Anda di halaman 1dari 8

2.

1 Konsep Teori DM

2.1.1 Anatomi Fisiologi Pangkreas

Pangkreas terletak di kuadran kiri atas rongga abdomen dan menghubungkan


lengkung duodenum dan limpa. Pangkreas adalah suatu organ yang terdiri dari jaringan
eksokrin dan endokrin. Bagian eksokrin mengeluarkan larutan encer alkalis serta enzim
pencernaan melalui duktus pankreatikus ke dalam lumen saluran cerna. Diantara sel-sel
eksokrin di seluruh pancreas tersebar kelompok-kelompok atau “pulau” sel endokrin
yang dikenal sebagai pulau (islets) langerhans atau sel pancreas yang memproduksi
hormone ini disebut sel pulau Langerhans, sel endokrin pancreas yang terbanyak adalah
sel beta, tempat sintesis dan sekresi insulin dan sel (alfa) yang menghasilkan glucagon.
Sel D (delta), yang lebih jarang adalah tempat sintesis somatostatin. [ CITATION Mar21 \l
1033 ]

Anatomi Pankreas
Dua hormon penting yang dihasilkan oleh pankreas adalah sebagai berikut (Sofjan,
2016)
1. Insulin, yaitu protein kecil yang berat molekulnya 5808 untuk manusia. Insulin
terdiri dari dua rantai asam amino, satu sama lain dihubungkan oleh ikatan
disulfide. Sekresi insulin diatur oleh glukosa darah dan asam amino yang
memegang peranan penting. Perangsang sekresi insulin adalah glukosa darah.
Kadar glukosa darah adalah 80 – 90 mg/ml.
2. Glukagon, merupakan suatu hormon yang disekresikan oleh sel-sel alfa pulau
langerhans mempunyai beberapa fungsi yang berlawanan dengan insulin. Fungsi
yang terpenting adalah : meningkatkan konsentrasi glukosa dalam darah. Glukagon
merupakan protein kecil mempunyai berat molekul 3842 dan terdiri dari 29 rantai
asam amino.

2.1.2 Definisi Diabetes Mellitus

Diabetes mellitus (DM) adalah penyakit kronis progresif yang ditandai dengan
ketidakmampuan tubuh untuk melakukan metabolism karbohidrat, lemak dan protein,
mengarah ke hiperglikemia (kadar glukosa darah tinggi). Diabetes mellitus merupakan
penyakit kronis yang umun terjadi pada dewasa yang membutuhkan supervise medis
berkelanjutan dan edukasi perawatan mandiri pada pasien. Namun, bergantung pada
tipe DM dan usia pasien, kebutuhan dan asuhan keperawatan pasien dapat sangat
berbeda (Utomo, 2017).

2.1.3 Epidemiologi

Penyakit diabetes mellitus mengalami peningkatan pesat di seluruh dunia data WHO
tahun 2018 menunjukkan tingginya glukosa dalam darah telah menyebabkan kematian
sekitar 2,2 juta jiwa pada tahun 2012. Sebanyak 8,5 % penduduk berusia minimal 18
tahun dan mengalami diabetes mellitus pada tahun 2014. Diabetes mellitus menjadi
penyebab langsung kematian 1,6 juta warga tahun 2016. Data terbaru yang dirilis oleh
Federasi Diabetes Internasional menunjukkan sekitar 415 juta orang berusia 20-79
tahun diseluruh dunia mengalami penyakit diabetes mellitus di tahun 2015. Angka ini
diprediksi akan meningkat menjadi 642 juta jiwa di tahun 2040 dengan prevalensi
meningkat dari 8,8% menjadi 10,4%. China, India dan Amerika Serikat merupakan tiga
negara dengan jumlah penderita diabetes mellitus terbanyak. Menurut World Diabetes
Foundation, sejak 2014 hingga sekarang, 382 juta jiwa di Indonesia penyandang
diabetes mellitus. Jumlah ini diprediksi meningkat menjadi 592 juta jiwa di tahun 2035
[ CITATION Mar21 \l 1033 ].

