Disusun Oleh :
2019 / 2020
A. KONSEP DASAR
1. Definisi
Sindrom mielodisplasia (MDS) adalah sejumlah gangguan yang terjadi
akibat satu atau seluruh sel darah yang dihasilkan sumsum tulang tidak terbentuk
dengan baik. Sindrom mielodisplasia dapat menyerang orang-orang dari segala
usia. Namun, sindrom ini paling sering terjadi pada orang dewasa usia 60 tahun
ke atas (Willy, 2018). Sindroma Mielodisplasia atau MDS (Myelodysplastic
Syndrome) biasa disebut pre leukemia karena mayoritas penyakit ini pada
kemudian hari akan berkembang menjadi leukemia akut (AML). MDS
merupakan suatu kumpulan kelainan dari sel punca (stem cell) darah yang
ditandai dengan terganggunya proliferasi dan pendewasaan sel hematopoiesis,
juga terganggunya pertumbuhan jaringan baru sel sel darah manusia. Sebagian
besar sindroma ini mengenai penderita berumur lebih dari 50 tahun. Penyebab
MDS ini masih belum diketahui. Kemungkinan karena paparan bahan kimia atau
akibat radioterapi dan kemoterapi penyakit yang lain.
Karakteristik dari MDS adalah hematopoiesis (pembentukan sel darah)
yang tidak efektif dan adanya displasia sel punca akibat proliferasi dan maturasi
yang abnormal. Dua karakteristik inilah yang menyebabkan terjadinya anemia,
leukopenia, dan/atau trombositopenia pada penderita MDS. Gejala dan tanda
klinis yang dialami merupakan akibat dari turunnya jumlah sel darah, yaitu lemah
lesu dan sesak (karena anemia), rentan terhadap infeksi (karena leukopenia), dan
rentan terhadap perdarahan, ptekiae, purpura, ekimosis (karena trombositopenia).
Meningkatnya resiko kematian pada MDS terutama karena perdarahan dan
infeksi. Selain itu, penderita MDS memiliki resiko yang lebih tinggi untuk
berkembang menjadi leukemia akut.
Gambaran laboratorium yang biasa ditemukan adalah turunnya kadar Hb,
jumlah leukosit, dan jumlah trombosit. Sebagian besar pasien menunjukkan
gambaran eritrosit yang makrositik (MCV>102). Jumlah leukosit bisa saja normal
atau turun dengan disertai perubahan displasia seperti netrofil hipogranulasi,
hiposegmentasi, fragmentasi inti dan kelainan Pelger-Huet. Sedangkan jumlah
trombosit bisa normal atau turun, namun dengan riwayat perdarahan yang
berlebihan pada cedera yang ringan, menunjukkan telah terjadi kelainan fungsi
trombosit. Namun untuk lebih memastikan seseorang terkena MDS atau bukan
haruslah melalui pemeriksaan sumsum tulang belakang (BMP), dimana pada
pemeriksaan ini dapat diketahui kelainan kelainan bentuk sel serta perubahan
perubahan pada eritrosit dan neutrophil.
2. Etiologi
Sindrom mielodisplasia (MDS) terjadi ketika fungsi sumsum tulang
terganggu. Sumsum tulang memiliki jaringan spons yang memproduksi sel darah
merah untuk membawa oksigen ke seluruh tubuh, sel darah putih untuk
membantu melawan infeksi, dan trombosit untuk membantu proses pembekuan
darah. Pada penderita sindrom mielodisplasia, sumsum tulang tidak mampu
menghasilkan sel-sel darah sehat (matang) dan hanya mampu memproduksi sel-
sel darah abnormal yang tidak sepenuhnya berkembang. Sel-sel darah abnormal
ini akan mati ketika masih di dalam sumsum tulang atau ketika baru memasuki
aliran darah. Seiring waktu, jumlah sel darah abnormal akan semakin banyak dan
menekan jumlah sel darah sehat, sehingga jumlah sel darah yang masuk ke aliran
darah semakin sedikit (Willy, 2018).
Hal tersebut disebabkan oleh perubahan genetik. Perubahan genetik yang
dapat mengakibatkan kelainan pada sumsum tulang tidak diketahui penyebabnya.
Beberapa faktor pemicu yang diduga dapat mengakibatkan perubahan genetik
sehingga menimbulkan MDS, yaitu:
a. Bertambahnya usia. Sebagian besar penderita MDS berusia lebih dari 60
tahun.
b. Paparan bahan kimia, seperti asap rokok, pestisida, dan benzena.
c. Paparan logam berat, seperti timah dan merkuri.
d. Pengobatan dengan kemoterapi atau radioterapi sebelumnya. Obat
kemoterapi, seperti etoposide, dan radioterapi yang dilakukan sebelumnya
untuk pengobatan kanker dapat meningkatkan risiko timbulnya MDS
MDS
Tiga agen yang diterima oleh FDA (food and drug administration)sebagai
pengobatan MDS:
2. Diagnosa keperawatan
a. Perfusi jaringan tidak efektif b/d penurunan konsentrasi Hb dan darah,
suplai oksigen berkurang
b. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan fatigue atau anemia
c. Resiko infeksi berhubungan dengan penurunan jumlah leukosit
d. Resiko Injury berhubungan dengan kecenderungan perdarahan sekunder
3. Perencanaan keperawatan
Richard N. Mitchel. 2008. Buku Saku Dasar Patologis Penyakit Robbins & Cotran.
Jakarta:EGC.
........2013, Nursing intervension and Nursing Outcame Calsicfication. Edisi Lima, Editor
Terjemah Intasi Nurjannah & Roxana