kesehatan Sehari – hari
Kaji mengenai nutrisi, cairan dan elektrolit, eliminasi (BAB dan
BAK), istirahat tidur, hygiene. Apakah ada gangguan atau tidak. Kaji
bagaimana klien menjalankan aktivitas sehari-hari. Apakah klien
memerlukan bantuan atau tidak dalam beraktivitas.
c. Pemeriksaan Fisik
1) TTV : demam, takikardia, takipnea, keadaan umum letih, apatis
2) Kepala : sakit kepala, pusing, vertigo
3) Rambut : rambut kering, mudah putus, dan tipis
4) Mulut : mukosa bibir kering dan pucat, stomatitis, inflamasi bibir
dengan sudut mulut pecah, nyeri mulut, kesulitan menelan,
pembengkakan gusi
5) Mata : konjungtiva pucat, sklera biru atau putih seperti mutiara
6) Kulit : kulit pucat, kering, turgor kulit buruk, kuku mudah patah
d. Pemeriksaan Penunjang
- Dari hasil pemeriksaan darah akan didapatkan andanya
penurunan jumlah eritrosit sampai dengan kurang dari 7,5% g/dl
(anemia berat), penurunan trombosit <100.000 g/dl
(trombositopenia), dan penurunan leukosit (leukositopenia).
- Dari hasil biopsi sumsum tulang belakang akan didapatkan
gambaran adanya peningkatan jumlah sel blast (myeloblas)
>20%.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan Myelodisplastic Syndrome menurut SDKI
(2016) adalah :
a) Resiko perdarahan b.d gangguan koogulasi (Trombositopenia)
b) Resiko infeksi b.d ketidakadekuatan pertahanan tubuh sekunder
(Leukopenia)
c) Perfusi perifer tidak efektif b.d penurunan konsentrasi hemoglobin
d) Intoleransi aktivitas b.d kelemahan
3. Perencanaan
Intervensi Keperawatan menurut SDKI, SIKI, SLKI (2018) :