2.1.4 Etiologi
Diabetes mellitus diklasifikasikan, baik sebagai insulin dependent diabetes mellitus
(IDDM) maupun non-insuline-dependent diabetes mellitus (NIDDM). Dengan
penggunaan terapi insuin yang sudah biasa dengan kedua tipe DM, IDDM sekarang
disebut sebagai DM tipe 1 (juvenile onset) dan NIDDM sebagai DM tipe 2 (maturity
onset) [ CITATION Mar21 \l 1033 ]

a. Diabetes Mellitus Tipe 1


Disebabkan destruktur sel beta autoimun biasanya memicu terjadinya defisiensi
insulin absolut. Faktor herediter berupa antibody sel islet, tingginya insiden HLA
tipe DR3 dan DR 4. Faktor lingkungan berupa infeksI virus (virus coxsackie,,
enterovirus, retrovirus, mumps), defisiensi vitamin D, toksin lingkungan
lingkungan, menyusui jangka pendek, paparan dini terhadap protein kompleks.
Berbagai modifikasi epigenetic ekspresi gen juga terobsesi sebagai penyebab
genetic berkembangnya diabetes mellitus tipe 1. Individu insulin absolut [ CITATION
Mar21 \l 1033 ]
b. Diabetes mellitus Tipe 2
Diabetes mellitus akibat resistensi insulin perifer, defek progresif sekresi insulin,
peningatan gluconeogenesis. Diabetes mellitus tipe 2 dipengaruhi faktor lingkungan
berupa obesitas , gaya hidup tidak sehat, diet tinggi karbohidrat. Diabetes mellitus
tipe 2 memiliki presimtomatis yang panjang yang menyebabkan penegakan diabetes
mellitus tipe 2 dapat tertunda 4-7 tahun [ CITATION Mar21 \l 1033 ].
c. Diabetes mellitus gestasional
Diabetes gestasional (2%5% dari semua kehamilan). DM yang didiagnosa selama
hamil. DM gestasional merupakan diagnosa DM yang menerapkan untuk
perempuan dengan intoleransi glukosa atau ditemukan pertama kali selama
kehamilan. DM gestasional terjadi pada 2-5% perempuan hamil namun menghilang
ketika kehamilannya berakhir. Riwayat DM gestasional, sindrom ovarium
polikistik, atau melahirkan bayi dengan berat lebih dari 4,5 kg [ CITATION Mar21 \l
1033 ].
d. Diabetes mellitus tipe lainnya
DM tipe spesifik lain (1%-2% kasus terdiagnosis). Mungkin sebagai akibat dari
defek genetic fungsi sel beta, penyakit pancreas (missal kistik fibrosis), atau
penyakit yang diinduksi oleh obat-obatan.

2.1.5 Patofisiologi
Patofisiologi diabetes mellitus [ CITATION Mar21 \l 1033 ].
a. Patofisiologi diabetes mellitus tipe 1
Manifestasi DM tipe 1 terjadi akibat kekurangan insulin untuk menghantarkan
glukosa menebus membrane sel ke dalam sel. Molekul glukosa menumpuk dalam
peredaran darah, mengakibatkan hiperglikemia. Hiperglikemia menyebabkan
hiperosmolaritas serum, yang menarik air dari ruang intraseluler ke dalam sirkulasi
umum. Peningkatan volume darah meningkatkan aliran darah ginjal dan
hiperglikemia bertindak sebagai diuretic osmosis. Diuretik osmosis yang dihasilkan
meningkatkan haluaran urine. Kondisi ini disebut poliria. Ketika kadar glukosa
darah melebihi ambang batas glukosa biasanya sekitar 180 mg/dl glukosa
disekresikan ke dalam urine, suatu kondisi yang disebut glukosuria.
b. Patofisiologi diabetes mellitus tipe 2
Patogenesis DM tipe 2 berbeda signifikan dari DM tipe 1. Respons terbatas sel beta
terhadap hiperglikemia tampak menjadi faktor mayor dalam perkembangannya. Sel
beta terpapar secara kronis terhadap kadar glukosa darah tinggi menjadi secara
progreif kurang efisien ketika merespons peningkatan glukosa lebih lanjut.
Fenomena ini dinamai desensitisasi , dapat kembali dengan menormalkan kadar
glukosa. Proses patofisiologi dalam DM tipe 2 adalah resistensi terhadap aktivitas
insulin biologis, baim di hati maupun jaringan perifer. Keadaan ini disebut sebagai
resistansi insulin. Orang dengan Dm tipe 2 memiliki penurunan sensitivitas insulin
terhadap kadar glukosa, yang mengakibatkan produksi glukosa hepatic berlanjut,
bahkan sampai dengan kadar glukosa darah tinggi.

2.1.6 Manifestasi Klinis


Peningkatan kadar glukosa darah, disebut hiperglikemia, mengarah kepada manifestasi
klinis umum yang berhubungan dengan DM. Pada DM tipe 1, onset manifestasi klinis
mungkin tidak kentara dengan kemungkinan situasi yang mengancam hidup yang
biasanya terjadi (missal, ketoasidosis diabetikum). Pada DM tipe 2, onset manifestasi
klinis mungkin berkembang secara bertahap yang klien mungkin mencatat sedikit atau
tanpa menifestasi klinis selama beberapa tahun. Manifestasi klinis DM adalah
peningkatan frekuensi buang air kecil (polyuria), peningkatan rasa haus dan minum
(podipsi) dank arena penyakit berkembang, penurunan berat badan meskipun lapar dan
peningkatan makan [ CITATION Mar21 \l 1033 ].

2.1.7 Komplikasi
Komplikasi kronis diabetes mellitus, dengan klien DM yang hidup lebih lama,
dengan peningkatan resiko untuk komplikasi kronis yaitu komplikasi makrovaskuler
yaitu penyakit arteri coroner, penyakit serebrovaskuler, hipertensi, penyakit pembuluh
darah, infeksi. Kemudian komplikasi mikrovaskuler yaitu retinopati, nefropati, ulkus
tungkai dan kaki, seuropati sensorimotor, neuropati autonomy yaitu pupil, jantung,
gastrointestinal, urogenital. Komplikasi kronis adalah penyebab utama kesakitan dan
kematian pada klien DM. Perubahan ini banyak mempengaruhi sistem tubuh dan dapat
menghancurkan klien dan keluarganya; perubahan ini memengaruhi klien DM tipe 1
dan 2. Komplikasi terkait diabetes dildasifikasikan sebagai satu dari 2 tipe [ CITATION
Mar21 \l 1033 ].
Komplikasi maskrovaskuler penyakit arteri coroner, penyakit serebrovaskuler dan
penyakit pembuluh perifer adalah lebih umum, cenderung terjadi pada usia lebih awal,
dan lebih luas dan berat pada orang dengan DM. Penyakit makrovaskuler (penyakit
pembuluh besar) mencerminkan aterosklerosis dengan penumpukan lemak pada lapisan
dalam dinding pembuluh darah. Resiko berkembangnya komplikasi makrovaskular
lebih tinggi pada DM tipe 1 dari pada tipe 2. Penyakit makrovaskular, khususnya
penyakit pembuluh coroner, paling umum penyebab kematian klien diabetes, terhitung
40-60% dari semua kasus penyakit makrovaskular terkait diabetes. DM tidak hanya
faktor resiko bebas untuk komplikasi ini tapi juga faktor resiko utama hipertensi dan
hiperlipedemia [ CITATION Mar21 \l 1033 ].
2.2.8 Pemeriksaan Penunjang
Identifikasi pasien DM atau pra DM memungkinkan dilakukan intervensi
sebelumnya dengan potensi pengurangan tingkat komplikasi lebih lanjut. Sekitar 25%
pasien dengan DM tipe 2 sudah memiliki komplikasi mikrovaskuler pada saat
didiagnosis dan menderita penyakit DM lebih dari 5 tahun. Menurut (Perkeni, 2015)
DM dapat terdiagnosis dengan kriteria antara lain.
a. Pemeriksaan glukosa plasma puasa ≥126 mg/dl. Pada keadaan puasa yaitu keadaan
tubuh tidak mendapatkan asupan minimal 8 jam.
b. Pemeriksaan glukosa plasma ≥ 200 mg/dl 2-jam setelah Tes Toleransi Glukosa