No Diagnosa Keperawatan Luaran dan Kriteria Hasil Intervensi


(SDKI) (SLKI) (SIKI)
1. Perfusi perifer tidak efektif Setelah dilakukan asuhan Intervensi Utama :
b.d penurunan konsentrasi keperawatan 3x24 jam 1. Perawatan Sirkulasi
hemoglobin diharapkan keadekuatan 2. Manajemen sensasi
Definisi : aliran darah pembuluh perifer
Penurunan sirkulasi darah darah distal untuk Observasi
pada level kapiler yang menunjang fungsi 1. Identifikasi penyebab
dapat mengganggu jaringan meningkat perubahan sensasi
metabolisme tubuh Luaran Utama : Perfusi 2. Periksa sirkulasi
Penyebab : Perifer perifer
1. Hiperglikemia 1. Kekuatan nadi 3. Monitor perubahan
2. Penurunan konsentrasi perifer meningkat kulit
hemoglobin 2. Penyembuhan luka 4. Monitor panas,
3. Peningkatan tekanan meningkat kemerahan, nyeri atau
darah 3. Warna kulit pucat bengkak ekstemitas
4. Kekurangan volume menurun Terapeutik
cairan 4. Turgor kulit 5. Hindari pemakaian
5. Penurunan arteri atau membaik benda yang
vena 5. Pengisian kapiler berlebihan suhunya
6. Kurang terpapar embaik (terlalu panas atau
informasi tentang faktor dingin)
pemberat (mis. 6. Hindari pemasangan
Merokok, gaya hidup infus atau
monoton, trauma pengambilan darah
obesitas, asupan garam, diarea keterbatasan
imobilitas) perfusi
7. Kurang terpapar Edukasi
informasi tentang 7. Anjurkan berhenti
penyakit (mis. Diabetes) merokok
8. Kurang aktivitas fisik 8. Anjukan melakukan
Gejala & tanda mayor : perawatan diri yang
Subjektif tepat
(tidak tersedia) 9. Informasikan tanda
Objektif dan gejala darurat
1. Pengisian kapiler >3 yang harus
detik dilaporkan
2. Nadi perifer menurun Kolaborasi
atau tidak teraba 10. Kolaborasi
3. Akral teeraba dingin pemberian analgesik,
4. Warna kulit pucat jika perlu
5. Turgor kulit menurun 11. Kolaborasi
Gejala & tanda minor : kortikosteroid, jika
Subjektif perlu
1. Parastesia
2. Nyeri ekstremitas
(klaudikasi intermiten)
Objektif
1. Edema
2. Penyembuhan luka
lambat
3. Indeks ankle – brachial
<0,90
4. Bruit femoral
2. Intoleransi aktivitas b.d Setelah dilakukan asuhan Intervensi Utama :
kelemahan fisik keperawatan 3x24 jam Manajemen Energi
Definisi : diharapkan aktivitas fisik Observasi
Ketidakcukupan meningkat. 1. Identifikasi gangguan
energi/kemampuan untuk Luaran Utama : fungsi tubuh yang
melakukan aktivitas sehari Toleransi Aktivitas mengakibatkan
– hari 1. Kemudahan kelelahan
Penyebab : melakukan aktivitas 2. Monitor kelelahan
1. Ketidakseimbangan sehari – hari fisik dan emosional
antara suplai dan meningkat 3. Monitor pola
kebutuhan oksigen 2. Keluhan lelah aktivitas dan tidur
2. Tirah baring menurun 4. Monitor lokasi dan
3. Kelemahan 3. Perasaan lemah ketidaknyamanan
4. Imobilitas menurun selama melakukan
5. Gaya hidup monoton 4. Kekuatan tubuh aktivitas
Gejala & tanda mayor : meningkat Terapeutik
Subjektif 5. Frekuensi nafas 5. Lakukan latihan
1. Mengeluh lelah membaik rentang gerak pasif
Objektif dan aktif
1. Frekuensi jantung 6. Berikan gerakan
meningkat >20% dari distraksi yang
kondisi istirahat menyenangkan
Gejala & tanda minor : 7. Fasilitasi duduk
Subjektif disamping tempat
1. Dispnea saat/setelah tidur, jikat tidak dapat
aktivitas berpindah atau
2. Merasa tidak nyaman berjalan
stelah beraktivitas Edukasi
3. Merasa lemah 8. Anjurkan tirah baring
Objektif 9. Anjurkan melakukan
1. Tekanan darah berubah aktivitas secara
>20% dari kondisi bertahap
istirahat 10.Anjurkan
2. Gambaran EKG menghubungi perawat
menunjukkan aritmia jika tanda dan gejala
saat/setelah aktivitas kelelahan tidak
3. Gambaran EKG berkurang
menunjukkan iskemia 11.Ajarkan strategi
4. Sianosis koping untuk
mengurangi lelah

C. DAFTAR PUSTAKA

Diyantini, N.K. 2016. Laporan Pendahuluan Lukimia Myeloid Akut (LMA).


Diakses pada 09 Oktober 2020 dari http://updoc.tips/download/free-
pdf-ebok-lp-aml-6

Jacobus, D. J. (2016). Proses Autoimun Terkait Myelodysplastic Syndrome.


43(5), 387–389. Diakses pada tanggal 10 Oktober 2020 dari
http://www.cdkjournal.com/index.php/CDK/article/viewFile/63/60.Math

Jane Bain, Barbara. 2014. Hematologi: Kurikulum Inti. Jakarta : Buku


Kedokteran EGC

Mathew, P., Grawe, GH. Medscape. 2015. Pediatric Myelodysplastic


Syndrome. Diakses pada tanggal 10 Oktober 2020 dari
https://emedicine.medscape.com/a rticle/988024-overview

PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia : Definisi dan


Indikator, Diagnostik, Edisi : 1. Jakarta : DPP PPNI
PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia : Definisi dan
Tindakan Keperawatan, Edisi : 1. Jakarta : DPP PPNI

PPNI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia : Definisi dan Kriteria


Hasil Keperawatan, Edisi : 1. Jakarta : DPP PPNI

Thaha, Wiradewi & L.AA.Sutirta, Y. 2014. Diagnosis Differensial dan


Penatalaksanaan Immuncisupresif dan Terupi Sumsun Tulang pada
Pasien Anemia Aplastik. Sanglah Denpasar: Fakultas Kedokteran
Universitas Udavana.

Anda mungkin juga menyukai