Oral (TTGO) dengan beban glukosa 75 gram
c. Pemeriksaan glukosa plasma sewaktu ≥ 200 mg/dl dengan keluhan klasik
d. Pemeriksaan HbA1c untuk memantau glukosa darah dan memonitor efek diet,
olahraga, terapi yang diberikan, serta untuk melihat sebera baik tentang
pengobatannya. Nilainya adalah ≥ 6,5% dengan metode yang terstandar oleh
National Glycohaemoglobin Standardization Program (NGSP).
2.2.9 Penataksanaan
Penatalaksaan diabetes mellitus terdiri dari terpai farmakologi dan non farmakologi
[ CITATION Tan17 \l 1033 ]
a. Terapi farmakologi
1. Terapi insulin
Pada diabetes tipe I, pangkreas tidak dapat menghasilkan insulin sehingga
harus diberikan insulin pengganti. Pemberian insulin hanya dapat dilakukan
melalui suntikan, insulin dihancurkan dalam lambung sehingga tidak dapat
diberikan per oral (ditelan). Insulin disuntikkan di bawah kulit ke dalam
lapisan lemak, biasanya di lengan, paha, atau dinding perut. Digunakan jarum
yang sangat kecil agar tidak terasa terlalu nyeri.
2. Obat – obatan
Obat hipoglikemik oral (OHO) diperlukan dalam pengobatan DM tipe 2 jika
intervensi gaya hidup dengan diet dan latihan fisik tidak cukup untuk
mengendalikan hipeglikemia. OHO terutama terdiri atas dua tipe, yaitu
prevarat insulinotrropik dan insulin sensitizer.
b. Terapi non-farmakologi
1. Terapi gizi medis
Terapi gizi medis merupaka salah satu terapi non farmakologi yang sangat
direkomendasikan bagi penyandang (diabetisi). Terapi gizi medis ini pada
prinsipnya adalah melakukan pengaturan pola makan yang didasarkan pada
status gizi diabetisi dan melakukan modifikasi diet berdasarkan kebutuhan
individual.
2. Latihan fisik
Pengelolaan diabetes melitus (DM) yang meliputi 4 pilar, aktivitas fisik
merupakan salah satu dari keempat pilar tersebut. Aktivitas minimal otot
skeletal lebih dari sekedar yang diperlukan untuk ventilasi basal paru,
dibutuhkan oleh semua orang termasuk diabetes sebagai kegiatan sehari-hari,
seperti misalnya : bangun tidur, memasak, berpakaian, mencuci, makan
bahkan tersenyum. Berangkat kerja, bekerja, berbicara, berfikir, tertawa,
merencanakan kegiatan esok, kemuadian tidur. Semua kegiatan tadi tanpa
disadari oleh diabetisi, telah sekaligus menjalankan pengelolaan terhadap DM
sehari-hari[ CITATION Tan17 \l 1033 ]. Adapun terapi non farmakologi yaitu
senam kaki diabetes, terapi reiki dan terapi akupresure
DAFTAR PUSTAKA

Lanywati, d. E. (2001). Diabetes Mellitus. Yogyakarta: KANASIUS.

Maria, I. (2021). Asuhan Keperawatan Diabetes Mellitus dan Asuhan Keperawatan Stroke.
Yogyakarta: Deepublish.

Perkeni. (n.d.). Konsesus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Tipe 2 di Indonesia. PB


Perkeni.

Rita Ramayulis, D. M. (2010). Kartu Resep: Diabetes Mellitus. Jakarta: Penerbit Plus.

Tandra, H. (2017). Segala Sesuatu yang harus dikehui tentang diabetes. Jakarta: PT Gramedia
Building.

Anda mungkin juga menyukai